Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tembaga adalah salah satu logam yang sangat penting dan berperan besar dalam sejarah manusia
dan termasuk logam yang pertama kali ditambang. Tembaga sudah digunakan sejak 10.000 tahun yang
lalu. Sebuah kalung tembaga yang ditemukan di Irak diperkirakan dibuat pada masa 9500 SM.. Tembaga
(Cuprum) memperoleh namanya dari bahasa Latin, Cyprium, yang berasal dari nama pulau Siprus di mana
ia pertama kali dihasilkan. Cyprium kemudian disingkat menjadi Cuprum.

Tembaga atau cuprum dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom
29.Tembaga ditemukan baik sebagai tembaga murni atau sebagai bagian dari mineral. Tembaga sangat
langka dan jarang sekali diperoleh dalam bentuk murni. Tembaga mudah didapat dari mineralnya, seperti:
cuprite (Cu2O, 88,8% Cu), malachite (Cu2(OH)2CO3, 57,3% Cu), azurite, chalcopyrite (CuFeS2), 34,5%
Cu), chalcosite (Cu2S, 79,8% Cu), Covellite (CuS), enargit (Cu3AsS4), dan bornite (Cu5FeS4), dan yang
paling banyak ditemukan adalah dalam bentuk sulfurnya yaitu kalkopirit

Dalam dunia pertambangan, Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan kandungan
mineral yang melimpah. Cadangan tembaga Indonesia sekitar 4,1% dari cadangan tembaga dunia, dan
merupakan peringkat ke-7 sedangkan dari sisi produksi adalah 10,4% dari produksi dunia dan
merupakan peringkat ke-2. Daerah-daerah penghasil tembaga di Indonesia diantaranya adalah
Cikotok, Jawa Barat; Kompara, Papua; Sangkarapi, Sulawesi Selatan; dan Tirtamaya, Jawa Tengah.
Selain itu, terdapat juga di daerah Jambi dan Sulawesi Tengah.

Metode penambangan tembaga yang umumnya digunakan adalah metode penambangan open pit
mining dan open cast mining karena karakteristik endapannya yang dekat permukaan dengan biaya
operasional rendah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Logam Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546, titik lebur 1083 °C, titik
didih 2310 °C, jari-jari atom 1,173 A° dan jari-jari ion Cu2+ 0,96 A°. Tembaga adalah logam transisi
(golongan I B) yang berwarna kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun
bagi makhluk hidup. Isoterm adsorpsi merupakan suatu keadaan kesetimbangan yaitu tidak ada lagi
perubahan konsentrasi adsorbat baik di fase terserap maupun pada fase gas atau cair. Isoterm adsorpsi
biasanya digambarkan dalam bentuk kurva berupa plot distribusi kesetimbangan adsorbat antara fase
padat dengan fase gas atau cair pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi merupakan hal yang mendasar dalam
penentuan kapasitas dan afinitas adsorpsi suatu adsorbat pada permukaan adsorben (Kundari, dkk, 2008).

Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada suhu
1038°C. karena potensial electrode standarnya positif, (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia taak larut
dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Asam
nitrat yang sedang pekat (8 M) dengan mudah melarutkan tembaga. Ada dua deret senyawa tembaga.
Senyawa-senyawa tembaga (I) diturunkan dari tembaga (I) oksida Cu2O yang merah dan mengandung
ion tembaga (I), Cu+. Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga (I) tak larut dalam
air, perilakunya mirip perilaku senyawa perak (I). Mereka mudah dioksidasikan menjadi senyawa tembaga
(II), yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga (II) umumnya
berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air (Vogel, 1979).

Dalam suatu Sistem Periodik Unsur (SPU), tembaga termasuk ke dalam golongan 11. Tembaga,
perak dan emas disebut logam koin karena dipakai sejak lama sebagai uang dalam bentuk lempengan
(koin). Hal ini disebabkan oleh logam ini tidak reaktif, sehingga tidak berubah dalam waktu yang lama.
Tembaga adalah logam berdaya hantar listrik tinggi, maka dipakai sebagai kabel listrik. Tembaga tidak
larut dalam asam yang bukan pengoksidasi tetapi tembaga teroksidasi oleh HNO3 sehingga tembaga larut
dalam HNO3. Tembaga merupakan salah satu logam yang terdapat cukup banyak dalam keadaan bebas.
Metalurgi dan kegunaan tembaga. Melalui ekstraksi tembaga dari bijihnya (biasanya sebagai sulfida) lebih
rumit. Kekompleksan ini meningkat sebab adanya besi sulfida pada bijih tembaga. Prosedur yang biasa
digunakan mengakibatkan besi diproduksi bersama-sama dengan tembaga. Untuk menghindari hal ini,
besi harus dipisahkan sebelum reduksi akhir logam tembaga dilakukan. Lima langkah yang dilakukan
adalah pemekatan, pemanggangan, peleburan, pengubahan dan pengilangan (Syukri, 1999).

Tembaga dalam jumlah yang kecil esensial bagi kehidupan, tetapi akan bersifat racun dalam
jumlah yang besar, terutama bagi bakteri, alga, dan fungi. Di antara banyak senyawa tembaga yang
digunakan sebagai pestisida adalah asetat basa, karbonat, klorida, hidroksida, dan sulfat. Secara komersil
senyawa tembaga yang terpenting adalah CuSO4.5H2O. Selain dalam bidang pertanian, CuSO4 juga
digunakan untuk baterai dan penyepuhan, pembuatan garam tembaga yang lain, perminyakan, keret, dan
industri baja. Potensial pengionan pertama Cu lebih tinggi daripada golongan alkali. Karena elektron-
elektron pada kulit d juga dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman dan titik leleh tembaga juga
jauh lebih tinggi daripada alkali. Jika kita membuat Cu+ cukup banyak pada larutan air, Cu2+ akan berada
pada jumlah banyak. Disproporsionasi akan menjadi sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat
rendah (seperti pada zat yang sedikit larut atau ion kompleks mantap), Cu2+ sangat kecil dan tembaga (I)
menjadi mantap. Cu+(aq) mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku)
(Petrucci, 1987).
BAB III

PENGOLAHAN MINERAL

3.1 Pengertian Pengolahan Mineral Logam

Pengolahan logam (metal working) adalah proses mengolah logam unuk membuat perkakas
atau suku cadang mesin. Istilah metal working mencakup semua pekerjaan logam yang luas, mulai dari
pembuatan kapal-kapal besar dengan koponen baja yang besar dan keras, pembuatan kilang minyak lepas
pantai atau pengeboran sampai pembuatan instrumen mesin yang presisi dan pembuatan perhiasan yang
kecil dan halus.

Sand casting process diagram Pengolahan logam (metal working) adalah proses mengolah logam
unuk membuat perkakas atau suku cadang mesin. Istilah metal working mencakup semua pekerjaan logam
yang luas, mulai dari pembuatan kapal-kapal besar dengan koponen baja yang besar dan keras, pembuatan
kilang minyak lepas pantai atau pengeboran sampai pembuatan instrumen mesin yang presisi dan
pembuatan perhiasan yang kecil dan halus.

Proses pengolahan logam dari bijinya melibatkan tahap pengolahan awal atau pemekatan, reduksi logam
dan pemurnian (refining) logam.

1.Pengolahan awal (Pemekatan)

Pemekatan bijih bertujuan untuk memisahkan mineral dari pengotornya sehingga diperoleh kadar
bijih tinggi. Pemekatan dapat dilakukan melalui dua teknik pemisahan, yaitu pemisahan secara fisis dan
pemisahan secara kimia. Pemisahan secara fisis terdiri dari :
 Pemisahan pengapungan (flotation separation)
 Pemisahan gaya berat (gravity separation)
 Pemisahan magnetik (magnetic separation)
 Pemisahan pencairan (liquation separation)
 Pemisahan amalgam (amalgams separation).
 Pemisahan secara kimia terdiri dari :
 Proses pelindian (leaching),
 Proses pemanggangan (roasting)
Pada Proses ini dibahas menggunakan pemekatan tembaga dari bijihnya melalui cara pengapungan
(flotasi), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Pada proses ini, bijih dihancurkan menjadi serbuk,
kemudian dicampurkan dengan zat pengapung, dan udara dialirkan hingga berbusa. Zat pengapung berupa
surfaktan (memiliki ujung polar dan nonpolar), misalnya saponin.

Gambar 1. Proses pemekatan dengan cara flotasi.

Partikel-partikel yang terbasahi oleh air seperti pengotor berada di dasar tanki. Adapun partikel yang tidak
terbasahi menempel pada busa dan mengapung di atas permukaan tanki.

2. Proses Reduksi

Setelah bijih tembaga dipekatkan (tembaga sulfida), kemudian direduksi dengan cara
pemangggangan. Reaksi yang terjadi:
2CuS(s) + 3O2(g) → 2CuO(s) + 2SO2(g)
Pemanggangan bersifat eksoterm sehingga setelah pemanggangan dimulai tidak perlu
ditambahkan panas lagi. Untuk memperoleh logam tembaga dilakukan dengan cara reduksi tembaga
oksida dengan karbon sebagai reduktor :

CuO(s) + C(s) → Cu(g) + CO(g)

Uap logam tembaga meninggalkan reaktor dan terkondensasi menjadi cair, yang selanjutnya
memadat. Hidrogen dan logam aktif, seperti natrium, magnesium, dan aluminium juga digunakan sebagai
reduktor jika karbon yang dipakai tidak cocok. Hasil reduksi pada tahap ini dinamakan tembaga blister
yang kemurniannya mencapai 98%. Untuk kebutuhan penghantar listrik, tembaga harus dimurnikan
melalui elektrolisis (Gambar 2).

Gambar 2. Pemurnian tembaga menggunakan elektrolisis.

3. Pemurnian

Pemurnian logam kasar sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adanya pengotor
mengakibatkan logam yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan sesuai yang diinginkan, misalnya
adanya arsenik dalam persentase yang sangat kecil sebagai pengotor, umumnya dalam tembaga,
mengakibatkan penurunan sifat konduktivitas listrik 10-20%. Kedua adanya pengotor dalam logam itu
sendiri sangat berharga, misalnya perak merupakan hasil samping dari metalurgi timbel dan tembaga.
Metode untuk pemurnian logam kasar meliputi pemurnian elektrolitik misalnya untuk tembaga,
oksadasi pengotor yang harus dipisahkan misalnya untuk besi, distilasi logam dengan titik didih rendah
seperti raksa, zink dan nikel, zone refining (pemurnian zona)

Gambar 2.1. Bagan metode pemurnian besi kasar


Zona refining merupakan teknik pemurnian logam dengan hasil kemurnian yang sangat tinggi
(Gambar 2.1). teknik ini berdasarkan pada kenyataan bahwa pengotor lebih mudah larut dalam fase cairan
daripada fase padatan. Dalam proses ini batangan logam yang akan dimurnikan di lewatkan secara
perlahan kedalam kumparan pemanas listrik yang mengakibatkan logam meleleh dan pengotor larut di
dalam fase lelehan logam. Batangan logam bergerak terus maju dan ketika keluar dari kumparan pemanas
maka bagian ujung luar menjadi dingin dan segera memadat kembali, sedangkan pengotor akan tetap
tertinggal larut dalam zona pelelehan didalam kumparan pemanas.

3.2 Pengolahan Bijih Tembaga

1. Pengapungan atau flotasi

Pada proses ini di awali dengan pengecilan ukuran bijih kemudian digiling sampai terbentuk
butiran halus. Bijih yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam campuran air dan suatu minyak tertentu.
Kemudian udara ditiupkan ke dalam campuran untuk menghasilkan gelembung-gelembung udara. Bagian
bijih yang mengandung logam yang tidak berikatan dengan air akan berikatan dengan minyak dan
menempel pada gelembung-gelembung udara yang kemudian mengapung ke permukaan. Selanjutnya
gelembung-gelembung udara yang membawa partikel-partikel logam dan mengapung ini dipisahkan
kemudian dipekatkan. Biasanya bijih tembaga hanya mengandung 0,5% Cu, karena itu diperlukan
pemekaian biji tembaga. Melalui pengapungan dapat diperoteh biji pekat yang mengandung 20% - 40%
Cu.

2. Pemanggangan

Bijih pekat hasil pengapungan selanjutnya dipanggang dalam udara terbatas pada suhu dibawah
titik lelehnya guna menghilangkan air yang mungkin masih ada pada saat pemekatan dan belerang yang
hilang sebagai belerang dioksida.

Campuran yang diperoleh dari proses pemanggangan ini disebut calcine, yang mengandung Cu2S,
FeO dan mungkin masih mengandung sedikit FeS. Setelah itu calcine disilika guna mengubah besi(II)
oksida menjadi suatu sanga atau slag besi(II) silikat yang kemudian dapat dipisahkan. Reaksinya sebagai
berikut
Tembaga(I) sulfida yang diperoleh pada tahap ini disebut matte dan kemungkinan masih
mengandung sedikit besi(II) sulfide.

2. Peleburan

bijih yang telah melalui proses pemanggangan dilebur sehingga bahan bakar terscbut mencair dan
terpisah menjadi dua lapisan yaitu: lapisan atas terak silikat (antara lain mengandung FeSiO3) dan lapisan
bawah copper matte (mengandung Cu2S dan besi cair).

3. Pengubaian

selanjutnya copper matte dipindahkan ke dalam tungti lain dan ditiupkan udara panas sehingga
terjadi reaksi redoks yang rnenghasilkan tembaga atau blister copper.

5. Reduksi

Cu2S atau matte yang yang diperoleh kemudian direduksi dengan cara dipanaskan dengan udara
terkontrol, sesuai reaksi :

2Cu2S(s) + 3O2(g) ―→ 2Cu2O(s) + 2SO2(g)


Cu2S(s) + 2Cu2O(s) ―→ 6Cu(s) + SO2(g)

Tembaga yang diperoleh pada tahap ini disebut blister atau tembaga lepuhan sebab mengandung
rongga-rongga yang berisi udara.

6. Elektrolisis

Blister atau tembaga lepuhan masih mengandung misalnya Ag, Au, dan Pt kemudian dimurnikan
dengan cara elektrolisis. Pada elektrolisis tembaga kotor (tidak murni) dipasang sebagai anoda dan katoda
digunakan tembaga murni, dengan elektrolit larutan tembaga(II) sulfat (CuSO4). Selama proses
elektrolisis berlangsung tembaga di anoda teroksidasi menjadi Cu2+ kemudian direduksi di katoda
menjadi logam Cu.

Katoda : Cu2+(aq) + 2e→Cu(s)


Anoda : Cu(s) →Cu2+(aq) + 2e
Pada proses ini anoda semakin berkurang dan katoda (tembaga murni) makin bertambah banyak,
sedangkan pengotor-pengotor yang berupa Ag, Au, dan Pt mengendap sebagai lumpur.

Bijih-bijih tembaga dapat diklasifikasikan atas tiga golongan :

• Bijih Sulfida
• Bijih Oksida
• Bijih murni (native)
BAB IV

EKSTRAKSI METALURGI

4.1 Hidrometalurgi

Hidrometalurgi merupakan cabang tersendiri dari metalurgi. Secara harfiah hidrometalurgi


dapat diartikan sebagai cara pengolahan logam dari batuan atau bijihnya dengan menggunakan pelarut
berair (aqueous solution). Atau secara detilnya proses Hydrometalurgi adalah suatu proses atau suatu
pekerjaan dalam metalurgy, dimana dilakukan pemakaian suatu zat kimia yang cair untuk dapat
melarutkan suatu partikel tertentu. Hidrometalurgi dapat juga diartikan sebagai proses ekstraksi metal
dengan larutan reagen encer (< 1 gram/mol) dan pada suhu < 100º C. Reaksi kimia yang dipilih biasanya
yang sangat selektif. Artinya hanya metal yang diinginkan saja yang akan bereaksi (larut) dan kemudian
dipisahkan dari material yang tak diinginkan.

Peralatan yang dipergunakan adalah :

a. Electrolysis / electrolytic cell.

b. Bejana pelindian (leaching box).

Saat ini hidrometalurgi adalah teknik metalurgi yang paling banyak mendapat perhatian peneliti.
Hal ini terlihat dari banyaknya publikasi ilmiah semisal jurnal kimia berskala internasional yang
membahas pereduksian logam secara hidrometalurgi. Logam-logam yang banyak mendapat perhatian
adalah nikel (Ni), magnesium (Mg), besi (Fe) dan mangan (Mn).

Hidrometalurgi memberikan beberapa keuntungan:

1. Bijih tidak harus dipekatkan, melainkan hanya harus dihancurkan menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil.

2. Pemakaian batubara dan kokas pada pemanggangan bijih dan sekaligus sebagai reduktor dalam
jumlah besar dapat dihilangkan.

3. Polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai belerang dioksida, arsenik (III) oksida, dan
debu tungku dapat dihindarkan.

4. Untuk bijih-bijih peringkat rendah (low grade), metode ini lebih efektif.

5. Suhu prosesnya relatif lebih rendah.


6. Reagen yang digunakan relatif murah dan mudah didapatkan.

7. Produk yang dihasilkan memilki struktur nanometer dengan kemurnian yang tinggi.

Pada prinsipnya hidrometalurgi melewati beberapa proses yang dapat disederhanakan tergantung
pada logam yang ingin dimurnikan. Salah satu yang saat ini banyak mendapat perhatian adalah logam
mangan dikarenakan aplikasinya yang terus berkembang terutama sebagai material sel katodik pada
baterai isi ulang. Baterial ion litium konvensional telah lama dikenal dan diketahui memiliki kapasitas
penyimpanan energi yang cukup besar. Namum jika katodanya dilapisi lagi dengan logam mangan oksida
maka kapasitas penyimpanan energi baterai tersebut menjadi jauh lebih besar.

Kondisi yang baik untuk hidrometalurgi adalah :

1. Metal yang diinginkan harus mudah larut dalam reagen yang murah.

2. Metal yang larut tersebut harus dapat “diambil” dari larutannya dengan mudah dan murah.

3. Unsur atau metal lain yang ikut larut harus mudah dipisahkan pada proses berikutnya.

4. Mineral-mineral pengganggu (gangue minerals) jangan terlalu banyak menyerap (bereaksi) dengan
zat pelarut yang dipakai.

5. Zat pelarutnya harus dapat “diperoleh kembali” untuk didaur ulang. Zat yang diumpankan (yang
dilarutkan) jangan banyak mengandung lempung (clay minerals), karena akan sulit
memisahkannya.

6. Zat yang diumpankan harus porous atau punya permukaan kontak yang luas agar mudah (cepat)
bereaksi pada suhu rendah.

7. Zat pelarutnya sebaiknya tidak korosif dan tidak beracun (non-corrosive and non-toxic), jadi tidak
membahayakan alat dan operator.

Secara garis besar, proses hidrometalurgi terdiri dari tiga tahapan yaitu:

1. Leaching atau pengikisan logam dari batuan dengan bantuan reduktan organik.

2. Pemekatan larutan hasil leaching dan pemurniannya.

3. Recovery yaitu pengambilan logam dari larutan hasil leaching.

Leaching adalah proses pelarutan selektif dimana hanya logam-logam tertentu yang dapat larut.
Pemilihan metode pelindian tergantung pada kandungan logam berharga dalam bijih dan karakteristik
bijih khususnya mudah tidaknya bijih dilindi oleh reagen kimia tertentu.
Secara hidrometalurgi terdapat beberapa jenis leaching, yaitu :

1. Leaching in Place (In-situ Leaching)

2. Heap Leaching

3. Vat Leaching /Percolation Leaching

4. Agitation Leaching

5. Autoclaving

Reduktan organik adalah hal yang sangat penting dalam proses ini. Reduktan yang dipilih
diusahakan tidak berbahaya bagi lingkungan, baik reduktan itu sendiri maupun produk hasil oksidasinya.
Kebanyakan reduktan yang digunakan adalah kelompok monomer karbohidrat, turunan aldehid dan keton
karena punya gugus fungsi yang mudah teroksidasi. Contohnya adalah proses reduksi mangan dengan
adanya glukosa sebagai reduktan:

C6H12O6 + 12MnO2 + 24H+ = 6CO2 + 12Mn2+ + 18H2O

Larutan hasil leaching tersebut kemudian dipekatkan dan dimurnikan.

Ada tiga proses pemurnian yang umum digunakan yaitu evaporasi, ekstraksi pelarut dan
presipitasi (pengendapan). Di antara ketiganya, presipitasi adalah yang paling mudah dilakukan, juga lebih
cepat. Namun cara ini kurang efektif untuk metalurgi adalah :

• Pada PBG :

 bijih / mineral
 tetap mineral
 kadar logam rendah
 kadar logam tinggi
 sifat-sifat fisik dan kimia
 tak berubah

• Pada ekstraktif metalurgi :

 bijih / mineral
 jadi logam (metal)
 sifat-sifat fisik dan kimia
 berubah
Kominusi atau pengecilan ukuran merupakan tahap awal dalam proses PBG yang bertujuan
untuk :

a. Membebaskan / meliberasi mineral berharga dari material pengotornya.

b. Menghasilkan ukuran dan bentuk partikel yang sesuai dengan kebutuhan pada proses
berikutnya.

c. Memperluas permukaan partikel agar dapat mempercepat kontak dengan zat lain, misalnya
reagen flotasi.

Tahapan proses (process aims) pada metalurgi ekstraktif adalah :

a. Pemisahan (separation), yaitu pembuangan unsur, campuran atau material yang tidak
diinginkan dari bijih (sumber metal )

b. Pembentukan campuran (compound foramtion), yaitu cara memproduksi material yang


secara struktur dan sifat-sifat kimianya berbeda dari bijihnya (sumbernya).

c. Pengambilan/produksi metal (metal production), yaitu cara-cara memperoleh metal yang


belum murni.

d. Pemurnian metal (metal purification), yaitu pembersihan, metal yang belum murni

(membuang unsur-unsur pengotor dari metal yang belum murni), sehingga diperoleh metal
murni.

4.2 Pirometalurgi

Suatu proses ekstraksi metal dengan memakai energi panas. Suhu yang dicapai ada yang hanya
50º - 250º C (proses Mond untuk pemurnian nikel), tetapi ada yang mencapai 2.000º C (proses pembuatan
paduan baja). Yang umum dipakai hanya berkisar 500º - 1.600º C ; pada suhu tersebut kebanyakan metal
atau paduan metal sudah dalam fase cair bahkan kadang-kadang dalam fase gas. Umpan yang baik adalah
konsentrat dengan kadar metal yang tinggi agar dapat mengurangi pemakaian energi panas. Penghematan
energi panas dapat juga dilakukan dengan memilih dan memanfaatkan reaksi kimia eksotermik
(exothermic).

Sumber energi panas dapat berasal dari :

1. Energi kimia (chemical energy = reaksi kimia eksotermik).


2. Bahan bakar (hydrocarbon fuels) : kokas, gas dan minyak bumi.

3. Energi listrik.

4. Energi terselubung/tersembunyi, panas buangan dipakai untuk pemanasan awal (preheating


process).

Peralatan yang umumnya dipakai adalah :

1. Tanur tiup (blast furnace).

2. Reverberatory furnace.

Sedangkan untuk pemurniannya dipakai :

1. Pierce-Smith converter.

2. Bessemer converter.

3. Kaldo cenverter.

4. Linz-Donawitz (L-D) converter.

5. Open hearth furnace.

Proses pirometalurgi terbagi atas 5 proses, yaitu :

1. Drying (Pengeringan) Adalah proses pemindahan panas kelembapan cairan dari material.
Pengeringan biasanya sering terjadi oleh kontak padatan lembap denganpembakaran gas yang
panas oleh pembakaran bahan bakar fosil. Pada beberapa kasus, panas pada pengeringan bisa
disediakan oleh udara panas gas yang secara tidak langsung memanaskan. Biasanya suhu
pengeringan di atur pada nilai diatas titik didih air sekitar 120ºC.pada kasus tertentu, seperti
pengeringan air garam yang dapat larut, suhu pengeringan yang lebih tinggi diperlukan.

2. Calcining (Kalsinasi) Kalsinasi adalah dekomposisi panas material. Contohnya dekomposisi


hydrate seperti ferric Hidroksida menjadi ferric oksida dan uap air atau dekomposisi kalsium
karbonat menjadi kalsium oksida dan karbon diosida dan atau besi karbonat menjadi besi
oksida.Proses kalsinasi membawa dalam variasi tungku/furnace termasuk shaft furnace, rotary
kilns dan fluidized bed reactor.

3. Roasting (Pemanggangan) Adalah pemanasan dengan kelebihan udara dimana udara


dihembuskan pada bijih yang dipanaskan disertai penambahan regen kimia dan pemanasan ini
tidak mencapai titik leleh (didih).
Kegunaan Roasting adalah :

-Mengeluarkan sulfur, Arsen, Antimon dari persenyawaannya

- Merubah mineral sulfida menjadi oksida dan sulfur 2 ZnS + 3O2 2 ZnO + 2 SO4

- Membentuk material menjadi porous

- Menguapkan impurity yang foltair.

Dapur yang digunakan pada proses roasting, yaitu :

- Hazard Vloer Oven

- Suspensi roasting oven

- Fluiized bed roasting

Jenis-jenis roasting, yaitu :

a. Oksida Roasting Biasanya dilakukan terhadap mineral-mineral sulfida pada temperatur tinggi
(direduksi langsung).

Pada temperatur rendah :

- sulfida logam dapat direduksi dengan Carbon membentuk CS dan CS2.

- Tidak dapat direduksi langsung karena sulfida logam-logam lebih stabil

b. Reduksi Roasting Adalah suatu proses pemanggangan dimana suatu oksida mengalami proses reduksi
oleh suatu reduktor gas yang dimaksudkan untuk menurunkan derajat oksidasi suatu logam. Peristiwa
reduksi ini tidak dapat tercapai untuk suatu oksida yang sangat stabil.

c. Chlor Roasting Dalam proses ini, bijih/konsentrat dipanggang bersama senyawa klorida (CaCl2,NaCl)
atau dengan gas Cl2.

Tujuan chlor roasting adalah :

- Menghasilkan senyawa klorida logam dalam air (di ekstraksi) Menghasilkan senyawa klorida
logam-logam yang mudah menguap agar dapat dipisahkan dari mineral-mineral pengganggu
(Metalurgi Halida).
d. Fluor Roasting Pemanggangan ini menggunakan reagent F2. e. Yodium Roasting Pemanggangan ini
menggunakan reagent I2.

4. Smelting

Adalah proses peleburan logam pada temperatur tinggi sehingga logam ,leleh dan mecair setelah
mencapai titik didihnya. Oven yang digunakan, yaitu :

a. Schacht Oven

b. Scraal Oven (revergeratory Furnace

c. Electric Oven (Electric Furnace)

Dalam pemakaian oven yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Ketahanan mekanis dari feeding

b. Kemurnian dari bahan bakar.

Smelting terbagi beberapa jenis, yaitu :

a. Reduksi smelting

b. Oksidasi smelting

c. Netral smelting

d. Sementasi smelting

e. Sulfida smelting

f. Presipitasi smelting

g. Flash smelting (peleburan semprot)

h. Ekstraksi timbal dan seng secara simultan

5. Refining (Pemurnian)

Pemunian adalah pemindahan kotoran dari material dengan proses panas. Contoh Proses Ekstraksi
Metaluri Secara Pirometalurgi

1. Peleburan Besi Proses pembuatan besi baja berlangsung didalam Convertor. Plat baja
tebal sebelah dalam dilapisi refractory asam (silikat). Pipa-pipa udara di bagian bawah 200 buah
dengan diameter 1-3 cm. O2 dimasukan melalui pipa-pipa udara yang ada di bagian bawah
convertor. Kemudia O2 yang dihembuskan tersebut pada metal bad akan mengoksider logam-
logam tertentu untuk membentuk slag. Slag dan logam yang didapat dalam keadaan cair akan
terpisah oleh berat jenis. Slag yang dihasilkan 10%.

Dampak Negatif dari Esktraksi Metalurgi Secara Pirometalurgi Pencemaran lingkungan yang terjadi
adalah :

1. Panas yang terasa oleh para pekerja yang berada di sekitar peralatan lebur.

2. Gas buangan yang mengandung racun (CO, NO2, SO2, dll).

3. Debu dan padatan yang beterbangan di sekitar pabrik.

4. Terak (slag) yang bisa mengotori atau merusak lahan, walaupun dapat juga dimanfaatkan
sebagai material pengisi (land fill), pengeras jalan (road aggregate) dan campuran beton
ringan (light weight concrete aggregate).

4.3 Elektrometalurgy

Elektrometalurgi merupakan proses ekstraksi metalurgi yang menggunakan sumber listrik sebagai
sumber panas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengendapkan logam dari suatu larutan sebagai hasil
pelindian. Prinsip Elektro Metalurgy Untuk prinsip elektro metalurgy ini adalah suatu elektrolisa dimana
penggunaan tenaga listrik untuk mengendapkan suatu metal atau logam pada salah satu elektrodanya.
Proses elektrometalurgi terdiri atas lima macam, yaitu :

1. Suatu elektrolisa di dalam larutan air,terbagi atas :


· Elektrowinning,merupakan tahap pemerolehan kembali suatu logam dari larutannya dengan
menggunakan arus listrik yang diberikan dari luar. Logam yang dihasilkan murni, maka
pengendapan dengan cara ini lebih disukai. · Elektrorefining,untuk mengekstraksi logam-
logam sehingga diperoleh logam dengan tingkat kemurnian yang tinggi. ·
Elektrodissolution

2. Elektrolisa di dalam larutan garam. Biasanya digunakan untuk mengekstraksi logam-logam


yang sangat reaktif, seperti Al dan Mg.

3. Elektrolisa di dalam larutan zat organik.

4. Elektroplating dan Anodisasi.


5. Korosi logam dan teknik penanggulangannya. Yang banyak digunakan pada elektrolisa metal
adalah elektrolisa dalam larutan air dan elektrolisa dalam larutan garam, sedangkan
elektrolisa dalam larutan zat organik sedikit sekali digunakan.

Pekerjaan elektrolisa ini terdiri atas 2 tingkatan, yaitu elektro Winning dan elektro Refinary.
Hasil dari elektro Winning selanjutnya dimurnikan melalui elektro Refinery. Pekerjaan di dalam
elektrolisa dilakukan dengan arah arus DC, dimana daerah elektrolisa positif disebut anoda, sedangkan
daerah elektrolisa negative disebut katoda. Banyaknya penempelan logam pada plat katoda adalah
berbanding lurus dengan elektrisitet pada larutan. Kekuatan elektrisitet = joule coulomb.

Sifat Proses Elektro Metalurgy :

1. Pada daerah katoda (reduksi), yang lebih mulia mengalami pengendapan.

2. Pada anoda (oksidasi), yang kurang mulia tidak mengalami pengendapan. Jika tidak terjadi
keseimbangan, maka reaksi akan terjadi sebaliknya.

4.4 Proses pemurnian bijih tembaga :

Proses pemurnian bijih tembaga dapat dilakukan dengan beberapa


cara;

1.Proses Pyrometallurgy :

Proses ini menggunakan temperatur tinggi yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar.
Bijih tembaga yang telah dipisahkan dari kotoran-kotoran (tailing) dipanggang untuk
menghilangkan asam belerang dan selanjutnya bijih ini dilebur.Berikut ini diberikan gambar
dapur peleburan tembaga tersebut.

1-lining;

2-nose or mouth;

3-tuyere;

4-roller stand.
Pada peleburan tersebut bijih-bijih dipisahkan dari terak dan akan dihasilkan matte,
selanjutnya matte ini diproses pada converter sehingga unsur-unsur besi dan belerang dapat
dipisahkan dan akan menghasilkan tembaga blister.Tembaga blister masih mengandung sejumlah
unsur-unsur besi, belerang, seng, nikel, arsen dsb. sehingga blister ini harus diproses ulang
(refining) yang pelaksanaannya dapat dilakukan pada Reverberatory

2.Biomining pada Tembaga

Teknologi Biomining untuk memeroleh tembaga menggunakan prinsip dari proses


bioleaching yang mengubah bijih tembaga yang umumnya berbentuk tembaga sulfida tak larut
menjadi bentuk tembaga sulfat yang lebih larut dalam air. Proses ini bertujuan untuk
menciptakan kondisi asam dari senyawa sulfur yang tereduksi sehingga dapat menghasilkan
logam terlarut tembaga yang diinginkan untuk diproses lebih lanjut dalam proses smelting.
Mikroba yang digunakan adalah bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans yang secara alami
hidup dan terdapat di dalam bijih mineral hasil tambang dan melalui biomining populasi
bakteri tersebut ditingkatkan dan digunakan dalam reaksi berbasis microbial leaching.
(Madigan, dkk.2012; 257)

Gambar 5. Susunan dari reaksi serta mekanisme dalam microbial leaching mineral
tembaga sulfida untuk menghasilkan logam tembaga
Proses reaksi utama pada bioleaching pada tembaga dimulai ketika terjadi oksidasi
spontan dari sulfida oleh ion Fe (III) yang dihasilkan dari proses oksidasi ion Fe (II) oleh
bakteri A. ferrooxidans. Fe (II) yang dioksidasi oleh bakteri ini terkandung secara alami
dalam bijih tembaga. Reaksi oksidasi spontan CuS dengan ion Fe (III) berlangsung
dalam kondsi anaerob (tidak ada O2) sehingga dihasilkan ion Cu (II) serta ion Fe (II)
pada akhir reaksinya. Efisiensi dari proses leaching ini dapat dilakukan dengan
menggunakan tempat pembuangan seperti kolam besar yang dalam untuk menciptakan
kondisi anoksigenik.

Proses berikutnya adalah tahapan yang disebut “Metal Recovery” dari Ion Cu (II)
yang terbentuk dari reaksi awal. Potongan besi atau besi rongsok (scrap steel ion) atau

(Fe0) ditambahkan ke dalam kolam pengendapan untuk memperoleh kembali tembaga dari
cairan leaching melalui proses reaksi kimia sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar

5 sehingga dihasilkan mineral tembaga yang lebih murni (Cu0). Selain itu reaksi ini
menghasilkan larutan kaya ion Fe(II) yang selanjutnya akan dipompa kembali menuju
kolam oksidasi yang tidak terlalu dalam untuk selanjutnya dioksidasi kembali menjadi ion
Fe (III) oleh bakteri pengoksidasi besi. Larutan asam yang mengandung ion Fe (III) ini lalu
dipompa kembali kebagian atas pengumpulan untuk selanjutnya ion Fe (III) ini digunakan
mengoksidasi kembali CuS untuk menghasilkan logam tembaga yang lebih larut dalam air
(Madigan, dkk.2012; 258)

3. Proses Hydrometallurgy

Metoda ini dilakukan dengan cara melarutkan bijih-bijih tembaga (leaching) ke dalam suatu
larutan tertentu, kemudian tembaga dipisahkan dari bahan ikutan lainnya (kotoran).

a.Untuk meleaching bijih tembaga yang bersifat oksida, digunakan asam sulfat (H2SO4),
seperti ditunjukkan pada reaksi di bawah ini;

CuCO3 . Cu (OH)2 + 2 H2SO4 -> 2 CuSO4 + CO2 + 3 H2O


b.Untuk meleaching bijih yang bersifat sulfida atau native digunakan ferri sulfat
(Fe2(SO4)3), seperti bijih cholcocite di bawah ini ;

Cu2S + 2 Fe2 (SO4)3 -> Cu SO4 + 4 FeSO4 + S

Untuk bijih chalcopyrite dan bornite, reaksinya berjalan lambat dan tidak dapat larut
seluruhnya. Setelah hasil leaching dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak dapat larut,
kemudian larutan ini diproses secara elektrolisa,sehingga didapatkan tembaga murni.
Selain itu pemurnian tembaga dapat juga dilakukan dengan cara elektrolisis
(electrometallurgy). Blister Copper digunakan sebagai anoda, sedangkan tembaga murni
digunakan sebagai katodanya. Elektrolit yang digunakan adalah larutan CuSO4. Selama
proses elektrolisis, Cu dipindahkan dari anoda ke katoda, dengan menggunakan potensial
tertentu sehingga bahan pengotor dapat terpisah.

Unsur-unsur dan mineral ikutan dalam konsentrat yang diolah, menjadi bagian dari by
product yang terdiri atasgas buang SO2, lumpur anoda (anode slime), terak besi (slag) dan
gipsum. Limbah gas SO2 tersebut diproses lebih lanjut menjadi asam sulfat yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pupuk, sedangkan terak besi dan gipsum digunakan sebagai
bahan baku industri semen. Lumpur anoda mengandung emas berkadar ± 3,25% dan ± 6,25
% perak.

Proses pengolahan bijih dengan tenaga listrik (electrometallurgy) mempunyai prinsip


seperti pada eloktrolisa dan electrothermis. Pada proses ini kecuali diperlukan arus listrik
sebagai sumber energi juga diperlukan elektroda (electrodes) dan cairan elektrolit
(electrolyte). Elektroda harus memiliki sifat-sifat :

1. Konduktor listrik yang baik.

2. Potensial yang terbentuk di sekitar elektroda harus rendah.

3. Tidak mudah bereaksi dengan metal yang lain dan tidak membentuk campuran yang
dapat mengganggu proses elektrolisa.

Bila elektroda itu padat, ada syarat tambahan agar proses elektrolisa berlangsung
memuaskan, yaitu harus :

1. Mudah diperoleh atau disiapkan dengan murah.

2. Tahan korosi dalam zat larut.

3. Stabil, kuat dan tidak mudah terkikis (resistance to abrasion).

4. Harus murah harganya.

Elektrolit harus memiliki sifat-sifat :


1. Memiliki daya hantar ion yang tinggi.

2. Tidak mudah terurai atau bereaksi (high chemical stability).

3. Memiliki daya larut yang tinggi bagi metal yang diinginkan (Madigan, dkk.2012; 298)
DAFTAR PUSTAKA

Petrucci, R.H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.

https://www.academia.edu/31927419/EMAS_PERAK_TEMBAGA.docx

http://mheea-nck.blogspot.com/2010/06/ekstraksi-metalurgi.html

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB Press. Bandung.

http://ilhamsazili.blogspot.com/2016/04/materi-dan-makalah-tembagapdf.html

Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I. PT Kalman Media
Pusaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai