Anda di halaman 1dari 5

Berdasarkan SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), opini audit terdiri

dari 5 macam, yaitu :

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion)


--WTP

Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan


keuangan harus menyajikan data secara real dan wajar. Dalam semua
hal yang material, hasil usaha, posisi keuangan, serta arus kas entitas
tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.

Ini adalah pendapat yang dikemukakan dalam laporan auditor dalam


bentuk baku. Kriteria pendapat wajar tanpa pengecualian antara lain.

1. Laporan keuangan lengkap


2. Tiga standar umum telah dipenuhi
3. Bukti yang cukup telah diakumulasi untuk menyimpulkan bahwa
tiga standar lapangan telah dipatuhi
4. Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP (Generally
Accepted Accounting Principles)
5. Tidak terdapat keadaan yang memungkinkan auditor untuk
menambahkan paragraf penjelas atau modifikasi laporan

2. Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan


(Modified Unqualified Opinion)-- WTP-DPP

Keadaan tertentu membuat auditor harus menambahkan suatu paragraf


penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya.
Auditor menyampaikan pendapat ini jika:

1. Kurang konsistennya suatu entitas dalam menerapkan GAAP


2. Keraguan besar akan konsep going concern Auditor ingin
menekankan suatu hal

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) –


WDP

Adalah suatu pendapat yang diberikan pada saat laporan keuangan dikatakan wajar didalam
hal yang material, namun tetapi terdapat sesuatu penyimpangan atau juga kurang lengkap
pada pos tertentu, sehingga harus dilakukan pengecualian . Dari pengecualian tersebutlah
yang bisa mungkin terjadi, apabila:

1. Buktinnya kurang cukup

2. Adanya pembatasan dalam ruang lingkup

3. Terdapat suatu penyimpangan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku secara
umum (SAK).
Menurut SA 508 paragraf 20 (IAI, 2002:508.11), jenis pendapat tersebut diberikan apabila:

 Tidak adanya bukti kompeten yang cukup dan jelas atau juga adanya pembatasan
dalam lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi suatu laporan keuangan
dengan secara keseluruhan.

 Auditor yakin bahwa laporan keuangan tersebut berisikan suatu penyimpangan dari
prinsip akuntansi yang berlaku secara umum yang berdampak material namun tetapi
tidak mempengaruhi laporan keuangan dengan secara keseluruhan. Penyimpangan
tersebut bisa berupa suatu pengungkapan yang tidak memadai, ataupun perubahan
didalam prinsip akuntansi.

Pendapat wajar disertai pengecualian, menyatakan bahwa laporan


keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di seluruh Indonesia, kecuali untuk
dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

Suatu laporan yang diterbitkan dengan qualified opinion apabila auditor


yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara
wajar tetapi ada pembatasan ruang lingkup audit atau data keuangan
menunjukan kelalaian dalam mengikuti GAAP/PSAK

4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) --TW

Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan yang tidak


menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas
entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.

Suatu laporan yang diterbitkan mendapat opini tidak wajar apabila


auditor yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan mengandung
salah saji yang material atau menyesatkan sehingga tidak menyajikan
secara wajar posisi keuangan perusahaan atau hasil operasi dan arus kas
sesuai dengan GAAP.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of


Opinion) --TMP

Pernyataan tidak memberikan pendapat yang menyatakan bahwa


auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Opini ini
dikeluarkan saat auditor merasa tidak puas dengan seluruh laporan
keuangan yang disajikan.

Suatu laporan audit yang tidak diberikan pendapat yaitu apabila auditor
tidak dapat meyakinkan dirinya bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan telah disajikan secara wajar atau auditor merasa tidak
independen.

Hal ini dapat dilakukan oleh auditor jika saat pada tahapan awal
persiapan audit, perusahaan yang akan diaudit tersebut memiliki
integritas yang kurang dan/atau setelah mengobservasi terlebih dahulu
melalui tim pengendalian internal perusahaan yang diaudit ternyata
pengendalian internal nya sudah ketahuan buruk. Maka auditor boleh
untuk tidak memberikan pendapat.

AS 106 (AU 326) mengklasifikasikan asersi ke dalam tiga kategori:

1. Asersi tentang kelas transaksi dan peristiwa selama periode yang diaudit

2. Asersi tentang saldo akun pada akhir periode

3. Asersi tentang penyajian dan pengungkapan

Asersi khusus yang termasuk dalam setiap kategori disajikan pada tabel 6-2. Asersi-asersi itu
dikelompokkan sehingga yang berkaitan diantara kategori asersi dimasukkan ke dalam baris
tabel yang sama.

Manajemen menyatakan beberapa asersi tentang transaksi. Asersi-asersi tersebut juga berlaku
pada peristiwa lain yang dicerminkan dalam catatan akuntansi, seperti pencatatan penyusutan
dan pengakuan kewajiban pensiun.

Keterjadian Asersi keterjadian bersangkutan dengan apakah transaksi yang dicatat dalam
laporan keuangan benar-benar terjadi selama periode akuntansi itu. Sebagai contoh,
manajemen menegaskan bahwa transaksi penjualan yang dicatat merupakan pertukaran
barang atau jasa yang benar-benar terjadi.

Kelengkapan Asersi ini menyatakan apakah semua transaksi yang harus dimasukkan dalam
laporan keuangan sudah dimasukkan seluruhnya. Sebagai contoh, manajemen menegaskan
bahwa semua penjualan barang dan jasa telah dicatat dan dimasukkan dalam laporan
keuangan.

Keakuratan Asersi keakuratan menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada jumlah yang
benar. Penggunaan harga yang salah untuk mencatat transaksi penjualan dan kekeliruan atau
kesalahan dalam menghitung perkalian harga dengan kuantitas merupakan contoh
pelanggaran atas asersi keakuratan.

Klasifikasi Asersi klasifikasi menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada akun yang
tepat. Pencatatan gaji bagian administrasi pada harga pokok penjualan merupakan satu contoh
pelanggaran atas asersi klasifikasi.
Cutoff Asersi cutoff menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada periode akuntansi yang
benar. Mencatat transaksi penjualan pada bulan Desember sementara barang belum
dikirimkan sampai bulan januari melanggar asersi cutoff.

Eksistensi Asersi eksistensi bersangkutan dengan apakah aktiva, kewajiban, dan kepentingan
ekuitas yang dicantumkan dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca.

Kelengkapan Asersi ini menyatakan apakah semua akun yang harus disajikan dalam laporan
keuangan pada kenyataannya sudah dicantumkan.

Penilaian atau Alokasi Asersi ini berkaitan dengan apakah akun aktiva, kewajiban, dan
kepentingan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat,
termasuk setiap penyesuaian penilaian untuk mencerminkan jumlah aktiva pada nilai realisasi
bersih.

Hak dan Kewajiban Asersi ini membahas tentang apakah aktiva merupakan hak entitas dan
apakah kewajiban merupakan kewajiban entitas pada tanggal tertentu.

Keterjadian serta Hak dan Kewajiban Asersi ini menyatakan apakah peristiwa-peristiwa
yang diungkapkan telah terjadi dan merupakan hak serta kewajiban entitas.

Kelengkapan Asersi ini bersangkutan dengan apakah semua pengungkapan yang diperlukan
telah dicantumkan dalam laporan keuangan.

Keakuratan dan Penilaian Asersi ini bersangkutan dengan apakah informasi keuangan
diungkapkan secara wajar dan pada jumlah yang tepat.

Klasifikasi dan Dapat Dipahami Asersi ini berkaitan dengn apakah jumlah-jumlah telah
diklasifikasikan secara tepa dalam laporan keuangan dan catatan kaki, serta apakah uraian
saldo dan pengungkapan yang bertalian dapat dipahami.

Konfirmasi adalah salah satu teknik yang digunakan untuk memperoleh bukti audit. Bukti
audit dengan menggunakan konfirmasi memiliki tingkat independen yang baik. Hal ini
dikarenakan konfirmasi akan meminta keterangan dari pihak ke tiga berkaitan dengan
transaksi dengan klien.

Semakin tinggi resiko pengendalian dan resiko bawaan dari entitas klien membuat auditor
harus memiliki bukti audit yang cukup untuk meyakinkan asersi pada laporan keuangan.
Auditor harus memperdalam pengujian subtantif atas laporan keuangan dengan menemukan
lebih banyak bukti yang dapat menunjukan asersi laporan keuangan. Melalui konfirmasi,
auditor akan memperoleh bukti yang independen yang dapat meyakinkan atas asersi yang
melekat pada laporan keuangan.

Tujuan dari konfirmasi adalah untuk mengumpulkan bukti audit sebagai dasar menyatakan
pendapat. Jika pada proses konfirmasi ternyata tidak cukup untuk menekan resiko audit,
maka auditor wajib melakukan prosedur tambahan. Sebagai contoh jika pada proses
konfirmasi akun piutang, auditor merasa belum memiliki cukup bukti untuk meyakinkan
asersi suatu laporan keuangan. Auditor dapat melakukan prosedur tambahan dengan
melakukan prosedur subsequent pelunasan piutang. Jadi auditor akan melakukan pembuktian
saldo piutang per tanggal laporan keuangan dengan mengecek pelunasan piutang tersebut
setelah tanggal pelaporan.

Konfirmasi dibagi menjadi dua, yaitu konfirmasi positif dan konfirmasi negatif. Konfirmasi
positif biasa dilakukan untuk jumlah sampel kecil dengan saldo yang besar. Bentuk
konfirmasi positif, biasanya menyebutkan informasi yang dibutuhkan auditor dan responden
menjawab setuju atau tidak. Namun, terkadang pada konfirmasi positif auditor
mengkosongkan informasi yang hendak ditanyakan dan pihak responden lah yang
mengisikan informasi tersebut. Konfirmasi positif dapat dijadikan sebagai bukti audit jika
responden membalas konfirmasi yang diberikan.

Konfirmasi negatif biasa dilakukan untuk sampel dalam jumlah besar dengan saldo kecil.
Bentuk konfirmasi ini juga mencantumkan informasi yang hendak ditanyakan kepada pihak
responden. Namun, pada konfirmasi negatif dapat dijadikan alat bukti audit meski tidak
mendapatkan jawaban. Hal ini dikarenakan, pada konfirmasi negatif, responden tidak perlu
menjawab jika informasi yang tercantum sudah sesuai.

Pada proses konfirmasi, auditor sebaiknya melihat pengalaman tahun lalu. Hal ini untuk
memanajemen waktu yang digunakan dalam proses audit. Jika berdasarkan pengalaman
tahun lalu, respon yang diterima dari proses konfirmasi tidak cukup untuk menjadi bukti
audit. Auditor dapat memilih untuk tidak melakukan proses konfirmasi dan langsung
menggunakan prosedur lainnya. Proses konfirmasi piutang usaha diperkenankan tidak
dilakukan jika terdapat kondisi sebagai berikut:
1. Piutang usaha merupakan jumlah yang tidak material dalam laporan keuangan.
2. Penggunaan konfirmasi akan tidak efektif.
3. Gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran sedemikian rendah,
dan tingkat risiko taksiran tersebut, bersamaan dengan bukti yang diharapkan untuk diperoleh
dari prosedur analitik atau pengujian substantif rinci, adalah cukup untuk mengurangi risiko
audit ke tingkat yang cukup rendah untuk asersi laporan keuangan yang bersangkutan. Dalam
banyak situasi, baik konfirmasi piutang usaha maupun pengujian substantif rinci diperlukan
untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah bagi asersi laporan keuangan
yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai