Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 2

PROSES EKSTRAKSI NIKEL DAN EMAS

DISUSUN OLEH : RIZA AGUNG NUGRAHA


NPM : 1506775216
MATA KULIAH : METALURGI EKSTRAKSI LANJUT

DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2016

1|Page
Deskripsikan dan jelaskan proses berikut :

1. Proses pengolahan Nikel dengan solvent ekstraksi


2. Proses pengolahan biji emas dengan Amalgamasi, Sianidasi dan Adsorbsi emas
dengan karbon aktif.

Jawaban :

1. Proses pengolahan nikel dengan cara ekstraksi pelarut (solvent)


Salah satu proses pengolahan nikel dengan proses hidrometalurgi adalah dengan
menggunakan metode ekstraksi pelarut (solvent). Ekstraksi pelarut merupakan metode
pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan suatu zat terlarut dari suatu pelarut ke dalam
pelarut lain yang tidak saling bercampur. Ekstraksi pelarut ini didasarkan atas
kemampuan senyawa organik tertentu yang dapat mengekstraksi senyawa ion logam
berharga tertentu.

Ekstraksi pelarut dilakukan dengan cara mentransfer satu (atau lebih) zat
terlarut/solute(s) yang terkandung dalam larutan umpan/feed solution ke dalam zat
pelarut/solvent. Pelarut yang diperkaya zat terlarut/solute (s) disebut ekstrak & larutan
umpan yang miskin dari zat terlarut/solute (s) disebut raffinate.

Gambar 1. Skema Ekstraksi Pelarut

Terdapat 2 tahapan dasar dalam proses ekstraksi pelarut meliputi :


- Tahap ekstraksi adalah tahap dimana larutan ion logam berharga yang ada dalam fasa
aquaeous direaksikan dengan solvent organic tertentu yang sesuai sehingga ion
logamnya terlarutkan dalam solvent organic.
- Tahap stripping adalah tahap dimana ion logam dalam pelarut/solvent kembali
direaksikan dengan pelarut lain yang miskin zat terlarut/solute sehingga ion logam
dapat dipisahkan.

Gambar 2. Proses Ekstraksi dan Stripping

2|Page
Proses pemisahan Nikel-Kobalt.
Contoh skema alur kerja proses pemisahan Nikel-Kobalt dapat dilihat dalam alur kerja
proses ekstraksi Goro process pada ekstraksi nikel dari bijih limonite dan saprolite
sebagai berikut :

Gambar 3. Goro Process

Dalam pemisahan Nikel-Kobalt dalam larutan sulfida digunakan ekstraktan seperti


D2EHPA, Versatile 10, Cyanex 272, dll.
Tabel berikut merupakan ekstraktan yang umum dipakai dalam pemisahan Nikel-Kobalt

3|Page
Gambar 4. Tabel ekstraktan untuk pemisahan Ni-Co dalam larutan sulfida

2. Proses Pengolahan Biji Emas dengan Teknologi Amalgamasi dan Sianidasi

2.1 Teknologi Amalgamasi


Merkuri (Hg), pada temperature (suhu) kamar, adalah zat cair. Bila terjadi kontak antara
merkuri (zat cair) dengan logam (zat padat), maka merkuri membasahi dan menembus
logam untuk membentuk larutan padat merkuri-logam yang disebut amalgam. Proses
yang terjadi disebut amalgamasi. Logam-logam yang dapat membentuk amalgam adalah
emas, perak, tembaga, timah, cadmium, seng, alkali dan alkali tanah. Paduan merkuri-
emas disebut amalgam emas. Kelarutan emas dalam merkuri bertambah dengan naiknya
temperature. Pada temperature kamar kandungan emas dalam amlgam kira-kira 0,14%
Au, sedangkan pada temperatu 100 C sebesar 0,65% Au. Produk amalgasi bijih emas
selanjutnya disebut amalgam, karena tidak hanya mengandung emas melainkan juga
logam lain terutama perak dan tembaga.
2.1.1. Ukuran Butiran
Butiran emas yang bebas, tidak terselubung mineral induk, menjadi pasyarat dalam
amalgamasi, sehingga pembasahan emas dalam bijih emas bervariasi dari yang kasa
(bijih emas yang kaya) sampai yang halus (bijih emas yang miskn).
Dengan demikian batuan atau bijih perlu dipecah atau digerus sampai diperoleh butiran
emas yang bebas (tidak terselubung oleh mineral induk). Namun, kenyataan

4|Page
menunjukkan bahwa butiran emas yang berukuran lebih besar dari 0,074 mmyang dapat
diolah dengan teknik amalgamasi.
2.1.2. Gangguan Amalgamasi
Keberhasilan amalgamasi ditentukan oleh dua kondisi, yaitu (1) kondisi mineralogi dari
bijih yang diolah dan (2) kondisi pulp (campuran material padat yang halus dan air).
Kondisi yang buruk menyebabkan butiran emas tidak dapat dibasahi oleh merkuri dan
merkuri terpecah menjadi partikel-partikel halus, sehingga amlgamasi tidak dapat
berlangsung secara baik. Butiran emas yang berasal dari bijih emas primer yang tidak
teroksidasi biasanya bersih dan mengkilap. Kondisi ini baik untuk amalgamasi. Namun,
butiran emas yang berasal dari bijih yang teroksidasi biasanya kusam dan sering dilapisi
oleh oksida besi. Emas kusam mengurangi kemampuan beramalgamasi dan emas yang
dilapisi oksida besi cendrung tidak bisa beramalgamasi. Untuk menghindari terdapatnya
emas kusam dan emas yang dilapisi oksida besi dapat dicegah secara mekanik (sambil
menggerus).
Mineral sulfida terutama sulfida arsen, antimony, bismuth dan besi berpeluang untuk
menghasilkan ion sulfide (sulfide telarut) di dalam pulp. Ion sulfide dapat menghambat
amalgamasi. Penambahan bahan kimia yang dapat memberikan ion-ion timbal dan
tembaga dapat menolong untuk mengurangi gangguan ini. Penambahan bahan alkali
yang kuat dapat mengurangi gangguan ini.
2.1.3. Bahaya Merkuri terhadap Lingkungan
Pada proses amalgamasi terjadi kehil;angn logam merkuri cair yang terbawa
ampas.Merkuri cair yang larut dalam air dan masuk ke dalam sungai. Merkuri yang
terlarut kemudian dapat masuk ke tubuh ikan. Apabila air sungai tercemar (terminum
ikan atau manusia) maka, persenmyawaan merkuri terdapat pada tubuh manusia.

2.2 Teknologi Sianida


Teknologi sianida adalah proses pelarutan emas yang melibatkan emas (padatan Au),
sianida (sianida terlarut atau ion sianida, CN-), oksigen (gas dari udara O2) dan air
(cairan, H2O). Hasil dari proses ini adalah emas terlarut atau dalam istilah kimia ion
emas sianida, Au(CN). Karena sianida merupakan proses kimia, maka biasanya
dijelaskan dengan reaksi :
4 Au + 8 CN-+ O2 + 2H2O  4Au(CN)2-+ 4HO
Proses pelarutan (emas) tersebut disebut pelindian. Karena bahan pelindinya sianida,
maka pelindian ini disebut pelindian dengan sianida atau sianidasi.

5|Page
2.2.1. Ukuran Butiran
Butiran emas yang terselubung oleh mineral induk disyaratkan dalam proses sianidasi.
Batuan emas dipecah dan digerus sampai diperoleh butiran yang berukuran halus.
Karena teknologi sianidasi labih rumit daripada teknologi amalgamasi, maka jumlah
batuan (bijih) yang diolah lebih besar. Pemecahan batuan memerlukan alat pemecah batu
dan biasanya digunakan jaw crusher (bentuk lain disebut gyratory crusher).
Setelah dipecah, batuan digerus dalam keadaan basah (berair) dalam alat penggerus yang
berbentuk barel atau gelundung yang disebut ball mill (apabila media penggerus
berbentuk batangan). Karena penggerusan berlangsung terus menerus, tidak terputus,
maka alat penggerus dikombinasikan dengan alat pengklasifikasi (penyaringan) ukuran
butiran, biasanya siklon atau pengklasifikasi garukan (rack classifier). Kombinasi kedua
alat ini menghasilkan butiran yang 60-80% berukuran lebih kecil daripada 0,074 mm.

2.2.2. Lingkungan Basa


Sianidasi dikerjakan dalam lingkungan basa pada derajat kebasaan tertentu. Proses
sianidasi dilakukan pada pH 11-12. Derajat kebasaan tertentu ini bertujuan ganda, yaitu
mengoptimalkan ekstraksi atau pelarutan emas dan mengamankan lingkungan kerja.
Kapur biasanya ditambahkan ke dalam alat penggerus pada tahap penggerusan agar pulp
yang terbentuk untuk umpan proses sianida telah siap pada pH 11—12. Pengukuran pH
bisa dilakukan dengan menggunakan alat meteran pH atau yang lebih sederhana dengan
kertas pH (lakmus).

2.2.3. Bahan Pelindi Dan Praktek Sianida


Teknologi sianida sebenarnya dipraktekkan dengan dua cara atau teknik yaitu agitasi dan
perkolasi. Pebedaannya terletak pada ukuran batu (bijih) yang diolah, lamanya proses
dan biaya. Teknik perkolasi ditandai oleh batuan yang berukuran relative besar, proses
yang berlangsung lama (mingguan, sampai tahunan), dan biaya relative rendah.
Sebaliknya teknik agitasi ditandai oleh batuan yang berukuran halus, proses yang
berlangsung singkat (jam atau harian) dan biaya relative lebih tinggi. Teknik perkolasi
dipraktekkan apabila batuan yang ditambang dinilai tidak mungkin diolah dengan teknik
agitasi, karena kebanyakan produksi emas di dunia berasal dari teknologi sianida dengan
teknik agitasi.

6|Page
Sianida yang digunakan biasanya natrium sianida, NaCN, yang merupakan bahan padat
berwarna putih dan mudah larut dalam air. Sianida ditambahkan ke dalam alat penggerus
atau ke dalam tangki pengadukan dalam bentuk larutan natrium sianida 0,05-0,2%
selama 12-24 jam. Jumlah sianida dan lamanya sianida bergantung pada kondisi
mineralogy.

2.2.4. Mineralogy
Keberhasilan dan kegagalan proses sianida ditentukan oleh mineralogy dari batuan
(bijih) yang diolah. Walaupun kebanyakan bijih emas dapat diolah dengan baik oleh
proses sianida, namun beberapa kasus melaporkan kegagalan proses sianida.
Sianida tidak dapat diterapkan untuk mengerjakan bijih emas yang mengandung
cyanicides (mineral-mineral yang mengkonsumsi sianida), bahan organic (karena
mengkonsumsi oksigen dari larutan). Sianidasi juga tidak dapat diterapkan pada bijih
yang butiran emasnya sangat halus (lebih kecil 0,005 mm) dan terselubung dalam
mineral pirit dan/atau arsenopirit, karena kedua mineral sulfide ini stabil, tidak dapat
dihancurkan oleh larutan sianida. Untuk mengolah bijih yang demikian diperlukan
proses awal sebelum diterapkan proses sianidasi.

2.2.5. Perolehan Emas


Proses sianidasi menghasilkan emas terlarut. Dengan demikian, produk proses sianidasi
adalah pulp yang mengandung emas terlarut. Untuk mengambil emas dari larutan dapat
digunakan dua poses, yaitu sementasi (pengendapan) dan adsorbs. Prinsip yang diambil
adalah perolehan perolehan emas yang setinggi mungkin, dan biasanya dengan
perolehan emas di atas 90%.
Dalam proses sementasi digunakan serbuk seng. Dalam proses ini terjadi reaksi
kimia,dimana emas diendapakan dan seng dilarutkan.
Perolehan emas dengan menggunakan sianidasi dan sementasi sebelum tahun 1980an
menjadi teknologi pengolahan emas yang baku. Namun dengan adanya pekembangan
teknologi, sekarang teknologi sianidasi-sementasi diganti, terutama pada pembangunan
instalasi baru, dengan teknologi sianidasi adsorbs.

2.2.6. Bahaya Sianida Teradap Lingkungan


Garam sianida digunakan dalam pengolahan emas sejak kira-kira 100 tahun yang
lalu,walaupun garam sianida beracun, namun pengolahan emas dengan sianida

7|Page
merupakan metode pengolahan emas yang baku sampai saat ini. Oleh karena itu,
teknologi pengolahan emas yang menggunakan sianida dikembangkan dengan perhatian
yang sangat besar pada upaya penyelamatan lingkungan.
Industri pengolahan emas dengan sianida dilarang membuang air limbah yang
mengandung sianida lebih tinggi dari 0,5 mg per liter Natrium sianida. Bahan ini adalah
zat padat yang berwarna putih dan mudah larut dalam air.
Sianida terlarut (ion sianida) dapat terurai membentuk gas hydrogen sianida, HCN,
apabila pH lebih rendah dari 9. oleh karena itu, dalam teknologi sianida diupayakan
bekerja dengan pulp pada pH = 10-11. pada kondisi ini, perolehan emas optimal dan
pembentukan gas HCN dapat dicegah. Apabila gas sianida dengan konsentrasi 300 mg
perliter terhirup oleh pekerja maka orang itu akan mati. Selain melalui pernapasan,
sianida dapat masuk ke badan manusia melalui kulit dan mulut. Orang akan mati apabila
kulitnya menyerap sianida dalam jumlah 50-60 mg. sedangkan konsentrasi sianida yang
fatal, apabial menelannya adalah 1 mg per kg berat badan manusia.

2.3 Proses Adsorpsi dengan karbon aktif.


Proses adsorpsi karbon yaitu proses adsorpsi emas dengan menggunakan karbon aktif.
Dalam sianidasi dengan karbon, bijih emas dilumat menjadi bubur dan emasnya
dilarutkan dalam larutan sianida. Kemudian ditambahkan karbon aktif untuk
mengadsorpsi ion-ion kompleks emas.
Reaksi kimia yang terjadi adalah :

2Au (CN)2- + Ca2+ + 2C → Ca[C-Au(CN)2]2


2Ag (CN)2- + Ca 2+ + 2C → Ca[C-Ag(CN)2]2

Dalam proses adsorbs biasa digunakan butiran karbon aktif berasal dari tempurung
kelapa. Butiran karbon aktif ini jauh lebih kasar daripada butiran batuan. Emas terlarut
(ion emas sianida) diadsorbsi oleh kabon aktif. Teknologi ini dikembangkan sedemikian
rupa sehingga tidak diperlukan peralatan untuk memisahkan cairan dari padatan (alat
filtrasi) dan kemudian dikenal dengan sebutan proses karbon-dalam-pulp (Cabon-In-
Pulp, CIP) dan karbon dalam pelindian (Carbon in-Leach, CIL). Karbon yang kaya emas
ini kemudian diolah untuk diambil emasnya.

8|Page
3. Daftar Referensi

[1] Bacon, G., and Mihaylov, I., 2002, Solvent Extraction as an Enabling Technology in The
Nickel Industry, The Journal of The South African Institute of Mining and Metallurgy.

[2] Roy, S., n.d., Solvent Extraction, Lecturer Material, Metallurgical & Material Engineering
Dept. Jadavpur University, diakses dari http://www.slideshare.net pada tanggal 18-Maret-
2016

[2] Sapari, E., 2011, Makalah Bahan Galian Emas, diakses tanggal 18-Maret-2016 dari
https://www.academia.edu/8922143/MAKALAH_BAHAN_GALIAN , Fakultas MIPA, IKIP
Mataram

9|Page

Anda mungkin juga menyukai