Anda di halaman 1dari 58

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di abad ke-21 ini

membawa dampak bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri, baik dampak

positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari perkembangan tersebut

seperti perkembangan teknologi semakin pesat, peningkatan dibidang pendidikan,

peningkatan dibidang ekonomi, dan lain sebagainya. Adapun dampak negatifnya

yaitu seperti perubahan watak sesorang yang penuh kekerasan, kekejaman,

kebengisan dan malas-malasan. Oleh sebab itu manusia harus memiliki akhlak

yang baik dan ilmu pendidikan yang baik pula.

Pendidikan dalam bahasa inggris dikenal dengan ‘education’, diambil dari


bahasa latin ‘educer’ yang berarti memasukan sesuatu. Istilah ini kemudian
dipakai dalam istilah pendidikan dengan maksud, bahwa pendidikan dapat
diterjemahkan sebagai usaha atau proses memasukkan ilmu pengetahuai
dari orang yang dianggap belum mengetahuinya (Mustofa dkk, 2017:1).
Bahwasanya pendidikan merupakan bentuk usaha atau proses seseorang

untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau

kehidupan masyarakatnya dan kehidupan dialam sekitarnya melalui

pembelajaran pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan dari generasi ke generasi

selanjutnya.
2

Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaebani pendidikan Islam


adalah sebagai proses mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan alam sekitarnyan
melalui interaksi yang dilakukan oleh individu tersebut (Hawi, 2016:2).
Jadi pendidikan Islam merupakan lembaga atau tempat berlangsungnya

pendidikan untuk mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih baik

melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya berlandasan dengan nilai-nilai

Islami. Adapun bentuk lembaga pendidikan Islam yaitu:

“1. Lembaga pendidikan informal

2. Lembaga pendidikan formal

3. Lembaga pendidikan non formal”(Hawi, 2006:2-4)

a. Lembaga pendidikan informal

Menurut Undang-Undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun


2003. Bab 1 ayat 13 bahwa pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Dari pengertian tersebut ada dua hal yang menjadi
sentranya pendidikan informal, pertama keluarga, kedua lingkungan
(dalam Jurnal Tarbiyah, Volume 24 Nomor 1 ISSN:0854-2627).

“Pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang

pertama bagi anak-anak” (Hawi, 2006:2). Di dalam keluarga inilah tempat

dimana anak-anak di ajari dalam hal kebaikan, karena pada usia ini anak-

anak lebih peka terhadap pengaruh bagaimana orang tua atau keluarga

untuk mendidik anaknya. Dengan terarahnya pendidikan dalam keluarga,

maka pendidikan lain secara sendirinya akan mengikuti.


3

“Menurut S. Nasution (1995:11) dijelaskan bahwa lingkungan ada

dua macam, pertama lingkungan alamiah, kedua lingkungan sosial

budaya” (dalam Jurnal Tarbiyah Volume, 24 Nomor 1 ISSN:0854-

2627).

Lingkungan alamiah termasuk didalamnya iklim dan geografis yang


ada. Lingkungan seperti ini akan merangsang sesorang untuk
melakukan perbuatan tertentu. Misalnya saja kalau letak
geografisnya daerah laut, maka ini akan merangsang seseorang
mempelajari bagaimana caranya untuk mengeksplorasi laut.
Demikian pula apabila letaknya didaerah yang lingkungannya
alamiahnya pegunungan, maka ini kan merangsang seseorang untuk
menjadi petani. Uraian diatas hanya menunjukan betapa lingkuan
alamiah tersebut mempengaruhi pola pendidikan seseorang.
Lingkungan sosial budaya adalah terkait dengan interaksi antara
individu dalam lingkungan masyarakat dan saling berhubungan
dengan lambing-lambang tertentu, khususnya bahasa (dalam Jurnal
Tarbiyah, Volume 24 Nomor 1 ISSN:0854-2627).

Lingkungan ini juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

seseorang. Pengaruh itu bisa dari teman sebaya maupun beda usia. Jadi

kita harus bisa selektif dalam memilih lingkungan bergaul, jangan sampai

terjerumus kedalam pergaulan yang negatif.

b. Lembaga pendidikan formal

“Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi” (dalam Jurnal Tarbiyah, Volume 24 Nomor 1

ISSN:0854-2627).

Pendidikan formal mulai dari Raudhatul Athfal (RA), Taman

Kanak-kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Dasar (SD),


4

Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Pertama (SMP),

Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), Sekolah

Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah

Tinggi (Universitas) (dalam Jurnal Tarbiyah, Volume 24 Nomor 1

ISSN:0854-2627).

“Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah

keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka orang tua

menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah”

(Hawi, 2016:4). Dimana sekolah berfungsi sabagai pembantu keluarga

dalam bentuk mendidik untuk menjadikan anak yang memiliki individu

yang berguna bagi dirinya sendiri, lingkunganya dan menjadikan anak

yang berprestasi.

c. Lembaga pendidikan non formal

“Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang ada dimasyarakat,

berupa pengajian-pengajian, majelis ta’lim dan lain sebagainya” (Hawi,

2016:3).

“Bentuk-bentuk pendidikan non formal yaitu: masjid, pondok

pesantren, majelis ta’lim”(Mustofa dkk, 2017:8-14). Dalam hal ini penulis

memfokuskan kepada majelis ta’lim.

Majelis ta’lim yaitu lembaga pendidikan yang tumbuh dan


berkembang dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri, baik
kepentingan untuk kemaslahatan umat manusia. Oleh karena itu
majelis ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya
5

didasarkan kepada keinginan membangun masyarakat yang madani


(Hawi, 2016:4).
Majelis ta’lim adalah suatu media penyampaian ajaran Islam yang
bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri atas berbagai
lapisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-
macam dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia atau umur maupun
perbedaan jenis kelamin (Mustofa dkk, 2017:14).
Majelis ta’lim dilihat dari struktur organisasinya termasuk

organisasi pendidikan luar sekolah atau satu lembaga pendidikan Islam

yang bersifat nonformal. Senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan

mulai serta memberantas kebodohan umat Islam agar dapat memperoleh

kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta diridhoi oleh Allah SWT.

Majelis ta’lim dijadikan wadah pembentukan jiwa dan kepribadian

yang agamis berfungsi sebagai stabilisator dalam aktivitas kehidupan

manusia. Salah satu sarana yang dapat dilakukan dalam

mentransformasikan nilai-nilai agama tersebut anatara lain melalui

majelis ta’lim yang berfungsi dalam memberikan pemahaman tentang

nilai-nilai ajaran Islam. Kegiatan majelis ta’lim ini dijadikan sebagai

suatu wahana serta wadah yang dikemas dalam pendidikan dan

pengajaran yang berorientasi pada pendidikan Islam.

Oleh sebab itu, untuk menghindari kerusakan akhlak maka salah

satu usaha yang dapat dilakukan adalah diadakanya kegiatan majelis

ta’lim. Majelis ta’lim dijadikan tempat untuk membina umat sekaligus

untuk menghindari kerusakan akhlak remaja. Hal ini mengingat keadaan


6

sekarang mulai dari pelosok desa sampai pusat kota telah terjadi

kemrosotan moral dilakangan remaja. Seharusnya dengan diadakannya

majelis ta’lim berupa kegiatan Al-Barzanji, kegiatan yasinan dan tahlilan,

pendidikan aqidah akhlak dan tilawah Al-Quran, untuk membuat para

remaja sadar akan pentingnya pendidikan Islam untuk bekal mereka hidup

didunia dan akhirat. Dan seharusnya remaja ikut serta dalam kegiatan

majelis ta’lim ini tapi kenyataanya tidak demikian masih ada remaja yang

belum mempunyai kesadaran diri untuk ikut serta dalam kegiatan majelis

ta’lim, mereka suka menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang sia-sia

dari pada mengikuti kegiatan majelis ta’lim.

“Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa,

mempunyai kesempatan dan resiko terhadap kesehatan reproduksinya”

(Aden, 2010:13).

Sedangkan menurut Piaget adalah usia dimana individu berintegrasi


dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa
dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada
dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak
(Muslih, 2016:96).
Masa remaja adalah masa peralihan, yang di tempuh oleh sesorang

dari kanak-kanak menuju dewasa atau perpanjangan masa kanak-kanak

sebelum mencapai masa dewasa. Dalam mempersiapakan diri memasuki

usia dewasa, terdapat seperangkat hal-hal yang harus dimiliki oleh

remaja, agar demikian mereka memiliki kepribadian yang utuh, sampai

mereka sampai pada usia dewasa.


7

Manusia yang berkepribadian muslim merupakan sebagai identitas

yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas yang ditampilkan dalam tingkah

laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah

seperti bertutur kata, makan, minum, berjalan, berhadapan dengan orang

tua, guru, tamu, teman, anak, keluarga dan lain sebagainya. Sedangkan

sikap batin seperti, ikhlas, penyabar, penyayang, dan sikap terpuji lainnya

yang timbul dari dorongan batin, yakni terwujudnya perilaku mulia sesuai

dengan tuntutan Allah SWT. Seharusnya remaja desa Kemuning Jaya

berkepribadian muslim tapi realitanya tidak demikian, masih ada remaja

muslim yang berkepribadian kurang baik.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan pengasuh

majelis ta’lim miftahul huda bahwa: “masih sedikit remaja yang ikut serta

dalam kegiatan majelis ta’lim miftahul huda”. Berdasarkan uraian di atas,

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Pengaruh Kegiatan Majelis Ta’lim Miftahul Huda Terhadap

Kepribadian Remaja Muslim di Desa Kemuning Jaya Kecamatan

Belitang II Kabupaten OKU Timur”.


8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kegiatan majelis ta’lim Miftahul Huda di desa Kemuning Jaya

Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU Timur?

2. Bagaimana kepribadian remaja muslim di desa Kemuning Jaya Kecamatan

Belitang II Kabupaten OKU Timur?

3. Apakah terdapat pengaruh kegiatan majelis ta’lim Miftahul Huda terhadap

kepribadian remaja muslim di desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang II

Kabupaten OKU Timur?

1.3 Batasan Masalah

Agar terhindar dari pembahasan yang terlalu melebar dalam penelitian ini,

maka penulis membatasi permasalahan yang akan di bahas sebagai berikut:

1. Kegiatan majelis ta’lim yang dimaksud adalah keikutsertaan dan keaktifan

remaja dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh majelis ta’lim

Miftahul Huda.

2. Kepribadian muslim yang dimaksud adalah kepribadian yang berorientasi

pada nilai-nilai ajaran agama Islam.


9

3. Remaja yang dimaksud adalah remaja yang mengikuti kegiatan majelis ta’lim

Miftahul Huda di desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang II Kabupaten

OKU Timur.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kegiatan majelis ta’lim Miftahul Huda di desa Kemuning

Jaya Kecamatan Belitang II OKU Timur.

2. Untuk mengetahui kepribadian remaja muslim di desa Kemuning Jaya

Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU Timur.

3. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan majelis ta’lim Miftahul Huda terhadap

kepribadian remaja muslim di desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang II

Kabupaten OKU Timur.

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Manfaat secara teoritis

1. Penelitian sabagai sumbangsih keilmuan di perpustakaan STKIP Nurul

Huda untuk memperoleh informasi ilmiah tentang pengaruh kegiatan

majelis ta’lim Miftahul Huda terhadap kepribadian remaja muslim di

desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU Timur.


10

2. Bagi peneliti berikutnya, untuk menambah wawasan dan mampu

berperan sebagai sumbangsih pengayaan ilmu pengetahuan untuk

peneliti selanjutnya, khususnya pengaruh kegiatan majelis ta’lim

terhadap kepribadian remaja muslim.

1.5.2 Manfaat secara praktis

1. Bagi Ustad, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi informasi

tentang pengaruh majelis ta’lim terhadap kepribadian remaja muslim

sehingga para ustad lebih meningkatkan kinerjanya dalam mendidik dan

mengarahkan para santri-santrinya.

2. Bagi remaja sebagai, pengetahuan pentingnya kegiatan majelis ta’lim

Miftahul Huda sebagai sarana belajar dan menuntut ilmu agar menjadi

pribadi yang mampu mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam.

3. Bagi peneliti, menambah pengalaman dan menambah wawasan tentang

pengaruh majelis ta’lim terhadap kepribadian remaja muslim dan untuk

memenuhi syarat dalam menyelesaikan Program Strata Satu (S.1).

1.6 Hipotensis

“Hipotensis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan” (Sugiyono, 2013:96).


11

Berdasarkan pengertian di atas, maka bahwasanya hipotensis merupakan

jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang dianggap paling tinggi

tingkat kebenaranya. Sehingga penulis merumuskan hipotensis yang merupakan

dugaan sementara terhadap masalah yang ada dan kebenaranya perlu dibuktikan

berdasarkan penelitian yang dilakukan.

Sesuai dengan penelitian di atas, maka penulis mengajukan hipotensis

penelitian sebagai berikut:

Ho = Tidak terdapat pengaruh kegiatan majelis ta’lim Miftahul Huda terhadap

kepribadian remaja muslim di desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang

II Kabupaten OKU Timur.

Ha = Terdapat pengaruh kegiatan majelis ta’lim Miftahul Huda terhadap

kepribadian remaja muslim di desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang

II Kabupaten OKU Timur.

1.7 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, bab ini menguraikan latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotensis,

kriteria hipotensis.

Bab II Landasan Teori, bab ini memuat berbagai teori yang berkaitan

dengan judul yaitu: pengertian majelis ta’lim, tujuan majelis ta’lim, kegiatan
12

majelis ta’lim, pengertian kepribadian remaja muslim, pembentukan kepribadian

muslim, bentuk-bentuk tipologi dalam kepribadian Islam.

Bab III Prosedur Penelitian, bab ini menguraikan metodologi penelitian,

variabel penelitian, definisi oprasional, populasi dan sampel, teknik

mengumpulkan data, teknik menganalisa data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian.

Bab V Penutup, meliputi: Kesimpulan, Saran.

Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran
13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Majelis Ta’lim

2.1.1 Pengertian Majelis Ta’lim

Menurut terminologi mengatakan majelis adalah lembaga pendidikan


Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselengarakan secara
berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak,
bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang
santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia
dengan sesamanya, serta antara manusia dengan lingkungannya
dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah
SWT yang dijelaskan oleh Hasbunallah (2001:95) (dalam Jurnal Al
Tarbawi Al Haditsah, Volume 1 Nomor 2 ISSN:2407-6805).
“Majelis adalah suatu tempat untuk duduk” (Muhammad iqbal dan

wiliam hunt, 2010:178-179). Dimana didalamnya melakukan kegiatan-

kegiatan Islami biasanya di adakan dimasjid, madrasah dan tidak di batasi

usia dan jenis kelamin.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa majelis ta’lim

adalah lembaga pendidikan non formal atau tempat pengajaran, pengajian

yang mengembangkan kegiatan-kegiatan dalam rangka membina dan

mengembangkan ajaran agama Islam agar terbentuk masyarakat yang

bertaqwa kepada Allah SWT.


14

2.1.2 Tujuan Majelis Ta’lim

Tujuan majelis ta’lim dari segi fungsinya yaitu:

1. Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majelis ta’lim


adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan
mendorong pengalaman ajaran agama.
2. Berfungsi sebagai kontak sosial, maka tujuannya adalah
silahturrahmi.
3. Berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan
lingkungan jamaahnya yang dijelaskan oleh Tuty Alawiyah
(1997:78) (dalam Jurnal Studi Al-Quran, Volume 10 Nomor 2 P-
ISSN:0126-1648 E-ISSN:2239-2614).

Berdasarkan pemaparan di atas bahwasanya tujuan majelis ta’lim

adalah tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya membahas

pengetahuan keagamaan serta menjalin silahturrahmi dengan sesama

manusia sehingga menumbuhkan kesadaran masyarakat atau jamaah

tentang pentingnya peranan agama dalam kehidupan indivudu, keluarga

dan masyarakat.

2.1.3 Kegiatan Majelis Ta’lim Miftahul Huda

Majelis ta’lim miftahul huda dijadikan sebagai suatu wahana serta

wadah yang dikemas dalam pendidikan dan pengajaran pada pendidikan

Islam. Selain itu majelis ta’lim ini sebagai wadah pembentuk jiwa dan

kepribadian yang agamis. Adapun kegiatan majelis ta’lim miftahul huda

berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pengasuh majelis ta’lim

miftahul huda yaitu:


15

1. Kegiatan Al-Barzanji

2. Kegiatan yasinan dan tahlilan

3. Pendidikan aqidah akhlak

4. Tilawah Al-Quran

a. Kegiatan Al-barzanji

“Barzanji merupakan bacaan popular dimasyarakat nusantara

yang dibaca dalam kegiatan seperti peringatan Maulid Nabi, khitanan

dan lain-lain” (dalam Jurnal Kebudayaan Islam, Volume 14 Nomor 1

ISSN:1693-6736).

“Menurut hasil observasi isi kegiatan Al-Barzanji di majelis

ta’lim miftakul huda adalah pembacaan sholawat, pembacaan ngatiril

dan di lanjutkan dengan marhabanan”.

Tujuan dengan diadakan kegiatan Al-Barzanji adalah sebagai


sarana peningkatan nilai-nilai spiritualitas dalam diri dengan
menambah pengetahuan tentang nabi, wujud syukur dan ekspresi
cinta akan hadirnya Nabi, tradisi yang harus dijaga karena
merupakan budaya yang telah bercampur dengan nilai keislaman
dan melekat di masyarakat, sarana yang bisa dijadikan tameng
dari dunia luar dengan meneladani akhlak perilaku Nabi (dalam
Jurnal Living Hadis, Volume 3 Nomor 1 p-ISSN:2528-756 e-
ISSN:2548-4761).
Dari penjelasan di atas bahwasanya melakukan kegiatan Al-

Berzanji memiliki tujuan yang baik dan sangat penting untuk umat

muslim mengetahui tentang sejarah, Nabi mualai dari lahir hingga


16

wafatnya beliau, bisa mencontoh prilaku dan akhlak beliau, memiliki

rasa syukur, cinta akan hadirnya Nabi Muhammad SAW.

Manfaat kegiatan Al-Barzanji adalah manfaat untuk individu


adanya nilai-niali spiritual berupa peningkatan cinta dan syukur
terhadap kelahiran Nabi, manfaat sosialnya untuk menambah
jaringan sosial antara sesama umat islam dan sebagai ajang
silahturahmi, mengenal lebih dekat orang-orang yang memiliki
garis keturunan langsung dari Nabi, sebagai upaya melestarikan
sebuah tradisi leluhur yang telah menjadi kebudayaan
dimasyarakat (dalam Jurnal Living Hadis, Volume 3 Nomor 1 P-
ISSN:2528-756 E-ISSN:2548-4761).
Dalam kegiatan Al-Barzanji ini juga memiliki manfaat yaitu

sebagai ajang silahturahmi dan saling interaksi sesama keluarga, teman

dan tetangga sekitarnya dan juga sebagai upaya melestarikan tradisi

atau kebudayaan leluhur.

Kitab maulidul Al-Barzanji bahwasanya adalah salah satu kitab

yang paling populer dan paling luas tersebar di pelosok negeri Islam.

berupa pujian-pujian, syair atau sajak yang menceritakan biografi

Nabi Muhammad. Dalam tradisi di jawa, kitab ini sering dibacakan

dalam berbagai hajatan, seperti lahiran, hajat menantu, khitanan,

tingkeban dan kitab Al-Barzanji berisikan tentang kelahiran Nabi

Muhammad SAW, lahirnya beliau, kehidupan beliau, perjuangan

dakwah beliau serta wafatnya beliau Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak KH. Manidi pada

hari senin tanggal 06 Mei 2019, selaku pengasuh majelis ta’lim


17

miftahul huda mengapa pada saat lahiran, hajat menantu, khitanan,

tingkepan, maulid Nabi Muhammad SAW dan lain sebagainya di

bacakan Al-Barzanji “Karena sebagai ungkapan rasa syukur, serta

bertawasul kepada Allah SAW dengan wasilah Nabi Muhammad

SAW, untuk memperoleh keberkahan dari Allah SWT dan pada

kesempatan ini banyak masyarakat yang berkumpul”.

Dengan melakukan kegiatan Al-Barzanji masyarakat dapat

mengetahui sejarah hidup Nabi Muhammad SAW, mengenang dan

menambah kecintaan kepada beliau yang tentunya diikuti dengan

ketaatan terhadap ajaraNya, dan pada kesempatan ini pula sangat

baik untuk mengenalkan kepada generasi muda tentang Nabi

Muhammad SAW, yang merupakan sosok yang sangat berperan

penting dan menjadi panutan dalam menjalankan ajaran Islam.

b. Kegiatan Yasinan dan Tahlilan

Yasinan adalah serangkaian kegiatan yang membawa nilai-nilai


luhur dalam usaha mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam.
Bacaan-bacaan yang dilakukan pada kegiatan tersebut
bersumber dari al-Qur’an dan Hadis (dalam Jurnal Kebudayaan
Islam, Volume 11 Nomor 1 ISSN:1693-6736).
“Yasinan adalah acara yang biasanya diadakan setiap malam

jum’at atau malam-malam lainnya di masjid atau diadakan secara

bergilir dari rumah-kerumah, disebut yasinan karena yang dibaca


18

pada acara ini adalah surat yasin secara bersama-sama”(dalam Jurnal

Unnes Civic Education, Volume 3 nomor 1 ISSN:2252-6293).

Yasinan di sini merupakan kegiatan Islami yang didalamnya

terdapat nilai-nilai ajaran Islam. Dengan membaca surat yasin yang

bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Kegiatan ini biasanya dilakukan

pada malam hari atau disiang hari untuk mengirimkan doa kepada

almarhum atau almarhumah.

“Tahlil merupakan kalimat la ilaha illa Allah (tiada tuhan

selain Allah)” (Ambary dkk, 1999:36). Karena hal ini merupakan

lafadl yang memiliki makna pengakuan totalitas akan sistem

keyakinan seorang hamba terhadap keesaan tuhan, maka hal ini

merupakan amalan baik dan merupakan anjuran ajaran agama.

Acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa


dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk
memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul
sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya,
membaca beberapa ayat Al-Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai
doa-doa tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Dari sekian
materi bacaan, terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang
(ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara
tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”. (dalam Jurnal
Kebudayaan Islam, Volume 11 Nomor 1 ISSN:1693-6736).
Tahlilan merupakan acara yang dilakukan oleh keluarga yang

ditinggal saudaranya karena meninggal dunia. Dilakukan secara

bersama-sama dengan keluarga dan lingkungan di sekitarnya. Dengan


19

membaca beberapa ayat Al-Qur’an, sholawat, tahlil, tasbih, dan tahmid

yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meningal.

“Pelaksanaan kegiatan yasinan dan tahlilan dengan membaca

surat yasin, dilanjutkan dengan surat Al-Fatihah, surat ikhlas, surat Al-

Falaq dan An- Naas, kemudian membaca surat Al-Baqarah, ayat kursi,

istighfar, tahlil, tasbih shalawat, tahlil dan do’a”(dalam Jurnal Unnes

Civic Education, Volume 3 nomor 1 ISSN:2252-6293).

Dalam kegiatan Yasinan dan Tahlilan bacaan yang dibacakan

adalah yang pertama diawali dengan bacaan surat yasinan kemudian

dilanjutkan dengan surat Al-Fatihah, surat Ikhlas, surat Al-Falaq dan

An-Naas. Permulaan dan akhiran surat Al-Baqarah, ayat kursi,

istighfar, tahlil, tasbih shalawat, tahlil dan do’a.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak KH. Manidi pada

hari senin tanggal 06 Mei 2019, selaku pengasuh majelis ta’lim

miftahul huda apa manfaat dari kegiatan yasinan dan tahlilan.

”Manfaat dari kegiatan yasinan dan tahlilan adalah untuk mendekatkan

diri kepada Allah SWT mendapatkan pahala dan bisa menjadi tempat

untuk berkumpul bersama antara keluarga yang baru mengalami

kesedihan dengan masyarakat”. Dengan melakukan kegiatan ini untuk

membentuk dan mengembangkan karakter religius remaja muslim


20

melalui kegiatan keagamaan, selain itu sebagai sarana belajar ilmu

agama, mengenalkan sunah rosul, mengembangkan diri, serta

silahturrami antar remaja muslim.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak KH. Manidi pada

hari senin tanggal 06 Mei 2019, apa tujuan dilakukan kegiatan yasinan

dan tahlilan. “Tujuan dari kegiatan yasinan dan tahlilan adalah untuk

mendoakan agar yang meninggal mendapat ampunan dan rahmat dari

Allah SWT”.

Berdasarkan penjelasan di atas Yasinan dan Tahlilan memiliki

keyakinan sebagai amalan baik yang perlu untuk dilaksanakan, baik

secara pribadi atau dilaksanakan bersama-sama (berjamaah) sebagai

bentuk ibadah kepada Allah. Dan tahlilan yang umumnya dibaca saat

ada yang meninggal berarti hadiah bagi si mayit supaya segala dosanya

di ampuni oleh Allah SWT.

Pada saat ini ada dua kelompok yang mempersoalkan tentang

yasinan dan tahlilan yaitu kelompok pro dan kontra dalam umat Islam

sendiri.

Kelompok pro mengatakan bahwa yasinan dan tahlilan


bukanlah dari hindu, tapi dibawa oleh Sunan Ampel dari
Champa, Vietnam. Menurut said Aqil Siraj, secara geneologis,
ajaran islam yang ada di Champa pada waktu itu adalah ajaran
Islam yang dibawa dari Timur tengah. Selain itu kelompok pro
tradisi yasinan dan Tahlilan mengatakan bahwa prosesi yang
21

dilakukan dalam tradisi yasinan dan tahlilan semuanya


memiliki landasan (dalil), baik dari Al-Quran maupun hadis
(dalan Jurnal penelitian Sosial dan Keagamaan, Volume 33 No
1 e-ISSN:2548-1770).
“Mendoakan yang lain, baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal juga memiliki landasan, diantaranya”(dalan Jurnal
penelitian Sosial dan Keagamaan, Volume 33 No 1 e-ISSN:2548-
1770).

  


  
  
 
   
  
 
   
Artinya:”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin
dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah
Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih
dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang
beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang." (Q.S Al-Hasyr Ayat 10)
(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:546).
Berdasarkan ayat di atas, kita dibolehkan bahkan dianjurkan

untuk mendoakan saudara kita yang lain karena akan berdampak baik

kepada orang yang dido’akan tersebut. Bisa dilakukan di Masjid, rumah,

diatas kuburan, untuk membaca al-Qur’an yang pahalanya dihadiahkan

kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak diragukan lagi

hukumnya boleh (jaiz) jika didalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan

kemunkaran, meskipun tidak ada penjelasan secara dhahir dari syariat.


22

Kelompok kontra menganggap Yasinan dan Tahlilan ini adalah


berbuatan bid’ah (ajaran yang tidak memiliki landasan dai Al-
Quran ataupun hadis) dan berbau sinkretis peencampuradukan
ajaran agama). Menurut kelompok ini yasinan dan tahlilan
berasal dari ajaran agama hindu. Kemudian disusunlah
rangkaian wirid-wirid dan doa-doa serta pembacaan Yasin
kepada si mayit dan di padukan dengan ritual-ritual selamatan
pada hari ke-7, 40, 100, dan 1000 yang tidak pernah diajarkan
oleh Nabi dan para sahabatnya (dalan Jurnal penelitian Sosial
dan Keagamaan, Volume 33 No 1 e-ISSN:2548-1770).

Pandangan kontra Yasinan dan Tahlilan ini mengumpulkan

orang untuk mengenang yang orang meninggal dunia dengan

membaca surat Yasinan dan Tahlilan itu tidak dianjurkan oleh

Rasulullah SAW. Semua perbuatan yang tidak diajarkan atau tidak

dicontohkan Rasulullah SAW, adalah perbuatan Bid’ah.

c. Pendidika Akidah dan Akhlak

“Akidah menurut etimologi adalah ikatan, sangkutan. Akidah

dalam pengertian teknis adalah iman atau keyakinan (Ali, 2008:199).

Jadi aqidah merupakan salah satu disiplin dari agama ini yang

berkaitan dengan keyakinan dan keimanan seseorang.

“Dalam kepustakaan, Akhlak diartikan juga sikap yang

melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik mungkin

buruk” (Ali, 2008:346)


23

Akidah akhlak sebagai studi, merupakan mata pelajaran yang


membahas tentang ajaran agama Islam dalam segi akidah dan
akhlak yang membentuk remaja untuk berakhlak mulai, sopan
dan bicara, bertindak bijaksana, beradab mulia dalam tingkah
laku, memang teguh perangai yang baik, berkemauan keras
untuk belajar, dan taat beribadah kepada Allah SWT (dalam
Jurnal Spritualita, Volume 1 Nomor 2 ISSN:2614-1043).
Dalam kegiatan pendidikan akidah dan akhlak ini remaja

muslim dibentuk agar memiliki pribadi yang baik, akhlak yang mulia,

memliki sopan santun, bertutur kata yang baik dengan se-usianya

ataupun orang yang lebih tua, dan memiliki keimanan terhadap Allah

SWT.

Tujuan pendidikan akidah dan akhlak adalah mengangkat


derajat kemanusiaanya dalam mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat dengan terwujudnya sikap batin yang mampu
mendorong seseorang secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan yang bernilai baik (dalam Jurnal Spritualita, Volume
1 Nomor 2 ISSN:2614-1043).
Dengan di adakan pendidikan aqidah akhlak ini bertujuan agar

membentuk remaja muslim yang memiliki akhlakul karimah atau

akhlak yang mulia, sopan dalam bertutur kata, dan tentunya remaja

muslim memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.

“Manfaat pendidikan akidah akhlak adalah memperoleh

kemajuan rohani, sebagai penuntun kebaikan, memperoleh

kesempurnaan iman, memperoleh keutamaan di hari akhir,

memperoleh keharmonisan rumah tangga”(dalm Jurnal Ta’limuna,

Volume 1 Nomor 2 ISSN:2085-2975).


24

Dalam pendidikan akidah akhlak ini memiliki manfaat bagi

seseorang yang benar-benar mengikuti kegiatan dengan sungguh-

sungguh yaitu: memiliki keiman dan ketaqwaan terhadap Allah SWT,

memiliki sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran Al-Quran dan

Al-Hadist.

Berdasarkan penjelasan di atas, akidah dan akhlak satu kajian

yang tidak bisa lepas satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan sebelum

melakukan sesuatu akhlak, maka terlebih dahulu meniatkannya dalam

hati (akidah). Semakin baik aqidah seseorang, maka semakin baik pula

akhlak yang diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan

sebaliknya. Dalam penelitian ini pendidikan akidah dan akhlak melalui

tausiyah setelah kegiatan yasinan dan tahlilan.

d. Tilawah Al- Quran

“Tilawah Al-Quran adalah bacaan atau pembacaan Al-Quran”

(Ambary dkk, 1999:104).

Menurut imam Al-Ghazali adapun adab atau tatakrama


membaca Al-Quran, diantaraya: Hendaklah membaca Al-Quran
dalam keadaan berwudhu, tidak boleh bersandar ke dinding,
dan menghadap kiblat (baik dalam keadaan duduk maupun
berdiri). Dan saat itu atau keadaan paling utama untuk
membaca Al-Quran adalah ketika dalam melakukan shalat
(Jurnal Ilmiah Saintikom, Volume 11 Nomor 3 ISSN:1978-
6603).
25

Jadi Tilawah Al-Quran adalah pembacaan ayat-ayat Al-Quran

sesuai dengan adab dan aturan yang sudah di tentukan. Al-Quran

merupakan wahyu dari Allah yang manjadi tuntunan seorang muslim

dalam menjalani kehidupan. Untuk itu dalam melakukan tilawah harus

memperhatikan adab-adab tertentu yang harus dijaga diantaranya

melakukan tilawah dengan niat ikhlas karena Allah, melakukannya

dengan khusyu’ sehingga lebih menghayati dan memahami apa yang

dibaca, dilakukan ditempat yang suci dan bersih seperti dimasjid atau

majelis belajar, menghadap kiblat dan lain sebagainnya.

“Manfaat membaca Al-Quran untuk umat muslim adalah

sebagai obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya”(dalam

Jurnal On Networking and Security, Volume 2 Nomor 1 ISSN:2302-

5700).

Keutamaan dari membaca Al-Quran dari sunnah Rasulullah


SAW adalah menjadi manusia yang terbaik, kenikmatan yang
tiada bandinganya, Al-Quran menjadi syafaat di hari kiamat,
pahala berlipat ganda, dikumpulka bersama para malaikat
(Gazali, 2010:3-4).
Berdasarkan penjelasan di atas manfaat dan keutamaan tilawah

Al-Quran atau membaca Al-Quran yaitu menjadi syafaat di hari

kiamat kelak, dilipatkan kebaikan, melahirkan ketenangan jiwa dan

menyembuhkan penyakit, terutama penyakit hati.


26

2.2 Kepribadian Remaja Muslim

2.1.1 Pengertian Kepribadian Remaja Muslim

“Kepribadian di sebut juga dengan istilah individuality adalah sifat

khas seseorang yang menyebabkan seseorang mempunyai sifat berbeda

dari orang lainnya (Jalaludin, 2012: 201).

“Menurut wetherington kepribadian adalah istilah untuk

menyebutkan tingkah seseorang secara terintegrasi dan bukan hanya

beberapa aspek saja dari keseluruhan itu” (Hawi, 2014:125).

Sedangkan menurut L.P Thorp kepribadian adalah sinonim dengan


pikiran tentang berfungsinya seluruh individu secara organisme
yang meliputi seluruh aspek yang secara verbal terpisah-pisah
seperti: intelek, watak, motif, emosi, minat,
kesediaan untuk bergaul dengan orang lain (sosialitas), dan kesan
individu yang ditimbulkan pada orang lain serta afektivitas sosial
pada umumya (Hawi, 2014:125).
Berdasarkan definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwasanya

kepribadian merupakan totalitas dari keseluruhan tingkah laku individu.

Kepribadian yang utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh

lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam

pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki akhlak yang

mulia. tingkat kemuliaan akhlak erat kaitanya dengan keimanan. Sebab

Nabi mengemukakan “Orang mukmin yang paling sempurna imannya

adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya”.


27

Remaja adalah rentangan kehidupan manusia, yang berlangsung


sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai awal dewasa. Oleh
karena itu sering juga disebut sebagai masa peralihan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa (Hawi, 2004: 83).
Pada awal remaja terjadi pertumbuhan yang cepat pada bagian

tubuh tertentu, yang menyebabkan remaja mengalami ketidak

keseimbangan jasmani dan rohani. Hal ini nampak pada penampilan yang

kaku dan canggung, tidak sopan serta kasar.

Masa remaja ini, oleh para ahli dibagi dalam beberapa periode

antara lain oleh E.B. Hurlock, yang membagi menjadi tiga periode yaitu:

1. Masa pubertas yang langsung antara 11-13 tahun.


2. Masa Adolessen/remaja awal yang berlangsung antara 13-17
tahun.
3. Masa remaja akhir berlangsung antara umur 17-21 tahun (Hawi,
2004:84).

Istilah puber dapat diartikan sebagai suatu masa yang ditandai

dengan perkembangan seksual yang menjadi ciri khas pada usia tersebut.

Periode ini bertumpang tindih dengan periode masa kanak-kanak.

Dikatakan demikian, karena pada masa ini anak tidak lagi menunjukan

karakteristik sebagai kanak-kanak, disebabkan perubahan jasmaniah dan

tingkah lakunya, tetapi mereka ini belum dapat dikatakan dewasa.

“Sesorang yang Islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau

seseorang yang menyerahkan dirinya secara sungguh-sungguh kepada

Allah” (Said, 2011:30).


28

Dan dalam surat Al-An’aam ayat 162 dan 163:

   


   
 
    
  
 
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. tiada sekutu
bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah)". (Q.S Al- An’aam Ayat 162-163) (Kementrian Agama
Republik Indonesia, 2014:150).
Jadi dapat di jelaskan bahwa “ wujud pribadi muslim” itu adalah

manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah SWT, tunduk dan patuh

serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena imam kepada-Nya.

Orang yang dapat dengan benar melaksanakan aktivitas hidupnya

seperti mendirikan sholat, menunaikan zakat, orang-orang yang menempati

janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan

penderitaan dan peperangan maka mereka disebut muslim yang taqwa,

karena taqwanya maka orang itu adalah orang yang dikatakan sebagai

seseorang yang mempunyai “Kepribadian Muslim”.

Remaja muslim adalah masa peralihan atau masa transisi seseorang

dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang telah menyerahkan


29

dirinya sungguh-sungguh kepada Allah SWT dengan sembahyang, ibadah,

hidup dan mati hanya untuk Allah SWT

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya

kepribadian remaja muslim adalah tingkah laku suatu remaja yang dibentuk

melalui pendidikan agama Islam yaitu kegiatan majelis ta’lim yang

mempunyai pengaruh dalam pembentukan kepribadian.

2.1.2 Pembentukan Kepribadian Muslim

Menurut Jalaludin (2003:197), dalam pembentukan

kepribadian muslim dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu

2. Pembentukan kepribadian sebagai ummah

a. Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu

Secara individu kepribadian muslim mencerminkan ciri khas


yang berbeda. Ciri khas tersebut diperoleh berdasarkan
potensi bawaan. Dengan demikian secara potensi
(pembawaan) akan dijumpai adanya perbedaan kepribadian
antara seorang muslim dengan muslim lainnya (Jalaluddin,
2003:197).

Perbedaan tersebut terbatas sesuai potensi yang mereka

miliki berdasarkan faktor bawaan masing-masing dilihat dari segi

jasmani dan rohaniyah. Segi jasmani seperti fisik sedangkan segi

rohaniyah seperti sikap mental, bakat, tingkat kecerdasan, sikap

emosi, iman dan akhlak. Dengan demikian pembentuk kepribadian


30

muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan

yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlakul karimah.

Dari penjelasan di atas proses pembentukan kepribadian

muslim sebagai individu “Menurut Al-Darraz dapat dilakukan

melalui cara memberikan materi pendidikan Akhlak berupa:

kejujuran, benar, sifat lemah lembut, sabar, ihklas, hidup

sederhana dan lain sebagainya”(Jalaluddin, 2003:199).

“Jujur adalah seseorang yang miliki sifat yang lurus hati,

tidak curang”(Ali, 2006:153). Jujur di sini berarti mengikuti,

berkata, atau pun memberi suatu informasiyang sesuai dengan apa

yang benar-benar terjadi/kenyataan. Sifat jujur termasuk ke dalam

salah salah satu sifat baik yang dimiliki oleh manusia. Orang yang

memiliki sifat jujur merupakan orang berbudi mulia dan yang

pasti merupakan orang yang beriman.

“Benar adalah seseorang yang memiliki prilaku lurus, adil,

betul, tidak salah”(Ali, 2006:34). Benar disini berarti benar dalam

menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah

SWT, khususnya benar dalam beribadah kepada-Nya.

“Lembut adalah seseorang yang memiliki sifat dan perilaku

yang baik hati, tutur katanya, halus budi bahasanya” (Ali,

2006:219). Ini merupakan sifat yang terpuji dan kecintaan di


31

hadapan Allah SWT dan Rasul-Nya bahkan di hadapan seluruh

manusia.

“Sabar adalah seseorang yang tahan menderita sesuatu,

tidak lekas marah, tidak mudah patah hati, tidak mudah putus asa,

tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu” (Ali, 2006: 369).

Sabar yaitu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan

dalam situasi atau keadaan yang sulit (musibah), dengan tidak

mengeluh, dari sikap yang sabar akan mendapatkan ketenangan,

ketentraman dan kelapangan hati. Sifat sabar ini sebagai salah satu

sifat terpuji yang harus dimiliki oleh orang-orang yang beriman

kepada Allah SWT.

“Ikhlas adalah seseorang yang memiliki hati yang tulus,

degan hati yang bersih, jujur, menyerahkan dengan hati yang

tulus”(Ali, 2006:129). Ikhlas disini berarti seseorang yang tidak

mencari perhatian di hati manusia, dan menerima segala sesuatu

yang telah di berikan oleh Allah SWT diterima dengan lapang

dada.

“Hidup sederhana adalah seseorang yang hidupnya tidak

tinggi atau tidak rendah dalam arti hidup di tengah-tengah,tidak

berlebih-lebihan dan tidak kekurangan”(Ali, 2006:394). Di dalam

ajaran agama Islam diajarkan untuk hidup sederhana, agar bisa

bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.


32

b. Pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah (masyarakat)

Menurut Abdullah Aldaras membagi kegiatan pembentukan

menjadi empat tahap, meliputi:

1). Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga

“Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga dengan

cara melaksanakan pendidikan akhlak dilingkungan rumah

tangga”(Jalaluddin, 2003:209). Langkah-langkah pembentukan

nilai-nilai Islam dalam keluarga:

Memberikan bimbingan untuk berbuat baik kepada


orang tua, memelihara anak dengan kasih sayang,
memberi tuntunan akhlak kepada anggota keluarga,
membiaskan untuk menghargai peraturan-pelaturan
dalam rumah tangga seperti tata cara berhubungan
suami istri, anak dan orang tua, orang tua dan anak,
serta hubungan antara sesama anak, membiasakan untuk
memenuhi dan kewajiban antara sesama kerabat seperti
ketentuan soal waris, hubungan silahturahmi, dan
sebagainya (Jalaluddin, 2003:209).
Di sini di jelaskan bahwa cara untuk pembentukan nilai-

nilai Islam dalam keluarga melalui pendidikan akhlak di dalam

keluarga atau di lingkungan rumah tangga, adapun langkah-

langkah untuk memenuhi cara tersebut dengan melakukan

bimbingan atau pengarahan terhadap anak untuk berbuat baik

dan hormat terhadap kedua orang tua, mendidik anak dengan

penuh kasih sayang, mengajari anak untuk membiasakan


33

mematuhi aturan-aturan di dalam keluarga, dan mengajari anak

untuk saling menjaga silahturahmi dengan baik.

“Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga dinilai

penting. Keluarga paling berpotensi untuk membentuk nilai-

nilai dasar, karena lingkungan sosial pertama kali yang dikenal

anak adalah keluarga”(Jalaluddin, 2003:209).

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan

utama bagi anak-anak oleh karena itu kedudukan keluarga

dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan dan

peran yang paleng besar dalam pembentukan kepribadian

Islam.

2). Pembentukan nilai-nilai Islam dalam hubungan sosial

“Pembentukan nilai-nilai Islam dalam hubungan sosial

adapun cara/upaya dalam penerapannya melalui pembentukan

nilai-nilai akhlak dalam pergaulan sosial”(Jalaluddin,

2003:211). Langkah-langkah dalam pembentukan nilai-nilai

akhlak dalam hubungan sosial tersebut antara lain:

Melatih diri untuk untuk tidak melakukan perbuatan keji


dan tercela seperti menipu, membunuh, menghalalkan
harta orang lain, makan harta anak yatim, menyakiti
sesama anggota masyarakat. Mempererat hubungan
kerja sama dengan cara menghindari diri dari perbuatan
34

yang dapat mengarah kepada rusaknya hubungan sosial


seperti membela kejahatan, berkhianat, melakukan
kesaksian palsu. Menggalakkan perbuatan-perbuatan
yang terpuji dan memberi manfaat dalam kehidupan
bermasyarakat seperti memaafkan kesalahan,
menempati janji, memperbaiki hubungan antar manusia,
amanah. Membina hubungan menurut tata tertib, seperti
berlaku sopan, meminta izin ketika masuk rumah,
berkata baik serta memberi dan menjawab salam
(jalaluddin, 2003:211).
Di sini di jelaskan bahwa cara untuk pembentukan nilai-

nilai Islam dalam hubungan sosial melalui adanya pembentukan

nilai-nilai akhlak didalam hubungan sosial

(masyarakat), adapun langkah-langkah untuk memenuhi cara

tersebut dengan melatih anak untuk tidak melakukan perbuatan

keji dan tercela seperti menipu, membunuh, menghalalkan harta

orang lain, makan harta anak yatim, menyakiti sesama anggota

masyarakat. Menghindari diri dari perbuatan yang mengarah

kepada rusaknya hubungan sosial seperti, membela kejahatan,

berkhianat, menjadi saksi palsu. Mengajari untuk memberi

manfaat dalam kehidupan bermasyarakat seperti, memaafkan

kesahalan orang lain, menempati janji, memiliki sifat yang

amanah (dapat dipercaya). Membina hubungan menurut tata

tertib seperti berlaku sopan terhadap terhadap orang yang lebih

tua, bertutur kata yang baik, meminta izin ketika masuk rumah
35

orang lain, dan untuk di ajari memberi salam dan menjawab

salam.

Pembentukan nilai-nilai Islam dalam hubungan sosial ini

dititik beratkan pada pembentukan sikap dan perilaku

seseorang sebagai warga masyarakat, dalam kaitanya dengan

penyelarasan hidup dalam sebuah tatanan sosial. Masyarakat

juga ikut serta dalam pembentukan kepribadian, karena

didalam masyarakat kita saling berinteraksi dan mengikuti

organisasi yang berhubungan dengan lingkungan dalam

membentuk kepribadian yang berakhlakul karimah.

3). Pembentukan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa

Cara/upaya untuk pembentukan nilai-nilai Islam dalam


kehidupan berbangsa yaitu kepala negara menerapkan
prinsip musyawarah, adil, jujur, tanggung jawab.
Masyarakat muslim berkewajiban menaati peraturan,
menghidari diri dari perbuatan yang merugikan
keharmonisan hidup berbangsa (Jalaluddin, 2003:213).
Di sini di jelaskan bahwa cara untuk pembentukan

nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa yaitu melalui

kepala negara menerapkan prinsip musyawarah (perundingan),

bersifat adil (tidak memandang bulu), jujur, tangung jawab atas

apa yang telah diperbuat, menghindari perbuatan yang

merugikan keharmonisan bangsa seperti peperangan.


36

“Membentuk nilai-nilai Islam dalam kehidupan

berbangsa diarahkan pada pembinaan hubungan antar sesama

warga, dan juga hubungan antar rakyat dengan kepala Negara”

(Jalaluddin, 2003:212). Sebagai seorang muslim, setiap pribadi

diharapkan mampu memiliki sikap dan perilaku yang serasi

dalam hubungannya dengan orang lain sesama warga satu

bangsa.

4). Pembentukan nilai-nilai Islam dalam hubungan dengan Tuhan

Pembentukan nilai-nilai Islam dalam hubungan dengan


Tuhan, cara/upaya nilai-nilai Islam yang diterapkan
dalam membina hubungan itu mencakup, senantiasa
beriman kepada Allah, bertaqwa kepada-Nya,
menyatakan syukur atas segala nikmat Allah dan tak
berputus asa dalam mengharap rahmat-Nya, berdoa
kepada Allah, menyucikan diri, mengangungkan-Nya,
serta senantiasa mengingat-Nya, menggantungkan niat
atas segala perubahan kepada-Nya(Jalaludin, 2003:213).
Di sini di jelaskan bahwa cara/upaya pembentukan

nilai-nilai Islam dalam hubugan dengan Tuhan yaitu dengan

senantiasa beriman kepada Allah, bertaqwa kepada Allah

dengan menati perintah dan menjauhi semua larangan-

larangNya, dan mensyukuri atas segala nikmat Allah diterima

dengan lapang dada.

Baik sebagai individu maupun sebagai ummah, kaum

muslimin di haruskan untuk senantiasa menjaga hubungan yang


37

baik dengan Allah SWT. Hubungan yang baik ini menjadi

kunci utama bagi pembentukan kepribadian muslim sebagai

ummah.

“Realisasi dari pembinaan hubungan yang baik kepada

Allah ini adalah cinta kepada Allah” (Jalaluddin, 2003:213).

Jadi yang dimaksud disini cinta kepada Allah adalah memiliki

rasa cinta kepada-Nya dan Rasul-Nya dengan sikap yang

tunduk, mematuhi semua perintah dan menjauhi semua

larangan-Nya.

“Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu,keluarga,

masyarakat, maupun ummah pada hakikatnya berjalan seiring dan

menuju ke tujuan yang sama”(Jalaluddin, 2003:214).

Kepribadian muslim dapat dilihat dari kepribadian orang

perorangan (individu) dan kepribadian dalam kelompok masyarakat

(ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang dalam

sikap dan tingkah laku, serta kemampuan intelektual yang dimilikinya.

Kepribadian ummah merupakan kepribadian yang satu tidak terpisah

melainkan terintegrasi dalam satu pola kepribadian yang sama.


38

2.1.3 Bentuk Bentuk Tipologi Dalam Kepribadian Islam

Menurut Abdul Mujib (2006:175-177), adapun bentuk-bentuk

tipologi kepribadian dalam Islam yaitu:

1. Tipologi kepribadian ammarah

2. Tipologi kepribadian lawwamah

3. Tipologi mutha’mainnah

a. Tipologi kepribadian ammarah

“Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung

melakukan perbuatan-perbuatan rendah sesuai dengan naluri

primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan

dan perbuatan tercela”(Mujib, 2006:176).

Kepribadian ammarah ini merupakan tingkah laku

seseorang atau individu dengan melakukan perbuatan-perbuatan

tercela. Seseorang yang berkepribadian ammarah tidak saja dapat

merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak diri orang lain,

misalnya sebagai berikut:

Bentuk-bentuk tipologi kepribadin ammarah adalah syirik,


kufur, riya, nifaq, zindiq, bid’ah, sihir, membangga-
banggakan kekayaan, mengikuti hawa nafsu dan syahwat,
sombong dan ujub, membuat kerusakan, boros, memakan
riba, mengumpat, pelit durhaka atau membangkang, benci,
pengecut atau takut, fitnah, memata-matai, angan-angan
39

atau mengkhayal, hasud, khianat, senang dengan duka


yang lain, ragu-ragu, buruk sangka, rakus, aniaya atau
zalim, marah, menceritakan kejelekan orang lain, menipu,
jahat atau fujur, dusta, sumpah palsu, berbuat keji,
menuduh zina, makar,bunuh diri, dan adu domba (Mujib,
2006: 176).

Jadi untuk mengukur kepribadian perbuatan ammarah

(tercela), menggunakan bentuk-bentuk tipologi kepribadian

ammarah seperti hasud, sombong, riya’ karena perilaku dan

perbuatan ini lah yang sering dilakukan oleh remaja dalam

kehidupan sehari-hari.

“Hasud adalah seseorang yang memiliki sifat iri hati atau

dengki, ketika melihat seseorang mempunyai hal-hal yang baru”

(Ali, 2006:121). Jadi hasud adalah perasaan tidak senang melihat

orang lain mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT, bahkan

berusaha dengan berbagai cara agar orang yang mendapatkan

nikmat dan kesenangan tersebut kembali seperti semula.

“Sombong adalah seseorang yang angkuh, merasa hebat

dan sampai membawa pikiran dan perasaannya tinggi hati”

(Yasin, 2002:178). Jadi sombong yaitu membanggakan diri

sendiri, menganggap dirinya lebih dari yang lain. Membuat

dirinya terasa lebih berharga dan bermartabat sehingga dapat

menjelekan orang lain.


40

Riya’ adalah penyakit hati yang bisa menghancurkan amal


kebajikan di hadapan Allah. Riya’ adalah menghendaki
pujian dari manusia, sebutan dari manusia, dan bukan
amaliah yang ikhlas karena Allah melainkan karena
manusia-manusia disekitarnya, agar dianggap orang baik-
baik (Yasin, 2002: 249).

Riya’ merupakan sikap atau tindakan seseorang

memperlihatkan amal perbuatanya serta ibadahnya kepada orang

lain atau ibadah dengan niat karena selain Allah SWT, ingin

pujian atau semata-mata agar dianggap orang baik.

b. Tipologi kepribadian lawwamah

Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang mencela


perbuatan buruknya setelah memperoleh cahaya kalbu. Ia
bangkit untuk memperbaiki kebimbanganya dan kadang-
kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang di sebabkan
oleh watak gelap (zhulmaniyyah) nya, tetapi kemudian ia
diingkatkan oleh nur ilahi, sehingga ia bertaubat dan
memohon ampunan (istighfar) (Mujib, 2006:176).

Kepribadian lawwamah merupakan kepribadian yang

kadang-kadang berbuat baik dan kadang-kadang berbuat tercela,

dan seketika itu jika ia sadar maka segera bertaubat dan memohon

ampun atas perbuatannya.

Bentuk-bentuk tipologi kepribadian lawwamah sulit

ditentukan, sebab ia merupakan kepribadian antara, yakni antara

kepribadian ammarah dan kepribadian muthama’innah, yang

bernilai netral. Maksud netral disini berarti tidak memiliki nilai


41

buruk atau nilai baik, tetapi dengan gesekan motivasi, netralisasi

suatu tingkah laku itu akan menjadi baik atau akan menjadi buruk.

Untuk mengukur kepribadian lawwamah yaitu

menggunakan perilaku sedekah dan boros. Mengapa memilih sifat

ini, karena dalam kehidupan sehari-hari masih banyak ditemukan

seseorang yang akan bersedakah atas motivasi atau saran dari

orang lain, bahkan ketika ia ingin bersedakah, namun mendapat

motivasi atau saran yang tidak baik maka ia akan mengikuti saran

tersebut dan sebaliknya dengan sifat boros.

Menurut Undang-undang No 23 Tahun 2011 bahwa


sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh
sesorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum, berupa pemberian benda atau uang,
bantuan tenaga atau jasa serta menahan diri untuk tidak
berbuat kejahatan (dalam Jurnal Ilmiah Ekonomi, Islam
Volume 4 Nomor 2 ISSN:2477-6157 E-ISSN:2579-6534).

“Sedekah adalah seseorang yang memiliki sifat dermawan

kepada orang miskin” (Ali, 2006:394). Jadi sedekah adalah

pemberian kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas dengan

tujuan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Pemberian ini bisa

berupa barang, jasa, atau berkaitan dengan suatu aktivitas manusia

untuk manusia lain.


42

Boros menurut Islam ialah mempergunakan harta tanpa ada


kemanfaatan, misalnya untuk mabuk-mabukan, untuk dana
perselingkuhan, dana yang tidak jelas, dana-dana haram
dan dana yang tidak ada guna manfaatnya. Seperti halnya
hidup yang glamor, suka berfoya-foya dan berlebihan
mewah (Yasin, 2002:373).
Boros merupakan menyalahgunakan dan menghambur-

hamburkan harta kejalan yang tidak benar. Dan sesungguhnya

pemborosan-pemborosan itu adalah saudara syaitan. Seperti di

jelaskan “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)

secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah

saudara syaitan” (Q.S Al Isro’Ayat 26-27) (Kementrian Agama

Republik Indonesia, 2014:284).

c. Tipologi kepribadian Muthama’innah

“Kepribadian muthama’innah adalah kepribadian yang

diberi kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan

sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik”(Mijib,

2006:177). Kepribadian ini selalu berorientasi ke kalbu (hati)

seseorang untuk menapatkan kesucian dan menghilangkan segala

kotoran.

Bentuk-bentuk tipologi kepribadian muthma’innah

sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis Nabi Saw. Yang

artinya:
43

Jibril bertanya: Hai Muhammad, apakah iman itu? Beliau


menjawab: iman adalah engakau percaya kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir dan takdir yang baik dan yang buruk. Jibril
bertanya lag: lalu apakah Islam itu? Beliau menjawab:
Islam adalah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad adallah hamba rasul-Nya, menunaikan shalat,
memberi zakat, hajji ke bait (makkah) dan puasa
Ramadhan. Jibril bertanya lagi, lalu apakah ihsan itu?
Beliau mmenjawab, ihsan adalah engkau menyembah
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika ternyata
engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya ia
melihatmu. (HR Al-Turmudzi dari Umar bin al-Khattab).
Dalam hadist tersebut menyebutkan tiga komponen
kepribadian yaitu iman, Islam, dan ihsan. Islam identik
dengan dimensi peribadatan yang mencangkup shalat,
membayar zakat mengerjakan puasa dan haji, aspek iman
identik dengan dimensi kepercayaan yang mencakup iman
kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari akhir
dan takdir, sedang aspek ihsan identik dengan dimensi
akhlak atau moral (Mujib, 2006:177-178).

Untuk mengukur kepribadian yang baik menggunakan

tipologi kepribadian muthama’innah seperti iman kepada Allah,

mengerjakan shalat, puasa, lembut, sabar dan syukur. Karena

komponen-komponen tersebut saling berkaitan, seorang muslim

yang beriman kepada Allah akan sadar mengerjakan shalat dan

senantiasa bersikap sabar, lemah lembut, serta selalu bersyukur

atas nikmat yang telah Allah berikan.

“Pengertian iman kepada Allah adalah meyakini

keberadaan Allah beserta sifat-sifat yang dimiliki-Nya” (Muchtar,

2012:26). Seorang muslim tidak boleh mengagumi perbuatan-

perbuatan manusia lain dan karyanya sendiri secara berlebih-


44

lebihan. Betapapun hebat atau luar biasanya manusia, tidak boleh

dijadikan obyek pemujaan apalagi kalau sampai disembah atau

tidak boleh syirik.

Dalam pengertian agama syirik adalah seseorang yang


tidak berkerja sama dengan Allah (iman kepad-Nya)
melainkan bekerja sama atau menyembah patung,
kuburan, uang dan sesuatu yang diyakini menguntungkan
dirinya secara ideologi (Yasin, 2002: 16).

Perbuatan syirik adalah perbuatan yang menyekutukan

Allah, dan syirik ini dikatakan dosa besar yang paling besar dan

kezhaliman yang paling besar, karena ia menyamakan makluk dan

khaliq (pencipta), misalnya perbuatan syirik ini adalah orang yang

memohon (berdoa) kepada orang yang sudah mati, baik itu Nabi,

wali, habib, jin maupun kuburan keramat dan lain sebagainya.

Shalat menurut bahasa arab ialah do’a, tetapi yang


dimaksud disini ialah ibadat yang tersusun dari beberapa
perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir,
disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat
yang ditentukan (Rasjid, 2015: 53).

Shalat merupakan berharap kepada Allah dengan sepenuh

jiwa, dengan segala khusyu’ di hadapa-Nya dan berikhlas bagi-

Nya serta hadir hati dalam berdzikir, berdoa dan memuji. Shalat

sebagai tiang agama bagi umat islam, umat muslim diperintahkan


45

untuk mendirikan shalat karena dapat mencegah perbuatan keji

dan munkar.

“Puasa menurut bahasa arab adalah menahan dari segala

sesuatu seperti makan, mimum, nafsu, menahan berbicara yang

tidak bermanfaat” (Rasjid, 2015 :220). Jadi puasa adalah menahan

diri dari segala perkara seperti makan, minum, menahan nafsu dan

syahwat dimulai dari sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.

“Lembut adalah seseorang yang memiliki sifat dan

perilaku yang baik hati, tutur katanya, halus budi bahasanya” (Ali,

2006:219). Ini merupakan sifat yang terpuji dan kecintaan di

hadapan Allah SWT dan Rasul-Nya bahkan di hadapan seluruh

manusia.

“Sabar adalah seseorang yang tahan menderita sesuatu,

tidak lekas marah, tidak mudah patah hati, tidak mudah putus asa,

tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu” (Ali, 2006: 369).

Sabar yaitu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan

dalam situasi atau keadaan yang sulit (musibah), dengan tidak

mengeluh, dari sikap yang sabar akan mendapatkan ketenangan,

ketentraman dan kelapangan hati. Sifat sabar ini sebagai salah satu

sifat terpuji yang harus dimiliki oleh orang-orang yang beriman

kepada Allah SWT.


46

“Syukur adalah ucapan terimaksih kepada Allah dan

memberikan pujian kepada Allah SWT, menerima dan

mensyukuri nikmat yang Allah berikan” (Ali, 2006: 476). Dengan

memiliki rasa syukur atas apa yang diberikan oleh Allah SWT, ini

lah perbuatan yang terpuji serta tunduk dan berserah diri hanya

kepada Allah SWT.


47

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan dalam penelitian ini dimulai dari bulan April

sampai dengan bulan Juni 2019. Seperti yang terdapat pada tabel berikut:

Desember Januari Februari Maret April Mei Juni


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan
1. Judul
Penyusu
nan
2. Proposal
Seminar
3. Proposal
Perbaikan
4. Proposal
5. Bab I

6. Bab II

7. Bab III

8. Bab IV

9. Bab V

3.1.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Masjid Miftahul Huda di desa

Kemuning Jaya Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU Timur.


48

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, metode penelitian


kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada fisafat
positivism,digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian dan analisis data
kuantitatif/statastik dengan tujuan untuk menguji hipotensis yang telah
ditetapkan (Sugiyono, 2013:14).
Penelitian kuantitatif dapat di artikan sabagai metode penelitian data

dengan menganalisis data tersebut dalam bentuk angka mengunakan perhitungan

statistik.

3.3 Variabel penelitian

Secara teoritis teoritis dapat didefinisikan sebagai antribut seseorang atau

objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu

objek dengan objek yang lain.

“Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulanya” (Sugiyono, 2013:60).


49

Tabel 1

Penelitian ini memiliki ada dua variabel yaitu:

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Kegiatan Majelis Ta’lim Kepribadian Remaja Muslim

Miftahul Huda

3.4 Definisi Operasional

1. Variabel X yaitu kegiatan majelis ta’lim dalam penelitian ini mengenai

kegiatan yang dikhuskan bagi remaja untuk mengadakan perubahan tingkah

laku disebabkan oleh beberapa indikator, antara lain:

1. Kegiatan Al-barjanji

2. Kegiatan Yasinan dan Tahlilan

3. Pendidikan Akidah dan Akhlak

4. Kegiatan Tilawah Al-Quran

2. Variabel Y yaitu kepribadian remaja muslim. Adapun variabel ini mempunyai

indikator, antara lain:

1. Kepribadian Ammarah

2. Kepribadian Lawwamah

3. Kepribadian Muthma’innah
50

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi Penelitian

“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”(Suharsini arikunto,

2013:173).

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari kemudian di tarik kesimpulannya”

(Sudaryono, 2018:166).

Maka populasi dari penelitian ini adalah seluruh remaja majelis

ta’lim miftahul huda di desa kemuning jaya kecamatan belitang II

kabupaten OKU Timur. “Berdasarkan hasil wawancara peneliti dari

pengasuh majelis ta’lim miftahul huda jumlah populasinya sebagai

berikut”.

Tabel 2

Populasi Penenlitian

No Remaja Jumlah
1 Laki-laki 13
2 Perempuan 12
Jumlah 25
51

3.5.2 Sampel Penelitian

“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2013:118). Jadi penelitian ini

menggunakan teknik sampling non probability yaitu sampling jenuh.

Sampling jenuh adalah teknik penentuaan sampel bila semua


anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering di
lakukan bila jumlah pupulasi relatif kecil kurang dari 30 orang, atau
penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang
sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua
anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2013:124-125).

Adapun sampel dalam penelitian ini yaitu seluruh jumlah populasi

yang ada yakni 25 orang, karena Jumlah populasi dalam penelitian ini

kurang dari 100.

3.6 Teknik Mengumpulkan Data

“Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data” (Sugiyono, 2013:308).

1. Angket

“Angket (questionnaire) adalah berupa sejumlah pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui” (Sumanto, 2013:178).


52

“Kuesioner merupakan suatu bentuk instrumen pengumpulan data

yang sangat fleksibel dan relatif mudah digunakan. Data yang diperoleh lewat

kuesioner adalah data yang kita kategorikan sebagai data faktual” (Kusnadi,

2005:108).

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah ada

pengaruh kegiatan majelis ta’lim Miftahul Huda terhadap kepribadian remaja

muslim di desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU

Timur.

2. Observasi

Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan atau data


yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan
sasaran pengamatan (Sudijono, 2015:76).
Pada penelitian ini observasi di lakukan di desa Kemuning Jaya

Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU Timur untuk secara jelas tentang

lokasi, kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Majelis Ta’lim Miftahul Huda.

3. Wawancara

“Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang

dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan

muka, dan dengan arah seta tujuan yang telah ditentukan”(Sudijono, 2015:82).

Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cara

bertanya langsung kepada pengasuh majelis ta’lim. Wawancara peneiti


53

digunakan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dimajelis

ta’lim miftahul huda dan keaktifan remaja di desa kemuning jaya dalam

mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.

4. Dokumentasi

Dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang


tertulis. Dokumentasi untuk memperoleh data langsung pada tempat
penelitian seperti benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notolen rapat, catatan harian dan
sebagainya dan kegiatan-kegiatan majelis ta’lim berlangsung
(Suharsini Arikonto, 2013:201).
Metode ini digunakan untuk mengetahui tentang kondisi dan keadaan

objek penelitian dan kegiatan-kegiatan majelis ta’lim yang sedang

berlangsung desa Kemuning Jaya Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU

Timur.

3.7 Teknik Analisis Sampel Penelitian

Dalam mencari data tentang pengaruh kegiatan majelis ta’lim Miftahul

Huda terhadap kepribadian remaja muslim di desa Kemuning Jaya Kecamatan

Belitang II Kabupaten OKU Timur. Dalam penelitian ini menggunakan angket

yang terdiri dari 30 item pertanyaan setiap pertanyaan mempunyai 4 alternatif

jawaban. Untuk analisis data penelitian ini dengan cara membuat daftar distribusi

untuk menghitung nilai rata-rata (mean), stadar deviasi, dan menentukan kategori

tinggi, sedang, dan rendah. Langkah-langkah pembuatan distribusi frekuensi data

tersebut adalah berikut:


54

1. Mengurutkan data tersebut mulai dari data terkecil sampai terbesar

2. Menentukan jarak atau rentang (R)

R= H-L+1

Keterangan:

R: Total Range

H: Skor Tertingi

L: Skor Terendah

1: Bilangan Konstan (Sugiyono, 2017:36).

3. Menentukan banyaknya kelas interval

K=1+3,3 log n

Keterangan:

n = Banyak Data (Sugiyono, 2017:36).

4. Menghitung panjang kelas interval (p)

𝑅
𝑝=
𝐾

Keterangan:

R: Rentang (Range)

K: Banyak Kelas (Sugiyono, 2017:36-37).


55

5. Membuat daftar distribusi frekuensi

No Interval Kelas Frekuensi Nilai xi2 (fi.xi) Fi.xi2

(fi) Tengah (xi)

1. - - - - - -

Dst

6. Mencari rata-rata ( M)

∑ 𝑓𝑖 𝑋𝑖
M=
∑ 𝑓𝑖

Keterangan:

M : Mean untuk data tergolong

∑ 𝑓𝑖 : Jumlah data/sampel

𝑓𝑖 𝑋𝑖 : Produk perkalian antara fi pada tiap interval data dengan tanda kelas

(xi). Tanda kelas (xi) adalah rata-rata dari nilai terendah dan

tertinggi setiap interval data (Sugiyono, 2017:54)

7. Mencari standar deviasi (SD)

n ∑ fixi2 − (∑fixi)2
SD = √
𝑛(𝑛 − 1)

Keterangan:

n : Jumlah sampel penelitian

∑fixi2 ∶ Jumlah kuadrat produk skor


56

∑fixi ∶ Jumlah produk skor (dalam Jurnal Pendidikan Teknologi dan

Kejuruan, Volume 16 Nomor 2 ISSN:0854-7468).

8. Menentukan kelompok tinggi, sedang dan rendah.

Tinggi = M + 1.SD

Sedang = M-1.SD s.d. M+1.SD

Rendah = M – 1.SD

Keterangan:

M : Mean

1 : Bilangan Kosntan

SD : Standar Deviasi (dalam Jurnal llmiah PGMI, Volume 3 Nomor 2

ISSN:2527-2764 E-ISSN:2527-4589).

Berdasarkan hasil perhitungan kelompok tinggi, sedang dan rendah,

kemudian di buat tabel presentase sebagai berikut:

No Kriteria F Persentasi (%)

1. Tinggi - -

2. Sedang - -

Jumlah - - 100%
57

3.8 Uji Hipotesis Penelitian

Untuk mengetahui apakah hipotensis tersebut diterima atau tidak penulis

mengunakan “Rumus koefesiensi korelasi kontingan (C), digunakan pada analisis

sederhana untuk variabel nominal dengan variabel nominal (Hasan, 2004:45-46).

“Variabel dikrit disebut juga variabel nominal atau variabel kategorik

adalah angka- angka digunakan dalam variabel ini untuk menghitung banyaknya

pria, banyaknya yang hadir dan sebagainya. Maka angka dinyatakan sebagai

frekuensi”(Arikunto, 2013:159).

Penelitian ini memiliki 2 variabel yaitu variabel 1 nominal dan variabel 2

nominal, jadi penulis menggunakan rumus koefesien korelasi kontigensi (C),

karena penelitian ini menggunakan variabel nominal dengan variabel nominal.

Jadi penelitian ini menggunakan rumus chi kuadrat/kai kudrat. Adapun langkah-

langkahnya sebagai berikut:

1. Membuat tabel tabulasi silang antara kegiatan majelis ta’lim miftahul huda

dengan kepribadian remaja muslim.

2. Menghitung Chi Kuadrat (X2) dengan rumus:

(𝒇𝒐−𝒇𝒉)𝟐
X2 =∑𝒌𝒊=𝟏 𝒇𝒉

Keterangan:

X2 = Chi Kuadrat

fo = Frekuensi yang diobservasi

fh = Frekuensi yang diharapkan(Sugiyono, 2017:107).


58

Kemudian menghitung koefesien C, selanjutnya dimasukan dalam rumus

sebagai berikut:

𝑿𝟐
C= √𝑿𝟐 + 𝑵

Keterangan:

C = koefesien kontingensi

X2= kai kuadrat

N =Jumlah data (Hasan, 2004:46).

Kemudian dari hasil penghitungan adapun kriteria pedoman pengujian:

Ho di terima jika Chitung maksimum ≤ Ctabel

Ho ditolak jika Chitung > Ctabel (Sugiyono, 2017:109).

Anda mungkin juga menyukai