C. KEBIJAKAN ALTERNATIF
Kawasan hutan yang selalu terjaga kelestariannya merupakan keinginan setiap
masyarakat. Terjadinya pengeksploitasian hutan seperti pembalakan liar dan perburuan liar perlu
mendapatkan perhatian yang serius. Penjagaan hutan tidak bisa sepenuhnya kita serahkan kepada
penjaga hutan (polisi hutan) saja. Menjaga lingkungan kawasan hutanpun sangat perlu kita
lakukan bersama. Sehingga tidak hanya polisi hutan saja yang menjaga hutan. Ketika kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah mengenai pengelolaan hutan maupun kawasan pelestarian alamnya
ini tidak bisa membuat takut bahkan jera para oknum yang tidak bertanggungjawab, maka perlu
adanya solusi lain agar kasus perusakan hutan ini benar-benar dapat dicegah dan diberantas.
Permasalahan yang muncul pada kasus pembalakan liar di kawasan TNMB salah satunya
disebabkan oleh tingginya permintaan kebutuhan kayu. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan
Kepala Polisi Hutan (Polhut) TNMB yang mengemukakan bahwa jenis kayu yang paling banyak
ditebang oleh pelaku biasanya jenis kayu sapen, kemuning dan garu karena kayu tersebut mudah
dijual untuk kebutuhan rumah seperti untuk pintu dan jendela. Tingginya permintaan ini
memberi kesempatan bagi oknum-oknum tertentu untuk membuat mereka memenuhi permintaan
tersebut, dengan tingginya permintaan maka mereka akan mendapatkan pendapatan yang lebih
tinggi pula. Sementara seperti yang kita tahu, pohon-pohon yang boleh ditebang ada
pembatasannya, sehingga oknum-oknum tersebut melakukan pembalakan liar.
Oleh Sebab itu, salah satu solusi yang cukup efektif adalah dengan membentuk
komunitas peduli Kawasan Meru Betiri. Komunitas ini beranggotakan masyarakat yang ada di
kawasan TNMB. Dengan adanya komunitas ini, maka masyarakat bisa turut serta dalam
melakukan pengawasan terhadap oknum-oknum yang akan melakukan perusakan alam TNMB.
Hal ini dikarenakan masyarakat merupakan orang-orang yang lebih mengerti dengan kondisi di
lapangan. Mereka bisa melakukan pengawasaan setiap saat karena mereka yang selalu berada di
kawasan tersebut. Masyarakat yang mengetahui adanya indikasi oknum-oknum yang akan
merusak kawasan ini diharuskan untuk segera melaporkannya kepada pihak yang berwenang,
baik kepada pihak kepolisian daerah setempat maupun langsung kepada Polisi Hutan (Polhut)
Taman Nasional Meru Betiri. Dengan banyaknya pihak yang turut mengawasi dan menjaga
kawasan TNMB, maka pelanggaran maupun kejahatan yang dilakukan terhadap kawasan ini bisa
diminimalisir, dan dalam jangka panjang bisa membuat oknum-oknum perusak TNMB ini jera.
Sehingga mereka tidak akan berani lagi merusak kawasan ini.
Sumber Daya Alam Jawa Barat
Sumber daya alam Jawa Barat cukup melimpah. Provinsi ini pada tahun 2006 memiliki lahan
sawah ber-irigasi teknis seluas 380.996 ha, sementara sawah ber irigasi setengah teknis 116,443
ha, dan sawah ber irigasi non teknis seluas 428.461 ha. Total saluran irigasi di Jawa Barat
sepanjang 9.488.623 km, Sawah-sawah inilah yang pada 2006 menghasilkan 9.418.882 ton padi,
terdiri atas 9,103.800 ton padi sawah clan 315.082 ton padi ladang. Di antara tanaman palawija,
pada 2006 ketela pohon menempati urutan pertama. produksi palawija, mencapai 2.044.674 ton
dengan produktivitas 179,28 kuintal per ha, Kendati demikian, luas tanam terluas adalah untuk
komoditas jagung yang mencapai 148.505 ha, Jawa Barat juga menghasilkan hortikultura terdiri
dari 2.938.624 ton sayur mayur, 3.193.744 ton buah buahan, dan 159.871 ton tanaman
obat/biofarmaka.
Hutan di Jawa Barat juga luas, mencapai 764.387,59 ha atau 20,62% dari total luas provinsi,
terdiri dari hutan produksi seluas 362.980.40 ha (9,79%), hutan lindung seluas 228.727,11 ha
(6,17%), dan hutan konservasi seluas 172.680 ha (4,63%). Pemerintah juga menaruh perhatian
serius pada hutan mangrove yang mencapai 40.129,89 ha, tersebar di 10 kabupaten yang
mempunyai pantai. Selain itu semua, ada lagi satu hutan lindung seluas 32.313,59 ha yang
dikelola oleh Perum Perhutani Unit III jawa Barat dan Banten.
Dari hutan produksi yang dimilikinya, pada 2006 Jawa Barat memetik hasil 200.675 m³
kayu, meskipun kebutuhan kayu di provinsi ini setiap tahun sekitar 4 juta m³. Sampai 2006,
luas hutan rakyat 214.892 ha dengan produksi kayu sekitar 893.851,75 m³. Jawa Barat juga
menghasilkan hasil hutan non kayu cukup potensial dikembangkan sebagai aneka usaha
kehutanan, antara lain sutera alat jamur, pinus, gerah damar, kayu putih, rotan, bambu, dan
sarang burung walet.
Di sektor perikanan, komoditas unggulan adalah ikan mas, nila, bandeng, lele, udang windu,
kerang hijau, gurame, patin, rumput laut dan udang vaname. Di tahun 2006, provinsi ini
memanen 560,000 ton ikan hasil budidaya perikanan dan payau, atau 63,63% dari total produksi
perikanan Jawa Barat.
Di bidang peternakan, sapi perah, domba, ayam buras, dan itik adalah komoditas unggulan di
Jawa Barat. Data 2006 menyebutkan kini tersedia 96.796 sapi perah (25% populasi nasional),
4.249.670 domba, 28.652.493 ayam buras 5.596.882 itik (16% populasi nasional). Kini hanya
tersedia 245.994 sapi potong di jawa Barat (3% populasi nasional), padahal kebutuhan setiap
tahunnya sekitar 300 ribu sapi potong. Untuk memenuhi kebutuhan Jawa Barat harus mengimpor
150 ribu ternak sapi dari Australia setiap tahunnya, di samping berharap pasokan ternak hidup
dari provinsi lain terutama Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah lstimewa Yogyakarta, Lampung,
Bali, Lombok, dan lain lain. Dalam memaksimalisasi sektor peternaknya, Jawa Barat membagi
kawasan pengembangan andalan peternakan ke dalam tiga wilayah, yaitu:
1. Jawa Barat Bagian Utara untuk peternakan itik;
2. Jawa Barat Bagian Tengah untuk sapi perah, ayam ras, dan domba; serta
3. Jawa Barat Bagian Selatan untuk domba dan sapi potong,
Provinsi ini memiliki banyak objek unggulan di bidang perkebunan, antara lain teh, cengkeh,
kelapa, karet, kakao, tembakau, kopi, tebu, dan akar wangi. Dari semua jenis komoditas itu,
cengkeh, kelapa, karet, kakao, tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan nasional asal
Jawa Barat. Dari sisi lahan, produktivitas terbaiknya, yakni luas areal tanam sama dengan Iuas
tanaman yang menghasilkan, adalah komoditas tembakau dan tebu. Dari sisi produksi,
produktivitas terbanyak adalah kelapa sawit (6,5 ton per ha) dan tebu (5,5 ton per ha).
Jawa Barat juga menghasilkan produksi tambang unggulan. Pada 2006, berhasil dieksplorasi
5.284 ton zeolit, 47.978 ton bentonit, serta pasir besi, semen pozolan, felspar dan barn
permata/gemstone. Potensi pertambangan batu mulia umumnya banyak terdapat di daerah
Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kuningan, dan Sukabumi.
POTENSI KEKAYAAN ALAM JAWA TENGAH
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penyangga pangan nasional, oleh karena itu
produktivitas padi lebih diutamakan untuk terus dipacu. Pada tahun 2014, produktivitas padi
sekitar 53,57 kuintal per hektar, menurun 4,44 persen dibanding produktivitas tahun sebelumnya.
Luas panen padi dan jumlah produksi padi mengalami penurunan masing-masing sebesar
2,41mpersen dan 6,73 persen. Sebagian besar produksi padi merupakan padi sawah, yaitu sekitar
96,33 persen.
Pertanian
Perkebunan
Luas dan produksi tanaman perkebunan rakyat selama 2010 sampai dengan 2014 di Jawa Tengah
mengalami fluktuasi. Dilihat dari sisi luas, tanaman perkebunan rakyat yang mempunyai area
yang cukup luas pada tahun 2014 adalah tanaman kelapa, tebu, cengkeh , tembakau, ,kapok, kopi
dan jambu mete. Sedangkan dilihat dari sisi produksi, tanaman kelapa, tebu, tembakau, kapok,
kopi dan jambu mete mempunyai produksi yang cukup besar.
Peternakan
Jenis ternak yang diusahakan di Jawa Tengah, adalah ternak besar, yaitu sapi (potong/perah),
kerbau dan kuda, sedangkan ternak kecil terdiri dari kambing, domba danbabi. Disamping itu
juga diusahakan aneka ternak, termasuk unggas (ayam, itik dan burung puyuh) dan kelinci.
Populasi ternak besar pada tahun 2014 untuk sapi, kerbau dan kuda masingmasing tercatat
sebanyak 1.72 juta ekor, 66,86 ribu ekor dan 13,46 ribu ekor. Kabupaten
Blora merupakan kabupaten dengan jumlah ternak besar terbanyak di Jawa Tengah. Pada tahun
2014, populasi kambing, domba dan babi yang merupakan ternak kecil tercatat sebanyak
3.957,16 ribu ekor, 2395,67 ribu ekor dan 136,50 ribu ekor. Dibandingkan tahun sebelumnya,
populasi ternak kecil mengalami penurunan, dan unggasmengalami peningkatan
Produksi telur (ayam ras, ayam kampung, itik dan burung puyuh) tahun 2014 tercatat sebesar
284,30 juta ton. Tahun 2014 menjadi 270,58 juta ton atau turun sebesar 4,83 persen. Untuk
produksi susu tahun 2014tercatat sebesar 97,58 juta liter, tahun 2014 menjadi 98,49 juta liter atau
meningkat sebesar 0,94 persen dan produksi kulit mengalami peningkatan di tahun 2014 sebesar
1,44 juta lembar di tahun 2014 hanya 1,48 juta lembar naik sebesar 2,57 persen.
Perikanan
Produksi yang dihasilkan dari kegiatanperikanan tersebut pada tahun 2014 di Jawa Tengah
mencapai 505 ribu ton dengan nilai 2,55 trilyun rupiah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
produksi ikan menurun 18,49 persen dan nilai produksinya menurun 172,86 persen. Produksi
perikanan didominasi oleh perikanan darat sebesar 368 ribu ton (sekitar 53 persen dari total
produksi perikanan) dengan nilai sebesar 1,04 trilyun rupiah
Pada tahun 2014, produksi usaha budidaya perikanan dan perikanan di perairan umum
mengalami penurunan. Produksi usaha budidaya perikanan dan perikanan di perairan umum
tercatat masing-masing sebesar 250 ribu ton dan 186 ribu ton dengan nilai produksi mencapai
812 milyar rupiah dan 231 milyar rupiah.
Kehutanan
Luas hutan yang tercatat pada Perum Perhutani Divre Jawa Tengah hampir 636 ribu hektar atau
19,55 persen dari total luas Jawa Tengah. Menurut fungsinya, hutan tersebut terbagi dalam hutan
lindung (13,29 persen) dan hutan produksi (86,71 persen).
Pada tahun 2014, produksi kayu jati (pertukangan) tercatat sebanyak 193 ribumeter kubik, naik
sebesar 14,07 persen dibanding tahun 2014. Sedangkan produksi kayu rimba mengalami
kenaikan sebesar 3,95 persen, yaitu dari 122,00 ribu meter kubik di tahun 2014 menjadi 126,91
ribu meter kubik di tahun 2014.
POTENSI KEKAYAAN ALAM DI BALI
Besarnya kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Bali menjadikan sektor pariwisata sebagai
sumber perekonomian mayoritas masyarakatnya. Namun, wilayah pesisir telah tumbuh dengan
cepat tanpa kegiatan konservasi yang seimbang dan konflik antar daerah timbul dari persaingan
atas pemanfaatan sumber daya alam. Program konservasi berbasis nilai dan konteks budaya lokal
dengan pendekatan Ridge to Reef atau “Nyegara Gunung” dilakukan sebagai upaya dalam
membangun model pengelolaan yang terintegrasi antara jejaring Kawasan Konservasi Perairan
(KKP) laut dan konservasi darat.
1 Mata pencaharian
Lebih dari 1,1 juta masyarakat Bali bekerja di sektor pariwisata dan pertanian karena keindahan
alam dan tanahnya yang subur. Hal ini menunjukkan masyarakat Bali sangat bergantung pada
sumber daya alam baik darat maupun laut.
2 Kekayaan Laut
Bali merupakan bagian dari Segitiga Karang Dunia dengan keanekaragaman terumbu karang
(406 spesies) dan ikan karang (805 spesies) yang sangat tinggi. Laut Bali juga merupakan habitat
bagi satwa besar seperti paus, lumba-lumba, penyu, ikan mola-mola, pari manta dan hiu paus.
3 Peraturan Pemerintah
Adanya UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjadi dasar dalam pengelolaan Bali
sebagai sebuah pulau. Kolaborasi UU ini menjadi acuan pembuatan kebijakan pengelolaan
sumber daya alam secara berkelanjutan.
1 Deforestasi
Setiap tahun terjadi alih fungsi lahan dan deforestasi sebesar 820 hektar lahan di Bali.
2 Abrasi
Bali merupakan pulau yang dikelilingi wilayah laut dan sekitar 64% pantainya rentan erosi.
Seperempatnya telah tererosi di tahun 2014. Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi dan ekologi
di wilayah pesisir.
3 Penambangan Pasir
Penambangan pasir yang berlebihan di darat dan di laut dapat mengganggu bentang alam, air
tanah dan proses ekologi terkait.
4 Sampah
11.000 ton sampah dihasilkan setiap hari, sedangkan sistem pengelolaan limbah yang ada saat ini
belum mampu menangani volume sampah sebesar ini.
5 Krisis Air
Cadangan air tanah di Bali telah merosot di bawah 20% sehingga diperkirakan krisis air dan
ekologi akan terjadi di tahun 2020.
6 Lemahnya Tata Kelola
Belum terlaksananya dengan baik konsep “one island one management” dalam pengelolaan Bali
sebagai satu kesatuan yang utuh antara wilayah darat dan lautnya.
Kajian kelautan Bali (Bali Marine Rapid Assesment) tahun 2011 menghasilkan rekomendasi
jejaring KKP Bali dan pada tahun 2014 cetak birudiluncurkan. Hal ini berguna untuk membentuk
Local Government Network yang dimandatkan dalam Aksi Nasional Inisiatif Segitiga Karang
Dunia. Dengan adanya jejaring KKP Bali, kerjasama antara pengelola dapat terbangun secara
lebih efektif, efisien, komprehensif dan berkelanjutan. Uniknya jejaring KKP Bali tidak hanya
antara kawasan perairan di laut tapi juga dengan kawasan perairan di darat (danau).
Sejak tahun 2013 telah dibangun sistem database yang sangat lengkap dan menyeluruh sebagai
hasil mengumpulkan berbagai data dan informasi berbasis spasial dan tubuler (grafik, gambar,
tabel dll) dari berbagai instansi maupun lembaga di Bali dan luar Bali. Sistem database ini sangat
penting untuk menyusun seluruh informasi dan data secara sistematis dan terstruktur sehingga
dengan mudah diketahui data dan informasi yang sudah ada dan belum, termasuk
ketidaksinkronan data dan informasi antar lembaga. Bali Geodatabase sejalan dengan komitmen
pemerintah yang dituangkan ke dalam UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, dan
Perpres no. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Tingkat
Ketelitian Peta Skala 1: 50.000.
Pembentukan YPAB pada 5 Juni 2016 yang didirikan dan dikawal oleh tokoh-tokoh Bali baik
dari kalangan pariwisata, mantan pejabat pemerintah, akademisi, seniman hingga aktivis akan
menjadi embrio Bali Conservation Trust Fund yang akan mengelola dana untuk konservasi alam
dan budaya Bali secara berkelanjutan. Tahun 2013 telah dikeluarkan Peraturan Gubernur
(pergub) Bali No. 41 tentang Program Pelestarian Budaya dan Perlindungan Lingkungan Hidup
bagi Kepariwisataan Budaya Bali, yang memayungi secara hukum pungutan US$ 10 bagi setiap
wisatawan asing yang datang ke Bali. Pergub ini berpotensi mengumpulkan dana hingga 450
milyar per tahun. Namun tidak bisa diterapkan karena ketidakjelasan mekanisme transparansi
dan akuntabilitas penggunaan dana tersebut. YPAB Bali mengambil prioritas untuk membangun
mekanisme pelaksanaan program pelestarian alam dan budaya Bali secara transparan dan
akuntabel sehingga terbangun kepercayaan publik.
Kabupaten Karangasem memiliki topografi gunung dan laut yang sangat berdekatan sehingga
hubungan ekosistem darat dan laut sangat kuat guna mendukung perekonomian warga, baik dari
sektor perikanan maupun pariwisata. Kerusakan di hulu/gunung akan berpengaruh pada hilir/laut
sehingga penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem hulu dan hilir. Kami bekerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten Karangasem dan Pemerintah Provinsi Bali untuk
mengharmonisasikan tata ruang darat (RTRWK) dengan tata ruang laut (RZWP3K) Bali. Di
Desa Tulamben dan Dukuh kami bekerjasama dengan warga lokal untuk penanaman pohon
hutan dan tanaman Gebang di hulu Tulamben untuk mengurangi sedimentasi dari darat ke laut,
pembuatan zonasi KKP Tulamben dan pelestarian terumbu karang.
5. Sistem Informasi Desa Konservasi (SIDESI)
SIDESI berdasar kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa dimana setiap desa diwajibkan untuk memiliki sistem informasi desa. Dalam
SIDESI terdapat data dan informasi mengenai desa misalnya potensi desa, pengelolaan APB
Desa, data kependudukan dan monografi desa secara lengkap. Data SIDESI dikumpulkan secara
partisipatif oleh masyarakat desa sehingga masyarakat ikut berpartisipasi dalam pembangunan
desanya berdasarkan potensi di darat dan di laut yang dikelola dengan pendekatan konservasi
sumber daya alam dan budaya. Telah dipilih 3 desa percontohan di Kabupaten Karangasem yaitu
Desa Bugbug, Bunutan dan Tulamben yang telah dan akan membangun SIDESI sehingga
diharapkan visi dan misi pembangunan desa akan mencerminkan upaya konservasi desa sebagai
ujung tombak konservasi di lapangan.
KESIMPULAN
Secara umum, lingkungan tempat tinggal manusia terbagi menjadi 2 yakni lingkungan alam dan
lingkungan buatan. Lingkungan alam merupakan lingkungan yang diciptakan Tuhan untuk
manusia dan makhluk hidup lainnya. Lingkungan alam ini bisa berubah- ubah kondisinya dari
waktu ke waktu. perubahan kondisi lingkungan alam tersebut bisa disebabkan oleh beberapa
faktor seperti bencana alam yang dapat menimbulkan kerusakan.
Selain faktor bencana alam, kerusakan lingkungan alam juga bisa diakibatkan oleh buruknya
perilaku manusia. Agar tidak terjadi kerusakan lingkungan alam, manusia sebagai makhluk
paling cerdas di bumi harus berperan aktif dalam melestarikan lingkungan alam. Berikut adalah
beberapa cara menjaga kelestarian lingkungan alam.
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap makhluk hidup. Semua makhluk akan
mengalami kesulitan bertahan hidup jika kekurangan konsumsi air. Manusia menggunakan air
untuk mandi, cuci dan kakus. Binatang memerlukan air sebagai salah satu sumber energi,
sedangkan tumbuhan membutuhkan keberadaan air untuk bisa tumbuh dan berkembang.
Lingkungan alam menyediakan banyak air yang melimpah, contohnya air tanah, air laut, air
sungai dan air danau.
Keberadaan air yang melimpah ruah di lingkungan alam itu harus lah dilestarikan dan dilindungi
dari pencemaran air . Beberapa polutan yang dapat mencemari air diantaranya adalah
sampah,serta pencemaran limbah, seperti limbah rumah tangga dan limbah industri. Diantara ciri
ciri pencemaran air yaitu air menjadi keruh, memiliki bau tak sedap dan mengandung zat serta
bakteri yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Untuk mencegah terjadinya pencemaran air, kita
harus berperan aktif dalam melestarikan sumber daya air. Beberapa cara menjaga kelestarian air
yaitu :
Kebutuhan pokok makhluk hidup selain air adalah udara. Setiap makhluk yang bernafas
membutuhkan udara yang disebut dengan oksigen. Dahulu kala manusia bisa merasakan udara
bersih dimana saja. Udara yang bersih bukan berarti tidak bisa tercemar. Tidak seperti udara
pegunungan dan pedesaan, udara perkotaan sudah banyak tercemar. Beberapa penyebab
pencemaran udara yaitu asap kendaraan, asap hasil pembakaran industri, asap pembakaran batu
bara, asap rokok dan kebakaran hutan. Beberapa cara untuk melestarikan udara agar tetap bersih
dan terhindar dari pencemaran yaitu :
1. Menyaring asap hasil pembakaran proses industri. Jika asap yang dibuang melalui
cerobong- cerobong milik industri tidak di filter, maka dapat menimbulkan terjadinya
hujan asam. Hal ini dikarenakan asap industri mengandung gas- gas berbahaya.
2. Menghindari penggunaan bahan bakar batu bara dan mencari alternatif bahan bakar yang
ramah lingkungan.
3. Meminimalisir faktor- faktor penyebab kebakaran hutan. Asap yang dihasilkan oleh
kebakaran hutan cukup berbahaya bagi kesehatan manusia.
4. Tidak menggunakan peralatan rumah tangga yang mengandung CFC. CFC tersebut dapat
menjadi penyebab pemanasan global.
5. Meminimalisir penggunaan kendaraan motor pribadi dan membiasakan menggunakan
transportasi umum atau berjalan kaki.
6. Menanam pohon di sekitar tempat tinggal dan di tepi- tepi jalan raya, terutama pohon
yang banyak menyerap gas karbondioksida.
Negara kita memiliki sumber daya berupa tanah yang subur, bahkan Indonesia terkenal dengan
negara agraris karena sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Unsur hara yang berada
dalam tanah yang subur lama kelamaan akan habis sehingga tanah menjadi tandus. Tanah yang
tandus akan sulit digunakan untuk bercocok tanam lagi.
Untuk menghindari hal itu, kita harus melestarikan kesuburan tanah. Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk melestarikan kesuburan tanah yakni memupuk tanah, mendaur ulang sampah
plastik yang sulit terurai oleh tanah, dan mengelola lahan tandus. Di bawah ini adalah penjabaran
masing- masing cara melestarikan kesuburan tanah.
1. Cara yang pertama yakni memupuk tanah – Tujuan dari memupuk tanah ini tentu saja
untuk menyuburkan tanah agar selalu dapat digunakan untuk bercocok tanam. Dengan
memberikan pupuk pada tanah maka unsur hara di dalam tanah tidak akan cepat habis.
Akan lebih baik jika menggunakan pupuk organik dari pada pupuk anorganik. Hal ini
dikarenakan penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan dapat menyebabkan
pencemaran.
2. Cara yang kedua adalah mendaur ulang sampah plastik – Kegiatan ini perlu
dilakukan karena sampah plastik menjadi salah satu penyebab utama pencemaran tanah.
Seperti yang kita ketahui bahwa sampah plastik ini sangat sulit untuk diuraikan karena
tidak bisa membusuk secara alami. Berbeda dengan sampah organik seperti daun daunan
kering yang bisa terurai secara alami sehingga dapat dijadikan kompos yang juga
bermanfaat untuk kesuburan tanah.
3. Cara yang ketiga yaitu mengelola lahan yang tandus – Lahan yang tandus tidak bisa
dibiarkan begitu saja. Meski sulit digunakan untuk bercocok tanam karena tidak adanya
unsur hara di dalam tanah, tetapi masih ada jenis- jenis pohon yang bisa ditanam di lahan
tandus. Hal ini lebih baik dari pada membiarkan lahan tandus ditumbuhi ilalang. Pohon-
pohon yang tumbuh dilahan tandus nantinya dapat membantu kesuburan lahan tersebut.
Ketika daun- daun dari pohon mengering dan berjatuhan di tanah, maka lama kelamaan
daun akan membusuk dan menjadi pupuk alami bagi tanah.
Melestarikan Hutan
Hutan adalah lingkungan alam yang mengandung banyak sumber daya. Terdapat berbagai
macam tanaman dan satwa yang mendiami hutan. Ekosistem hutan sangat penting, tidak hanya
bagi kelangsungan hidup penghuninya tetapi juga bagi manusia. oleh karena itu kelestarian hutan
harus tetap dijaga agar tidak terjadi kerusakan hutan. Beberapa cara menjaga kelestarian hutan
yakni :