Anda di halaman 1dari 16

GURU BAHASA

INDONESIA SMK
Smile! to Learning Resourse. WordPress.com site
ever,Okay? Thanks !

Search
Main menu
Skip to primary content

PENGEMBANGAN BUDAYA DAN


IKLIM SEKOLAH

3 Votes

Budaya dan iklim organisasi sekolah secara konsisten ditemukan berkorelasi


positif dengan prestasi belajar. Penelitian Cheng (1993) menunjukkan bahwa
sekolah dengan budaya organisasi (cita-cita, keyakinan, dan misi) yang kokoh
cenderung dipandang lebih efektif dalam hal produktivitas, kemampuan
adaptasi dan keluwesan. Demikian juga halnya, kinerja sekolah ditentukan oleh
suasana atau iklim lingkungan kerja pada sekolah tersebut. Di negara-negara
maju, riset tentang iklim kerja di sekolah telah berkembang dengan mapan dan
memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi pembentukan sekolah-
sekolah yang berhasil. Ditegaskan bahwa jika guru merasakan suasana kerja
yang kondusif di sekolahnya, maka dapat diharapkan siswanya akan mencapai
prestasi akademik yang memuaskan. Kekondusifan iklim kerja suatu sekolah
mempengaruhi sikap dan tindakan seluruh komunitas sekolah tersebut,
khususnya pada pencapaian prestasi akademik siswa. Purkey dan Smith (1985)
menyatakan bahwa prestasi akademik siswa dipengaruhi sangat kuat oleh
suasana kejiwaan atau iklim kerja sekolah. Lebih lanjut Hughes (1991)
menegaskan bahwa setiap sekolah mempunyai karakter suasana kerja, yang
akan mempengaruhi keberhasilan proses kegiatan pembelajaran di kelas.

Pembentukan suasana pembelajaran yang kondusif perlu diciptakan dalam


seluruh lingkungan sekolah termasuk didalamnya lingkungan kelas. Secara
eksplisit faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di
dalam kelas antara lain adalah kompetensi guru, metode pembelajaran yang
dipakai, kurikulum, sarana dan prasarana, serta lingkungan pembelajaran baik
lingkungan alam, psikososial dan budaya (Depdikbud, 1994). Dapat diartikan
disini bahwa lingkungan sosial pembelajaran di kelas maupun di sekolah (kantor
guru dan staf tata usaha) mempunyai pengaruh baik langsung maupun tak
langsung terhadap proses kegiatan pembelajaran.

Dalam sekolah efektif, perhatian khusus diberikan kepada penciptaan dan


pemeliharaan iklim yang kondusif untuk belajar (Reynolds, 1990). Iklim yang
kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman, tertib, dan
nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.
Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu
organisasi. Apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar
tercapai peningkatan prestasi kerja (Davis dan Newstrom, 1985). Pandangan ini
mengindikasikan kualitas iklim yang memungkinkan meningkatnya prestasi
kerja. Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tetapi ia ada seperti udara dalam
ruangan. Ia mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu
organisasi. Iklim dapat mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja
(Davis dan Newstrom, 1985).

Budaya dan iklim sekolah yang kondusif sangat penting agar siswa merasa
tenang, aman dan bersikap positif terhadap sekolahnya, agar guru merasakan
diri dihargai, dan agar orangtua dan masyarakat merasa dirinya diterima dan
dilibatkan (Townsend, 1994). Hal ini dapat terjadi melalui penciptaan norma dan
kebiasaan yang positif, hubungan dan kerja sama yang harmonis yang didasari
oleh sikap saling menghargai satu sama lain. Hal yang sama dikemukakan oleh
Wijaya (2005), yaitu budaya sekolah yang perlu ditumbuhkan berupa suasana
saling hormat antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan
guru, dan dengan pihak lainnya. Sehubungan dengan itu maka iklim sekolah
dapat digolongkan menjadi enam kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim
bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal,
dan (6) iklim tertutup (Halpin & B Croft dalam Burhanunudin, 1994). Selain itu,
iklim sekolah yang kondusif mendorong setiap personil yang terlibat dalam
organisasi sekolah untuk bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah
pada prestasi siswa yang tinggi.

Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan budaya dan


iklim sekolah yang kondusif dikemukakan berikut ini.

A. Penataan Lingkungan Fisik Sekolah

Perawatan Fasilitas Fisik Sekolah


Salah satu ciri sekolah efektif adalah terciptanya budaya dan iklim sekolah yang
menyenangkan sehingga siswa merasa aman, nyaman, dan tertib di dalam
belajarnya. Hal ini ditandai dengan fasilitas-fasilitas fisik sekolah terawat dengan
baik. Penampilan fisik sekolah selalu bersih, rapi, indah dan nyaman. Hal ini
dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:

a. Pekarangan dan lingkungan sekolah yang tertata sedemikian rupa sehingga


memberi kesan asri, teduh, dan nyaman, serta dimanfaatkan untuk menanam
sayuran dan apotik hidup.

b. Budaya bersih juga senantiasa ditumbuhkan di kalangan warga sekolah


dengan membiasakan perilaku membuang sampah pada tempatnya.

c. Dalam lingkungan sekolah terdapat beberapa kawasan khusus seperti:


kawasan wajib senyum, kawasan bebas narkoba dan rokok, dan kawasan wajib
bahasa Inggeris (English area).

d. Adanya pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa moral dan akhlak yang


mendorong meningkatnya kecerdasan spritual peserta didik, seperti: (a) berdoa
sebelum pelajaran dimulai; (b) menumbuhkan budaya relegius dengan
membiasakan murid mengucapkan dan membalas salam setiap bertemu; (c)
mengadakan pengajian secara rutin; (d) shalat berjamaah pada waktu shalat
duhur; dan (e) terdapat juga sekolah yang mengadakan “kultum” setiap hari dan
menugaskan siswa berceramah sekali seminggu.

Penataan Ruang Kelas


Kondisi kelas yang menyenangkan perlu diciptakan sehingga tercipta suasana
yang mendorong siswa belajar. Penggunaan musik instrumentalia yang lembut
dapat lebih menciptakan suasana menyenangkan dan memberi efek penente-
raman emosi, baik pada saat siswa belajar di kelas maupun pada saat mereka
melakukan berbagai aktivitas lainnya di luar kelas.
Penggunaan Sistem Kelas Berpindah (Moving-Class)
Moving-class adalah sistem pengelolaan aktivitas pembelajaran di mana kelas-
kelas tertentu ditata khusus menjadi sentra pembelajaran bidang studi/mata
pelajaran tertentu. Penggunaan sistem moving-class (kelas berpindah)
merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan
ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam sistem moving-class ini, ruang-
ruang kelas tertentu dapat ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata
pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas
kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room
atau sentra belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan
berbagai aspek yang ada di kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan
karaketeristik pembelajaran mata pelajaran tertentu.

Penggunaan Poster Afirmasi


Poster-poster afirmasi, yaitu poster yang berisi pesan-pesan positif digunakan
dan dipajang di berbagai tempat strategis yang mudah dan dapat selalu dilihat
oleh siswa. Poster afirmasi ini dapat digunakan untuk mensosialisasikan dan
menanamkan pesan-pesan spiritual kepada siswa dan warga sekolah.

Pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan ayat Al-Quran,
hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang perlu diperhatikan,
adalah pengadaan dan penempatan poster afirmasi ini jangan sampai terkesan
berlebihan atau menjadi pesan sloganis belaka.

B. Penataan Lingkungan Sosial Sekolah

Penciptaan Keamanan di Lingkungan Sekolah


Sekolah yang efektif perlu memperhatikan keamanan sekitar. Sekolah terbebas
dari gangguan keamanan baik dari dalam maupun dari luar sekolah. Untuk
menjamin keamanan sekolah maka harus didukung adanya tata tertib sekolah
yang menjadi acuan dari semua warga sekolah. Tata tertib sekolah dapat
terlaksana dengan baik, apabila didukung oleh seluruh penyelenggara sekolah.
Karena itu kepala sekolah, guru, dan staf harus menjadi model dan teladan
untuk penegakan tata tertib dan disiplin.

Penciptaan Relasi Kekeluargaan dan Kebersamaan


Sekolah menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan antara kepala
sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orangtua, sehingga satu sama lain saling
berbagi dan memberi bantuan. Sekolah membangun budaya setara di kalangan
warga sekolah. Iklim interaksi antar warga sekolah dibangun atas dasar prinsip
”I Thou Relationship” bukan hubungan yang bersifat ”I-it Relathionsip”.

Dalam hubungan dengan ciri ”I Thou Relationship”, setiap individu memandang


dan memperlakukan individu lainnya sebagai subjek, pribadi yang patut
dihargai, dihormati, dan memiliki kebutuhan dan kewenangan sendiri untuk
menentukan keputusan dan pilihannya sendiri.

Budaya dan iklim sekolah yang bercirikan model hubungan seperti ini akan
dapat membangun rasa kebersamaan dan dapat memicu berkembangnya rasa
percaya diri dan kreativitas semua warga sekolah, termasuk semua siswa.

Hubungan kekeluargaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Orang tua siswa dilibatkan dalam berbagai kegiatan, seperti pembuatan tata
tertib, mengontrol perkembangan belajar anaknya, penegakan kedisiplinan di
sekolah, pertemuan berkala antara orangtua dan pihak sekolah, memberikan
sumbangan dalam bentuk materi.

b. Prosedur untuk melibatkan orang tua disampaikan secara jelas. Orangtua


siswa diberi kesempatan untuk mengunjungi sekolah guna mengobservasi
program pendidikan. Orangtua dan masayarakat dilibatkan dalam pembuatan
keputusan-keputusan strategis di sekolah.

c. Sekolah senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan orangtua dan


masyarakat melalui wadah Komite Sekolah. Keterlibatan komite sekolah secara
nyata ditemukan pada semua sekolah dalam berbagai aspek dan kegiatan,
seperti menjaga kebersihan lingkungan dan keamanan sekolah, pengadaan
sarana sekolah, ikut serta memutuskan sanksi terhadap pelanggaran di sekolah,
mendorong dunia usaha dan industri untuk berpartisipasi dalam pengembangan
sekolah, dan memberdayakan orang tua siswa yang memiliki kemampuan
finansil atau peran penting di lembaga pemerintah dan swasta dalam berbagai
kegiatan sekolah,

d. Memaksimalkan buku penghubung sebagai alat pengontrol kemajuan siswa


sekaligus wadah menjalin komunikasi dengan orang tua.

e. Pelibatan tokoh masyarakat. Sebaliknya dalam hubungan yang dicirikan


dengan ”I-it Relathionsip”, individu tertentu, katakanlah guru tertentu,
memandang individu lain (katakanlah siswa) sebagai objek, perlu dituntun, tidak
berhak untuk menyatakan kebutuhan dan kepentingannya, dan dapat
diperlakukan sesuai kemauan dan determinasi sang guru. Ciri hubungan seperti
ini akan mematikan kretivitas dan rasa percaya diri sisiwa, dan cenderung
mengembangkan sikap asosial, bahkan anti sosial, pada diri siswa.

C. Penataan Personil Sekolah

Pemberian Ganjaran Positif bagi Karya Terbaik Siswa


Karya-karya cemerlang siswa dipajang di kelas atau ruang kepala sekolah dan
diberi ganjaran positif. Ganjaran hendaknya diberikan sesegara mungkin dan
diarahkan untuk memberi rasa kebanggaaan dan untuk mempertahankan
motivasi siswa yang diberi ganjaran serta menstimulasi siswa lainnya untuk
menghasilkan prestasi yang sama.

Ganjaran juga dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi dan gairah


berprestasi di kalangan siswa. Ganjaran akan efektif jika diberikan sesegara
mungkin dan dilakukan secara konsisten pada setiap siswa yang menunjukkan
prestasi.

Pengembangan Rasa Memiliki Terhadap Sekolah


Sekolah menciptakan rasa memiliki sehingga guru, staf administrasi dan siswa
menunjukkan rasa bangga terhadap sekolahnya. Setiap warga sekolah merasa
bertanggung jawab untuk menjaga kondusivitas lingkungan sekolah. Ini bisa
dicapai, antara lain dengan memberi tanggung jawab pengelolaan dan
perawatan wilayah tertentu kepada kelompok kelas atau ruang tertentu.

Pemberian Jaminan Atas Kemaslahatan Siswa


Kemaslahatan siswa merupakan kriteria penting yang digunakan dalam
pembuatan keputusan tentang mereka. Setiap keputusan yang dibuat di sekolah
hendaknya memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan kondisi khusus siswa.
Keputusan yang dibuat hendaknya juga dapat memenuhi prinsip keadilan dan
kesetaraan di kalangan siswa, termasuk keadilan dan kesetaraan gender, ras,
etnis, kelas sosial, agama, kondisi fisik, ataupun varian-varian latar siswa
lainnya.

Akseptabilitas Guru Terhadap Metode Pembelajaran Terbaru


Guru bersedia mengubah metode-metode mengajar, bila metode yang lebih
baik diperkenalkan kepadanya. Berbagai metode dan strategi pembelajaran
yang efektif telah ditawarkan dan disosialisasikan melalui berbagai media,
seperti buku, internet, dan pelatihan. Penerapan berbagai metode dan strategi
pembelajaran yang efektif dan telah teruji perlu menjadi bagian yang mencoraki
iklim pembelajaran di sekolah. Dengan demikian, guru perlu mengadopsi dan
mencoba menerapkan berbagai metode dan strategi pembelajaran tersebut
untuk lebih mengefektifkan proses pembelajarannya.

Harapan yang Tinggi Untuk Berprestasi


Karakteristik ini pada umumnya ditemukan dalam sekolah efektif. Penelitian
Moedjiarto (1990) dan Witte dan Walsh (1990) mengungkapkan adanya
hubungan yang signifikan antara harapan yang tinggi untuk berprestasi dan
prestasi akademik siswa. Karakteristik ini berkenaan dengan penciptaan etos
positif yang dapat mendorong siswa berprestasi.
Hal ini sejalan dengan teori motivasi-iklim baik dari Herzberg (Hersey dan
Blanchard, 1992). Dijelaskan bahwa faktor-faktor motivasi-iklim baik, yaitu: (1)
pekerjaan itu sendiri, yang meliputi: (a) prestasi; (b) pengakuan akan
keberhasilan; (c) pekerjaan yang menantang; (d) meningkatnya tanggung
jawab; (e) pertumbuhan dan perkembangan.Lingkungan, terdiri dari: (a)
kebijaksanaan dan administrasi; (b) supervisi; (c) kondiisi kerja; (d) hubungan
antar pribadi; (e) penghargaan, status, dan keamanan.

Menurut Mortimore (1993), harapan yang tinggi yang ditransmisikan ke dalam


kelas berperan dalam meningkatkan ekspektasi diri siswa terutama berkenan
dengan peningkatan prestasi akademik mereka.

Murphy (1985) seperti dikutip oleh Wayson, dkk. (1988) mengungkapkan bahwa
harapan dan standar untuk berprestasi yang tinggi juga perlu bagi para staf
sekolah yang ditandai dengan adanya: (1) keyakinan bahwa semua siswa dapat
belajar, (2) tanggung jawab bagi pembelajaran siswa, (3) harapan yang tinggi
akan pekerjaan yang berkualitas tinggi, (4) persyaratan promosi dan
penjenjang-an, dan (5) pemberian perhatian pribadi kepada siswa perorangan.

D. Penataan Lingkungan Kerja Sekolah

Pengaturan Jadwal Acara dan Aktivitas Sekolah


Semua aktivitas di sekolah harus dijadwalkan secara baik, agar kegiatan proses
belajar-mengajar tidak terganggu. Sehubungan dengan itu, maka seluruh
kegiatan non-teaching yang bersifat regular dan yang bersifat insidental perlu
diidentifikasi. Aktivitas bersifat regular dan dilakukan setiap semester/tahun di
sekolah, misalnya: acara perpisahan sekolah, kegiatan OSIS, porseni, peringatan
hari-hari besar, PMR, sebaiknya dijadwal dan disesuaikan dengan kalender
pembelajaran agar jadwal proses belajar-mengajar dan implemantasi kurikulum
tidak terganggu. Aktivitas yang bersifat insidental dan tidak terjadwal dalam
program semester/tahunan, misalnya: penyuluhan tentang anti narkoba,
mading, karya tulis remaja, dan lain-lain sedapat mungkin dilaksanakan pada
waktu-waktu yang tidak mengganggu aktivitas proses belajar-mengajar.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semua aktivitas sekolah harus


dijadwalkan sehingga kegiatan yang dilaksanakan di sekolah maupun di dalam
kelas dapat berjalan lancar. Atau dengan kata lain semua kegiatan baik kegiatan
kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, hendaknya diatur sedemikian
rupa sehingga tidak saling tumpang tindih.

Pertemuan antara kepala sekolah dengan berbagai pihak, seperti komite


sekolah, guru, siswa, sebagai wahana saling mengkomunikasikan ide, rencana,
program, dan kegiatan sebaiknya ditata secara baik sehingga tidak saling
mengganggu.
Penciptaan Budaya Kerja
Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian dalam upaya penciptaan
budaya kerja yang positif seperti:

a. Penerapan disiplin dan tatatertib sesuai dengan mentaati jam kerja yang
berlaku di lingkungan sekolah.

b. Setiap guru bidang studi dan wali kelas senantiasa melakukan pemantauan
dan evaluasi secara periodik terhadap peningkatan disiplin dan prestasi belajar
siswa

c. Kepala sekolah, guru dan wali kelas wajib menciptakan iklim kerja dan iklim
belajar yang kondusif dalam rangka untuk meningkatkan kinerja guru dan
prestasi belajar siswa.

d. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada siswa dan masyarakat,


kepala sekolah, guru dan staf menyusun mekanisme proses pelayanan yang
direncanakan maupun mekanisme pelayanan langsung/spontan berhubungan
proses belajar mengajar dan kegiatan yang dapat menunjang kelancaran proses
belajar mengajar.

e. Menyiapkan buku bacaan sekolah di setiap sudut atau ruang sekolah dalam
bentuk taman bacaan atau ruang tunggu yang bisa digunakan oleh siapa saja
tanpa harus dijaga karena didasari oleh kebutuhan dan kejujuran.

f. Memberikan kesempatan kepada para guru, staf dan siswa untuk


meningkatkan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas melalui pendidikan dan
pelatihan, baik yang bersifat formal maupun informal.

g. Dalam rangka menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif,


menanamkan budaya pengawasan melekat (WASKAT) terhadap seluruh personil
sekolah secara intensif.

h. Senantiasa melakukan pembinaan dan motivasi kepada guru, staf dan siswa
dengan menggunakan prinsip pemberian penghargaan mereka yang berprestasi
dan penerapan sanksi disiplin untuk mereka yang melakukan pelanggaran
disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku di sekolah tidak
terkecuali kepada siapapun.

Salah satu bentuk pengembangan budaya kerja yang positif adalah budaya
mutu. Filosofi utama budaya mutu adalah “perbaiki prosesnya sebelum hasilnya
jelek” (Paine, Turner, Pryke, 1992). Di kalangan bisnis, ternyata 35 persen dari
biaya operasionalnya dipakai untuk memperbaiki dan menyelesaikan pekerjaan
yang ternyata salah atau keliru dilakukan (Crosby, 1990).
Hal ini membawa implikasi bahwa sekolah perlu didorong untuk tidak hanya
melihat aspek input manajemen tetapi jauh lebih penting adalah proses
manajemennya, yang dalam konteks pembelajaran berarti perbaikan secara
berkelanjutan “proses pembelajaran.” Sehubungan dengan itu maka, yang
diartikan sebagai proses manajemen dalam konteks ini adalah manajemen
mutu. Penerapan manajemen mutu dalam organisasi nonprofit termasuk
sekolah, menurut Brough (1992) perlu memperhatikan hal berikut, yaitu: (1)
kualitas adalah pekerjaan setiap orang; (2) kualitas muncul dari pencegahan,
bukan hasil dari suatu pemeriksaan atau inspeksi; (3) kualitas berarti memenuhi
keinginan, kebutuhan, dan selera konsumen; (4) kualitas menuntut kerja sama
yang erat; (5) kualitas menuntut perbaikan yang berkelanjutan; (6) kualitas
harus didasarkan atas perencanaan strategik.

Beberapa pandangan Juran yang dikutip oleh Jerome S Arcaro (2005) tentang
mutu adalah: (1) meraih mutu merupakan proses yang tidak mengenal akhir (2)
perbaikan mutu merupakan proses berkelanjutan, bukan program sekali jalan
(3) mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan dan administrator (4)
pelatihan merupakan prasyarat mutu, dan (5) setiap orang di sekolah mesti
mendapatkan pelatihan.

Manajemen mutu terpadu merupakan metode yang dapat membantu sekolah


untuk membangun aliansi antara pendidikan, bisnis dan pemerintah untuk
memastikan apakah para professional sekolah memberikan fokus pada sekolah
dan masyarakat dalam mengembangkan program-program pendidikan di
sekolah.

Transformasi menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan komitmen


bersama terhadap mutu oleh komite sekolah, kepala sekolah, guru, staf, siswa,
orang tua siswa dan masyarakat. Prosesenya diawali dengan visi dan misi mutu
dalam lingkungan sekolah yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan pemakai,
mendorong keterlibatan total warga dalam setiap program, mengembangkan
sistem pengukuran nilai tambah pendidikan di sekolah, menunjang sistem yang
diperlukan oleh guru, staf dan siswa untuk mengelola perubahan, serta
perbaikan berkelanjutan dengan selalu berupaya keras membuat program
pendidikan di sekolah menjadi lebih baik.

Sekolah yang menerapkan maanjemen mutu terpadu akan membangun budaya


dan iklim sekolah yang memungkinkan setiap orang membawa ukuran
perbaikan mutu terhadap proses kerjanya yang dapat dinilai bagaimana
kontribusinya dalam mengembangkan kompotensi siswa dari segi intelektual,
emosional dan spiritual agar lebih siap dalam menghndapi tantangan akademik
dan bisnis dimasa yang akan dating.

Sebuah model sekolah bermutu terpadu yang dikembangkan oleh Jarome S.


Arcaro (2005) dengan konsep “pilar mutu” menggambarkan kriteria sekolah
yang memiliki mutu mulai dari kegiatan di ruang kelas sampai pada perawatan
bangunan sekolah sebagaimana digambarkan pada halaman berikut.

Pilar-pilar ini merupakan model penting bagi setiap prakarsa mutu yang berhasil
dan pilar mutu ini bersifat universal, dapat diterapkan di semua sekolah. Pilar
mutu memberikan fokus dan arahan yang diperlukan oleh seluruh personil
sekolah untuk setiap prakarsa mutu. Dengan konsep ini memungkinkan bagi
guru dan staf untuk mengukur dan mendokumentasikan nilai tambah parakarsa
mutu kepada siswa dan masyarakat. Fokus dan arahan pada setiap pilar tidak
dapat dibatasi oleh satu pilar dalam mengembangkan budaya dan iklim mutu
dalam lingkungan sekolah. Karena pendekatan sistem merupakan suatu
pendekatan yang diterapkan dalam pilar mutu maka dalam pengembangan
budaya dan iklim sekolah yang bermutu maka juga harus berfokus pada semua
pilar sekaligus.

Pengembangan budaya mutu antara lain dapat dilakukan melalui penciptaan


harapan yang tinggi untuk berprestasi di kalangan warga sekolah. Yang
dimaksud dengan budaya mutu adalah terciptanya kebiasaan-kebiasaan di
sekolah yang positif terutama dalam aspek sikap dan perilaku yang berorientasi
pada kinerja sekolah yang tinggi.

Sekolah yang memiliki budaya mutu, menyusun standar kinerja yang tinggi bagi
guru, staf dan siswa. Guru yang berorientasi budaya mutu memiliki motivasi
kerja, komitmen, dan kinerja yang tinggi dan sebaliknya menolak cara-cara yang
menodai komitmen terhadap mutu. Siswa yang memiliki budaya mutu memiliki
motivasi belajar, komitmen dan kerajinan yang tinggi dan sebaliknya menolak
cara-cara yang tidak fair seperti menyontek, dan sebagainya.

Beberapa indikator penciptaan budaya mutu di sekolah adalah.

a. Sekolah menciptakan suasana yang memberikan harapan dan semangat, di


mana para guru percaya bahwa siswa dapat mencapai tingkat prestasi yang
tinggi.

b. Sekolah menekankan kepada siswa dan guru bahwa belajar merupakan


alasan yang paling penting untuk bersekolah.

c. Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada seluruh


siswa.

d. Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada seluruh


orangtua siswa.
Beberapa cara yang dilakukan oleh sekolah dalam menciptakan budaya mutu di
sekolah adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan standar sikap dan perilaku yang berorientasi pada kinerja tinggi
baik bagi kepala sekolah, guru, staf administrasi, mapun siswa.

b. Merumuskan standar pelayanan prima yang dipatuhi semua warga sekolah


guna meningkatkan mutu pelayanan kepada pelanggan sekolah, khususnya
siswa dan orangtuanya. Standar pelayanan prima meliputi elemen berikut:
kecepatan, ketepatan, keramahan, ketanggapan, dan pemberian jaminan mutu
sekolah.

c. Melaksanakan berbagai lomba untuk mendorong siswa, guru, dan staf dalam
berkompetisi.

d. Menciptakan sistem penghargaan bagi warga sekolah yang berprestasi tinggi


dan pembinaan serta hukuman bagi yang berprestasi rendah.

e. Memampukan warga sekolah untuk secara terus menerus meningkatkan


kualitas guna memenuhi persyaratan yang dituntut oleh pengguna lulusan
(masyarakat).

Peningkatan akuntabilitas
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penciptaan budaya akuntabilitas di
sekolah sebagai berikut:

a. Setiap staf dan guru agar menyusun laporan akuntabilitas secara periodik
setiap triwulan

b. Pemanfaatan sumber dana baik yang bersumber dari APBN maupun APBD
ataupun seumber lain dilakukan dengan berlandaskan kepada prinsip efektivitas
dan efisiensi, serta berorientasi kepada hasil (output) dan manfaat (outcomes)
dari setiap program yang diselenggarakan di sekolah

c. Setiap orang yang melakukan perjalanan dinas baik ke daerah maupun ke


luar negeri wajib melaporkan hasil perjalanan Dinasnya kepada bendahara atau
kepala sekolah

Berikut ini dikemukakan contoh-contoh penerapan indicator budaya dan iklim


sekolah pada salah satu sekolah.

Contoh Budaya dan iklim Sekolah Bakti Mulya 400


Visi : Menjadi pusat pengembangan pendidikan yang melahirkan kader
pemimpin dan intelektual muslim dengan wawasan luas serta tanggap terhadap
lingkungan dan mampu bersaing di era globalisasi sehingga mampu
memperbaiki kualitas bangsa Indonesia

Misi: Dikembangkan dari visi, kemudian diuraikan dalam beberapa misi sebagai
berikut:

Menyelenggarakan pendidikan umum yang bernafaskan Islam.


Menyelenggarakan pendidikan yang menumbuhkembangkan potensi
untuk menjadi manusia seutuhnya.
Menghasilkan lulusan yang unggul, kompeten/mampu dan terampil.
Menghasilkan sumber daya manusia yang berguna bagi dirinya, nusa,
a dan negara
Menghasilkan lembaga pendidikan yang memiliki predikat sekolah unggul.
Budaya Sekolah:

Untuk merealisasikan visi, misi pendidikan serta sifat-sifat umum siswa Bakti
Mulya 400, maka pembinaan siswa dilakukan melalui proses pembinaan sikap
dan prilaku sehari-hari di sekolah yang diarahkan kepada terwujudnya budaya
sekolah Bakti Mulya 400. Pembiasaan dan tata prilaku dimaksudkan sebagai
Budaya Sekolah Bakti Mulya 400 adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan sekolah dilaksanakan pagi hari dengan 5 hari belajar dalam


seminggu.

b. Setiap pagi siswa dilepas pergi ke sekolah oleh kedua orang tua dengan
iringan salam dan do’a.

c. Setibanya di sekolah saat bertemu dengan guru maupun teman berjabat


tangan dan memberi salam “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Demikian halnya bila menerima salam maka segera menjawab salam
“Wa’alaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh”.

d. Pada pagi hari membaca “Ikrar” dalam bahasa Arab dan terjemahannya
bersama dengan guru, dan juga dilakukan dalam setiap kesempatan suatu
acara resmi sekolah.

e. Dengan bimbingan guru yang mengajar pada jam pertama, siswa melafalkan
surat “Al Fatihah” dan “Do’a” sebelum pelajaran dimulai, dan setelah jam
pelajaran terakhir membaca surat “Al Ashr” dipimpin guru yang mengajar pada
jam terakhir.
f. Membiasakan menulis dan mengucapkan “Basmallah” setiap memulai
pekerjaan dan atau “Hamdallah” setelah selesai melakukan pekerjaan.

g. Melafalkan dan membiasakan mengamalkan 10 do’a amaliah harian, di


antaranya do’a keluar rumah, mengawali dan mengakhiri pekerjaan, do’a untuk
kedua orang tua, minta tambah ilmu, sebelum tidur, bangun tidur, masuk dan
keluar kamar mandi/wc, do’a bercermin, masuk dan keluar masjid

h. Melakukan 11 amalan yang tercermin dalam “Birrulwalidain” yakni:

Berbakti kepada orang tua


 Ikhlas beramal
 Rajin beramal

 Ramah dalam bergaul

 Ulet dalam mencapai cita-cita

 Logis dalam berpikir

 Waspada terhadap naza

 Amanah, dapat dipercaya

 Lemah lembut dalam tutur kata

 Istiqomah, teguh dalam keyakinan

 Nadzafah, bersih diri, pakaian dan lingkungan.

a. Membiasakan menulis tanggal, bulan dan tahun hijriah di samping tanggal,


bulan dan tahun masehi.

b. Membiasakan mengucap kalimat-kalimat thayyibah dan dzikir dalam rangka


mendekatkan diri dan mengagungkan Asma Allah SWT.

c. Membiasakan melaksanakan puasa sunat seperti puasa Senin dan Kamis.

d. Membiasakan memakmurkan Mushalla dengan kegiatan keagamaan dan


shalat Dzuhur/Jumat.
e. Melaksanakan pesantren kilat setiap awal Bulan Ramadhan.

f. Melaksanakan khataman pelajaran Al Quran, bagi siswa yang telah


menyelesaikan pendidikan pada jenjang SD, SLTP, dan SMU.

g. Mengikuti pemantapan pelajaran Al Quran dengan metode Iqra, atau yang


lainnya.

h. Menyelenggarakan latihan manasik haji, mejelang datangnya Hari Raya Idul


Adha.

i. Memberangkatkan ibadah haji bagi guru/ karyawan sesuai dengan


kemampuan keuangan Yayasan BKSP Bakti Mulya 400.

j. Menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam, Nasional dan bakti sosial


kemasyarakatan (seperti donor darah, khitanan masal, santunan anak yatim,
pembagian sembako, pemberian beasiswa).

k. Menjalin kerja sama yang harmonis dengan orangtua/wali siswa.

l. Mengenakan pakaian seragam, untuk siswa setiap hari sesuai jadwal.

Dengan pelaksanaan budaya tersebut, diharapkan siswa/siswi Bakti Mulya 400


memiliki sifat-sifat umum, sebagai berikut :

m. Bertaqwa kepada Allah SWT, serta aktif menjalankan ibadah dan amaliah.

n. Setiap gerak, langkah dan tindakan di manapun berada dan dalam suasana
yang bagaimanapun semata-mata karena ibadah kepada Allah SWT, dengan
senantiasa dijiwai ajaran Agama Islam.

o. Berbudi luhur dan berakhlak mulia.

p. Sehat jasmani dan rohani.

q. Memiliki pengetahuan dan keterampilan.

r. Kreatif dan bertanggung jawab.

s. Berpengetahuan tinggi dan cerdas.


t. Demokratis dan penuh tenggang rasa.

u. Berjiwa gotong royong, mencintai bangsa dan sesamanya.

v. Disiplin, cinta kebersihan dan keindahan alam sekitar.

w. Berjiwa pejuang, rendah hati dan berpola hidup sederhana.

x. Cukup tanggap dan peka terhadap masalah yang ada di lingkungannya.

E. Tugas

Rusmuskan upaya-upaya yang perlu dilakukan di sekolah Anda berkaitan


dengan penciptaan budaya dan iklim sekolah menurut empat komponen yang
telah dikemukakan: (1) penciptaan lingkungan fisik sekolah, (2) penciptaan
lingkungan sosial sekolah, (3) penciptaan lingkungan personil sekolah, dan (4)
penciptaan lingkungan kerja sekolah. Gunakan format berikut untuk membantu
Anda bekerja.

No Masalah Upaya yang Perlu dilakukan

Penataan lingkungan fisik sekolah: · …………………………………


· …………………………………

· Dst.

Penataan lingkungan sosial sekolah: · …………………………………


· …………………………………

· Dst.

Penataan personil sekolah: · …………………………………


· …………………………………

· Dst.
Penataan lingkungan kerja sekolah: · …………………………………
· …………………………………

· Dst.

Anda mungkin juga menyukai