Anda di halaman 1dari 9

Relawan Muda pada Pasca Bencana Lombok

26 Desember 2018 00:16 Diperbarui: 26 Desember 2018 00:16 1 0 0

Relawan Muda pada Pasca Bencana Lombok

Foto : dr Risa Risfiandi, SpOG, memeriksa pasien penyintas. (Haiziah Gazali, Gema Alam NTB)

dr Nadia Putri, dokter relawan Sahabat Gema Alam memeriksa pasien di Batu Jong, Bilok Petung,
Lombok Timur (Foto : Zulkarnaen Syri Lokesywara)

dr Nadia Putri, dokter relawan Sahabat Gema Alam memeriksa pasien di Batu Jong, Bilok Petung,
Lombok Timur (Foto : Zulkarnaen Syri Lokesywara)

Akhir akhir ini, kerelawanan kalangan muda menjadi lebih populer dalam kontribusinya pada perubahan
positif di masyarakat. Kerelawanan kalangan muda juga dapat dimaknai sebagai sebuah mekanisme
pelibatan pada perdamaian dunia. Selanjutnya, pada kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
"Sustainable Development Goals", ajakan pelibatan kelompok muda diartikulasikan melalui kerelawanan
(UNV, 2014).

Siapa relawan muda?

Menurut piagam persatuan bangsa bangsa, definisi kelompok muda mencakup mereka yang berusia
antara 15 sampai dengan 24 tahun (UNESCO). Sementara menurut Undang Undang RI No. 40 Tahun
2009, definisi pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun yang memasuki
periode penting pertumbuhan dan perkembangan.
Adapun seorang relawan adalah inidividu, perempuan atau laki laki, yang menawarkan diri mereka untuk
melakukan suatu tugas tanpa harapan pada adanya kompensasi finansial (Shin and Kleiner, 2003).

Motivasi relawan, tipologi jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan komitmen mereka pada tugas
kerelawanan menarik untuk dipahami.

Kontribusi Relawan Muda.

Di seluruh dunia, kerelawanan kelompok muda pada situasi bencana dapat terjadi pada ratusan jenis
jenis kegiatan. Kerja layanan pengumpulan, pengerjaan, distribusi dan penyajian makanan; penggalangan
dana; mentoring, pengelolaan tim olah raga, perawatan lansia, pendidikan, kesehatan, mobilisasi sosial,
dan advokasi hanyalah sebagian dari jenis kegiatan mereka. Kelompok muda melakukan pekerjaan
kerelawanannya di wilayah tempat tinggalnya, di luar wilayah tempat tinggalnya, maupun di luar
negerinya.

Studi global menunjukkan bahwa pada situasi adanya bencana, masyarakat lokal adalah mereka yang
pertama melakukan tanggap bencana, sebelum kelompok dan lembaga di luar wilayahnya melakukan
upaya upaya. Pelibatan kelompok muda lokal pada kesiapsiagaan bencana tidak hanya memberi manfaat
kepada mereka dan keluarga serta lingkungan mereka, tetapi juga membangun kepemilikan pada sistem
kesiapsiagaan yang ada (Omoto & Snyder 1990). Studi juga menunjukkan bahwa pelatihan kesiapsiagaan
bencana yang memadai bagi kelompok muda akan melindungi mereka dari eksploitasi dan trafficking
pada masa pasca bencana (UNICEF, 2011). Namun demikian, pada umumnya masyarakat lokal juga
memiliki tantangan atas keterbatasan sumber daya, karena mereka juga merupakan penyintas bencana.

Untuk Indonesia, Statistik Pemuda Indonesia 2017 (Badan Pusat Statistik, 2017) menunjukkan bahwa
kelompok muda berjumlah 63,6 juta atau sekitar seperempat dari populasi Indonesia. Walaupun peran
relawan kelompok muda pada kerja pasca bencana telah lama dikenal, namun studi ataupun catatan
tentang apa peran mereka dan motivasi yang melatarinya sangat terbatas. Tulisan ini hanyalah catatan
kecil dari pembelajaran atas proses mobilisasi relawan kesehatan yang bukan hanya melakukan layanan
kesehatan bagi penyintas tetapi juga mengkontribusikan temuan atas penapisan kesehatan penyintas
sebagai bahan Kajian Kesehatan Reproduksi Pasca Bencana di Wilayah Terdampak di Lombok Timur, yang
diluncurkan pada 27 November 2018. Kajian tersebut melihat kencederungan dan pola diagnosa
morbiditas yang dialami penyintas dan sekaligus memberikan pengobatan atas keluhan penyintas.

SOSBUD
Relawan Muda pada Pasca Bencana Lombok

26 Desember 2018 00:16 Diperbarui: 26 Desember 2018 00:16 388 0 0

Relawan Muda pada Pasca Bencana Lombok

Foto : dr Risa Risfiandi, SpOG, memeriksa pasien penyintas. (Haiziah Gazali, Gema Alam NTB)

Ketika wilayah Lombok mengalami goncangan gempa 6,4 SR dengan kedalaman 10 km pada pada pukul
05.47 WITA 29 Juli 2018, kerusakan terbesar dialami oleh masyarakat Kabupaten Lombok Timur. Pada
saat bencana gempa menggoyang Lombok pada 29 Juli 2018, tim Gema Alam NTB yang terdiri dari
beberapa orang muda bergerak cepat untuk melakukan tanggap bencana di wilayah Lombok. Kerusakan
tersebut ditambah dengan gempa susulan 7.0 SR pada pukul 19.46 WITA di tanggal 5 Agustus 2018 dan
selanjutnya gempa susulan pada 19 Agustus 2018.

Rentetan goncangan tersebut merupakan goncangan yang berat bagi warga karena trauma yang
disebabkannya serta korban dan kerusakan yang terus bertambah. Sementara, dukungan untuk tanggap
bencana masih lambat bergulir, yang disebabkan oleh adanya eksodus para relawan ke wilayah Lombok
Utara dan Lombok Barat yang diketahui mengalami kerusakan yang lebih besar, ditambah dengan adanya
masa transisi politik atas terpilihnya kepala daerah baru di tingkat provinsi dan kabupaten, serta
beberapa desa di wilayah. Pada saat itu, Gema Alam NTB tidak memiliki dukungan program donor
apapun. Apa yang dilakukan adalah dengan terbatas, berbekal keswadayaan. Mengingat kebutuhan akan
adanya layanan kesehatan dan konseling psikholog, relawan kesehatan perlu direkrut dari luar wilayah
Kabupaten Lombok Timur. Catatan pembelajaran dari mobilisasi 16 orang relawan muda (3 orang laki laki
dan 13 orang perempuan) di anatara 34 orang relawan profesional Sahabat Gema Alam yang mendukung
kerja Gema Alam NTB pada masa pasca bencana adalah menarik untuk dianalisis.

Dari sisi latar belakang pekerjaan relawan muda, dicatat terdapat 13 orang relawan dokter (9 dokter
umum, 3 dokter spesialis anak, dan 1 orang dokter spesialis kebidanan dan obgyn) dan didukung 2
relawan psikholog. Selanjutnya, terdapat pula seorang relawan sarjana hukum. Mereka pada umumnya
dalam masa transisi penugasan. Sebagian besar dokter umum dalam tahap akhir masa internship,
sementara di antara 2 dokter spesialis, terdapat dokter yang menunggu penempatan, sementara
seorang lagi sedang menunggu penempatan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Adapun relawan
desainer grafis Kit Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sedang menyelesaikan tugas akhir di universitas.

Menerobos hujan, dr Debby bersama tim Gema Alam NTB kembali dari lapang untuk ke Posko (Foto :
Zulkarnaen Siry Lokesywara)
Menerobos hujan, dr Debby bersama tim Gema Alam NTB kembali dari lapang untuk ke Posko (Foto :
Zulkarnaen Siry Lokesywara)

Kontribusi relawan muda bidang kesehatan yang mendukung kerja Gema Alam NYB pada masa pasca
bencana Lombok di Lombok Timur adalah, antara lain memberikan layanan kesehatan reproduksi,
layanan kesehatan neo-natus dan balita, serta layanan kesehatan umum, termasuk lansia. Konseling
psikhologi bagi penyintas juga merupakan area kerja relawan muda di Lombok Timur.

Di samping itu, terdapat pula kontribusi relawan muda terkait desain dan pengembangan Kit Kesehatan
Maternal dan Neonatal atau Kit Kesehatan Ibu dan Anak pada masa Pasca Bencana. Relawan muda juga
terlibat melalui penampilan seni dan budaya, sebagai bagian dari kerja advokasi kebijakan kesehatan
reproduksi pada masa masa pasca bencana.

dr Fatimah menerima sertifikat dari Ketua Gema ALam NTB. Penghargaan kecil namun berarti. (Foto :
Dokumentasi Pribadi)

dr Fatimah menerima sertifikat dari Ketua Gema ALam NTB. Penghargaan kecil namun berarti. (Foto :
Dokumentasi Pribadi)

Sebagai contoh, dokter Eduard, seorang dokter umum berusia 24 tahun yang berasal dari Lampung
memulai penapisan dan layanan kesehatan di wilayah terdampak. Informasi awal terkait kecenderungan
situasi penyintas, termasuk keberadaan penyintas ibu hamil yang harus segera dibawa ke Rumah Sakit di
Selong karena risiko tinggi sempat dilakukan. Pada situasi bencana tsunami yang terjadi di Banten dan
Lampung Selatan, dr Eduard nampak aktif pula menjadi tim dokter pada posko kesehatan di Lampung.

Dokter relawan dr Risa Risfiandi SpOG, berusia 30 tahun yang berasal dari Bandung, pada awalnya lebih
berfokus pada panapisan ibu hamil dan memberikan edukasi kepada penyintas dan suami mereka terkait
kondisi kehamilan dan alat kontrasepsi. Namun, selanjutnya dr Risa terbuka untuk mendiskusikan
dengan peneliti tentang kecenderungan dan situasi ibu hamil di wilayah yang dilayani. Dr Risa akhirnya
turut serta dalam mendukung proses analisis Kajian, khususnya berkait dengan kecenderungan ibu hamil
dengan risiko tinggi yang ada di wilayah terdampak. Hal ini juga dilakukan oleh dr Ramadina SpA yang
memberikan catatan atas diagnosanya pada pemeriksaan dan penapisan kesehatan anak bayi dan balita,
dan berhasil melaporkan beberapa kasus bayi dengan status gizi buruk, gizi kurang, dan kasus
microchephali. Dr Ramadina SpA juga memberikan catatan terkait kecenderungan penyakit penyakit
yang ditemui dan dialami neonatus dan bayi serta balita.

Sementara itu, dr Widyatama Andika, dokter relawan asal Jakarta yang berusia 27 tahun, yang pernah
menjadi Wakil Abang None Jakarta Pusat pada beberapa tahun yang lalu. Selain memberikan layanan
kesehatan, dokter Andika mengajak pula dokter dokter lain untuk mendukung. Alhasil, 6 dokter
perempuan menambah jumlah relawan Sahabat Gema Alam. Beberapa dokter relawan, antara lain dr
Kara Citra dan dr Nadia Putri menghubungkan Sahabat Gema Alam dengan beberapa donatur
pembangunan hunian sementara (huntara) bagi penyintas.

Pada saat advokasi atas hasil Kajian dilakukan di Jakarta, dr Risa Risfiandi SpOg berpartisipasi dalam talk
show dan psikholog Gia Saskia mengisi acara 'Berdaya Lotim, untuk Ibu dan Anak Lombok Timur" yang
diadakan di Jakarta pada 20 Desember 2018 yang lalu. Gia Saskia dan Anindita Indriyanti juga
menggerakkan 12 orang alumni Abang None Jakarta lain untuk menjadi pengisi acara tersebut.

Adalah menarik untuk dicatat bahwa sebagian besar relawan muda memutuskan sendiri
keikutsertaannya pada kerja pasca bencana. Relawan muda memiliki motivasi sendiri untuk berbagi
dengan sesama melalui partisipasinya pada kerja di pasca bencana Lombok. Beberapa relawan muda
juga memiliki tujuan untuk belajar, disamping memahami konteks dan persoalan yang dihadapi
penyintas pada masa pasca bencana. Laras Zita, misalnya, memanfaatkan waktunya sebagai relawan di
Lombok Timur untuk memahami situasi dan konteks di lapangan sehingga penyusuna Kit Kesehatan Ibu
dan Anak bagi relawan yang disusun lebih sesuai dengan kebutuhan di lapang. Yang menarik, semua
relawan muda bangga dengan apa yang mereka lakukan. Hal ini dicatat dari unggahan foto ataupun
'story' pada Instagram dari relawan.

Beberapa studi global menunjukkan bahwa, seringkali masyarakat dan lembaga yang menjadi
tuan/nyonya rumah dari relawan muda, memperlakukan kerelawanan sebagai 'take for granted', atau
menganggap sudah semestinyalah relawan hadir dan bekerja. Namun, hal ini tidak akan membantu.

SOSBUD

Relawan Muda pada Pasca Bencana Lombok

26 Desember 2018 00:16 Diperbarui: 26 Desember 2018 00:16 388 0 0

Relawan Muda pada Pasca Bencana Lombok

Foto : dr Risa Risfiandi, SpOG, memeriksa pasien penyintas. (Haiziah Gazali, Gema Alam NTB)

Pembelajaran pada kerja relawan kesehatan yang mendukung kerja Gema Alam NTB menunjukkan
bahwa mengahargai dan memberi nilai pada kontribusi relawan muda berpengaruh besar pada upaya
membangun rekognisi atas kontribusi mereka. Rekognisi tersebut, dalam proses selanjutnya, memotivasi
kalangan muda yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam upaya pasca bencana. Keterlibatan kelompok
muda yang populer, misalnya karena mereka adalah alumni Abang None Jakarta membawa pengaruh
positif pada kredibilitas mekanisme kerja relawan kesehatan. Media sosial membantu proses penyebaran
rekognisi tersebut.

Dalam hal persiapan relawan kesehatan yang membantu Gema Alam NTB, 'briefing' pendek terkait
konteks dan situasi serta keperluan logistik yang diperlukan pada masa tugas relawan telah dilakukan
melalui telpon atau email sebelum keberangkatan. Orientasi secara langsung sebelum relawan
melakukan tugas juga dilakukan. Informasi terkait konteks dan kecenderungan kecenderungan yang
ditemui dari survai pendek kesehatan reproduksi juga disampaikan sebagai gambaran umum. Koordinasi
dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat serta bidan desa juga dilakukan. Tentu saja, di masa
depan, persiapan persiapan seperti yang dilakukan oleh United Nation Volunteer (UNV) terkait pelatihan
kesiapsiagaan bencana dan kepemimpinan akan memberikan hasil yang lebih baik.

Secara jelas, pembelajaran menunjukkan bahwa peran relawan sangat vital pada kerja kemanusiaan
pasca bencana. Pemanfaat data dan informasi dari temuan penapisan dan pemeriksaan kesehatan yang
diolah dengan memadai dapat menjadi suatu bahan kajian dan analisis. Sejak September sampai dengan
akhir November 2018, tiga belas relawan muda untuk layanan kesehatan yang mendukung kerja Gema
Alam NTB telah melayani 2.697 penyintas, 409 di antaranya adalah ibu hamil. Satu hal yang penting bagi
Gema Alam NTB, keberadaan dan kotribusi relawan pada kerja kemanusiaan masa pasca bencana
Lombok telah membangun pengalaman Gema Alam NTB terkait model kerja bersama dalam
memecahkan persoalan dan tantangan memberikan layanan kesehatan reproduksi bagi penyintas
gempa.

Pada saat yang sama, adanya relawan juga memberi pelajaran tentang perlunya membangun aksi dan
tanggung jawab kolektif. Terbatasnya waktu yang dimiliki oleh relawan untuk mendukung kerja pasca
bencana disadari berpengaruh pada mobilitas. Dari 16 relawan, dicatat bahwa terdapat hanya 3 orang
relawan yang dapat berdedikasi melakukan kerja kerelawanan antara 10 hari sd 21 hari. Sementara 13
orang hanya dapat memberikan kontribusi antara 2 sd 5 hari kerja, dikarenakan tugas atau pekerjaan
mereka yang tidak memungkinkan mereka meninggalkan pekerjaan dalam waktu lama.
Pada saat acara "Berdaya Lotim, untuk Ibu dan Anak Lombok Timur", lebih banyak lagi relawan
mendukung. Mereka berkontribusi sebagai MC dan pengisi acara, antara lain Svara Samsara, Benita Vania
& Friends, 12 muda mudi yang tergabung dalam Paguyuban alumni Abang dan None Jakarta, Non Dita
dan Bang Oman, dan Hening Harimurti yang mendukung pengurusan tata panggung.

Berbagai pihak, termasuk pemerintah tampaknya belum merekognisi peran dan kontribusi relawan muda
dalam siklus kerja mitigasi dan penanganan pasca bencana. Juga, pemerintah belum memanfaatkan
informasi terkait latar belakang pendidikan dan pekerjaan dari relawan dan nilai yang dapat
disumbangkan oleh relawan muda.

Catatan pembelajaran menunjukkan bahwa memahami potensi dan sekaligus tantangan yang dihadapi
relawan muda merupakan salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan efektivitas kerja relawan.

Pelibatan relawan muda dalam diskusi dan dialog merupakan hal yang penting agar kontribusi mereka
efektif untuk mencapai tujuannya. Data yang valid dan dapat dipertanggungkan dapat membantu
emerintah untuk dapat membangun strategi yang sesuai.

BKKBN: Relawan Bencana Bisa Cegah Kehamilan yang Tidak Direncanakan

Selasa, 7 Juli 2015 00:59 WIB

KB-.jpg

Keluarga Berencana - Istimewa

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran relawan yang terlibat dalam penanganan bencana dinilai sangat
penting.
Mereka bisa mencegah kehamilan yang tidak direncanakan dan mengenalkan program Keluarga
Berencana (KB).

"Peran relawan yang terlibat dalam penanganan bencana ini penting, dalam pengenalan program KB dan
mencegah kehamilan tidak direncanakan," ujar kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra, Senin(6/7/2015).

Surya mengatakan saat bencana terjadi keberadaan program KB terancam, sebab seseorang pada saat
itu bisa mendadak berhenti menjadi peserta KB.

"Dalam kondisi darurat bencana, alat kontrasepsi memang tidak tersedia karena dianggap bukan barang
yang mendesak dan bukan prioriatas," ujar Surya.

Prevalensi kehamilan tidak direncanakan lanjut Surya juga akan meningkat di kawasan bencana karena
mereka susah mengakses program KB.

Surya menegaskan dalam kondisi apapun, BKKBN akan berusaha memberikan pelayanan KB dalam
segala situasi termasuk bencana.

Data menunjukkan dalam situasi bencana 25 persen penduduk adalah perempuan berusia subur, empat
persen diantaranya sedang hamil dan 15-20 persen mengalami komplikasi kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai