Anda di halaman 1dari 29

59

TESIS

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN


DAN MAMBERAMO, PAPUA
BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI

NOPER TULAK
09/293146/PPA/03150

PROGRAM STUDI S2 ILMU FISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
60

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemetaan Anomali Bouguer Lengkap

5.1.1 Transformasi koordinat geografis Ke UTM dan transformasi zona

Anomali Bouguer lengkap merupakan harga anomali di suatu tempat yang


terukur di permukaan bumi yang diperoleh melalui perhitungan dengan
melibatkan seluruh faktor koreksi. Data sekunder anomali Bouguer lengkap yang
diperoleh masih berada dalam koordinat geografis dengan satuan derajat sehingga
perlu ditransformasi ke Universal Transverse Mercator (UTM) dalam satuan
meter agar lebih mudah dinterpretasi. Peta kontur anomali Bouguer lengkap
daerah penelitian dengan koordinat lintang bujur dalam satuan derajat ditunjukkan
pada gambar 5.1 sedang hasil transformasi ke UTM dalam satuan meter
ditunjukan pada gambar 5.3. Proses transformasi koordinat geografis ke UTM
melibatkan transformasi zona karena daerah yang dikaji berada dalam dua zona.

(a)

Gambar 5.1 Peta Anomali Bouguer lengkap dalam satuan Derajat


59
61

Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan


Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (PPPG), wilayah Papua berada pada
dua zona yaitu zona 53 dan zona 54 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5.1 dan
Gambar 5.2. Kedua zona ini perlu ditransformasi ke dalam satu zona agar
diperoleh peta kontur anomali Bouguer lengkap yang sesuai dengan peta kontur
dalam koordinat geografis sehingga lebih mudah diinterpretasi.

Tabel 5.1 Batas zona dan meridian Tengah Wilayah Indonesia

Gambar 5.2 Letak zona wilayah Indonesia (Bakosurtanal 2005)

Transformasi zona yang berdekatan dapat dilakukan dari nomor zona yang
kecil ke nomor zona yang besar maupun sebaliknya. Pada penelitian ini
transformasi zona dilakukan dari zona 54 ke zona 53 sehingga diperoleh satu zona
yaitu zona 53. Hasil transformasi kedua zona yang dimaksud dapat dilihat pada
peta kontur seperti gambar 5.3. Peta kontur tersebut yang akan digunakan untuk
pengolahan data selanjutnya dan pembuatan model.
62

Gambar 5.3 Peta kontur anomali Bouguer lengkap hasil transformasi


koordinat geografis ke UTM dan Transformasi zona

Variasi nilai anomali Bouguer lengkap pada peta kontur di atas ditandai
dengan variasi warna yang ditunjukkan oleh skala warna. Nilai anomali Bouguer
lengkap dikelompokkan menjadi anomali negatif (-280 sampai -1 mGal) dan
anomali positif (1 sampai 260 mGal). Anomali Bouguer negatif penyebarannya
berada disekitar jalur Anjak Pegunungan Tengah atau daerah Central Range yang
mencerminkan densitas massa bawah permukaan yang relatif lebih rendah
daripada densitas sekitarnya. Sedangkan anomali Bouguer positif penyebarannya
disekitar Yapen Waropen dan Mamberamo yang mencerminkan densitas massa
bawah permukaan relatif lebih besar daripada densitas sekitarnya.
Penyebaran kedua anomali tersebut lebih jelas terlihat pada peta kontur
anomali Bouguer lengkap yang divisualisasikan dalam kontur tiga dimensi
(gambar 5.4). Pada peta kontur anomali graviatsi 3D, anomali rendah ditandai
dengan adanya cekungan, semakin dalam cekungan menandakan anomalinya
semakin rendah. sementara anomali tinggi ditandai dengan adanya undakan,
semakin tinggi undakan semakin tinggi nilai anomali gravitasinya.
63

Gambar 5.4 Peta anomali gravitasi Bouguer lengkap 3D

5.2. Proyeksi ke Bidang Datar dengan Grid yang Teratur

Anomali Bouguer lengkap yang diperoleh masih terpapar di topografi


dengan ketinggian yang bervariasi dan grid yang tidak teratur. Agar lebih mudah
di interpretasi, maka data tersebut perlu diproyeksi ke bidang datar dengan grid
yang teratur. Data topografi yang digunakan untuk proyeksi ke bidang datar pada
penelitian ini diperoleh dari anomali free air (lampiran G) dan anomali Bouguer
lengkap, yang perhitungannya berdasarkan pada pengolahan data dari Natioanal
Geospatial Intelligence Agency (lampiran H). Nilai topografi daerah penelitian
diperlihatkan pada gambar 5.5.
Nilai topografi tertinggi berada pada ketinggian 3992 meter, sedangkan
nilai topografi terendah -2500 meter. Proses proyeksi ke bidang datar pada
penelitian ini menggunakan metode yang diajukan Dampney (1969), dengan
asumsi sumber anomali berupa ekivalen titik massa yang terdistribusi pada suatu
bidang datar dengan kedalaman tertentu di bawah sferoida referensi. Peta anomali
gravitasi di bidang datar ditunjukan pada gambar 5.6 yang mempunyai nilai
anomali Bouguer berkisar dari -320 mGal hingga 280 mGal.
64

Gambar 5.5 Peta topografi daerah penelitian

Penentuan kedalaman massa ekivalen dalam penelitian ini didasarkan pada


kesimpulan dari percobaan yang dilakukan oleh Dampney tentang kedalaman
optimum dari massa ekivalen. Dampney menyatakan bahwa kedalaman optimum
dari massa ekivalen harus memenuhi persamaan 2,5 Δx < (h – zi) < 6 Δx dengan,
Δx adalah jarak rata-rata antar titik-titik survei, h adalah bidang kedalaman
ekivalen titik massa, z adalah ketinggian titik survei. Persamaan di atas
menyatakan bahwa selisih jarak antara sumber ekivalen titik massa dan ketinggian
bidang datar dari sferoida referensi minimal 2,5 kali dari spasi grid dan maksimal
6 kali dari spasi grid. Ketinggian topografi maksimum di daerah penelitian
dijadikan acuan untuk proyeksi ke bidang datar.
Hasil proyeksi ke bidang datar menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan pola kontur anomali Bouguer yang signifikan antara kedalaman sumber
ekivalen titik massa dari kedalam 11,5625 km hingga 27,75 km karena masih
berada dalam syarat batas yang telah dikemukakan oleh Dampney (1969). Pada
penelitian ini kedalaman sumber ekivalen titik massa yang dipilih adalah 27
kilometer di bawah sferoida referensi dan dihitung responnya pada ketinggian
3,992 kilometer di atas sferoida referensi.
65

Gambar 5.6 Peta kontur anomali Bouguer lengkap pada bidang datar

5.3 Pemisahan Anomali Regional dan Residual

Anomali Bouguer lengkap di bidang datar merupakan campuran antara


anomali regional dan residual. Anomali regional menggambarkan kondisi geologi
secara umum dari daerah penelitian yang dicirikan oleh anomali berfrekuensi
rendah, sedangkan anomali residual menggambarkan kondisi geologi setempat
yang dicirikan dengan frekuensi tinggi. Untuk kepentingan interpretasi dan
pemodelan, anomali residual dipisahkan terhadap anomali regionalnya
menggunakan metode kontinuasi ke atas (upward continuation). Pengangkatan
dilakukan secara coba-coba (trial & error) dan bertahap tiap ketinggiannnya dan
dilihat pola konturnya. Anomali regional yang dianggap cukup stabil pola
konturnya berada pada pengangkatan 30 km. Hasil kontinuasi anomali regional
dan lokal pada pengangkatan 30 km dapat dilihat pada gambar 5.7 dan
gambar 5.8.
66

Gambar 5.7 Anomali regional pada pengangkatan 30 km.

Gambar 5.8 Anomali lokal pada pengangkatan 30 km.


67

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada nilai maupun pola dari
peta kontur anomali Bouguer lengkap di bidang datar dengan peta anomali
Bouguer lengkap regional. Nilai anomali regional berada pada kisaran -100
hingga 160 mGal. Hal ini menunjukkan bahwa batuan penyusun struktur dalam
memiliki nilai kontras densitas yang bervariasi dari positif hingga negatif.
Anomali negatif pada umunya berada pada dataran tinggi (pegunungan)
sedangkan anomali positif pada umumnya berada di dataran rendah daerah
penelitian. Demikian pula dengan anomali residual diwakili oleh anomali positif
dan negatif dengan rentang -200 hingga 140 mgal yang tersebar hampir merata
pada daerah penelitian. Hal ini memberikan informasi kontras densitas batuan-
batuan penyusun struktur dangkal bervariasi nilainya dari positif hingga negatif.

5.4 Pemodelan

Interpretasi secara kuantitatif untuk mendapatkan bentuk struktur bawah


permukaan dilakukan dengan pemodelan. Pemodelan yang dilakukan pada
penelitian ini ada dua yaitu pemodelan kedepan atau forward modeling untuk
model 2D dan pemodelan inversi untuk model 3D. Pemodelan 2D bertujuan untuk
membuat model patahan jalur sesar Yapen dan Mamberamo bagian utara,
sedangkan model 3D bertujuan untuk mengetahui bentuk struktur kerak secara
keseluruhan pada daerah penelitian.

5.4.1 Pemodelan 2D struktur bawah permukaan dengan forward modeling

Grandis (2009) Menyatakan bahwa Pemodelan maju adalah suatu proses


perhitungan data yang secara teoritis teramati di permukaan bumi jika diketahui
nilai parameter model bawah permukan tertentu. Perhitungan data teoritis tersebut
menggunakan persamaan matematik yang diturunkan dari konsep fisika yang
mendasari fenomena yang ditinjau. Pemodelan dilakukan dengan mengubah-ubah
(Trial and error) nilai kedalam dan bentuk struktur polygon agar diperoleh nilai
(calculated) dan observasi (Observed) mendekati kesamaan dalam profilnya.
Langkah pertama yang dilakukan dalam pemodelan ini adalah membuat dua
lintasan (slice) pada peta kontur anomali Bouguer yang telah diproyeksi ke bidang
68

datar tanpa dilakukan kontinuasi (gambar 5.9). Hal ini dilakukan agar profil
anomali observasi yang diperoleh pada sayatan AA’ dan BB’ dapat memberikan
informasi patahan yang jelas. Sayatan yang dibuat untuk memperoleh profil
anomali observasi mengikuti lintasan yang ada pada peta geologi yang
dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Indonesia.

Gambar 5.9 Posisi lintasan profil anomali

Lintasan AA’ merupakan lintasan yang melalui sebagian teluk


cenderawasih dan jalur Sesar Yapen di kepulauan Yapen Waropen, sedangkan
Lintasan BB’ melalui sebagian daerah central Range atau jalur Anjak Pegunungan
Tengah dan jalur Sesar Mamberamo bagian barat yang merupakan jalur anjak
Sesar Mamberamo dibagian barat. Hasil dari masing-masing lintasan ditampilkan
dalam bentuk profil anomali observasi seperti yang terlihat pada gambar 5.10
dan 5.11. Nilai anomali Bouguer pada lintasan AA’ dikelompokkan menjadi
anomali negative (-22,5 sampi-0,5) mgal dan anomali positif (0,5 sampai 187,5)
mgal. Nilai anomali negatif berada disebagian Teluk Cenderawasih, sedangkan
nilai anomali positif sebagian besar berada disekitar Pulau Yapen dan sekitarnya.
69

Profil Anomali Observasi


200

150
Anomali (mgal)

100

50

-50
0 50 100 150 200
Jarak (km)

Gambar 5.10 Profil nomali observasi pada lintasan AA’

Nilai anomali Bouguer pada lintasan BB’ dikelompokkan menjadi anomali


negative (-15,5 sampi -0,5) mgal dan anomali positif (0,5 sampi 191,5) mgal.
Nilai anomali negatif berada di daerah Central Range, sedangkan nilai anomali
positif sebagian besar berada daerah Mamberamo dan sekitarnya

Profil Anomaly Gravitasi Observasi


180

160

140

120
Anomaly (mgal)

100

80

60

40

20

-20
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Jarak (km)

Gambar 5.11 Profil Anomali observasi pada lintasan BB’


70

Setelah diperoleh bentuk profil anomali observasi, langkah kedua yang


dilakukan adalah menentukan nilai densitas setiap lapisan berdasarkan formasi
batuan dengan mengacuh pada model geologi yang dibuat PPPG.
Langkah selanjutnya adalah membuat model poligon tertutup dengan
tahapan-tahapan berikut :
1. Membuat kerangka model struktur berupa poligon tertutup
2. Melakukan penyesuaian terhadap titik koordinat poligon dan kedalaman titik
poligon
3. Melakukan penyesuaian bentuk geometri terhadap model yang telah dibentuk
agar nilai gravity calculated mempunyai kesamaan dengan gravity observed .
Model poligon untuk lapisan kerak dibuat dengan sistem coba-coba
sampai diperoleh nilai anomali model yang dianggap paling mendekati nilai
anomali observasi. Anomali model diperoleh menggunakan fungsi gpoly yang
dibuat pada program matlab 7.5 (Lampiran J).
Parameter-parameter yang dimasukkan sebagai input model adalah ke
koordinat x (xcorn), koordinat z (zcorn), jumlah koordinat x dan z (ncorn),
densitas tiap lapisan poligon (rho), dan titik observasi (x0, z0). Satuan yang
digunakan untuk posisi (xz) adalah kilometer dan satuan densitas adalah kg/m3.
Parameter densitas dibuat tetap sedangkan posisi, kedalam dan bentuk poligon
disesuaikan untuk mendapatkan nilai anomaly model yang mendekati anomali
observasi.
Perubahan posisi dan bentuk dari benda anomali akan terlihat pada respon
profilnya, apabila profil model benda anomali sudah mendekati profil nilai
anomali observasi, maka model ini dianggap sudah sesuai atau mendekati benda
anomali di bawah permukaan yang sebenarnya. Profil dan model poligon benda
penyebab anomali dapat dilihat pada Gambar 5.12 dan 5.13.
71

Profil Anomali Observasi dan profil model


200
Profil Model
Profil Anomali Observasi A’
150
Anomali (mgal)

100

50

0
A

-50
0 50 100 150 200
Jarak (km)

2645 kg/m3
2733 kg/m3

2747 kg/m3

A A’
(a)

(b)

Gambar 5.12 (a) Profil dan model struktur bawah permukaan


lintasan AA’ (b) Model Geologi oleh PPPG
Model yang dibuat berdasarkan sayatan AA’ pada gambar 5.12
menunjukkan model struktur bawah permukaan yang terdiri dari tiga lapisan
dengan panjang sekitar 240 km. Lapisan pertaman merupakan sedimen yang
terdiri dari konglomerat, batupasir, batugamping dan gambut yang mempunyai
densitas rata-rata 2645 kg/m3 dengan kedalaman hingga 8 km dari MSL. Lapisan
berikutnya adalah lapisan batuan beku yang terdiri dari lava, basal dan andesit
72

yang mempunyai densitas rata-rata 2733 kg/m3 dengan kedalaman 15 km dari


MSL. Lapisan terakhir berupa batuan beku yang telah mengalami deformasi yang
terbentuk dari gabro, peridotit, piroksenit dan dunit yang mempunyai densitas
rata-rata 2747 kg/m3 dengan kedalaman hingga 21 km dari MSL.

Profil Anomaly Gravitasi Observasi dan Profil Model Poligon


180
Profil Model Poligon
160 Profil Anomali Observasi B’
140

120
Anomaly (mgal)

100

80

60

40

20 B
0

-20
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Jarak (km)
2406 kg/m3
2406 kg/m3

2733 kg/m3
2733 kg/m3
2747 kg/m3

B (a) B’

(b)

Gambar 5.13 (a) Profil dan model struktur bawah permukaan


lintasan BB’ (b) Model Geologi oleh PPPG
Hasil Pemodelan yang dibuat berdasarkan sayatan BB’ (gambar 5.13)
menunjukkan model struktur bawah permukaan yang terdiri dari tiga lapisan
dengan panjang 200 km. Lapisan pertama merupakan sedimen yang terdiri dari
batu lanau, napal, batu lempung dan batu gamping yang disisipi oleh batu
vulkanik, serpentinit dan grewak. Lapisan sedimen ini mempunyai densitas rata-
rata 2406 kg/m3 dengan kedalaman hingga 10 km dari MSL.
73

Lapisan berikutnya adalah lapisan batuan beku yang terdiri dari lava,
basal dan andesit yang mempunyai densitas rata-rata 2733 kg/m3 dengan
kedalaman 15 km dari MSL. Lapisan terakhir berupa batuan beku yang terbentuk
dari gabro, peridotit, piroksenit dan dunit yang mempunyai densitas rata-rata
2747 kg/m3 dengan kedalaman hingga 21 km dari MSL. Profil dan model
poligon benda anomali pada lintasan AA’ dan BB’ memperlihatkan skenario
model sesar naik

5.4.2 Pemodelan 3D struktur bawah permukaan

Pemodelan tiga dimensi (3D) struktur bawah permukaan menggunakan


program Grablox dan Bloxer pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu:
pemodelan ke depan (forward modeling) dan pemodelan inversi (inverse
modeling). Pemodelan ke depan dimaksudkan untuk mendapatkan atau
menghasilkan data perhitungan (teoritik) untuk suatu konfigurasi atau harga
parameter model tertentu, yang nantinya diharapkan dapat menggambarkan
keadaan struktur bawah permukaan bumi. Pemodelan inversi dilakukan untuk
mendapatkan parameter model berdasarkan data pengukuran, dalam hal ini data
yang digunakan adalah data anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke atas.
Data teoritik hasil pemodelan ke depan nantinya digunakan dalam pemodelan
inversi. Teori inversi di dalam geofisika mempunyai pengertian bahwa inversi
data merupakan interpretasi data. Masalah yang dihadapinya adalah fenomena
fisik bumi yang disusun oleh beragam unsur, dimana belum semua unsur ini dapat
dinyatakan secara kuantitatif sampai saat ini. Hal ini menyebabkan berbagai
kekurangan yang mewakili hubungan antara data dengan model serta keterbatasan
dari suatu proses itu terpaksa dilakukan penyederhanaan masalah dengan
penerapan asumsi untuk menemukan kondisi bumi yang sebenarnya. Asumsi-
asumsi tersebut dituangkan dalam bentuk model bumi dan diperbaiki secara
iteratif, dengan demikian model ini diharapkan merupakan pendekatan yang baik
untuk menggambarkan keadaan bumi yang sebenarnya.
74

5.4.2.1 Pemodelan ke depan (forward modeling)

Pemodelan 3D pada penelitian ini diawali dengan pemodelan kedepan


dengan membuat model awal berupa blok mayor dan blok minor pada program
Grablox. Model awal yang telah dibuat dapat ditampilkan pada program Bloxer
berbasis Graphical User Interface (GUI) seperti pada gambar 5.14

Gambar 5.14 Tampilan Model Awal Pada Program Bloxer berbasis GUI

Model awal berupa blok mayor dan minor dibuat dengan cara coba-coba
(try and error) untuk memperkirakan bentuk geometri blok. Geometri blok
disesuaikan dengan geometri grid anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke
atas. Blok mayor dibagi tegak lurus 50 bagian arah y dan 30 bagian arah x,
sehingga membentuk 1500 blok minor untuk tiap lapisan (gambar 5.15).
Kedalaman blok sekitar 30 km yang disesuaikan dengan ketebalan rata-rata kerak
bumi dan kedalaman maksimum sumber ekivalen titik massa. Blok dalam arah
vertikal dibagi menjadi 4 lapisan sesuai dengan stratigrafi daerah penelitian.
Densitas batuan sebagai parameter yang digunakan adalah densitas kerak bumi
yaitu 2,67 gr/cm3.
Data yang diinput kedalam program untuk membuat model blok adalah
posisi blok dalam arah xyz (x-posit, y-posit, z-posit), ukuran blok dalam arah xyz
75

(x-size, y-size, z-size), nilai diskritisasi dalam arah xyz (x-divis, y-divis, z-divis),
densitas Bouguer, spasi grid data xy (x-step dan y-step), posisi awal pengukuran
(z-start dan y-start) dan posisi akhir pengukuran (x-ending dan y-ending).

dY nx = 50
x y

dZ nz = 4

dX
ny = 30

Gambar 5.15 Model awal berupa blok mayor dan blok minor

Berdasarkan gambar 5.15 di atas terlihat bahwa model yang dibuat terbagi atas 4
lapisan dalam arah z (nz), 30 sayatan dalam arah y (ny) dan 50 sayatan dalam arah
x (nx). Setiap lapisan dari blok model tersebut akan terbentuk 1500 blok minor,
sehingga keseluruhan blok minor berjumlah 6000 blok. Bentuk tiap lapisan dan
sayatan akan diperlihatkan secara terpisah setelah dilakukan optimasi.

5.4.2.2 Pemodelan inversi (inverse modeling)


Setelah menentukan ukuran blok dan jumlah blok minor (model awal),
langka selanjutnya adalah menginput data obeservasi ke dalam program melalui
menu Read data. Pembacaan ini menyangkut pencocokan antara geometri model
yang dibuat dengan geometri data gravitasi. Data yang diinput akan ditampilkan
oleh program dalam bentuk kontur. Pada tahapan ini hanya kontur dari data
observasi yang ditambilkan karena proses komputasi belum dilakukan. Setelah
data dan model dicocokkan, maka proses inversi dilakukan dengan optimasi..
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses komputasi dimulai dari optimasi
base, optimasi densitas dan optimasi ketinggian blok. Optimasi base berfungsi
untuk mengoptimasi nilai-nilai parameter dasar anomali. Optimasi densitas
76

bertujuan untuk mengoptimasi nilai densitas agar nilai error antara data yang
terukur dengan hasil perhitungan dapat diminimalkan. Sedangkan optimasi tinggi
blok bertujuan untuk mendapatkan tingkat kedalaman blok.
Secara umum optimasi dilakukan agar perbedaan nilai pengukuran dan
perhitungan bisa diminimalkan. Teknik optimasi yang telah terintegrasi dalam
program ini menggunakan dekomposisi nilai singular atau singular value
dekomposition (SVD) dan teknik optimasi alternatif menggunakan prinsip
Occam’s. Penggunaan kedua metode ini dilakukan secara bertahap. Apabila
dengan metode SVD diperoleh nilai error yang cukup besar, maka perlu dilakukan
optimasi dengan Occam’s. Setelah dilakukan proses komputasi terhadap ketiga
parameter diatas akan diperoleh model blok 3D struktur kerak daerah penelitian
berupa kontur (lampiran K), profil (lampiran L), penampang dalam arah x
(lampiran M) dan y (lampiran N) serta lapisan tiap kedalaman dalam arah z sesuai
dengan model awal yang dibuat. Jumlah keseluruhan model blok sebanyak 84
model yang terdiri dari penampang dalam arah x 50 model, penampang dalam
arah y 30 model dan lapisan tiap kedalam 4 model. Model blok yang tidak
ditampilkan dalam bab ini dapat dilihat pada lampiran L dan M. Model yang
diperoleh menggunakan Grablox selanjutnya diedit menggunakan Bloxer
sehingga diperoleh tampilan model blok 3D yang lebih jelas.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model yang diperoleh dari hasil
inversi merupakan model blok 3D yang dapat ditampilkan dalam arah x dan y
berupa sayatan dan berupa lapisan tiap kedalaman dalam arah z. Model blok 3D
dalam arah z untuk tiap lapisan dapat dilihat pada gambar 5.16, 5.17, 5.18 dan
5.19. Model Blok Pada lapisan pertama (gambar 5.16) dengan kedalam 0 hingga
9,3 km mempunyai densitas yang bervariasi dari 2,63 gram/cm3 hingga 2,76
gram/cm3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah 2,67 gram/cm3.
77

(a)

(a)

(b)
Gambar 5.16 Model Blok 3D lapisan pertama pada kedalam 0,0 km hingga
9,6 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

Model Blok lapisan kedua (Gambar 5.17) dengan variasi kedalaman blok
berkisar antara 9,6 km hingga 18,9 km mempunyai densitas yang bervariasi dari
2,68 gram/cm3 hingga 2,83 gram/cm3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah
2,69 gram/cm3
78

(a)
(a)

(b)

Gambar 5.17 Model Blok 3D lapisan kedua pada kedalam 9,6 km hingga
18,9 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

. Model Blok lapisan ketiga (gambar 5.18) dengan variasi kedalaman blok
berkisar antara 18,9 km hingga 27,6 km mempunyai densitas yang bervariasi dari
2,83 gram/cm3 hingga 2,88 gram/cm3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah
2,86 gram/cm3
79

(a)

(b)(b)

Gambar 5.18 Model Blok lapisan ketiga pada kedalam 18,9 km hingga
27,6 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

Model Blok lapisan keempat (gambar 5.19) dengan variasi kedalaman blok
berkisar antara 27,6 km hingga 30 km mempunyai densitas yang bervariasi dari
2,90 gram/cm3 hingga 3,13 gram/cm3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah
3,06 gram/cm3
80

(a)

(b)

Gambar 5.19 Model Blok lapisan keempat pada kedalam 27,6 km hingga
30 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

Pada lapisan Pertama hingga lapisan ketiga, perbedaan yang signifikan


antara nilai densitas kerak penyusun struktur bawah permukaan belum terlihat
dengan jelas. Sedangkan pada lapisan keempat atau lapisan terakhir pada kedalam
yang sama terlihat adanya perbedaan densitas yang signifikan antara kerak
81

penyusun struktur bawah permukaan. Pada gambar 5.19 terlihat bahwa densitas
kerak yang memiliki nilai densitas yang lebih tinggi ketebalan lapisannya relatif
lebih tipis, sedangkan pada lapisan kerak yang nilai densitasnya relatif lebih
rendah memilki lapisan yang lebih tebal.
Secara keseluruhan, model blok 3D dalam arah z pada tiap lapisan
kedalaman dari lapisan pertama hingga lapisan terakhir seperti pada tampilan
grablox memiliki variasi densitas yang berkisar antara 2,63 gram/cm3 (lapisan
pertama) hingga 3,13 gram/cm3 (lapisan terakhir). Variasi densitas ini ditunjukkan
oleh nilai densitas pada blok minor dan skala warna pada masing-masing lapisan.
Densitas rata-rata keempat lapisan adalah 2,82 gram/cm3. Selain variasi densitas,
model blok 3D yang dibuat memperlihatkan juga adanya variasi kedalaman dan
ketinggian blok minor. Adanya variasi densitas pada model blok 3D menunjukkan
bahwa material penyusun struktur bawah permukaan daerah penelitian memiliki
densitas yang bervariasi pada tiap lapisannya, sedangkan variasi ketinggian dan
kedalam blok menunjukkan bahwa ketebalan material penyusun struktur bawah
permukaan daerah penelitian memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.
Model blok 3D dalam arah z seperti yang telah disebutkan di atas
bertujuan untuk melihat model 3D per lapisan berupa nilai densitas dan kedalam
lapisan. Sedangkan model blok dalam arah xy yang dibuat dalam bentuk sayatan
bertujuan untuk melihat bentuk struktur 2D dalam arah x dan y. Dalam hal ini
untuk melihat patahan akibat adanya penunjaman. Model yang dihasilkan dalam
arah xy berjumlah 80 model sayatan, masing masing 50 model dalam arah x dan
30 model dalam arah y. Dari sekian model tersebut, dipilih beberapa model
sayatan yang dianggap bisa mewakili model yang lain untuk melihat adanya
patahan. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 5.20, 5.21, 5.22, 5.23, 5.24 dan
5.25. Model yang tidak ditampilkan dalam bab ini dapat dilihat pada lampiran M
dan N. Model blok 3D yang disayat dalam arah x yang ditunjukkan oleh sayatan
nomor 9 (gambar 5.20) dan sayatan nomor 23 (gambar 5.21) memperlihatkan
adanya penurunan tinggi blok yang teratur relatif terhadap blok sekitarnya
pada tiap lapisan. Penurunan tinggi blok minor pada model ini diinterpetasi
sebagai bentuk sesar.
82

(a)(a)

(b)

(c)

Gambar 5.20 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat
dalam arah x pada sayatan ke 9; (c) Peta tektonik dan peta
administrasi wilaya Papua

Berdasarkan model pada gambar 5.20, sesar ini mencapai kedalaman


hingga 30 km atau pada lapisan keempat yang merupakan batuan ultramafik.
Daerah yang dilalui sesar ditutupi oleh lapisan sedimen dengan densitas
2,69 gram/cm3 hingga 2,70 gram/cm3 dengan kedalaman kurang lebih 20 km.
83

Selain sesar, pada model blok 3D yang disayat dalam arah 2D juga ditemukan
adanya siklin dan antiklin yang ditunjukkan oleh pasangan bentuk cekungan ke
atas dan ke bawah.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5.21 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat
dalam arah x pada sayatan ke 23; (c) Peta tektonik dan peta
administrasi wilaya Papua
84

Model blok lainnya dalam arah x yang juga mengindikasikan adanya


patahan dapat dilihat pada gambar 5.22 dan 5.23. Model ini disayat pada sayatan
ke 47 dan 50. Seperti pada model sebelumnya, model ini memperlihatkan adanya
bentuk patahan yang ditandai dengan kecenderungan menurunnya blok-blok
minor terhadap blok sekitarnya.

(a)

(b)

(b)

(c)

Gambar 5.22 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat
dalam arah x pada sayatan ke 47; (c) Peta tektonik dan peta
administrasi wilaya Papua
85

Berdasarkan model, sesar ini mencapai kedalaman hingga 30 km atau


pada lapisan keempat yang merupakan batuan ofiolit. Daerah yang dilalui patahan
ini ditutupi oleh lapisan sedimen dengan densitas 2,69 gram/cm3 hingga 2,70
gram/cm3 dengan kedalaman sekitar 20 km.

(a) (a)

(b)

(c)

Gambar 5.23 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat
dalam arah x pada sayatan ke 50; (c) Peta tektonik dan peta
administrasi wilaya Papua
86

Model blok 3D yang disayat dalam arah y (gambar 5.24 dan 5.25) yang
ditunjukkan oleh sayatan nomor 6 dan sayatan nomor 30 juga memperlihatkan
adanya penurunan tinggi blok yang teratur relatif terhadap blok sekitarnya pada
tiap lapisan. Penurunan tinggi blok minor pada model ini diinterpetasi sebagai
bentuk patahan.

(a)
(a)

(b)

(c)

Gambar 5.24 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat
dalam arah y pada sayatan ke 6; (c) Peta tektonik dan peta
administrasi wilaya Papua
87

Berdasarkan model, sesar ini mencapai kedalaman hingga 30 km atau


pada lapisan keempat yang merupakan batuan ofiolit (sayatan nomor 6) dan
batuan ultramafik (sayatan nomor 30). Daerah yang dilalui patahan ini ditutupi
oleh lapisan sedimen dengan densitas 2,69 gram/cm3 hingga 2,70 gram/cm3
dengan kedalaman kurang lebih 25 km. Pada sayatan nomor 6, ditemukan juga
adanya lipatan yang diiterpretasikan sebagai antiklin.

(a)

(b)

(c)
Gambar 5.25 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat
dalam arah y pada sayatan ke 30; (c) Peta tektonik dan peta
administrasi wilaya Papua

Anda mungkin juga menyukai