1|Page
Deskripsikan dan jelaskan proses berikut :
Jawaban :
Ekstraksi pelarut dilakukan dengan cara mentransfer satu (atau lebih) zat
terlarut/solute(s) yang terkandung dalam larutan umpan/feed solution ke dalam zat
pelarut/solvent. Pelarut yang diperkaya zat terlarut/solute (s) disebut ekstrak & larutan
umpan yang miskin dari zat terlarut/solute (s) disebut raffinate.
2|Page
Proses pemisahan Nikel-Kobalt.
Contoh skema alur kerja proses pemisahan Nikel-Kobalt dapat dilihat dalam alur kerja
proses ekstraksi Goro process pada ekstraksi nikel dari bijih limonite dan saprolite
sebagai berikut :
3|Page
Gambar 4. Tabel ekstraktan untuk pemisahan Ni-Co dalam larutan sulfida
4|Page
menunjukkan bahwa butiran emas yang berukuran lebih besar dari 0,074 mmyang dapat
diolah dengan teknik amalgamasi.
2.1.2. Gangguan Amalgamasi
Keberhasilan amalgamasi ditentukan oleh dua kondisi, yaitu (1) kondisi mineralogi dari
bijih yang diolah dan (2) kondisi pulp (campuran material padat yang halus dan air).
Kondisi yang buruk menyebabkan butiran emas tidak dapat dibasahi oleh merkuri dan
merkuri terpecah menjadi partikel-partikel halus, sehingga amlgamasi tidak dapat
berlangsung secara baik. Butiran emas yang berasal dari bijih emas primer yang tidak
teroksidasi biasanya bersih dan mengkilap. Kondisi ini baik untuk amalgamasi. Namun,
butiran emas yang berasal dari bijih yang teroksidasi biasanya kusam dan sering dilapisi
oleh oksida besi. Emas kusam mengurangi kemampuan beramalgamasi dan emas yang
dilapisi oksida besi cendrung tidak bisa beramalgamasi. Untuk menghindari terdapatnya
emas kusam dan emas yang dilapisi oksida besi dapat dicegah secara mekanik (sambil
menggerus).
Mineral sulfida terutama sulfida arsen, antimony, bismuth dan besi berpeluang untuk
menghasilkan ion sulfide (sulfide telarut) di dalam pulp. Ion sulfide dapat menghambat
amalgamasi. Penambahan bahan kimia yang dapat memberikan ion-ion timbal dan
tembaga dapat menolong untuk mengurangi gangguan ini. Penambahan bahan alkali
yang kuat dapat mengurangi gangguan ini.
2.1.3. Bahaya Merkuri terhadap Lingkungan
Pada proses amalgamasi terjadi kehil;angn logam merkuri cair yang terbawa
ampas.Merkuri cair yang larut dalam air dan masuk ke dalam sungai. Merkuri yang
terlarut kemudian dapat masuk ke tubuh ikan. Apabila air sungai tercemar (terminum
ikan atau manusia) maka, persenmyawaan merkuri terdapat pada tubuh manusia.
5|Page
2.2.1. Ukuran Butiran
Butiran emas yang terselubung oleh mineral induk disyaratkan dalam proses sianidasi.
Batuan emas dipecah dan digerus sampai diperoleh butiran yang berukuran halus.
Karena teknologi sianidasi labih rumit daripada teknologi amalgamasi, maka jumlah
batuan (bijih) yang diolah lebih besar. Pemecahan batuan memerlukan alat pemecah batu
dan biasanya digunakan jaw crusher (bentuk lain disebut gyratory crusher).
Setelah dipecah, batuan digerus dalam keadaan basah (berair) dalam alat penggerus yang
berbentuk barel atau gelundung yang disebut ball mill (apabila media penggerus
berbentuk batangan). Karena penggerusan berlangsung terus menerus, tidak terputus,
maka alat penggerus dikombinasikan dengan alat pengklasifikasi (penyaringan) ukuran
butiran, biasanya siklon atau pengklasifikasi garukan (rack classifier). Kombinasi kedua
alat ini menghasilkan butiran yang 60-80% berukuran lebih kecil daripada 0,074 mm.
6|Page
Sianida yang digunakan biasanya natrium sianida, NaCN, yang merupakan bahan padat
berwarna putih dan mudah larut dalam air. Sianida ditambahkan ke dalam alat penggerus
atau ke dalam tangki pengadukan dalam bentuk larutan natrium sianida 0,05-0,2%
selama 12-24 jam. Jumlah sianida dan lamanya sianida bergantung pada kondisi
mineralogy.
2.2.4. Mineralogy
Keberhasilan dan kegagalan proses sianida ditentukan oleh mineralogy dari batuan
(bijih) yang diolah. Walaupun kebanyakan bijih emas dapat diolah dengan baik oleh
proses sianida, namun beberapa kasus melaporkan kegagalan proses sianida.
Sianida tidak dapat diterapkan untuk mengerjakan bijih emas yang mengandung
cyanicides (mineral-mineral yang mengkonsumsi sianida), bahan organic (karena
mengkonsumsi oksigen dari larutan). Sianidasi juga tidak dapat diterapkan pada bijih
yang butiran emasnya sangat halus (lebih kecil 0,005 mm) dan terselubung dalam
mineral pirit dan/atau arsenopirit, karena kedua mineral sulfide ini stabil, tidak dapat
dihancurkan oleh larutan sianida. Untuk mengolah bijih yang demikian diperlukan
proses awal sebelum diterapkan proses sianidasi.
7|Page
merupakan metode pengolahan emas yang baku sampai saat ini. Oleh karena itu,
teknologi pengolahan emas yang menggunakan sianida dikembangkan dengan perhatian
yang sangat besar pada upaya penyelamatan lingkungan.
Industri pengolahan emas dengan sianida dilarang membuang air limbah yang
mengandung sianida lebih tinggi dari 0,5 mg per liter Natrium sianida. Bahan ini adalah
zat padat yang berwarna putih dan mudah larut dalam air.
Sianida terlarut (ion sianida) dapat terurai membentuk gas hydrogen sianida, HCN,
apabila pH lebih rendah dari 9. oleh karena itu, dalam teknologi sianida diupayakan
bekerja dengan pulp pada pH = 10-11. pada kondisi ini, perolehan emas optimal dan
pembentukan gas HCN dapat dicegah. Apabila gas sianida dengan konsentrasi 300 mg
perliter terhirup oleh pekerja maka orang itu akan mati. Selain melalui pernapasan,
sianida dapat masuk ke badan manusia melalui kulit dan mulut. Orang akan mati apabila
kulitnya menyerap sianida dalam jumlah 50-60 mg. sedangkan konsentrasi sianida yang
fatal, apabial menelannya adalah 1 mg per kg berat badan manusia.
Dalam proses adsorbs biasa digunakan butiran karbon aktif berasal dari tempurung
kelapa. Butiran karbon aktif ini jauh lebih kasar daripada butiran batuan. Emas terlarut
(ion emas sianida) diadsorbsi oleh kabon aktif. Teknologi ini dikembangkan sedemikian
rupa sehingga tidak diperlukan peralatan untuk memisahkan cairan dari padatan (alat
filtrasi) dan kemudian dikenal dengan sebutan proses karbon-dalam-pulp (Cabon-In-
Pulp, CIP) dan karbon dalam pelindian (Carbon in-Leach, CIL). Karbon yang kaya emas
ini kemudian diolah untuk diambil emasnya.
8|Page
3. Daftar Referensi
[1] Bacon, G., and Mihaylov, I., 2002, Solvent Extraction as an Enabling Technology in The
Nickel Industry, The Journal of The South African Institute of Mining and Metallurgy.
[2] Roy, S., n.d., Solvent Extraction, Lecturer Material, Metallurgical & Material Engineering
Dept. Jadavpur University, diakses dari http://www.slideshare.net pada tanggal 18-Maret-
2016
[2] Sapari, E., 2011, Makalah Bahan Galian Emas, diakses tanggal 18-Maret-2016 dari
https://www.academia.edu/8922143/MAKALAH_BAHAN_GALIAN , Fakultas MIPA, IKIP
Mataram
9|Page