Anda di halaman 1dari 2

PLURALISME HUKUM

Dimulai sejak abad ke-20 keanekaragaman sistem hukum dianggap sebagai gejala pluralism
hukum. Para legal pluralisme pada masa permulaan (1970 an) mengajukan konsep pluralisme
hukum yang meskipun agak bervariasi. namun pada dasarnya mengacu pada" adanya lebih dari
satu sistem hukum yang secara bersama-sama berada dalam lapangan sosial yang sama.
Definisi :
Sally Engle Merry. pluralismc hukum adalah "is gellerally defined as a situation which two or
more legal system coexist in the same social field (Merry. 1988: 870)
Grifiths mengajukan konsep klasik yang mengacu pada adanya lebih dari satu tatanan hokum
dalam suatu arena sosial. "By legal pluralism I mean the presence in a social field of more than
one legal order”
jadi intinya Dalam arena pluralisme hukum itu terdapat hukum negara di satu sisi. dan di sisi lain
adalah hukum rakyat yang pada prinsipnya tidak berasal dari negara, yang: terdiri dari hukum adat.
agama, kebiasaan-kebiasaan atau konvensikonvensi sosial lain yang dipandang sebagai hukum.
Melalui pandangan pluralisme hukum :
• dapat menjelaskan bagaimanakah hukum yang beraneka ragam secara bersama-sama
mengatur suatu perkara. dalam kenyataan terdapat sistem-sistem hukum lain di luar hukum
negara (state law).
• dapat diamati bagaimanakah semua sistem hukum tersebut “beroperasi” bersama-sama
dalam kehidupan sehari-hari.
• dapat diamati dalam konteks apa orang memilih (kombinasi) aturan hukum tertentu, dan
dalam konteks apa ia memilih aturan dan sistem peradilan yang lain.

Griffiths membedakan adanya dua macam pluralisme hukum yaitu:


1. weak legal pluralism (konsep hukum pluralism yang lemah)
adalah bentuk lain dari sentralisme hukum karena meskipun mengakui adanya pluralisme
hokum, tctapi hukum negara tetap dipandang sebagai superior. sementara hokum-hukum
yang lain disatukan dalam hierarki di bawah hukum negara. Contoh dari pandangan
pluralisme hukum yang Iemah adalah konsep yang diajukan oleh Hooker: "The term legal
pluralism refers to the situation in which two or more laws interact"
2. strong legal pluralism (konsep hukum pluralism yang kuat)
merupakan produk dari para ilmuwan sosial adalah pengamatan ilmiah mengenai fakta
adanya kemajemukan tatanan hukum yang terdapat disemua (kelompok) masyarakat.
Pandangan beberapa ahli dalam pluralisme hukum yang kuat diataranya teori living law
dari Eugene Ehrlich yaitu aturan·aturan hukum yang hidup dari tatanan normative yang
dikontraskan dengan hukum negara. tidak hanya menunjukkan hahwa ada jurang di antara
law on the books dan aturan·aturan dalam kehidupan sosial. tetapi juga hahwa keduanya
merupakan kategori yang bcrbeda secara hakiki. Pandangan lain yang dikategorikan
sebagai pluralisme hokum yang kuat menurut Griffiths adalah teori dari Sally Falk Moore
mengenai pembentukan aturan dengan disertai kekuatan pemaksa di dalam
kelompok·kelompok sosial yang diberi label the semi-autonomous social field.
Perkembangan konsep Legal Pluralism:
• Tidak menonjolkan dikotomi antar sistem hukum negara di satu sisi dan sistem hukum
rakyat di sisi lain
• Pluralisme hukum lebih menekankan pada : “a variety of interacting, competing normative
orders – each mutually influencing the emergence and operation of each other’s rules,
process and institutions” (Kleinshans dan MacDonald).
• Pemikiran pluralisme hukum terakhir menunjukkan adanya perkembangan baru, yaitu
memberi perhatian kepada terjadinya saling ketergantungan atau saling pengaruh
(interdependensi, interfaces) antara berbagai sistem hukum, terutama antara hukum
internasional, nasional, dan lokal.
• Pluralismc dalam hukum negara tidak saja herasal dari pembagian jurisdiksi normarif
secara formal seperti pengaturan pada badan-hadan korporasi. Lembagal-lembaga polilik,
badan-badan ekonomi. dan badan-badan adminisrrasi yang berada dalam satu sistem, tetapi
juga dalam banyak situasi dapat dijumpai adanya choice of law, bahkan conflict of law.
Pada prinsipnya state of law itself typically comprises multiple bodies of law, with
multiple instutional reflections and multiple sources of legitimacy(Kleinhans dan MacD
1972 :32)

Anda mungkin juga menyukai