Anda di halaman 1dari 20

PEDOMAN

PROGRAM
PENGENDALIAN
RESISTENSI
ANTIMIKROBA

AMBON - 2019
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan
anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Pedoman Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba RSU Bhakti Rahayu Ambon ini dapat selesai disusun.
Buku Pedoman ini merupakan pedoman kerja bagi seluruh staf Rumah Sakit dalam
menjalankan program pengendalian resistensi antimikroba di RSU Bhakti Rahayu Ambon
Dalam pedoman ini diuraikan tentang tujuan program, petunjuk pelaksanaan proses
sosialisasi, pelatihan, monitoring, evaluasi dan pelaporan program pengendalian resistensi
antimikroba di RSU Bhakti Rahayu Ambon sehingga terdapat alur pelaksanaan yang jelas,
terpadu, dan berkesinambungan.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam – dalamnya atas bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Pedoman Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba RSU Bhakti Rahayu Ambon.

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………….………………………………………. ii


Daftar Isi ……………………………………………………………………….. iii
Bab I. PENDAHULUAN…………………………………………..……...…… 1
A. Latar Belakang…………………………………………..……………… 1
B. Tujuan………………………………………………….……………….. 2
1. Tujuan Umum ………………………………………….………….…. 2
2. Tujuan Khusus………………………………………………….……….. 2
C. Ruang Lingkup………………………………………………………… 2
Bab II. PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA…… 3
A. Kebijakan Kementerian Kesehatan……………………………………. 3
B. Strategi Program pengendalian Resistensi Antimikroba……………… 3
C. Penyelenggaraan PPRA……………………………………………….. 5
Bab III. TIM PPRA……………………………………………………………... 7
A. Struktur Organisasi…………………………………………………….. 7
B. Keanggotaan Tim PPRA……………………………………………….. 7
C. Program Kerja Tim PPRA……………………………………………... 8
D. Sasaran Kegiatan……………………………………………………….. 9
E. Anggaran ……………………………………………………………….. 10
F. Fasilitas Pendukung ………………………………………………...….. 10
G. Indikator Mutu…………………………………………………………. 11
H. Pencatatan, Evaluasi, dan Pelaporan…………………………………... 11
Bab IV. Penutup………………………………………………………………… 14
Daftar Pustaka………………………………………………………………… 15

iii
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU
JL. A. Yani No. 7 ( Belakang RRI ) Batu Gajah Ambon
TELP. (0911) 342746, 343631. FAX. (0911) 311741

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU AMBON
NOMOR :
TENTANG

PEDOMAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA


DIREKTUR RUMAH SAKIT BHAKTI RAHAYU AMBON

Menimbang : a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit,


perlu adanya pedoman antimikroba profilaksis dan terapi sebagai acuan
dalam pemilihan obat untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba;
b. Bahwa dalam rangka memantau pelaksanaanya, perlu dibentuk Tim
Pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba;
c. Bahwa perlu terdapat pedoman kegiatan bagi tim pelaksana Program
Pengendalian resistensi antimikroba, maka perlu dibuat pedoman yang
jelas

Mengingat : 1. Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan
2. Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang standar Pelayanan Farmasi Di Rumah
Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan

1
Antibiotika
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Satu : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU
AMBON TENTANG PEDOMAN PROGRAM PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI
RAHAYU AMBON
Dua : Kegiatan Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit
Umum Bhakti Rahayu Ambon agar dilakukan sesuai dengan pedoman
program pengendalian resistensi antimikroba sesuai dimaksud Diktum
Kesatu
Tiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di
kemudian hari terdapat perubahan/kekeliruan akan diadakan penyempurnaan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Ambon
Pada tanggal 20 Mei 2019
Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon,

dr. Maytha Pesik

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Infeksi bakterial merupakan sebuah masalah yang cukup serius di negara-negara
berkembang, seperti Indonesia.1,2 Resistensi terhadap obat antimikroba telah
berkembang dengan cepat sebagai salah satu masalah yang sering ditemukan di setiap
rumah sakit di Indonesia. Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat:
resistensi antimikroba, antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah
kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan, yang dapat
menurunkan mutu pelayanan kesehatan.3,4 Beberapa kuman resisten antibiotik sudah
banyak ditemukan, diantaranya Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus
(MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), Penicillin-Resistant
Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta
Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan
Multiresistant Mycobacterium tuberculosis. Peningkatan resistensi antimikroba
terjadi karena penggunaan antimikroba yang tidak bijak serta penyebaran mikroba
resisten dari pasien ke lingkungan rumah sakit karena tidak dilaksanakannya praktek
pengendalian dan pencegahan infeksi dengan baik.5
Kebijakan kewaspadaan standar dan progam resistensi antimikroba diyakini
sebagai suatu upaya yang penting untuk mengatasi masalah tersebut, namun masih
ditemukan banyak tantangan dalam mengaplikasikannya, seperti perbedaan persepsi
para tenaga kesehatan dan kebijakan asuransi kesehatan.6
Data WHO menyatakan bahwa 50 persen penyakit yang selama ini diberikan
antibiotik ternyata tidak perlu antibiotik.7 Perlu dilakukan analisis data pola
penggunaan antibiotik di rumah sakit, sehingga dapat memberikan gambaran
pergerakan terapi selama ini.
Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba telah dibentuk Komite
Pengendalian Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA oleh Kementerian
Kesehatan. KPRA bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk melakukan pelatihan

3
mengenai resistensi antibiotik di beberapa rumah sakit.8 Upaya itu dilakukan untuk
menekan laju resistensi antibiotik di Indonesia. Jika resisten antibiotik tidak segera
dikendalikan, diprediksi terjadi peningkatan kematian akibat resistensi antimikroba.
Undang-undang No 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba di Rumah Sakit menyatakan bahwa setiap rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya wajib melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba.
Tim PPRA juga dibentuk di RSU Bhakti Rahayu Ambon berdasarkan SK Direktur
sebagai upaya pengendalian resistensi Antimikroba secara menyeluruh di lingkungan
RSU Bhakti Rahayu Ambon.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terlaksananya program pengendalian resistensi antimikroba secara efektif
sebagai upaya peningkatan kesadaran pencegahan penyakit dan penggunaan
antimikroba yang baik dan benar.

2. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap pengendalian resistensi
antimikroba melalui komunikasi, pendidikan, dan pelatihan efektif.
2. Sebagai dasar data penggunaan antimikroba demi peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan di RSU Bhakti Rahayu Ambon
3. Mengoptimalkan penggunaan antimikroba secara rasional kepada pasien

C. Ruang Lingkup
Pelaksanaan program Pengendalian Resistensi Antimikroba dilakukan oleh Tim
PPRA RSU Bhakti Rahayu di lingkungan pelayanan kesehatan RSU Bhakti
Rahayu, meliputi pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, IGD, UBS, Instalasi
Farmasi, dan Unit Laboratorium.

4
BAB II
PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

A. Kebijakan Kementerian Kesehatan


Aksi Nasional yang dibuat oleh kementerian kesehatan dengan konsep “One
Health” bertujuan untuk menanggulangi resistensi antimikroba yang terjadi di
Indonesia pada khususnya, dan ikut berperan aktif dalam masyarakat dunia pada
umumnya. Konsep One Health yang disusun bersifat lintas sektoral, serta melibatkan
dukungan seluruh sektor-sektor yang terkait dalam implementasinya. Aksi nasional
tersebut mencakup kegiatan :
1. kegiatan membangun kesadaran dan pemahaman mengenai resistensi
antimikroba melalui komunikasi, pendidikan dan pelatihan,
2. Meningkatkan pemahaman berbasis data dengan menyelenggarakan
surveilans dan penelitian;
3. Melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi, dengan memperbaiki
higiene dan sanitasi;
4. penggunaan antimikroba secara bijak baik kepada manusia dan hewan;
5. pengembangan investasi yang bersinambungan, khususnya dalam bidang
kesehatan, penunjang diagnostic, dan vaksinasi.

B. Strategi Program pengendalian Resistensi Antimikroba


Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun
2015 tentang program pengendalian resistensi antimikroba, strategi pengendalian
resistensi antimikroba adalah:
1. Mengendalikan berkembangnya mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh
antibiotik, melalui penggunaan antibiotik secara bijak;
2. Mencegah penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan
terhadap prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.

5
1. Penggunaan Antimikroba Secara Bijak

Penggunaan antibiotik secara bijak dimaksudkan sebagai penggunaan


antibiotik secara rasional dengan mempertimbangkan dampak muncul dan
menyebarnya mikroba (bakteri) resisten. Pemilihan antibiotik dengan spektrum
sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama
pemberian yang tepat. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan
menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya.
Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau
penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).

Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada:


1. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman
terhadap antibiotik.
2. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.
3. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
4. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan
keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
5. Obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman

Penerapan penggunaan antibiotika yang bijak dapat terlaksana jika telah ada
pemahaman dan ketaatan staf medis fungsional dan tenaga kesehatan dalam
penggunaan antibiotik secara bijak. Rumah sakit wajib membuat dan
mensosialisasikan Pedomana Penggunaan Antibiotika Profilaksis dan Terapi yang
berlaku di Lingkungan rumah sakit. Meningkatkan peranan Unit terkait di bidang
penanganan penyakit infeksi dan penggunaan antibiotik dilakukan dengan
pembentukan Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba beranggotakan klinisi,
perawat, mikrobiologi klinik, Tim PPI, dan farmasi klinis. Tim Pengendalian
Resistensi Antimikroba melaksanakan surveilans pola penggunaan antibiotik, serta

6
melaporkannya secara berkala kepada direktur Rumah Sakit untuk memberikan
gambaran penggunaan antibiotika di rumah sakit.

2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap


prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi dilakukan melalui upaya peningkatan
kewaspadaan standar. Kerjasama lintas program dengan Tim PPI dalam upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi di area rumah sakit demi terlaksananya
kewaspadaan standar.
Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan Alat
perlindungan diri (APD) untuk menghindari kontak langsung dengan darah, cairan
tubuh, sekret (termasuk sekret pernapasan) dan kulit pasien yang terluka. Disamping
itu juga mencakup: pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik,
pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi linen dan
peralatan perawatan pasien, dan pembersihan dan desinfeksi lingkungan.
Petugas kesehatan harus menerapkan "5 momen kebersihan tangan", yaitu:
sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan atau aseptik,
setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan pasien, dan
setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk permukaan atau barang-
barang yang tercemar.

C. Penyelenggaraan PPRA
Penyelenggaraan Program Pengendalian resistensi Antimikroba dapat berjalan
dengan optimal jika dilakukan keterlibatan seluruh pihak terkait di lingkungan
fasilitas kesehatan dengan didampingi satuan khusus yang bertugas untuk mengawasi
dan mengevaluasi pelaksanaan program. Untuk itu wajib dibentuk tim pelaksana
program Pengendalian Resistensi Antimikroba yang bertujuan menerapkan Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit melalui perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.

7
Penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik yang berlaku khusus di
Rumah Sakit Bhakti Rahayu juga harus dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi tenaga
medis dalam menentukan jenis terapi. Penyusunan kebijakan berdasarkan hasil pola
pemetaan kuman dan sensitivitas terhadap antibiotik yang ada di RSU Bhakti Rahayu.
Pemilihan antibiotik secara empiris, berdasarkan studi kepustakaan dapat dilakukan jika
hasil kultur kuman tidak tersedia. Menentukan jenis antibiotik restriksi dan non-restriksi
harus berdasarkan kajian keilmuan yang tepat, dan telah disosialisasikan kepada seluruh
klinisi yang bertugas di RSU Bhakti Rahayu Ambon.

8
BAB III
TIM PELAKSANA PPRA

A. Struktur Organisasi
Tim PPRA RSU Bhakti Rahayu Ambon dibentuk melalui keputusan Direktur
RSU Bhakti Rahayu dengan tujuan menerapkan pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan. Dalam melaksanakan tugas,
Tim PPRA bertanggungjawab langsung kepada Direktur RSU Bhakti Rahayu
Ambon.

Struktur organisasi Tim PPRA RSU Bhakti Rahayu Ambon sebagai berikut :

Direktur RSU Bhakti


Rahayu Ambon

Ketua PPRA

Sekretaris
PPRA

Sosialisasi Audit Audit Pelaporan


Surveilens
dan Diklat kuantitatif Kualitatif dan Analisa

B. Keanggotaan Tim PPRA


Sumber daya utama pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba adalah seluruh petugas rumah sakit yang melayani pasien hingga
petugas unit penunjang. Tim PPRA sebagai monitoring pelaksanaan program
pengendalian resistensi antimikroba paling sedikit beranggotakan unsur klinisi
perwakilan SMF, keperawatan, instalasi farmasi, laboratorium mikrobiologi
9
klinik, tim Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI), tim Farmasi dan Terapi
(KFT). Keanggotaan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba harus merupakan tenaga kesehatan yang kompeten, dimana mereka
telah mendapatkan pelatihan mengenai program pengendalian resistensi
antimikroba.

Sebagai tim penggerak, dibentuk sebuah tim dengan keanggotaan sebagai berikut
:
No. Jabatan Kualifikasi Jumlah yang
dibutuhkan
1. Ketua PPRA Dokter 1
2. Sosialisasi dan Dokter/perawat/bidan/ PPI 1
Diklat
3. Surveilens Perawat/bidan/mikrobiologi 1
klinis
4. Audit Farmasi Klinis/apoteker 1
Kuantitatif
5. Audit Kualitatif Dokter/perawat 1
6. Pelaporan dan Dokter/perawat/farmasi 1
analisa klinis/mikrobiologi

C. Program Kerja Tim PPRA


Program kerja Tim PPRA disusun oleh ketua Tim PPRA, dibantu oleh
anggota Tim PPRA yang disahkan oleh Direktur Rumah Sakit dan tertuang
dalam Pedoman Program PPRA untuk selanjutnya dievaluasi berkala setiap tiga
(3) tahun.
Adapun kegiatan program pengendalian resistensi antimikroba terdiri dari:
1. Peningkatan Pemahaman dan Pengetahuan
Peningkatan pemahaman mengenai PPRA ditujukan kepada seluruh karyawan
di RSU Bhakti Rahayu Ambon serta pasien dan keluarga. Sosialisasi program
10
pengendalian resistensi antimikroba, penetapan dan pemberlakuan Pedoman
Penggunaan Antibiotika Profilaksis dan Terapi dilakukan bagi klinisi dan staf
pelayanan medis RSU Bhakti Rahayu Ambon. Pemasangan poster kesehatan
dan penyebaran brosur mengenai penggunaan antibiotik yang tepat ditujukan
untuk meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga.
Anggota Tim PPRA juga berkewajiban terus mengembangkan diri
mengenai program PPRA dengan cara mengikuti seminar, pelatihan, ataupun
workshop. Pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
2. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan
dengan survey penggunaan antibiotik di rawat inap. Penentuan sampel adalah
total sampling pasien rawat inap di SMF Bedah yang memperoleh antibiotik.
Kegiatan evaluasi meliputi peta sebaran kuman dan data resistensi, audit
kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Bhakti Rahayu
Ambon juga dilakukan.
3. Analisis
Analisis dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil
monitoring dan evaluasi. Selanjutnya hasil analisis disajikan dalam bentuk
laporan dan ditujukan kepada Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon. Hasil
analisis digunakan oleh Pimpinan Rumah Sakit untuk menetapkan kebijakan
selanjutnya dalam rangka membangun proses “continual improvement”.
4. Penyebarluasan Informasi
Penyebarluasan informasi tentang peta sebaran kuman, resistensi, dan
sensitivitas antibiotik di rumah sakit dilakukan secara berkala, sekurang-
kurangnya setiap satu tahun. Informasi didistribusikan ke seluruh unit
pelaksana pelayanan medis terkait di lingkungan RSU Bhakti Rahayu Ambon,
sehingga menjadi dasar pertimbangan pemilihan antibiotika.

11
D. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan program Pengendalian Resistensi Antimikroba ialah
seluruh elemen rumah sakit terutama klinisi, perawat, bidan, dan petugas medis
lainnya yang berada di lingkungan RSU Bhakti Rahayu Ambon, termasuk pasien
dan keluarganya.

E. Anggaran Kegiatan
Seluruh kegiatan tentunya memerlukan dukungan dana untuk terlaksananya
program kerja. PPRA sebagai salah satu program kegiatan juga memiliki anggaran
kegiatan yang didahului dengan pembuatan RAB (Rencana Anggaran Belanja).
Penyusunan RAB dilakukan setiap akhir tahun untuk diimplementasikan di tahun
berikutnya dengan persetujuan direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon.

F. Fasilitas Pendukung kegiatan


Fasilitas pendukung kegiatan dalam bentuk materi, berupa ruangan kerja
tim serta penyediaan kebutuhan logistik akan dipenuhi oleh Rumah sakit sesuai
RAB yang telah diajukan.
Fasilitas ruangan kerja Tim PPRA merupakan tempat anggota tim dapat
berkumpul untuk melakukan rapat rutin, melaksanakan analisa kualitatif dan
kuantitatif, serta sebagai tempat penyimpanan segala berkas dan data terkait Tim
PPRA dan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah Sakit Umum
Bhakti Rahayu Ambon.
Fasilitas ruangan tim PPRA paling sedikit terdiri dari :
a) Komputer
b) Printer
c) Meja
d) Kursi
e) ATK
Kebutuhan logistik berupa form pengumpul data surveilens, Kertas A4, serta
brosur dan poster disediakan oleh unit logistik RSU Bhakti Rahayu Ambon.

12
G. Indikator Mutu
Indikator mutu Program Pengendalian Resistensi Antimikroba pada PMK no.8
Tahun 2015 meliputi:
a. Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik;
b. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik;
c. Perbaikan pola kepekaan antibiotik dan penurunan pola resistensi
antimikroba;
d. Penurunan angka kejadian infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh
mikroba multiresisten; dan
e. Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin,
melalui forum kajian kasus infeksi terintegrasi.

Indikator mutu yang digunakan di RSU Bhakti Rahayu Ambon ialah a) perbaikan
kuantitas penggunaan antibiotik; dan b) perbaikan kualitas penggunaan antibiotik.

H. Pencatatan, Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan


1. Pencatatan
Tim PPRA melakukan kegiatan rutin surveilans pola penggunaan
antimikroba di RSU Bhakti Rahayu Ambon secara periodik dengan menggunakan
form pencatatan yang telah ditentukan.

2. Evaluasi
Evaluasi penggunaan antibiotik sesuai standar PPRA adalah dengan
metode audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, mengacu pada buku
pedoman pelaksanaan PPRA Depkes RI Tahun 2005 “Antimicrobial Resistance,
Antibiotik Usage, and Infeciton Control; a Self Assessment Program for
Indonesian Hospital”
Audit kuantitatif bertujuan untuk memperoleh data konsumsi antimikroba
yang baku dan dapat dibandingkan dengan data di tempat lain. Audit dilakukan

13
dengan menggunakan perhitungan Defined Daily Dose (DDD). Pada penggunaan
di rumah sakit menggunakan satuan DDD/100 patient-days. Data kemudian
disajikan dalam bentuk tabel dan gambar grafik.
Audit kualitatif dilakukan untuk menilai kualitas penggunaan antimikroba
yang meliputi kelengkapan data, ketepatan indikasi, pemilihan obat, lama pemberian
dan dosis. Metode penilaian dalam audit kualitatif menggunakan alogritma Gyssen.
Kriteria metode Gryssen, yaitu :
a. Kategori 0 = Penggunaan antibiotik sesuai indikasi, termasuk timing tepat
b. Kategori I = Penggunaan antibiotik tepat/rasional
c. Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis pemberian
d. Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
e. Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
f. Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena
terlalu lama
g. Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena
terlalu singkat
h. Kategori IVA = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik lain
yang lebih efektif (Pemilihan tidak sesuai PPAB)
i. Kategori IVB = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik
yang lebih aman
j. Kategori IVC = Penggunaan antibiotik tidka tepat karena ada antibiotik lain
yang harganya lebih murah
k. Kategori IVD = Penggunaan antibitoik tidak tepat karena ada antibitoik lain
yang spektrumnya lebih spesifik “narrow pectrum”
l. Kategori V = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena tidak ada
indikasi
m. Kategori VI = Catatan medik tidak lengkap untuk dikaji dan dievaluasi

14
3. Pelaporan
Seluruh hasil kerja dan analisa dari Tim PPRA akan didokumentasikan dalam
bentuk laporan tertulis. Terdapat 3 jenis pelaporan yakni pelaporan bulanan,
pelaporan semester (6 bulan), dan pelaporan tahunan. Pelaporan bulanan, semester,
dan tahunan ditujukan kepada Direktur RSU Bhakti Rahayu, sedangkan pelaporan
tahunan juga ditujukan kepada KPRA Nasional melalui soft copy dan hard copy.
Format pelaporan sesuai tata naskah yang berlaku di RSU Bhakti Rahayu
dengan bagian isi melaporkan capaian indikator mutu PPRA dan pelaksanaan PPRA
di RSU Bhakti Rahayu. Pelaksanaan PPRA meliputi Laporan penggunaan
antimikroba secara kuantitatif dan kualitatif, kejadian MDRO, penatalaksanaan
kejadian MDRO, pola mikroba dan kepekaan antibimikroba/tahun, serta hasil uji
kultur dan sensitivitas jika dilakukan.

15
BAB IV
PENUTUP

Demikian Pedoman Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah


Sakit Bhakti Rahayu Ambon dibuat untuk menjadi acuan dalam penyusunan program
kerja serta instrument akreditasi rumah sakit.
Agar dapat tercapai tujuan dari pelaksanaan program pengendalian resistensi
antimikroba ini, sangat dibutuhkan peran serta dari seluruh pihak, baik manajerial,
tenaga medis pemberi layanan, dan pasien. Tim PPRA berperan dalam memonitor
dan mengevaluasi pelaksanaan Program Pengendalian resistensi Antimikroba di
Rumah Sakit Bhakti Rahayu Ambon.

Direktur Rumah Sakit Bhakti Rahayu Ambon

dr. Maytha Pesik

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Nelwan RHH. Pemakaian antimikroba secara rasional di klinik. Jakarta: FKUI


2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman penggunaan antibiotik. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2011.
3. APUA (Alliance For Prudent Use Of Antibiotiks). 2011. What Is Antibiotik
Resistance and Why Is It Problem?.www.apua.org on 16-09- 2011.
Problem?.www.apua.org on 16-09- 2011.
4. Peterson, L. R. 2005. Squeezing TheAntibiotik Balloon: The Impact of
Antimicrobial Classes On Ermerging Resistance. European Society of
Clinical Microbiology and Infectious Deseases.The Feinberg School of
Medicine, North Western University, USA
5. Mardiastuti HW. Emerging resistance pathogen: situasi terkini di Asia, Eropa,
Amerika Serikat, Timur Tengah dan Indonesia, Maj Kedokt Indon. 2007;5:76.
6. Munaf, S., Chaidir, J. 1994.Obat Antimikroba. Farmakologi UNSRI. EGC,
Jakarta
7. Akalin, E. H. 2002. The Evolution of Guidelines In An Era of Cost
Containment. Surgical Prophylaxis.J Hosp infect
8. Undang-undang No 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba

17

Anda mungkin juga menyukai