Dokumen - Tips - Asuhan Keperawatan Anak Dengan Fraktur Humerus
Dokumen - Tips - Asuhan Keperawatan Anak Dengan Fraktur Humerus
A. DEFINISI
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
Arif, et al, 2000).
2. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.
(Linda Juall C, 1999 ).
3. Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
4. Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan / trauma langsung maupun
tak langsung (Sjamsuhidajat, R. 2004).
Jadi fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan / trauma langsung maupun
tak langsung karena diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus.
B. KLASIFIKASI
Fraktur / patah tulang humerus terbagi atas :
1. Fraktur Suprakondilar Humerus
Jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi :
a. Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku dan lengan
bawah pada posisi supinasi dan lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi.
b. Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah
dalam posisi pronasi dan siku dalamposisi sedikit fleksi.
C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur humerus diantaranya adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran atau penarikan.
a. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
b. Trauma tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada
fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur humerus juga dapat terjadi akibat:
1) Fraktur kelelahan atau tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang terjadi pada tulang.
2) Kelemahan abnormal pada tulang / fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau
kalau tulang itu sangat rapuh (osteoporosis tulang).
D. MEKANISME CEDERA
Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada lengan yang terlentang, jenis cedera pada orang muda menyebabkan
dislokasi bahu. Klasifikasi Neer ( 1970 ) memperhatikan empat segmen utama yang terlibat dalam cedera ini yaitu
caput, tuberositas minor, tuberositas mayor dan batang.
Klasifikasi ini membedakan jumlah fragmen yang bergeser , kalau fragmen tak bergeser dianggap sebagai fraktur
satu bagian, kalau satu segmen terpisah dari lainnya disebut fraktur dua bagian , kalau dua fragmen bergeser ini
disebut fraktur tiga bagian kalau semua bagian utama bergeser ini disebut fraktur empat bagian.
E. PATOFISIOLOGI
Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat menyebabkan fraktur. Fraktur dapat berupa fraktur tertutup ataupun
terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak di sekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya
disertai kerusakan jaringan lunak seperti otot tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat dan berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang
keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan
kemungkinan terjadinya infeksi.
Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan
karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab tulang berada pada posisi
yang kaku.
F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik atau gambaran klinis pada fraktur humerus adalah:
1. Nyeri
Nyeri continue / terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan kerusakan sekunder sampai fragmen
tulang tidak bisa digerakkan.
2. Deformitas atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang dan patah tulang itu sendiri yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
3. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal,
ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana
tulang tersebut saling berdekatan.
4. Bengkak / memar
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada jaringan lunak.
5. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot
yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur humerus.
6. Krepitasi
Suara detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri digerakkan disebabkan oleh trauma lansung
maupun tak langsung.
G. KOMPLIKASI
1. Dislokasi bahu
Fraktur-dislokasi baik anterior maupun posterior sering terajdi. Dislokasi biasanya dapat direduksi secara tertutup dan
kemudian diterapi seperti biasa.
2. Cedera saraf
Kelumpuhan saraf radialis dapat terjadi pada fraktur humerus bila tidak ada tindakan yang berarti.
3. Lesi saraf radialis
Yaitu ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari
secara efektif dan tidak dapat menggenggam lagi.
4. Kekakuan sendi
Kekakuan pada sendi terjadi jika tidak dilakukan aktivitas lebih awal.
5. Non-union
Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama karena :
a. Terlalu banyak tulang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen
b. Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah
c. Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrin atau penyebab sistemik yang lain)
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Sjamsuhidajat (1998) prinsip pengelolaan patah tulang adalah reposisi dan immobilisasi. Penatalaksanaan
yang bisa dilakukan antara lain:
a. Proteksi saja, misal mitela untuk fraktur dengan kedudukan baik
b. Immobilisasi dengan fiksasi atau immobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan immobilisasi agar
tidak terjadi diskolasi fragmen
c. Reposisi diikuti immobilisasi
d. Reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa tertentu, diikuti immobilisasi
e. Reposisi diikuti immobilisasi fiksasi luar
f. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif
g. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi internal
h. Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prostetis
Pada prinsipnya pengobatan pada fraktur humerus dapat dilakukan secara tertutup yaitu dengan cara :
1) Fragmen-fragmen dikembalikan pada posisi anatomis (reposisi)
2) Dilakukan imobilisasi sampai terjadi penyambungan fragmen-fragmen tersebut (fiksasi atau immobilisasi)
3) Pemulihan fungsi (restorasi)
Hal diatas dilakukan karena toleransi yang baik terhadap pemendekan, serta rotasi fragmen patahan tulang.
Pengobatan secara tertutup dapat dilakukan dengan traksi skelet.
Secara umum tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan fraktur tertutup antara lain :
1. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas seperti biasa segera mungkin sepanjang memungkinkan
2. Ajarkan pasien dalam mengontrol pembengkakan dan nyeri
3. Dorong pasien untuk aktif sebatas kemampuan dalam situasi immobilisasi fraktur
4. Lakukan latihan untuk mempertahankan kondisi otot yang tidak rusak dan untuk meningkatkan kekuatan otot
5. Ajarkan pasien cara penggunaan alat bantu secara aman
6. Bantu pasien dalam memodifikasi lingkungan rumah mereka
7. Ajarkan pasien untuk perawatan mandiri, informasi pengobatan, monitor potensial komplikasi dan kebutuhan
pengawasan pelayanan kesehatan lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
a. Nyeri
b. Lemah, tidak dapat melakukan kegiatan
c. Apakah anak pernah mengalami trauma sebelumnya ?
d. Kebiasaan makan makanan tinggi kalsium
e. Hilangnya gerakan/sensasi
f. Kecemasan dan ketakutan
g. Spasme/kram otot (setelah immobilisasi)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada tulang humerus (mungkin segera,atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia (respons stress, hipovolemia), penurunan/tak ada nadi pada bagian yang cedera, pengisian
kapiler lambat, pucat pada tulang humerus, pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderik), spasme otot, terlihat
kelemahan/ hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang
humerus, dapat berkurang pada immobilisasi, tak ada nyeri akibat kerusakan saraf)
Spasme/kram otot (setelah immobilisasi)
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna pembengkakan lokal (dapat meningkat
secara bertahap atau tiba-tiba).
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi tempat terjadinya fraktur ini pada lateral atau
medial dsb.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak.
c. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin
Trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau cedera hati.
PATHWAY KEPERAWATAN
TRAUMA
Fraktur terbukatertutup
Fraktur humerus
Kehilangan integritas kulit
Gerakan ligament tulang
Kerusakan jaringan tubuh
Nyeri
Pembedahan
Resiko tinggi terhadap trauma
Perdarahan Masif
Defisit pengetahuan
Ansietas
Peningkatan tekan berlebihan
Insisi jaringan
Imobilisasi fisik
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut ( Nanda, 2005 ) dan ( Doengoes ,1999 ) dapat diambil diagnosa keperawatan antara lain :
Pre Operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder akibat fraktur.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah.
3. Risiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
4. Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan prosedur operasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan dan penatalaksanaan
perawatan di rumah.
Post Operasi :
1. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Operasi :
1. Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
NOC 1 : Pain level
Kriteria hasil:
a. Laporkan adanya nyeri
b. Kaji frekuensi nyeri
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
e. Kegelisahan
f. Perubahan TTV
Keterangan skala : 1 : sering
2 : cukup
3 : kadang - kadang
4 : jarang menunjukan
5 : tidak pernah
NIC :
1. Exercise therapy : joint mobility
a. Tentukan batasan joint movement dan efek dari fungsi
b. Monitor lokasi ketidaknyamanan/nyeri selama pergerakan
c. Dukung ambulasi
2. Circulatory care :
a. Evaluasi terhadap edema dan nadi
b. Inspeksi kulit terhadap ulsers
c. Dukung anak untuk latihan sesuai toleransi
d. Kaji derajat ketidaknyamanan/nyeri
e. Turunkan ektremitas untuk memperbaiki sirkulasi arterial
3. Diagnosa III : Resiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma.
NOC : Risk control
Kriteria hasil :
a. Monitor faktor resiko lingkungan
b. Monitor faktor resiko perilaku pasien
c. Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dengan kebutuhan
d. Monitor perubahan status kesehatan
e. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasi resiko
Keterangan skala : 1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukan
3 : kadang – kadang menunjukan
4 : sering menunjukan
5 : selalu menunjukan
NIC : Environmental management : safety
1) Identifikasi keamanan yang dibutuhkan anak, dasar pada tingkat fungsi fisik dan kognitif dan perilaku yang lalu
2) Identifikasi keselamatan pasien terhadap bahaya dalam lingkungan (fisik, biologi, kimia)
3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko bahaya
4) Monitor perubahan lingkungan dalam kondisi keamanan dan keselamatan.
4. Diagnosa IV : Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan prosedur operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan dapat berkurang.
NOC : anxiety control
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Menunjukan teknik relaksasi untuk mengontrol cemas
c. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
d. Postur tubuh, ekspresi, dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.
Keterangan skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang
3. Kadang – kadang
4. Sering
5. Selalu dilakukan
5 Diagnosa V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan dan
penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan klien bertambah
NOC : Pengetahuan : proses penyakit
Kriteria hasil :
a. Mengenal tentang penyakit
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan
d. Menjelaskan faktor resiko
e. Menjelaskan komplikasi dari penyakit
f. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit
Post Operasi :
1. Diagnosa I : Nyeri ( akut ) berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
NOC 1 : Pain level
Kriteria hasil:
a. Laporkan adanya nyeri
b. Kaji frekuensi nyeri
c. Lamanya nyeri berlangsung
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
e. Kegelisahan
f. Perubahan TTV
Keterangan skala : 1 : sering
2 : cukup
3 : kadang - kadang
4 : jarang menunjukan
5 : tidak pernah
NOC 2 : Pain control
Kriteria hasil:
a. Mengenal faktor penyebab
b. Mengenal serangan nyeri
c. Gunakan tindakan preventif
d. Gunakan tindakan pertolongan non analgetik
e. Gunakan analgetik yang tepat
Keterangan skala :
1 : tidak pernah menunjukan
2 : jarang menunjukan
3 : kadang – kadang menunjukan
4 : sering menunjukan
5 : selalu menunjukan
NIC : Manajement nyeri
a. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor penyebab
nyeri
b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif
c. Berikan analgetik dengan tepat
d. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
e. Ajarkan untuk menggunakan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide imagery, terapi musik, distraksi).
D. EVALUASI
Pre operasi
1. Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder akibat fraktur.
skala
a. Laporkan adanya nyeri 4
b. Kaji frekuensi nyeri 4
c. Lamanya nyeri berlangsung 4
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri 4
e. Kegelisahan 4
f. Perubahan TTV 4
g. Mengenal faktor penyebab 4
h. Mengenal serangan nyeri 4
i. Gunakan tindakan preventif 4
j. Gunakan tindakan pertolongan non analgetik 4
k. Gunakan analgetik yang tepat 4
2. Diagnosa II : Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah.
a. Nadi normal 4
b. Tekanan vena sentral normal 4
c. Perbedaan arteriol-venous oksigen normal 4
d. Peripherial pulre kuat 4
e. Tidak terjadi edema peripherial 4
f. Tidak terjadi kelemahan yang berlebihan 4
3. Diagnosa III : Resiko trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
a. Monitor faktor resiko lingkungan 4
b. Monitor faktor resiko perilaku pasien 4
c. Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dgn kebutuhan 4
d. Monitor perubahan status kesehatan 4
e. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasi resiko 4
Post Operasi
1. Diagnosa I Nyeri ( akut ) berhubungan dengan agen cedera fisik.
a. Laporkan adanya nyeri 4
b. Kaji frekuensi nyeri 4
c. Lamanya nyeri berlangsung 4
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri 4
e. Kegelisahan 4
f. Perubahan TTV 4
g. Mengenal faktor penyebab 4
h. Mengenal serangan nyeri 4
i. Gunakan tindakan preventif 4
j. Gunakan tindakan pertolongan non analgetik 4
k. Gunakan analgetik yang tepat 4
4. Diagnosa IV: Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
g. Sensasi normal 4
a. Elastisitas normal 4
b. Warna normal 4
c. Texture normal 4
d. Jaringan bebas lesi 4
e. Adanya pertumbuhan rambut di kulit 4
f. Kulit utuh 4