Anda di halaman 1dari 9

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Tembaga Dengan Metode Pyrometallurgy


Pyrometallurgy adalah suatu proses pengolahan mineral dengan dasar panas. Inti
dari proses ini adalah pengolahan tembaga dengan melalui suatu proses yang
bertujuan untuk mengubah pengotor senyawa sulfida menjadi oksida atau disebut
dengan proses Roasting. Pada proses pengolahan tembaga menggunakan metode
Pyrometallurgy, mineral tembaga yang digunakan pada pembahasan ini adalah
Mineral Kalkopirit.

Gambar 3.1 Mineral Kalkopirit. Sumber(https://en.wikipedia.org/)

CuFeS2+ 9O2 menjadi 2Cu2S+ 2Fe2O3+ 6SO2


Pada persamaan kimia diatas menunjukan bahwa proses Roasting bertujuan untuk
mengubah besi sulfida menjadi besi oksida sedangkan tembaga tetap sulfida.
Diubahnya besi sulfida menjadi besi oksida adalah agar pada proses selanjutnya yaitu
smelting atau peleburan, tembaga sulfida akan mencair meninggalkan besi oksida
yang bertitik cair lebih tinggi dan akan ditinggalkan sebagai terak pengotor,
sedangkan tembaga yang telah mencair akan turun kebawah karena berat jenis
tembaga yang lebih tinggi dari besi oksida. Adapun urutan prosesnya sebagai berikut:
3.1.1 Pengolahan Mineral
Proses yang dilakukan selanjutnya setelah mineral ditambang adalah
pengolahan mineral atau biasa disebut mineral dressing. Pengolahan mineral
diharapkan dapat memisahkan bijih dari material pengotor (gangue
materials) sehingga dihasilkan konsentrat yang memiliki mineral berharga
yang lebih tinggi. Proses pengolahan mineral terdiri dari beberapa tahap yaitu
:

9
1. Crushing
Kominusi merupakan proses mereduksi bahan galian menjadi
ukuran yang lebih kecil, hal ini bertujuan untuk memisahkan mineral
berharga dengan pengotornya. Pada proses pengolahan tembaga ini
proses mereduksi mineral bijih dari hasil penambangan adalah dengan
menggunakkan mesin Crusher seperti Cone Crusher, Gyratory crusher
dll. Pada proses ini bijih tembaga dihancurkan menjadi ukuran sekitar
kurang lebih 20-30 mm
2. Grinding
Setelah bijih melewati tahap penggerusan, bijih tersebut masuk ke
tahap selanjutnya yaitu proses penggilingan (grinding) untuk
memperoleh ukuran lebih kecil lagi sehingga optimal pada proses
selanjutnya. Pertambangan tembaga jenis sulfida, penggilingan selalu
dilakukan dengan keadaan basah agar mempermudah proses flotasi.
Mesin penggilingan yang biasa digunakan antara lain autogenous mill
dan Ball mill. Pada proses grinding ini bijih tembaga di hancurkan
hingga ukuran kurang lebih 200 mesh.

10
3. Konsentrasi (Flotasi)

Gambar 3.3 Proses Flotasi


Sumber: (https://www.scribd.com/document/361149681)

Konsentrasi tembaga biasanya dengan proses meja goyang, sluice


box, atau flotasi tergantung pada ukuran butir mineralnya. Apabila
ukuran butirnya kasar ( >200 mesh) digunakan proses meja goyang atau
sluice box, bila ukuran butirannya halus (<200 mesh) maka
menggunakan proses flotasi. Dengan proses konsentrasi ini diharapkan
mineral tembaga akan terpisah dari material pengotor seperti zinc, timbal
dll. Pada umumnya hasil dari proses konsentrasi menghasilkan
konsentrat (sekumpulan mineral berharga) berkadar 25-35% Cu.
3.1.2 Roasting ( Pemanggangan )

Gambar 3.4 Proses Roasting


Sumber: (http://kumpul-bacaan.blogspot.com/)

11
pemanggangan (roasting) adalah proses pengolahan bijih yang
melibatkan pemanasan bijih tersebut di udara. Padatan bijih akan bereaksi
dengan udara pada suhu tinggi. Umumnya, reaksi yang dilakukan adalah
oksidasi logam sulfida menjadi logam oksida dan sulfur dioksida. Dari proses
konsentrasi diatas maka bahan tersebut dipanggang (roasting) untuk
mengubah besi sulfida menjadi besi oksida, sedangkan tembaga tetap sebagai
sulfida melalui reaksi :
CuFeS2+ 9O2 ----> 2Cu2S+ 2Fe2O3+ 6SO2
Diubahnya besi sulfida menjadi besi oksida adalah agar pada proses
selanjutnya yaitu smelting atau peleburan, tembaga sulfida akan mencair
meninggalkan besi oksida yang bertitik cair lebih tinggi dan akan
ditinggalkan sebagai terak pengotor, sedangkan tembaga yang telah mencair
akan turun kebawah karena berat jenis tembaga yang lebih tinggi dari besi
oksida. Reaksi ini pada umumnya dilakukan pada suhu sekitar 500 derajat
celcius. Pada proses ini kadar tembaga mengalami peningkatan sekitar 40 -
50%
3.1.3 Peleburan

Peleburan (smelting) adalah proses reduksi bijih sehingga menjadi logam


unsur yang dapat digunakan berbagai macam zat seperti karbid, hidrogen,
logam aktif atau dengan cara elektrolisis. Konsentrat bijih yang sudah
melalui pemanggangan kemudian dilebur dalam Reverberatory Furnace
hingga mencair dan terpisah menjadi dua lapisan. Lapisan bawah berupa
Gambar
copper matte dengan kadar 3.5 Proses
sekitar Peleburan
68%, mengandung Cu2S dan besi cair,
Sumber: (https://www.beritasatu.com)
sedangkan lapisan atas merupakan terak silikat yang mengandung FeSiO2.

12
Copper matte dipisahkan dari terak berdasarkan perbedaan gravitasi.
Selanjutnya copper matte dipindahkan ke dalam tungku Bassemer Converter
dan secara bersamaan ditiupkan udara sehingga terjadi reaksi redoks yang
menghasilkan tembaga lepuh atau blister copper dengan kadar sekitar 98,9%.

2Cu2S(s) + 3O2(g) ―→ 2Cu2O(s) + 2SO2(g)

Cu2S(s) + Cu2O(s) ―→ Cu2(s) + SO2(g)

Blister copper masih mengandung sejumlah unsur - unsur besi,


belerang, seng, nikel dsb. Sehingga blister ini harus diproses ulang yang
pelaksanaannya dapat dilakukan di Bassemer Converter. Proses Peleburan
biasanya dilakukan pada suhu 1800 derajat celcius.
3.1.4 Pemurnian
Ada dua tahap pemurnian, yaitu Fire refining yang dilakukan dengan
cara peleburan untuk menghilangkan impuritis yang berupa S, Cd, Zn, Mg,
Al, Fe, Sn, Pb, As, Sb. Sedangkan pemurnian kedua disebut electro refining,
yaitu proses elektrolisa dengan tujuan untuk menghilangkan Se, Te, Be, Ni,
Ag, Au. Fire refining pada umumnya masih harus dimurnikan lagi dengan
jalan elektrolisa. Pada proses pengolahan ini yang akan dibahas adalah proses
Electro Refining yaitu proses elektrolisis.

Prinsip pemurnian logam dengan cara elektolisis adalah dengan


menggunakan dua elektroda dalam suatu larutan elektrolit. Elektrodanya
13
adalah katoda dan anoda. Anoda adalah logam yang masih kotor yang akan
dimurnikan. Sedangkan katoda adalah logam murni. Larutan elektrolit yang
digunakan adalah larutan yang mengandung kation logam yang akan
dimurnikan , dalam hal ini larutan yang mengandung kation logam
contohnya CuSO4. Reaksi yang terjadi selama proses pemurniannya pada
katoda dan anoda adalah sebagai berikut :
CuSO4 (l) ----> Cu2+ (l) + SO42- (l)
Katoda : Cu2+ (l) + 2e ----> Cu (s)
Anoda : Cu (s) -----> Cu2+(l) + 2 e-
Logam tembaga kotor pada anoda mengalami reaksi oksidasi. Tembaga
Cu larut menjadi ion Cu2+ kemudian masuk kedalam larutan elektrolit CuSO4
( tembaga sulfat ). Pada katoda terjadi reaksi ion tembaga dari larutan
menjadi tembaga solid yang terendapkan di permukaan katoda. Pada proses
ini anoda semakin berkurang dan katoda semakin bertambah banyak,
sedangkan pengotor - pengotor yang berupa Ag, Au, dan Pt mengendap
sebagai lumpur.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah
pengaturan tegangan dan arus yang tepat selama proses sehingga pengotor -
pengotor tidak ikut terlarut menjadi ion, melainkan mengendap di landasan
bak. Atau kalaupun secara kimia pasti terlarut, maka ion - ion pengotor harus
diusahakan tidak ikut terendapkan di permukaan katoda.

14
Gambar 3.7 Diagram alir Pengolahan Tembaga.
Sumber: (prosidingseminarnasionalteknikkimiaUPN)
3.2 Dampak Akibat Proses Pyrometallurgy
Proses pengolahan bijih tembaga dengan metode Pyrometallurgy ini
memiliki limbah yang dapat berbahaya bagi manusia dan lingkungan sektar yaitu
gas sulfur dioksida (SO2). Gas ini memiliki dampak yang sangat buruk bagi
lingkungan sekitar apabila tidak ditangani dengan baik. Beberapa dampak yang
diakibatkan oleh gas SO2 ini yaitu Menyebabkan iritasi pada system pernafasan,
seperti pada slaput lender hidung, tenggorokan dan saluran udara di paru-paru,
Dapat membunuh jaringan pada daun, Menyebabkan hujan asam dsb.

Gambar 3.8 Dampak Gas SO2


Sumber: (http://amrul99.blogspot.com/)

Selain gas SO2, Namun limbah tersebut apabila diolah dengan baik dapat
menghasilkan produk sampingan yang dapat bermanfaat seperti pengolahan gas
SO2 menjadi asam sulfat sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk
dan lain sebagainya.

15
Gambar 3.9 Pupuk yang dihasilkan dari pengolahan gas SO2
Sumber: (https://www.scribd.com)

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil Pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pyrometallurgy adalah suatu proses pengolahan mineral dengan dasar panas.


2. Proses Pyrometallurgy menghasilkan bijih tembaga dengan kadar 99,3% dari
kadar awal yaitu sekitar 20-30%.
3. Proses pengolahan bijih tembaga dengan metode Pyrometallurgy ini memiliki
limbah yang dapat berbahaya lingkungan sekitar yaitu gas sulfur dioksida (SO2)
yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan.
4.2 Saran
Saran penulis yaitu perlu dilakukan pengelolaan limbah hasil pengolahan
tembaga yang baik agar tidak menyebabkan gangguan bagi lingkungan sekitar.
Selain itu, pada proses grinding sebaiknya dilakukan hingga <200 mesh agar
mudah diolah ke proses selanjutnya dan jika ingin mendapatkan tembaga murni
dengan kadar 99,98% sebaiknya digunakan proses elektrolisis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Untung Sukamto. 2015, “ Proses Pengolahan dan Pemurnian Bijih Tembaga dengan
cara Konvensional dan Biomining” UPN Veteran Yogyakarta.

Extivonus Kiki. 2015, “ Studi Alterasi Hidrotermal Berdasarkan Analisis Petrografi


Conto Inti Pemboran Daerah X “ Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung.

Caturindo P dkk. 2017, “ Bioleaching pada Tembaga “ Jurusan Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

http://mheea-nck.blogspot.com/2010/06/ekstraksi-metalurgi.html

http://bungarampaitebu.blogspot.com/2016/04/nyoba-posting.html

https://www.ilmukimia.org/2013/05/ekstraksi-tembaga.html

https://belajarmetalurgi.blogspot.com/2011/02/tugas-pirometalurgi.html

17

Anda mungkin juga menyukai