Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ANALISIS JURNAL “DEEP BREATHING EXERCISE DAN

ACTIVE RANGE OF MOTION EFEKTIF MENURUNKAN DYSPNEA


PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE” DENGAN JURNAL
PEMBANDING “PENGARUH VENTILATORY MUSCLE TRAINIG (VMT)
TERHADAP PENURUNAN DYSPNEA PADA PENDERITA CONGESTIVE
HEART FAILURE”

Disusun Oleh:
Kelompok II
1. Ardinanto Kalumbang (1804028)
2. Dian Puji Rahmanti (1804035)
3. Eka Kristina Asi (1804036)
4. Ervina Nanda Sari (1804039)
5. Inkarizki Sellodella (1804044)
6. Ivana Chris Atmaja (1804045)
7. Jariaman Puay (1804046)
8. Laiticia Naibaho (1804048)
9. Lidya Chrisnawati (1804049)
10. Maria Paulina Oematan Guntur (1804052)
11. Marianus De Spiritu Santo Meol (1804053)
12. Mursiyah (1804059)
13. Virginia Mareta Kurnia Putri (1804075)
14. Yosep Lestari (1804081)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Analisis Jurnal Deep Breathing Exercise dan Active Range Of Motion
Efektif Menurunkan Dyspnea pada Pasien Congestive Heart Failure Dengan
Jurnal Pembanding Pengaruh Ventilatory Muscle Trainig (VMT) Terhadap
Penurunan Dyspnea pada Penderita Congestive Heart Failure
.

Mengetahui,

Preceptor Akademik Preceptor Klinik 1 Preceptor Klinik 2

(Isnanto, S.Kep., Ns. MAN) (Heri Widiarso, S.Kep., (Andar Setyawati, S.Kep., Ns)
Ns.,M.Nur)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi penyebab nomor
satu kematian di dunia dengan diperkirakan akan terus meningkat hingga
mencapai 23,3 juta pada tahun 2030 (Yancy, 2013; Depkes, 2014). Masalah
tersebut juga menjadi masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi di Indonesia (Perhimpunan Dokter Kardiovaskuler,
2015).
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu kondisi patofisiologi dicirikan
oleh adanya bendungan (kongesti) di paru atau sirkulasi sistemik yang disebabkan
karena jantung tidak mampu memompa darah yang beroksigen secara cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra, 2011). Pada umumnya CHF
diderita lansia yang berusia > 50 tahun, CHF merupakan alas an yang umum bagi
lansia untuk dirawat dirumah sakit (usia 65-75 tahun mencapai presentase sekitar
75,2% pasien yang dirawat dengan CHF). Resiko kematian yang diakibatkan oleh
CHF, sekitar 5-10% per tahun pada kasus gagal jantung ringan dan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat (Black dan Jane, 2014).
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea, fatigue dan
gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita
CHF. CHF mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi
penimbunan cairan di alveoli. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi
dengan maksimal dalam memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah
perubahan yang terjadi pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan
suplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Johnson,
2008; Wendy, 2010).

Berdasarkan hasil uraian tersebut, tim penulis akan menganalisis jurnal terkait
penanganan dyspnea pada pasien CHF. Peunlis akan menganalisis Deep Breathing
Exercise dan Active Range Of Motion Efektif Menurunkan Dyspnea pada Pasien
Congestive Heart Failure Dengan Jurnal Pembanding Deep Breathing Exercise
dan Active Range Of Motion Efektif Menurunkan Dyspnea pada Pasien Congestive
Heart Failure.

B. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi dan melengkapi praktik stase peminatan diruang ICCU Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2019.
2. Mahasiswa mampu menganalisis jurnal utama dan pembanding
menggunakan teknik analisa PICO
BAB II
ABSTRAK UTAMA

A. Jurnal Utama

Deep Breathing Exercise dan Active Range Of Motion Efektif Menurunkan


Dyspnea pada Pasien Congestive Heart Failure
ABSTRAK

Dsypnea merupakan mannifestasi klinis congestive heart failure (CHF) akibat


kurangnya suplai oksigen karena penimbunan cairan di alveoli. Merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Penimbunan tersebut membuat
jantung tidak mampu memompa darah dengan maksimal. Dampak perubahan terjadi
peningkatan sensasi dyspnea pada otot respiratory. Penatalaksanaa non farmakologi
berupa tindakan bertujuan menjaga stabilitas fisik menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh deep breathing exercise dan active range
of motion terhadapadyspnea pada pasien CHF. Penelitian menggunakan desain quasi
experimental pre-post test dengan kelompok kontrol melibatkan 32 responden dengan
teknik stratified random sampling. Alat ukur penelitian menggunakan modified Borg
scale. Intervensi memberikan deep breathing exercise sebanyak 30 kali dilanjutkan
dengan active range of motion masing-masing gerakan 5 kali intervensi sebanyak 3
kali sehari selama 3 hari. Waktu penelitian bulan April-Juni 2017 di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Analisa data
menggunakan paired t-test menunjukkan p<0,001 pada kelompok intervensi dan
p=0,001 pada kelompok kontrol. Analisis dengan Mann Withney menunjukkan hasil
intervensi deep breathing exercise dan active range of motion lebih efektif dari pada
intervensi standar rumah sakit atau semi fowler dalam menurunkan dyspneu (p=0,004,
alfa=0,05). Peneliti merekomendasikan penerapan deep breathing exercise dan active
range of motion sebagai bentuk pilihan intervensi dalam fase inpatient untuk
mengurangi dyspneu pada pasien CHF

Kata kunci: active range of motion, congestive heart failure,deep breathing exercise
dyspnea
B. Jurnal Kedua

Pengaruh Ventilatory Muscle Trainig (VMT) Terhadap Penurunan Dyspnea


pada Penderita Congestive Heart Failure

ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Dyspnea pada pasien Congestive Heart Failure
(CHF) menyebabkan terbatasnya aktivitas hidup sehari-hari, menurunkan
kapasitas fungsional, dapat menyebabkan gangguan tidur, peningkatan respon
cemas dan depresi, selain itu juga kondisi dyspnea dapat meningkatkan angka
kematian. Tujua penelitian untuk mengetahui pengaruh Ventilatory Muscle
Trainig (VMT) untuk mwnurukan dyspnea. Metode: Metode penelitian
mneggunakan quasi-eksperiment pendekatan pre-posttest without control group
design. Metode sampling secara accidental. Pengukuran dyspnea dengan skala
modifikasi Borg. Intervensi VMT dilakukan selama 3 hari. Analisis data

meggunakan uji Wilcoxon. Hasil: Hasil dyspnea sebelum intervensi 4,2± 1,1,

analisis perbandingan menunjukan ada perbedaan skala dyspnea antara sebelum


dan setelah VMT dengan p-value: 0,012. Simpulan: menunjukan ada perbedaan
dyspnea pada pasien CHF yang menglami dyspnea setelah dilakukan pemberian
VMT. Perlu penelitian lanjutan penggunaan VMT dengan adanya kelompok
control.
Kata kunci: congestive heart failure, dyspnea, ventilator muscle training
BAB III
ANALISIS PICO

NO KRITERIA JAWAB PEMBENARAN & CRITICAL THINKING


P (Problem) YA Jurnal I:
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of
Motion Efektif Menurunkan Dyspnea Pada
Pasien Congestive Heart Failure

Populasi dalam penelitian ini adalah semua


pasien PJK yang sedang dirawat di RS PKU
Muhammadiyah Gamping dan PKU Yogyakarta.
Problem:
Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan data
jumlah penderita congestive heart failure (CHF)
yang dirawat pada tahun 2015 dan 2016 tanpa
penyakit penyerta selain penyakit pernafasan
sebanyak 328 pasien (Rekam Medis PKU Yogya,
2017).
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF
antara lain dyspnea, fatigue dan gelisah. Dyspnea
merupakan gejala yang paling sering dirasakan
oleh penderita CHF. Hasil wawancara dengan 8
orang pasien di rumah sakit menyatakan bahwa
80% pasien menyatakan bahwa dyspnea
mengganggu mereka seperti aktivitas sehari-hari
menjadi terganggu.

Jurnal II :
Pengaruh Ventilatory Muscle Training (VMT)
Terhadap Penurunan Dyspnea Pada Penderita
Congestive Heart Failure

Dyspnea atau sesak nafas sering muncul pada


penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung
koroner dan Congestive Heart Failure (CHF) atau
gagal jantung (Shahar , 2010). Congestive Heart
Failure menyebabkan terbatasnya aktifitas hidup
sehari-hari, menurunkan kapasitas fungsional ,
dan dapat menyebablan masalah gangguan tidur
serta meningkatkan angka kematian bagi
penderitanya. Berdasarkan usia para penderita
CHF, usia 15-34 tahun adalah 0,07%, usia 35-54
tahun 0,28%, 55-74 tahun 0,87%, dan lebih dari 75
tahun 0,41%/ (Dinas Kesehatan Republik
Indonesia , 2013). Dispnea pada pasien CHF dapat
muncul sebanyak 52% , dispnea akan semakin
memburuk jika pasien CHF mengalami gangguan
anemia dan adanya oedema pulmonal . ( Panel et
al., 2011).

Critical Thingking:
 CHF mengakibatkan kegagalan fungsi
pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan
di alveoli. Hal ini menyebabkan jantung tidak
dapat berfungsi dengan maksimal dalam
memompa darah. Dampak lain yang muncul
adalah perubahan yang terjadi pada otot-otot
respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan
suplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu
sehingga terjadi dyspnea (Johnson, 2008;
Wendy, 2010).
 Congestive Heart Failure adalah
ketidakmampuan otot jantung memompakan
sejumlah darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh.( Solomon, 2012). Beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi gagal
jantung adalah kebiasaan merokok,
kurangnya aktifitas fisik, perubahan pola diet,
kelebihan berat badan, hiperlipidemia,
diabetes, hipertensi, usia, jenis kelamin dan
keturunan. ( Kasron, 2016). Penyebab
dispnea adalah penurunan Cardiac Output
(COP) jantung tang terjadi saat klien
beraktifitas sehingga menyebabkan
kelelahan otot pernafasan.

2 I (Intervensi) YA Jurnal I:
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of
Motion Efektif Menurunkan Dyspnea Pada
Pasien Congestive Heart Failure
Total responden berjumlah 32 orang yang dibagi
menjadi kelompok kontrol dan intervensi.
Kelompok kontrol hanya mendapatkan intervensi
standar rumah sakit sedangkan kelompok
intervensi mendapatkan intervensi standar rumah
sakit dan intervensi deep breathing exercise dan
active range of motion. Waktu penelitian bulan
April-Juni 2017 di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah
Gamping
Alat ukur penelitian menggunakan modified Borg
scale.
Intervensi dengan memberikan deep breathing
exercise sebanyak 30 kali dilanjut dengan active
range of motion masing-masing gerakan 5 kali.
Intervensi sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari.
Intervensi:
1. Nilai dyspnea antara 0 sampai 10 dengan
skor terendah adalah 0 berarti pasien tidak
ada kesulitan bernafas dan skor tertinggi
adalah 10 yang berarti pasien kesulitan
bernafas normal. Instrumen ini diisi oleh
pasien dengan didampingi peneliti.
2. Pengukuran dyspnea dilakukan 15 menit
sebelum intervensi dimulai.
3. Setelah pre-test dilakukan, peneliti
melakukan intervensi sesuai dengan
standar operasional prosedur (SOP) deep
breathing exercise dan active range of
motion yang telah dibuat sebelumnya
pada kelompok intervensi.
4. Intervensi dilakukan setelah 48 jam pasien
masuk rumah sakit.
5. Latihan diawali dengan melakukan deep
breathing exercise yang dilakukan selama
5 siklus (1 siklus 1 menit yang terdiri dari
5 kali nafas dalam dengan jeda 2 detik
setiap 1 kali nafas) dilanjutkan dengan
active range of motion secara bertahap
dengan masing-masing gerakan dilakukan
selama 5 kali.
6. Latihan tersebut dilakukan tiga kali sehari
selama 3 hari.
7. Pada kelompok kontrol mendapatkan
intervensi sesuai dengan prosedur di
rumah sakit yaitu pemberian posisi dan
oksigenasi.
8. Peneliti melakukan post-test setelah 15
menit dari berakhirnya intervensi pada
hari ketiga
Jurnal II:
Pengaruh Ventilatory Muscle Training (VMT)
Terhadap Penurunan Dyspnea Pada Penderita
Congestive Heart Failure
1. Intervensi pada jurnal ini adalah dengan
Ventilatory Muscle Training (VMT)
2. Pengambilan data dilakukan dengan
mengukur dyspnea sebelum intervesi VMT
dilakukan dan setelah hari ketiga intervensi.
3. VMT dilakukan selama 20 menit, satu kali
sehari dan dilakukan selama 3 hari.
4. Pengukuran dyspnea dengan skala
modivikasi Borg.

Critical Thingking:
 Jurnal I:
Breathing exercise merupakan latihan untuk
meningkatkan pernafasan dan kinerja
fungsional (Cahalin, 20145). Salah satu
breathing exercise yang dapat dilakukan
adalah deep breathing exercise yaitu
aktivitas keperawatan yang berfungsi
meningkatkan kemampuan otot-otot
pernafasan untuk meningkatkan compliance
paru dalam meningkatkan fungsi ventilasi
dan memperbaiki oksigenasi (Smelzer, 2008;
Price, 2006). Range of motion (ROM)
merupakan latihan gerak dengan
menggerakkan sendi seluas gerak sendi.
Latihan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan aliran darah ke otot sehingga
meningkatkan perfusi jaringan perifer (Babu,
2010).

 Jurnal II:
Ventilatory Muscle Training (VMT) adalah
proses memperbaiki kekuatan dan endurance
(daya tahan) otot pernafasan. Teknik VMT di
fokuskan untuk meningkatkan kekuatan otot
pernafasan. Untuk menurunkan dyspnea
dapat menggunakan beberapa treatmen pada
pasien CHF sesuai dengan kondisi penyerta
yang mengganggu baik oksigenasi,
managemen farmakologi dan training
exercise ( Nicholson, 2014). Borg Scale atau
skala Borg adalah yang digunakan untuk
mengukur sesak nafas, pemantauan sesak
nafas dapat membantu dalam memantau
aktifitas. Skala Borg memiliki penilaian
saverity dengan skor 0-10 di setiap
pernyataan. ( Rolio F, 2016)
3 C (Comparation) YA Jurnal I:
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of
Motion Efektif Menurunkan Dyspnea Pada
Pasien Congestive Heart Failure

Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh deep


breathing exercise dan active range of motion
terhadap dyspnea pada pasien CHF.
Penelitian menggunakan desain quasi
experimental pre-post test dengan kelompok
kontrol melibatkan 32 responden dengan teknik
stratified random sampling.
Alat ukur penelitian menggunakan modified Borg
scale.
Intervensi dengan memberikan deep breathing
exercise sebanyak 30 kali dilanjut dengan active
range of motion masingmasing gerakan 5 kali.
Intervensi sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari.
Waktu penelitian bulan April-Juni 2017 di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU
Muhammadiyah Gamping.

Jurnal II:
Pegaruh Ventilatory Muscle Training (VMT)
Terhadap Penurunan Dyspnea Pada Penderita
Congestive Heart Failure

1. Pengambilan data dilakukan dengan


mengukur dyspnea sebelum intervesi VMT
dilakukan dan setelah hari ketiga intervensi.
2. Teknik sampling dilakukan dengan metode
accidental sampling dengan cara memilih
pasien sesuai dengan kriteria
3. Metode penelitian menggunakan quasi-
eksperiment pendekatan pre test post tes
without control group design.
4. Analisis data meggunakan uji Wilcoxon.

Critical Thingking :
 Jurnal I:
Responden diambil dengan kriteria inklusi
yakni pasien dengan status hemodinamik
stabil, pasien CHF NYHA II dan III, pasien
yang tidak mengalami kelemahan pada kedua
ekstremitas, pasien berusia 18 tahun, dan
pasien yang mendapatkan terapi farmakologi
yang sama.
Kriteria eksklusi adalah pasien yang disertai
penyakit neuromusculo-skeletal, sistemik
berat, gangguan mental dan komunikasi dan
penyakit pernafasan

 Jurnal II
Ventilatory Muscle Training (VMT) adalah
proses memperbaiki kekuatan dan endurance
(daya tahan) otot pernafasan. Teknik VMT di
fokuskan untuk meningkatkan kekuatan otot
pernafasan. Beberapa jenis pelatihan yang
biasa di terapkan dalam VMT meliputi:
sthrengthening diaphragma menggunakan
pemberat, inspiratory resisten training dan
incentive respiratory spirometry.

4 O (Outcome) YA Jurnal I:
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of
Motion Efektif Menurunkan Dyspnea Pada
Pasien Congestive Heart Failure

Analisis data menggunakan paired t-test


menunjukkan p<0,001 pada kelompok intervensi
dan p=0,001 pada kelompok kontrol. Analisis
dengan Mann Withney menunjukkan hasil
intervensi deep breathing exercise dan active
range of motion lebih efektif daripada intervensi
standar rumah sakit atau semi fowler dalam
menurunkan dyspnea (p=0,004, alfa=0,05).

Jurnal II :
Pengaruh Ventilatory Muscle Training (VMT)
Terhadap Penurunan Dyspnea Pada Penderita
Congestive Heart Failure

1. Hasil dyspena sebelum dan sesudah


dilakukan intevensi, menunjukan adanya
perbedan skala dyspnea antara sebelum dan
setelah VMT .
2. Hasil penelitian menunjukan adanya
pengaruh VMT terhadap skala dyspnea pada
pasien CHF dengan p value 0,012. Dalam
penelitian ini menunjukan adanya penurunan
dyspnea pada pasien CHF.

Critical Thingking :
 Jurnal I :
Dyspnea pada pasien CHF juga dipengaruhi
oleh aktivitas pasien sehingga New York
Heart Assosiation (NYHA) membagi CHF
menjadi 4 kategori berdasarkan tanda dan
gejala dari aktivitas yang dilakukan (Johnson,
2010; Wendy; 2010).
Pasien dengan NYHA IV akan terengah-
engah setiap hari bahkan saat aktivitas ringan
atau saat beristirahat. Hal ini karena dyspnea
berpengaruh pada penurunan oksigenasi
jaringan dan produksi energi sehingga
kemampuan aktifitas pasien sehari-hari juga
akan menurun yang dapat menurunkan
kualitas hidup pasien (Sepdianto, 2013).
Penelitian yang berbentuk systematic review
dan meta analisis mengungkapkan
rehabilitasi gagal jantung dilakukan pada
gagal jantung dengan resiko rendah dan
sedang (NYHA II dan III) (Sagar, 2015).

 Jurnal II:
Hasil penelitian pemberian training aktifitas
fisik pada penderita CHF, menunjukan
adanya peningkatan kekuatan otot aksesori
pernafasan dan menurunkan tingkat dyspnea
serta membantu meningkatkan Quality Of
Life. (Fleg, 2015)
Inspiratory resisten training adalah bentuk
khusus menekan/ menghambat pernafasan
yang bertujuan memperbaiki streght dan
endurance otot inspirasi dan mengurangi
kelelahan otot.
Incentive respiratory spiromrtri merupakan
bentuk loe level resistance training yang di
fokuskan untuk memaksimalkan inspirasi.
KESIMPULAN

Dari hasil analisis diatas ditemukan bahwa, maka dapat disimpulkan bahwa

Terapi ini dapat digunakan sebagai intervensi masalah keperawatan antara lain:

1. Ketidakefektifan pola napas b/d Hiperventilasi


Dsypnea merupakan manifestasi klinis congestive heart failure (CHF) akibat
kurangnya suplai oksigen karena penimbunan cairan di alveoli. Merupakan faktor
penting yang memengaruhi kualitas hidup pasien. Penimbunan tersebut membuat
jantung tidak mampu memompa darah dengan maksimal. Dampak dari perubahan
terjadi peningkatan sensasi dyspnea pada otot respiratori. Penatalaksanaan non
farmakologi berupa tindakan bertujuan menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan
gagal jantung. Deep breathing exercise dan ROM dapat dijadikan penatalaksanaan
non-farmakologis pada pasien CHF dan dapat dikembangkan perawat dengan
mempertahankan kemampuan pasien dalam melakukan intervensi tersebut.
Intervensi dapat dilakukan sebagai bentuk pilihan dalam pelayanan kesehatan fase
inpatient untuk mengurangi dyspnea dalam meningkatkan kualitas hidup pada
pasien CHF. Intervensi deep breathing exercise dan active range of motion
merupakan nonfarmakologis untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigenasi
pasien dengan mengembangkan teori adaptasi Roy. Pasien dengan masalah
dyspnea pada penyakit kardiovaskuler merupakan sebuah adaptasi terhadap
stimulus yang ada. Kemampuan adaptasi terhadap fungsi fisiologis yang dalam hal
ini adalah pernafasan menjadi hal utama untuk terbebas dari kondisi tersebut. Deep
breathing exercise merupakan aktivitas keperawatan yang berfungsi meningkatkan
kemampuan otot-otot pernafasan untuk meningkatkan compliance paru dalam
meningkatkan fungsi ventilasi dan memperbaiki oksigenasi. Oksigenasi yang
adekuat akan menurunkan dyspnea (Smeltzer, 2008; Price, 2006). Latihan
pernafasan juga akan meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan kecemasan,
menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna dan tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja pernafasan.
Pernafasan yang lambat, rileks dan berirama membantu dalam mengontrol klien
saat mengalami dyspnea (Westerdahl, 2014; Muttaqin, 2012). Latihan pernapasan
dapat mengoptimalkan pengembangan paru dan meminimalkan penggunaan otot
bantu pernapasan. Dengan melakukan latihan pernapasan secara teratur, maka
fungsi pernafasan akan membaik (Potter, 2005). Range of motion (ROM)
merupakan latihan gerak dengan menggerakkan sendi seluas gerak sendi. Latihan
tersebut bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke otot sehingga meningkatkan
perfusi jaringan perifer (Babu, 2010). Pergerakan tubuh yang sifatnya teratur sangat
penting untuk menurunkan resistensi pembuluh darah perifer melalui dilatasi arteri
pada otot yang bekerja sehingga meningkatkan sirkulasi darah. Sirkulasi darah
yang lancar akan melancarkan transportasi oksigen ke jaringan sehingga kebutuhan
oksigen akan terpenuhi dengan adekuat. Latihan fisik akan meningkatkan curah
jantung. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan volume darah dan
hemoglobin sehingga akan memperbaiki penghantaran oksigen di dalam tubuh. Hal
ini akan berdampak pada penurunan dyspnea (Artur, 2006).
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Daftar Pustaka

Babu, Abraham Samuel. 2010. Protocol-Guided Phase-1 Cardiac Rehabilitation in


Patients with ST-Elevation Myocardial Infarction in A Rural Hospital. Heart
views. 11(2):52-6.

Johnson, Miriam J and Stephen G. Oxberry. 2008. Review of the Evidence for the
Management of Dyspnoea in People with Chronic Heart Failure. Current
Opinion in Supportive and Palliative Care. 2:84-88

Johnson, Miriam J and Stephen G. Oxberry. 2010. The Management of Dyspnoea in


Chronic Heart Failure. Current Opinion in Supportive and Palliative Care. 4: 63-
68.

Novita Nirmalasari. 2017. Deep Breathing Exercise dan Active Range Of Motion
Efektif Menurunkan Dyspnea Pada Pasien Congestive Heart Failure.
Yogyakarta: STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

Price, Sylvia A dan Lorainne M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2017. RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
Sagar VA, Davies EJ, Briscoe S, Coats AJS, Dalal HM, Lough F, et al. 2015. Exercise-
based rehabilitation for heart failure: systematic review and meta-analysis.
Sepdianto, Tri Cahyo dan Maria Diah Ciptaning Tyas. 2013. Peningkatan Saturasi
Oksigen Melalui Latihan Deep Diaphragmatic Breathing pada Pasien Gagal
Jantung. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan. 1(8)
Smeltzer, Susanna and B. Bare. 2008. Textbook of Medical Surgical Nursing: Brunner
and Suddarth's. 11th ed. Philadelpia: Lippincott William Wilkins.

Wendy C. 2010. Dyspnoea and Oedema in Chronic Heart Failure. Pract Nurse. 39(9)

Anda mungkin juga menyukai