Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peserta didik adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, ia membutuhkan orang lain
untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh. Dalam
perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling
berpengaruh antarsesama peserta didik, maupun dengan proses sosialisasi. Dengan mempelajari
konsep perkembangan diharapkan dapat memahami pengertian pertumbuhan, kematangan,
belajar dan latihan serta keterkaitannya dengan perkembangan peserta didik. Perkembangan
adalah salah satu proses yang harus dialami oleh setiap peserta didik baik dalam naungan
lembaga formal maupun non-formal.
Tanpa sebuah perkembangan dari peserta didik, maka perkembangan suatu negara tidak akan
pernah berjalan dengan lancer. Untuk itu, sebagai tenaga pendidik harus mengetahui konsep -
Konsep dan prinsip - prinsip dasar dari perkembangan belajar peserta didik untuk memudahkan
proses belajar mengajar. Sebagai seorang guru, sangat perlu memahami perkembangan peserta
didik. Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan fisik, perkembangan sosio
emosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual. Perkembangan fisik dan
perkembangan sosio sosial mempunyai kontribusi yang kuat terhadap perkembangan intelektual
atau perkembangan mental atau perkembangan kognitif siswa.
Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik di atas, sangat diperlukan untuk
merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan. Rancangan pembelajaranyang
kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mampu meningkatkan
proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini kami merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas antara lain:
1. Apa Pengertian dari Pertumbuhan (growth), Kematangan (maturation), Belajar
(learning), dan Latihan (exercises) serta Keterkaitannya dengan Perkembangan?
2. Apa definisi Perkembangan (development) serta Implikasinya dalam Pendidikan
3. Apa saja Prinsip-Prinsip Perkembangan serta Implikasinya dalam Pendidikan

1
1.3 Tujuan Masalah
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Pengertian dari Pertumbuhan (growth), Kematangan (maturation), Belajar
(learning), dan Latihan (exercises) serta Keterkaitannya dengan Perkembangan
2. Untuk mengetahui definisi Perkembangan (development) serta Implikasinya dalam
Pendidikan
3. Untuk mengetahui Prinsip-Prinsip Perkembangan serta Implikasinya dalam Pendidikan

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Pertumbuhan (growth), Kematangan (maturation), Belajar (learning), dan Latihan
(exercises) serta Keterkaitannya dengan Perkembangan
1.1.1 Pertumbuhan (growth)
Pertumbuhan (growth) merupakan sebuah istilah yang banyak digunakan dalam biologi,
sehingga pengertiannya lebih bersifat biologis.
Ada beberapa pendapat tentang definisi dari pertumbuhan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menurut C.P. Chaplin (2002) mengartikan bahwa pertumbuhan sebagai satu
pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari
organisme sebagai suatu keseluruhan.
b. Menurut A.E. Sinolungan (1997) pertumbuhan menunjuk kepada perubahan kuantutatif
yaitu yang dapat dihitung atau dikur, seperti panjang atau berat tubuh.
c. Menurut Ahmad Thonthowi (1993) pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang
meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya
perbanyakan(multiplication) sel-sel.
Berdasarkan pendapat-pendapat tentang definisi pertumbuhan di atas dapat
disimpulkan bahwa Pertumbuhan adalah konteks perkembangan merujuk perubahan-perubahan
yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan
badan, pertumbuhan kaki, dan organ-organ tubuh lainnya. Jadi, pertumbuhan lebih cenderung
kepada pertumbuhan fisik yang bersifat meningkat, menetap, kemudian mengalami
kemunduran sejalan dengan bertambahnya usia.
Istilah pertumbuhan dan perkembangan berbeda, pertumbuhan lebih menunjuk pada
kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan
kemudian menurun menuju pada keruntuhannya.Sedangkan perkembangan adalah lebih
menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir
hayat.
1.1.2 Kematangan (maturation)
Istilah kematangan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan, maturation sering dilawan
dengan immaturation, yang artinya tidak matang. Istilah kematangan juga sering digunakan
dalam biologi, yang menunjuk pada keranuman atau kemasakan.

3
Ada beberapa pendapat tentang pengertian kematangan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menurut Chaplin (2002) kematangan itu sebagai :
1. Perkembangan, proses mencapai kemasakan atau usia masak
2. Proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan atau merupakan tingkah
laku khusus spesies (jenis, rumpun).
b. Menurut Myers (1996) mengartikan kematangan sebagai “biological growth processes
that enable orderly in behavior, relatively uninfluenced by experience”.
c. Menurut Zigler dan Stevenson (1993) kematangan adalah “The orderly physiological
changes that occur in all species over time and that appear to unfold according to a
genetic blueprint”
d. Menurut Davidoff (1998) kematangan lebih menunjuk pada munculnya pola perilaku
tertentu yang bergantung pada pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf.

Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat dapat diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa, kematangan itu merupakan suatu potensi yang dibawa oleh setiap individu sejak
lahir, timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola perkembangan
setiap tingkah laku individu. Dengan demikian, kematangan tidak dapat dikategorikan
sebagai faktor keturunan atau pembawaan karena kematangan ini merupakan suatu sifat
tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu.

1.1.3 Belajar (Learning)


Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.
1. Menurut Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and
memory berpendapat Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam organisme
(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalamn yang dapat mempengaruhi tingkah
laku organisme tersebut.
2. Menurut Wittig dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar ialah
perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan
tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Belajar yaitu Perubahan-
perubahan dalam perkembangan individu, selain dapat terjadi karena kematangan,
juga dapat terjadi karena belajar.

4
3. Menurut Morgan “Belajar adalah setiap perubahan tingkah laku yang relatif menetap
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman” (M.Ngalim Purwanto,
1993:84).
Berdasarkan beberapa pernyataan dan definisi tentang belajar seperti disajikan di atas,
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri individu yang
bersifat relatif permanen dan terjadi sebagai hasil pengalaman.
Ada beberapa karakteristik yang terkandung dalam pengertian belajar, yaitu:
a. Pengertian belajar meliputi proses dan hasil.
b. Sebagai suatu proses, belajar merupakan suatu upaya disengaja yang berlangsung
pada diri individu yang terjadi melalui pengalaman.
c. Proses belajar menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan-
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar meliputi berbagai aspek kepribadian,
baik fisik maupun psikhis, seperti perubahan mengenai pengetahuan, pemahaman,
kebiasaan, keterampilan, sikap, dsb.
d. Perubahan-perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar sifatnya relative manetap
atau permanen.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar, diantaranya:


1. Faktor dari dalam diri individu (Internal)
a. Faktor Jasmaniah (Fisiologis)
Faktor fisiologis adalah factor yang berkaitan dengan kondisi fisik seseorang atau
kondisi jasmaniah seseorang. Factor ini merupakan factor bawaan dalam diri seorang
individu, melekat pada dirinya, serta sebagian menjadi karakteristik dirinya.
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan dalam belajar adalah kondisi fisik normal
atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah sejak lahir. Kondisi
fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh.
selain itu kondisi kesehatan fisik sehat serta segar sangat mempengaruhi keberhasilan
belajar proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu.
Badan yang kurang sehat akan mengakibatkan kurangnya semangat dalam belajar
pusing atau mengantuk.
Selain itu, Faktor cacat tubuh juga mempengaruhi belajar seseorang misalnya buta,
tuli, bisu, atau pincang. Upaya yang harus kita tempuh untuk membantu dengan cara
5
memberikan alat khusus untuk mengatasi kecacatannya. Selain itu mereka juga di
sekolahkan dilembaga pendidikan yang khusus. Guru harus membangkitkan semangat
belajar dan rasa percaya diri kepada mereka dengan pendekatan-pendekan khusus. Di
dalam menjaga kesehatan fisik ada beberapa hal perlu diperhatikan antara lain, minum
teratur, olah raga serta cukup tidur..
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis mempengaruhi prestasi belajar meliputi segala hal berkaitan
dengan kondisi mental kejiwaan seseorang. Aspek psikis atau kejiwaan tidak kalah
pentingnya dalam belajar dengan aspek jasmaniah.
Slameto (1995:55) mengatakan ‘’sekurang-kurangnya ada lima factor yang
mempengaruhi yaitu;
1) Intelegensi, merupakan kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan situasi
yang baru dengan cepat dan efektif. Orang yang mempunyai intelegensi yang
tinggi lebih mudah belajar dari pada yang tingkat intelegensi yang rendah.
2) Motif, merupakan daya penggerak atau pendorong untuk berbuat
3) Minat, merupakan kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenal
beberapa kegiatan. Minat itu selalu diikuti dengan perasaan dengan yang akhirnya
memperoleh kepuasan.
4) Bakat, merupakan kemampuan untuk belajar misalnya seseorang yang memiliki
bakat mengajar akan lebih mudah memahami teori-teori yang berhubungan cara
mengajar atau ilmu memgajar dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
bakat kematangan.
5) Kelelahan
a) Faktor kelelahan jasmani, yaitu tampak pada lemah lunglainya badan dan
berkecenderungan tubuh, misalnya karena kelaparan
b) Faktor kelelahan rohani dapat dilihat dengan Adanya kebosanan sehingga
minat untuk menghasilkan sesuatu hilang.
2. Faktor-Faktor Eksternal
Prestasi belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar diri individu, baik
faktor fisik maupun sosial psikologis pada lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Masing-masing kondisi lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar

6
seseorang. Munardji (2004: 132) mengatakan ”lingkugan dibagi dalam dua kategori yaitu
lingkungan sosial serta lingkungan non sosial atau lingkungan alami.”
a. Lingkungan Sosial
Munardji (2004: 133) mengatakan “lingkungan sosial adalah manusia atau sesama
manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir.” Kehadiran
orang lain pada waktu sedang belajar, sering kali mengganggu aktivitas belajar. Menurut
Asrori (2008: 162) lingkungan sosial dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi tiga sebagai berikut.
1. Lingkungan sosial siswa di rumah meliputi seluruh anggota keluarga terdiri atas ayah,
ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya.
2. Lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu teman sebaya, teman lain kelas, guru,
kepala sekolah serta karyawan lainnya.
3. Lingkungan sosial dalam masyarakat terdiri atas seluruh anggota masyarakat.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga memegang peranan penting
bagi perkembangan belajar seseorang. Dalam masalah lingkungan sekolah Munardji
(2004: 138) menjelaskan bahwa ”lingkungan sekolah yang mempengaruhi
keberhasilan belajar adalah lingkungan fisik beserta komponennya seperti kondisi
sekolah serta kelengkapan sarana serta prasarana penunjang proses belajar”.
Segala sesuatu di sekolah akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar
seseorang. Lebih lanjut Slameto (1995: 64) mengatakan bahwa ”faktor sekolah
mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
murid, siswa dengan siswa, disiplin sekolah metode belajar, keadaan gedung serta
standar pelajaran.
Sekolah kaya dengan aktivitas belajar, memiliki sarana serta prasarana memadai,
terkelola dengan baik, diliputi suasana akademis wajar, akan sangat mendorong
semangat belajar para siswanya. Keadaan demikian akan dapat memacu prestasi
belajar siswa sehingga akhirnya akan menghantarkan pada keberhasilan suatu poses
belajar.
Lingkungan masyarakat siswa atau individu berada juga berpengaruh terhadap
semangat serta aktivitas belajarnya. Lingkungan masyarakat yang warganya memiliki
latar belakang pendidikan cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan sertan

7
sumber-sumber belajar di dalamnya akan memberikan pengaruh positif terhadap
semangat dan perkembangan belajar generasi mudanya.
Slameto (1995: 69) mengatakan ”pengaruh lingkungan masyarakat terhadap
belajar individu terjadi karena keberadaannya individu dalam masyarakat.” Semua
bentuk kegiatan dalam masyarakat akan berpengaruh terhadap pola pikir serta
motivasi individu dalam belajar.
b. Lingkungan Non Sosial (Lingkungan Alami)
Lingkungan alami merupakan lingkungan fisik di sekitar anak berupa berbagai
fenomena alam maupun keadaan lingkungan tempat anak hidup. Lingkungan alami akan
membawa dampak besar terhadap prestasi belajar anak. Apabila kondisi lingkungan
mendukung proses belajar anak maka dapat dipastikan prestasi belajar anak akan
maksimal.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dismpulkan bahwa prestasi belajar sesorang
ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa itu sendiri dan juga faktor
berasal dari luar diri siswa. Kedua faktor tersebut memiliki hubungan erat. Apabila salah
satu faktor faktor baik dari dalam maupun dari luar tidak mendukung proses belajar maka
prestasi belajar diharapkan tidak akan dapat tercapai secara maksimal. Oleh karenanya,
dalam pembelajaran baik faktor intern maupun faktor ekstern harus benar-benar
mendukung proses belajar mengajar.
1.1.4 Latihan (exercises)
Latihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam
kaitannya dengan aktivitas belajar. Latihan membantu peserta didik dalam memahami suatu
pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan, dan
sikap yang diperlukan oleh pendidikan dalam usaha mencapai tujuannya.

Empat istilah konsep perkembangan yakni, pertumbuhan (growth), kematangan (maturtion),


belajar (learning), dan Latihan (exercise). Secara konseptual empat istilah ini mempunyai
persamaan dan perbedaan, persamaannya adalah: pada keempat istilah tersebut terjadi perubahan
(changes) sedangkan letak perbedaannya terdapat pada perubahan pada pertumbuhan yang
bersifat kuantitatif, sedangkan pada kematangan, belajar, dan latihan lebih bersifat kualitatif.
Perubahan pada pertumbuhan dan kematangan lebih bersifat alamiah sedangkan perubahan
pada belajar dan latihan lebih bersifat disengaja dan bertujuan. Perubahan-perubahan yang terjadi
8
baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun latihan itulah yang disebut:
perkembangan (development). Perubahan ini dapat terjadi pada setiap periode perkembangan
sepanjang organisme hidup. Oleh karena itu perkembangan dapat didefinisikan sebagai
perubahan sepanjang waktu (change over time) baik sebagai pertumbuhan, kematangan, belajar,
maupun sbg hasil latihan. Dengan demikian psikologi perkembangan dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari perubahan perilaku organism sepanjang hayat.

1.2 Definisi Perkembangan (development) serta Implikasinya dalam Pendidikan


Kehidupan individu dimulai sejak masa konsepsi (conception period), yaitu saat bertemunya
sel yang berasal dari ayah (sperma) dengan sel telur yang berasal dari ibu (ovum). Dalam proses
pertumbuhan/perkembangannya, individu mengalami interaksi (saling pengaruh mempengaruhi)
antara kemampuan dasar/pembawaan dengan lingkungan (proses belajar) dan kematangan.
Para ahli psikologi dan pendidikan, mengakui bahwa perkembangan individu sejak dalam
kandungan sampai meninggal dunia, mengalami proses menurut hukum waktu yang satu sama
lain tidak sama cepat atau lambatnya , fase-fase kepekaanya dan sebagainya, akan tetapi
bagaimanapun juga perkembangan itu merupakan proses yang bersifat integral sebagai manusia
seutuhnya. Sebenarnya banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan individu tersebut tapi dari sekian banyak faktor itu dapat dikelompokan kedalam
3 faktor besar yaitu pembawaan, lingkungan, dan kematangan.
Para ahli psikologi dan ilmu pendidikan, tidak ada kesatuan pendapat dalam memberikan
pengertian atau definisi tentang perkembangan. Menurut ahli biologi kata “perkembangan”
dimaksudkan untuk menunjukan perubahan-perubahan dalam bentuk/bagian tubuh dan integrasi
berbagai bagiannya kedalam suatu keadaan fungsional bila pertumbuhan itu berlangsung. (E.
Usman Effendi dan Juhaya S. Praja, 1984:48)
Perkembangan pada seorang anak adalah terjadinya perubahan yang bersifat terus-menerus
dari keadaan sederhana ke keadaan yang lebih lengkap, lebih kompleks, dan
berdiferensiasi. Perkembangan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan yang dialami
individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kamatangan yang berlangsung secara
sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis.
Para ahli yang beraliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu semata-mata
tergantung pada factor dasar atau pembawaan. Tokoh utama aliran natavisme yang terkenal
adalah Scopenhauer. (Bandi, 2009)
9
1. Fase Perkembangan
a. Prenatal (mulai masa konsepsi s/d 9 bulan)
b. Infancy (Lahir s/d 10 atau 14 hari)
c. Babyhood (2 minggu s/d 2 tahun)
d. Childhood (2 s/d 11 tahun)
e. Adolesence/puberty (11 s/d 21 tahun)
a) Pre adult (11 – 13 tahun)
b) Early adult (16 – 17 tahun)
c) Late adult (17 – 24 tahun)
2. Fase Perkembangan (Berdasarkan usia sekolah)
a. Usia Prasekolah (0 – 6 tahun)
b. Usia Sekolah Dasar (6 – 12 tahun)
c. Usia Sekolah Menengah (12 – 18 tahun)
d. Usia Mahasiswa (18 – 24 tahun)
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan
tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia
sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat
disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu
sistem pendidikan. Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan
individual anak;
2. Tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas;
3. Melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga memungkinkan
anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya
(Amin Budiamin, dkk., 2009:84).

Faktor-faktor Penentu Perkembangan Individu dan Implikasinya terhadap Pendidikan


Faktor-faktor penentu perkembangan individu merupakan salah satu masalah yang menjadi
perhatian para ahli psikologi. Hasil studi psikologi sebagai jawaban terhadap permasalahan
tersebut dapat di bedakan menjadi tiga kelompok teori, yaitu Nativisme, Empirisme dan
Konvergensi.
10
1. Nativisme
Schoupenhauer adalah salah seorang tokoh teori Nativisme. Penganut teori Nativisme
berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan ke dunia membawa factor-faktor turunan
(heredity) yang dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya. Faktor turunan yang
dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya itu dikenal pula dengan istilah dasar
(nature). Bagi penganut teori Nativisme bahwa dasar (nature) ini dipandang sebagai satu-
satunya penentu perkembangan individu. Penganut teori Nativisme umumnya
mempertahankan konsepsinya dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan
antara orang tua dengan anak-anaknya. Contoh: apabila ayahnya terampil melukis, maka
anak-anaknya pun diyakini akan terampil melukis; jika orang tuanya pandai dalam bidang
sains, maka anak-anaknya pun diyakini akan memiliki kepandaian dalam bidang sains; dsb.
Teori Nativisme memberikan implikasi yang tidak kondusif terhadap pendidikan. Teori
Nativisme tidak memberikan kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengubah
kepribadian peserta didik. Berdasarkan hal itu, peranan pendidikan atau sekolah sedikit sekali
dapat dipertimbangkan untuk dapat mengubah perkembangan peserta didik. Teori demikian
dipandang sebagai teori yang pesimistis terhadap upaya-upaya pendidikan untuk dapat
mengubah atau turut menentukan perkembangan individu. Teori Nativisme tidak dapat
dipertahankan kebenarannya.Teori Nativisme tidaklah dapat kita diterima, baik sebagai
asumsi dalam ilmu pendidikan maupun dalam praktik pendidikan. Sebab, jika teori
Nativisme kita terima sebagai suatu asumsi, jika kita menerima sebagai sesuatu kebenaran
bahwa perkembangan individu semata-mata tergantung pada dasar, maka konsekuensinya
bahwa sekolah sepantasnya dibubarkan saja. Para orang tua, para guru dan siapapun tidak
perlu melakukan pendidikan, sebab pendidikan dipandang tidak akan berfungsi untuk dapat
mengubah keadaan anak, anak akan tetap sesuai dasar yang dimilikinya. Namun demikian,
hal tersebut bertentangan dengan realitas yang sesungguhnya, karena terbukti bahwa sejak
dulu hingga sekarang para orang tua dan para guru, baik di rumah maupun di sekolah,
mereka mendidik anak-anak/siswa-siswanya karena pendidikan itu terbukti merupakan salah
satu faktor yang sangat penting dan harus dilakukan dalam rangka membantu anak/siswa
agar berkembang ke arah yang di harapkan. Dengan demikian, teori Nativisme tidak dapat
dipertahankan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak perlu diadopsi secara
keseluruhannya.
2. Empirisme
11
John Locke dan J.B. Watson adalah tokoh teori Empirisme. Sebagai penganut Empirisme
Locke dan Watson menolak asumsi Nativisme. Penganut Empirisme berasumsi bahwa setiap
anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi.
Individu lahir ke dunia tidak membawa ide-ide bawaan. Penganut Empirisme meyakini
bahwa setelah kelahirannya, faktor penentu perkembangan individu ditentukan oleh factor
lingkungan/pengalamannya. Faktor penentu perkembangan individu yang diyakini oleh
penganut empirisme dikenal pula dengan istilah ajar (nurture). Perkembangan individu
tergantung kepada hasil belajarnya sedangkan faktor penentu utama dalam belajar
sepenuhnya berasal dari lingkungan. Dengan demikian, mereka tidak percaya kepada faktor
turunan atau dasar (nature) yang dibawa sejak lahir sebagai penentu perkembangan individu.
Sebaliknya, mereka meyakini pengalaman/lingkungan atau ajar (nurture) itulah satu-satunya
factor penentu perkembangan individu.
Implikasi teori Empirisme terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan
sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik; tanggung
jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik.Teori Empirisme memberikan implikasi
yang bersifat optimistis terhadap pendidikan untuk dapat sepenuhnya mempengaruhi atau
menentukan perkembangan individu seperti apa yang diharapkan pendidik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa para penganut teori Empirisme begitu
optimis dengan pendidikan sebagai upaya yang dapat diandalkan dalam rangka membentuk
individu/siswa. Sebagaimana dikemukakan Sumadi Suryabrata (1990:187-188) bahwa “Jika
sekiranya konsepsi Empirisme ini memang benar, maka kita akan dapat menciptakan
manusia ideal sebagaiman kita cita-citakan asalkan kita dapat menyediakan kondisi-kondisi
yang diperlukan untuk itu. Tetapi kenyataan membuktikan hal yang berbeda daripada yang
kita gambarkan itu”.
3. Konvergensi
Tokoh teori Konvergensi antara lain William Stern dan Robert J.Havighurst. Mereka
berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh dasar (nature) atau faktor turunan
(heredity) yang dibawa sejak lahir maupun oleh factor ajar (nurture) atau
lingkungan/pengalaman. Misalnya, Havighurst menyatakan bahwa "karakteristik tugas
perkembangan pada masa bayi dan anak kecil adalah biososial. Sebab, perkembangan anak
adalah berdasarkan kematangan yang berangsur-angsur dari organ tubuhnya (biologis), dan
berhasil tidaknya dalam tugas perkembangan itu tergantung kepada lingkungan sosialnya.
12
Penelitian yang dilakukan beberapa ahli juga menunjukkan bahwa perkembangan individu
dipengaruhi oleh interaksi dengan cara yang kompleks dari faktor hereditas dan factor
lingkungan.
Implikasi teori Konvergensi terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan bagi
pendidik untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai dengan apa yang diharapkan,
namun demikian pelaksanaannya harus tetap memperhatikan faktor-faktor hereditas peserta
didik: kematangan, bakat, kemampuan, keadaan mental,dsb. Kiranya teori konvergensi inilah
yang cocok kita terapkan dalam praktek pendidikan.

1.3 Prinsip-Prinsip Perkembangan serta Implikasinya dalam Pendidikan


1.3.1 Menurut William Stern
William Stern merupakan pencetus teori konvergensi yang bertumpu pada teori
sebelumnya, yaitu teori empirisme (dipengaruhi pengalaman) dan teori empirisme
(dipengaruhi lingkungan) yang kurang realistis. Karena kenyataannya keturunan yang baik
saja tanpa adanya pengaruh lingkungan pendidikan yang baik dan maksimal tidak akan
dapat membina kepribadian yang ideal. Lebih tepatnya teori konvergensi ini menyatakan
kecerdasan itu bukan hanya dipengaruhi oleh pengalaman saja tetapi juga bisa
dipengharuhi oleh faktor lingkungan pendidik sekitar. Teori konvergensi ini juga
mengatakan bahwa walaupun manusia berasal dari pembawaan yang sama, namun
dipengaruhi oleh lingkungan.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa anak yang normal, menurut bakat dan
pembawaannya memiliki sifat-sifat untuk berbicara. Namun demikian, untuk berbicara
tersebut mereka mendengar kata-kata dan kalimat bahasa dalam pergaulan dengan alam
sekitarnya. Seorang anak keturunan Inggris yang baru lahir dan dibesarkan di Indonesia,
serta dipelihara oleh orang Indonesia dan dalam pemeliharaan sehari-harinya menggunakan
bahasa Indonesia, tidak mungkin bisa berbahasa Inggris, karena pendidikannya termasuk
pergaulan sehari-harinya, tidak memberikan kesempatan untuk berbicara bahasa Inggris.
Seorang anak yang lahir dalam keadaan tuli, walaupun alat-alat bicaranya cukup baik
dan menurut pembawaannya manusia itu adalah makhluk yang dapat berbicara, karena
kesempatan berbicara untuk belajar terganggu (alat pendengarannya rusak), ia tidak
mungkin dapat berbicara dan mengenal bahasa.
1.3.2 Menurut J. L. Moreno
13
Moreno memiliki kedudukan yang khas dalam sejarah psikologi perkembangan. Dia
menolak adanya pandangan bahwa pandangan anak-anak itu semata-mata tergantung pada
kenyataan pada diri mereka yang masih lemah dan pengaruh lingkungan. Sebaliknya
menurut Moreno, bahwa ada kesempatan bagi setiap anak untuk memilih sendiri jalan
perkembangannya. Dengan demikian, dasar perkembangan manusia itu berada pada diri
masing-masing ketika dalam usia anak-anak. Atas dasar pandangan ini, kata Moreno, maka
pendidikan punya kemungkinan untuk dilaksanakan.
1.3.3 Menurut Jean Piaget
Piaget adalah orang yang paling banyak memperhatikan perkembangan anak-anak
hingga usia 7 tahun. Ia memandang bahwa pada setiap anak terdapat dua faktor, yaitu
pengenalan dan perasaan. Keduanya berguna untuk penyesuaian ruhani terhadap
lingkungan. Katanya pula bahwa dalam ruhani anak terdapat fungsi pikiran. Akan tetapi,
kecakapan berpikir secara logis tidak dibawa anak secara lahir. Kecakapan berpikir baru
timbul setelah ia mencapai taraf perkembangan tertentu.
1.3.4 Menurut Montessori
Menurut Montessori setiap fase perkembangan itu mempunyai arti biologis. Prinsip
montessori terkenal dengan sebutan masa peka, menurutnya masa peka merupakan masa
pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah sekali dipengaruhi dan dikembangkan. Masa
ini hanya datang sekali seumur hidup, sehingga masa ini harus digunakan sebaik-baiknya
maka fungsi-fungsi jiwa akan mengalami kelainan/abnormal, dan akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya.
Masa peka antara anak yang satu dengan anak yang lainnya tidah mudah untuk di
ketahui, karena hal ini memerlukan penelitian yang seksama melalui berbagai
percobaan. Misalnya, untuk menentukan apakah seorang anak sudah mengalami masa peka
bagi pembuatan kerajinan tangan tertentu dan lain-lain. Suatu gejala kepekaan
seharusnya diselidiki dengan percobaan, yaitu apakah anak tersebut sudah tampak terarah
minatnya pada suatu fungsi tersebut apa belum.
1.3.5 Menurut J. B. Watson dan Pavlov
Keduanya menyatakan bahwa perkembangan itu pada hakikatnya merupakan kumpulan
dari sejumlah refleks yang karena sudah terlatih sedemikian rupa hingga akhirnya
membentuk tingkah laku seseorang yang bersifat konstan, atau bisa diartikan sebagai gerak
spontan yang bersifat otomatis. Inilah yang menurutnya disebut dengan refleks wajar yang
14
masih murni, yang asli dibawa sejak lahir. Setelah mendapat latihan dan pembiasaan, lalu
disebut dengan refleks bersyarat. Jadi, menurutnya, perkembangan merupakan proses
terbentuknya refleks wajar menjadi refleks bersyarat. (Baharuddin,2010:74)
1.3.6 Prinsip Kesatuan Organisme
Prinsip ini berbunyi bahwa anak merupakan suatu kesatuan fisik dan psikis dan satu
kesatuan dari komponen tersebut. Antara fisik dan psikis satu sama lain saling
mempengaruhi. Setiap komponen tidak berkembang sendiri-sendiri tetapi dipengaruhi
terhadap komponen yang lain. Jadi dalam proses pembelajaran hendaknya melibatkan
semua komponen agar hasil belajar yang didapat bisa maksimal. Jika salah satu komponen
terganggu maka komponen yang lain akan terganggu pula. Contohnya, jika anak sakit
maka proses pembelajaran juga akan terganggu, apa yang disampaikan guru tidak akan
terserap dengan baik oleh memori anak.
1.3.7 Prinsip Predistinasi
Predistinasi berarti nasib atau takdir. Setiap manusia percaya terhadap nasib atau takdir,
meskipun terdapat perbedaan penafsiran mengenai takdir ini sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing. Tetapi pada umumnya semua umat beragama mengakui
bahwa segala yang terjadi pada diri mereka tidak lepas dari takdir sang maha kuasa.
Berdasarkan prinsip ini berarti seberapa sempurnanya pembawaan, bakat dan sifat-sifat
keturunan, serta betapapun baiknya lingkungan dan sarana pendidikan anak, tidak akan
berlangsung perkembangan yang diharapkan jika tidak ada izin dari maha kuasa.
1.3.8 Prinsip Tempo dan irama (ritme) Perkembangan
Setiap anak mempunyai laju kecepatan yang berbeda-beda, yakni ada yang cepat,
sedang, dan ada pula yang lambat. Tempo perkembangan seorang anak dapat dipercepat
tetapi tidak dapat dipaksakan. Misalnya, orang tua yang mengajari anaknya untuk menulis,
membaca, dan berhitung padahal anak tersebut belum sekolah. Dan ketika anaknya sekolah
tidak diberi kesempatan untuk bermain-main karena senantiasa harus belajar. Hal seperti
ini dapat mempercepat perkembangan akal anak tetapi tindakan orang tua tersebut tidaklah
tetap.
Selain memiliki tempo, perkembangan juga berlangsung sesuai dengan ritmenya.
Prinsip ritme ini berlaku bagi setiap manusia. Proses perkembangan tidak selalu dialami
perlahan-lahan dengan urutan yang teratur, melainkan melalui gelombang-gelombang besar
dan kecil yang silih berganti. Ada kalanya laju perkembangan berjalan cepat tetapi pada
15
waktu berikutnya sedikitpun tidak tampak kemajuan. Sehubungan dengan perkembangan
cepat atau lambat ini, anak dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu:
a. Anak yang perkembangannya berlangsung mendatar, dan maju secara berangsur-
angsur.
b. Anak yang cepat sekali berkembang pada waktu kecilnya, tetapi sesudah besar
perkembangannya semakin berkurang/lambat.
c. Anak yang lambat perkembangannya pada waktu kecil tetapi semakin besar semakin
cepat kemajuannya.
Tempo dan irama perkembangan anak ditentukan dari kemampuan dasar mereka.
Semakin tinggi kemampuan dasar mereka maka semakin cepat pula tempo dan irama
perkembangannya. Jadi, peran lingkungan sangat dibutuhkan disini agar dapat memberi
pengaruh yang tepat untuk tahap perkembangan anak.
1.3.9 Prinsip Kontinuitas
Menurut prinsip kontinuitas perkembangan berlangsung secara terus menerus dan
berkseinambungan. Perkembnagna periode awal pada diri anak dapat mempengaruhi
perkembangan selanjutnya. Apabila anak dapat menguasai kemampuannya dengan sempurna
pada periode awal maka pada periode berikutnya akan dapat dikuasai. Dan jika pada periode
sebelumnya tidak tercapai dengan sempurna maka pada periode selanjutnya bisa jadi anak
sulit untuk menguasai perkembangan berikutnya. Bahkan ada kemungkinan tidak diperoleh
sama sekali. Oleh karena itu pendidik harus menghindari terjadinya hal-hal yang dapat
mengganggu tercapainya kemampuan perkembangan anak.
1.3.10 Prinsip Kesamaan Pola
Prinsip ini mengemukakan bahwa perkembangan manusia mengikuti pola
perkembangan umum yang sama. Maksud prinsip ini adalah manusia mengiktui pola
perkembangan yang sama. Misalnya, manusia pada umur 6-7 tahun pada umumnya telah
masuk sekolah. Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi dalam melaksanakan
pendidikan, yaitu:
a. Pendidikan dapat dilaksanakan secara klasikal terhadap anak yang berumur sama
dalam situasi normal.
b. Dapat dilaksanakan keseragaman pendidikan untuk anak tingkat tertentu.
c. Dapat disediakan alat-alat tertentu yang dapat digunakan dari generasi ke generasi
selanjutnya.
16
Dari beberapa pendapat para ahli diatas mengenai prinsip-prinsip perkembangan
penyusun dapat menyimpulkan bahwa perkembangan manusia itu, timbul dari kepribadian
seseorang yang bisa memilah-milah, perkembangan tersebut tidak bisa di pandang satu sisi
melainkan dua sisi yaitu jasmani dan rohani yang mana perkembangan itu merupakan
kumpulan reflek yang perlu di bimbing dan dipengaruhi dari lingkungannya sehingga
akhirnya membentuk manusia yang mempunyai tingkah laku yang baik.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diantara growth (pertumbuhan), maturation (kematangan), learning (belajar), exercise
(latihan) sama-sama akan menghasilkan perubahan perilaku yang menyebabkan organisme
mengalami perkembangan (development). Perkembangan tersebut akan terjadi sejak masa
konsepsi sampai akhir hayat.
Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan
berkesinambungan baik fisik maupun psikis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan manusia, misalnya warisan yang dibawa sejak lahir, lingkungan, kematangan
fungsi organis dan psikis yang didorong oleh suatu kekuatan dari dalam, serta aktivitas manusia
sebagai subjek yang berkemauan.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan terutama
pada lingkungan keluarga karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenal nilai-
nilai kehidupan kepada anak.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi kita
semua, khususnya para pembaca. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan membutuhkan perbaikan untuk ke depannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kepada pembaca untuk dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena
saran dan kritik ini sangatlah bermanfaat bagi kami untuk lebih memperbaiki atau memperdalam
kajian ini di kemudian harinya

18
DAFTAR PUSTAKA

Desmita, (2009), Psikologi Perkembangan Peserta Didik . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Ali Mohammad, dkk. 2008. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara
Makmum, Abin Syamsudin. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Rosdakarya.
Sugandhi, Nani M, dkk. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Yusuf , Syamsu LN, dkk. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

19

Anda mungkin juga menyukai