SHELA KUSUMANINGTYAS
Menteri Kesehatan RI, Nila F Moeloek; Ketua Tim Evidence Summit, Akmal Taher; Ketua
AIPI, Sangkot Marzuki; dan Plt Direktur USAID, Ryan Washburn berfoto bersama seusai
pemaparan temuan kasus kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia, pada Rabu (28/3/2018)
di Jakarta.
Berdasarkan evaluasi Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, kasus kematian
ibu dan bayi baru lahir di Indonesia masih pada posisi 305 per 100.000 kelahiran. Padahal target
yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah 102 per 100.000 kelahiran.
AIPI melalui program Evidence Summit memaparkan temuan yang diperoleh tentang kematian
ibu dan bayi baru lahir di Indonesia pada Rabu (28/3/2018) di Jakarta.
Ketua Evidence Summit, Prof DR dr Akmal Taher, SpU (K) berkata bahwa tim peneliti
memanfaatkan data dari 7.831 literatur untuk mengungkap penyebab kematian ibu dan bayi baru
lahir. Penelitian berlangsung dari Juni 2016 hingga Maret 2018.
“Kami lantas membagi dulu faktor apa saja yang diduga menjadi penyebab kematian ibu dan
bayi baru lahir,” ujar Akmal seusai acara.
Dari situ, terungkap bahwa pemicu tingginya angka kematian ibu dan bayi baru lahir di
Indonesia yakni kualitas pelayanan kesehatan, sistem rujukan kesehatan, implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional, dan kebijakan pemerintah daerah terkait kesehatan.
Selain faktor tersebut, terdapat pula faktor budaya di mana ketimpangan jender masih menjadi
permasalahan saat perempuan ingin bersalin. Beberapa daerah di Indonesia bahkan masih
memegang prinsip bahwa perempuan tidak berhak menentukan sendiri proses persalinannya.
Di lapangan, sering ditemukan kasus di mana perempuan yang melahirkan sudah dalam keadaan
darurat sehingga tidak tertolong nyawanya. Ini lantaran keluarga terdekat melarang dirujuk ke
fasilitas medis yang memadai. “Perempuan untuk melahirkan di rumah sakit saja harus menurut
keputusan suami dan keluarga,” ucap Akmal. Baca juga : Bayi Lahir Kurus Rentan Idap
Gangguan Ginjal Saat Dewasa
AIPI lantas mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan untuk membentuk komite khusus yang
menangani kasus kematian ibu dan bayi baru lahir. Nama yang diajukan yakni Komite Nasional
Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir.
Ditemui selepas acara, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila F Moeloek menanggapi
rekomendasi dari AIPI. Menurut dia, tidak menutup kemungkinan komite usulan AIPI
direalisasikan.
“Komite jantung, ginjal, kanker sudah ada di Kemenkes. Namun, komite ibu melahirkan dan
bayi belum ada. Ini mungkin dibuat,” ujarnya.
Lembaga-lembaga terkait nantinya diharapkan bersinergi dalam komite tersebut supaya angka
kematian ibu dan bayi baru lahir bisa ditekan. “Angka kematian ibu dan bayi harus segera diatasi
dengan baik. Barangkali dengan komite ini bisa membantu,” imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Angka Kematian Ibu dan Bayi di
Indonesia Tinggi, Riset Ungkap
Sebabnya", https://sains.kompas.com/read/2018/03/28/203300723/angka-kematian-ibu-dan-bayi-
di-indonesia-tinggi-riset-ungkap-sebabnya.
Penulis : Shela Kusumaningtyas
Editor : Shierine Wangsa Wibawa
MENGHITUNG PERTUMBUHAN PENDUDUK SUATU WILAYAH
1. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk disebut juga dinamika penduduk. Ada 3 klasifikasi pertumbuhan penduduk, yaitu
sebagai berikut.
Pertumbuhan penduduk termasuk cepat, bila pertumbuhan 2% lebih dari jumlah penduduk tiap tahun.
Pertumbuhan penduduk termasuk sedang, bila pertumbuhan itu antara 1% - 2%.
Pertumbuhan penduduk termasuk lambat, bila pertumbuhan itu antara 1% atau kurang.
Pertumbuhan penduduk, yaitu angka yang menunjukkan tingkat pertambahan penduduk per tahun dalam
jangka waktu tertentu dinyatakan dengan persen.
Keadaan penduduk tumbuh, bila angka kelahiran lebih besar dari angka kematian. Atau jumlah kelahiran lebih
besar dari jumlah kematian.
Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh faktor-faktor kelahiran, kematian, dan migrasi yang terdiri atas
emigrasi dan imigrasi. Ada 2 pengertian pertumbuhan penduduk.
Rumus:
Rumus:
Keterangan:
Kawin dalam usia muda atau di bawah umur, artinya kalau seorang wanita sudah kawin dalam usia
muda, kesempatan reproduksi (melahirkan) lebih lama. Jadi, kesempatan mempunyai anak lebih
banyak.
Rendahnya tingkat kesehatan. Banyaknya bayi yang meninggal menyebabkan orang tua ada
kecenderungan mempunyai banyak anak. Jadi, bila ada yang meninggal masih ada cadangannya.
Suatu anggapan: ”banyak anak banyak rezeki”. Ini sebenarnya suatu mitos, yakni anggapan yang
keliru.
Jaminan untuk hari tua ada yang merawat.
Masa-masa damai.
b. Faktor-faktor Antinatalitas
Faktor-faktor antinatalitas antara lain sebagai berikut.
Adanya ketentuan batas umur menikah. Di Indonesia, untuk wanita ditetapkan minimal umur 16
tahun, sedangkan untuk laki-laki batas minimal 19 tahun.
Adanya program pemerintah yang membatasi kelahiran. Di Indonesia, dengan program KB yang
mulai dicanangkan pada tahun 1970, dengan semboyan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS), 2 anak cukup.
Adanya anggapan sebagian orang tua ‘orang tua modern’ bahwa anak mau tidak mau menjadi beban
orang tua, lebih-lebih banyak anak.
Adanya pembatasan tunjangan anak, terutama bagi pegawai negeri.
Masa-masa perang.
Angka kelahiran kasar atau Crude Birth Rate (CBR) menunjukkan jumlah bayi yang lahir setiap 1.000
penduduk dalam satu tahun. Untuk mencari angka kelahiran kasar digunakan rumus sebagai berikut.
Di mana:
Menurut Wardiyatmoko angka kelahiran kasar (CBR) dalam kurun waktu 2000 - 2005 kurang lebih sebesar
29.
Dibandingkan dengan CBR Asia 25, Thailand 28, Malaysia 27, dan Singapura 25 maka CBR Indonesia masih
relatif tinggi.
Contoh:
Pada pertengahan tahun 2006, jumlah penduduk di Kecamatan X sebanyak 20.000 jiwa dan jumlah bayi yang
lahir tercatat 900 anak. Berapa angka kelahiran kasarnya?
Jawab:
Angka kelahiran kasar adalah 45, artinya pada setiap 1.000 penduduk dalam satu tahun terjadi kelahiran
sebanyak 45 bayi.
Angka kelahiran umum atau General Fertility Rate (GFR) adalah banyaknya kelahiran tiap 1.000 wanita yang
berusia 15 - 49 tahun pada pertengahan tahun.
Di mana:
Contoh:
Di kecamatan X banyaknya wanita berumur 15 - 49 tahun pada pertengahan tahun 2006 ada 9.000 orang,
sedangkan jumlah bayi yang lahir 900 anak. Berapakah angka kelahiran umumnya?
Jawab:
Angka kelahiran umum 100, artinya setiap 1.000 wanita berumur 15 - 49 tahun dalam satu tahun terdapat
jumlah kelahiran 100 bayi.
Angka kelahiran khusus atau Age Spesific Birth Rate (ASBR) menunjukkan banyaknya bayi lahir setiap 1.000
orang wanita pada usia tertentu dalam waktu satu tahun. Untuk mengetahui ASBR digunakan rumus sebagai
berikut.
Di mana:
Contoh:
Di kabupaten A terdapat wanita usia 20 - 24 sebanyak 300.000 jiwa. Banyaknya bayi yang lahir pada tahun
tersebut sebanyak 3.000 anak. Berapa angka kelahiran khususnya?
Jawab:
Hal itu berarti setiap 1.000 orang wanita usia 20 - 24 tahun terdapat 10 bayi yang lahir dalam setahun.
b. Kematian (Mortalitas)
1) Angka Kematian Kasar
Angka kematian kasar atau Crude Death Rate (CDR) menunjukkan jumlah kematian setiap 1.000 penduduk
dalam setahun.
Di mana:
M = jumlah kematian
Menurut Wardiyatmoko angka kematian kasar (CDR) Indonesia dalam kurun waktu 2000 - 2005 kurang lebih
sebesar 43.
Dibandingkan dengan CDR Asia 42, Thailand 40, Malaysia 24, dan Singapura 9 maka CDR Indonesia masih
relatif tinggi.
Contoh:
Pada pertengahan tahun 2006, jumlah penduduk di Kecamatan X sebanyak 10.000 jiwa dan jumlah penduduk
yang meninggal 800 anak. Berapakah angka kematian kasarnya?
Jawab:
Angka kematian kasarnya 8, artinya setiap 1.000 orang dalam 1 tahun, jumlah penduduk yang meninggal ada 8
orang.
Angka kematian khusus menurut umur atau Age Spesific Death Rate (ASBR) menunjukkan banyaknya orang
yang meninggal tiap 1.000 orang penduduk pada usia tertentu dalam setahun.
Biasanya angka ini sangat tinggi pada kelompok usia lanjut, sedangkan pada kelompok usia muda angka ini
jauh lebih rendah.
Di mana:
Angka kematian kasar digolongkan rendah jika kurang dari 13, sedang jika berkisar 14 - 18, dan tinggi jika
lebih dari 18.
Contoh:
Jumlah penduduk provinsi A yang berumur 65 - 69 tahun adalah 100.000 jiwa. Dalam waktu satu tahun yang
meninggal dunia sebanyak 20.000 jwa. Hitunglah angka kematian khusus menurut kelompok umur di provinsi
tersebut!
Jawab:
Artinya setiap 1.000 penduduk yang berumur 65 - 69 tahun, yang meninggal sebanyak 200 orang dalam
setahun.
Kematian bayi dan harapan hidup di beberapa negara dapat dilihat pada tabel berikut.
Adanya perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk wanita dapat digunakan untuk
memperkirakan atau memprediksi keadaan jumlah penduduk di masa datang.
Kemungkinan terjadinya ledakan penduduk akan lebih besar, kalau jumlah penduduk wanita lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.
Selasa, 30 Jan 2018 16:35 WIB
Angka Harapan Hidup di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Foto: Thinkstock
Jakarta - Angka Harapan Hidup di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pakar
mengatakan secara tidak langsung, telah terjadi perbaikan dari sisi sistem dan pelayanan kesehatan di
Indonesia.
Ardhiantie dari Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatakan angka harapan hidup penduduk
Indonesia mengalami kenaikan signifikan dari tahun 2010.
Baca juga: Harapan Hidup Pasien Kanker di Negara Maju Meningkat, Ini Sebabnya
"Pada tahun 2010 angka harapan hidup di Indonesia 69,81 tahun. Sementara para tahun 2016, angkanya
naik jadi 70,90 tahun," ungkap Ardhiantie dalam sesi Health and Nutrition Journalist Academy di Diskusi
Kopi, Jl Halimun Raya, Jakarta Selatan.
Dijelaskan Ardhiantie, angka harapan hidup 70,90 tahun menandakan bayi-bayi yang lahir di tahun 2016
bisa hidup hingga usia 70 tahun. Hal ini merupakan dampak dari adanya perbaikan status kesehatan
masyarakat, termasuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan.
Penghitungan angka harapan hidup dengan menghitung rata-rata anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata
anak yang masih hidup. Hal ini dikarenakan Indonesia belum memiliki sistem pendataan kematian
berdasarkan kelompok umur.
"Jadi angka harapan hidup berhubungan erat dengan angka kematian bayi. Jika angka kematian bayi
tinggi, maka angka harapan hidupnya akan rendah. Begitu juga sebaliknya, angka kematian bayi rendah,
angka harapan hidup tinggi," tambahnya.
Di Indonesia, angka harapan hidup tertinggi dimiliki oleh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
74,71 tahun. Sementara angka harapan hidup terendah ada di Sulawesi Barat dengan 64,31 tahun.
"Peningkatan angka harapan hidup tidak hanya soal umur panjang, tetapi juga soal hidup sehat dan
produktivitas," tutupnya.
Update Terakhir : 18 Feb 2014
Tahun
Provinsi
2010 2015 2020 2025 2030 2035
Aceh 4523.10 5002.00 5459.90 5870.00 6227.60 6541.40
Bali dan Kep. Nusa Tenggara 13129.70 14108.50 15047.80 15932.40 16751.40 17495.70