Anda di halaman 1dari 10

Pro Kontra Transportasi Online

Transportasi online di Indonesia mulai booming pada tahun 2015. Namun, jika dilihat lebih jauh,
bisnis transportasi online sebenarnya sudah dimulai beberapa tahun ke belakang.
Gojek misalnya, sejatinya sudah memulai bisnis sejak tahun 2010. Saat memulai bisnisnya,
Gojek melayani pesanan via telepon dan SMS.
Ketika bisnis transportasi online mulai marak, pemerintah merasa resah karena tidak adanya
payung hukum yang jelas. Lahirlah Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang
diteken Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada tanggal 9 November 2015.
Melalui surat tersebut, Menhub Jonan melarang beroperasinya ojek maupun taksi berbasis
aplikasi online. Argumentasi Jonan bersandar pada tidak tercantumnya ojek sebagai jenis
transportasi umum yang diatur dalam undang-undang.
Aturan itu mengacu pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan; Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan,
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 69
Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang.
Niat Menhub Jonan menegakkan aturan ternyata mendapat protes dari masyarakat. Setelah media
sosial bergejolak, Menhub memutuskan untuk mencabut Surat Pemberitahuan tersebut. Apalagi
Presiden Joko Widodo turun tangan dan menyatakan agar transportasi online tidak dilarang.
Keberadaan transportasi online memang tidak ada payung hukumnya. Organda DKI Jaya
mempertanyakan keabsahan transportasi online tersebut sebagai transportasi umum yang tak
diatur dalam undang-undang.
"Kalau ilegal, saya enggak mendukung. Jelas ada ketentuan yang dilanggar. Kalau yang
dioperasikan kendaraan ilegal, tidak dianggap kendaraan umum, ini enggak benar," keluh Ketua
DPD Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan seperti dikutip dari Antara.
Membahas masalah transportasi yang terjadi di Indonesia tidak akan ada habisnya. Seolah-olah
masalah transportasi ini tidak ada jalan keluarnya. Bagaikan benang yang kusut dan sulit untuk
diurai kembali, permasalahan transportasi mulai dari kemacetan, buruknya kondisi angkutan
umum. Ditambah tidak layaknya infrastruktur penunjang transportasi menjadi momok bagi
pemerintah dalam menanggulangi masalah transportasi.
Permasalahan-permasalahan inilah yang menjadikan munculnya berbagai moda transportasi
berbasis aplikasi terus menjamur di Indonesia dan semakin diminati masyarakat, terutama di
kota-kota besar. Persaingan berebut pasar transportasi berbasis aplikasi pun mulai terasa di bisnis
yang mengandalkan kemudahan dan kepraktisan ini.
Fenomena aplikasi berbasis online sebenarnya merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat
akan transportasi yang mudah di dapatkan, nyaman, cepat, dan murah.
Banyak faktor yang membuat aplikasi berbasis online ini dibutuhkan oleh banyak masyarakat
khususnya di kota-kota besar seperti jakarta. Di Jakarta, dari sisi kebutuhan masyarakat,
transportasi online sudah menjadi sebuah moda alternatif yang diinginkan masyarakat setelah
sebelumnya masyarakat harus menggunakan moda transportasi konvensional yang menuai
beberapa masalah seperti minimnya keamanan dan kenyamanan ketika menggunakan bis umum
yang seringkali sudah tidak layak beroperasi maupun faktor-faktor lainnya.
Selain itu, saat ini teknologi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam aspek global
karena dunia semakin cepat berubah kearah moderenisasi berbagai aspek, oleh karena itu setiap
negara harus mampu bersaing dengan pemanfaatan teknologi serta mengaplikasikannya di dalam
aktivitas.
Kaitannya dengan hal ini, aplikasi transportasi berbasis online merupakan tuntutan persaingan
yang mengharuskan peran teknologi di dalam mempermudah mobilitas masyarakat.
Membahas lebih dalam mengenai fenomena aplikasi berbasis online tentunya tidak terlepas dari
pro dan kontra yang hadir di masyarakat. Banyak kontra yang hadir bagi aplikasi berbasis online
terutama dari kalangan moda transportasi konvensional serta dari pihak pemerintah sebagai
pembuat kebijakan.
Sesuai dengan hukum ekonomi bahwa ketika permintaan atas suatu barang atau jasa terus ada
maka penawaran akan barang atau jasa tersebut pun akan tetap ada.
Meskipun aplikasi transportasi berbasis online terganjal beberapa masalah tetapi ketika
permintaan akan transportasi online terus ada dan meningkat, hal ini tidak seketika akan
menghentikan beroperasinya aplikasi transportasi online.
Di Indonesia, fenomena transportasi online terganjal dalam hal regulai dan kejelasan payung
hukum yang mengatur tentang transportasi umum. Tentunya, fenomena ini seharusnya dapat
disikapi sebijak mungkin dan dapat dengan segera diberikan payung hukum yang jelas karena
tidak dapat dipungkiri bahwa transportasi online ini sangat mengangkat pendapatan driver yang
bergabung yang mana merupakan bagian dari mensejahterakan karyawannya dan dalam hal
teknologi dapat memperbaiki sistem transportasi menjadi lebih baik yang memudahkan akses
bagi para penggunanya.
Setiap perubahan yang terjadi di masyarakat pasti akan menimbulkan pro dan kontra, tidak ada
suatu kejadian atau fenomena yang dapat diterima oleh seluruh pihak, tetapi tentunya dapat
dilihat sisi manfaat yang ditimbulkan dari perubahan yang ada.
Transportasi online muncul ditengah kecanggihannya teknologi, new media kini telah booming
di dunia termasuk Indonesia. Transportasi berbasis online, memiliki banyak pro dan kontra yang
dihadapi. Mayoritas dari supir-supir konvensional dan ojek pengkolan tidak menerima dengan
keberadaan transportasi berbasis online ini karena telah menganggap bahwa para konsumen
beralih untuk memakai transportasi online. Padahal jika dipandang luas, banyak warga yang
sangat membutuhkan transportasi berbasis online ini, karena jauh lebih mudah, murah,
terjangkau, dan keamanannya yang terjamin.

Penerapan sistem zonasi pada Pendaftaran Penerimaan Siswa Baru (PPDB) 2019 mensyaratkan
bahwa jarak dari rumah ke sekolah menjadi prioritas, bukan nilai rapor dan ujian nasional.

Sistem ini menimbulkan pro dan kontra berbagai kalangan masyarakat karena dalam
pelaksanaannya ditemui berbagai masalah di lapangan.

Merespons hal itu, pengamat pendidikan Ahmad Rizali mengatakan, ada empat perbaikan yang
perlu diperhatikan pemerintah terkait pelaksanaan sistem zonasi pada PPDB 2019 kali ini.

1. Sinkronisasi pusat - daerah

Menurut dia, belum banyak pihak yang mengerti tentang pelaksanaan sistem zonasi pada PPDB
kali ini, termasuk para kepala daerah. Maka dari itu, hal pertama yang harus diperbaiki yaitu
mereka harus menyatukan visi bersama Kemendikbud sehingga bisa sejalan.
“Menyinkronkan visi Kemendikbud dengan sebagian provinsi, kabupaten atau kota,” ujar
Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/6/2019).

2. Perlunya clearing house

Hal kedua, yakni pemerintah pusat dan daerah belum menyatu dalam pelaksanaan sistem zonasi.
Dalam hal ini, pemerintah pusat adalah Kemendikbud, sedangkan pemerintah daerah yaitu
kepala daerah di tingkat provinsi dan kota atau kabupaten.

Salah satu yang dinilai menjadi masalah adalah belum ada lembaga yang bisa memberi solusi
jika terjadi masalah di lapangan. Belum ada lembaga bersama yang diistilahkan dengan clearing
house, yang mampu menyelesaikan problem saat pelaksanaan PPDB.

“Membuat clearing house untuk menyelesaikan masalah yang timbul,” imbuh Ahmad.

3. Hasil kajian zonasi

Kemudian, lanjutnya, perbaikan ketiga yang mesti dilakukan adalah menyuarakan dan
memviralkan hasil kajian yang digunakan sebagai dasar permberlakuan sistem zonasi. Hal ini
penting dilakukan untuk kepentingan publik.

4. Kesiapan sekolah

Terakhir, perbaikan keempat yaitu melakukan persiapan terhadap para kepala sekolah dan guru
di sekolah favorit agar mereka mampu menghadapi penerapan sistem zonasi.

Sebab, selama ini mereka dimudahkan dengan memiliki siswa yang pandai dan bisa dibilang
cukup dari segi ekonomi. Namun, pemerintah bisa melakukan hal itu secara bertahap.

“Menyiapkan kepsek dan guru sekolah favorit dengan sistem zonasi karena mereka tidak siap.
Terbiasa punya murid pintar dan cukup dana,” tambahnya.

Sebelumnya, Ahmad berpendapat bahwa sistem zonasi layak dilaksanakan untuk meniadakan
keberadaan sekolah favorit. “Saya pro dengan sistem zonasi karena favoritisme sekolah itu
membunuh mereka yang marjinal,” kata Ahmad.

Sekolah favorit pernah dilaksanakan di Indonesia, salah satunya dalam bentuk Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) tetapi kemudian dihapus Mahkamah Konstitusi pada 2013.

Bagi dia, belum banyak pihak mengerti tentang pelaksanaan sistem zonasi pada PPDB kali ini,
termasuk para kepala daerah. Ketidakmengertian itu menimbulkan protes dari mereka, selain
karena adanya faktor kepentingan masing-masing.

“Esensi sistem zonasi belum dipahami banyak gubernur dan bupati atau wali kota. Tentu karena
berbagai kepentingan, mereka memprotes sistem ini,” ucapnya.
Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru diatur dalam Permendikbud No 17 tahun 2017
tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Anggota Pimpinan Ombudsman RI Ahmad
Suaedy menyebutnya sebagai sistem yang tepat untuk menghapus perspektif favoritisme sekolah
di masyarakat. "Itu yang saya sebut perspektif masyarakat tentang favoritisme. Masyarakat
sekarang ini berangan-angan anaknya semua masuk sekolah favorit dengan segala cara," kata
Suaedy di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Kamis (13/7/2017). Ia menilai hal itu sebagai tidak
adil karena menciptakan sekolah-sekolah favorit yang mayoritas berada di kota-kota besar atau
di pusat kota. "Itu sebenarnya tidak adil dan tidak merata. Semua orang akan lari ke sekolah
tersebut. Kenyataannya sekolah favorit itu hanya ada di kota-kota besar dan di pusat-pusat kota,"
katanya. Ombudsman RI sendiri, kata Suaedy, dalam pengawasannya terkait sistem PPDB
menemukan fakta ketimpangan itu. Misalnya, ada empat sekolah favorit yang lokasinya berada
dalam satu kelurahan di salah satu pusat kota di negeri ini. "Sedangkan yang di pinggiran tidak
terfasilitasi. Ini yang harus dipindahkan ke pinggiran. Membuat sekolah yang bagus di sana
dengan sistem zonasi," kata Suaedy. Ketimpangan semacam itu, kata Suaedy, tidak lain
diakibatkan karena sekolah-sekolah yang dianggap favorit tersebut leluasa memilih calon siswa
degan nilai yang paling tinggi. Mereka sangat mungkin mengatrol nilai akreditasi sekolah karena
akreditasi memang -- salah satunya -- mengacu kepada komponen prestasi siswa. "Persaingan
yang favorit dan yang tidak favorit atau antara yang favorit satu dan dua jadinya tidak seimbang.
Nanti yang favorit akan terus favorit. Dari segi inputnya, mereka bisa dengan leluasa memilih
yang memiliki nilai paling tinggi," jelas Suaedy. Suaedy tidak setuju dengan kritik atas sistem
zonasi yang menganggap sistem zonasi ditentukan oleh jarak bukan prestasi. Menurutnya, tidak
semua siswa yang diterima dalam sistem zonasi karena jarak rumahnya dengan sekolah. "Kalau
kuota rombongan belajar di zona itu sudah penuh, nanti juga diurutkan sesuai NEM-nya, kok.
Kalau yang tidak lolos akan difasilitasi dengan direkomendasikan ke sekolah lain yang masih
satu zona atau yang berada di zona lain," katanya. Dengan tegas Suaedy menyatakan, bila sistem
zonasi tidak diberlakukan maka proses desentralisasi yang sudah berjalan selama lebih kurang 20
tahun di negeri ini tidak berimbas pada dunia pendidikan. "Berarti selama 20 tahun desentralisasi
di negeri ini, dalam dunia pendidikan belum mengarah ke situ," katanya. Akibatnya, kata
Suaedy, bisa berpengaruh pada pembangunan karakter siswa dalam dunia pendidikan, tidak
hanya pada sisi pemerataan sekolah saja. "Nah, selama ini anak-anak yang punya nilai yang baik
itu orang kaya, sesuai dengan [akses pada] fasilitas yang dimiliki. Maka ini yang membuat, kalau
kita bicara soal pendidikan karakter, yang merusak karakter. Kalau kita merasa lebih bangga
[karena masuk sekolah favorit], nah yang di bawah-bawahnya merasa tidak sama," kata Suaedy.
Untuk itu, menurut Suaedy, Ombudsman RI sejak tahun lalu telah mendorong Kemendikbud
agar menerapkan sistem zonasi sebagai sebuah langkah pemerataan kualitas pendidikan di
Indonesia. Dan hal itu kemudian diwujudkan dalam Permendikbud No 17 Tahun 2017. "Meski
begitu ada aturan-aturan daerah yang belum bisa diubah terkait itu dan ada modifikasi. Kalau
modifikasi itu, menurut ombudsman, masih bisa dimaklumi. Misalnya dari 90 persen dari zonasi
jadi 46 persen. Tapi ada juga daerah yang berusaha keras untuk menerapkan secara strict
permendikbud soal yang 90 persen itu," kata Suaedy. Problem Zonasi untuk Memecahkan
Ketimpangan Inspektur Jenderal Kemendikbud Daryanto mengemukakan bahwa sistem zonasi
menempati posisi teratas dalam daftar aduan-aduan yang dikirim masyarakat ke Kemendikbud.
Dari 240 aspirasi yang diterima selama Juni-Juli 2017, 170 di antaranya terkait masalah PPDB
yang dilandaskan pada sistem zonasi. Mengenai hal itu, Pengamat Pendidikan Budi Trikoryatnto
menganggap sistem zonasi tidak sepenuhnya menutup celah ketimpangan dalam dunia
pendidikan. "Karena sistem zonasi, orang tua akan memasukkan anaknya ke sekolah yang paling
dekat. Di situ, akhirnya, ada persaingan yang lebih sengit. Permasalahan utama adalah anak
kurang pintar tidak akan bisa masuk sekolah yang terbaik dan harus menempuh pendidikan di
sekolah gurem," kata Budi saat dihubungi Tirto (13/7). Sedangkan, menurut Budi, anak yang
kurang pintar juga punya kesempatan untuk bersekolah di sekolah favorit sebagaimana yang
pintar. "Sekolah yang baik harus bisa juga mendidik anak yang kurang pintar," kata Budi. Untuk
itu, menurut Budi, solusinya adalah dengan cara melakukan undian saat PPDB. "Caranya?
Pendaftar diundi di depan para orangtua. Dipilih secara acak. Jangan dipilih-pilih anak yang hasil
UN-nya yang tinggi saja," jelas Budi. Ditanya apakah sistem undian tidak akan membuka
peluang kecurangan dari pihak sekolah, Budi menolaknya. Karena, menurut Budi, undian
dilakukan secara terbuka di hadapan para calon wali murid. "Tidak akan, karena diundi di
hadapan orangtua anak yg mendaftar," katanya. Baca juga: Kriteria Penerimaan Siswa Bukan
Prestasi, Tapi Jarak Rumah Di sisi lain, praktisi pendidikan, Prof. Arief Rachman, menyatakan
persaingan memang tidak dapat dielakkan dalam sistem zonasi. Tapi, menurutnya, itu bukan
menjadi sebuah masalah untuk diterapkan. Ia menegaskan tidak perlu sistem lain seperti undian.
"Mencari sekolah, kan, seperti mencari istri. Tentu saja saya akan memilih yang terbaik. Tapi ini,
kan, bukan cuma perkara selera. Ada banyak hal yang harus diperhitungkan. Kualitas
sekolahnya, pendidiknya, termasuk jarak. Jadi, persaingan tidak bisa dielakkan. Menurut saya,
sistem zonasi ini sudah baik untuk pemerataan," ujar Guru Besar Universitas Negeri Jakarta ini.
Lebih lanjut ia memberi contoh bahwa di Jakarta hanya SMAN 8 saja yang dianggap baik. SMA
tersebut berada di Bukit Duri, Tebet, yang secara administratif masuk wilayah Jakarta Selatan.
"Saya, misalnya, sebagai orang Rawamangun menginginkan juga ada SMP, SMA, SMK yang
baik di daerah saya," kata Arief saat dihubungi Tirto, Kamis (13/7/2017). Rawamangun sendiri
berada di wilayah Jakarta Timur. Dalam penerapannya pun, menurut sosok yang pernah
memimpin LabSchool ini, sistem zonasi sah saja untuk diterapkan di semua jenjang pendidikan
dari SD sampai SMA. Karena, menurutnya, sistem ini bukan perkara layak atau tidaknya untuk
diterapkan di jenjang pendidikan tertentu. "Kalau bicara layak atau tidak diterapkan di semua
jenjang, itu berarti bicara patut dan tidak, kan? Menurut saya sistem ini baik. Tidak masalah
diterapkan di semua jenjang pendidikan. Ini sekali lagi bukan soal jarak, tapi pemerataan kualitas
pendidikan. Kecuali universitas, karena kuota penerimaannya juga hanya 12,5 persen. Jadi, kalau
mau masuk fakultas kedokteran yang baik bisa di UI, dan itu lumrah," jelas Arief.

Pro dan Kontra Rencana Pemindahan Ibu Kota Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) Tindak Lanjut Rencana
Pemindahan Ibu Kota. Presiden Jokowi optimis pemindahan ibu kota negara akan terwujud bila
dipersiapkan dengan matang.
"Saya meyakini Insya Allah kalau dari awal kita persiapkan dengan baik maka gagasan besar ini
akan bisa kita wujudkan," kata Jokowi.

Presiden Jokowi menyadari memindahkan ibu kota negara membutuhkan persiapan panjang.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menekankan, pemindahan ibu kota negara harus memikirkan
kepentingan jangka panjang. Pemindahan ibu kota juga harus mempertimbangkan dua hal, yakni
pusat pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik serta pusat pengelolaan bisnis.

"Sebagai negara besar menyongsong kompetisi global ketika kita sepakat menuju negara maju
untuk pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah apakah di masa yang akan datang DKI
Jakarta sebagai ibu kota negara mampu memikul dua beban sekaligus yaitu sebagai pusat
pemerintahan dan pelayanan publik sekaligus pusat bisnis?" kata Jokowi.

Indonesia harus mencontohi negara lain di dunia dalam mengantisipasi perkembangan zaman.
Jokowi mencontohkan Korea Selatan memindahkan ibu kota negaranya dari Seoul ke Sejong.
Kemudian Brasil memindahkan ibu kota dari Rio de Janiero ke Brasilia. Demikian juga dengan
Kazakhastan yang memindahkan dari Almaty ke Astana.

"Jadi sekali lagi kita ingin berpikir visioner untuk kemajuan negara ini," ujarnya.

Pemindahan ibu kota negara menelan biaya yang tidak sedikit. Ada dua skema pemindahan yang
diusulkan Bappenas, yaitu skema rightsizing dan tidak. Dengan skema rightsizing, biaya yang
diperlukan sekitar Rp 323 triliun dan untuk skema non-rightsizing sekitar Rp 466 triliun.

Atas rencana pemindahan ibu kota ini, terdapat pro kontra muncul ke permukaan. Berikut
rangkumannya.

1 dari 5 halaman

Ibu Kota Pindah Saat Kemiskinan Masih Tinggi

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Achmad Hafidz Tohir, menanyakan
urgensi pemindahan Ibu Kota yang dicanangkan pemerintah. Padahal, menurutnya, kemiskinan
di Indonesia yang masih tinggi.

"Kalau kita masih susah kenapa harus pindah Ibu Kota? Kita dipilih oleh rakyat, Presiden juga
harusnya kita berpihak kepada rakyat," katanya.

"BPS dengan lantang mengatakan rakyat miskin hidup dengan Rp 11.000 per hari itu cukup,
sedangkan naik bis saja sudah butuh Rp 10.000, belum lagi bayar listrik Rp 150.000 per bulan
untuk rumah kecil dan keperluan biaya sekolah," tambahnya.

2 dari 5 halaman

Pemindahan Ibu Kota Dikritik Karena Keuangan Negara Tengah Sulit


Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon, menilai wacana pemindahan Ibu
Kota tersebut tidak masuk akal. Menurut dia, keuangan negara tengah sulit.

"Di tengah minta untuk mendapatkan anggaran dana sulit, yah pencapaian negara sulit apakah ini
masuk akal? Jadi menurut saya sih enggak masuk akal untuk saat ini, kecuali kita ada kelebihan
anggaran dana yang memang dipersiapkan dan tempat juga penting dimana," kata Fadli.

3 dari 5 halaman

Jakarta Tak Lagi Mumpuni

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menuturkan
ada banyak pertimbangan kenapa ibu kota harus dipindahkan dari Jakarta. Salah satunya terkait
faktor daya dukung.

"Banyak sekali, jadi itu salah satunya daya dukung Jakarta. Bukan hanya kemacetan atau banjir,
tidak, tapi daya dukungnya sendiri," ungkap dia.

Kemudian, dia melanjutkan, faktor persebaran penduduk juga turut menjadi salah satu
pertimbangan utama. "Penduduk di Jawa ini kan 57 persen (dari total penduduk Indonesia), di
Sumatera 21 persen. Jadi untuk penyebaran juga," sambungnya.

Faktor berikutnya, yakni pemerataan pembangunan di Nusantara. Dia menyatakan, berpindahnya


ibu kota akan membantu pembangunan infrastruktur di wilayah lain yang kini tengah diusung
pemerintah.

4 dari 5 halaman

Dunia Usaha Bergairah Saat Ibu Kota Pindah

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyebut bahwa
pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Jawa akan membawa dampak positif, khususnya bagi
dunia usaha.

Dengan adanya pemindahan pusat pemerintahan, otomatis akan menciptakan satu kota
metropolitan baru. Kendati demikian, dia mengingatkan tentunya proses pemindahan ibu kota
tidak mungkin dapat terwujud dalam waktu singkat.

"Jadi pemindahan ibu kota ide bagus untuk buat daerah pertumbuhan baru, tapi harus diingat
bahwa sifat pemindahan ibu kota itu jangka panjang," kata dia.

5 dari 5 halaman

Rencana Pemindahan Ibu Kota Dinanti Investor


Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyebut rencana
pemindahan ibukota dapat menjadi angin segar dan membawa sentimen positif bagi para investor
jika sudah terealisasi.

Dia menjelaskan, estimasi anggaran pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa yang
tidak sedikit, yaitu sekitar Rp 466 triliun atau setara USD 33 miliar dapat menjadi kesempatan
bagi para investor. Sebab dana pemindahan tersebut dapat diperoleh dan dipenuhi dari berbagai
skema pembiayaan, tidak hanya mengandalkan APBN.

Sumber pendanaan pemindahan ibu kota bisa didapat melalui skema kerja sama pemerintah
badan usaha (KPBU), BUMN, dan swasta murni. Hal tersebut tentu akan dipandang sebagai
kesempatan emas bagi para investor.

"Perpindahan ibu kota tentu berpotensi jadi stimulan investasi dalam skala sangat besar. Jadi
kalau wacananya proyek USD 33 miliar atau lebih dari Rp 400 triliun tentu jumlah investasi
yang sangat besar," ujarnya.

Jika kita berkata rokok rokok dan rokok. tentu tidak ada habisnya karena semakin dihisab
semakin ketagihan.anak bangsa sejatinya sebagai tonggak estafet perjuangan NEGERI ini
otaknya telah dicuci oleh berbagai macam kenikmatan yang menghancurkan dirinya secara
perlahan-lahan. rokok yang awalnya coba dijauhi akan semakin kita dekati karena jika kita jauhi
akan menjadi bumerang bagi kita, kita yang semulanya tau akan bahaya rokok mulai tergoda
karena gengsi belaka. semua ini bukan karena masalah pergaulan tok tapi juga menyangkut
masalah agama, agama yang mengajarkan kita untuk tidak berlaku isrof agama yang
mengajarkan kita untuk tidak menikmati sesuatu yang dapat merusak diri. tapi kita semua lalai
menyikapi hal tersebut karena tidak ada yang menyebutkan secara jelas bahwa G****G G***M
haram, Samp****a haram dll. inilah yang menjadi bukti bukan hanya pergaulan tapi juga
masalah agama yang perlu kita tingkatkan bersama agar kita semua terhindar dari segala macam
hal yang dapat merubah kita menjadi lebih buruk. sebagai anak bangsa harusnya kita berfikir
bagaimana menyikapi dengan baik hal tersebut karena jika kita mampu berfikir kedepan ada
yang bisa kita lakukan dengan uang kita miliki. bukan hanya untuk membeli rokok yang dapat
membuat kita semakin jatuh. ingat yang perlu kita tekankan adalah sebagai anak bangsa yang
akan meneruskan cita-cita dari orang-orang tua kita saat ini dan untuk regenerasi yang lebih baik
kita harus berfiki kedepan, bukan melihat kenikmatan sesaat yang akan membuat kualitas anak
bangsa semakin menurun nantinya.

PRO: Merokok sangat berbahaya, tidak baik untuk kesehatan, dan tidak disukai banyak orang.
Bahkan di kemasan rokok-pun dituliskan bahaya merokok seperti kanker, impotensi, serangan
jantung, gangguan kehamilan, dan janin. Jadi, apabila seorang warga Indonesia merupakan
perokok berat, sudah pasti kualitas cara berpikirnya akan menurun, sebab merokok tidak baik
untuk kesehatan. Dengan menurunnya cara berpikir orang tersebut, otomatis hasil kerja orang
tersebut tidak akan maksimal, sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan, bahwa semua perokok
berat adalah anak bangsa dengan kualitas yang tidak maksimal.
KONTRA: Tidak dapat menyalahkan rokok dalam hal kualitas seseorang. Bahkan seorang yang
tidak pernah merokok pun dapat memiliki IQ yang rendah, dan seorang perokok berat, bisa jadi
adalah orang yang jenius. Itu semua tergantung dari ilmu yang ia serap dan kemampuan otaknya.
Kesehatan memang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang, namun tidak bisa disimpulkan
bahwa perokok adalah manusia dengan kualitas rendahan.

PRO

remaja menjadi nakal akibat orang tua yang tidak cermat dalam mengawasi pola aktivitas
anaknya adalah tepat karena tumbuh dan kembang anak merupakan hasil dari pengawasan orang
tua.

BUKTI:

Seorang Sarjana Muda yang baru saja lulus dari kampus ternyata tertangkap memakai shabu
setelah malam kelulusannya. Setelah diselidiki orang tuanya memang tak ada yang tahu bahwa
anak tersebut sudah 4 tahun mengkonsumsi barang haram tersebut.

PENEGASAN PENDAPAT

Ini lah yang dimaksud bahwa orang tua berhubungan erat dengan tingkah laku anaknya. Jika
orang tua kurang dapat melakukan pengawasan maka anak akan sebebasnya melakukan apa saja.

KONTRA

remaja yang nakal bukan karena orang tua yang kurang dalam pengawasannya namun karena
lingkungan sekitar anak yang sangat rentan terhadap perilaku menyimpang. banyak sekali faktor
yang dapat menyebabkan kenakalan remaja. setiap orang tua pasti dan selalu mengawasi
anaknya.

BUKTI:

Anak remaja yang tinggal di Marokarlos dikenal bandel dan gahar karena memang ia tinggal di
lingkungan yang mana preman berkumpul, walaupun seringkali orang tua mengawasinya namun
anaknya itu masih selalu saja tetap berkelakuan layaknya seorang preman.

PENEGASAN PENDAPAT

Hal ini adalah bukti bahwa orang tua sayang pada anaknya, namun faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak sangat banyak.
Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/14464585#readmore

Anda mungkin juga menyukai