Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 1

REVIEW PROSES PENGOLAHAN BIJIH MINERAL DI INDONESIA


(TEMBAGA, NIKEL, DAN ALUMINIUM)

DISUSUN OLEH : RIZA AGUNG NUGRAHA


NPM : 1506775216
MATA KULIAH : METALURGI EKSTRAKSI LANJUT

DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2016

1|Page
1. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJIH TEMBAGA

Indonesia memiliki cadangan bijih tembaga (Cu) yang sangat besar, sebagian besar
cadangan dengan konten Cu porfiri dalam bijih bervariasi antara 0,1 - 2%. Selain Cu,
biasanya bijih terkait dengan logam lain seperti emas (Au), perak (Ag) dan logam langka
seperti Palladium (Pd), Selenium (Se) dan lain-lain. Tembaga berwarna coklat keabu-abuan
dan mempunyai struktur kristal FCC. Tembaga ini mempunyai sifat sifat yang sangat baik
yakni : sebagai penghantar listrik dan panas yang baik, mampu tempa, duktil dan mudah
dibentuk menjadi plat-plat atau kawat.

Beberapa jenis mineral tembaga (Cu) yang tersedia di alam antara lain Bornite (CuSFe2S3),
Chalcopyrite (CuFeS2), Cholcocite (Cu2S) dengan beberapa kotoran seperti Pyrite (FeS2),
Magnetite (Fe3O4), Hematite (Fe2O3), atau Quartz (SiO2). Bijih-bijih tembaga dapat
diklasifikasikan atas tiga golongan yaitu Bijih Sulfida, Bijih Oksida, dan Bijih murni (native).

Mineral Rumus Kimia Kandungan Tembaga


Chalcopyrite CuFeS2 34.6 %
Bornite CuSFe2S3 55.7 %
Cholcocite Cu2S 68.5 %
Melactite CuCO3Cu(OH)2 57.4 %
Native Copper Cu 99.99 %

Tabel 1. Bentuk Mineral Tembaga dan Kandungannya

Ekstraksi Tembaga secara Kimia-Fisik (Konvensional)

Proses ekstraksi logam-logam secara kimia-fisik (konvensional) biasa dilakukan dengan


metode Pyrometallurgy atau Hydrometallurgy dan pemurnian logamnya menggunakan
Electrometallurgy. Logam dalam mineral akan mudah diekstrak dari suatu bijih
menggunakan metode Pyrometallugy apabila mineralnya dalam senyawa oksida,
sedangkan logam pada mineral dengan senyawa hidroksida dan karbonat akan mudah
diekstrak menggunakan metode Hydrometallurgy. Oleh karena itu bijih tembaga senyawa
sulfide untuk dapat diekstrak dengan Pyrometallurgi, maka logam pengotor maupun logam
utamanya harus diubah dulu menjadi senyawa oksida dengan proses Pemanggangan
(Roasting). Sedangkan bijih dengan senyawa hidroksida maupun karbonat dapat diekstraksi
dengan Hydrometallurgy.

Dari Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa pengolahan bijih tembaga konvensional melalui
beberapa tahap, yaitu: liberasi, pengapungan (flotasi), pemanggangan, peleburan,
pengubahan dan elektrolisis.

Pabrik pengolahan (mill) menghasilkan konsentrat tembaga dari bijih yang ditambang
melalui pemisahan mineral berharga dari pengotornya (proses konsentrasi). Langkah-
langkah utamanya adalah penghancuran (crushing), penggerusan (grinding/milling),
pengapungan (flotasi), dan pengeringan (drying). Penghancuran dan penggerusan
mengubah bongkah bijih menjadi berukuran halus. Penghalusan ukuran butir berfungsi
untuk membebaskan butiran (liberasi) yang mengandung tembaga dan emas, serta untuk
proses pemisahan dan menyiapkan ukuran yang sesuai dengan proses selanjutnya
(konsentrasi dan ekstraksi).

2|Page
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan-Pemurnian Bijih Tembaga Konvensional

Konsentrasi (proses pemisahan mineral berharga dengan mineral pengotornya) tembaga


biasanya dengan proses meja goyang (sluice box) atau flotasi tergantung pada ukuran butir
mineralnya. Apabila ukuran butirannya kasar (>200 mesh atau > 74 µm) digunakan proses
meja goyang atau sluice box, bila ukuran butirannya halus (< 200 mesh atau < 74 µm) maka
menggunakan proses flotasi. Dengan proses konsentrasi ini diharapkan mineral tembaga
akan terpisah dari kotoran maupun mineral zinc, timbal dan non sulfida. Pada umumnya
hasil dari proses konsentrasi menghasilkan konsentrat (sekumpulan mineral berharga)
berkadar 25-30%Cu.

3|Page
Konsentrat hasil konsentrasi masih mengandung besi dalam jumlah yang banyak perhatikan
komposisi Chalcopyrite (CuFeS2) dan Bornite (Cu2CuSFeS). Disamping itu masih ada logam
impurities (pengotor) lainnya. Untuk dapat diambil metalnya maka dilakukan ekstraksi
melalui 3 tahap, yaitu : Tahap I Smelting (peleburan) dalam reverberatory furnace (tungku
pantul), untuk mendapatkan matte (Cu2S FeS); Tahap II Conversion / Bessemering :
merupakan proses dari matte untuk dijadikan Blister Copper (Crude Copper) dan Tahap III
Refining (pemurnian) untuk mendapatkan tembaga murni (kadar 98 % Cu). Untuk
mendapatkan kadar 99,95 % Cu dilakukan elektrolisa.

Proses Flotasi

Permukaan mineral yang bersifat hydrophobic atau aerophilic (menolak air) dipisahkan
dengan yang bersifat hydrophilic atau aerophobic (menerima air). Pada proses
pengapungan (flotasi), bubur konsentrat (slurry) yang terdiri dari bijih yang sudah halus
(hasil gilingan) dicampur dengan reagen, kemudian dimasukkan ke dalam rangkaian tangki
pengaduk yang disebut sel flotasi, secara bersamaan dipompakan udara ke dalam slurry
tersebut.

Reagen yang digunakan berupa kapur, pembuih (frother) dan kolektor. Kapur berfungsi
untuk mengatur pH. Pembuih membentuk gelembung stabil yang tidak mudah pecah.
Gelembung-gelembung mengapung ke permukaan sel flotasi sebagai buih. Reagen kolektor
bereaksi dengan permukaan partikel mineral sulfida logam berharga, sehingga menjadikan
permukaan tersebut bersifat menolak air (hydrophobic). Butir mineral sulfida tersebut
menempel pada gelembung udara yang terangkat dari zona slurry ke dalam buih yang
mengapung di permukaan. Buih bermuatan mineral berharga tersebut yang menyerupai
buih deterjen berkilap metalik akan meluap dari bibir atas mesin flotasi dan masuk ke dalam
palung (launders) sebagai tempat pengumpulan mineral berharga. Mineral berharga yang
terkumpul di dalam palung tersebut adalah konsentrat. Konsentrat (dalam bentuk slurry,
65% solid). Selanjutnya konsentrat dikeringkan sampai kandungan airnya tinggal 9%.

Emas kasar dan bebas, tidak bereaksi dengan baik pada proses flotasi. Emas tersebut
dipisahkan dan diambil dengan menggunakan konsentrator (misalnya Knelson), yaitu
sebuah sistem pengambilan yang juga berfungsi sebagai pemisahan, dilakukan secara
gravitasi dan menggunakan daya sentrifugal. Dengan demikian, perolehan emas dari bijih
akan mengalami peningkatan. Bahan yang tak bernilai ekonomi terkumpulkan di dasar sel
flotasi, sebagai limbah yang disebut tailing. Tailing ini disalurkan menuju areal pembuangan
(tailing dump).

Pada umumnya konsentrat tembaga dari hasil proses flotasi mengandung beberapa unsur
dengan kisaran kadar: 30% Cu, 30 ppm Au, 50 ppm Ag, 30% S, 25% Fe, 15% gangue
minerals yang selanjutnya dilebur dan dimurnikan. Konsentrat tembaga hasil proses flotasi
dipanggang (roasting) untuk mengubah besi sulfide menjadi besi oksida, sedangkan
tembaga tetap sebagai sulfida melalui reaksi : 4CuFeS2 + 9O2 ------> 2Cu2S + 2Fe2O3 +
6SO2.

Konsentrat bijih yang sudah melalui pemanggangan kemudian dilebur dalam Reverberatory
Furnace hingga mencair dan terpisah menjadi 2 (dua) lapisan. Lapisan bawah berupa
copper matte, mengandung Cu2S dan besi cair, sedangkan lapisan atas merupakan terak
silikat yang mengandung FeSiO3. Copper matte dipisahkan dari terak berdasarkan

4|Page
perbedaan gravitasi. Selanjutnya copper matte (68% Cu) dipindahkan ke dalam tungku
Bassemer Converter dan secara bersamaan ditiupkan udara sehingga terjadi reaksi redoks
yang menghasilkan tembaga lepuh (blister copper, 98,9% Cu). Blister Copper masih
mengandung sejumlah unsur-unsur besi, belerang, seng, nikel, arsen dsb. sehingga blister
ini harus diproses ulang (refining) yang pelaksanaannya dapat dilakukan pada Bassemer
Converter (Gambar 2).

Gambar 2. Bassemer Converter

Ekstraksi Tembaga Dengan Metode Elektrometalurgi

Selain itu pemurnian tembaga dapat juga dilakukan dengan cara elektrolisis
(electrometallurgy). Blister Copper digunakan sebagai anoda, sedangkan tembaga murni
digunakan sebagai katodanya. Elektrolit yang digunakan adalah larutan CuSO4. Selama
proses elektrolisis, Cu dipindahkan dari anoda ke katoda, dengan menggunakan potensial
tertentu sehingga bahan pengotor dapat terpisah. Unsur-unsur dan mineral ikutan dalam
konsentrat yang diolah, menjadi bagian dari produk yang terdiri atas gas buang SO2, lumpur
anoda (anode slime), terak besi (slag) dan gipsum. Limbah gas SO2 tersebut diproses lebih
lanjut menjadi asam sulfat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, sedangkan
terak besi dan gypsum digunakan sebagai bahan baku industri semen. Lumpur anoda
mengandung emas berkadar ± 3,25% dan ± 6,25 % perak.

Proses pengolahan bijih dengan tenaga listrik (electrometallurgy) mempunyai prinsip seperti
pada elektrolisa. Pada proses ini, selain diperlukan arus listrik sebagai sumber energi, juga
diperlukan elektroda (electrodes) dan cairan elektrolit (electrolyte). Peralatan yang biasa
dipakai adalah electric arc furnace.

Proses electrometallurgy digunakan untuk memurnikan blister copper (98 % Cu) menjadi
99,95 % Cu dan memisahkan tembaga dengan emas dan perak. Sel elektrolisis terbuat dari
beton dilapisi dengan timbal. Anoda terbuat dari tembaga yang akan dimurnikan, disusun
dalam tangki berselang seling dengan katoda yang terbuat dari lembaran tipis tembaga
murni masing-masing seberat 10 lbs. Elektrolit terbuat dari campuran 4 % tembaga dengan
16 % asam sulfat dengan pemanasan 140 °F. Anoda dialiri arus positif sedangkan katoda
dialiri arus negatif. Arus listrik yang digunakan adalah arus DC, sehingga diperlukan alat DC
Regulated Power Supply dengan pengatur Voltage dan Ampere. Pada umumnya voltage
yang dibutuhkan ialah 0,30 – 0,35 V, sedangkan current densitynya antara 15 – 20 ampere /
ft2. Pada saat proses berlangsung shell dipanaskan antara 50-60°C agar arus listrik tidak
terhambat. Diagram sederhana elektrolisis tembaga adalah sebagai berikut :

5|Page
Gambar 3. Diagram Elektrolisis Tembaga

Pada katoda, ion tembaga (II) diubah menjadi tembaga Cu2+ + 2 e- → Cu(s)

Pada anoda, tembaga diubah menjadi larutan sebagai ion tembaga (II). Cu(s) → Cu2+ + 2 e-

Pengotor pada anoda akan terendapkan menjadi lumpur anoda (anode sludge). Sedangkan
katoda akan habis menjadi ion tembaga (II), yang selanjutnya akan diubah menjadi tembaga
murni pada anoda.

Ekstraksi Tembaga Dengan Metode Hidrometalurgi

Metoda ini dilakukan dengan cara melarutkan (leaching) bijih-bijih tembaga ke dalam suatu
larutan tertentu, kemudian tembaga dipisahkan dari bahan ikutan lainnya (kotoran).

a. Untuk meleaching bijih tembaga yang bersifat oksida/karbonat, digunakan asam sulfat
(H2SO4), seperti ditunjukkan pada reaksi: CuCO3.Cu (OH)2 + 2 H2SO4 ----> 2 CuSO4 +
CO2 + 3 H2O.
b. Untuk meleaching bijih yang bersifat sulfida atau native digunakan ferrit sulfat
(Fe2(SO4)3), seperti bijih cholcocite: Cu2S + 2 Fe2 (SO4)3 -> Cu SO4 + 4 FeSO4 + S
c. Untuk bijih chalcopyrite dan bornite, reaksinya berjalan lambat dan tidak dapat larut
seluruhnya. Setelah hasil leaching dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak dapat larut,
kemudian larutan ini diproses secara elektrolisa, sehingga didapatkan tembaga murni.
Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
- Mula-mula batuan tembaga dihancurkan hingga menjadi halus sampai mess tertentu.
- Selanjutnya tempatkan pada suatu tabung yang terbuat dari bahan tahan asam
(plastik, fiber, dll) lalu ditambah air dengan ukuran tertentu.
- Kemudian tambahkan asam sulfat (H2SO4) pekat sambil diaduk agar terbentuk
larutan tembaga sulfat (CuSO4.5H2O).
- Setelah terbentuk larutan tembaga sulfat pindahkan pada suatu tabung elektrolisis
yang bertujuan untuk mengambil ion tembaga dari larutan tembaga sulfat yang
terbentuk pada proses pengasaman.
- Secara bertahap ambil tembaga yang menempel pada katoda, dan tembaga hasil
dari katoda adalah tembaga murni.
- Selanjutnya tembaga hasil dari katoda siap untuk proses peleburan pada tungku
peleburan tembaga yang mampu menghasilkan suhu 1300° C.

6|Page
2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJIH NIKEL
Secara umum teknologi pengolahan bijih nikel untuk menjadi bahan olahan nikel dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a) Pirometalurgi
Proses pengolahan bijih nikel dengan menggunakan teknologi pengolahan pirometalurgi
yaitu proses ekstraksi bijih nikel dengan menggunakan suhu tinggi. Biasanya teknologi
ini digunakan untuk kriteria bijih dengan kadar nikel yang tinggi (kadar Ni > 1,5 %). Hasil
akhir pengolahan dengan menggunkan teknologi ini berupa ferronikel dalam bentuk
ingot dan atau granular nikel matte.

Produk Utama Produk Samping Kondisi Proses


- Logam paduan - Terak - Mempunyai kadar
ferronickel - Campuran Logam nikel tinggi
- Komposisi kimia: (1) Oksida (>2.2%Ni)
High carbon Fe-Ni: - Rasio Fe/Ni rendah
23.4%-Ni;1.75%-C; (5-6)
(2) Low carbon Fe- - Kadar MgO tinggi
Ni: 24.4%Ni; 0.01%- - Rasio SiO2/MgO
C >2.5
- Nickel Matte - Terak - Mempunyai kadar
- Komposisi kimia: - Campuran Logam nikel tinggi
70-78%-Ni; 0.5-1- Oksida (>2.2%Ni)
%Co; 0.2-06%-Cu; - Rasio Fe/Ni rendah
0.3-0.6%-Fe; 18- (>6)
22%-S - Kadar MgO tinggi
- Rasio SiO2/MgO
antara 1.8-2.2
- Nickel Pig Iron - Terak - Blast Furnace /
- Campuran Logam Electric Arc Furnace
Oksida - Dari Bijih Nikel
Laterit kadar rendah
Ni<1,6%
Tabel 2. Produk Pengolahan Bijih Nikel dengan Pirometalurgi

b) Hidrometalurgi
Proses pengolahan bijih nikel dengan penggunkan teknologi hidrometalurgi adalah
proses ekstraksi bijih nikel dengan menggunakan proses pelindian (leaching) dengan
menggunakan reagent-reagent tertentu. Teknologi ini biasanya digunakan untuk
pengelohan bijih nikel dengan kadar rendah. Hasil akhir pengolahan ini berupa nikel (Ni).
Ciri utama proses hidrometaurgi :
- Bekerja pada tekanan atmosferik dan temperatur sekitar 100°C
- Dapat dipakai untuk memproses bijih limonit maupun saprolit, sehingga
memaksimalkan penggunaan sumber daya laterit yang tersedia.
- Memiliki emisi CO2 yang rendah karena penggunaan energi fosil yang sangat
rendah, hampir dapat memenuhi kebutuhan energi sendiri.
- Residu yang dihasilkan berupa padatan dan tidak merusak lingkungan; setelah
pengeringan dapat disimpan di tempat penyimpanan.
- Residu cair dikelola sesuai dengan peraturan nasional dan praktik-praktik lingkungan
terbaik yang diterapkan dalam industri-industri internasional.
- Dapat memisahkan nikel dari kobalt untuk menghasilkan dua produk yang berbeda

7|Page
2.1. Pengolahan Bijih Nikel Laterit

Bijih nikel dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral sulfida dan mineral oksida. Masing-
masing mempunyai karakteristik dan cara pengolahannya yang berbeda. Dalam bahasan
kali ini akan dibahas pengolahan bijih nikel dari mineral oksida (Laterit).

Gambar 4. Tahapan Pengolahan Bijih Nikel Laterit

A. Kominusi

Kominusi adalah suatu proses untuk mengubah ukuran suatu bahan galian menjadi lebih
kecil, hal ini bertujuan untuk memisahkan atau melepaskan bahan galian tersebut dari
mineral pengotor yang melekat bersamanya. Kominusi bahan galian meliputi kegiatan
berikut :

- Crushing, yaitu suatu proses yang bertujuan untuk membebaskan mineral yang
diinginkan agar terpisah dengan mineral pengotor yang lain. Dimana proses ini
bertujuan juga untuk reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari
tambang (ROM = run of mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm)
menjadi ukuran 20-25 cm bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm. Alat-alat yang
digunakan pada Primary Crusher dan Secondery Crusher yaitu antara lain: Jaw
crusher, Gyratory crusher, Cone crusher, Roll crusher, Impact crusher, Rotary
breaker, Hammer mill, dll.
- Grinding, yaitu tahap pengurangan ukuran dalam batas ukuran halus yang
diinginkan. Tujuan grinding yaitu membebaskan mineral berharga, mendapatkan
ukuran yang memenuhi persyaratan industri, dan mendapatkan ukuran yang
memenuhi persyaratan proses.

B. Sizing

Sizing merupakan proses pemilahan bijih yang telah melalui proses kominusi sesuai
ukuran yang dibutuhkan. Kegiatan sizing dibagi menjadi dua antara lain :

(1) Pengayakan/penyaringan (screening/sieving)

8|Page
Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam
skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.

Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu antara lain :

- Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).


- Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).

(2) Klasifikasi (Classification)

Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan


pengendapannya dalam suatu media (udara atau air). Klasifikasi dilakukan dalam
suatu alat yang disebut classifier.

Produk dari proses klasifikasi ada 2 (dua), yaitu antara lain:

- Produk yang berukuran kecil/halus (slimes) mengalir di bagian atas disebut overflow.
- Produk yang berukuran lebih besar/kasar (sand) mengendap di bagian bawah
(dasar) disebut underflow.

C. Pengeringan (Drying)

Yaitu proses untuk membuang seluruh kandung air dari padatan yang berasal dari
konsentrat dengan cara penguapan (evaporization/evaporation). Peralatan atau cara
yang dipakai ada bermacam-macam, yaitu antara lain:

- Hearth type drying/air dried/air baked, yaitu pengeringan yang dilakukan di atas
lantai oleh sinar matahari dan harus sering diaduk (dibolak-balik).
- Shaft drier, ada dua macam, yaitu : (1) tower drier, material (mineral) yang basah
dijatuhkan di dalam saluran silindris vertikal yang dialiri udara panas (800 – 1000 °C).
(2) rotary drier, material yang basah dialirkan ke dalam silinder panjang yang diputar
pada posisi agak miring dan dialiri udara panas yang berlawanan arah.

D. Kalsinasi dan Reduksi

Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian nikel
oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang
tersimpan di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara sempurna,
karena itulah tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air bebas dan air
kristal serta mereduksi nikel oksida menjadi nikel logam. Proses ini berlansung dalam
tanur reduksi. Bijih dari gudang dimasukkan dalam tanur reduksi dengan komposisi
pencampuran menggunakan ratio tertentu untuk menghasilkan komposisi silika
magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional tanur listrik. Selain itu dimasukkan
pula batubara yang berfungsi sebagai bahan pereduksi pada tanur reduksi maupun pada
tanur pelebur. Untuk mengikat nikel dan besi reduksi yang telah tereduksi agar tidak
teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah belerang. Hasil akhir dari proses
ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar 7000 °C.

9|Page
Kemudian, untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan
matte dan slag. Kalsin panas yang keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur
pelebur dimasukkan kedalam surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke
tempat penampungan. Furnace bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase
lelehan matte dan slag. Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan
dengan media air melalui balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat
jenisnya. Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan dengan kendaraan khusus.

E. Pengkayaan di Tanur Pemurni

Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi di
atas 75 persen. Matte yang memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur
pemurni / converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan. Proses yang
terjadi dalam tanur pemurni adalah peniupan udara dan penambahan sililka. Silika ini
akan mengikat besi oksida dan membentuk ikatan yang memiliki berat jenis lebih rendah
dari matte sehingga menjadi mudah untuk dipisahkan.

F. Granulasi dan Pengemasan

Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran yang siap
diekspor setelah dikeringkan dan dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara
terus menerus disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan nikel
matte yang dingin yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian
disaring, dikeringkan dan siap dikemas.

10 | P a g e
3. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJIH ALUMINIUM

Aluminium merupakan logam paling berlimpah dikulit bumi. Logam Aluminium mudah
didapat namun tidak ditemukan dalam unsur bebasnya. Aluminium memiliki sifat nontoksik
(dalam bentuk logam),tak bermagnet dan konduktor yang baik. Untuk mendapatkan
alumunium murni dari hasil ekstraksi metalurgi,dibutuhkan bahan baku alumina yang didapat
dari pengolahan bauksit dengan proses Bayer dan proses Hall-Heroult.

Bauksit merupakan bahan yang heterogen yang memiliki mineral dengan komponen
utamanya oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit
(Al2O3 .3H2O). Terdapat banyak senyawa yang terkandung dalam bauksit, seperti ;
Al2O3 sebanyak 45-65%, SiO2 1-12%, Fe2O3 2-25%, TiO2 >3%, dan H2O 14-36%. Untuk
mendapatkan aluminium murni dalam bijihnya, harus melalui proses penambangan dan
pengolahan bijih bauksit. Pengolahan biji bauksit diawali dengan pembersihan lokal (land
clearing), bijih dibersihkan dari pengotor tumbuh-tumbuhan yang menempel diatas endapan
bijih, kemudian dilakukan pengupasan lapisan tertutup (overbuden) dan penggalian
endapan bauksit dengan shovel. Hasil galian dimasukan kedalam instalasi pencucian yang
berfungsi untuk memisahkan bauksit dengan pengotornya yaitu berupa tanah liat dan pasir
dengan proses penyaringan (screening) dan proses pemecahan (size reduction) dari
butiran-butiran yang berukuran lebih dari 3 inchi dengan jaw cruscher. Proses-proses
pengolahan tersebut tersebut dilakukan untuk mendapatkan bijih atau konsentrat yang
sesuai dengan standar atau kriteria tertentu. Tahap selanjutnya adalah proses pengolahan
bauksit menjadi alumina (proses bayer).

Gambar 5. Proses Pengolahan Bauksit

11 | P a g e
A. Pengolahan Bijih Bauksit menjadi Alumina (Proses Bayer)

Pada proses Bayer, alumina yang terdapat dalam bijih bauksit dilarutkan dengan larutan
soda api atau “caustic soda” dengan konsentrasi dan suhu tertentu. Suhu pelarutan
sekitar 108o sampai 250o dengan konsentrasi soda api 250 sampai 400 gr/liter. Reaksi
yang terjadi pada proses pelarutan adalah:
Bauksit + NaOH  NaAlO2 + H2O
Atau
Al2O33H2O + 2NaOH  2NaAlO2 + 4H2O
Bauksit yang direaksikan dengan natrium hidroksida akan menghasilkan larutan NaAlO2.
Namun karna didalam bauksit juga mengandung unsur silika, maka reaksi lain yang
terjadi adalah:
SiO2 + 2NaOH  Na2SiO2
5SiO2 + 6NaAlO2 + 5H2O  3Na2O.3Al2O3.5SiO2.5H2O
Untuk mendapatkan alumina yang murni yang bebas dari benda padat yang tidak larut
dan produk dari reaksi disilikasi, dilakukan proses pengendapan dengan suhu sekitar
100oC sehingga menghasilkan alumina yang murni dan terbebas dari pengotor.
Kemudian menambahkan serbuk Al2O3 yang berfungsi untuk memancing terbentuknya
inti endapan (proses presipitasi). Endapan yang terbentuk adalah kristal-kristal dari
hidrat alumina dan sebagian endapan yang lain teraglomerasi membentuk gumpalan
alumina yang lebih besar dan tahan pecah. Sementara larutan sisa dari hasil presipitasi
(spent liquor), dapat didaur ulang kembali dengan cara melalukan proses pelarutan dan
diuapkan lalu ditambah soda api. Reaksi yang terjadi dalam presipitasi adalah :
2NaAlO2 + 4H2O  2NaOH + Al2O33H2O
Kemudian dilakukan proses kalsinasi (pemanggangan) pada suhu sekitar 1.200oC pada
hidrat alumina untuk menguapkan kadar air yang terdapat dalam hidrat dan gumpalan
alumina. Reaksi pada proses ini adalah :
Al2O33H2O  Al2O3 + 3H2O

12 | P a g e
Gambar 6. Proses Pemurnian Aluminium

B. Pengolahan Alumina menjadi Aluminium (Proses Hall-Heroult)

Setelah dilakukan pemurnian bauksit menjadi alumina, tahap selanjutnya adalah proses
peleburan menggunakan metode Hall-Heroult yang didasarkan pada prinsip elektrolisa
lelehan garam alumina(campuran alumina (Al2O3) dengan kryolite (Na3AlF6)) pada
temperatur yang tinggi. Bejana yang dipakai untuk menyalurkan arus listrik disebut
bejana sel elektrolisa rectangular yang mempunyai 2 elektroda, yaitu katoda dan anoda.
Alumina dilarutkan dalam larutan kimia (kriolit) pada sebuah tungku atau pot yang
dindingnya terbuat dari karbon. Proses reduksi membutuhkan karbon yang diadapatkan
dari anoda. Arus listrik akan mengelektrolisa alumina menjadi aluminium. Aluminium
hasil elektrolisa turun kedasar pot dan dialirkan dengan prinsip shipon ke krusibel dan
diangkut menuju tungku-tungku pengatur (holding furnace). Reaksi pemurnian alumina
menjadi aluminium adalah sbb :
Katoda : 4Al2O3  8Al + 6O2
Anoda : 7C + 6O2  5CO2 + 2CO
_________________________________
4Al2O3 + 7C  8Al + 5CO2 + 2CO

Berdasarkan reaksi diatas, produk yang dihasilkan adalah aluminium


murni,alumiminium ini mengendap pada bejana elektrolisa.

13 | P a g e
Gambar 7. Proses Peleburan Alumina menjadi Aluminium dengan Elektrolisis

14 | P a g e
4. Daftar Referensi

[1] Sukamto, U., Probowati, D., Sudiyanto, A., 2015, Proses Pengolahan dan Pemurnian
Bijih Tembaga dengan Cara Konvensional dan Biomining, Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia “Kejuangan”, Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi
Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

[2] Triyono, L, n.d., Tahapan Pengolahan Bijih Nikel, diakses dari


https://www.academia.edu/8818397/TAHAPAN_PENGOLAHAN_BIJIH_NIKEL pada
tanggal 26-Feb-2016.

[3] Nurjannah, Y, n.d., Ekstraksi Logam Aluminium dari Bijih Bauksit, diakses dari
https://www.academia.edu/9833996/Ekstraksi_Logam_Aluminium_dari_Bijih_Bauksit pada
tanggal 26-Feb-2016.

[4] Yildirim, H., et al, 2013, Nickel Pig Iron Production from Lateritic Nickel Ores, The
thirteenth International Ferroalloys Congress Efficient Technologies In Ferroalloy Industry,
Almaty, Kazakhstan, diakses dari http://www.pyrometallurgy.co.za/InfaconXIII/0237-
Yildirim.pdf pada tanggal 26-Feb-2016.

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai