Anda di halaman 1dari 211

JULI 2014 RENCANA AKSI

Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Pascabencana Erupsi dan Lahar Dingin
Gunung Kelud, 2014–2015

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB)


DAFTAR SINGKATAN
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
APK Angka Partisipasi Kasar
APM Angka Partisipasi Murni
Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BLM Bantuan langsung kepada masyarakat/kelompok masyarakat
BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPK Badan Pemeriksa Keuangan
BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
BPS Badan Pusat Statistik
DAU Dana Alokasi Umum
DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
FAO Food and Agriculture Organization
ha hektare
KK Kepala Keluarga
K/L Kementerian/Lembaga
km kilometer
km2 kilometer persegi
KPA Kuasa Pengguna Anggaran
KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
KRB Kawasan Rawan Bencana
Lapan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
m meter
m3 meter kubik
MA Madrasah Aliyah
mdpl meter di atas permukaan laut
MTs Madrasah Tsanawiyah
NU Nahdlatul Ulama
OJK Otoritas Jasa Keuangan
Ormas Organisasi Masyarakat
PAD Pendapatan Asli Daerah
PAUD Pendidikan Anak Usia Dini
PB Penanggulangan Bencana
PDRB Produk Domestik Regional Bruto
PDRB ADHB PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB ADHK PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Pokmas Kelompok masyarakat
Polindes Poliklinik desa
Polri Kepolisian Republik Indonesia
Posko Pos Komando
Posyandu Pos Pelayanan Terpadu
PPK Pejabat Pembuat Komitmen
PSTA Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
Pusdalops-PB Pusat Pengendalian Operasional Penanggulangan Bencana
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
PVMBG Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
RA Raudatul Atfal

i
RAD Rencana Aksi Daerah
RKA Rencana Kerja Anggaran
RKP Rencana Kerja Pemerintah
RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPB Rencana Penanggulangan Bencana
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
SD Sekolah Dasar
Silpa Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
SKPD Satuan Kerja Perangkar Daerah
SMK Sekolah Menengah Kejuruan
SMP Sekolah Menengah Pertama
SMU Sekolah Menengah Umum
SPM Surat Perintah Membayar
TK Taman Kanak-kanak
TNI Tentara Nasional Indonesia
UNDP United Nations Development Programme
WIB Waktu Indonesia Barat

ii
Bab I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api paling aktif dan berbahaya di Indonesia.
Dalam sejarah letusan Gunung Kelud selama enam abad terakhir, tercatat sekitar 15.000 korban
jiwa. Sebagian besar korban tersebut terkena hembusan awan panas (pyroclastic surge), aliran awan
panas (pyroclastic flow), dan terutama lahar letusan (Thouret et al. 1998: 59). Letusan paling
mematikan terjadi pada 1856, dengan korban mencapai sekitar 10.000 jiwa (De Bélizal et al. 2012:
167), sementara letusan pada 1919 menelan lebih dari 5.000 korban jiwa (Pratomo 2006: 217).
Selama abad ke-20, median korban jiwa akibat letusan Gunung Kelud pada 1919 (5.115 korban
jiwa) menempati peringkat keempat tertinggi setelah Gunung Pelee di Martinik (29.000 korban
jiwa), Gunung Nevado del Ruiz di Kolombia (24.442 korban jiwa), dan Gunung Santa Maria di
Guatemala (11.000 korban jiwa). Median korban jiwa dari Gunung Kelud tersebut, sekadar
mengambil perbandingan, hampir empat kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan median
korban jiwa akibat letusan Gunung Merapi (1.369 korban jiwa) selama abad yang sama (Daniell
2010: 12).
Gunung Kelud termasuk gunung api dengan tipe letusan St. Vincent (Pratomo 2006: 217;
Zen dan Hadikusumo 1965: 276). Ketinggian asap letusan dapat mencapai lebih dari 10 km dan
memuntahkan 150–200 juta m3 rempah letusan dalam waktu kurang dari sepuluh jam,
sebagaimana terjadi pada letusan 10 Februari 1990 (Pratomo 2006: 217). Erupsi gunung api yang
mempunyai danau kawah seperti Gunung Kelud merupakan erupsi eksplosif dari dalam kawah
(magmatik) dengan lontaran material berukuran abu, lapilli (pasir), dan batu (diameter lebih dari 6
cm), serta awan panas. Sebelum terjadi letusan magmatik, aktivitas erupsi dapat diawali dengan
letusan uap (phreatic eruptios), yang selanjutnya berkembang menjadi letusan vulkanik bom dengan
material seperti bebatuan—terbentuk dari lava pijar yang terlontar dari kawah dan kemudian
membeku (freato-magmatic eruption). Setiap aktivitas letusan selalu diakhiri dengan pembentukan
sumbat lava pada kawah gunung (Pratomo 2006: 217).
Ketika Gunung Kelud kembali meletus pada 13 Februari 2014, hujan abu, pasir, dan kerikil
tercatat mencapai radius 30 kilometer, khususnya ke wilayah barat hingga barat daya dari kawah
Gunung Kelud. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), abu dan
pasir pada lapisan 1.500 m di udara terbawa angin ke arah timur laut, pada lapisan 5.000 m
terbawa ke arah barat laut, dan pada lapisan 9.000 m terbawa ke arah barat (Antaranews.com 14
Februari 2014). Meskipun angin pembawa abu dan pasir tampak berpola arah tertentu, dari

1
pemantauan berbagai media massa, hujan abu dilaporkan menyebar ke segala arah, hingga
menyelimuti Jawa Timur bagian utara, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Abu dan pasir tampak
menutupi permukaan tanah dan bangunan di kawasan Pasuruan, Surabaya, Sumenep, Solo,
Boyolali, Yogyakarta, Cilacap, Ciamis, Bandung, dan Sukabumi.
Apabila diamati dari citra satelit sejak 13 Februari 2014 pukul 22.32 WIB sampai dengan 14
Februari 2014 pukul 08.32 WIB (Gambar 1.1.), terlihat debu vulkanik (warna putih dalam
lingkaran merah) bergerak ke arah barat dan barat daya. Pada 14 Februari 2014 pukul 00.32 WIB,
debu mulai menyebar ke kawasan Blitar, Tulungagung, Kediri, Malang, Nganjuk, dan Jombang.
Rilis dari Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (Lapan) menyebutkan, tiga jam setelah letusan Gunung Kelud, sebaran debu melebar ke
arah barat dengan radius mencapai sekitar 300 km. Sebaran debu dibawa oleh angin ke arah barat
dengan kecepatan 83 km/jam. Hal ini mengakibatkan, pada 14 Februari 2014 pukul 07.00 WIB,
debu sudah sampai di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pantauan citra satelit pada pukul
02.32 WIB menunjukkan bahwa sebagian besar debu perlahan mulai menyebar dan luruh di
Samudra Hindia.
Setelah mendapat laporan mengenai peningkatan aktivitas Gunung Kelud dari Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 14 Februari 2014, Presiden Republik
Indonesia segera memberikan arahan supaya BNPB memperkuat dan mendampingi Pemerintah
Daerah Kabupaten Blitar, Kediri, dan Malang serta memenuhi kebutuhan pengungsi. Selain itu,
Presiden juga memberikan arahan kepada Gubernur Jawa Timur untuk merapat dan memberikan
bantuan kepada pemerintah daerah. Termasuk kepada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG), Presiden menyampaikan arahan agar memantau kemungkinan letusan
lanjutan (Portalkbr.com 14 Februari 2014). PVMBG menyatakan bahwa letusan Gunung Kelud
pada 13 Februari 2014 lebih besar daripada letusan pada 1990. Dalam hal ini, indikatornya adalah
ketinggian lontaran vulkanik yang mencapai 17 km, 9 km lebih tinggi daripada lontaran vulkanik
pada 1990 yang mencapai 8 km (Kompas.com 14 Februari 2014).
Letusan Gunung Kelud telah mengakibatkan beberapa wilayah Kabupaten Blitar, Kediri,
dan Malang terkena dampak kerusakan dan kerugian yang merentang dalam berbagai sektor
(permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor) dan skala (kecil, sedang,
dan berat). Erupsi Gunung Kelud tercatat mengakibatkan 4 korban jiwa. Pada 15 Februari 2014,
jumlah pengungsi mencapai 56.089 jiwa. Para pengungsi tersebar di 89 titik, dengan rincian
10.895 jiwa dari Kabupaten Kediri di 38 titik, 11.084 jiwa dari Kota Batu di 26 titik, 8.193 jiwa
dari Kabupaten Blitar di 3 titik, 25.150 jiwa dari Kabupaten Malang di 17 titik, dan 767 jiwa dari
Kabupaten Jombang di 5 titik (Kompas.com 15 Februari 2014). Pada saat itu, jumlah daerah

2
terdampak erupsi Gunung Kelud pada radius 10 km mencakup 35 desa, 9 kecamatan, dan 3
kabupaten (Blitar, Kediri, dan Malang). Jumlah penduduk yang terpapar sebanyak 201.228 jiwa
(58.341 KK), dengan rincian 96.843 jiwa (28.003 KK) di Blitar, 58.842 jiwa (17.134 KK) di
Kediri, dan 45.543 jiwa (13.204 KK) di Malang (Antaranews.com 14 Februari 2014).
Selain itu, erupsi Gunung Kelud juga berdampak pada lalu lintas udara sehingga tujuh
bandara berhenti beroperasi dalam beberapa hari pascaerupsi Gunung Kelud. Tujuh bandara
tersebut adalah Bandara Abdul Rahman Saleh (Malang), Bandara Juanda (Surabaya), Bandara
Achmad Yani (Semarang), Bandara Adi Sumarmo (Solo), Bandara Adi Sutjipto (Yogyakarta),
Bandara Tunggul Wulung (Cilacap), dan Bandara Husein Sastranegara (Bandung).
Dengan memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari erupsi Gunung Kelud, sekaligus
bahaya susulan berupa lahar dingin, terutama dampak yang menyasar penduduk di Kabupaten
Blitar, Kediri, dan Malang, maka diperlukan rencana aksi untuk rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana erupsi dan lahar dingin, yang meliputi seluruh sektor, yaitu sektor permukiman,
infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor. Pelaksanaan perencanaan aksi
rehabilitasi dan rekonstruksi harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. hasil penilaian kebutuhan pascabencana (post-disaster needs assessment);
2. penentuan serta penetapan prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi yang sesuai dengan kaidah
build back better and safer;
3. pengalokasian sumber daya dan waktu pelaksanaan; dan
4. rencana kerja pemerintah dan pemerintah daerah serta rencana kerja pembangunan terkait
lainnya.

3
Gambar 1.1. Citra Satelit Sebaran Debu Vulkanik Gunung Kelud, 13–14 Februari 2014
(Sumber: PSTA Lapan 2014)

4
1.2. Maksud dan Tujuan
Rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung
Kelud bermaksud untuk:
1. membangun kesepahaman dan komitmen antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, masyarakat, perguruan tinggi, dan lembaga
swadaya masyarakat dalam membangun kembali seluruh sendi kehidupan masyarakat yang
terkena dampak erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud di Kabupaten Blitar, Kabupaten
Kediri, dan Kabupaten Malang;
2. menyelaraskan seluruh kegiatan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana
erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud yang disusun oleh pemerintah pusat,
kementerian/lembaga, serta pemerintah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
yang terdampak;
3. menyesuaikan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar
dingin Gunung Kelud yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD);
4. memberikan gambaran secara jelas kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) atas
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung
Kelud sehingga tidak terjadi duplikasi dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi; dan
5. mengembangkan sistem dan mekanisme pendanaan dari sumber Anggaran Pendapatan dan
Belanja Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi
dan kabupaten/kota serta masyarakat secara efisien, transparan, partisipatif, dan dapat
dipertanggungjawabkan (accountable) sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance).
Tujuan penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan
lahar dingin Gunung Kelud adalah:
1. terbentuknya keseragaman persepsi dan pemahaman di antara pemerintah dan pemerintah
daerah serta unsur-unsur swasta dan masyarakat agar pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi dapat berlangsung dengan baik;
2. perencanaan program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sesuai
dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
3. perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan sesuai dan selaras dengan dokumen
perencanaan nasional dan daerah;

5
4. perencanaan dan penganggaran yang partisipatif dan konsultatif, yakni program dan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana yang telah dikonsultasikan dan memuat
masukan dari dan kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders);
5. memudahkan dilakukannya pemantauan dan pengendalian atas kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana; dan
6. penggunaan dan pengelolaan sumber dana untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana yang mematuhi prinsip pencegahan (precautionary), kehati-hatian (prudent), dan
dapat dipertanggungjawabkan (accountable).

1.3. Ruang Lingkup


Ruang lingkup rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar
dingin Gunung Kelud meliputi:
1. aspek permukiman, terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana dan pemberian
bantuan bagi masyarakat untuk perbaikan rumah dan prasarana lingkungan;
2. aspek infrastruktur, terdiri dari perbaikan sarana prasarana umum, pembangunan kembali
sarana prasarana umum, peningkatan fungsi pelayanan publik, dan peningkatan pelayanan
terhadap masyarakat, khususnya di bidang transportasi darat dan sumber daya air;
3. aspek ekonomi produktif, terdiri dari pemulihan ekonomi, peningkatan kondisi ekonomi,
dan mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti perdagangan dan pariwisata;
4. aspek sosial, terdiri dari pemulihan konstruksi sosial, pemulihan kearifan dan tradisi
masyarakat, pemulihan aktivitas keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial
budaya masyarakat, kesehatan, serta pendidikan; dan
5. aspek lintas sektor yang terdiri dari pemulihan dan peningkatan kegiatan yang meliputi tata
pemerintahan, perbankan, ketertiban, dan keamanan.

1.4. Sistematika Penulisan


Dokumen “Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Erupsi dan Lahar
Dingin Gunung Kelud Tahun 2014–2015” tersusun dalam enam bab, yang dijabarkan pada
bagian di bawah ini.
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang perlunya penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud di Kabupaten Blitar,
Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang, maksud dan tujuan yang ingin dicapai, ruang
lingkup dari perencanaan, serta sistematika penulisan.

6
2. Bab II Kondisi Umum Wilayah dan Kejadian Bencana
Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum wilayah sebelum terjadinya bencana.
Gambaran tersebut dapat berupa data kondisi geografis, demografis, perumahan,
infrastruktur, sosial, dan ekonomi. Bab ini juga memaparkan mengenai kawasan rawan
bencana, kronologi kejadian letusan, dan upaya penanganan darurat pascabencana erupsi
dan lahar dingin Gunung Kelud.
3. Bab III Pengkajian Kebutuhan Pemulihan Pascabencana
Bab ini menguraikan tentang kerusakan akibat bencana, hasil dari penilaian kerusakan dan
kerugian akibat bencana, penilaian pemulihan kemanusiaan, kajian mengenai kebutuhan
pascabencana, serta proses pemulihan awal pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung
Kelud. Semua itu diuraikan dalam lima sektor, yakni sektor permukiman, infrastruktur,
ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor.
4. Bab IV Prinsip dan Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Bab ini menguraikan tentang prinsip dasar, kebijakan, ruang lingkup, serta strategi
rehabilitasi dan rekonstruksi.
5. Bab V Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Bab ini menguraikan tentang proses perencanaan dan pendanaan, kelembagaan dan
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta kesinambungan pemulihan pascabencana
berbasis pengurangan risiko bencana.
6. Bab VI Penutup
Bab ini menjelaskan bahwa dokumen rencana aksi ini merupakan acuan rehabilitasi dan
rekonstruksi yang teknis pelaksanaannya masih harus dijabarkan lebih lanjut oleh setiap
pelaku rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud.

7
Bab II

KONDISI UMUM WILAYAH


DAN KEJADIAN BENCANA

Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api strato aktif di Provinsi Jawa Timur.
Puncak gunung ini terletak pada posisi geografis 7o56’ Lintang Selatan dan 112o18’30” Bujur
Timur, dengan ketinggian 1.731 mdpl. Gunung Kelud membentang di tiga wilayah kabupaten,
yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang.

Gambar 2.1. Posisi Geografis Gunung Kelud


(Sumber: United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs)

8
2.1. Gambaran Umum Kabupaten Blitar
2.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Blitar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak di
selatan dan berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia. Berdasarkan letak geografisnya,
Kabupaten Blitar berada pada 111o40’–112o10’ Bujur Timur dan 7o58’–8o9’51” Lintang Selatan
dengan luas wilayah 1.588,79 km2. Jarak Kabupaten Blitar ke ibukota Provinsi Jawa Timur,
Surabaya, sekitar 160 km, yang dengan kondisi normal dapat ditempuh kurang lebih empat jam.
Kabupaten Blitar terdiri dari 22 kecamatan yang mencakup 28 kelurahan dan 220 desa. Batas-
batas administrasi Kabupaten Blitar:
 batas utara : Kabupaten Kediri;
 batas timur : Kabupaten Malang;
 batas selatan : Samudra Indonesia; dan
 batas barat : Kabupaten Tulungagung.
Wilayah Kabupaten Blitar terbagi dua oleh Sungai Brantas, yaitu Blitar bagian utara dan
Blitar bagian selatan. Bagian utara merupakan dataran rendah dan dataran tinggi dengan
ketinggian 105–349 mdpl. Pada bagian utara terdapat Gunung Kelud yang membuat struktur
tanah lebih subur dan banyak dilalui sungai. Luas wilayah utara 689,85 km2, yang terdiri dari 7
kecamatan. Bagian selatan terdiri dari dataran tinggi dan dataran rendah dengan ketinggian 150–
420 mdpl. Sebagian wilayah bagian selatan tidak terlalu subur karena merupakan daerah pesisir
dan pegunungan berbatu. Bagian selatan membentang seluas 898,94 km2 dan terdiri dari 15
kecamatan.

Gambar 2.2. Peta Kabupaten Blitar


(Sumber: http://www.blitarkab.go.id/)

9
Wilayah Kabupaten Blitar memiliki ketinggian rata-rata kurang lebih 100 mdpl, dengan
distribusi sebagai berikut:
 36,4% kecamatan berada pada ketinggian 100–<200 mdpl;
 36,4% kecamatan berada pada ketinggian 200–<300 mdpl; dan
 27,2% kecamatan berada pada ketinggian >300 mdpl.

2.1.2. Kondisi Demografis


Pada 2012, jumlah penduduk Kabupaten Blitar mencapai 1.126.151 jiwa, yang terdiri dari
laki-laki 564.202 jiwa dan perempuan 561.949 jiwa, serta sex ratio 100,40%. Dengan luas wilayah
1.588,79 km2 dan jumlah penduduk 1.126.151 jiwa, kepadatan penduduk di Kabupaten Blitar
mencapai 709 jiwa/km2. Dari Tabel 2.1. dapat dilihat terjadinya pertumbuhan penduduk 0,48%
pada 2010–2011, lebih tinggi daripada 2011–2012 yang mencapai 0,29%.

Tabel 2.1.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Blitar, 2010–2012
Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan
No. Kecamatan
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (jiwa/km2)
1. Bakung 12.320 12.838 25.158 226
2. Wonotitro 17.829 17.636 35.465 216
3. Panggungrejo 20.344 20.437 40.781 343
4. Wates 13.942 13.908 27.850 405
5. Binangun 21.482 21.480 42.962 559
6. Sutojayan 23.344 23.873 47.217 1.068
7. Kademangan 32.005 32.005 72.829 608
8. Kanigoro 37.211 36.622 73.833 1.329
9. Talun 29.698 29.875 59.673 1.199
10. Selopuro 20.089 19.475 39.564 1.007
11. Kesamben 24.028 24.668 48.696 885
12. Selorejo 17.266 17.719 34.985 670
13. Doko 18.911 18.954 37.865 534
14. Wlingi 25.182 25.022 50.204 757
15. Gandusari 33.670 33.059 66.729 756
16. Garum 31.621 31.051 62.672 1.149
17. Nglegok 34.224 33.859 68.083 736
18. Sanankulon 26.890 26.839 53.729 1.612
19. Ponggok 49.620 48.300 97.920 943
20. Srengat 31.300 31.487 62.787 1.163
21. Wonodadi 23.077 23.145 46.222 1.146
22. Udanawu 20.149 19.597 39.746 970
Jumlah 2012 564.202 561.949 1.126.151 709
Jumlah 2011 562.623 560.299 1.122.922
Jumlah 2010 559.475 557.164 1.116.639

Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Blitar 2013)

10
2.1.3. Kondisi Sosial
Indikator yang dapat digunakan untuk melihat kondisi sosial suatu daerah di antaranya
melalui tingkat pelayanan pendidikan, kesehatan, agama, dan keamanan. Pada sektor pendidikan,
di wilayah Kabupaten Blitar, terdapat 808 unit TK, 710 unit SD, 103 unit SMP, 46 unit SMU,
137 unit TK Non-P&K, 199 unit MI, 56 unit MTs, dan 21 unit MA.

Tabel 2.2.
Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru di Kabupaten Blitar, 2012
Sekolah Kelas Murid Guru Rasio
Tingkat Pendidikan
(Unit) (Unit) (Jiwa) (Jiwa) Murid
TK 808 1.498 28.662 1.787 1:17
SD 710 6.701 83.551 7.733 1:11
SMP 103 1.115 31.536 2.641 1:12
SMU 46 556 18.764 1.516 1:12
TK Non-P&K 137 251 5.228 466 1:11
Madrasah Ibtidaiyah (MI) 199 670 20.852 2.504 1:08
Madrasah Tsanawiyah (MTs) 56 992 10.948 1.314 1:08
Madrasah Aliyah (MA) 21 132 4.198 639 1:07
Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Blitar 2013)

Mayoritas penduduk Kabupaten Blitar memeluk agama Islam (93,24%), diikuti pemeluk
Kristen (2,27%), Hindu (2,15%), Katolik (1,83%), dan Buddha (0,51%). Tempat peribadahan di
kabupaten ini cukup memadai dengan tersedianya di tiap kecamatan berupa 45 masjid, 175
musala/langgar, 5 gereja Kristen, 2 kapel, dan 2 gereja Katolik. Bagi umat Hindu, terdapat 20
wihara dan 2 cetya yang terletak di 9 kecamatan. Untuk tempat ibadah umat Hindu, terdapat 17
pura dan 79 sanggar di 13 kecamatan. Pada 2012, terjadi peningkatan jumlah sebagian besar
tempat ibadah.

Tabel 2.3.
Perkembangan Tempat Peribadahan di Kabupaten Blitar, 2009–2012 (dalam Unit)
Tempat Ibadah 2009 2010 2011 2012
Masjid 973 1.077 980 983
Musala 3.227 3.850 3.912 3.920
Gereja Kristen 84 86 102 105
Kapel - 8 35 35
Gereja Katolik 43 42 42 43
Kapel 2 18 17 18
Pura 15 16 16 17
Sanggar 70 71 77 79
Wihara 20 20 18 20
Citya 3 3 2 2
Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Blitar 2013)

11
Dari Tabel 2.4. dapat dilihat fasilitas kesehatan berupa rumah sakit umum, rumah bersalin,
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, klinik keluarga berencana/kesehatan ibu anak/Polindes.
Pertumbuhan jumlah rumah sakit umum tidak terjadi pada 2012; hanya ada penambahan jumlah
tempat tidur. Begitu juga dengan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu; tidak terjadi peningkatan
jumlah sarana kesehatan pada 2012.

Tabel 2.4.
Fasilitas Sarana Kesehatan di Kabupaten Blitar, 2009–2012 (dalam Unit)
Fasilitas Kesehatan 2009 2010 2011 2012
Rumah sakit umum
a. Jumlah rumah sakit 3 8 9 9
b. Jumlah tempat tidur 325 475 500 506
Rumah bersalin
a. Jumlah rumah bersalin 10 10 17 5
b. Jumlah tempat tidur 100 100 100 50
Puskesmas 24 24 24 24
Puskesmas Pembantu 68 68 68 68
Klinik KB/KIA/Polindes 184 186 248 162
Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Blitar 2013)

2.1.4. Kondisi Ekonomi


Realisasi pendapatan daerah Kabupaten Blitar pada 2012 sebesar Rp1,381 triliun,
meningkat hampir 12% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini berasal dari peningkatan PAD
pada 2012 sebesar 26% menjadi Rp96,265 miliar. Selain itu, peningkatan pendapatan berasal dari
dana perimbangan sebesar 14%, yaitu Rp9.726,235 miliar. Porsi terbesar dari pendapatan daerah
berasal dari dana perimbangan, yaitu 70,38% dari keseluruhan pendapatan daerah.
Realisasi kebutuhan belanja daerah Kabupaten Blitar pada 2012 sebesar Rp1,372 triliun,
naik sebesar 18% dibandingkan pada 2011. Belanja operasional mengalami peningkatan sebesar
16% menjadi Rp1,102 triliun, sedangkan belanja modal naik 40% dari tahun sebelumnya menjadi
Rp224 miliar.

12
Tabel 2.5.
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Blitar, 2012 (dalam Rupiah)
No. Jenis Pendapatan/Pengeluaran Anggaran Realisasi
1 Pendapatan 1,285,310,381 1,381,016,370
Pendapatan Asli Daerah 77,035,611 96,265,946
a. Pendapatan pajak daerah 16,957,206 18,817,096
b. Pendapatan retribusi daerah 15,427,400 17,482,218
c. Pendapatan hasil PKD yang dipisahkan 1,473,053 1,412,737
d. Lain-lain PAD yang sah 43,177,952 58,553,895

Dana Perimbangan 977,487,701 972,235,321


a. Dana bagi hasil pajak/bukan pajak 64,283,828 76,052,933
b. Dana alokasi umum 845,117,933 845,117,933
c. Dana alokasi khusus 68,085,940 51,064,455

Lain-lain pendapatan yang sah 230,787,069 312,515,103


Dana BH pajak dr Prov dan pemda lain 53,202,825 58,616,023
Dana penyesuaian dan Otsus 126,612,989 204,003,305
Bantuan keu dr Prov/pemda lain 50,971,255 49,895,775

2 Belanja 1,366,851,336 1,372,245,731


Belanja operasional 1,079,786,473 1,102,157,986
a. Belanja pegawai 877,235,143 875,734,476
b. Belanja barang dan jasa 177,474,650 198,620,492
c. Belanja hibah 14,554,080 21,043,927
d. Belanja bantuan sosial 10,522,600 6,757,091

Belanja modal 241,473,979 224,420,816


Belanja tak terduga 1,000,000 614,865

Transfer 44,590,884 45,055,064


a. Belanja BH kpd Prov/Kab/Kota dan Pem Desa 1,150,714 1,114,803
b. Belanja bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota/ dan Pem desa 43,440,170 43,940,261

Surplus (81,540,955) 8,769,639

3 Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan daerah 89,142,177 141,500,851
a. Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 89,142,177 140,997,817
b. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah - 503,034
c. Penerimaan piutang daerah

Pengeluaran pembiayaan daerah 7,601,222 7,601,222


a. Penyertaan modal (investasi) 6,625,260 6,625,260
b. Pembayaran pokok hutang 975,962 975,962

Pembiayaan Neto 81,540,955 133,899,629


Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) - 142,669,268

Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Blitar 2013)

Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Blitar dalam kurun
waktu empat tahun terakhir bergeser perlahan dari sektor primer ke sektor tersier. Pada 2012,
sektor tersier dominan dalam menentukan nilai PDRB, dengan kontribusi sebesar 48,58%.
Namun, sektor primer masih memegang peranan penting dengan memberikan kontribusi

13
46,20%. Sementara itu, sektor sekunder memberikan kontribusi terendah, yaitu 5,22%. Hal ini
mengindikasikan adanya pergeseran struktur perekonomian masyarakat dari kegiatan bercocok
tanam ke sektor tersier, dengan lebih banyak menggunakan teknologi informasi.
Sektor tersier yang dominan pada 2012 berasal dari subsektor perdagangan, hotel, dan
restoran, yakni sebesar 30,33%, disusul jasa 11,48%, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
4,52%. Sementara itu, subsektor terkecil berasal dari subsektor angkutan dan komunikasi, yakni
2,25%.
Sektor primer didominasi oleh subsektor pertanian, dengan kontribusi sebesar 43,74%,
diikuti oleh subsektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,46%. Subsektor pertanian tidak
dapat diabaikan karena memberikan kontribusi cukup besar dalam pembangunan ekonomi
Kabupaten Blitar. Namun, sektor pertanian sangat bergantung pada kondisi alam; kondisi yang
demikian sangat rentan dengan gejolak alam seperti bencana alam maupun perubahan iklim.
Oleh sebab itu, kelestarian lingkungan dan sumber daya alam perlu dijaga.
Sektor sekunder berasal dari subsektor industri pengolahan sebesar 2,40%, bangunan
2,43%, serta listrik, gas, dan air bersih 0,39%.

Tabel 2.6.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Blitar, 2009–2012 (dalam %)
Sektor/Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012
Sektor primer 49,47 47,9 46,94 46,2
a. Pertanian 47,11 45,54 44,4 43,74
b. Pertambangan dan penggalian 2,36 2,36 2,54 2,46
Sektor sekunder 5,18 5,34 5,29 5,22
a. Industri pengolahan 2,58 2,55 2,44 2,4
b. Listrik, gas, dan air bersih 0,41 0,4 0,4 0,39
c. Bangunan 2,19 2,38 2,45 2,43
Sektor tersier 45,35 46,76 47,77 48,58
a. Perdagangan, hotel, dan restoran 27,75 28,93 29,67 30,33
b. Angkutan dan komunikasi 2,32 2,3 2,27 2,25
c. Keuangan, persewaan, jasa
4,36 4,43 4,53 4,52
perusahaan
d. Jasa-jasa 10,92 11,09 11,3 11,48
Total PDRB 100 100 100 100
Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Blitar 2013)

2.1.5. Kondisi Infrastruktur/Sarana-Prasarana Umum


Jalan adalah salah satu sarana transportasi yang penting guna memperlancar mobilisasi
penduduk dari satu daerah ke daerah lain dan memperlancar kegiatan perekonomian daerah.
Jalan raya di wilayah Kabupaten Blitar terdiri dari jalan provinsi sepanjang 28 km, jalan beraspal
dengan kondisi jalan 100 persen sedang dan merupakan jalan kelas IIIB. Jalan kabupaten

14
sepanjang 4.466 km terdiri dari jalan aspal 54,62%, jalan tanah 31,21%, jalan kerikil/makadan
34,41%, dan jalan beton 0,76%. Kondisi jalan 13,52% baik, 35,76% sedang, dan 12,45% rusak
ringan. Selain jalan raya, di wilayah Kabupaten Blitar juga terdapat sarana transportasi darat lain,
yaitu angkutan kereta api; terdapat lima stasiun kereta api di wilayah ini.

Tabel 2.7.
Jenis Permukaan dan Kondisi di Kabupaten Blitar, 2009–2012 (dalam Kilometer)
Kategori 2009 2010 2011 2012
Jenis Permukaan
a. Aspal 2.181 2.238 2.320 2.439
b. Kerikil 575 544 566 599
c. Tanah 1.707,5 1.675,7 1.560 1.394
d. Beton - - 20 34
e. Tidak dirinci 2,50 8,30 - -
Jumlah 4.466 4.466 4.466 4.466

Kondisi Jalan
a. Baik 3.622 3.634 3.634 604
b. Sedang 565 580 580 1.597
c. Rusak ringan 279 252 252 556
d. Rusak berat - - - 315
e. Tanah - - - 1.394
Jumlah 4.466 4.466 4.466 4.466
Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Blitar 2013)

15
Gambar 2.3. Peta Infrastruktur Kabupaten Blitar
(Sumber: http://loketpeta.pu.go.id)

16
2.2. Gambaran Umum Kabupaten Kediri
2.2.1. Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Kediri terletak antara 111o 47’05” dan 112o 18’20” Bujur
Timur dan antara 7o36’12” dan 8o0’32” Lintang Selatan. Kabupaten Kediri memiliki luas sebesar
1.386,05 km2. Batas-batas wilayah Kabupaten Kediri:
 batas utara : Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang;
 batas timur : Kabupaten Jombang dan Kabupaten Malang;
 batas selatan : Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung; dan
 batas barat : Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Nganjuk.

Gambar 2.4. Peta Wilayah Kabupaten Kediri


(Sumber: http://www.kedirikab.go.id)

Secara morfologi, Kabupaten Kediri terdari dari dataran rendah dan pegunungan yang
dilalui oleh aliran Sungai Brantas yang membelah dari selatan ke utara. Secara topografi,
Kabupaten Kediri terdiri dari dataran dan pegunungan serta dialiri oleh Sungai Brantas yang
mengalir dari selatan ke utara. Suhu udara di Kabupaten Kediri berkisar 23–31 Celsius dengan
curah hujan rata-rata 1.652 milimeter per hari. Terdapat dua gunung di Kabupaten Kediri, yaitu
Gunung Kelud di bagian timur yang bersifat vulkanik dan Gunung Wilis di bagian barat yang
bersifat nonvulkanik. Di bagian tengah wilayah Kabupaten Kediri, melintas Sungai Brantas yang

17
membelah Kabupaten Kediri menjadi dua bagian, yaitu bagian barat yang merupakan wilayah
perbukitan (lereng Gunung Wilis dan Gunung Klotok) dan bagian timur Sungai Brantas.
Ditinjau dari jenisnya, tanah di Kabupaten Kediri terbagi menjadi lima golongan:
1. regosol cokelat kekelabuan seluas 77.397 ha atau 55,84%, merupakan jenis tanah yang
sebagian besar ada di wilayah Kecamatan Kepung, Puncu, Ngancar, Plosoklaten, Wates,
Gurah, Pare, Kandangan, Kandat, Ringinrejo, Kras, Papar, Purwoasri, Pagu, Plemahan,
Kunjang, dan Gampengrejo;
2. aluvial kelabu cokelat seluas 28,178 ha atau 20,33%, merupakan jenis tanah yang terdapat di
Kecamatan Ngadiluwih, Kras, Semen, Mojo, Grogol, Banyakan, Papar, Tarokan, dan
Kandangan;
3. andosol cokelat kuning, regosol cokelat kuning, dan litosol seluas 4.408 ha atau 3,18%,
terdapat di daerah ketinggian di atas 1.000 mdpl seperti Kecamatan Kandangan, Grogol,
Semen, dan Mojo;
4. mediteran cokelat merah dan grumosol kelabu seluas 13.556 ha atau 9,78%, terdapat di
Kecamatan Mojo, Semen, Grogol, Banyakan, Tarokan, Plemahan, Pare, dan Kunjang; dan
5. litosol cokelat kemerahan seluas 15.066 ha atau 10.87%, terdapat di Kecamatan Semen,
Mojo, Grogol, Banyakan, Tarokan, dan Kandangan.

2.2.2. Kondisi Demografis


Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk
Kabupaten Kediri pada 2012 berjumlah 1.406.038 jiwa dengan penduduk laki-laki 724.873 jiwa
dan perempuan 681.165 jiwa.

Tabel 2.8.
Jumlah Penduduk Kabupaten Kediri, 2012
Kecamatan Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah (Jiwa)
1. Mojo 35.740 32.131 67.871
2. Semen 22.997 20.694 43.691
3. Ngadiluwih 34.074 31.950 66.024
4. Kras 28.839 27.840 56.679
5. Ringinrejo 24.911 23.290 48.201
6. Kandat 26.866 25.547 52.413
7. Wates 39.792 37.977 77.769
8. Ngancar 20.401 19.062 39.463
9. Plosoklaten 33.419 31.329 64.748
10. Gurah 34.940 33.029 67.969
11. Puncu 27.308 25.424 52.732
12. Kepung 39.336 36.349 75.685
13. Kandangan 24.811 23.206 48.017

18
14. Pare 47.814 45.840 93.654
15. Badas 31.263 29.173 60.436
16. Kunjang 16.192 15.499 31.691
17. Plemahan 26.228 25.183 51.411
18. Purwoasri 26.691 26.240 52.931
19. Papar 23.397 22.250 45.647
20. Pagu 17.562 16.617 34.179
21. Kayenkidul 20.661 19.923 40.584
22. Gampengrejo 15.421 14.296 29.717
23. Ngasem 29.317 28.274 57.591
24. Banyakan 26.579 24.540 51.119
25. Grogol 21.793 19.925 41.718
26. Tarokan 28.521 25.577 54.098
Jumlah 724.873 681.165 1.406.038
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kediri

Kepadatan penduduk Kabupaten Kediri pada 2012 sebanyak 1.014 jiwa/km2 dengan sex
ratio sebesar 106 dan jumlah rumah tangga sebesar 537.416.

Tabel 2.9.
Kepadatan Penduduk, Sex Ratio, dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Kediri, 2012
Kepadatan Penduduk
Tahun Sex Ratio Rumah Tangga
(Per km2)
2012 1.014 106 537.416
2011 1.137 99 455.018
2010 1.082 101 388.371
2009 1.065 98 389.554
Sumber: Kabupaten Kediri dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Kediri 2013)

Pada 2011 tercatat sebanyak 8.794 orang sebagai jumlah pencari kerja baru, di mana pada
2012 naik 30,4% menjadi 11.467 orang. Hal tersebut menjadi sinyal baik bagi pembangunan
ekonomi Kabupaten Kediri. Peningkatan pencari kerja baru memperlihatkan komposisi umur
produktif yang bertambah atau dengan kata lain angkatan kerja baru pada 2012 lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan 2011.

2.2.3. Kondisi Sosial


Pada tahun ajaran 2012/2013, terdapat 2.123 institusi pendidikan di Kabupaten Kediri,
mulai dari jenjang TK sederajat hingga SMA sederajat; jumlah tersebut sama dengan jumlah yang
tercatat pada tahun sebelumnya. Institusi pendidikan ini mencakup institusi yang berada di bawah
koordinasi Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kediri maupun Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Kediri, swasta dan negeri.

19
Tabel 2.10.
Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kabupaten Kediri, 2012
Sekolah Guru Murid
Tingkat Pendidikan
(Unit) (Jiwa) (Jiwa)
TK 700 1.908 13.288
SD 655 7.572 123.606
SMP 95 2.929 43.654
SMU 27 993 11.903
SMK 35 1.091 11.824
SLB 9 0 93
TK Non-P&K 255 1.013 12.824
Madrasah Ibtidaiyah (MI) 219 2373 28.633
Madrasah Tsanawiyah (MTs) 94 1.946 18.567
Madrasah Aliyah (MA) 34 830 6.530

Sumber: Kabupaten Kediri dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Kediri 2013)

Berdasarkan data Dinas Kesehatan, pada 2008–2012 terjadi penambahan yang signifikan
jumlah tenaga kesehatan serta jumlah kunjungan pasien ke Puskesmas dan rumah sakit. Jumlah
tenaga kesehatan meningkat 27,38% menjadi 1.656 orang. Dari jumlah tersebut kenaikan
tertinggi terjadi pada profesi dokter spesialis, kurang lebih sebanyak 50%.

Tabel 2.11.
Jenis dan Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kediri, 2008–2012 (dalam Unit)

Fasilitas Kesehatan 2008 2009 2010 2011 2012


Rumah sakit umum
a. Jumlah rumah sakit 3 3 6 9 9
b. Jumlah tempat tidur - - 513 - -
Rumah bersalin
a. Jumlah rumah bersalin 31 31 2 9 9
b. Jumlah tempat tidur 85
Puskesmas 37 37 37 37 37
Puskesmas Pembantu 80 80 80 80 80
Klinik KB/KIA/Polindes 120 120 - - -
Sumber: Kabupaten Kediri dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Kediri 2013)

Jumlah penyandang cacat yang ditangani oleh Dinas Sosial Kabupaten Kediri sejak 2008
sampai 2011 terus mengalami peningkatan. Pada 2012, jumlahnya sedikit menurun menjadi 5.074
atau turun 1,99%. Jumlah pekerja sosial sejak 1999 sampai 2011 mengalami kenaikan dan
penurunan. Namun, jumlah pekerja sosial pada 2012 mengalami kenaikan dari 2011, yaitu
sebanyak 522 kader. Di Kabupaten Kediri, permasalahan sosial yang cukup menghambat
kemajuan yang berkaitan dengan kesejahteraan adalah kemiskinan. Pada 2012, masalah
kemiskinan mengalami peningkatan dan menjadi permasalahan yang menonjol di antara

20
permasalahan sosial lainnya. Jumlah keluarga miskin yang dicatat Dinas Sosial pada 2011
sejumlah 18.364 KK dan meningkat menjadi 25.672 KK pada 2012.

2.2.4. Kondisi Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberlangsungan pembangunan daerah.
Apabila kita melakukan data plotting terhadap angka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kediri,
kita akan mendapati tren yang terus meningkat. Pada 2012, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Kediri mencapai 6,98%. Hal tersebut termasuk sangat pesat apabila dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Seluruh sektor ekonomi tumbuh di atas 5%, kecuali sektor pertanian yang
sebesar 4%. Sektor pertanian masih tetap harus menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten
Kediri dikarenakan mayoritas penduduk mendapatkan penghasilan dari sektor tersebut.
Realisasi PAD Kabupaten Kediri pada 2012 sebesar Rp1.589.920.000, di mana sumber
pendapatan terbesar berasal dari DAU dan DAK, yaitu sebesar Rp1.027.590.000 dan terkecil
berasal dari bagi hasil sebesar Rp123.370.000.

Tabel 2.12.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kediri, 2009–2012
Tahun
Uraian (Miliar Rupiah)
2009 2010 2011 2012
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 77,82 72,01 96,83 128,25
Dana Alokasi Umum (DAU) dan
715,26 754,08 797,72 1.027,59
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bagi Hasil 105,41 125,74 104,30 123,73
Pendapatan Lain-lain 90,26 203,83 305,39 310,35
Jumlah 988 1.155,66 1.304,23 1.589,92
Sumber: Kabupaten Kediri dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Kediri 2013)

Realisasi pengeluaran Pemerintah Kabupaten Kediri pada 2012 sebesar Rp1.733.470.000, di


mana pengeluaran terbesar berasal dari belanja tidak langsung sebesar Rp1.037.370.000 dan
terkecil berasal dari pembiayaan neto daerah sebesar Rp146.210.000.

Tabel 2.13.
Realisasi Pengeluaran Pemerintah Daerah (dalam Miliar Rupiah)
Uraian 2009 2010 2011 2012
Belanja Tidak Langsung 620,77 793,06 876,37 1.037,37
Belanja Langsung 399,26 306,10 457,89 301,49
Pembiayaan Neto Daerah 181,10 (27,08) 200,57 146,21
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
148,83 29,41 169,05 248,40
(Silpa)
Sumber: Kabupaten Kediri dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Kediri 2013)

21
Informasi struktur ekonomi suatu daerah dapat kita lihat dari lapangan usaha atau peranan
sektoral yang dimilikinya. Secara umum sektor pertanian masih mendominasi struktur ekonomi
di Kabupaten Kediri, yang kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, restoran, dan
industri. Tren dari sektor pertanian dari tahun ke tahun adalah mengecil, tetapi tetap berkisar 27–
30%. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi 20–25%
dan sektor industri memberikan kontribusi sebesar 20–22%.

Tabel 2.14.
PDRB Kabupaten Kediri, 2009–2012
Uraian Satuan 2009 2010 2011 2012
PDRB ADHB Miliar Rupiah 13.895,97 15.644,31 17.479,35 19.641,74
PDRB ADHK 2000 Miliar Rupiah 7.200,36 7.635,06 8.108,22 8.673,84
PDRB per kapita ADHB Juta Rupiah 9,31 10,43 11,59 12,97
PDRB per kapita ADHK
Juta Rupiah 4,83 5,09 5,38 5,73
2000
Pertumbuhan PDRB Persen 4,95 6,04 6,20 6,98
Sumber: Kabupaten Kediri dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Kediri 2013)

2.2.5. Kondisi Infrastruktur/Sarana-Prasarana Umum


Pada 2012, total panjang jalan yang ada di wilayah Kabupaten Kediri mencapai 2.428,78
km, sedangkan pada 2011 sepanjang 2.349,70 km. Sekitar 93,63% merupakan jalan beraspal yang
menunjukkan peningkatan dari 2011, yaitu sekitar 92,36% jalan beraspal. Dalam rangka menarik
minat investor, Pemerintah Kabupaten Kediri tidak hanya meningkatkan jalan beraspal, tetapi
juga melakukan pembangunan jembatan. Panjang jembatan yang dibangun oleh Pemerintah
Kabupaten Kediri juga menunjukkan peningkatan. Panjang jembatan pada 2011 telah mencapai
2,7 km, di mana pada 2010 panjang jembatan masih 2,5 km, sehingga menunjukkan peningkatan
sebesar 8%.

22
Gambar 2.5. Peta Infrastruktur di Kabupaten Kediri
(Sumber: http://loketpeta.pu.go.id)

23
2.3. Gambaran Umum Kabupaten Malang
2.3.1. Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Malang terletak antara 112o17’10,90” dan 112o57’00,00” Bujur
Timur dan antara 7o44’55,11” dan 8o26’35,45” Lintang Selatan. Kabupaten Malang memiliki luas
3.238,26 km2. Batas-batas wilayah Kabupaten Malang:
 batas utara : Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto;
 batas timur : Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang;
 batas selatan : Samudra Indonesia; dan
 batas barat : Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri.
Topografi Kabupaten Malang merupakan dataran tinggi yang dikelilingi oleh beberapa
gunung dan dataran rendah atau daerah lembah, dengan ketinggian 250–2.500 mdpl di bagian
tengah. Pada bagian selatan terdapat daerah dataran dengan ketinggian 0–650 mdpl berupa
perbukitan kapur, sedangkan di wilayah timur membujur dari utara ke selatan merupakan dataran
dengan ketinggian 500–3.600 mdpl. Di bagian barat, terbentang daerah lereng Gunung Kawi-
Gunung Arjuna dengan ketinggian 500–3.300 mdpl.

Gambar 2.6. Peta Kabupaten Malang


(Sumber: http://www.malangkota.go.id)

24
Kabupaten Malang memiliki sembilan gunung dan satu pegunungan yang menyebar merata
di wilayahnya, yaitu Gunung Semeru (3.676 meter), Gunung Bromo (2.329 meter), Gunung Kawi
(2.651 meter), Gunung Kelud (1.731 meter), Gunung Welirang (2.156 meter), Gunung
Panderman (2.040 meter), Gunung Arjuno (3.339 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter),
Gunung Batok (2.868 meter), dan Pegunungan Kendeng (600 meter). Selain terdapat banyak
gunung, Kabupaten Malang juga dialiri oleh 18 sungai besar, salah satunya Sungai Brantas, sungai
terpanjang di Jawa Timur. Kondisi topografi Kabupaten Malang seperti disebutkan di atas
membuat daerah ini cukup sejuk, dengan suhu berkisar 17o–32,5o Celsius dengan kelembaban
udara 30–100%.

2.3.2. Kondisi Demografis


Penduduk Kabupaten Malang pada 2012 berjumlah 2.438.687 jiwa. Jumlah penduduk
perempuan lebih besar daripada penduduk laki-laki, yaitu 1.226.804 (50,30%) perempuan dan
1.211.883 (49,70%) laki-laki. Pada 2012, kepadatan penduduk di Kabupaten Malang mencapai
819 jiwa/km2 yang tersebar dalam 33 kecamatan.
Menurut komposisi umur, penduduk Kabupaten Malang memiliki komposisi umur anak
(0–14 tahun) sekitar 24,95%, umur produktif (15–64 tahun) sekitar 67,70%, dan umur tua (di atas
65 tahun) sekitar 7,35%. Melihat komposisi umur penduduk di Kabupaten Malang yang sebagian
besar merupakan usia produktif, tidak mengherankan apabila daerah ini memiliki sumber daya
manusia yang cukup potensial untuk mendukung pembangunan daerah.

Tabel 2.15.
Jumlah Rumah Tangga, Sex Ratio, dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Malang, 2012
Penduduk (Jiwa) Kepadatan
Rumah
Kecamatan Penduduk
Tangga Laki-laki Perempuan Jumlah
(Jiwa/km)
1. Donomulyo 18.502 36.185 36.542 72.727 378
2. Kalipare 18.008 32.974 33.958 66.932 635
3. Pagak 13.041 25.251 25.733 50.984 566
4. Bantur 19.773 36.019 36.237 72.256 454
5. Gendangan 14.739 28.834 27.576 56.410 432
6. Sumbermanjing 25.784 48.084 49.412 97.496 407
7. Dampit 32.481 57.557 58.976 116.533 861
8. Tirtoyudo 17.171 31.571 31.648 63.219 445
9. Ampelgading 15.471 28.381 29.051 57.432 722
10. Poncokusumo 25.022 46.946 46.426 93.372 907
11. Wajak 21.756 41.387 42.727 84.114 890

25
12. Turen 30.530 55.901 57.219 113.120 1.770
13. Bululawang 17.370 30.988 31.515 62.503 1.266
14. Gondanglegi 20.790 38.315 41.175 79.490 997
15. Pagelaran 17.795 33.200 34.701 67.901 1.482
16. Kapanjen 26.862 49.950 50.443 100.393 2.171
17. Sumberpucung 14.332 26.724 27.793 54.517 1.519
18. Kromengan 10.829 19.236 19.653 38.889 1.007
19. Ngajum 13.058 25.171 25.354 50.525 840
20. Wonosari 11.605 21.673 21.992 43.665 900
21. Wagir 20.083 40.560 39.888 80.448 1.067
22. Pakisaji 20.899 38.046 37.667 75.713 1.971
23. Tajinan 13.720 25.110 25.985 51.095 1.274
24. Tumpang 20.622 36.640 38.414 75.054 1.041
25. Pakis 36.067 62.111 62.106 124.217 2.317
26. Jabung 20.145 36.424 36.356 72.780 536
27. Lawang 26.505 46.384 47.010 93.394 1.369
28. Singosari 44.031 77.833 78.505 156.338 1.319
29. Karangploso 20.299 27.312 28.097 55.409 943
30. Dau 20.645 29.700 29.017 58.717 1.399
31. Pujon 17.536 31.617 30.785 62.402 477
32. Ngantang 15.970 29.965 29.138 59.103 400
33. Kasembon 8.539 15.834 15.705 31.539 567
Jumlah 669.980 1.211.883 1.226.804 2.438.687 819
Sumber: Kabupaten Malang dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Malang 2013)

2.3.3. Kondisi Sosial


Pada 2012, secara umum terjadi peningkatan jumlah Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Malang. Peningkatan jumlah sekolah juga diiringi
dengan peningkatan jumlah murid. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran akan
pendidikan yang berkaitan erat dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
mendukung pembangunan daerah dan nasional.

Tabel 2.16.
Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kabupaten Malang, 2012
Tingkat Pendidikan Sekolah (Unit) Guru (Jiwa) Murid (Jiwa)
TK 1.093 2.715 50.263
SD 1.171 11.571 203.337
SMP 315 6.014 74.434
SMU 64 1.764 17.731
SMK 101 749 3.122
Raudatul Atfal (RA) 327 1.336 15.831

26
Madrasah Ibtidaiyah (MI) 318 3.254 49.389
Madrasah Tsanawiyah (MTs) 159 3.029 25.578
Madrasah Aliyah (MA) 57 2.048 8.613
Sumber: Kabupaten Malang dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Malang 2013)

Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) pada tingkat SD di
Kabupaten Malang pada 2012 sedikit mengalami peningkatan, dari 99,26% (2011) menjadi
113,14% (2012). Peningkatan juga terjadi pada jenjang SMP dan SMU. APK diperoleh dari
pembagian jumlah murid dengan penduduk usia sekolah, sedangkan APM adalah persentase
penduduk usia sekolah yang bersekolah.

Tabel 2.17.
Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni di Kabupaten Malang, 2012
Tingkat Pendidikan APK (%) APM (%)
SD 113,14 99,24
SMP 96,36 79,78
SMU 55,56 44,46

Sumber: Kabupaten Malang dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Malang 2013)

Kabupaten Malang memiliki fasilitas kesehatan berupa rumah sakit pemerintah sebanyak 5
unit, rumah sakit swasta 16 unit, rumah bersalin 13 unit, dan Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Pusat 39 unit. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kabupaten Malang yang
berjumlah 2.783 unit menunjukkan kesiapan Kabupaten Malang terhadap penyelenggaraan
pembangunan kesehatan dan tumbuh kembang anak.

Tabel 2.18.
Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Malang, 2012
Fasilitas Kesehatan Jumlah (Unit)
Rumah sakit pemerintah 5
Rumah sakit swasta 16
Rumah bersalin 13
Puskesmas Pusat 39
Puskesmas Pembantu 93
Puskesmas Keliling 55
Posyandu 2.783
Polindes 324
Poliklinik 42
Praktik dokter 199
Apotek/toko obat 102
Sumber: Kabupaten Malang dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Malang 2013)

Pembangunan kesehatan tidak hanya menyangkut kesehatan fisik saja, tetapi juga
diperlukan pembangunan kesehatan spiritual. Hal ini dapat dilakukan dari pelaksanaan keyakinan
27
yang pada dasarnya diwajibkan oleh pemerintah. Kebebasan beragama merupakan hak asasi
manusia yang perlu didukung oleh pemerintah, sehingga nilai luhur yang diajarkan dapat
ditegakkan oleh masyarakat dengan toleransi kepada sesamanya.
Penduduk Kabupaten Malang mayoritas menganut Islam, dengan kisaran 95,32%
penduduk. Penduduk yang menganut Kristen sebanyak 2,51%, Katolik 1,04%, Hindu 0,90%, dan
Buddha 0,23%.

Tabel 2.19.
Perkembangan Tempat Ibadah di Kabupaten Malang, 2009–2012 (dalam Unit)
Tempat Ibadah 2009 2010 2011 2012
Masjid 1.993 2.054 2.020 2.053
Musala 10.149 10.416 11.139 11.171
Gereja 329 336 329 335
Kapel 14 15 14 18
Pura 40 45 50 45
Sanggar 15 15 14 18
Wihara 29 22 15 15
Klenteng 2 2 0 0
Sumber: Kabupaten Blitar dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Malang 2013)

2.3.4. Kondisi Ekonomi


Pendapatan daerah Kabupaten Malang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana
perimbangan, dan pendapatan lain-lain yang sah. PAD terealisasi sebesar Rp197,890 miliar, yang
memberikan kontribusi dari keseluruhan pendapatan sebesar Rp2,218 triliun. Dana Alokasi
Umum (DAU) memberikan kontribusi terbesar untuk pemasukan daerah, yaitu sebesar Rp1,282
triliun. Penerimaan keuangan Pemerintah Kabupaten Malang pada 2012 mengalami kenaikan
sekitar 13,76% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan dana
perimbangan sebesar 20,39% dan peningkatan PAD sekitar 14,83%. Pada 2012, penerimaan
keuangan yang berasal dari pendapatan lain yang sah mengalami penurunan sebesar 3,92%.
Sementara itu, sumber penerimaan yang mengalami peningkatan adalah DAU, bagi hasil
pajak/bukan pajak, dan bantuan provinsi.
Struktur ekonomi Kabupaten Malang dapat dilihat dari peranan masing-masing sektor
dalam sumbangannya terhadap total Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
(PDRB ADHB). Perekonomian Kabupaten Malang didukung oleh kegiatan ekonomi kelompok
tersier sebesar 47,47%, diikuti oleh kelompok primer 27,41% dan kelompok sekunder 25,12%.
Kelompok primer mengandalkan sektor pertanian, kelompok sekunder mengandalkan sektor
industri, sedangkan kelompok tersier mengandalkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

28
PDRB ADHB per kapita pada 2012 sebesar Rp16.389,966 miliar, meningkat 14,26%
dibandingkan PDRB ADHB pada 2011 sebesar Rp14.502,155 miliar.

Tabel 2.20.
Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Malang, 2012 (dalam Rupiah)
No. Jenis Pendapatan/Pengeluaran Anggaran Setelah Perubahan Realisasi
1 Pendapatan 2,188,888,436.06 2,218,938,217.57

Pendapatan Asli Daerah 176,637,112.71 197,890,262.04


a. Pajak daerah 55,207,000.00 71,301,888.45
b. Retribusi daerah 50,433,899.32 42,775,834.43
c. Hasil pengel kekayaan daerah yang dipisahkan 10,560,597.61 10,508,131.83
d. Lain-lain PAD yang sah 60,435,615.78 73,304,407.32

Dana Perimbangan 1,529,289,258.52 1,547,448,684.11


Dana bagi hasil pajak/bukan pajak 129,439,031.52 147,598,457.11
Dana alokasi umum 1,281,612,867.00 1,281,612,867.00
Dana alokasi khusus 118,237,360.00 118,237,360.00

Lain-lain pendapatan yang sah 482,962,064.83 473,599,271.42


Pendapatan hibah - -
Pendapatan dana darurat - -
Dana bagi hasi pajak dari provinsi dan pemda lain 68,808,740.00 68,758,740.00

2 Belanja 2,342,807,693.57 2,221,707,105.58

Belanja tidak langsung 1,455,868,203.69 1,379,523,031.52


a. Belanja pegawai 1,225,300,596.19 1,156,376,744.13
b. Belanja bunga - -
c. Belanja subsidi - -
d. Belanja hibah 51,447,941.00 48,098,809.25
e. Belanja bantuan sosial 65,117,270.00 65,000,503.29
f. Belanja bagi hasil kpd Prov/Kab/kot lain& Pem desa 14,794,828.50 13,433,633.88
g. Belanja bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kot lain&Pem Desa 96,707,568.00 95,618,528.97
h. Belanja Tak Terduga 2,500,000.00 994,812.00

Belanja langsung 887,939,489.88 842,184,074.06


a. Belanja pegawai 70,985,887.41 73,580,427.28
b. Belanja barang dan jasa 341,545,171.82 304,298,404.33
c. Belanja modal 475,408,430.65 464,305,242.45

Surplus (154,919,257.51) (2,768,888.01)

3 Pembiayaan

Penerimaan daerah 155,920,859.80 157,774,848.80


a. Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 155,920,859.80 155,920,859.80
b. Pencairan dana cadangan - -
c. Hasil penjualankekayaan daerah yang dipisahkan - -
d. Penerimaan pinjaman daerah - -
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah - 1,853,989.00
f. Penerimaan piutang daerah - -

Pengeluaran daerah 15,287,904.00 2,391,914.33


a. Pembetukan dana cadangan 10,000,000.00 -
b. Penyertaan modal (investasi) Pem daerah 5,000,000.00 1,853,989.00
c. Pembayaran pokok hutang 287,904.00 537,925.33
d. Pemberian pinjaman daerah - -

Pembiayaan Neto 140,632,955.80 155,382,934.47

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) (14,286,301.71) 152,614,046.46


Sumber: Kabupaten Malang dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Malang 2013)

29
2.3.5. Kondisi Infrastruktur/Sarana-Prasarana Umum
Hampir seluruh wilayah Kabupaten Malang dihubungkan melalui jalan darat sehingga jalan
merupakan sarana utama bagi masyarakat. Pembangunan jalan di wilayah ini semakin meningkat.
Saat ini terdapat jalan sepanjang 1.899,32 km, yang terbagi atas jalan negara 115,63 km, jalan
provinsi 114,93 km, dan jalan kabupaten 1.668,76 km.

Tabel 2.21.
Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Malang, 2009–2012 (dalam Kilometer)
Kategori 2009 2010 2011 2012
Jenis Permukaan
a. Aspal 1.447,21 1.546,65 1.573,85 1.577,44
b. Kerikil 220,10 119,71 93,71 91,32
c. Tanah - 2,40 1,20 -
d. Tidak dirinci - - - -
Jumlah 1.667,31 1.668,76 1.668,76 1.668,76

Kondisi Jalan
a. Baik 1.257,52 1.314,67 1.324,69 1.385,70
b. Sedang - - - -
c. Rusak 152,79 303,55 275,96 235,50
d. Rusak berat 257,00 50,54 68,11 47,56
Jumlah 1.667,31 1.668,76 1.668,76 1.668,76
Sumber: Kabupaten Malang dalam Angka 2012 (BPS Kabupaten Malang 2013)

30
Gambar 2.7. Peta Infrasktuktur di Kabupaten Malang
(Sumber: http://loketpeta.pu.go.id)

31
2.4. Kawasan Rawan Bencana Gunung Kelud
Berdasarkan potensi bahaya yang mungkin terjadi, peta Kawasan Rawan Bencana (KRB)
Gunung Kelud dibagi menjadi tiga tingkat kerawanan, yakni KRB III, KRB II, dan KRB I.
Secara umum, peta KRB gunung api adalah peta petunjuk tingkat kerawanan bencana suatu
daerah apabila terjadi letusan/kegiatan gunung api. Peta ini menjelaskan tentang jenis dan sifat
bahaya gunung api, daerah rawan bencana, arah/jalur penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan
peta penanggulangan bencana.
1. Kawasan Rawan Bencana III (KRB III)
KRB III adalah kawasan yang selalu terlanda lahar letusan, awan panas, bahan lontaran
batu pijar, gas beracun, dan kemungkinan aliran lava. Perluasan awan panas kemungkinan
dapat terjadi apabila letusan di masa mendatang lebih besar daripada letusan 13 Februari
2014 atau terjadi percampuran magma (magma mixing) sehingga terjadi letusan hebat yang
banyak mengubah morfologi Gunung Kelud secara drastis.
2. Kawasan Rawan Bencana II (KRB II)
KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, lahar letusan, aliran lava,
lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat. Kawasan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
(a) KRB terhadap aliran massa berupa awan panas, aliran lava, dan lahar letusan; (b) KRB
terhadap bahan lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat.
Perluasan awan panas kemungkinan dapat terjadi apabila letusan di masa datang lebih besar
daripada letusan 13 Februari 2014 atau terjadi percampuran magma (magma mixing)
sehingga terjadi letusan hebat yang banyak mengubah keadaan morfologi Gunung Kelud
secara drastis.
3. Kawasan Rawan Bencana I (KRB I)
KRB I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan kemungkinan terkena
penyimpangan aliran lahar. Apabila letusannya membesar, maka kawasan ini berpotensi
tertimpa bahan jatuhan piroklastik berupa hujan abu dan lontaran batu (pijar). KRB I
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (a) KRB terhadap aliran massa berupa lahar dan
kemungkinan penyimpangan aliran lahar, yang terletak di sepanjang sungai/di dekat lembah
sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak; (b) KRB terhadap jatuhan
piroklastik/lontaran berupa hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin (saat terjadi
letusan) dan kemungkinan terkena lontaran batu (pijar). Apabila saat terjadi
letusan/kegiatan gunung api disertai dengan turun hujan lebat, maka masyarakat yang
bertempat tinggal di dalam KRB I perlu meningkatkan kewaspadaan.

32
Gambar 2.8. Peta Sebaran Penduduk Kawasan Rawan Bencana Gunung Kelud
(Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana)

33
2.5. Kronologi Status Gunung Kelud
Kronologi peningkatan status Gunung Kelud:
1. 2 Februari 2014: Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahaya Gunung Kelud, maka pada pukul 14.00
WIB status aktivitas Gunung Kelud dinaikkan dari tingkat Normal (Level I) menjadi Waspada (Level II).
2. 10 Februari 2014: Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahaya Gunung Kelud, maka pada pukul 14.00
WIB status aktivitas Gunung Kelud dinaikkan dari tingkat Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III).
3. 13 Februari 2014: Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahaya Gunung Kelud, maka pada pukul 21.15
WIB aktivitas Gunung Kelud dinaikkan dari tingkat Siaga (Level III) menjadi tingkat Awas (Level IV).
4. 13 Februari 2014, pukul 22.50 WIB: tercatat erupsi Gunung Kelud pertama terjadi kemudian berturut-turut pada pukul 23.00, pukul 23.23, dan
pada pukul 23.29 terjadi letusan besar.
5. 20 Februari 2014: Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahaya Gunung Kelud, maka pada pukul 11.00
status aktivitas Gunung Kelud diturunkan dari Awas (Level IV) menjadi Siaga (Level III).
6. 28 Februari 2014: Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahaya Gunung Kelud maka pada pukul 16.30
status aktivitas Gunung Kelud diturunkan dari Siaga (Level III) menjadi Waspada (Level II).

Tabel 2.22.
Kronologi Status Gunung Kelud dan Tindakan yang Diambil Para Pihak
Waktu Status Gunung Kelud Tindakan yang Diambil*)
Januari 2014 Peningkatan kegempaan vulkanik -
2 Februari 2014 Status G. Kelud dinaikkan dari Normal (Level I) Jawa Timur
menjadi Waspada (Level II). BPBD Jawa Timur rapat dengan BPBD Malang, Bakesbanglinmas Kediri, dan BPBD Blitar. Jug dari
BNPB dan PVMBG. 03.02.2014
Himbauan:
 Masyarakat di sekitar Gunung Kelud dan Malang
pengunjung/wisatawan tidak diperbolehkan  PMI Malang menyiagakan personel di Ngantang dan Kesambon. Koordinasi dengan BPBD, TNI,
mendekati kawah yang ada di puncak Gunung Polri, SAR. Persiapan peta evakuasi.
Kelud dalam radius 2 km dari kawah aktif.  BPBD Malang kesulitan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kediri karena belum ada

34
 Satlak Kabupaten Kediri, BPBD Kabupaten BPBD.
Blitar, dan BPBD Kabupaten Malang  Pemerintah kecamatan membentuk Satgas Penanggulangan Bencana, seperti Kecamatan
senantiasa berkoordinasi dengan Pos Kasembon yang membentuk Satgas PB dengan SK Camat tertanggal 8 Februari 2014.
Pengamatan Gunung Kelud di Kampung
Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Kediri
Ngancar, Kabupaten Kediri, atau dengan Pusat  Menutup kawasan wisata di Ngancar. Sebanyak 200 anggota TNI ikut berjaga.
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di  Rapat koordinasi muspida di Kecamatan Ngancar bersama perangkat desa dan kecamatan pada 2
Bandung. Februari 2014. Titik evakuasi ditentukan. Evakuasi ternak direncanakan.
 Rapat sosialisasi Kepala Desa Sugihwaras dengan seluruh RT/RW pada 3 Februari 2014. Tujuan
agar masyarakat tidak panik dan bisa memahami kondisi Gunung Kelud terkini.
 Pemerintah Kabupaten Kediri telah menyiapkan Rp2 miliar untuk penanggulangan bencana Kelud.
 Rapat koordinasi muspida Kediri dengan dipimpin oleh bpati. Simpang Lima Gumul menjadi titik
posko utama.
 Pemerintah Kabupaten Kediri menyiapkan gedung-gedung untuk pengungsi.
 Pemerintah Kabupaten Kediri merencanakan melibatkan seluruh dokter untuk kesehatan
pengungsi.
10 Februari 2014 Status kegiatan Gunung Kelud dinaikkan dari PMI
pukul 16:00 WIB Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Apel siaga relawan PMI di Sugihwaras.

Masyarakat di sekitar Gunung Kelud dan Kediri


pengunjung/wisatawan tidak diperbolehkan  Simulasi tanggap darurat.
mendekati kawah yang ada di puncak Gunung  Polres Kediri menyiapkan 152 truk dan bus untuk evakuasi.
Kelud dalam radius 5 km dari kawah aktif.  Jumlah pengungsi 66 ribu jiwa. Jumlah ternak 865 sapi dan 996 kambing.
 Terdapat 9 tenda dapur umum dan 9 tenda kesehatan didirikan TNI. Posko utaama di Simpang
Lima Gumul dipersiapkan dengan data dan keruangan.
 Bantuan logistik pangan dan nonpangan dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur masuk ke posko
logistik.
 Masyarakat siaga, mengaktifkan ronda. Kepala desa rapat koordinasi dengan perangkat. Di
Petungombo, misalnya, juga diadakan pertemuan desa untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
13 Februari 2014, Status kegiatan Gunung Kelud dinaikkan dari Malang
pukul 21:15 WIB Siaga (Level III) menjadi Awas (Level IV).  BPBD Malang menyiapkan jalur evakuasi jika Gunung Kelud meletus. Rambu-rambu dipasang di
Pandansari.
Masyarakat di sekitar Gunung Kelud dan  Tim SAR Malang (SAR, BPBD, Tagana, PMI) mulai mengevakuasi warga Pandansari.
pengunjung/wisatawan tidak diperbolehkan
melakukan aktivitas dan mendekati kawah yang Kediri
ada di puncak Gunung Kelud dalam radius 10  Bantuan obat-obatan dan masker dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur masuk.
km dari kawah aktif.
 Gladi/simulasi evakuasi di Posko PBP menggunakan peta raksasa dan replika mobil evakuasi.

35
 Rencananya malam hari akan ada sosialisasi evakuasi ternak di Desa Petungombo. Sementara itu,
evakuasi ternak akan dilakukan pada keesokan harinya.
 Gunung Kelud naik status menjadi Awas, warga Sugihwaras panik. Pengumuman disampaikan oleh
Kapolsek Ngancar melalui HT. Hingga pukul 21.57 WIB, belum ada satu pun truk untuk evakuasi
sehingga membuat warga panik.
 Ribuan masyarakat dari tiga desa, Sugihwaras, Babadan, dan Sempu, Kecamatan Ngancar, turun
bersams-sama untuk mengungsi. Tidak adanya petugas membuat mereka kebingungan.
 Warga terlihat panik, terutama mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Warga kebingungan
mencari tumpangan. Tidak ada satu pun petugas maupun kendaraan evakuasi.
 Warga menunggu kendaraan evakuasi di depan rumah dan beberapa tempat ibadah. Namun,
kendaraan yang dinantikan tidak kunjung datang menjemput.

Blitar
 Bantuan logistik dari provinsi, termasuk obat-obatan.
 Evakuasi warga.
13 Februari 2014, Gunungi Kelud meletus. Jawa Timur
pukul 22:52 WIB Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan bencana Gunung Kelud sebagai bencana provinsi dan
menyiapkan Rp30 miliar untuk dana kedaruratan

Malang
Warga melakukan evakuasi.

Kediri
Warga melakukan evakuasi.

Blitar
 Evakuasi berlanjut.
 Status darurat untuk seminggu di Blitar.
16 Februari 2014 Kediri
 Pengungsi di luar zona 10 km diperbolehkan pulang.
 Penduduk yang tinggal di zona bahaya (radius 10 km), yaitu Desa Sugihwaras dan sebagian Desa
Petungombo, tidak diperbolehkan kembali. Pihak muspika memfasilitasi pemuda desa untuk
membersihkan rumah hanya dalam waktu 1 jam dalam sehari.
Sumber: Laporan Kaji Cepat Tanggap Darurat Bencana Letusan Gunung Kelud (Tim Kaji Cepat Forum Pengurangan Risiko Bencana DIY 2014)
*) Bukan merupakan gambaran komprehensif terhadap tindakan yang diambil oleh berbagai pihak. Data terkumpul per 21 Februari 2014.

36
2.6. Upaya Penanganan Darurat Erupsi Gunung Kelud
Gubernur Jawa Timur menyatakan masa tanggap darurat erupsi Gunung Kelud dimulai
pada 13 Februari 2014 hingga 12 Maret 2014 melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur
Nomor 188/111/KPTS/222.04/2014. Dalam rangka memperkuat peran dari komando
penanggulangan darurat bencana Gunung Kelud, Gubernur Jawa Timur kemudian menunjuk:
1. Wakil Gubernur Jawa Timur sebagai penanggung jawab penanganan pengungsi;
2. Kasdam V Brawijaya sebagai penanggung jawab penanganan pemulihan hunian dan
fasilitas umum; dan
3. Wakil Kepala Polda Jawa Timur sebagai penanggung jawab penanganan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Dalam mengatasi erupsi Gunung Kelud di Provinsi Jawa Timur, BPBD Provinsi Jawa
Timur, seluruh jajaran aparat Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, BPBD Kabupaten Blitar,
BPBD Kabupaten Malang, TNI, Kepolisian, serta organisasi masyarakat di Jawa Timur telah
melakukan langkah-langkah strategis dalam melakukan penanganan terhadap kondisi darurat.
BNPB dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memberikan pendampingan dan penguatan
terhadap pemerintah daerah terdampak sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia.
Gubernur Jawa Timur juga melakukan kunjungan lapangan untuk memberikan dukungan moral,
selain juga untuk mendapatkan masukan dari pemerintah kabupaten maupun masyarakat
terdampak.
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2010 tentang
Pembentukan Pos Komando Keadaan Darurat Bencana, maka Pusat Pengendalian Operasional
Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) diaktivasi menjadi Pos Komando (Posko)
Penanggulangan Darurat Bencana sejak 14 Februari 2014 sampai 17 Maret 2014. Berkaitan
dengan penanganan korban bencana, BNPB melakukan kegiatan penanganan pengungsi, serta
berkoordinasi dalam mobilisasi personel TNI, Polri, SKPD, serta pengerahan peralatan yang
diperlukan. Di samping itu, BNPB juga melakukan distribusi bantuan dasar, antara lain makanan
siap saji, air mineral, peralatan evakuasi, matras, selimut, serta kebutuhan operasional lainnya.
Dengan demikian, upaya penanganan darurat yang telah dilakukan dalam rangka bencana
erupsi Gunung Kelud antara lain:
1. menyatakan status tanggap darurat dan menentukan masa tanggap darurat sejak tanggal
kejadian;
2. mengaktifkan dan membentuk posko penanggulangan bencana di tingkat provinsi;
3. membentuk pos komando di kabupaten/kota serta pembentukan pos-pos lapangan (pos
pengungsian, pos kesehatan, dan dapur umum);

37
4. melakukan rapat koordinasi dengan pimpinan dan anggota instansi terkait (Pangdam V
Brawijaya, Kepala Polda Jawa Timur, BPBD, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas
Pekerjaan Umum, serta pemerintah kabupaten dan kota);
5. pendataan korban dan kerusakan;
6. peninjauan bersama instansi terkait, antara lain Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Kesehatan, BPBD provinsi dan kabupaten/kota, TNI, Polri, yang dipimpin oleh
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur;
7. memberikan tempat yang aman bagi masyarakat di wilayah terdampak;
8. pelayanan pemenuhan kebutuhan makanan dan nutrisi melalui dapur umum bagi pengungsi
dampak erupsi Gunung Kelud di tiga wilayah kabupaten terdampak;
9. pemberian pelayanan kesehatan kepada pengungsi;
10. memberikan bantuan perbaikan sekolah atau lembaga pendidikan; dan
11. melakukan perbaikan sarana dan prasarana yang di wilayah terdampak, pembersihan abu
vulkanik, sampah, dan puing-puing serta pemenuhan kebutuhan air bersih.
Kesatupaduan masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha dalam melaksanakan bantuan
darurat sangat menonjol dan dapat secara cepat dan tepat mengatasi kondisi darurat. Pengalaman
ini merupakan pembelajaran yang baik untuk dicontoh dan dapat diaplikasikan pada daerah
lainnya.

38
Bab III

PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN


PASCABENCANA

Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana membutuhkan pengkajian yang memadai atas


bukti-bukti berupa kerusakan dan kerugian atas aset-aset penghidupan, deprivasi atas hak-hak
dasar, ketergangguan proses kemasyarakatan dan kenegaraan serta meningkatnya resiko karena
menurunnya kapasitas dan meningkatnya kerentanan pasca bencana.
Penggalian bukti-bukti diatas dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana yang
merupakan satu set pendekatan yang akan mengkaji akibat bencana, dampak bencana dan
kebutuhan pemulihan pasca bencana. Jitu Pasna dan RENAKSI membantu pemerintah dan para
pemangku kepentingan menyusun kebijakan, program dan proyek rehabilitasi dan rekonstruksi
yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana.
Dengan demikian Jitu Pasna merupakan basis bagi penyusunan dokumen perencanaan aksi
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca
bencana merupakan suatu platform perencanaan pemulihan bagi para pemangku kepentingan.
Pendekatan Jitu Pasna yang partisipatif dan berbasis pada bukti akan mampu mendukung
penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi yang baik.
Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana menggunakan kerangka pandang yang menyeluruh
terhadap kebutuhan manusia dan masyarakat untuk pulih dari bencana. Jitu Pasna mengakui
keseluruhan aspek kehidupan manusia dan masyarakat baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Tujuannya agar upaya-upaya pemulihan pasca bencana berorientasi pada pemulihan harkat dan
martabat manusia secara utuh. Semangat ini tertuang pada komponen dan lingkup Jitu Pasna
sebagai berikut.
Kajian Jitu Pasna akan memandu para pihak dengan menyajikan tiga komponen informasi
penting untuk pemulihan pasca bencana, yaitu:
1. pengkajian akibat bencana
2. pengkajian dampak bencana; dan
3. pengkajian kebutuhan pasca bencana
Komponen-komponen dalam Jitu Pasna diatas memiliki kesaling-terhubungan dalam
rangka memandu proses penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi maupun untuk
melakukan upaya pemulihan pasca bencana.

39
Hubungan antara komponen pengkajian akibat bencana, pengkajian dampak bencana dan
pengkajian kebutuhan pasca bencana nampak pada diagram di bawah ini.

Diagram 3.1 Kerangka Pengkajian Kebutuhan Pascabencana dan RENAKSI

BENCANA PENGKAJIAN AKIBAT PENGKAJIAN KEBUTUHAN


BENCANA PEMULIHAN

 Kerusakan  Pembangunan
 Kerugian  Penggantian
 Kehilangan Akses  Penyediaan akses
 Gangguan Proses  Pemulihan proses
 Naiknya Resiko  Pengurangan resiko

PENGKAJIAN DAMPAK PENYUSUNAN RENCANA AKSI


BENCANA REHABILITASI DAN
REKONSTRUKSI
 Ekonomi & Fiskal
 Sosial, budaya & politik
 Pembangunan Manusia
UPAYA PEMULIHAN PASCA
 Fisik & Lingkungan
BENCANA

Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam Jitu Pasna berorientasi pada pemetaan kebutuhan
untuk pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi.
1. Kebutuhan pemulihan awal adalah kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan pasca bencana yang
berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan.
2. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
3. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat.

40
Dengan demikian, komponen pembangunan, penggantian, penyediaan akses, pemulihan
proses dan pengurangan resiko harus dipilah-pilah dalam kerangka pemulihan awal, rehabilitasi
dan rekonstruksi pasca bencana. Berikut ini adalah tabel komponen perkiraan kebutuhan dalam
Jitu Pasna.

Tabel 3.1.
Komponen Perkiraan Kebutuhan
Komponen Keterangan
Pembangunan Kebutuhan pembangunan bertujuan untuk memulihkan kerusakan
infrastruktur pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha setelah
terjadi bencana. Pembangunan kembali ini harus mengutamakan prinsip
pembangunan kembali yang lebih tahan bencana sehingga pengkajian resiko
bencana wajib menjadi pertimbangan dalam perkiraan kebutuhan pasca
bencana.
Stimulasi Kebutuhan stimulasi bertujuan untuk mengganti kerugian ekonomi sebagai
akibat dari bencana. Penggantian juga harus berorientasi pada perbaikan
besaran-besaran ekonomi dalam jangka panjang sehingga harus efektif,
efisien dan berkelanjutan.
Penyediaan akses Kebutuhan penyediaan akses bertujuan untuk memulihkan akses masyarakat
terhadap hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, jaminan sosial,
perumahan, budaya, pekerjaan, kependudukan dan lain-lain. Penyediaan ini
harus dilakukan dalam rangka pemulihan sistem pelayanan kebutuhan dasar
yang ada.
Pemulihan proses Kebutuhan pemulihan proses merupakan pemulihan awal yang bertujuan
untuk menjalankan kembali proses pemerintahan dan kemasyarakatan.
Misalnya, pemulihan proses kemasyarakatan misalnya pemulihan organisasi
RT dan RW, kelompok posyandu, kelompok tani dan organisasi berbasis
masyarakat lainnya.
Pengurangan resiko Kebutuhan pengurangan resiko meliputi kebutuhan mencegah dan
melemahkan ancaman, kebutuhan mengurangi kerentanan terhadap bencana
dan kebutuhan meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam
menghadapi bencana di masa datang. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan
pemulihan awal dan kebutuhan pemulihan jangka panjang untuk merespon
peningkatan resiko akibat bencana.

Lingkup Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana dan RENAKSI mengacu pada Peraturan
Kepala BNPB No.17/2010 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Pedoman ini
mengarahkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam enam aspek, yakni kemanusiaan,
perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.

Tabel 3.2.
Substansi Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Aspek Keterangan
Perumahan dan Aspek perumahan dan permukiman, yang terdiri dari perbaikan lingkungan
Pemukiman daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat

41
Infrastruktur Aspek infrastruktur pembangunan, yang antara lain terdiri dari perbaikan
Pembangunan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi
pelayanan publik, pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan
rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana, Peningkatan fungsi pelayanan publik dan Peningkatan
pelayanan utama dalam masyarakat

Ekonomi Aspek ekonomi, yang antara lain terdiri dari pemulihan sosial ekonomi dan
budaya, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong
peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri,
parawisata dan perbankan
Sosial Aspek sosial yang antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan
budaya, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan
antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan nsosial
budaya masyarakat
Lintas Sektor Aspek lintas sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan
yang meliputi tata pemerintahan dan lingkungan hidup

3.1. Kerusakan Akibat Bencana


Erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 13 Pebruari 2014 yang diikuti lahar dingin
menimbulkan dampak kerusakan baik sector perumahan, infrastruktur, ekonomi, social dan
lainnya di 3 wilayah kabupaten yaitu Kediri, Blitar dan Malang. Kerusakan paling parah di 3
wilayah tersebut adalah pada sector perumahan mencapai 21.729 unit baik rumah permanen,
semi permanen maupun non permanen. Kerusakan sector perumahan pada 3 kabupaten yang
terparah di kabupeten Kediri yaitu sebesar 16.694 unit dengan tingkat kerusakan ringan yaitu
pada atap/ genteng. Kerusakan pada atap tersebut dikarenakan adanya jatuhan batu, kerikil dan
pasir akibat erupsi. Kerusakan

42
Tabel 3.3.
Rekapitulasi Kerusakan Akibat Bencana Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Kelud di Provinsi Jawa Timur
No Sub Sektor Satuan Sektor Infrastruktur
Blitar Kediri Malang TOTAL
RB RS RR RB RS RR RB RS RR (Provinsi)
1. Perumahan
Permanen Unit - - 239 - - 13.839 - - 4001 18.079
Semi Permanen - - 133 - - 1945 - - 373 2.451
Non Permanen - - 33 331 - 865 70 - - 1.299
2. Infrasruktur
Transportasi
Jalan M’ - - - 6.500 - - 2000 - 1.500 10.000
Jembatan Unit 1 - 4 1 - 6 - - 12
Gorong-gorong Unit - - - 1 - - - - - 1
SDA
Bangunan Air Unit 3 - 4 - - - 18 - 25
Air & Sanitasi
SPAM, Bangunan Unit 1 - - 2 - 8 2 - - 13
Air
Perpipaan M’ 20.000 - - 2.725 - - 161.000 36.860 - 220.585
Energi
SUTM (kabel) Unit - - - 10 - - - - - 10
Gardu/Trafo Km - - - 2 - - - - - 2
SUTR UB (kabel) Unit - - - 10 - - - - - 10
3. Ekonomi
Produktif
Pertanian
Kerusakan lahan Ha 4399.72 5289 9688.72 14.977.72
Pasar Unit - - - 1 - - - - 1 2
Peternakan
Kandang Unit - - - - - 440 - - 798 1238
Ternak Sapi Perah Ekor - - - - - - 11 11
Ayam Kampung Ekor 27 - - - - - - 27
Ayam Ras Ekor 93 - - - - - - 93
Pedaging

43
Kambing Ekor 2 - - - - - - 2
Perikanan
Kolam Terpal Unit - - - 352 - - 162 - - 514
Jaring Sekat Unit - - - 5 - - 3 - - 8
Pariwisata
Hotel - Unit - - - - - - - - 78 78
Penginapan
Kios Unit - - - - - - 24 - - 24
4. Sosial
Pendidikan
PAUD Unit - - 5 - - 19 - - 3 27
TK Unit - - 8 - - 40 - - 8 56
SD Unit - - 13 - - 64 - 13 - 90
SMP Unit - - 3 - - 28 - - 8 39
SMA Unit - - - - - 9 - - - 9
Kantor UPTD Unit - - - - - 1 - - - 1
Pendidikan
Rumah Dinas Unit - - - - - - - - 2 2
SDN
Kesehatan
Posyandu Unit - - - - - - 1 1
Polindes Unit - - - - - - - 2 7 9
Puskesmas Unit - - - - - 6 - - 1 7
Pembantu
Puskesmas Unit - - - - - 6 - - 2 8
Klinik Rawat Inap Unit - - - - - - - - 2 2
Rumah Dinas Unit - - - - - 1 - - 3 4
Kesehatan
Agama
Musholla Unit - - 2 - - 163 - - 18 183
Masjid Unit - - 2 - - 81 - 2 11 96
Gereja Unit - - 4 - - 4 - - 1 9
KUA Unit - - - - - 3 - - - 3
5. Lintas Sektor
Pemerintahan

44
Balai Dusun Unit - - - - - - - 5 4 9
Balai Desa Unit - - 1 - - - - 3 - 4
Kantor Desa Unit - - - - - 6 - - 1 7
Kantor Camat Unit - - - - - 3 1 1 5
Rumah Dinas Unit - - - - - - - - 1 1
Camat
Kantor Dinkes Unit - - - - - 1 - - - 1
Kantor Sekretariat Unit - - - - - 1 - - - 1
Pemda
Kantor UPTD Unit - - - - - - - 1 - 1
Pengairan
Panti PKK Unit - - - - - - - - 1 1
Keamanan &
Ketertiban
Kantor Polsek Unit - - - - - 1 - - - 1
Kantor Koramil Unit - - - - - 1 - - 1 2

45
3.1.1. Kerusakan Akibat Bencana di Kabupaten Blitar
Bencana erupsi Gunung Kelud yang melanda Kabupaten Blitar mengakibatkan kerusakan
pada berbagai sektor, antara lain sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial,
dan lintas sektor. Erupsi Gunung Kelud di Kabupaten Blitar tahun 2014 relatif lebih kecil bila
dibandingkan dengan dampak yang terjadi di wilayah lain seperti di Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Malang, sehingga kerusakan yang terjadi pada masing-masing sector sebagian besar
hanya mengalami kerusakan ringan. Sektor yang paling terdampak adalah sektor infrastruktur
berupa jembatan, Sabo DAM dan pipa saluran air bersih.

1. Kerusakan Sektor Permukiman


Sektor permukiman merupakan salah satu sektor yang terkena dampak erupsi Gunung
Kelud. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar,
terdapat 405 unit rumah penduduk yang mengalami kerusakan ringan hanya pada bagian atapnya
saja berupa genteng atau asbes. Wilayah yang paling terdampak dan mengalami kerusakan
terbanyak adalah Kecamatan Nglegok dikarenakan di Kecamatan Nglegok merupakan salah satu
kecamatan yang terdapat permukiman terbanyak di kawasan rawan bencana (KRB) erupsi
Gunung Kelud.

TabeL 3.4.
Kerusakan Sektor Permukiman di Kabupaten Blitar
Kerusakan Luas Rata-
No Sektor Satuan
Kec RB RS RR Rata (m2)
I SEKTOR
I.1 PERMUKIMAN
Sub Sektor
I.1.1 Perumahan
Rumah Permanen Nglegok 110 Unit 70
Gandusari 94 Unit 70
Garum 35 Unit 70
Jumlah 239 Unit
I.1.2 Rumah Semi Nglegok 61 Unit 70
Permanen Gandusari 53 Unit 70
Garum 19 Unit 70
Jumlah 133 Unit
I.1.3 Rumah Non Nglegok 15 Unit 70
Permanen Gandusari 13 Unit 70
Garum 5 Unit 70
Jumlah 33 Unit
Total 405 Unit

46
2. Kerusakan Sektor Infrastruktur
Kerusakan infrastruktur akibat material erupsi Gunung Kelud terjadi pada sub sektor
transportasi darat, sumber daya air, dan air & sanitasi yaitu rusaknya Jembatan, Sabo DAM dan
Pipa Air Bersih di Kecamatan Gandusari. Kerusakan infrastruktur disebabkan oleh material lahar
hujan akibat erupsi Gunung Kelud yang mengalir melalui sungai Jari di wilayah Kecamatan
Gandusari.

Tabel 3.5.
Kerusakan Sektor Infrastruktur di Kabupaten Blitar
Kerusakan Luas
No Sektor Kec Satuan
RB RS RR Rata-Rata
II SEKTOR
II.1 INFRASTRUKTUR
Sub Sektor Transportasi
I.1.1 Darat
Jembatan Kayu Rotorejo I Gandusa 1 Unit 30 m2
II.2 Sub Sektor Air dan Sanitasi ri
II.2. Ground Cap 1 Unit
1
II.2. Pipa Distribusi Tulungrejo Gandusa 3.000 m
2II.2. Pipa Distribusi Slumbung ri
Gandusa 2.000 m
3
II.2. Pipa Distribusi ri
Gandusa 6.000 m
4
II.2. Gambaranyar
Pipa Distribusi Sumberasri ri
Gandusa 6.000 m
5II.2. Pipa Distribusi Krisik ri
Gandusa 3.000 m
6
II.3 Sub Sektor Sumber Daya ri
II.1. Air
Sabo DAM Kalikebo Gandusa 1 Unit 520 m3
1
II.1. SemenDAM Jari II
Sabo ri
Gandusa 1 Unit 345 m3
2
II.1. Sabo DAM Jari I Rotorejo ri
Gandusa 1 Unit 350 m3
3 ri

3. Kerusakan Sektor Ekonomi Produktif


Dampak erupsi Gunung Kelud terhadap sektor ekonomi produktif yaitu pertanian,
peternakan, dan pariwisata tidak terlalu signifikan. Untuk sub sektor pertanian terdapat 116 Ha
lahan pertanian di Kecamatan Nglegok yang terdampak erupsi Gunung Kelud yang berakibat
pada menurunnya produktifitas pertanian. Sedangkan untuk sub sektor peternakan terdapat
hewan ternak yang mengalami kematian. Erupsi Gunung Kelud juga berdampak pada sub sektor
pariwisata yang mengakibatkan penutupan sementara lokasi wisata berupa lima candi yang ada di
Kabupaten Blitar.

Tabel 3.6.
Kerusakan Sektor Ekonomi Produktif di Kabupaten Blitar
Kerusakan
No Sektor Kec Satuan
Berat Sedan Ringan
III SEKTOR EKONOMI g
III.1 PRODUKTIF
Sub Sektor Pertanian,
Perkebunan dan
Peternakan
47
III.1.1 Padi Nglegok 20 Ha
III.1.2 Nanas Nglegok 9 Ha
III.1.3 Kopi Nglegok 45 Ha
III.1.4 Kakao Nglegok 42 Ha
III.1.5 Ayam Kampung Nglegok 27 Ekor
III.1.6 Ayam Ras Pedaging Nglegok 93 Ekor
III.1.7 Kambing Nglegok 2 Ekor
III.2 Pariwisata
III.2.1 Candi Nglegok, 5 Unit
Ponggo,
Gandusa
ri
4. Kerusakan Sektor Sosial
Sarana pendidikan dan peribadatan merupakan sektor sosial di Kabupaten Blitar yang
mengalami kerusakan akibat material erupsi Gunung Kelud. Terdapat 29 unit sekolah yang
mengalami kerusakan ringan dan berada di Kecamatan Garum, Gandusari dan Nglegok. Sarana
peribadatan yang mengalami kerusakan ringan akibat erupsi Gunung Kelud yaitu gereja, masjid,
dan mushollah.

Tabel 3.7.
Kerusakan Sektor Sosial di Kabupaten Blitar
Kerusakan
No Sektor Satuan
Berat Sedang Ringan
IV SEKTOR SOSIAL
IV.1 Sub Sektor Pendidikan
IV.1.1 PAUD 5 Unit
IV.1.2 TK 8 Unit
IV.1.3 SD 13 Unit
IV.1.4 SMP 3 Unit
III.2 Sub Agama
III.2.1 Masjid 2 Unit
III.2.2 Mushola 2 Unit
III.2.3 Gereja 4 Unit

5. Kerusakan Lintas Sektor


Erupsi Gunung Kelud berdampak pada kerusakan ringan gedung pemerintahan berupa
atap Balai Desa Sumberasri Kecamatan Nglegok.

Tabel 3.8.
Kerusakan Lintas Sektor di Kabupaten Blitar
Kerusakan Satuan
No Sektor
Berat Sedang Ringan
V LINTAS SEKTOR

48
V.1 Sub Sektor Pemerintahan
V.1.1 Balai Desa 1 Unit

3.1.2. Kerusakan Akibat Bencana di Kabupaten Kediri


Bencana erupsi Gunung Kelud menimbulkan kerusakan di berbagai sektor, diantaranya
sektor permukiman, infra struktur, ekonomi, sosial, dan lintas sektor. Kabupaten Kediri
merupakan areal terdekat dari sebaran erupsi Gunung Kelud sehingga dampak yang terjadi di
Kabupaten Kediri relatif lebih besar dari daerah lainnya. Kerusakan paling dominan terdapat
pada sektor permukiman dan ekonomi dikarenakan perumahan dan lahan pertanian memiliki
tingkat kerentanan yang tinggi terhadap erupsi Gunung Kelud sehingga sebagian besar atap
rumah penduduk dan areal pertanian dan perkebunan mengalami kerusakan.

1. Kerusakan Sektor Permukiman


Sektor permukiman merupakan salah satu sektor yang terkena dampak erupsi Gunung
Kelud. Data awal dari kecamatan terdampak Erupsi Gunung Kelud yaitu Kecamatan Puncu,
Kepung, Ngancar dan Plosoklaten serta hasil survey lapangan sesuai by name by address yang
dilakukan oleh Tim dari Pemerintah Kabupaten Kediri, jumlah data rumah yang terdampak
Erupsi Gunung Kelud sejumlah 16.980 unit dengan ukuran rumah rata-rata 70m².

Tabel 3.9.
Rumah Terdampak Erupsi Gunung Kelud di Kabupaten Kediri
Jumlah Data Kerusakan
No. Kecamatan Terdampak Berat Sedang Ringan
(Unit) (Unit) (Unit) (Unit)
1 Kecamatan Puncu 5.370 1.092 1.856 2.422
2 Kecamatan Kepung 4.652 1.554 240 2.858
3 Kecamatan Ngancar 3.919 132 1.583 2.204
4 Kecamatan Plosoklaten 3.039 291 853 1.895
Jumlah 16.980 3.069 4.532 9.379

Untuk memperoleh data yang akurat dan akuntabel terhadap jumlah rumah terdampak,
BNPB bersama dengan SKPD terkait Pemerintah Kabupaten Kediri melakukan verifikasi
lapangan. Terkait dengan jumlah populasi rumah terdampak yang cukup banyak dan sebarannya
bervariasi, digunakan metode uji petik. Sistem uji petik dilakukan dengan penentuan jumlah
pengujian secara proporsional sesuai dengan jumlah populasi untuk kemudian diambil pengujian
secara acak. Jumlah pengujian yang diambil sebesar 154 unit rumah dari 16.890 unit rumah rusak.
Lokasi pengujian diambil masing–masing kecamatan yang terdampak.

49
Tingkat kerusakan rumah berdasarkan hasil uji petik terdapat 3 unit rumah rusak berat (2%
dari jumlah pengujian), 151 unit rusak sedang (98% dari jumlah pengujian), dan tidak ditemukan
rumah rusak sedang (0% dari jumlah pengujian). Jenis konstruksi rumah ditemukan 128 rumah
permanen (83% dari jumlah pengujian), 18 rumah semi permanen (12% dari jumlah pengujian),
dan 8 rumah non permanen (5% dari jumlah pengujian). Kerusakan ringan pada rumah jenis
permanen dan semi permanen, kerusakan hanya terjadi pada atap rumah yang tertimbun abu
vulkanik, sedangkan kerusakan berat pada rumah non permanen kerusakan terjadi pada atap,
dinding dan struktur rumah yang terbakar karena tidak dapat menahan panas abu vulkanik. Hasil
verifikasi adalah angka yang akan digunakan sebagai dasar penilaian kerusakan dan kerugian
akibat bencana erupsi Gunung Kelud.

Tabel 3.10.
Kerusakan Sektor Permukiman di Kabupaten Kediri
Kerusakan Satua
No Sektor Lokasi
RB RS RR n
I SEKTOR
I.1 PERMUKIMAN
Sub Sektor 331 16.649
Perumahan Puncu 4.256 Unit
Kepung 3.082 Unit
I.1.1 Rumah Permanen
Ngancar 3.767 Unit
Plosoklate 2.734 Unit
n
Puncu 598 Unit
Kepung 433 Unit
I.1.2 Rumah Semi Permanen
Ngancar 530 Unit
Plosoklate 384 Unit
n
Puncu 118 266 Unit
Kepung 167 193 Unit
I.1.3 Rumah Non Permanen
Ngancar 15 235 Unit
Plosoklate 31 171 Unit
I.2 Sub Sektor Prasling n
Jalan Lingk Psr.
1.2.1 Kepung 3 Km
Karangdinoyo (3 ruas)

2. Kerusakan Sektor Infrastruktur


Erupsi Gunung Kelud membawa hujan abu, pasir dan kerikil yang kemudian disusul lahar
dingin menyebabkan kerusakan di beberapa sub sektor pada sektor infrastruktur diantaranya. Sub
sektor transportasi darat: badan jalan rusak tertutup debu dan pasir, bahu jalan longsor, abudmen
jembatan rusak. Sub sektor energi: Gardu/Trafo rusak/tidak berfungsi, kabel jaringan listrik
putus pada SUTM dan SUTR UB. Sub sektor air dan sanitasi: Intake (broncaptering) tertutup
pasir, pipa transmisi dan jaringan pipa putus, jembatan pipa putus, kantor unit IKK Puncu,

50
rumah kimia IPA Puncu, dan rumah jaga IPA Puncu mengalami kerusakan di bagian atap. Sub
sektor sumber daya air: beberapa bangunan air mengalami sedimentasi dan tidak berfungsi
karena tertutup debu vulkanik.

Tabel 3.11.
Kerusakan Sektor Infrastruktur di Kabupaten Kediri
Kerusakan Satua
No Sektor Lokasi
RB RS RR n
II SEKTOR
II.1 INFRASTRUKTUR
Sub Sektor Transportasi
II.1.1 Darat
Jalan Kabupaten
II.1.1.1 Jalan Inspeksi Gunung Kelud Ngancar 2.000 3.000 M
II.1.1.2 Jalan Sugehwaras - Plosoklaten Ngancar 1.000 3333 M
II.1.1.3 Jalan Asmorobangun - Puncu 2.500 3300
2.500 M
Laharpang 3000
II.1.1.4 Jalan Congklak - Embung Kp. Kepung 1.000 M
3.000
II.1.1.5 Baru Margomulyo - Kelud
Jalan Ngancar 500 M
II.1.2 Jembatan Kabupaten
II.1.2.1 Jembatan Inspeksi Gunung Ngancar 20 M
II.1.2.2 Kelud
Jembatan Desa Siman Kepung 10 M
II.1.2.3 Jembatan Ds. Karang Tengah Kandanga 10 M
II.1.2.4 Jembatan Lama Desa n
Kandanga 8 M
II.1.2.5 Kandangan
Gorong Gorong (Box curvert) n
Ngancar 1 Unit
II.2 Sub Sektor Energi
II.2.1 Kelistrikan
II.2.1.1 SUTM (kabel) Puncu 10 Km
II.2.1.2 Gardu/Trafo Ngancar 2 unit
II.2.1.3 SUTR UB (kabel) Puncu 10 km
II.3 Sub Sektor Air dan Sanitasi
Sistem Penyediaan Air
II.3.1 Minum
II.3.1.1 (SPAM)
Intake (broncaptering) 1 2 Unit
II.3.1.2 Pipa Transmisi GI dan PVC Ø 1.200 M
II.3.1.3 6''
Kantor Unit IKK Puncu Puncu 1
II.3.1.4 Rumah Kimia IPA Puncu 1 Unit
II.3.1.5 Rumah Jaga IPA Puncu 1 Unit
Sistem Penyediaan Air
II.3.2 Minum
II.3.2.1 (SPAM)
Intake (broncaptering) 1 Unit
Kepung
II.3.2.2 Rumah Genset/Panel Ds. 1 Unit
Kebon Rejo
Sistem Penyediaan Air
II.3.3 Minum
II.3.3.1 (SPAM)Pipa PVC Ø 3"
Jaringan 1.500 M
Plosoklate
II.3.3.2 Intake (broncaptering) n 1 Unit
II.3.4 Sistem Penyediaan Air Bersih
II.3.4.1 IKK
Jembatan Pipa GI Ø 6" bentang 25 M
II.3.4.2 25 m
Intake (broncaptering) Ngancar 1 Unit
II.4 Sub Sektor Sumber Daya Air

51
II.4.1 Cekdam Lemurung (Kali Kepung 1 Unit
II.4.2 Konto) Lahar Oro-oro ombo
Kantong Kandanga 1 Unit
II.4.3 (Kali Konto)
Kantong Kr.Tengah
Lahar Badas n
Badas 1 Unit
II.4.4 Bendung Lak Kepung 1 Unit
II.4.5 Bendung Laharpang Puncu 1 Unit
II.4.6 Waduk Siman Kepung 50.00 m³
II.4.7 Intake (broncaptering) Puncu Puncu 10 Unit
II.4.8 Cekdam Lemurung (Kali Kepung 1 Unit
Konto)

3. Kerusakan Sektor Ekonomi


Erupsi Gunung Kelud juga mengakibatkan kerusakandi sektor ekonomi, pada sub sektor
pertanian dan perkebunan lahan dan tanaman semusim dan tananam tahunan rusak tertutup abu
vulkanik menyebabkan ribuan lahan komoditas pertanian dan perkebunan mati, dan alat
pertanian mengalami kerusakan. Sub sektor peternakan dan perikanan terdapat kerusakan kolam
tanah tertutup pasir dan debu vulkanik, kolam terpal dan penutup kolam bahan paranet sobek
terbakar debu panas, ribuan ekor ikan dan benih ikan mati, kerusakan juga terjadi pada atap
kandang sapiserta kerusakan pakan ternak, hewan ternak (sapi perah) mengalami penurunan
produktivitas dikarenakan setres dan kekurangan pasokan pakan.

Tabel 3.12.
Kerusakan Sektor Ekonomi di Kabupaten Kediri
Kerusakan Satua
No Sektor Lokasi
RB RS RR n
III SEKTOR EKONOMI
PRODUKTIF
Sub Sektor Pertanian
III.1 dan Perkebunan

Lahan Pertanian dan


III.1.1
Perkebunan
Kepung,
Kandangan,
Badas,
Kayenkidul,
III.1.1.1 Padi Gurah, 227 Ha
Banyakan,
Kujang,
Purwosari
Kepung,
Puncu,
Ngancar,
Kayenkidul,
III.1.1.2 Jagung 118,25 Ha
Gurah,
Wates,
Kujang,
Plosoklaten

52
Kepung,
III.1.1.3 Cabe Kecil Puncu 834,67 Ha
Kepung,
III.1.1.4 Cabe Besar Ngancar, 234 Ha
Badas
Kepung,
III.1.1.5 Tomat Ngancar, 312,85 Ha
Puncu
III.1.1.6 Nanas Ngancar 544 Ha
III.1.1.7 Bawang Merah Kepung 8 Ha
Kunjang,
III.1.1.8 Terong Purwosari 2
Ha
Puncu,
III.1.1.9 Kacang Panjang Badas, 21 Ha
Kunjang
III.1.1.10 Timun Puncu 5 Ha
III.1.1.11 Ubi Jalar Kandangan 2 Ha
III.1.1.12 Pepaya Puncu 28 Ha
III.1.1.13 Durian Puncu 9 Ha
Puncu,
III.1.1.14 Kopi Kepung 200 Ha

Puncu,
III.1.1.14 Kakau 6 Ha
Kepung
III.1.2 Alat Pertanian
Puncu,
Traktor Roda 2 (Hand Kepung,
III.1.2.1 35
Traktor) Ngancar, Unit
Plosoklaten
Puncu,
Kepung,
III.1.2.2 Cultivator 25
Ngancar, Unit
Plosoklaten
Puncu,
III.1.2.3 Pompa Air Kepung, 6 Unit
Sub Sektor
III.2 Peternakan
III.2.1 dan Perikanan
Kolam
III.2.1.1 Kolam Tanah (1.500 M²) Kandangan 10 Unit
Puncu,
Wates,
Plosoklaten,
Kolam Terpal Ukuran Ngaduluwih 159
III.2.1.2 Ha
6x8 m , Kras,
Ringinrejo,
Kandat,
Kolam Jaring Tancap Pare
Gampengrej 5
III.2.1.3 Ha
(50 M²) o
Badas,
Atap Kolam
Puncu,
III.2.1.4 (Plastik&Paranet) 183 Ha
Kepung,
Ukuran 6x8 m
Gurah

53
III.2.2 Ikan dan Pakan
Badas,
Puncu, 17.264.00
III.2.2.1 Benih Lele (1-5 cm) Kepung, Ekor
0
Pare,
Gurah,
Badas,
Puncu,
III.2.2.2 Induk Lele 1.794 Ekor
Kepung,
Pare,
III.2.2.3 Lele konsumsi Gurah,
Kandangan 115.000 Ekor
Kandangan
III.2.2.4 Bibit Gurame (1-3 cm) Badas, Kras 195.000 Ekor
Kras,
III.2.2.5 Gurame Konsumsi 40.000 Ekor
Ringinrejo
Kandangan,
III.2.2.6 Nila Gampangrej 350.000 Ekor
o
Wates,
III.2.2.7 Benih Koi grade A/B/C 640.000 Ekor
Ngaduluwih
III.2.2.8 Benih Cupang Kras 125.000 Ekor
III.2.2.9 Pakan Benih 25.000 Kg
III.2.2.10 Pakan Konsumsi 43.400 Kg
III.2.3 Kandang dan Pakan
Kepung,
Puncu,
III.2.3.1 Kandang Sapi 300 Unit
Ngancar,
Plosoklaten
Kepung,
Puncu,
III.2.3.2 Kandang Kambing 140 Unit
Ngancar,
Plosoklaten
Kepung,
Puncu,
III.2.3.3 Komplete Feed 40.000 Kg
Ngancar,
Plosoklaten
Puncu,
III.2.3.4 Konsentrat Sapi Perah Ngancar, 30.000 Kg
Plosoklaten
III.2.3.4 Obat Hewan Kepung, 1.300 Kg
III.3 Perdagangan Puncu
III.3.1 Pasar Karangdinoyo Kepung 1 Unit

4. Kerusakan Sektor Sosial


Kerusakan sektor sosial terjadi di sub sektor kesehatan berupa kerusakan atap bangunan
puskesmas, puskesmas pembantu (pustu), peralatan medis, peralatan pendukung dan rumah
dinas kesehatan. Sub sektor pendidikan, terjadi kerusakan pada atap banguan sekolah dari jenjang
PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA beserta alat pendukung pendidikan. Sub
sektor agama, kerusakan terjadi pada atap bangunan sarana ibadah dan bangunan lembaga agama
seperti mushola, masjid, gereja, dan kantor KUA.
54
Tabel 3.13.
Kerusakan Sektor Sosial di Kabupaten Kediri
Kerusakan
No Sektor Lokasi Satuan
RB RS RR
IV SOSIAL
IV.1 Sub Sektor Kesehatan
Puncu,
IV.1.1 Puskesmas Ngancar, 5 Unit
Wates, Gurah
Puncu, Mojo,
IV.1.2 Puskesmas Pembantu (Pustu) Plosoklaten, 6 Unit
Ngancar
IV.1.3 Rumah Dinas Dokter Gurah 1 Unit
IV.2 Sub Sektor Pendidikan
Puncu,
IV.2.1 Gedung PAUD Kepung, 19 Unit
Ngancar, Pare,
Wates
Puncu,
Kepung,
IV.2.2 Gedung TK/RA 40 Unit
Ngancar, Pare,
Ngasem,
Puncu,
Plosoklaten
Kepung,
IV.2.3 Gedung SD/MI Ngancar, Pare, 64 Unit
Ngasem,
Plosoklaten,
Gurah, Kandat,
Puncu,
Ringinrejo
Kepung,
Ngancar, Pare,
IV.2.4 Gedung SMP/MTs Ngasem, 28 Unit
Plosoklaten,
Gurah,
Gampangrejo,
Plemahan,
Ngadiluwih
Puncu,
Kepung,
Wates,
IV.2.5 Gedung SMA/MA 9 Unit
Plosoklaten,
Gurah, Kandat,
Kediri

IV.2.6 Kantor UPTD Pendidikan TK Puncu 1 Unit


IV.3 & SDSektor Agama
Sub
Puncu,
IV.3.1 Mushola Kepung, 163 Unit
Ngancar
Puncu,
IV.3.2 Masjid Kepung, 81 Unit
Ngancar
Kepung,
IV.3.3 Gereja 4 Unit
Ngancar

55
Puncu,
IV.3.4 Gedung KUA Kepung, 3 Unit
Ngancar

5. Kerusakan Lintas Sektor


Kerusakan aset di lintas sektor terdapat di sub sektor pemerintahan diantaranya bangunan
kantor desa, kantor camat, kantor dinkes kab. kediri, kantor Dinas Kesehatan, Bappeda, dan
BKD mengalami kerusakan pada bagian atap. Sub sektor ketertiban dan keamanan kerusakan
terjadi pada atap bangunan kantor Polsek Puncu dan kantor Koramil Puncu.

Tabel 3.15
Kerusakan Lintas Sektor di Kabupaten Kediri
Kerusakan
No Sektor Lokasi Satuan
RB RS RR
V LINTAS SEKTOR
V.1 Sub Sektor Pemerintahan
Puncu,
V.1.1 Kantor Desa Kepung, 6 Unit
Ngancar
Puncu,
V.1.2 Kantor Camat Kepung, 3 Unit
Ngancar,
V.1.3 Kantor Dinkes Kab. Kediri Ngasem
Kandangan 1 Unit
V.1.4 Kantor Bappeda Kab. Kediri Ngasem 1 Unit
V.1.5 Kantor BKD Kab. Kediri Ngasem 1 Unit
Sub Sektor Ketertiban dan
V.2
Keamanan
IV.2.1 Kantor Polsek Puncu Puncu 1 Unit
IV.2.2 Kantor Koramil Puncu Puncu 1 Unit

3.1.3. Kerusakan Akibat Bencana di Kabupaten Malang


Gunung Kelud seperti halnya gunung api lainnya memiliki kesamaan, yakni dibalik
banyaknya manfaat yang dirasakan warga sekitar, namun disisi lain ada ancaman dari aktifitas
yang selalu mengancam kehidupan masyarakat yang tinggal diseputaran gunung Kelud. Namun
demikian, tidak ada satupun warga disekitarnya yang menyatakan Gunung Kelud sebagai sumber
keburukan, karena letusan yang terjadi setidaknya setiap 15 tahun sekali, tidak sebanding dengan
manfaat yang diterima warga sekitarnya, yang dirasakan hampir setiap hari, baik berupa
kesuburan tanah, limpahan air, kesejukan udara, panorama alam, material tambang, dan banyak
manfaat lainnya. Sehingga muncul pendapat bahwa yang tak kalah pentingnya dari pengelolaan
ancaman, adalah pengelolaan sumber daya alamnya, harus lestari, adil dan kedaulatannya berada
di tangan warga sekitar.
Erupsi Kelud tahun 2007 membawa perubahan Kelud dari kawah menjadi kubah,
sehingga dibutuhkan perubahan antisipasi dari masyarakat untuk mengurangi risikonya, karena

56
perubahan karakter ancaman, pasti menyebabkan perubahan risiko yang mungkin ditimbulkan.
Erupsi 2007 telah memberikan pelajaran, bahwa dari refleksi penanggulangan bencana yang
dilakukan, masih banyak ketidak baikan, antara lain :
 hubungan pemerintah dan masyarakat yang belum harmonis dan selaras
 pola manajemen yang diterapkan belum menempatkan masyarakat sebagai subyek
 penanganan yang belum holistic, dan hanya bersifat responsif
Erupsi Kelud yang terjadi pada tanggal 13 Pebruari 2014, telah menyebabkan kerusakan di
kecamatan Ngantang, Kasembon dan Pujon, baik yang bersifat permanen, semi permanen dan
non permanen. Baik yang disebabkan oleh material abu yang terlontar maupun secondary hazard
berupa lahar hujan yang berpotensi merusak permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif,
peternakan, perkebunan, sosial, pendidikan, kesehatan dan sarana pemerintahan
Pada saat tanggap darurat telah banyak yang dilakukan oleh Pemerintah, swasta, dan pihak-
pihak lain dalam rangka penanganan korban bencana erupsi gunung kelud.
Pasca bencana juga telah dilakukan Rehabilitasi dan Rekonstruksi diberbagai sektor, akan
tetapi masih banyak sektor yang masih perlu mendapatkan perhatian dan penanganan lebih
lanjut. Hal ini terkait juga dengan beralihnya ancaman Kelud, dari ancaman primer ke ancaman
skunder, yakni ancaman lahar hujan yang bisa terjadi setiap saat, terutama disaat musim hujan,
sehingga perlu dibuat program kegiatan penanganan pasca erupsi kelud dari berbagai sektor
sesuai dengan kebutuhan masyarakat terdampak.

1. Kerusakan Sektor Permukiman


Erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud mengakibatkan 4.444 unit rumah mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut tersebar di 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Ngantang,
Kecamatan Kasembon dan Kecamatan Pujon.

Tabel 3.16.
Kerusakan Rumah di Kabupaten Malang
Jenis Bangunan Kecamatan Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Rumah 70 - 4.374
Permanen - - 4.001
Ngantang - - 3.750
Kasembon - - 241
Pujon - - 10
Semi Permanen - - 373
Ngantang - - 354
Kasembon - - 19
Non Permanen 70 - -
Ngantang 63 - -
Kasembon 7 - -

57
Dari tabel diatas, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
45/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara, bahwa sebagian
besar rumah mengalami kerusakan ringan dengan jenis rumah permanen dan semi permanen,
tidak ada yang mengalami kerusakan sedang, dan sebagian kecil mengalami kerusakan berat
(rumah non permanen) dikarenakan struktur bangunan tidak mampu menahan beban material
abu dan batu. Kecamatan yang mengalami kerusakan terbesar berada di kecamatan Ngantang
sebanyak 4.167 unit rumah, sedangkan yang mengalami kerusakan paling sedikit berada di
kecamatan Pujon sebanyak 10 unit rumah.

2. Kerusakan Sektor Infrastruktur


Erupsi Kelud juga menyebabkan beberapa ruas jalan mengalami kerusakan akibat terkena
luncuran dan tertimbun material dari Gunung Kelud. Sekalipun dampak lanjutan dari erupsi
Kelud yang menimbulkan banjir lahar dingin juga mengakibatkan beberapa jalan rusak dan
sebagian besar jembatan rusak berat.

Tabel 3.17
Kerusakan Sarana dan Prasarana Jalan dan Jembatan di Kabupaten Malang
Sarana/Prasarana Rusak Satuan
Kecamatan Rusak Berat Rusak Ringan
Sedang
Jalan Poros Desa
(Lapen) Ngantang 1,500 m'

Jalan Poros Desa


(Rabat Beton) Ngantang 2,000 m'

Jembatan Klangon Ngantang 30 m'


Jembatan Sambong Ngantang 8 m'
Jembatan Ngramban Ngantang 8 m'
Jembatan Mbocok Kasembon 6 m'
Jembatan Rekesan Kasembon 6 m'
Jembatan Druju
Kasembon 20 m'
(Sayap Jembatan)

Wilayah lereng Kelud merupakan daerah sumber air bersih maupun sumber air untuk
irigasi bagi masyarakat di Kecamatan Ngantang dan Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.
Bagi masyarakat di Kecamatan Ngantang dan Kecamatan Kasembon banyak yang membangun
jaringan air bersih secara swadaya dengan mengambil air dari mata air yang ada di lereng Kelud.
Hal ini sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan air bersih yang sebagian juga dimanfaatkan
untuk budidaya perikanan dan pertanian.

58
Akibat erupsi dan lahar dingin Kelud, maka banyak jaringan air bersih yang dikelola
masyarakat mengalami kerusakan, tidak hanya instalasi tetapi juga pada sumber airnya. Total
kerusakan pipanisasi air bersih sepanjang 210.650 m tersebar di Kecamatan Ngantang dan
Kasembon dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.18.
Kerusakan Pipa Air Bersih di Kabupaten Malang
Nama Dusun dan Nama Desa Kecamatan Panjang Satuan
Dusun Plumbang Desa Pandansari Ngantang 3,500 m'
Dusun Bales Desa Pandansari Ngantang 4,000 m'
Dusun Sambirejo, Munjung,Wonorejo Ngantang 22,500 m'
Dusun Klangon Desa Pandansari Ngantang 7,000 m'
Dusun Sedawun Desa Pandansari Ngantang 9,000 m'

Dusun Ngramban Desa Baturejo Ngantang 24,000 m'


Dusun Kenteng Desa Ngantru Ngantang 24,000 m'
Dusun Bayanan Ngantang 16,000 m'

Dusun Tepus Ngantang 6,000 m'


Dusun Simo Desa Sidodadi Ngantang 3,000 m'
Dusun Selobrojo Desa Banjarejo Ngantang 9,000 m'
Dusun Laju Desa Banjarejo Ngantang 8,000 m'
Dusun Jeruk, Tokol, Pakan Desa
Purworejo Ngantang 7,200 m'

Dusun Kaweden Desa Mulyorejo Ngantang 800 m'


Dusun Sumbermulyo Desa Mulyorejo Ngantang 7,000 m'

Dusun Ngangar Desa Tulungrejo Ngantang 2,000 m'

Dusun Sayang Desa Tulungrejo Ngantang 2,000 m'

Dusun Jrobon Desa Tulungrejo Ngantang 4,000 m'


Dusun Nganten Desa Tulungrejo Ngantang 7,000 m'
Dusun Watulor Desa Waturejo Ngantang 2,000 m'
Dusun Watukidul Desa Waturejo Ngantang 5,800 m'

Dusun Kasin, Jombok Krajan Desa


Jombok Ngantang 15,300 m'
Dusun Rekesan Desa Pondokagung Kasembon 6,500 m'
Dusun Gobet, Poh Kecik Desa
Pondokagung Kasembon 3,500 m'

59
Nama Dusun dan Nama Desa Kecamatan Panjang Satuan
Dusun Bocok, Sambirejo Desa
Pondokagung Kasembon 2,800 m'
Dusun Bulung Desa Bayem Kasembon 1,250 m'
Dusun Gajahrejo Desa Kasembon Kasembon 6,000 m'

Dusun Pait Utara Desa Pait Kasembon 1,500 m'


Jumlah Total 210,650 m'

Di samping itu sebagian besar Dam tidak dapat berfungsi akibat erupsi dan bajir lahar
dingin Kelud. Tercatat 15 Dam, 2 Dam Pengarah dan 1 Saluran Batang mengalami rusak berat
dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.19.
Kerusakan Dam dan Saluran di Kabupaten Malang
Sarana/Prasarana Kecamatan Jumlah Satuan

Bangunan Pengarah Tokol Ngantang 1 unit


Ngantang ngantang 1 unit
Ngantang ngantang 1 unit
Dam Pengarah Panggung ngantang 1 unit
Saluran Batang ngantang 1 unit
Dam Made Ngantang 1 unit
Dam Bantaran Ngantang 1 unit
Dam Sambong Ngantang 1 unit
Dam Sedawun Ngantang 1 unit
Dam Klangon Ngantang 1 unit
Dam Gunung Ngantang 1 unit
Dam Jombok Ngantang 1 unit
Dam Watulintang Ngantang 1 unit
Dam Darsono Ngantang 1 unit
Dam Ganten Ngantang 1 unit
Dam gagar III Ngantang 1 unit
Dam Jabon Ngantang 1 unit
Dam Wuni Ngantang 1 unit
Dam Ngembul Ngantang 1 unit
Kasembon unit
Ngantang 1

60
3. Kerusakan Sektor Ekonomi Produktif
Erupsi Kelud serta banjir lahar dingin telah melumpuhkan kegiatan ekonomi masyarakat di
sekitar kawasan Gunung Kelud. Material vulkanik yang dikeluarkan telah menghancurkan
sebagian besar lahan pertanian terutama di Kecamatan Ngantang dan Kasembon sebagai daerah
terdampak. Data yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel 3.20.
Kerusakan Tanaman Pertanian di Kabupaten Malang *)
Saran/Prasarana Luas Satuan
Padi 1,395 Ha
Jagung 2,053 Ha
Bawang Merah 185 Ha
Tomat 176 Ha
Cabe Rawit 614 Ha
Cabe Besar 1,087 Ha
Kubis 125 Ha
Wortel 16 Ha
Bw. Daun 214 Ha
Brokoli 59 Ha
Kc. Pnjg 129 Ha
Kentang 23 Ha
Sawi 45 Ha
*) Kerusakan lahan pertanian ini terjadi di Kecamatan Pujon, Ngantang dan Kasembon

Semua mengalami rusak berat yang mengakibatkan petani mengalami kerugian besar
karena gagal panen. Ketebalan abu di Kecamatan Ngantang hingga setinggi 30 cm membuat
kondisi lahan tertutup abu vulkanik dan merusak produksi tanaman padi dan sayur.
Sedangkan pada sub sektor perikanan, seluas 7,7 Ha lahan budidaya ikan tawar mengalami
kerusakan tersebar di wilayah Kecamatan Pujon, Ngantang dan Kasembon dengan perkiraan
kerusakan sebagai berikut :

Tabel 3.21.
Kerusakan Sektor Perikanan di Kabupaten Malang
Sarana / Prasarana Jumlah Satuan
Kolam Terpal (24 m2) 107 Unit
Kolam Terpal 55 Unit
Jaring Sekat (5.000 m2) 3 Unit
Benih Ikan Lele 183,000 Ekor
Benih Ikan Nila 450,000 Ekor

61
Pakan Ikan lele 387 Sak
Pakan Ikan Nila 150 Sak

Selain mata pencaharian sebagai petani padi dan sayur, masyarakat di wilayah Kecamatan
Pujon, Ngantang dan Kasembon juga bermatapencaharian sebagai peternak sapi perah. Material
vulkanik berupa abu dan batu mengakibatkan terganggunya produktivitas ternak sapi perah
sehingga mengalami penurunan produksi susu.

Tabel 3.22.
Kerusakan Sektor Peternakan di Kabupaten Malang
Sarana / Prasarana Jumlah Satuan
Kandang Sapi 798 Unit
Sapi Perah 11 Ekor
Pakan Ternak (Hijauan) 616 Ton
Pakan Ternak (Konsentrat) 90 Ton
Obat Hewan 41,602 Kg

Selain itu kerusakan kandang, kelangkaan pakan ternak berupa hijauan dan konsentrat serta
obat mengakibatkan produksi susu terhenti. Peternak yang selama ini memasok hasil susu
perahnya ke perusahaan Nestle akhirnya terpaksa berhenti karena produksi susu tidak ada.
Hal ini juga berpengaruh pada produksi pada lahan perkebunan terutama durian karena
durian Ngantang dan Kasembon sangat terkenal enak. Buah yang tertutup abu panas
mengakibatkan kerusakan kualitas buah dan rasa. Demikian halnya untuk produksi buah lainnya.

Tabel 3.23.
Kerusakan Sektor Perkebunan di Kabupaten Kediri
Sarana/Prasarana Kecamatan Jumlah Satuan
Kelapa Kasembon 51 phn
Kelapa Ngantang 59 phn
Durian Kasembon 25 phn
Durian Ngantang 1,300 phn
Durian Pujon 6,500 phn
Kopi Kasembon 48 phn
Kopi Ngantang 275 phn
Kopi Pujon 82 phn
Blimbing Kasembon 80 phn
Blimbing Ngantang 105 phn
Blimbing Pujon 74 phn
Mangga Kasembon 1,100 phn
Mangga Ngantang 37,500 phn

62
Mangga Pujon 1,230 phn
Nangka Kasembon 1,888 phn
Nangka Ngantang 1,100 phn
Nangka Pujon 2,950 phn
Kakao Kasembon 39 Ha
Kakao Ngantang 70 Ha
Tebu Kasembon 287 Ha
Jeruk Ngantang 3,000 phn
Jeruk Pujon 1,528 phn
Alpukat Ngantang 1,300 phn
Alpukat Pujon 1,000 phn
Apel Pujon 113 Ha

Kegiatan ekonomi masyarakat berupa transaksi jual beli barang dan jasa yang biasa
dilakukan di pasar selama terjadinya erupsi Gunung Kelud juga terhenti. Kerusakan yang dialami
oleh pasar tradisional lebih terdampak pada Pasar Ngantang karena material vulkanik banyak di
daerah tersebut. Kerusakan dominan pada atap bedak/los pasar, untuk kerusakan barang-barang
dagangan relatif kecil.
Kegiatan pariwisata di Bendungan Selorejo juga lumpuh akibat erupsi Kelud. Bangunan
hotel dan cottage serta kios di sekitar bendungan mengalami rusak berat. Sedianya tempat wisata
ini menjadi Posko pengungsi apabila terjadi erupsi Kelud, di luar dugaan justru tempat ini juga
terkena material vulkanik yang tidak sedikit.

4. Kerusakan Sektor Sosial


Aktivitas masyarakat di sekitar Gunung Kelud terganggu selama terjadinya erupsi dan telah
menghancurkan serta melumpuhkan beberapa fasilitas sosial seperti Puskesmas, Tempat Ibadah,
Sekolah, Gedung pertemuan dan Lembaga Sosial Budaya lainnya. Sejumlah mushola dan masjid
di Kecamatan Ngantang mengalami rusak ringan. Sarana pendidikan di wilayah Kecamatan
Ngantang dan Kasembon juga rusak, sebagian rusak sedang dan sebagian lagi rusak ringan.

Tabel 3.24.
Kerusakan Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Malang
Sarana / Prasarana Jumlah Satuan
Gedung PAUD 3 Unit
Gedung TK/RA 8 Unit
Gedung SD/MI 12 Unit
Gedung SMP/MTs 3 Unit

63
Beberapa polindes di Kecamatan Ngantang dan Kasembon, Puskesmas Ngantang unit
rawat inap, Puskesmas Pembantu di Kecamatan Kasembon, rumah dinas dokter serta klinik
mengalami rusak sedang dan rusak ringan.

Tabel 3.25.
Kerusakan Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Malang
Rusak Rusak Rusak
No. Sarana Kesehatan Lokasi
Berat Sedang Ringan
1. Polindes Sukomulyo Ds. Sukomulyo Pujon 156.52
2. Polindes Pujon Kidul Pujon 206.40
Polindes Dusun Wonorejo Desa
3. Ngantang 86.00
Pandansari
4. Polindes & KSPA Sumberagung Ngantang 240.80
5. Polindes Mulyorejo Ngantang 17.20
6. Polindes Desa Jombok Ngantang 17.20
7. Polindes Ds. Purworejo Ngantang 75.68
8. Polindes Ds. Sidodadi Ngantang 94.60
9. Polindes Ds. Pondokagung Kasembon 165.12
10. Posyandu Ds. Sromo Ds. Banturejo Ngantang 120.40
Puskesmas Ngantang unit rawat inap
11. Ngantang 970.79
(Kaumrejo)
Puskesmas Ngantang unit rawat jalan
12. Ngantang 296.15
(Kaumrejo)
13. Puskesmas Pembantu Ds. Kasembon Kasembon 344.00
14. Kanopi Klinik rawat Jalan Madinah Ngantang 73.96
15. Klinik Rawat Inap Kusuma Husada Ngantang 120.40
16. Rumah Dinas Puskesmas Ngantru Ngantang 154.80
17. Rumah Dinas Dokter Ds. Kaumrejo Ngantang 196.08
18. Rumah Dinas Dokter Ds. Kasembon Kasembon 120.40

Tidak luput pula tempat ibadah, aktivitas beribadah warga pun nyaris tidak ada, karena
kondisi bangunan rusak maupun digunakan sebagai tempat pengungsian. Sejumlah masjid dan
mushola di wilayah Kecamatan Ngantang mengalami rusak ringan. Mushola sejumlah 18, Masjid
sejumlah 13 dan 1 Gereja.

5. Kerusakan Lintas Sektor


Kerusakan yang dialami gedung pemerintah sebagian besar rusak ringan karena dampak
abu dan material vulkanik berupa pasir dan batu. Sejumlah balai desa di Kecamatan Ngantang
rusak ringan, Kantor UPTD Pengairan di Desa Tulungrejo Kecamatan Ngantang dan Kantor
Camat Ngantang rusak sedang.

64
Kerusakan gedung Pemerintah adalah berupa tertutupnya gedung Pemerintah akibat
material vulkanik Gunung Kelud, yang tersebar di 2 (dua) kecamatan.

Tabel 3.26.
Kerusakan Fasilitas Pemerintahan di Kabupaten Malang
Sarana / Prasarana Jumlah Satuan
Balai Dusun 9 unit
Balai Desa 4 unit
Kantor Kecamatan 2 unit
Kantor UPTD Pengairan 1 unit
Rumah Dinas Camat Kasembon 1 unit
Panti PKK Pondokagung 1 unit
Koramil 1 unit

3.2. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana


Pasca erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud mengakibatkan kerusakan pada sektor
permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor di Kabupaten Blitar,
Kediri, dan Malang Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan metode penghitungan kerusakan,
teridentifikasi nilai kerusakan yang ditimbulkan mencapai angka 582.921.750.450. Kabupaten
Kediri merupakan kabupaten yang mengalami kerusakan terbesar dibandingkan Kabupaten Blitar
dan Malang. Nilai kerusakan yang melanda Kabupaten Kediri mencapai 437.020.357.500, dengan
nilai kerusakan terberat di sektor pemukiman yaitu 334.742.699.000, sedangkan lintas sektor
merupakan sektor yang mengalami nilai kerusakan terkecil dengan nilai kerusakan hanya
mencapai 5.351.280.000. Untuk Kabupaten Malang nilai kerusakannya mencapai angka
133.559.652.950. Sektor yang mengalami kerusakan terbesar di Kabupaten Malang adalah sektor
permukiman yang mencapai angka 91.385.116.700, sedangkan lintas sektor merupakan sektor
yang mengalami nilai kerusakan terendah yaitu 1.339.168.550. Dibandingkan Kabupaten Kediri
dan Malang, Kabupaten Blitar merupakan salah satu kabupaten yang mengalami kerusakan
terkecil, nilai kerusakan akibat terjadinya erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud hanya
12.341.740.000 dengan nilai kerusakan terbesar terjadi pada sektor Infrastruktur sebesar
11.064.000.000, sedangkan nilai kerusakan terkecil terjadi pada lintas sektor yang hanya mencapai
angka 16.866.000.
Adanya kerusakan yang melanda Kabupaten Blitar, Kediri, dan Malang akibat terjadinya
erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud berdampak pada kerugian di sektor permukiman,
infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor. Nilai kerugian di tiga kabupaten
tersebut mencapai angka 570.749.486.650. Berdasarkan nilai kerugian tersebut teridentifikasi
bahwa kerugian terbesar melanda Kabupaten Kediri, dengan nilai kerugian yang mencapai

65
374.863.298.000. Kerugian terbesar di Kabupaten Kediri pada sektor ekonomi produktif yang
mencapai 334.742.699.000, hal ini dikarenakan terjadi penurunan produktifitas pada pertanian,
perkebunan, peternakan, dan perikanan. Sedangkan kerugian terkecil melanda lintas sektor yang
hanya 54.600.000. Untuk Kabupaten Malang kerugian akibat terjadinya kerusakan pasca erupsi
dan lahar dingin Gunung Kelud mencapai angka 194.203.198.650. Sektor yang mengalami
kerugian terbesar di Kabupaten Malang adalah sektor ekonomi produktif yang mencapai angka
145.024.349.000, tingginya nilai kerugian disebabkan terjadi penurunan produktifitas pada
pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Selain itu juga terjadi penurunan pendapatan
masyarakat yang disebabkan oleh matinya aktifitas perkenomian dan perdagangan. Kemudian
pasca erupsi dan lahar dinging Gunung Kelud pemerintah Kabupaten Malang juga mengalami
kerugian pada sub sektor pariwisata karena terjadi penutupan tempat wisata selama masa tanggap
darurat. Sektor yang mengalami nilai terendah di Kabupaten Malang adalah lintas sektor yang
hanya mengalami kerugian 6.035.800. Dibandingkan Kabupaten Kediri dan Malang, Kabupaten
Blitar merupakan kabupaten yang mengalami kerugian terkecil, nilai kerugian akibat kerusakan
pada sektor permukiman, infrastruktur, sosial, dan lintas sektor pasca erupsi dan lahar dingin
Gunung Kelud hanya 1.682.990.000 dengan nilai kerugian terbesar terjadi pada sektor
Infrastruktur sebesar 920.250.000, kerugian tersebut dikarenakan pemerintah harus
menyediakan jembatan sementara sebagai sarana transportasi darat, perbaikan sabo dam dan
normalisasi pipanisasi air bersih untuk masyarakat dan wilayah terdampak. Sedangkan nilai
kerugian terkecil terjadi pada lintas sektor yang hanya mencapai angka 400.000.
Mengacu pada nilai kerusakan dan kerugian sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka
teridentifikasi total nilai kerusakan dan kerugian di Kabupaten Blitar, Kediri, dan Malang Provinsi
Jawa Timur mencapai 1.153.671.237.100. Total nilai kerusakan dan kerugian terbesar pasca
erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud melanda sektor ekonomi produktif sebesar
539.400.043.400. Sedangkan nilai kerusakan dan kerugian terkecil melanda lintas sektor yang
hanya mengalami kerusakan dan kerugian 6.768.350.350.

66
Tabel 3.27.
Rekapitulasi Kerusakan dan Kerugian Pascabencana Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Kelud di Provinsi Jawa Timur

Blitar Kediri Malang Provinsi Jawa Timur


Sektor /
No
Sub Sektor
Kerusakan Kerugian Total Kerusakan Kerugian Total Kerusakan Kerugian Total Kerusakan Kerugian Total

1 PERMUKIMAN 847.662.000 97.200.000 944.862.000 334.742.699.000 6.011.787.000 340.754.486.000 91.385.116.700 369.081.900 91.754.198.600 426.975.477.700 6.478.068.900 433.453.546.600
1 Perumahan 847.662.000 97.200.000 944.862.000 333.819.676.000 5.592.360.000 339.412.036.000 91.183.345.900 343.332.000 91.526.677.900 425.850.683.900 6.032.892.000 431.883.575.900
2 Prasarana Lingkungan - - - 923.023.000 419.427.000 1.342.450.000 201.770.800 25.749.900 227.520.700 1.124.793.800 445.176.900 1.569.970.700
2 INFRASTRUKTUR 11.064.000.000 920.250.000 11.984.250.000 28.151.295.000 7.950.963.000 36.102.258.000 19.869.215.000 48.738.584.250 68.607.799.250 59.084.510.000 57.609.797.250 116.694.307.250
1 Transportasi 75.000.000 1.500.000 76.500.000 10.595.000.000 2.580.173.000 13.175.173.000 4.964.600.000 9.874.856.250 14.839.456.250 15.634.600.000 12.456.529.250 28.091.129.250
2 Sumber Daya Air 7.047.000.000 97.500.000 7.144.500.000 14.140.000.000 553.670.000 14.693.670.000 5.010.000.000 38.614.968.000 43.624.968.000 26.197.000.000 39.266.138.000 65.463.138.000
3 Air dan Sanitasi 3.942.000.000 821.250.000 4.763.250.000 966.295.000 2.562.080.000 3.528.375.000 9.894.615.000 248.760.000 10.143.375.000 14.802.910.000 3.632.090.000 18.435.000.000
4 Energi - - - 2.450.000.000 2.255.040.000 4.705.040.000 2.450.000.000 2.255.040.000 4.705.040.000
3 EKONOMI PRODUKTIF - 642.940.000 642.940.000 18.807.466.000 358.660.898.000 377.468.364.000 16.264.390.400 145.024.349.000 161.288.739.400 35.071.856.400 504.328.187.000 539.400.043.400
1 Pertanian dan Perkebunan - 552.940.000 552.940.000 18.337.590.000 353.367.548.000 371.705.138.000 13.875.750.000 139.512.394.000 153.388.144.000 32.213.340.000 493.432.882.000 525.646.222.000
2 Peternakan dan Perikanan - - - 469.876.000 5.293.350.000 5.763.226.000 424.500.000 4.289.715.000 4.714.215.000 894.376.000 9.583.065.000 10.477.441.000
3 Perdagangan - - - 458.304.400 904.600.000 1.362.904.400 458.304.400 904.600.000 1.362.904.400
4 Pariwisata - 90.000.000 90.000.000 1.505.836.000 317.640.000 1.823.476.000 1.505.836.000 407.640.000 1.913.476.000
4 SOSIAL 413.212.000 22.200.000 435.412.000 49.967.617.500 2.185.050.000 52.152.667.500 4.701.762.300 65.147.700 1.345.204.350 55.082.591.800 2.272.397.700 57.354.989.500
1 Kesehatan - - - 1.568.992.500 33.750.000 1.602.742.500 1.387.786.200 47.033.500 1.434.819.700 2.956.778.700 80.783.500 3.037.562.200
2 Pendidikan 342.372.000 17.400.000 359.772.000 10.730.115.000 645.300.000 11.375.415.000 2.797.642.500 15.055.200 2.812.697.700 13.870.129.500 677.755.200 14.547.884.700
3 Agama 70.840.000 4.800.000 75.640.000 37.668.510.000 1.506.000.000 39.174.510.000 516.333.600 3.059.000 519.392.600 38.255.683.600 1.513.859.000 39.769.542.600
5 LINTAS SEKTOR 16.866.000 400.000 17.266.000 5.351.280.000 54.600.000 5.405.880.000 1.339.168.550 6.035.800 1.345.204.350 6.707.314.550 61.035.800 6.768.350.350
1 Pemerintahan 16.866.000 400.000 17.266.000 4.658.280.000 46.200.000 4.704.480.000 1.301.628.300 5.771.800 1.307.400.100 5.976.774.300 52.371.800 6.029.146.100
2 Ketertiban dan Keamanan - - - 693.000.000 8.400.000 701.400.000 37.540.250 264.000 37.804.250 730.540.250 8.664.000 739.204.250

TOTAL 12.341.740.000 1.682.990.000 14.024.730.000 437.020.357.500 374.863.298.000 811.883.655.500 133.559.652.950 194.203.198.650 327.762.851.600 582.921.750.450 570.749.486.650 1.153.671.237.100

67
3.2.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Kabupaten Blitar
Berdasarkan hasil kajian dan penghitungan yang dilakukan oleh BPBD dan SKPD, nilai
kerusakan sebagai dampak erupsi Gunung Kelud mencapai Rp. 12.341.740.000 dan nilai kerugian
mencapai Rp. 1.682.990.000, sehingga total nilai kerusakan dan kerugian mencapai angka Rp.
14.024.730.000. Nilai kerusakan dan kerugian terbesar adalah sector infrastruktur yang mencapai
angka Rp.11.984.250.000, sedangkan nilai kerusakan dan kerugian lintas terendah adalah lintas
sektor yaitu Rp.17.266.000.

Tabel 3.28.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Kabupaten Blitar
Nilai Nilai Kerusakan & Kepemilikan
No Sektor/Subsektor
Kerusakan Kerugian Kerugian Pemerintah Swasta
1 Permukiman 847.662.000 97.200.000 944.862.000 - 944.862.000
1. Perumahan 847.662.000 97.200.000 944.862.000 944.862.000
2. Prasarana
Lingkungan
2 Infrastruktur 11.064.000.000 920.250.000 11.984.250.000 11.984.250.000 -
1. Transportasi 75.000.000 1.500.000 76.500.000 76.500.000
2. Energi
3. Pos dan
Telekomunikasi
4. Air dan Sanitasi 3.942.000.000 821.250.000 4.763.250.000 4.763.250.000
5. Sumber Daya Air 7.047.000.000 97.500.000 7.144.500.000 7.144.500.000
3 Ekonomi Produktif - 642.940.000 642.940.000 90.000.000 552.940.000
1. Pertanian,
Perkebunan dan - 552.940.000 552.940.000 552.940.000
Peternakan
2. Perikanan
3. Perindustrian
4. Perdagangan
5. Pariwisata - 90.000.000 90.000.000 90.000.000
6. Koperasi dan UKM
4Sosial 413.212.000 22.200.000 435.412.000 263.894.000 171.518.000
1. Kesehatan
2. Pendidikan 342.372.000 17.400.000 359.772.000 263.894.000 95.878.000
3. Agama 70.840.000 4.800.000 75.640.000 75.640.000
4. Lembaga Sosial
5 Lintas Sektor 16.866.000 400.000 17.266.000 17.266.000 -
1. Lingkungan Hidup
2. Pemerintahan 16.866.000 400.000 17.266.000 17.266.000
3. Ketertiban dan
Keamanan
4. Keuangan dan
Perbankan
TOTAL 12.341.740.000 1.682.990.000 14.024.730.000 12.355.410.000 1.669.320.000

68
1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Permukiman
Terdapat 405 unit rumah penduduk yang mengalami kerusakan ringan pada bagian atapnya
saja berupa genteng atau asbes. Wilayah yang paling terdampak dan mengalami kerusakan
terbanyak adalah Kecamatan Nglegok yang terdapat permukiman terbanyak di kawasan rawan
bencana (KRB) erupsi Gunung Kelud. Nilai kerusakan mencapai angka Rp. 847.662.000. Nilai
kerusakan dihitung menyesuaikan harga bangunan dan jenis bangunan permeter menurut harga
satuan Kabupaten Blitar. Sedangkan nilai kerugian untuk sektor permukiman mencapai angka
Rp. 97.200.000. Nilai kerugian disebabkan oleh biaya pembersihan puing atau material erupsi
Gunung Kelud. Sehingga total nilai kerusakan dan kerugian sektor permukiman yang diakibatkan
oleh erupsi Gunung Kelud sebesar Rp. 944.862.000.

Tabel 3.29.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Permukiman di Kabupaten Blitar
SEKTOR/SUB NILAI NILAI KERUSAKAN & KEPEMILIKAN
NO
SEKTOR KERUSAKAN KERUGIAN KERUGIAN PEM SWASTA
SEKTOR
I
PERMUKIMAN
I.1 Perumahan 847.662.000 97.200.000 944.862.000 944.862.000
Prasarana
I.2
Lingkungan
Jumlah 847.662.000 97.200.000 944.862.000 - 944.862.000

2. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur


Kerusakan pada sektor infrastruktur yang melanda Kecamatan Gandusari terdiri dari
jembatan, Sabo DAM, dan Jaringan pipa air bersih. Nilai kerusakan untuk infrastruktur sebesar
Rp. 11.064.000.000, kerusakan disebabkan oleh material lahar hujan akibat erupsi Gunung Kelud
yang mengalir melalui sungai Jari di wilayah Kecamatan Gandusari. Sedangkan kerugian
mencapai angka Rp. 920.250.000 akibat hancurnya jembatan dan sabodam mengharuskan
pemerintah untuk membuat jembatan sementara sebagai akses transportasi. Sedangkan putusnya
jaringan pipanisasi air bersih menyebabakan terganggunya ketersedian air bersih untuk
masyarakat, sehingga pemerintah harus mengeluarkan biaya dalam rangka menyediakan air bersih
untuk masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Kelud. Total nilai kerusakan dan kerugian
infrastruktur di Kabupaten Blitar mencapai Rp. 11.984.250.000.

Tabel 3.30.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur di Kabupaten Blitar
SEKTOR/SUB NILAI NILAI KERUSAKAN KEPEMILIKAN
NO
SEKTOR KERUSAKAN KERUGIAN & KERUGIAN PEM SWASTA

69
SEKTOR
II
INFRASTRUKTUR
Sub Sektor
II.1 75.000.000 1.500.000 76.500.000 76.500.000
Transportasi Darat
Sub Sektor Air dan
II.2 3.942.000.000 821.250.000 4.763.250.000 4.763.250.000
Sanitasi
Sub Sektor Sumber
II.3 7.047.000.000 97.500.000 7.144.500.000 7.144.500.000
Daya air
Jumlah 11.064.000.000 920.250.000 11.984.250.000 11.984.250.000 -

3. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Ekonomi Produktif


Erupsi Gunung Kelud berdampak pada pertanian, peternakan, dan pariwisata. Lahan
pertanian, peternakan, dan tempat pariwisata yang terdampak tidak mengalami kerusakan.
Sedangkan nilai kerugian sektor ekonomi produktif yang diakibatkan oleh material erupsi
Gunung Kelud mencapai angka Rp. 642.940.000. Kerugian tersebut dikarenakan terjadi
penurunan produktifitas. Selain itu nilai kerugian juga disebakan oleh terjadinya kematian pada
hewan ternak dan di tutupnya sementara lima tempat wisata yang terdampak erupsi Gunung
Kelud.

Tabel 3.31.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Ekonomi Produktif di Kabupaten Blitar
SEKTOR/SUB NILAI NILAI KERUSAKAN KEPEMILIKAN
NO
SEKTOR KERUSAKAN KERUGIAN & KERUGIAN PEM SWASTA
EKONOMI
III
PRODUKTIF
Pertanian, Perkebunan
III.1 - 552.940.000 552.940.000 552.940.000
dan Peternakan
III.2 Perikanan
III.3 Perindustrian
III.4 Perdagangan
III.5 Pariwisata - 90.000.000 90.000.000 90.000.000
III.6 Koperasi dan UKM
TOTAL - 642.940.000 642.940.000 90.000.000 552.940.000

4. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial


Kerusakan dan kerugian terjadi pada gedung pendidikan dan sarana peribadatan.
Kerusakan pada atap sekolah dan sarana peribadatan mencapai angka Rp. 413.212.000. Besaran
nilai kerusakan pada gedung sekolah dan sarana peribadatan dihitung menyesuaikan harga
bangunan dan jenis bangunan permeter menurut harga satuan Kabupaten Blitar. Sedangkan nilai
kerugian yang diakibatkan oleh material erupsi Gunung Kelud pada sektor sosial mencapai angka
Rp.22.200.000. Munculnya nilai kerugian disebabkan oleh biaya pembersihan puing atau material

70
erupsi Gunung Kelud yang melanda gedung sekolah dan sarana peribadatan. Total nilai
kerusakan dan kerugian sektor sosial mencapai angka Rp. 435.412.000.

Tabel 3.32.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial di Kabupaten Blitar
SEKTOR/SUB NILAI NILAI KERUSAKAN & KEPEMILIKAN
NO
SEKTOR KERUSAKAN KERUGIAN KERUGIAN PEM SWASTA
IV SOSIAL
IV.1 Kesehatan
IV.2 Pendidikan 342.372.000 17.400.000 359.772.000 263.894.000 95.878.000
IV.3 Agama 70.840.000 4.800.000 75.640.000 75.640.000
IV.4 Lembaga Sosial
TOTAL 413.212.000 22.200.000 435.412.000 263.894.000 171.518.000

5. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor


Kerusakan akibat erupsi Gunung Kelud terjadi pada atap Balai Desa Sumberasri
Kecamatan Nglegok dengan nilai kerusakan mencapai angka Rp. 16.866.000 sedangkan nilai
kerugiannya mencapai angka Rp.400.000, kerugian tersebut disebabkan oleh biaya pembersihan
material erupsi Gunung Kelud di Balai Desa Sumberasri.

Tabel 3.33.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor di Kabupaten Blitar
SEKTOR/SUB NILAI NILAI KERUSAKAN KEPEMILIKAN
NO
SEKTOR KERUSAKAN KERUGIAN & KERUGIAN PEM SWASTA
V LINTAS SEKTOR
V.1 Lingkungan Hidup
V.2 Pemerintahan 16.866.000 400.000 17.266.000 17.266.000
Ketertiban dan
V.3
Keamanan
Keuangan dan
V.4
Perbankan
TOTAL 16.866.000 400.000 17.266.000 17.266.000 -

3.2.2. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Kabupaten Kediri


Hasil kajian dampak bencana dengan menggunakan metodelogi penilaian kerusakan dan
kerugian yang dilakukan oleh BNPB dan SKPD terkait di Kabupaten Kediri terhadap sektor-
sektor terdampak diantaranya sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan
lintas sektor diperkirakan nilai kerusakan Rp441.488.207.500,- dan nilai kerugian
Rp343.790.272.500,- dengan total kerusakan dan kerugian sebesar Rp785.278.480.000,-.
Menurut kepemilikannya kerusakan dan kerugian aset milik negara Rp48.608.540.000,- dan aset

71
milik swasta/masyarakat Rp736.669.940.000,-. Nilai kerusakan dan kerugian terbesar ada pada
sektor ekonomi produktif dan permukiman dengan demikian kedua sektor tersebut adalah sektor
yang paling terdampak akibat bencana erupsi Gunung Kelud.

Tabel 3.34.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian di Kabupaten Kediri
KEPEMILIKAN
NILAI NILAI KERUSAKAN
SEKTOR/SUB
NO KERUSAKAN KERUGIAN & KERUGIAN NEGARA SWASTA
SEKTOR
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 PERMUKIMAN 335.342.699.000 6.140.787.000 341.483.486.000 729.000.000 340.754.486.000
3. Perumahan 333.819.676.000 5.592.360.000 339.412.036.000 - 339.412.036.000
4. Prasarana Lingkungan 1.523.023.000 548.427.000 2.071.450.000 729.000.000 1.342.450.000
2 INFRASTRUKTUR 32.562.905.000 9.410.287.500 41.973.192.500 33.739.777.500 8.233.415.000
6. Transportasi 10.595.000.000 2.580.173.000 13.175.173.000 13.175.173.000 -
7. Energi 2.450.000.000 2.255.040.000 4.705.040.000 - 4.705.040.000
8. Air dan Sanitasi 966.295.000 2.562.080.000 3.528.375.000 - 3.528.375.000
9. Sumber Daya Air 18.551.610.000 2.012.994.500 20.564.604.500 20.564.604.500 -
EKONOMI
3 18.857.166.000 325.998.348.000 344.855.514.000 350.000.000 344.505.514.000
PRODUKTIF
7. Pertanian dan
17.832.190.000 309.115.548.000 326.947.738.000 - 326.947.738.000
Perkebunan
8. Peternakan dan
674.976.000 16.672.800.000 17.347.776.000 - 17.347.776.000
Perikanan
9. Perdagangan 350.000.000 210.000.000 560.000.000 350.000.000 210.000.000
4 SOSIAL 49.870.417.500 2.182.050.000 52.052.467.500 8.875.942.500 43.176.525.000
5. Kesehatan 1.471.792.500 30.750.000 1.502.542.500 1.502.542.500
6. Pendidikan 10.730.115.000 645.300.000 11.375.415.000 6.266.400.000 5.109.015.000
7. Agama 37.668.510.000 1.506.000.000 39.174.510.000 1.107.000.000 38.067.510.000
5 LINTAS SEKTOR 4.855.020.000 58.800.000 4.913.820.000 4.913.820.000 -
5. Pemerintahan 4.346.820.000 50.400.000 4.397.220.000 4.397.220.000 -
6. Ketertiban dan
508.200.000 8.400.000 516.600.000 516.600.000 -
Keamanan
TOTAL 441.488.207.500 343.790.272.500 785.278.480.000 48.608.540.000 736.669.940.000

1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Permukiman


Penilaian kerusakan dan kerugian sektor permukiman dilakukan terhadap aset fisik yang
mengalami kerusakan pada perumahan berikut isinya (peralatan dan perlengkapan rumah tangga)
dan prasarana lingkungan serta gangguan aliran akibat kerusakan aset fisik. Hasil penilaian
kerusakan sektor permukiman Rp333.819.676.000,- dan nilai kerugian Rp6.140.787.000,- total
nilai kerusakan dan kerugian sebesar Rp341.483.486.000,-. Menurut kepemilkan kerusakan dan
kerugian aset milik negara Rp729.000.000,- dan aset milik swasta/masyarakat
Rp340.754.486.000,-.

72
Tabel 3.35.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Permukiman di Kabupaten Kediri
KERUSAKAN KEPEMILIKAN
SEKTOR/SUB KERUSAKAN KERUGIAN +
NO. NEGARA SWASTA
SEKTOR (Rp) (Rp) KERUGIAN
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Permukiman
1.1 Perumahan 333.819.676.000 5.592.360.000 339.412.036.000 - 339.412.036.000
1.2 Pras Lingkungan 1.523.023.000 548.427.000 2.071.450.000 729.000.000 1.342.450.000
Jumlah 335.342.699.000 6.140.787.000 341.483.486.000 729.000.000 340.754.486.000

a. Subsektor Perumahan
Nilai kerusakan dihitung berdasarkan jumlah (unit) rumah dikalikan harga satuan
setempatyang disepakati dikalikan tingkat kerusakannya. Nilai kerusakan isi rumah dihitung
berdasarkan jumlah (unit) rumah yang rusak dikalikan harga satuan isi rumah yang disepakati.
Nilai kerugian dihitung berdasarkan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk biaya pembersihan
materialdengan mempertimbangkan jumlah tenaga (orang) yang dibutuhkan, harga upah orang
per (hari) dan jumlah hari yang dibutuhkan. Hasil penilaian kerusakan rumah
Rp333.819.676.000,- nilai kerugian Rp5.592.360.000,- total nilai kerusakan dan kerugian
Rp339.412.036.000,-.

b. Subsektor Prasarana Lingkungan


Nilai kerusakan dan kerugian prasarana lingkungan dihitung diasumsikan7,5% dari nilai
kerusakan rumah dikalikan faktor kepadatan penduduk pada desa/kelurahan/dusun yang terkena
dampak bencana. Bila kepadatan perumahan tinggi, maka prasarana permukiman yang
mengalami kerusakan berbanding linier dengan jumlah rumah rusak. Hasil penilaian kerusakan
Rp1.523.023.000,- nilai kerugian Rp548.427.000,- total nilai kerusakan dan kerugian
Rp2.071.450.000,-.

2. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur


Penilaian kerusakan dan kerugian sektor infrasruktur dilakukan terhadap kerusakan aset
fisik sarana dan prasarana publik di sub sektor transportasi, energi, air bersih dan sanitasi, dan
sumber daya air serta gangguan ekonomi yang ditimbulkannya. Hasil kajian didapatkan nilai
kerusakan Rp32.562.905.000,- dan nilai kerugian sebesar Rp9.410.287.500,- nilai kerusakan dan
kerugian Rp41.973.192.500,-. Menurut kepemilkan kerusakan dan kerugian aset milik negara
Rp33.739.777.500,- dan aset milik swasta/masyarakat Rp8.233.415.000,-. Nilai kerusakan dan
kerugian yang terbesar ada di sub sektor sumber daya air hal ini disebabkan material dan abu

73
vulkanik menutupi bangunan air dan menyebabkan sedimentasi, bencana susulan lahar dingin
menghantam dan menyebabkan kerusakan pada bangunan air.

Tabel 3.36.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur di Kabupaten Kediri
KERUSAKAN KEPEMILIKAN
SEKTOR/SUB KERUSAKAN KERUGIAN +
NO. NEGARA SWASTA
SEKTOR (Rp) (Rp) KERUGIAN
(Rp) (Rp) (Rp)
2 Infrastruktur
2.1 Transportasi 10.595.000.000 2.580.173.000 13.175.173.000 13.175.173.000 -
2.2 Air dan Sanitasi 966.295.000 2.562.080.000 3.528.375.000 - 3.528.375.000
Sumber Daya
2.3 18.551.610.000 2.012.994.500 20.564.604.500 20.564.604.500 -
Air
2.4 Energi 2.450.000.000 2.255.040.000 4.705.040.000 - 4.705.040.000
Jumlah 32.562.905.000 9.410.287.500 41.973.192.500 33.739.777.500 8.233.415.000

a. Subsektor Transportasi
Kerusakan pada sub sektor transportasi diantaranya tiga ruas jalan konstruksi lapisan
penetrasi (lapen) rusak berat, dua ruas jalan konstruksi perkerasan kaku rusak berat, tiga unit
jembatan panjang bentang 10 m rusak berat dan satu unit panjang bentang 8 m rusak sedang.
Nilai kerusakan dihitung berdasarkan aset fisik yang rusak (sesuai tingkat kerusakannya) dikalikan
harga satuan setempat yang disepakati. Nilai kerugian dihitung berdasarkan aliran ekonomi yang
terganggu akibat kerusakan aset fisik. Asumsi yang dibangun dalam penilaian kerugian diataranya
adanya biaya tambahan yang dikeluarkan untuk pembersihan puing terhadap jalan dan jembatan
yang rusak dengan mempertimbangkan harga sewa alat, upah tenaga kerja, dan jumlah hari yang
diperlukan, biaya tambahan bahan bakar yang dikeluarkan akibat kualitas jalan yang buruk dan
rute yang lebih jauh dengan mempertimbangkan lalu lintas harian rata-rata (LHR) masing-masing
jalan, jumlah penambahan bahan bakar, harga bahan bakar, dan jangka waktu pemulihan
diasumsikan selama satu tahun (365 hari).
Hasil penilaian kerusakan di sub sektor transportasi Rp10.595.000.000,- yang terdiri dari
kerusakan jalan dan jembatan Rp10.095.000.000,- dan kerugian yang ditimbulkan sebesar
Rp2.580.173.000,- total kerusakan dan kerugian sebesar Rp13.175.173.000,-.

b. Subsektor Energi
Kerusakan aset fisik pada di sub sektor energi terjadi di bidang kelistrikan diantaranya kabel
SUTM sepanjang 10 km, kabel SUTR UB sepanjang 10 km, dan 2 unit trafo/gardu rusak berat.
Nilai kerusakan dihitung berdasarkan pergantian jumlah aset fisik yang rusakmenurut tingkat

74
kerusakannya dikalikan harga satuan setempat yang disepakati. Nilai kerugian dihitung
berdasarkan; kehilangan pendapatan bagi perusahaan listrik (PLN) selama 15 hari listrik padam
dengan mempertimbangkan tarif rata-rata pemakaian listrik, dan jumlah pelanggan; penambahan
biaya sewa genset selama listrik padam dengan mempertimbangkan harga sewa genset/hari,
jumlah kebutuhan genset.
Hasil penilaian kerusakan sub sektor energi Rp2.450.000.000,- dan nilai kerugian yang
ditimbulkan Rp2.255.040.000,- sehingga nilai kerusakan dan kerugian diperkirakan sebesar
Rp4.705.040.000,-.

c. Subsektor Air dan Sanitasi


Aset fisik yang mengalami kerusakan di sub sektor air dan sanitasi adalah empat unit sistem
penyediaan air minum (SPAM) yang terdiri dari intake (broncaptering),pipa transmisi GI dan PVC
Ø 6'', genset, jembatan pipa GI Ø 6" kerusakan tersebar di empat induk kecamatan (IKK)
Puncu, Ngancar, Kepung, dan Plosoklaten. Penilaian kerusakan dihitung berdasarkan harga
pergantian jumlah aset yang rusak (menurut tingkat kerusakan) dikalikan harga satuan setempat
yang disepakati. Penilian kerugian dihitung berdasarkan; kehilangan pendapatan bagi perusahaan
air minum (PDAM) selama masa pemulihan dikalikan jumlah pelanggan dan tarif pembayaran
per bulan, penambahan biaya untuk pemenuhan kebutuhan air bersih selama masa pemulihan
dikalikan jumlah kebutuhan air (tangki/hari) dan harga air/tangki, masa pemulihan diasumsikan
dua bulan.
Hasil penilaian kerusakan sub sektor air dan sanitasi Rp966.295.000,-dan nilai kerugian
yang ditimbulkan Rp2.562.080.000,- sehingga total dampak bencana diperkirakan sebesar
Rp3.528.375.000,-.

d. Subsektor Sumber Daya Air


Penilaian kerusakan dan kerugian dilakukan terhadap kerusakan aset fisik tiga unit cekdam,
kantong lahar, waduk, bendung, dan Intake (broncaptering). Penilaian kerusakan dihitung
berdasarkan harga pergantian jumlah aset fisisk yang rusak (menurut tingkat kerusakannya)
dikalikan harga satuan setempat yang disepakati.
Penilaian kerugian dihitung berdasarkan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk;
pembersihan material dengan mempertimbangkan jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja, harga
sewa alat, dan waktu yang dibutuh yang dibutuhkan diasumsikan selama dua bulan; kehilangan
pendapatan retribusi irigasi selama satu tahun.

75
Hasil penilaian kerusakan sub sektor sumber daya air Rp18.551.610.000,- dan nilai kerugian
yang ditimbulkan Rp2.012.994.500,- sehingga total dampak bencana diperkirakan sebesar
Rp20.564.604.500,-.

3. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Ekonomi


Penilaian kerusakan dan kerugian sektor ekonomi dilakukan terhadap kerusakan aset fisik
di sub sektor pertanian dan perkebunan, peternakan dan perikanan. serta gangguan ekonomi
yang ditimbulkannya. Hasil kajian didapatkan nilai kerusakan Rp18.857.166.000,- dan kerugian
sebesar Rp325.998.348.000,- sehingga nilai kerusakan dan kerugian Rp344.855.514.000,-.
Menurut kepemilikannya kerusakan dan kerugian aset negara sebesar Rp350.000.000,- dan aset
milik swasta sebesar Rp344.505.514.000,-. Dampak terbesar terdapat di sub sektor pertanian dan
perkebunan, dikarenakan ribuan hektar lahan pertanian dan perkebunan rusak tertimbun material
dan abu vulkanik, tanaman mati menjelang masa panen menyebabkan petani mengalami kerugian
yang relatif besar akibat gagal panen.

Tabel 3.37.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Ekonomi di Kabupaten Kediri
KERUSAKAN KEPEMILIKAN
KERUSAKA
SEKTOR/S KERUGIAN +
NO. N NEGARA SWASTA
UB SEKTOR (Rp) KERUGIAN
(Rp) (Rp) (Rp)
(Rp)
3 Ekonomi
Pertanian &
3.1 17.832.190.000 309.115.548.000 326.947.738.000 - 326.947.738.000
Perkebunan
Perikanan &
3.2 674.976.000 16.672.800.000 17.347.776.000 - 17.347.776.000
Peternakan
3.3. Perdagangan 350.000.000 210.000.000 560.000.000 350.000.000 210.000.000
Jumlah 18.857.166.000 325.998.348.000 344.855.514.000 350.000.000 344.505.514.000

a. Subsektor Pertanian dan Perkebunan


Penilaian kerusakan dilakukan terhadap jumlah lahan tanaman musiman (padi, jagung,
cabai, tomat, dll) yang rusak dan mati karena tertutup pasir dan tebu vulkanik, nilai kerusakan
dihitung menurut harga pergantian investasi untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan
dengan mempertimbangkan jumlah luas lahan yang rusak dan biaya pembukaan lahan per ha.
Kerusakan lahan dan tanaman semusim menyebabkan kegagalan panen, penilaian kerugian
dihitung berdasarkan nilai produksi yang hilang atau tidak tercapai dari masing-masing komoditas
tanaman semusim, adapun untuk tanaman tahunan (kopi, durian, cengkeh, dll) walaupun tidak
ditemukan kerusakan pada lahan dan tanaman tidak mati namun poatensi panennya terganggu.

76
Saat terjadi bencana tanaman semusim sedang memasuki masa panen sehingga nilai dikerugian
adalah seluruh hasil panen yang hilang, untuk tanaman tahunan kerugian dihitung berdasarkan
penurunan produksi panen.
Hasil kajian penilaian kerusakan sub sektor pertanian dan perkebunan sebesar
Rp17.832.190.000,- nilai kerugian sebesar Rp309.115.548.000,- nilai kerusakan dan kerugian
sebesar Rp326.947.738.000,-.

b. Subsektor Perikanan dan Peternakan


Penilaian kerusakan dilakukan terhadap aset yang rusak, seperti kolam ikan, kandang sapi,
kambing, dan pakan hewan ternak. Nilai kerusakan dihitung berdasarkan jumlah aset yang rusak
(menurut tingkat kerusakan) dikalikan harga satuan yang disepakati. Nilai kerugian bidang
perikanan dihitung berdasarkan kehilangan pendapatan dengan mempertimbangkan harga jual
dari benih dan ikan yang mati, nilai kerugian bidang peternakan dihitung karena kehilangan
pendapatan akibat penurunan produktifitas sapi perah yang setres akibat bencana.
Hasil kajian penilaian kerusakan bidang perikanan dan peternakan sebesar Rp674.976.000,-
dengan nilai kerugian Rp16.672.800.000,- nilai kerusakan dan kerugian sebesar
Rp17.347.776.000,-.

c. Subsektor Perdagangan
Nilai kerusakan satu unit pasar dihitung berdasarkan tingkat kerusakan dikalikan harga
satuan yang disepakati. Nilai kerugian dihitung berdasarkan kehilangan pendapatan retribusi
pasar, parkir, dan pembersihan puing. Hasil kajian penilaian kerusakansebesar Rp350.000.000,-
dengan nilai kerugian Rp210.000.000,- nilai kerusakan dan kerugian sebesar Rp560.000.000,-.

4. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial


Penilaian kerusakan dan kerugian dilakukan pada aset fisik yang mengalami kerusakan di
sub sektor kesehatan, sub sektor pendidikan, dan sub sektor agama, serta aliran ekonomi yang
terganggu akibat kerusakan. Hasil kajian penilaian kerusakan di sektor sosial Rp49.870.417.500 ,-
dan nilai kerugian Rp2.182.050.000,- nilai kerusakan dan kerugian Rp52.052.467.500,- kerusakan
dan kerugian aset milik negara sebesar Rp8.875.942.500,- milik swasta Rp 43.176.525.000,-.
Kerusakan dan kerugian terbesar ada pada sub sektor agama, hal ini disebabkan banyaknya
sarana ibadah masyarkat yang mengalami kerusakan pada bagian atap akibat tertimbun abu
vulkanik.

77
Tabel 3.38.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial di Kabupaten Kediri
KERUSAKA KEPEMILIKAN
SEKTOR/SUB KERUSAKAN KERUGIAN N +
NO. NEGARA SWASTA
SEKTOR (Rp) (Rp) KERUGIAN
(Rp) (Rp)
(Rp)
4 Sosial
4.1 Kesehatan 1.471.792.500 30.750.000 1.502.542.500 1.502.542.500 -
4.2 Pendidikan 10.730.115.000 645.300.000 11.375.415.000 6.266.400.000 5.109.015.000
4.3 Agama 37.668.510.000 1.506.000.000 39.174.510.000 1.107.000.000 38.067.510.000
Jumlah 49.870.417.500 2.182.050.000 52.052.467.500 8.875.942.500 43.176.525.000

a. Subsektor Kesehatan
Penilaian kerusakan dilakukan terhadap kerusakan aset bangunan puskesmas dan pustu
beserta alat-alat medis dan perlengkapan pendukung, nilai kerusakan dihitung berdasarkan jumlah
aset yang rusak (menurut tingkat kerusakannya) dikalikan harga satuan setempat yang disepakati.
Nilai kerugian dihitung bersarkan adanya; penambahan biaya untuk pembersihan puing dan abu
vulkanik dengan mempertimbangkan jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja per hari, dan waktu
yang diperlukan; kehilangan retribusi pelayanan kesehatan yang terhenti selama masa pemulihan.
Hasil kajian penilaian kerusakan sub sektor kesehatan sebesar Rp1.471.792.500,- dengan
nilai kerugian Rp30.750.000,- nilai kerusakan dan kerugian sebesar Rp1.502.542.500,-.

b. Subsektor Pendidikan
Penilaian kerusakan dilakukan terhadap kerusakan aset bangunan sarana pendidikan mulai
jenjang PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA beserta alat-alat pendukung pendidikan,
nilai kerusakan dihitung berdasarkan jumlah aset yang rusak (menurut tingkat kerusakannya)
dikalikan harga satuan setempat yang disepakati. Nilai kerugian dihitung bersarkan adanya
penambahan biaya untuk pembersihan puing dan abu vulkanik dengan mempertimbangkan
jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja per hari, dan waktu yang diperlukan.
Hasil kajian penilaian kerusakan sub sektor pendidikan sebesar Rp10.730.115.000,- dengan
nilai kerugian Rp645.300.000,- nilai kerusakan dan kerugian sebesar Rp11.375.415.000,-.

c. Subsektor Agama
Penilaian kerusakan dilakukan terhadap kerusakan aset bangunan sarana ibadah (mushola,
masjid, gereja) beserta alat-alat pendukung peribadatan, gedung lembaga agama. Nilai kerusakan
dihitung berdasarkan jumlah aset yang rusak (menurut tingkat kerusakannya) dikalikan harga
satuan setempat yang disepakati. Nilai kerugian dihitung bersarkan adanya penambahan biaya
78
untuk pembersihan puing dan abu vulkanik dengan mempertimbangkan jumlah tenaga kerja,
upah tenaga kerja per hari, dan waktu yang diperlukan.
Hasil kajian penilaian kerusakan sub sektor agama sebesar Rp37.668.510.000,- dengan nilai
kerugian Rp1.506.000.000,- nilai kerusakan dan kerugian sebesar Rp39.174.510.000,-.

5. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor


Penilaian kerusakan dan kerugian dilakukan pada aset fisik yang mengalami kerusakan di
sub sektor pemerintahan dan sub sektor keamanan/ketertiban, serta aliran ekonomi yang
terganggu akibat kerusakan. Hasil kajian penilaian kerusakan di sektor sosial Rp4.855.020.000,-
dan nilai kerugian Rp58.800.000,- nilai kerusakan dan kerugian Rp4.913.820.000,- kerusakan dan
kerugian aset sepenuhnya milik negara. Kerusakan dan kerugian paling besar terdapat pada sub
sektor pemerintahan dikarenakan jumlah bangunan kantor pemerintahan yang rusak lebih
dominan dari kantor Polsek dan Koramil.

Tabel 3.39.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor di Kabupaten Kediri
KERUSAKAN KEPEMILIKAN
SEKTOR/SUB KERUSAKAN KERUGIAN +
NO. NEGARA SWASTA
SEKTOR (Rp) (Rp) KERUGIAN
(Rp) (Rp)
(Rp)
5 Lintas Sektor
5.1 Pemerintahan 4.346.820.000 50.400.000 4.397.220.000 4.397.220.000 -
Ketertiban dan
5.2 Keamanan 508.200.000 8.400.000 516.600.000 516.600.000 -
(TNI/POLRI)
Jumlah 4.855.020.000 58.800.000 4.913.820.000 4.913.820.000 -

a. Subsektor Pemerintahan
Penilaian kerusakan dilakukan terhadap kerusakan aset bangunan gedung pemerintahan
(kantor desa, kantor kecamatan, kantor dinas kesehatan, Bappeda, dan BKD) beserta alat-alat
kantor. Nilai kerusakan dihitung berdasarkan jumlah aset yang rusak (menurut tingkat
kerusakannya) dikalikan harga satuan setempat yang disepakati. Nilai kerugian dihitung
berdasarkan adanya penambahan biaya untuk pembersihan puing dan sisa abu vulkanik dengan
mempertimbangkan jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja per hari, dan waktu yang diperlukan.
Hasil kajian penilaian kerusakan sub sektor pemerintahan sebesar Rp4.346.820.000,- dengan nilai
kerugian Rp50.400.000,- nilai kerusakan dan kerugian sebesar Rp4.397.220.000,-.

79
b. Subsektor Ketertiban dan Keamanan
Penilaian kerusakan dilakukan terhadap kerusakan bangunan gedung Polsek Puncu dan
Koramil Puncu beserta alat-alat kantor. Nilai kerusakan dihitung berdasarkan jumlah aset yang
rusak (menurut tingkat kerusakannya) dikalikan harga satuan setempat yang disepakati. Nilai
kerugian dihitung bersarkan adanya penambahan biaya untuk pembersihan puing dan abu
vulkanik dengan mempertimbangkan jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja per hari, dan waktu
yang diperlukan. Hasil kajian penilaian kerusakan sub sektor ketertiban dan keamanan sebesar
Rp508.200.000,- dengan nilai kerugian Rp8.400.000,- nilai kerusakan dan kerugian sebesar
Rp516.600.000,-.

3.2.3. Penilaian Kerusakan dan Kerugian di Kabupaten Malang


Nilai kerusakan dan kerugian pascabencana erupsi dan lahar hujan di kabupaten Malang
mencapai Rp. 327,76 Milyar yang terdiri dari kerusakan sebesar 133,55 Milyar dan kerugian Rp.
194,20 Milyar. Dari total dampak tersebut yang merupakan kepemilikan pemerintah sebesar Rp.
18,90 Milyar sedangkan kepemilikan swasta/masyarakat sebesar Rp. 308,85 Milyar.

Tabel 3.40.
Rekapitulasi Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Kabupaten Malang
Kerusakan Kepemilikan
SEKTOR/ Nilai Kerusakan Nilai Kerugian &
NO Kerugian Pemerintah Swasta
SUBSEKTOR
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 PERMUKIMAN 91.385.116.700 369.081.900 91.754.198.600 - 91.754.198.600
1 Perumahan 91.183.345.900 343.332.000 91.526.677.900 - 91.526.677.900
2 Prasarana Lingkungan 201.770.800 25.749.900 227.520.700 - 227.520.700

2 INFRASTRUKTUR 19.869.215.000 48.738.584.250 68.607.799.250 13.459.044.250 55.148.755.000


1 Transportasi 4.964.600.000 9.874.856.250 14.839.456.250 7.839.456.250 7.000.000.000
2 Sumber Daya Air 5.010.000.000 38.614.968.000 43.624.968.000 5.619.588.000 38.005.380.000
3 Air dan Sanitasi 9.894.615.000 248.760.000 10.143.375.000 - 10.143.375.000

3 EKONOMI 16.264.390.400 145.024.349.000 161.288.739.400 466.904.400 160.821.835.000


1 Pertanian, Perkebunan & 14.116.650.000 142.387.054.000 156.503.704.000 - 156.503.704.000
Peternakan
2 Perdagangan 458.304.400 904.600.000 1.362.904.400 466.904.400 896.000.000
3 Perikanan 183.600.000 1.415.055.000 1.598.655.000 - 1.598.655.000
4 Pariwisata 1.505.836.000 317.640.000 1.823.476.000 - 1.823.476.000

4 SOSIAL 4.701.762.300 65.147.700 4.766.910.000 3.635.796.200 1.131.113.800


1 Kesehatan 1.387.786.200 47.033.500 1.434.819.700 1.362.230.300 72.589.400
2 Pendidikan 2.797.642.500 15.055.200 2.812.697.700 2.273.565.900 539.131.800
3 Agama 516.333.600 3.059.000 519.392.600 - 519.392.600

5 LINTAS SEKTOR 1.339.168.550 6.035.800 1.345.204.350 1.345.204.350 -


1 Pemerintahan 1.301.628.300 5.771.800 1.307.400.100 1.307.400.100 -
2 TNI/Polri 37.540.250 264.000 37.804.250 37.804.250 -

TOTAL 133.559.652.950 194.203.198.650 327.762.851.600 18.906.949.200 308.855.902.400

80
1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Permukiman
Erupsi dan lahar hujan gunung kelud pada sektor permukiman menimbulkan kerusakan
sebesar Rp. 91,38 Milyar dan kerugian mencapai Rp. 369 juta sehingga total kerusakan dan
kerugian mencapai 91,75 Milyar. Angka tersebut terdiri dari sub sektor perumahan dan sub
sektor prasarana lingkungan.

Tabel 3.41.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Permukiman di Kabupaten Malang
Kerusakan Kepemilikan
SEKTOR/ Nilai Kerusakan Nilai Kerugian &
NO Kerugian Pemerintah Swasta
SUBSEKTOR
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 PERMUKIMAN 91.385.116.700 369.081.900 91.754.198.600 - 91.754.198.600
1 Perumahan 91.183.345.900 343.332.000 91.526.677.900 - 91.526.677.900
2 Prasarana Lingkungan 201.770.800 25.749.900 227.520.700 - 227.520.700

Selain kerusakan bangunan terdapat kerusakan isi rumah yang berupa mebelair dan
peralatan lainnya. Untuk kerugian yang ditimbulkan pada sub sektor perumahan adalah timbulnya
biaya untuk pembersihan puing material bangunan dengan asumsi pembersihan dilakukan oleh
tenaga manusia, biaya upah setempat serta lama waktu pembersihan yang dilakukan. Erupsi dan
lahar dingin gunung Kelud juga mengakibatkan kerusakan dan kerugian pada sub sektor
prasarana lingkungan yakni drainase dan jalan lingkungan serta fasilitas pendukung perrmukiman
lainnya. Kerusakan dan kerugian pada sub sektor prasarana lingkunagn ini hanya terjadi di 2 (dua)
kecamatan yakni kecamatan Ngantang dan kecamatan Kasembon. Kerusakan dan kerugian pada
sektor permukiman secara keseluruhan berasa pada pihak swasta atau masyarakat.

2. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur


Erupsi dan lahar hujan Gunung Kelud pada sektor infrastruktur menimbulkan kerusakan
sebesar Rp. 19,86 Milyar dan kerugian mencapai Rp. 48,73 Milyar sehingga total kerusakan dan
kerugian mencapai Rp. 68,60 Milyar. Angka tersebut terdiri dari sub sektor transportasi, sub
sektor sumber daya air dan sub sektor air dan sanitasi.

81
Tabel 3.42.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur di Kabupaten Malang
Kerusakan Kepemilikan
SEKTOR/ Nilai Kerusakan Nilai Kerugian &
Kerugian Pemerintah Swasta
SUBSEKTOR
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
INFRASTRUKTUR 19.869.215.000 48.738.584.250 68.607.799.250 13.459.044.250 55.148.755.000
1 Transportasi 4.964.600.000 9.874.856.250 14.839.456.250 7.839.456.250 7.000.000.000
2 Sumber Daya Air 5.010.000.000 38.614.968.000 43.624.968.000 5.619.588.000 38.005.380.000
3 Air dan Sanitasi 9.894.615.000 248.760.000 10.143.375.000 - 10.143.375.000

Berdasarkan tabel diatas, sub sektor sumber daya air mengalami dampak terbesar
dibandingkan dengan sub sektor lainnya. Kerusakan yang terjadi pada sub sektor sumber daya air
berupa rusaknya beberapa DAM yang berimbas pada kerusakan dan kerugian pada sektor lainnya
terutama pada lahan pertanian dan perkebunan. Nilai kerusakan pada sub sektor sumber daya air
sebesar Rp. 5,01 Milyar sedangkan kerugiannya sebesar 38,61 Milyar sehingga total kerusakan dan
kerugiannya mencapai 43,62 Milyar. Nilai kerugian pada sub sektor sumber daya air ini berasar
dari dampak tidak langsung berupa penurunan produksi padi, pembersihan bongkahan material
dan retribusi air untuk pertanian dan perkebunan. Jika dilihat dari segi kepemilikan aset
terdampak maka bangunan DAM dan retribusi air merupakan milik pemerintah daerah sebesar
5,61 Milyar sedangkan kerugian pertanian padi senilai 38 Milyar merupakan milik
swasta/masyarakat.
Sub sektor transportasi mengalami dampak sebesar Rp. 14,83 Milyar yang terdiri dari
kerusakan Rp. 4,96 Milyar dan kerugian Rp. 9,87 Milyar. Kerusakan yang terjadi pada sub sektor
transportasi berupa 2 jalan poros desa yang berada di kecamatan Ngantang serta 6 jembatan yang
tersebar di kecamatan Ngantang sebanyak 3 unit dan kecamatan Kasembon 3 unit. Kerugian
yang ditimbulkan pada sub sektor transportasi berupa biaya pembersihan bongkahan jembatan,
penambahan biaya transportasi akibat perubahan rute yang lebih panjang serta biaya yang
ditimbulkan akibat penundaan pesawat di bandara Abdulrahman Saleh Malang. Apabila dilihat
dari aset kepemilikan yang mengalami kerusakan maka aset jalan dan jembatan tersebut adalah
milik pemerintah sebesar Rp. 7,83 Milyar sedangkan aset berupa bandara adalah kepemilikan
swasta senilai Rp. 7 Milyar.
Sub sektor air dan sanitasi mengalami kerusakan sebesar Rp. 9,89 Milyar dimana gempa
tremor saat terjadinya letusan erupsi gunung kelud mengakibatkan jaringan pipa primer dan
sekunder banyak yang mengalami kerusakan. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan pada sub

82
sektor air dan sanitasi berupa biaya tambahan yang dikeluarkan distribusi air bersih di 2
kecamatan yakni kecamatan Ngantang dan kecamatan Kasembon selama 6 hari sebesar Rp. 248
Juta. Dengan demikian total kerusakan dan kerugian pada sub sektor air dan sanitasi sebesar Rp.
10,14 Milyar dengan status kepemilikan swasta.

3. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Ekonomi Produktif


Berdasarkan data per tanggal 27 April 2014 dengan menggunakan metode penilaian
kerusakan dan kerugian erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud pada sektor ekonomi produktif
menimbulkan kerusakan sebesar Rp. 16,45 Milyar dan kerugian mencapai Rp. 144,83 Milyar
sehingga total kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 161,28 Milyar, angka tersebut merupakan
akumulasi kerusakan dan kerugian dari sub sektor pertanian, perkebunan dan peternakan, sub
sektor perdagangan, sub sektor perdagangan, sub sektor perikanan dan sub sektor pariwisata.

Tabel 3.43.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Ekonomi Produktif di Kabupaten Malang
Kerusakan Kepemilikan
SEKTOR/ Nilai Kerusakan Nilai Kerugian &
NO Kerugian Pemerintah Swasta
SUBSEKTOR
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
3 EKONOMI 16.264.390.400 145.024.349.000 161.288.739.400 466.904.400 160.821.835.000
1 Pertanian & Perkebunan 13.875.750.000 139.512.394.000 153.388.144.000 - 153.388.144.000
2 Peternakan 240.900.000 2.874.660.000 3.115.560.000 - 3.115.560.000
3 Perdagangan 458.304.400 904.600.000 1.362.904.400 466.904.400 896.000.000
4 Perikanan 183.600.000 1.415.055.000 1.598.655.000 - 1.598.655.000
5 Pariwisata 1.505.836.000 317.640.000 1.823.476.000 - 1.823.476.000

Berdasarkan tabel diatas, sub sektor pertanian dan perkebunan mengalami dampak yang
sangat besar dibandingkan dengan sub sektor lainnya. Kerusakan yang terjadi pada sub sektor
pertanian, perkebunan dan peternakan berupa rusaknya lahan pertanian akibat tertutup abu
vulkanik dan material batu pasca erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud. Lahan tanaman yang
mengalami kerusakan berupa tanaman musiman (padi, jagung bawang tomat, cabe, kubis, wortel,
bawang daun, brokoli, kacang panjang, kentang dan sawi) serta tanaman tahunan (kelapa, kopi,
kakao, durian, belimbing, mangga, nangka, tebu, jeruk apukat dan apel). Lahan tanaman yang
mengalami kerusakan ini tersebar di 3 (tiga) kecamatan yakni kecamatan Ngantang, Kecamatan
Kasembon dan Kecamatan Pujon. Kerusakan yang ditimbulkan pada sektor pertanian dan
perkebunan Rp.13,87 Milyar adapun kerugiannya sebesar Rp. 139,51 Milyar berupa proyeksi

83
pendapatan yang hilang dan biaya operasional yang meningkat dari komoditas pertanian yang
meliputi pertanian holtikultura, pertanian pangan, dan perkebunan.
Sektor peternakan terdapat kerusaan pada beberapa kandang ternak senilai Rp. 240 Juta
adapun keruguiannya sebesar 2,87 Milyar berupa turunnya hasil produksi susu sapi dan biaya
tambahan untuk pemulihan produksi sapi ke kondisi semula dengan tambahan pakan ternak.
Kerusakan yang terdapat pada sub sektor perdagangan berupa prasarana perdagangan
berupa pasar yang berada di kecamatan Ngantang mencapai Rp. 458 juta. Kerusakan prasarana
tersebut berupa kantor pasar, toko,bedak dan los, serta kerusakan lain berupa isi/aset prasarana
tersebut. Adapun kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp. 904 Juta berupa selisih pendataan
yang diterima selama 16 hari. Dengan demikian total kerusakan dan kerugian pada sub sektor
perdagangan sebesar Rp. 1,36 Milyar dengan status kepemilikan aset pemerintah sebesar Rp. 466
Juta berupa bangunan prasarana dan aset swasta/masyarakat sebesar Rp. 896 Juta.
Kerusakan yang terdapat pada sub sektor perikanan berupa kerusakan terpal dan jaring
sekat pada lahan budidaya untuk pembesaran ikan lele dan ikan nila. Kerusakan terpal dan jaring
sekat disebabkan karena material abu dan batu yang cukup banyak dan masih terasa panas
sehingga merusak terpal plastik dan benang nilon pada jaring sekat. Nilai kerusakan yang
ditimbulkan mencapai 183 Juta. Adapun kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp. 1,41 Milyar
yakni berupa benih ikan lele dan ikan nila yang mati serta proyeksi panen selama 3 bulan. Dengan
demikian total kerusakan dan kerugian pada sub sektor perikanan sebesar Rp. 1,59 Milyar dengan
status kepemilikan aset semuanya milik swasta/masyarakat.
Kerusakan yang terdapat pada sub sektor pariwisata berupa kerusakan bangunan
penginapan serta prasarana pendukung tempat wisata (kios dan MCK) yang mencapai Rp. 1,50
Milyar. Adapun kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp. 317 Juta berupa turunnya pendapatan
penginapan, biaya pembersihan puing serta berkurangnya pendapatan retribusi selama 16 hari.
Dengan demikian total kerusakan dan kerugian pada sub sektor pariwisata sebesar Rp. 1,82
Milyar dengan status kepemilikan aset semuanya milik swasta/masyarakat.

4. Sektor Sosial
Berdasarkan data per tanggal 27 April 2014 dengan menggunakan metode penilaian
kerusakan dan kerugian erupsi dan lahar dingin gunung kelud pada sektor sosial menimbulkan
kerusakan sebesar Rp. 4,70 Milyar dan kerugian mencapai Rp. 65 juta sehingga total kerusakan
dan kerugian mencapai 4,76 Milyar. Angka tersebut terdiri dari sub sektor perumahan dan sub
sektor prasarana lingkungan.

84
Tabel 3.44.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial di Kabupaten Malang
Kerusakan Kepemilikan
SEKTOR/ Nilai Kerusakan Nilai Kerugian &
NO Kerugian Pemerintah Swasta
SUBSEKTOR
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
4 SOSIAL 4.701.762.300 65.147.700 4.766.910.000 3.635.796.200 1.131.113.800
1 Kesehatan 1.387.786.200 47.033.500 1.434.819.700 1.362.230.300 72.589.400
2 Pendidikan 2.797.642.500 15.055.200 2.812.697.700 2.273.565.900 539.131.800
3 Agama 516.333.600 3.059.000 519.392.600 - 519.392.600

Berdasarkan tabel diatas, sub sektor pendidikan mengalami dampak yang lebih besar
dibandingkan dengan sub sektor kesehatan dan keagamaan. Kerusakan yang terjadi pada sub
sektor pendidikan berupa rusaknya prasarana dan sarana pendidikan. Prasarana pendidikan yang
terdampak terdiri dari 3 unit PAUD, 8 unit TK, 12 unit SD/MI, 3 unit SMP, 2 unit rumah dinas.
Kerusakan pada prasarana dan sarana sub sektor pendidikan ini mencapai Rp. 2,79 Milyar yang
terdiri dari bangunan dan mebelair. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan berupa biaya tambahan
untuk pembersihan puing sekolah senilai 15 Juta. Sehingga total dampak pada sub sektor sosial
mencapai 2,81 Milyar dengan kepemilikan aset Rp. 2,27 Milyar milik pemerintah dan Rp.539 Juta
status kepemilikan swasta.
Kerusakan yang terdapat pada sub sektor kesehatan berupa kerusakan prasarana terdiri 9
unit Polindes, 1 unit Posyandu, 3 unit Puskesmas, 2 unit Klinik dan 3 unit rumah dinas dokter.
Selain kerusakan prasarana (bangunan) terdapat pula sarana kesehatan berupa mebelair dan alat
kesehatan yang mengalami kerusakan. Nilai kerusakan pada sub sektor kesehatan mencapai Rp.
1,38 Milyar. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan pada sub sektor kesehatan berupa biaya untuk
pembersihan puing material serta kehilangan retribusi kesehatan dengan nilai mencapai Rp. 47
Juta. Dengan demikian total kerusakan dan kerugian pada sub sektor kesehatan sebesar Rp. 1,43
Milyar dengan status kepemilikan pemerintah sebesar Rp. 1,36 Milyar dan kepemilikan swasta
sebesar Rp. 72 Juta.
Kerusakan yang terdapat pada sub sektor keagamaan berupa kerusakan tempat ibadah
terdiri 18 unit Musholla, 13 unit Masjid dan 1 unit Gereja. Selain bangunan tempat ibadah,
kerusakan juga terjadi pada sarana pendukungnya berupa mebelair dan perangkat elektronik
dengan total nilai kerusakan sebesar Rp. 516 Juta. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan pada sub
sektor keagamaan berupa biaya pembersihan puing material sebesar Rp. 3 Juta. Dengan demikian

85
total kerusakan dan kerugian pada sub sektor keagamaan mencapai Rp. 519 juta yang secara
keseluruhan status kepemilikan masyarakat.

5. Lintas Sektor
Erupsi dan lahar hujan gunung kelud pada lintas sektor menimbulkan kerusakan sebesar
Rp. 1,33 Milyar dan kerugian mencapai Rp. 6 juta sehingga total kerusakan dan kerugian
mencapai Rp.1,34 Milyar. Angka tersebut terdiri dari sub sektor pemerintahan dan sub sektor
keamanan dan ketertiban.

Tabel 3.45.
Nilai Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor di Kabupaten Malang
Kerusakan Kepemilikan
SEKTOR/ Nilai Kerusakan Nilai Kerugian &
NO Kerugian Pemerintah Swasta
SUBSEKTOR
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
5 LINTAS SEKTOR 1.339.168.550 6.035.800 1.345.204.350 1.345.204.350 -
1 Pemerintahan 1.301.628.300 5.771.800 1.307.400.100 1.307.400.100 -
2 Keamanan & ketertiban 37.540.250 264.000 37.804.250 37.804.250 -

Berdasarkan tabel diatas, sub sektor pemerintahan mengalami dampak yang lebih besar
dibandingkan dengan sub sektor keamanan dan ketertiban. Kerusakan yang terjadi pada sub
sektor pendidikan berupa rusaknya prasarana (bangunan) dan sarana (mebelair) pemerintahan.
Prasarana pemerintahan yang terdampak terdiri dari 9 unit Balai Dusun, 4 unit Balai Desa, 2 unit
kantor kecamatan, 1 unit kantor UPTD Pengairan, 1 unit rumah dinas Camat dan 1 unit Panti
PKK. Nilai kerusakan pada sub sektor pemerintahan ini mencapai Rp. 1,3 Milyar sedangkan
kerugiannya sebesar Rp. 5 Juta berupa pembersihan puing material. Dengan demikian total
kerusakan dan kerugian pada sub sektor pemerintahan sebesar Rp. 1,3 Milyar dengan status
kepemilikan seluruhnya milik pemerintah.
Kerusakan yang terdapat pada sub sektor keamanan dan ketertiban berupa kerusakan
bangunan koramil Ngantang. Selain bangunan kerusakan juga terjadi pada sarana pendukungnya
berupa mebelair sebesar Rp. 37 Juta. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan pada sub sektor
keagamaan berupa biaya pembersihan puing material sebesar Rp. 264 Ribu. Dengan demikian
total kerusakan dan kerugian pada sub sektor keamanan dan ketertiban mencapai Rp. 37,8 juta
yang secara keseluruhan status kepemilikan masyarakat.

86
3.3. Penilaian Pemulihan Kemanusiaan (HRNA)
Penilaian kebutuhan pemulihan kemanusiaan pasca erupsi G. Kelud dilakukan pada tanggal
Teknik pengumpulan data 26-28 April 2014. Penilaian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan
penelitian, yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Penilaian ini menggunakan 3
(tiga) teknis pengumpulan data, yakni: (1) Survey rumah tangga, (2) Wawancara informan kunci,
dan (3) Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion).
Survey rumah tangga dilakukan pada 230 keluarga terdampak bencana erupsi dan lahar
hujan Gunung Kelud di Kabupaten Blitar, Kediri dan Malang. Rincian responden di masing-
maing kabupaten adalah 80 keluarga di Malang, 80 Keluarga di Kediri dan 60 keluarga di Blitar.
Proses survey dilakukan oleh 20 enumerator sekaligus 5 fasilitator diskusi kelompok terfokus.

Tabel 3.46.
Wilayah Survei dan Jumlah Keluarga Tersampel
Kecamatan dan
No. Kabupaten Keterangan Enumerator
Desa
1. Malang Kec. Ngantang
(90 keluarga - Desa Pandansari Terdampak berat,Ternak,Wisata,Pusat 4 orang
responden) penduduk berjauhan, jauh dari pusat
kecamatan
Kec. Kasembon
- Desa Kasembon Terdampak ringan, Menangani 4 orang
pengungsian, dekat jalan raya, pusat
kecamatan
2. Kediri Kec. Puncu
(80 keluarga - Desa Puncu Terdampak berat, pusat kecamatan, dekat 4 orang
responden) pusat pemerintahan, terdampak
Kec. Ngancar
- Desa Babatan Terdampak sedang, mayoritas peternak 3 orang
3. Blitar Kec. Nglegok
(60 keluarga - Desa Penataran Terdampak sedang, perkebunan, konflik 3 orang
responden) tanggungjawab pemda dan perkebunan,
wisata dan tambang pasir
Kec. Ponggok
- Desa Candirejo Terdampak ringan, mengungsi dekat dan 2 orang
sementara, desa sangat rawan lahar hujan,
ladang, tambang, ternak

Wawancara informan kunci dan Diskusi Kelompok Terfokus merupakan teknik


pengumpulan data kualitatif yang memberikan gambaran lebih dalam tentang permasalahan yang
hendak dikaji. Wawancara informan kunci dilakukan terhadap tokoh-tokoh masyarakat di lokasi
yang terdampak bencana.

87
1. Karakteristik Umum Responden
Karakteristik responden berguna untuk mengetahui profil narasumber pada keluarga
tersampel yang memberikan jawaban atas preferensi dan persepsi masing-masing terhadap akibat,
dampak dan kebutuhan pemulihan.

Tabel 3.47.
Persebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (n=230)
Kabupaten
No Jenis Kelamin
Malang Kediri Blitar
1 Laki-laki 50 63,8 41,7
2 Perempuan 50 29 58,3

Tabel 3.48.
Persebaran Responden Berdasarkan Umur (n=230)
Kabupaten
No Umur Responden
Malang Kediri Blitar
1 <= 20 tahun 0 0 0,4
2 21 – 30 tahun 7,8 10 9,1
3 31 – 40 tahun 24,4 25 29,6
4 41 – 50 tahun 44,4 30 33
5 > 50 tahun 20 27,5 23,9
6 Tidak Menjawab 3,3 7,5 3,9

Tabel 3.49.
Pendidikan Responden (n=230)
Kabupaten
No Pendidikan Responden
Malang Kediri Blitar
1 SD/MI 57,8 27,5 45,7
2 SLTP/MTS 8,9 27,5 17,8
3 SLTA/MA 25,6 22,5 21,7
4 PT 2,2 6,3 4,3
5 Pesantren 0 0 0
6 Tidak Sekolah 4,4 5 3,9
7 Tidak Menjawab 1,1 11,3 6,5

Survey ini berusaha menyeimbangkan responden berdasarkan gender, sebaran umur serta
sebaran tingkat pendidikan yang mencerminkan kondisi di populasi.

Tabel 3.50.
Jumlah Keluarga dalam Satu Rumah (n=230)
Jumlah Keluarga Dalam 1 Kabupaten
No
Rumah Malang Kediri Blitar
1 1 KK 86,7 70 76,7
2 2 KK 11,1 15 15
3 3 KK 1,1 5 6,7
4 >3 KK 1,1 0 1,7
88
5 Tidak Menjawab 0 8 0

Tabel 3.51.
Persebaran Pendapatan Keluarga Tersampel (n=230)
Penghasilan keluarga per Kabupaten
No
bulan Malang Kediri Blitar
1 >500 ribu 15,6 11,2 16,1
2 500 ribu – 1 juta 51,1 32,5 46
3 >1 juta – 1,5 juta 23,3 21,2 18,3
4 >1,5 juta – 2 juta 5,6 13,8 9,6
5 >2 juta 4,4 12,5 7
6 Tidak Menjawab 0 8,8 3

Komposisi keluarga responden yang yang tinggal di dalam satu rumah menunjukan bahwa
mayoritas warga terdampak tinggal dalam satu rumah untuk satu keluarga. Pada aspek
pendapatan, populasi terbesar responden ada pada rentang Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000.00.

2. Identifikasi Akibat Bencana


a. Sektor Perumahan dan Permukiman
Mayoritas warga terdampak bencana tinggal di rumah permanen yang mengalami kerusakan
atap dan perabotan di dalam rumah sebagai akibat dari tumpukan material erupsi di atas rumah.

Tabel 3.52.
Jenis Bangunan Rumah Tinggal yang Dimiliki Sebelum Bencana (%) (n=230)
Kabupaten
No Jenis Bangunan Rumah Tinggal
Malang Kediri Blitar
1 Rumah Permanen 86,7 95 90,4
2 Rumah Kayu 5,6 0 2,6
3 Semi Permanen/ Kombinasi Batu dan Kayu 7,7 5 7
4 Lainnya 0 0 0
5 Tidak Menjawab 0 0 0

Tabel 3.53.
Masalah Perumahan Pasca-Bencana (%) (n=230)
Kabupaten
No Masalah Perumahan Pasca-Bencana
Malang Kediri Blitar
1 Kondisi rumah yang rusak 38,9 73,5 68,9
2 Kondisi rumah yang hancur total 1,8 0 0
3 Lokasi dan lingkungan perumahan sudah tidak dapat 16,2 0 1,6
ditempati lagi
4 Perabotan rumah tangga rusak 34,7 23,5 9,8
5 Lainnya (Pasir dan Debu) 4,8 1 0
6 Tidak Menjawab 3,6 2 19,7

89
Berdasarkan hasil wawancara informan kunci dan FGD, dinyatakan bahwa material letusan
yang berupa pasir dan batu apung dengan diameter 1-2 cm dengan ketebalan 2-3 cm,
menyebabkan kerusakan pada genting, namun tidak sampai menyebabkan rumah rusak total.
Pasca erupsi G. Kelud, setelah kondisi dinyatakan normal/ aman, masyarakat melakukan
pembersihan pasir dan batu apung yang berada di atas genting agar tidak membebani atap rumah.
Dukungan pemulihan perumahan yang diharapkan oleh mayoritas responden yaitu
perbaikan lingkungan perumahan dengan persentase, dukungan untuk perbaikan rumah di lokasi
semula dan dukungan perabotan rumah tangga.

Tabel 3.54.
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan Pascabencana (%) (n=230)
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan Kabupaten
No
Pasca-Bencana Malang Kediri Blitar
1 Dukungan untuk perbaikan rumah di lokasi semula 30,46 57,41 21,21
(termasuk pembangunan kembali rumah rusak
berat/hancur total)
2 Pemindahan ke lokasi baru yang lebih aman dan 5,17 0 1,52
pembangunan rumah di lokasi tersebut
3 Perbaikan lingkungan perumahan 27,01 15,74 28,79
4 Bantuan penyuluhan teknis perbaikan rumah 4,6 1,85 6,06
5 Dukungan perabotan rumah tangga 26,44 16,67 7,58
6 Lainnya 1,15 5,56 6,06
7 Tidak Menjawab 5,17 2,78 28,79

Sebagian besar responden ingin terlibat dalam pembangunan rumah melalui mekanisme
pemberian bantuan pemerintah melalui mekanisme kelompok masyarakat.

Tabel 3.55.
Cara yang Diinginkan untuk Membangun Rumah Tinggal (%) (n=230)
Cara yang diinginkan untuk membangun rumah Kabupaten
No
tinggal Malang Kediri Blitar
1 Pemerintah membangun rumah dengan menggunakan 14,4 8,8 10,9
jasa kontraktor
2 Pemerintah memberikan bantuan, melalui mekanisme 75,6 86,2 79,5
kelompok masyarakat (pokmas)
3 Tidak Menjawab 10 5 9,6

Ada beberapa catatan dari hasil survey rumah tangga, wawancara informan kunci dan FGD
terkait pengkajian kebutuhan kemanusiaan sektor perumahan yaitu:
1. kerusakan rumah pasca erupsi G. Kelud, tidak sampai menyebabkan rumah rusak total.
Masyarakat segara membersihkan pasir dan batu apung yang berada di atap rumah agar

90
tidak menyebakan kerusakan pada genteng. Bagi masyarakat yang gentengnya rusak, sudah
tertangani dengan bantuan atap dari pemerintah dan para pihak;
2. kebutuhan bantuan perumahan pada perbaikan rumah seperti atap rumah, pemulihan
lingkungan permukiman seperti instalasi air bersih serta bantuan perabot rumah tangga;
3. sebagian besar masyarakat memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam pembangunan
rumah seperti saat perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pembangunan rumah; dan
4. mekanisme kelompok masyarakat dipilih oleh sebagian besar masyarakat dalam
memperbaiki rumah dan permukiman.
Sedangkan rekomendasi terkait penurangan risiko bencana dalam pembangunan rumah
adalah dibutuhkan dukungan pengurangan risiko bencana untuk membangun ruang lindung
darurat dan penyediaan jalur evakuasi di lingkungan perumahan dan permukiman.

b. Sektor Infrastruktur
Berdasarkan survey rumah tangga, masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh
masyarakat adalah timbunan material erupsi. Hal yang sama juga dinyatakan dalam hasil
wawancara informan kunci dan FGD yaitu gangguan pernafasan masyarakat yang diakibatkan
karena debu pasca erupsi G. Kelud.

Tabel 3.56.
Masalah Utama Lingkungan yang Dihadapi oleh Keluarga (%) (n=230)
Masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh Kabupaten
No
keluarga Malang Kediri Blitar
1 Material erupsi 48,75 38,34 80,28
2 Drainase dan sanitasi terganggu 33,75 22,80 4,23
3 Sumber mata air terganggu 10,63 21,24 14,08
4 Binatang penyebab penyakit (tikus, lalat, nyamuk) 3,75 16,06 0,00
5 Lainnya 1,88 1,55 1,41
6 Tidak Menjawab 1,25 0,00 0,00

Tabel 3.57.
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan yang dihadapi oleh keluarga (%)
(n=230)
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah Kabupaten
No
lingkungan yang dihadapi oleh keluarga Malang Kediri Blitar
1 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 35,40 31,93 28,95
lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan peralatan
2 Masyarakat mendapatkan bantuan teknis penyuluhan 3,73 2,52 3,95
cara melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan
sekitar
3 Pemerintah melakukan pembersihan/pemulihan 30,43 6,72 1,32
lingkungan sekitar

91
4 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 24,84 56,30 53,95
lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-royong
5 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 3,73 1,68 3,95
lingkungan sekitar dan diberikan upah kerja pemulihan
oleh pemerintah
6 Lainnya 0,00 0,00 2,63
7 Tidak Menjawab 1,86 0,84 5,26

Dari hasil diatas terkait permasalahan dan dukungan pemulihan lingkungan, ada beberapa
catatan yaitu:
1. masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah material erupsi yang sangat
mengganggu lingkungan, salah satunya adalah tergangggunya pernafasan masyarakat;
2. dukungan utama pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan adalah masyarakat
melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-royong
dengan mendapatkan bantuan peralatan.

c. Sektor Ekonomi Produktif


Bencana tidak terlalu berdampak pada penurunan partisipasi kerja suami. Akan tetapi,
partisipasi kerja istri mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena setelah bencana banyak
lahan pertanian dan perkebunan yang rusak terdampak oleh erupsi G. Kelud, sehingga peluang
kerja menurun. Dalam struktur masyarakat Kelud, penurun peluang kerja ini direspon dengan
perubahan pembagian kerja di dalam rumah tangga, yaitu laki-laki tetap bekerja dan perempuan
menjalankan tugas-tugas domestik.

Tabel 3.58.
Pencari kerja sebelum dan sesudah bencana (%) (n=230)
Sebelum Bencana Setelah Bencana
No Pencari kerja
Malang Kediri Blitar Malang Kediri Blitar
1 Suami 57,86 55,81 61,29 55,71 53,49 61,29
2 Istri 35,71 37,21 31,18 21,43 21,71 30,11
3 Anak (< 18 tahun dan 6,43 3,88 6,45 6,43 3,88 6,45
belum menikah)
4 Lainnya 0 1,55 0 0 1,55 0
5 Jawaban Kosong 0 1,55 1,08 16,43 19,38 2,15

Dari hasil survey rumah tangga, sebagian besar responden di Malang, Blitar dan Kediri
menyatakan penghasilan menurun/ terganggu setelah bencana.

92
Tabel 3.59.
Apakah sumber utama penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%) (n=230)
Apakah sumber utama penghasilan keluarga Kabupaten
No
hilang/menurun setelah bencana Malang Kediri Blitar
1 Ya 90 76,3 55
2 Tidak 10 22,5 45
3 Tidak Menjawab 0 1,2 0

Penyebab utama gangguan atau menurunnya penghasilan utama keluarga adalah kebun atau
ladang rusak tapi masih bisa digunakan dengan perbaikan terlebih dahulu. Dari hasil FGD,
menurunnya pengasilan utama keluarga disebabkan beberapa hal antara lain kebun sayur rusak,
jenis tanaman sayur berlubang dan menghambat pertumbuhan sehingga menurunkan hasil
maupun harga jual, pembuat gula kelapa tidak bisa megambil nira karena bercampur dengan
pasir, sehingga hasil nira mengalami penurunan karena beberapa hari tidak diambil, tanaman padi
yang sudah tua waktu panen bercampur dengan pasir, sehingga harga jual menurun, tanaman
buah-buahan (pepaya, duku) yang masih muda rusak yang mengakibatkan turunnya harga serta
banyaknya tanaman yang masih muda layu/ mati terkena material pasir.

Tabel 3.60.
Penyebab penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%)
Penyebab penghasilan keluarga hilang/menurun Kabupaten
No
setelah bencana Malang Kediri Blitar
1 Tempat usaha (dagang, jasa atau industri) milik sendiri 11,20 9,02 2,33
rusak
2 Perusahaan/ industri/ tempat bekerja rusak 9,60 4,92 6,98
3 Kebun atau ladang rusak tidak dapat digunakan 14,40 28,69 0
4 Kebun atau ladang rusak tapi masih bisa digunakan 30,40 29,51 25,58
dengan perbaikan terlebih dahulu
5 Peralatan kerja rusak akibat bencana 17,60 0 4,65
6 Ternak hewan mati akibat bencana 4,00 0 0
7 Masih trauma/takut bekerja akibat bencana gempa 2,40 12,30 6,98
8 Masih fokus pada penyelamatan diri dan keluarga 3,20 8,20 13,95
terlebih dahulu sehingga belum dapat kembali bekerja
9 Lainnya 6,40 5,74 34,88
10 Tidak Menjawab 0.80 1,64 4,65
n=175

Sedangkan kebutuhan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian


keluarga setelah bencana adalah modal dan peralatan kerja.

93
Tabel 3.61.
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian keluarga setelah
terjadi bencana (%)
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk Kabupaten
No meningkatkan mata pencaharian keluarga setelah
Malang Kediri Blitar
terjadi bencana
1 Peralatan ketrampilan 3,38 1,59 4,35
2 Peralatan kerja 22,97 24,60 31,88
3 Pemasaran 2,70 0,79 0,00
4 Modal 49,32 50,00 46,38
5 Kemudahan kredit 16,89 15,08 1,45
6 Lainnya 2,03 3,17 2,90
7 Tidak Menjawab 2,70 4,76 13,04
n=230

d. Sektor Sosial
Subsektor Kesehatan

Untuk sektor sosial sub sektor kesehatan, tingkat pelayanan kesehatan pasca bencana
cukup memadai dengan persentase responden menjawab tingkat pelayanan kesehatan yang
memadai.

Tabel 3.62.
Tingkat pelayanan kesehatan (%)
Kabupaten
No Tingkat pelayanan kesehatan
Malang Kediri Blitar
1 Memadai 78,9 90,0 98,3
2 Tidak memadai 21,1 10,0 1,7
3 Tidak Menjawab 0,00 0,00 0,0
n=230

Tabel 3.63.
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan kesehatan tidak memadai (%)
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan Kabupaten
No
kesehatan tidak memadai Malang Kediri Blitar
1 Keterbatasan Obat 15,00 15,79 50,00
2 Keterbatasan Tenaga Medis 35,00 36,84 50,00
3 Keterbatasan Peralatan Medis 15,00 15,79 0,00
4 Jauhnya Jarak 25,00 10,53 0,00
5 Mahalnya Biaya 5,00 0,00 0,00
6 Keterbatasan Layanan Psikososial 5,00 15,79 0,00
7 Lainnya 0,00 0,00 0,00
8 Tidak Menjawab 0,00 5,26 0,00
n=28

94
Akan tetapi masih ada responden yang menjawab tidak memadai terkait tingkat pelayanan
kesehatan. Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan kesehatan yang tidak memadai adalah
keterbatasan obat dan keterbatasan tenaga medis.

Subsektor Pendidikan
Terkait ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana, berdasarkan hasil
survey rumah tangga menyatakan bahwa sebagian besar responden di Blitar dan Malang
menyatakan ada gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana. Sedangkan mayoritas responden
di Blitar menyatakan ada gangguan gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana.

Tabel 3.64.
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana (%)
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah Kabupaten
No
setelah bencana Malang Kediri Blitar
1 Ya 53,3 83,8 31,7
2 Tidak 36,7 15,0 68,3
3 Tidak Menjawab 10,0 1,2 0,00
n=230

Tabel 3.65.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan pendidikan anak setelah bencana
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk Kabupaten
No
memulihkan pendidikan anak setelah bencana Malang Kediri Blitar
1 Sekolah sementara 15,38 28,49 17,39
2 Peningkatan kehadiran guru 9,89 7,53 4,35
3 Perlengkapan anak untuk sekolah 25,27 18,28 4,35
4 Biaya sekolah 8,79 8,60 8,70
5 Transportasi 7,69 2,15 8,70
6 Bangunan sekolah yang amam 14,29 26,34 52,17
7 Kurikulum Pengurangan Risiko Bencana 8,79 4,30 4,35
8 Lainnya 1,10 3,23 0,00
9 Tidak Menjawab 8,79 1,08 0,00
n=134

Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan gangguan kegiatan bersekolah


setelah bencana adalah bangunan sekolah yang aman, sekolah sementara dan perlengkapan anak
untuk sekolah.

95
e. Lintas Sektor
Berdasarkan survey rumah tangga, kebutuhan utama pengurangan risiko bencana adalah
penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana wilayah yang ditempati, pelatihan
kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk apa yang harus dilakukan bila bencana terjadi dan
pembangunan peringatan dini (Early Warning System).

Tabel 3.66.
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah terkena dampak bencana (%)
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah Kabupaten
No
terkena dampak bencana Malang Kediri Blitar
1 Penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana 30,23 30,71 40,00
wilayah yang ditempati
2 Pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk 27,91 28,74 31,11
apa yang harus dilakukan bila bencana terjadi
3 Pembangunan peringatan dini (Early Warning System) 25,97 27,95 16,30
4 Penguatan komunitas 12,79 8,66 10,37
5 Penguatan budaya 3,10 2,36 0,74
6 Lainnya 0,00 0,79 1,48
7 Tidak Menjawab 0,00 0,79 0,00
n=230

Sedangkan partisipasi warga dalam pengurangan risiko bencana pasca bencana yang utama
adalah laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya pengurangan risiko bencana (rencana
evakuasi, penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll).

Tabel 3.67.
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dalam pengurangan risiko bencana pasca-bencana
(%)
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dalam Kabupaten
No
pengurangan risiko bencana pasca-bencana Malang Kediri Blitar
1 Laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya 74,00 57,95 61,76
pengurangan risiko bencana (rencana evakuasi,
penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll)
2 Masyarakat terlibat dalam pengurangan risiko di tingkat 21,00 19,32 33,82
kabupaten dan atau yang lebih tinggi. (rencana
kontinjensi, rencana penanggulangan bencana, tim siaga
desa, dll)
3 Lainnya 1,00 19,32 1,47
4 Tidak Menjawab 4,00 3,41 2,94
n=230

Dari hasil survey rumah tangga, FGD dan wawancara informan kunci, ada beberapa
catatan terkait kebutuhan dalam mendukung pengurangan risiko bencana yaitu penyediaan

96
informasi tentang kondisi rawan bencana, pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana dan
pembangunan peringatan dini.

3.3.1. Penilaian Pemulihan Kemanusiaan di Kabupaten Blitar


Penilaian kebutuhan pemulihan kemanusiaan pasca erupsi G. Kelud dilakukan pada tanggal
Teknik pengumpulan data 26-28 April 2014. Penilaian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan
penelitian, yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Penilaian ini menggunakan 3
(tiga) teknis pengumpulan data, yakni: (1) Survey rumah tangga, (2) Wawancara informan kunci,
dan (3) Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion).
Survey rumah tangga dilakukan terhadap rumah tangga terdampak erupsi G. Kelud baik
terdampak berat, sedang dan ringan. Jumlah sampel survey rumah tangga di Kabupaten Blitar
berjumlah 60 responden dengan komposisi jenis kelamin responden laki-laki berjumlah 25
sedangkan jumlah responden jenis kelamin perempuan ada 35 responden.
Lokasi wilayah sampel menyasar 3 kecamatan yaitu Kecamatan Nglegok, Ponggok dan
Gandusari. Berikut ini adalah tabel lokasi sampel per desa.

Tabel 3.68.
Lokasi Sampel Per Desa
No Kecamatan Desa Keterangan
1 Nglegok Penataran Terdampak sedang, perkebunan, konflik
tanggungjawab pemda dan perkebunan,
wisata dan tambang pasir
2 Ponggok Candirejo Terdampak ringan, mengungsi dekat
dan sementara, desa sangat rawan lahar
hujan, ladang, tambang, ternak
3 Gandusari Gandusari ringan, wisata lahar beku

Wawancara informan kunci dan Diskusi Kelompok Terfokus merupakan teknik


pengumpulan data kualitatif yang memberikan gambaran lebih dalam tentang permasalahan yang
hendak dikaji. Wawancara informan kunci dilakukan terhadap tokoh-tokoh masyarakat di lokasi
yang terdampak bencana. Tokoh masyarakat ini dapat terdiri dari Kepala Desa, Kepala Dusun,
Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan dan lain-lain. Sedangkan diskusi kelompok
terfokus dilakukan pada masyarakat dengan memperhatikan pada komposisi umur, gender,
maupun mata pencaharian.

1. Karakteristik Umum Responden


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, responden survey rumah tangga berasal dari 3
(tiga) kecamatan terdampak erupsi G. Kelud.

97
Perbandingan komposisi responden laki-laki dan perempuan adalah 41,70 % responden
laki-laki sedangkan 58,30 % responden perempuan. (lihat tabel berikut).

Tabel 3.69.
Persebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin %
1 Laki-laki 41,70
2 Perempuan 58,30

Berdasarkan tabel dibawah ini, distribusi umur responden sebagian besar berada pada
rentang umur 41-50 tahun, yaitu sebanyak 33%, rentang umur 31-40 tahun sebanyak 39,6% dan
rentang > 50 tahun sebanyak 23,9 %.

Tabel 3.70.
Persebaran Responden Berdasarkan Umur
No Umur Responden %
1 <= 20 tahun 0,4
2 21 – 30 tahun 9,1
3 31 – 40 tahun 29,6
4 41 – 50 tahun 33
5 > 50 tahun 23,9
6 Tidak Menjawab 3,9

2. Identifikasi Akibat Bencana


a. Sektor Permukiman
Berdasarkan survey rumah tangga, sebanyak 68,9% responden menyatakan kondisi rumah
yang rusak, sedangkan 9,8% responden menyatakan perabotan rumah tangga rusak. Dibawah ini
adalah tabel masalah perumahan pasca erupsi G. Kelud yang dihadapi oleh responden.

Tabel 3.71.
Masalah Perumahan Pascabencana
No Masalah Perumahan Pasca-Bencana %
1 Kondisi rumah yang rusak 68,9
2 Kondisi rumah yang hancur total 0
3 Lokasi dan lingkungan perumahan sudah tidak 1,6
dapat ditempati lagi
4 Perabotan rumah tangga rusak 9,8
5 Lainnya (Pasir dan Debu) 0
6 Tidak Menjawab 19,7

98
Berdasarkan hasil wawancara informan kunci dan FGD, dinyatakan bahwa material letusan
yang berupa pasir dan batu apung dengan diameter 1-2 cm dengan ketebalan 2-3 cm,
menyebabkan kerusakan pada genting, namun tidak sampai menyebabkan rumah rusak total.
Pasca erupsi G. Kelud, setelah kondisi dinyatakan normal/ aman, masyarakat melakukan
pembersihan pasir dan batu apung yang berada di atas genting agar tidak membebani atap rumah.
Sedangkan dukungan pemulihan perumahan yang diharapkan oleh responden yaitu
perbaikan lingkungan perumahan dengan persentase sebanyak 28,79%, dukungan untuk
perbaikan rumah di lokasi semula (termasuk pembangunan kembali rumah rusak berat/ hancur
total) sebesar 21,21% dan dukungan perabotan rumah tangga 7,58%.

Tabel 3.72.
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan Pasca-Bencana (%)
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan
No %
Pasca-Bencana
1 Dukungan untuk perbaikan rumah di lokasi semula 21,21
(termasuk pembangunan kembali rumah rusak
berat/hancur total)
2 Pemindahan ke lokasi baru yang lebih aman dan 1,52
pembangunan rumah di lokasi tersebut
3 Perbaikan lingkungan perumahan 28,79
4 Bantuan penyuluhan teknis perbaikan rumah 6,06
5 Dukungan perabotan rumah tangga 7,58
6 Lainnya 6,06
7 Tidak Menjawab 28,79

Ketika ditanyakan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah, sebagian besar


responden ingin terlibat dalam pembangunan rumah, yaitu sebesar 88,3% responden ingin
berpartisipasi dalam pembangunan rumah. Sedangkan 7,4% responden tidak ingin berpartisipasi.

Tabel 3.73.
Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah tinggal (%)
Keterlibatan masyarakat dalam
No %
pembangunan rumah
1 Ya 88,3
2 Tidak 7,4
3 Tidak Menjawab 1,3

Sedangkan bentuk keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah yang paling besar
diinginkan responden yaitu terlibat pada saat pemantauan pembangunan rumah (45,70%).

99
Sedangkan responden yang ingin terlibat dalam pelaksanaan pembangunan rumah sebesar
34,43% dan yang ingin terlibat pada saat perencanaan pembangunan rumah sebesar 19,87%.

Tabel 3.74.
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam
No %
pembangunan rumah
1 Terlibat saat perencanaan pembangunan rumah 19,87
2 Terlibat saat pelaksanaan pembangunan rumah 34,43
3 Terlibat saat pemantauan pembangunan rumah 45,70
4 Tidak Menjawab 0

Bentuk partisipasi responden dalam perencanaan pembangunan rumah tinggal yang paling
besar adalah penyusunan daftar penerima dukungan perumahan (25,38%), perencanaan desain
bangunan, tata ruang pemukiman dan lokasi perumahan sebanyak 19,40% sedangkan dalam
bentuk perencanaan mekanisme distribusi dukungan perumahan sebesar 7,46%.

Tabel 3.75.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk partisipasi masyarakat dalam
No %
perencanaan pembangunan rumah tinggal
1 Penyusunan daftar penerima dukungan perumahan 25,38
2 Perencanaan desain bangunan, tata ruang 19,40
pemukiman dan lokasi perumahan
3 Perencanaan mekanisme distribusi dukungan 7,46
perumahan
4 Lainnya 0
5 Tidak Menjawab 47,76

Sedangkan bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal,


sebagian besar responden menginginkan dalam bentuk tenaga pertukangan (47%) dan dukungan
bahan bangunan (19%).

Tabel 3.76.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk partisipasi masyarakat dalam
No %
pelaksanaan pembangunan rumah tinggal
1 Tenaga Pertukangan 47
2 Dukungan uang 10
3 Dukungan bahan bangunan 29
4 Sumbang saran teknis 4
5 Lainnya 1
6 Tidak Menjawab 9

100
Sedangkan mekanisme perbaikan rumah yang diharapkan oleh masyarakat yaitu pemerintah
memberikan bantuan, melalui mekanisme kelompok masyarakat (pokmas) sebanyak 79,5%.

Tabel 3.77.
Cara yang diinginkan untuk membangun rumah tinggal (%)
Cara yang diinginkan untuk membangun
No %
rumah tinggal
1 Pemerintah membangun rumah 10,9
denganmenggunakan jasa kontraktor
2 Pemerintah memberikan bantuan, melalui 79,5
mekanisme kelompok masyarakat (pokmas)
3 Tidak Menjawab 9,6

Berdasarkan survey rumah tangga, responden yang menjawab tidak ada masalah terkait air
bersih sebesar 36,14%. Akan tetapi sebagian besar responden menyatakan ada masalah terkait air
bersih. Masalah air bersih yang dihadapi oleh masyarakat berdasarkan survey rumah tangga
adalah airnya kurang bersih (25,30%), jumlah airnya berkurang (22,89) dan instalasi air rusak
(7,23%).

Tabel 3.78.
Masalah air bersih yang dihadapi keluarga (%)
No Masalah air bersih yang dihadapi keluarga %
1 Tidak ada 36,14
2 Sumber air rusak 6,02
3 Jumlah airnya berkurang 22,89
4 Airnya kurang bersih 25,30
5 Sarana penyimpanan tidak ada 2,41
6 Instalasi air rusak 7,23
7 Lainnya 0,00
8 Tidak Menjawab 0,00

Sedangkan dukungan utama yang diperlukan masyarakat untuk mengatasi masalah air
bersih adalah bantuan penyediaan air bersih (40,74%), bantuan pemulihan sumber air bersih
(37,04%) dan bantuan sarana instalasi air sebesar 16,67%.

Tabel 3.80.
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah air bersih (%)
Dukungan pemulihan untuk mengatasi
No %
masalah air bersih
1 Bantuan penyediaan air bersih 40,74

101
2 Bantuan pemulihan sumber air bersih 37,04
3 Bantuan sarana penyimpanan 3,70
4 Bantuan sarana instalasi air 16,67
5 Lainnya 0,00
6 Tidak Menjawab 1,85

Ada beberapa catatan dari hasil survey rumah tangga, wawancara informan kunci dan FGD
terkait pengkajian kebutuhan kemanusiaan sektor perumahan yaitu:
1. Kerusakan rumah pasca erupsi G. Kelud, tidak sampai menyebabkan rumah rusak total.
Masyarakat segara membersihkan pasir dan batu apung yang berada di atap rumah agar
tidak menyebakan kerusakan pada genteng. Bagi masyarakat yang gentengnya rusak, sudah
tertangani dengan bantuan atap dari pemerintah dan para pihak.
2. Kebutuhan bantuan perumahan pada perbaikan rumah seperti atap rumah, pemulihan
lingkungan permukiman seperti instalasi air bersih serta bantuan perabot rumah tangga.
3. Sebagian besar masyarakat memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam pembangunan
rumah seperti saat perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pembangunan rumah.
4. Mekanisme kelompok masyarakat dipilih oleh sebagian besar masyaraka dalam
memperbaiki rumah dan permukiman.
Sedangkan rekomendasi terkait penurangan risiko bencana dalam pembangunan rumah
adalah dibutuhkan dukungan pengurangan risiko bencana untuk memperbaiki rumah dan
pemukiman, seperti penyediaan jalur evakuasi di lingkungan perumahan dan permukiman.

b. Sektor Infrastruktur
Berdasarkan survey rumah tangga, masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh
masyarakat adalah material erupsi (80,28%). Hal yang sama juga dinyatakan dalam hasil
wawancara informan kunci dan FGD yaitu gangguan pernafasan masyarakat yang diakibatkan
karena debu pasca erupsi G. Kelud.

Tabel 3.81.
Masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh keluarga (%)
Masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh
No %
keluarga
1 Material erupsi 80,28
2 Drainase dan sanitasi terganggu 4,23
3 Sumber mata air terganggu 14,08
4 Binatang penyebab penyakit (tikus, lalat, nyamuk) 0,00
5 Lainnya 1,41
6 Tidak Menjawab 0,00

102
Sedangkan dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan adalah masyarakat
melakukan pembersihan/ pemulihan lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-royong
(53,95%) dan masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar dan
mendapatkan bantuan peralatan (28,95%).

Tabel 3.82.
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan yang dihadapi oleh keluarga (%)
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah
No %
lingkungan yang dihadapi oleh keluarga
1 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 28,95
lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan
peralatan
2 Masyarakat mendapatkan bantuan teknis penyuluhan 3,95
cara melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan
sekitar
3 Pemerintah melakukan pembersihan/pemulihan 1,32
lingkungan sekitar
4 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 53,95
lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-
royong
5 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 3,95
lingkungan sekitar dan diberikan upah kerja
pemulihan oleh pemerintah
6 Lainnya 2,63
7 Tidak Menjawab 5,26

Dari hasil diatas terkait permasalahan dan dukungan pemulihan lingkungan, ada beberapa
catatan yaitu:
1. Masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah material erupsi yang sangat
mengganggu lingkungan, salah satunya adalah tergangggunya pernafasan masyarakat.
2. Dukungan utama yang dibutuhkan adalah masyarakat melakukan pembersihan/ pemulihan
lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-royong serta masyarakat melakukan
pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan peralatan.

c. Sektor Ekonomi Produktif


Berdasarkan hasil survey rumah tangga, partisipasi kerja suami tidak mengalami perubahan
yaitu tetap 61,29% baik sebelum maupun setelah bencana. Akan tetapi, partisipasi kerja istri
sebelum dan sesudah bencana mengalami penurunan. Sebelum bencana, partisipasi kerja istri
sebesar 31,18%, namun setelah bencana, partisipasi kerja istri mengalami penurunan menjadi
30,11%. Dari hasil FGD, disebutkan bahwa setelah bencana banyak lahan pertanian dan
perkebunan yang rusak terdampak oleh erupsi G. Kelud, sehingga partisipasi kerja menurun

103
karena masyarakat tidak bisa bekerja karena lahan pertaniannya rusak. Partisipasi kerja menurun
juga disebabkan banyaknya masyarakat yang tidak bisa bekerja karena terganggu dampak erupsi
dan sibuk membersihkan rumah mereka dari sisa debu/ pasir.

Tabel 3.82.
Pencari kerja sebelum dan sesudah bencana (%)
Setelah
Sebelum Bencana
No Pencari kerja
Bencana
1 Suami 61,29 61,29
2 Istri 31,18 30,11
3 Anak (< 18 tahun dan 6,45 6,45
belum menikah)
4 Lainnya 0 0
5 Jawaban Kosong 1,08 2,15

Dari hasil survey rumah tangga, sebagian besar responden menyatakan penghasilan
menurun/ terganggu setelah bencana (55%), sedangkan 45% menyatakan tidak terganggu.

Tabel 3.83.
Apakah sumber utama penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%)
Apakah sumber utama penghasilan keluarga
No %
hilang/menurun setelah bencana
1 Ya 55
2 Tidak 45
3 Tidak Menjawab 0

Penyebab utama gangguan atau menurunnya penghasilan utama keluarga adalah kebun atau
ladang rusak tapi masih bisa digunakan dengan perbaikan terlebih dahulu (25,58%). Dari hasil
FGD, menurunnya pengasilan utama keluarga disebabkan beberapa hal antara lain kebun sayur
rusak, jenis tanaman sayur berlubang dan menghambat pertumbuhan sehingga menurunkan hasil
maupun harga jual, pembuat gula kelapa tidak bisa megambil nira karena bercampur dengan
pasir, sehingga hasil nira mengalami penurunan karena beberapa hari tidak diambil, tanaman padi
yang sudah tua waktu panen bercampur dengan pasir, sehingga harga jual menurun, tanaman
buah-buahan (pepaya, duku) yang masih muda rusak yang mengakibatkan turunnya harga serta
banyaknya tanaman yang masih muda layu/ mati terkena material pasir.

Tabel 3.84.
Penyebab penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%)
Penyebab penghasilan keluarga
No %
hilang/menurun setelah bencana

104
1 Tempat usaha (dagang, jasa atau industri) milik 2,33
sendiri rusak
2 Perusahaan/ industri/ tempat bekerja rusak 6,98
3 Kebun atau ladang rusak tidak dapat digunakan 0
4 Kebun atau ladang rusak tapi masih bisa 25,58
digunakan dengan perbaikan terlebih dahulu
5 Peralatan kerja rusak akibat bencana 4,65
6 Ternak hewan mati akibat bencana 0
7 Masih trauma/takut bekerja akibat bencana gempa 6,98
8 Masih fokus pada penyelamatan diri dan keluarga 13,95
terlebih dahulu sehingga belum dapat kembali
bekerja

Sedangkan kebutuhan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian


keluarga setelah bencana adalah modal (46,38%) dan peralatan kerja (31,88%).

Tabel 3.84.
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian keluarga setelah
terjadi bencana (%)
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk
No meningkatkan mata pencaharian keluarga %
setelah terjadi bencana
1 Peralatan ketrampilan 4,35
2 Peralatan kerja 31,88
3 Pemasaran 0,00
4 Modal 46,38
5 Kemudahan kredit 1,45
6 Lainnya 2,90
7 Tidak Menjawab 13,04

Dari hasil survey rumah tangga, sebagian besar responden (78,33%) menyatakan tidak
mengalami gangguan terkait sumber cadangan keluarga. Akan tetapi ada responden yang
menyatakan terganggu sumber cadangan keluarganya yaitu terganggunya ternak/ bibit/ hasil
pertanian, perikanan, dll (16,67%).

Tabel 3.85.
Sumber cadangan keluarga yang terganggu setelah terjadi bencana (%)
Sumber cadangan keluarga yang terganggu
No %
setelah terjadi bencana
1 Tidak ada 78,33
2 Tabungan 0,00
3 Pinjaman 0,00
4 Barang/ perhiasan, dll 0,00
5 Ternak/ bibit/ hasil pertanian, perikanan, dll 16,67
6 Pohon dan kayu olahan 1,67

105
7 Asuransi 0,00
8 Akses Jaminan Sosial Pemerintah (contoh: 1,67
Jamkesmas)
9 Lainnya 0,00
10 Tidak Menjawab 1,67

Untuk mengatasi sumber cadangan yang terganggu setelah bencana, dukungan pemulihan
yang dibutuhkan berdasarkan survey rumah tangga adalah bantuan asset (ternak, bibit tanaman,
kayu olahan, alat kerja, dll) sebesar 28% dan stimulus permodalan (hibah modal) sebesar 12%.

Tabel 3.86.
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk memulihkan sumber cadangan keluarga yang
terganggu setelah terjadi bencana (%)
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk
No memulihkan sumber cadangan keluarga yang %
terganggu setelah terjadi bencana
1 Bantuan asset (ternak, bibit tanaman, kayu olahan, 28,00
alat kerja, dll)
2 Stimulus permodalan (hibah modal) 12,00
3 Kemudahan pinjaman untuk usaha 12,00
4 Ketrampilan 0,00
5 Jaminan Sosial 4,00
6 Lainnya 4,00
7 Tidak Menjawab 40,00

Dari hasil survey rumah tangga tersebut diatas, ada beberapa catatan dan rekomendasi
terkait sektor ekonomi produktif yaitu:
1. Terjadi penurunan angka partisipasi kerja istri.
2. Mayoritas menyatakan sumber utama penghasilan keluarga terganggu dengan kerusahan
lahan pertanian dan perkebunan sebagai penyebab utamanya.
3. Kebutuhan pemulihan sumber utama penghasilan keluarga adalah bantuan modal dan
peralatan kerja

d. Sektor Sosial
Subsektor Kesehatan
Untuk sektor sosial sub sektor kesehatan, tingkat pelayanan kesehatan pasca bencana
cukup memadai dengan persentase responden menjawab tingkat pelayanan kesehatan yang
memadai sebesar 98,3%.

106
Tabel 3.87.
Tingkat pelayanan kesehatan (%)

No Tingkat pelayanan kesehatan %

1 Memadai 98,3
2 Tidak memadai 1,7
3 Tidak Menjawab 0,0

Akan tetapi ada 1,7% responden yang menjawab tidak memadai terkait tingkat pelayanan
kesehatan. Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan kesehatan yang tidak memadai adalah
keterbatasan obat (50%), keterbatasan tenaga medis (50%).

Tabel 3.88.
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan kesehatan tidak memadai (%)
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan
No %
kesehatan tidak memadai
1 Keterbatasan Obat 50,00
2 Keterbatasan Tenaga Medis 50,00
3 Keterbatasan Peralatan Medis 0,00
4 Jauhnya Jarak 0,00
5 Mahalnya Biaya 0,00
6 Keterbatasan Layanan Psikososial 0,00

Subsektor Pendidikan
Terkait ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana, berdasarkan hasil
survey rumah tangga menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak ada
gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana yaitu sebesar 68,3%. Sedangkan ada 31,7%
responden yang menyatakan ada gangguan gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana.

Tabel 3.89.
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana (%)
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah
No %
setelah bencana
1 Ya 31,7
2 Tidak 68,3
3 Tidak Menjawab 0,00

Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan gangguan kegiatan bersekolah


setelah bencana adalah bangunan sekolah yang aman (52,17%), sekolah sementara (17,39%) dan
perlengkapan anak untuk sekolah (4.,35%).

107
Tabel 3.90.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan pendidikan anak setelah bencana.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk
No %
memulihkan pendidikan anak setelah bencana
1 Sekolah sementara 17,39
2 Peningkatan kehadiran guru 4,35
3 Perlengkapan anak untuk sekolah 4,35
4 Biaya sekolah 8,70
5 Transportasi 8,70
6 Bangunan sekolah yang aman 52,17
7 Kurikulum Pengurangan Risiko Bencana 4,35
8 Lainnya 0,00
9 Tidak Menjawab 0,00

Subsektor Kependudukan

Hampir 100% responden menyatakan tidak ada masalah yang timbul di sub sektor
kependudukan terkait hilangnya surat-surat penting/ rusak setelah bencana yaitu sebesar 96,67%.
Sedangkan responden yang kehilangan surat-surat penting sebesar 3,33%, dengan kehilangan
surat nikah.

Tabel 3.91.
Surat-surat penting yang hilang/ rusak setelah bencana (%)
Surat-surat penting yang hilang/ rusak setelah
No %
bencana
1 Tidak ada 96,67
2 Ijazah 0,00
3 Surat kepemilikan asset (tanah, rumah, kendaraan) 0,00
4 Surat Identitas Penduduk 0,00
5 Surat nikah 3,33
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 0,00

Terkait dukungan pemulihan yang diperlukan jika ada surat-surat penting yang hilang
adalah peringanan biaya pengurusan kembali (5%) dan pendataan kembali oleh pemerintah (5%).

Subsektor Agama, Budaya, dan Kemasyarakatan


Dari hasil survey rumah tangga menyatakan bahwa sebagian besar responden merasa tidak
terganggu terkait kegiatan budaya, sosial kemasyarakatan dan keagamaan pasca bencana yaitu
sebesar 86,7%. Sedangkan 13,3% responden merasa terganggu.

108
Tabel 3.92.
Ada tidaknya gangguan kegiatan budaya, social kemasyarakatan dan keagamaan setelah bencana
(%)
Ada tidaknya gangguan kegiatan budaya, social
No kemasyarakatan dan keagamaan setelah %
bencana
1 Ya 13,3
2 Tidak 86,7
3 Tidak Menjawab 0,00

Dari 13,3% responden yang merasa terganggu terkait kegiatan budaya, sosial sosial
kemasyarakatan dan keagamaan pasca bencana, kegiatan yang terganggu adalah kegiatan
keagamaan (pengajian, tahlilan, peribadatan, dll) sebesar 63,64%, kegiatan kemasyarakatan
(Posyandu, PKK, dll) sebesar 18,18% dan kegiatan budaya (seni dan adat) sebesar 18,18%.

Tabel 3.93.
Kegiatan sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana (%)
Kegiatan social/ kemasyarakatan dan keagamaan
No %
yang terganggu setelah bencana
1 Kegiatan keagamaan (pengajian, tahlilan, peribadatan, 63,64
dll)
2 Kegiatan Budaya (seni dan adat) 18,18
3 Kegiatan kemasyarakatan (Posyandu, PKK, dll) 18,18
4 Kegiatan kepemudaan 0,00
5 Lainnya 0,00
6 Tidak Menjawab 0,00

Sedangkan dukungan pemulihan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan


sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana berdasarkan survey
rumah tangga adalah bantuan penyediaan sarana budaya, sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan
(37,5%) dan bantuan untuk mengaktifkan kembali kegiatan di sarana sosial/ kemasyarakatan dan
keagamaan yang sudah ada (37,5%).

Tabel 3.94.
Dukungan pemulihan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial/
kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana (%)
Dukungan pemulihan untuk memulihkan dan
meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial/
No %
kemasyarakatan dan keagamaan yang
terganggu setelah bencana
1 Pelatihan 0,00
2 Bantuan penyediaan sarana budaya, sosial/ 37,50
109
kemasyarakatan dan keagamaan
3 Bantuan untuk mengaktifkan kembali kegiatan di 37,50
sarana sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang
sudah ada
4 Lainnya 12,50
5 Tidak Menjawab 12,50

Subsektor Perlindungan Kelompok Rentan


Hampir 100% responden menyatakan tidak ada gangguan atau masalah perlindungan
kelompok rentan (perempuan, anak, lansia dan difabel) yaitu sebesar 90%. Sedangkan 8,3%
responden menyatakan ada masalah perlindungan kelompok rentan.

Tabel 3.95.
Ada tidaknya masalah perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, difabel) (%)
Ada tidaknya masalah perlindungan kelompok
No %
rentan (perempuan, anak, lansia, difabel)
1 Ya 8,3
2 Tidak 90,0
3 Tidak Menjawab 1,7

Sedangkan 8,3% responden yang menjawab ada gangguan menyatakan masalah


perlindungan kelompok rentan yang dialami responden adalah ketiadaan fasilitas pendukung
(50%) dan ketiadaan tempat pengaduan dan fasilitas perlindungan (37,5%).

Tabel 3.95.
Masalah perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, difabel) (%)
Masalah perlindungan kelompok rentan
No %
(perempuan, anak, lansia, difabel)
1 Meningkatnya kekerasan fisik dan mental 0,00
2 Meningkatnya kekerasan berbasis seksual 0,00
3 Meningkatnya pelecehan non-fisik 0,00
4 Ketiadaan tempat pengaduan dan fasilitas 50,0
perlindungan
5 Ketiadaan fasilitas pendukung 37,50
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 12,50

Sedangkan dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan dan meningkatkan


perlindungan kelompok rentan berdasarkan survey rumah tangga adalah bantuan penyuluhan
(40%), penguatan moral (20%) dan pos pengaduan (10%).

110
Tabel 3.96.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan dan meningkatkan perlindungan
kelompok rentan (%)
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk
No memulihkan dan meningkatkan perlindungan %
kelompok rentan
1 Penyuluhan 40,00
2 Penguatan moral 20,00
3 Pos pengaduan 10,00
4 Rumah perlindungan dan pendampingan 0,00
5 Bantuan fasilitas pendukung 10,00
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 20,00

Ada beberapa catatan dari hasil survey rumah tangga untuk sektor sosial tersebut diatas
yaitu sebagian besar responden tidak mengalami gangguan di sub-sektor kesehatan, pendidikan,
kependudukan, agam, sosial kemasyarakatan dan keagamaan serta kelompok rentan.

e. Lintas Sektor
Berdasarkan survey rumah tangga, kebutuhan utama pengurangan risiko bencana adalah
penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana wilayah yang ditempati (40%), pelatihan
kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk apa yang harus dilakukan bila bencana terjadi
(31,11%) dan pembangunan peringatan dini (Early Warning System) sebesar 16,30%.

Tabel 3.97.
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah terkena dampak bencana (%)
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah
No %
terkena dampak bencana
1 Penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana 40,00
wilayah yang ditempati
2 Pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana, 31,11
termasuk apa yang harus dilakukan bila bencana
terjadi
3 Pembangunan peringatan dini (Early Warning 16,30
System)
4 Penguatan komunitas 10,37
5 Penguatan budaya 0,74
6 Lainnya 1,48
7 Tidak Menjawab 0,00

Sedangkan partisipasi warga dalam pengurangan risiko bencana pasca bencana yang utama
adalah laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya pengurangan risiko bencana (rencana
evakuasi, penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll) yaitu sebesar 61,76%.
111
Tabel 3.98.
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dalam pengurangan risiko bencana pasca-bencana
(%)
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat
No dalam pengurangan risiko bencana pasca- %
bencana
1 Laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya 61,76
pengurangan risiko bencana (rencana evakuasi,
penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll)
2 Masyarakat terlibat dalam pengurangan risiko di 33,82
tingkat kabupaten dan atau yang lebih tinggi.
(rencana kontinjensi, rencana penanggulangan
bencana, tim siaga desa, dll)
3 Lainnya 1,47
4 Tidak Menjawab 2,94

Dari hasil survey rumah tangga, FGD dan wawancara informan kunci, ada beberapa
catatan terkait kebutuhan dalam mendukung pengurangan risiko bencana yaitu penyediaan
informasi tentang kondisi rawan bencana, pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana dan
pembangunan peringatan dini.

3.3.2. Penilaian Pemulihan Kemanusiaan di Kabupaten Kediri


Penilaian kebutuhan pemulihan kemanusiaan pasca erupsi G. Kelud dilakukan pada tanggal
Teknik pengumpulan data 26-28 April 2014. Penilaian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan
penelitian, yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Penilaian ini menggunakan 3
(tiga) teknis pengumpulan data, yakni: (1) Survey rumah tangga, (2) Wawancara informan kunci,
dan (3) Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion).
Survey rumah tangga dilakukan terhadap rumah tangga terdampak erupsi G. Kelud baik
terdampak berat, sedang dan ringan. Jumlah sampel survey rumah tangga di Kabupaten Kediri
berjumlah 80 responden dengan komposisi jenis kelamin responden laki-laki berjumlah 51
sedangkan jumlah responden jenis kelamin perempuan ada 29 responden.
Lokasi wilayah sampel menyasar 3 kecamatan yaitu Kecamatan Puncu, Ngancar dan
Plosoklaten. Berikut ini adalah tabel lokasi sampel per desa.

Tabel 3.99.
Lokasi Sampel Per Desa di Kabupaten Kediri
No Kecamatan Desa Keterangan
1 Puncu Puncu Terdampak berat, pusat kecamatan, dekat
pusat pemerintahan, terdampak
2 Ngancar Babatan Terdampak sedang, mayoritas peternak

112
3 Plosoklaten Sepawon Tanah perkebunan, akses lewat perkebunan,
desa teratas di 2 aliran sungai rawan bagi desa
dibawah

Wawancara informan kunci dan Diskusi Kelompok Terfokus merupakan teknik


pengumpulan data kualitatif yang memberikan gambaran lebih dalam tentang permasalahan yang
hendak dikaji. Wawancara informan kunci dilakukan terhadap tokoh-tokoh masyarakat di lokasi
yang terdampak bencana. Tokoh masyarakat ini dapat terdiri dari Kepala Desa, Kepala Dusun,
Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan dan lain-lain. Sedangkan diskusi kelompok
terfokus dilakukan pada masyarakat dengan memperhatikan pada komposisi umur, gender,
maupun mata pencaharian.

1. Karakteristik Umum Responden


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, responden survey rumah tangga berasal dari 3
(tiga) kecamatan terdampak erupsi G. Kelud.
Perbandingan komposisi responden laki-laki dan perempuan adalah 63,75 % responden
laki-laki sedangkan 36,25 % responden perempuan (lihat tabel berikut).

Tabel 3.100.
Persebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin %
1 Laki-laki 63,75
2 Perempuan 36,25

Distribusi umur responden berumur merata pada rentang 31-40 tahun sebanyak 25 %,
rentang 41-50 tahun sebanyak 30 % dan rentang > 50 tahun sebanyak 27,5 %. Tidak ada
responden yang berumur dibawah 20 tahun.

Tabel 3.101.
Persebaaran Responden Berdasarkan Umur
No Umur Responden %
1 <= 20 tahun 0
2 21 – 30 tahun 10
3 31 – 40 tahun 25
4 41 – 50 tahun 30
5 > 50 tahun 27,5
6 Tidak Menjawab 7,5

113
2. Identifikasi Akibat Bencana
a. Sektor Permukiman
Berdasarkan survey rumah tangga sebanyak 73,5 % warga di Kabupaten Kediri menyatakan
kondisi rumah yang rusak serta 23,5 % menyatakan perabotan rumah tangga rusak. Dibawah ini
adalah tabel masalah perumahan pasca erupsi G. Kelud yang dihadapi oleh responden.

Tabel 3.102.
Masalah Perumahan Pascabencana
No Masalah Perumahan Pasca-Bencana %
1 Kondisi rumah yang rusak 73,5
2 Kondisi rumah yang hancur total 0
3 Lokasi dan lingkungan perumahan sudah tidak 0
dapat ditempati lagi
4 Perabotan rumah tangga rusak 23,5
5 Lainnya (Pasir dan Debu) 1
6 Tidak Menjawab 2

Berdasarkan hasil wawancara informan kunci dan FGD, dinyatakan bahwa sebagin besar
rumah mengalami kerusakan, namun tidak ada yang rusak total. Kerusakan kebanyakan pada
teras, rumah tambahan/ dapur, kandang yang rata-rata beratap asbes. Sedangkan rumah yang
beratap dari genting, hanya bolong, tidak mematahkan atap. Kerusakan juga dialami pada
perabotan rumah tangga.
Sedangkan dukungan pemulihan perumahan yang diharapkan oleh responden yaitu
dukungan untuk perbaikan rumah di lokasi semula (termasuk pembangunan kembali rumah
rusak berat/hancur total) dengan persentase sebanyak 57,41 %, dukungan perabotan rumah
tangga (16,67%) dan dukungan perbaikan lingkungan perumahan (15,74%).

Tabel 3.103.
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan Pascabencana (%)
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan
No %
Pasca-Bencana
1 Dukungan untuk perbaikan rumah di lokasi semula 57,41
(termasuk pembangunan kembali rumah rusak
berat/hancur total)
2 Pemindahan ke lokasi baru yang lebih aman dan 0
pembangunan rumah di lokasi tersebut
3 Perbaikan lingkungan perumahan 15,74
4 Bantuan penyuluhan teknis perbaikan rumah 1,85
5 Dukungan perabotan rumah tangga 16,67
6 Lainnya 5,56
7 Tidak Menjawab 2,78

114
Hampir seratus persen responden ingin terlibat dalam pembangunan rumah, yaitu sebanyak
98,8% responden ingin berpartisipasi dalam pembangunan rumah.

Tabel 3.104.
Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah tinggal (%)
Keterlibatan masyarakat dalam
No %
pembangunan rumah
1 Ya 98,8
2 Tidak 1,2
3 Tidak Menjawab 0

Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah yaitu terlibat saat pelaksanaan
pembangunan rumah (48,23%) dan terlibat saat perencanaan pembangunan rumah (30,50%).

Tabel 3.105.
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam
No %
pembangunan rumah
1 Terlibat saat perencanaan pembangunan rumah 30,50
2 Terlibat saat pelaksanaan pembangunan rumah 48,23
3 Terlibat saat pemantauan pembangunan rumah 20,57
4 Tidak Menjawab 0,70

Partisipasi responden dalam perencanaan pembangunan tempat tinggal cukup tinggi.


Sebanyak 45,45% responden menginginkan dilibatkan dalam perencanaan mekanisme distribusi
dukungan perumahan, penyusunan daftar penerima dukungan perumahan (38,31%) dan
perencanaan desain bangunan, tata ruang pemukiman dan lokasi perumahan sebanyak 13,64%.

Tabel 3.106.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk partisipasi masyarakat dalam
No %
perencanaan pembangunan rumah tinggal
1 Penyusunan daftar penerima dukungan perumahan 38,31
2 Perencanaan desain bangunan, tata ruang 13,64
pemukiman dan lokasi perumahan
3 Perencanaan mekanisme distribusi dukungan 45,45
perumahan
4 Lainnya 0,65
5 Tidak Menjawab 1,95

115
Sedangkan bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal,
sebagian besar responden menginginkan dalam bentuk tenaga pertukangan (68,63%) dan
dukungan bahan bangunan (24,84%).

Tabel 3.107.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk partisipasi masyarakat dalam
No %
pelaksanaan pembangunan rumah tinggal
1 Tenaga Pertukangan 68,63
2 Dukungan uang 2,61
3 Dukungan bahan bangunan 24,84
4 Sumbang saran teknis 1,96
5 Lainnya 1,96
6 Tidak Menjawab 0

Sedangkan mekanisme perbaikan rumah yang diharapkan oleh masyarakat yaitu pemerintah
memberikan bantuan, melalui mekanisme kelompok masyarakat (pokmas) sebanyak 86,2%.

Tabel 3.108.
Cara yang diinginkan untuk membangun rumah tinggal (%)
Cara yang diinginkan untuk membangun
No %
rumah tinggal
1 Pemerintah membangun rumah 8,8
denganmenggunakan jasa kontraktor
2 Pemerintah memberikan bantuan, melalui 86,2
mekanisme kelompok masyarakat (pokmas)
3 Tidak Menjawab 5

Masalah air bersih yang dihadapi oleh masyarkat adalah instalasi air yang rusak (16,89%),
airnya kurang bersih (16,89) dan sarana penyimpanan tidak ada (16,44%). Hal ini didukung juga
oleh hasil wawancara informan kunci dan FGD yang menyatakan bahwa air bersih sulit didapat
karena instalasinya rusak.

Tabel 3.109.
Masalah air bersih yang dihadapi keluarga (%)
No Masalah air bersih yang dihadapi keluarga %
1 Tidak ada 16,89
2 Sumber air rusak 15,98
3 Jumlah airnya berkurang 15,53
4 Airnya kurang bersih 16,89
5 Sarana penyimpanan tidak ada 16,44
6 Instalasi air rusak 16,89

116
7 Lainnya 1,37
8 Tidak Menjawab 0,00

Sedangkan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi masalah air bersih adalah bantuan
sarana instalasi air (25,50%).

Tabel 3.110.
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah air bersih (%)
Dukungan pemulihan untuk mengatasi
No %
masalah air bersih
1 Bantuan penyediaan air bersih 25,50
2 Bantuan pemulihan sumber air bersih 25,50
3 Bantuan sarana penyimpanan 23,49
4 Bantuan sarana instalasi air 25,50
5 Lainnya 0,00
6 Tidak Menjawab 0,00

Dari hasil survey rumah tangga, wawancara informarman kunci dan FGD, ada beberapa hal
terkait rekomendasi pembangunan perumahan yaitu:
1. Kerusakan rumah tidak sampai rusak total dan mayoritas sudah tertangani dengan bantuan
atap dari pemerintah dan para pihak.
2. Kebutuhan bantuan perumahan pada perbaikan atap teras, dapur dan kandang, pemulihan
lingkungan permukiman seperti instalasi air bersih serta bantuan perabot rumah tanngga
3. Masyarakat memiliki kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan rumah seperti saat
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan rumah.
4. Mekanisme kelompok masyarakat diperlukan dalam memperbaiki rumah dan permukiman.
5. Sedankan rekomendaasi PRB dalam pembangunan rumah adalah dukungan pengurangan
risiko bencana dibutuhkan untuk memperbaiki rumah dan pemukiman (contohnya satu
ruangan beratap beton, jalur evakuasi, relokasi untuk risiko lahar).

b. Sektor Infrastruktur
Berdasarkan survey rumah tangga, masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh
masyarakat adalah material erupsi (38,34%). Hal ini sejalan dengan hasil wawancara informan
kunci dan FGD yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan berdebu karena banyaknya material
erupsi.

117
Tabel 3.111.
Masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh keluarga (%)
Masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh
No %
keluarga
1 Material erupsi 38,34
2 Drainase dan sanitasi terganggu 22,80
3 Sumber mata air terganggu 21,24
4 Binatang penyebab penyakit (tikus, lalat, nyamuk) 16,06
5 Lainnya 1,55
6 Tidak Menjawab 0,00

Sedangkan dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan adalah masyarakat


melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-royong
(56,30%) dan masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar dan
mendapatkan bantuan peralatan (31,93%).

Tabel 3.112.
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan yang dihadapi oleh keluarga (%)
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah
No %
lingkungan yang dihadapi oleh keluarga
1 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 31,93
lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan
peralatan
2 Masyarakat mendapatkan bantuan teknis penyuluhan 2,52
cara melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan
sekitar
3 Pemerintah melakukan pembersihan/pemulihan 6,72
lingkungan sekitar
4 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 56,30
lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-
royong
5 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 1,68
lingkungan sekitar dan diberikan upah kerja
pemulihan oleh pemerintah
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 0,84

Dari hasil diatas terkait permasalahan dan dukungan pemulihan lingkungan, ada beberapa
catatan yaitu:
1. Masalah utama adalah pembersihan material erupsi.
2. Dukungan utama yang dibutuhkan adalah masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan
lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-royong dan masyarakat melakukan
pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan peralatan.

118
c. Sektor Ekonomi Produktif
Dari hasil survey rumah tangga, pencari kerja sebelum dan sesudah bencana mengalami
penurunan. Sebelum bencana, suami yang bekerja adalah sebanyak 55,81%, namun setelah
bencana, persentase suami yang bekerja mengalami penurunan yaitu sebanyak 53,49%. Bagitu
juga untuk istri, sebelum bencana persentase yang bekerja sebanyak 37,21%, tetapi setelah
bencana mengalami penurunan menjadi 21,71%. Dari hasil wawancara informan kunci dan
FGD, disebutkan bahwa penurunan diakibatkan oleh kerusakan pada lahan pertanian,
perkebunan dan peternakan. Sebagian besar masyarakat yang terdampak berprofesi sebagai para
petani yang berakibat pada menurunnya partisipasi kerja setelah bencana.

Tabel 3.113.
Pencari kerja sebelum dan sesudahbencana (%)
Setelah
Sebelum Bencana
No Pencari kerja
Bencana
1 Suami 55,81 53,49
2 Istri 37,21 21,71
3 Anak (< 18 tahun dan 3,88 3,88
belum menikah)
4 Lainnya 1,55 1,55
5 Jawaban Kosong 1,55 19,38

Sebagian besar masyarakat yang terdampak erupsi G. Kelud menyatakan terganggu atau
menurun sumber utama penghasilan keluarga setelah bencana (76,3%), sedangkan 22,5%
menyatakan tidak terganggu.

Tabel 3.114.
Apakah sumber utama penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%)
Apakah sumber utama penghasilan keluarga
No %
hilang/menurun setelah bencana
1 Ya 76,3
2 Tidak 22,5
3 Tidak Menjawab 1,2

Penyebab utama gangguan atau menurunnya penghasilan utama keluarga adalah kebun atau
ladang rusak tapi masih bisa digunakan dengan perbaikan terlebih dahulu (29,51%) dan kebun
atau ladang rusak tidak dapat digunakan (28,69%).

119
Tabel 3.115.
Penyebab penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%)
Penyebab penghasilan keluarga
No %
hilang/menurun setelah bencana
1 Tempat usaha (dagang, jasa atau industri) milik 9,02
sendiri rusak
2 Perusahaan/ industri/ tempat bekerja rusak 4,92
3 Kebun atau ladang rusak tidak dapat digunakan 28,69
4 Kebun atau ladang rusak tapi masih bisa 29,51
digunakan dengan perbaikan terlebih dahulu
5 Peralatan kerja rusak akibat bencana 0
6 Ternak hewan mati akibat bencana 0
7 Masih trauma/takut bekerja akibat bencana gempa 12,30
8 Masih fokus pada penyelamatan diri dan keluarga 8,20
terlebih dahulu sehingga belum dapat kembali
bekerja

Sedangkan kebutuhan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian


keluarga setelah bencana adalah modal (50%) dan peralatan kerja (24,60%).

Tabel 3.116.
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian keluarga setelah
terjadi bencana (%)
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk
No meningkatkan mata pencaharian keluarga %
setelah terjadi bencana
1 Peralatan ketrampilan 1,59
2 Peralatan kerja 24,60
3 Pemasaran 0,79
4 Modal 50,00
5 Kemudahan kredit 15,08
6 Lainnya 3,17
7 Tidak Menjawab 4,76

Sumber cadangan keluarga yang terganggu setelah terjadi bencana berdasarkan survey
rumah tangga adalah ternak/ bibit/ hasil pertanian, perikanan, dll (14,58%) dan tabungan
(9,38%).

Tabel 3.117.
Sumber cadangan keluarga yang terganggu setelah terjadi bencana (%)
Sumber cadangan keluarga yang terganggu
No %
setelah terjadi bencana
1 Tidak ada 48,96
2 Tabungan 9,38
3 Pinjaman 2,08

120
4 Barang/ perhiasan, dll 6,25
5 Ternak/ bibit/ hasil pertanian, perikanan, dll 14,58
6 Pohon dan kayu olahan 10,42
7 Asuransi 1,04
8 Akses Jaminan Sosial Pemerintah (contoh: 3,13
Jamkesmas)
9 Lainnya 4,17
10 Tidak Menjawab 0,00

Untuk mengatasi sumber cadangan yang terganggu setelah bencana, dukungan pemulihan
yang dibutuhkan berdasarkan survey rumah tangga adalah bantuan asset (ternak, bibit tanaman,
kayu olahan, alat kerja, dll) sebesar 50% dan stimulus permodalan (hibah modal) sebesar 36,54%.

Tabel 3.118.
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk memulihkan sumber cadangan keluarga yang
terganggu setelah terjadi bencana (%)
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk
No memulihkan sumber cadangan keluarga yang %
terganggu setelah terjadi bencana
1 Bantuan asset (ternak, bibit tanaman, kayu olahan, 50,00
alat kerja, dll)
2 Stimulus permodalan (hibah modal) 36,54
3 Kemudahan pinjaman untuk usaha 5,77
4 Ketrampilan 1,92
5 Jaminan Sosial 3,85
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 1,92

Dari hasil survey rumah tangga tersebut diatas, ada beberapa catatan dan rekomendasi
terkait sektor ekonomi produktif yaitu:
1. Terjadi penurunan angka partisipasi kerja suami dan istri.
2. Mayoritas menyatakan sumber utama penghasilan keluarga terganggu dengan kerusahan
lahan pertanian dan perkebunan sebagai penyebab utamanya.
3. Kebutuhan pemulihan sumber utama penghasilan keluarga adalah bantuan modal dan
peralatan kerja

d. Sektor Sosial
Subsektor Kesehatan
Untuk sektor sosial sub sektor kesehatan, tingkat pelayanan kesehatan pasca bencana
cukup memadai dengan persentase responden menjawab memadai sebesar 90%.

121
Tabel 3.119.
Tingkat pelayanan kesehatan (%)

No Tingkat pelayanan kesehatan %

1 Memadai 90,0
2 Tidak memadai 10,0
3 Tidak Menjawab 0,00

Akan tetapi ada 10% responden yang menjawab tidak memadai terkait tingkat pelayanan
kesehatan. Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan kesehatan yang tidak memadai adalah
keterbatasan tenaga medis (36,84%), keterbatasan obat (15,79%) dan keterbatasan peralatan
medis (15,79%).

Tabel 3.120.
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan kesehatan tidak memadai (%)
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan
No %
kesehatan tidak memadai
1 Keterbatasan Obat 15,79
2 Keterbatasan Tenaga Medis 36,84
3 Keterbatasan Peralatan Medis 15,79
4 Jauhnya Jarak 10,53
5 Mahalnya Biaya 0,00
6 Keterbatasan Layanan Psikososial 15,79

Subsektor Pendidikan
Dari hasil wawancara informan kunci dan FGD didapatkan bahwa adanya gangguan di sub
sektor pendidikan. Beberapa gangguan tersebut antara lain rusaknya atap sekolah karena
kejatuhan batu dan pasir. Hal ini menyebabkan anak-anak sekolah dan guru tidak masuk sekolah
selain karena sekolah rusak juga karena memikirkan kondisi rumahnya sendiri yang rusak juga.
Sedangkan dari hasil survey rumah tangga menyatakan bahwa 83,8% responden ada
gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana sedangkan 15,0% responden menyatakantidak ada
gangguan. Dibawah ini adalah tabel ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana.

Tabel 3.121.
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana (%)
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah
No %
setelah bencana
1 Ya 83,8
2 Tidak 15,0
3 Tidak Menjawab 1,2

122
Sedangkan dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan gangguan tersebut
diatas antara lain adalah adanya sekolah sementara (28,49%), adanya bangunan sekolah yang
aman (26,34%) dan perlengkapan anak untuk sekolah (18,28%).

Tabel 3.122.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan pendidikan anak setelah bencana
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk
No %
memulihkan pendidikan anak setelah bencana
1 Sekolah sementara 28,49
2 Peningkatan kehadiran guru 7,53
3 Perlengkapan anak untuk sekolah 18,28
4 Biaya sekolah 8,60
5 Transportasi 2,15
6 Bangunan sekolah yang aman 26,34
7 Kurikulum Pengurangan Risiko Bencana 4,30
8 Lainnya 3,23
9 Tidak Menjawab 1,08

Subsektor Kependudukan
Tidak ada masalah yang timbul di sub sektor kependudukan terkait hilangnya surat-surat
penting/ rusak setelah bencana.

Tabel 3.123.
Surat-surat penting yang hilang/ rusak setelah bencana (%)
Surat-surat penting yang hilang/ rusak setelah
No %
bencana
1 Tidak ada 100,00
2 Ijazah 0,00
3 Surat kepemilikan asset (tanah, rumah, kendaraan) 0,00
4 Surat Identitas Penduduk 0,00
5 Surat nikah 0,00
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 0,00

Subsektor Agama, Budaya dan Kemasyarakatan


Dari hasil wawancara informan kunci dan FGD didapatkan bahwa ada gangguan dalam
kegiatan budaya, sosial kemasyarakatan dan keagamaan setelah bencana. Proses kegiatan
masyarakat terganggu dan terhenti, baik pertemuan warga maupun dampak dari pemberian
bantuan terjadi banyak perasaan iri di masyarakat.

123
Sedangkan dari hasil survey rumah tangga menyatakan bahwa sebagian besar responden
merasa terganggu terkait kegiatan budaya, sosial kemasyarakatan dan keagamaan pasca bencana
yaitu sebesar 76,3%. Sedangkan 21,3% responden merasa tidak terganggu.

Tabel 3.124.
Ada tidaknya gangguan kegiatan budaya, social kemasyarakatan dan keagamaan setelah bencana
(%)
Ada tidaknya gangguan kegiatan budaya, social
No kemasyarakatan dan keagamaan setelah %
bencana
1 Ya 76,3
2 Tidak 21,3
3 Tidak Menjawab 2,5

Kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu akibat bencana adalah
kegiatan keagamaan (pengajian, tahlilan, peribadatan, dll) sebesar 41,22% dan kegiatan
kemasyarakatan (Posyandu, PKK, dll) sebesar 25,68%.

Tabel 3.125.
Kegiatan sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana (%)
Kegiatan social/ kemasyarakatan dan keagamaan
No %
yang terganggu setelah bencana
1 Kegiatan keagamaan (pengajian, tahlilan, peribadatan, 41,22
dll)
2 Kegiatan Budaya (seni dan adat) 22,30
3 Kegiatan kemasyarakatan (Posyandu, PKK, dll) 25,68
4 Kegiatan kepemudaan 9,46
5 Lainnya 0,00
6 Tidak Menjawab 1,35

Sedangkan dukungan pemulihan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan


sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana berdasarkan survey
rumah tangga adalah bantuan penyediaan sarana budaya, sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan
(43,43%) dan bantuan untuk mengaktifkan kembali kegiatan di sarana sosial/ kemasyarakatan
dan keagamaan yang sudah ada (42,42%).

124
Tabel 3.126.
Dukungan pemulihan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial/
kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana (%)
Dukungan pemulihan untuk memulihkan dan
meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial/
No %
kemasyarakatan dan keagamaan yang
terganggu setelah bencana
1 Pelatihan 3,03
2 Bantuan penyediaan sarana budaya, sosial/ 43,43
kemasyarakatan dan keagamaan
3 Bantuan untuk mengaktifkan kembali kegiatan di 42,42
sarana sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang
sudah ada
4 Lainnya 2,02
5 Tidak Menjawab 9,09

Subsektor Perlindungan Kelompok Rentan


Hampir sebagian responden menyatakan ada gangguan atau masalah perlindungan
kelompok rentan (perempuan, anak, lansia dan difabel) yaitu sebesar 42,5%. Sedangkan 55%
responden menyatakan tidak ada masalah perlindungan kelompok rentan.

Tabel 3.127.
Ada tidaknya masalah perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, difabel) (%)
Ada tidaknya masalah perlindungan kelompok
No %
rentan (perempuan, anak, lansia, difabel)
1 Ya 42,5
2 Tidak 55,0
3 Tidak Menjawab 2,5

Sedangkan masalah perlindungan kelompok rentan yang dialami responden adalah


ketiadaan fasilitas pendukung (48,48%) dan ketiadaan tempat pengaduan dan fasilitas
perlindungan (45,45%).

Tabel 3.128.
Masalah perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, difabel) (%)
Masalah perlindungan kelompok rentan
No %
(perempuan, anak, lansia, difabel)
1 Meningkatnya kekerasan fisik dan mental 1,52
2 Meningkatnya kekerasan berbasis seksual 0,00
3 Meningkatnya pelecehan non-fisik 0,00
4 Ketiadaan tempat pengaduan dan fasilitas 45,45
perlindungan
5 Ketiadaan fasilitas pendukung 48,48

125
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 4,55

Sedangkan dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan dan meningkatkan


perlindungan kelompok rentan berdasarkan survey rumah tangga adalah bantuan fasilitas
pendukung (36,9%), penguatan moral (32,14%) dan pos pengaduan (16,67%).

Tabel 3.129.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan dan meningkatkan perlindungan
kelompok rentan (%)
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk
No memulihkan dan meningkatkan perlindungan %
kelompok rentan
1 Penyuluhan 3,57
2 Penguatan moral 32,14
3 Pos pengaduan 16,67
4 Rumah perlindungan dan pendampingan 8,33
5 Bantuan fasilitas pendukung 36,90
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 2,38

e. Lintas Sektor
Berdasarkan survey rumah tangga, kebutuhan utama pengurangan risiko bencana adalah
penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana wilayah yang ditempati (30,71%), pelatihan
kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk apa yang harus dilakukan bila bencana terjadi
(28,74%) dan pembangunan peringatan dini (Early Warning System) sebesar 27,95%.

Tabel 3.130.
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah terkena dampak bencana (%)
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah
No %
terkena dampak bencana
1 Penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana 30,71
wilayah yang ditempati
2 Pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana, 28,74
termasuk apa yang harus dilakukan bila bencana
terjadi
3 Pembangunan peringatan dini (Early Warning 27,95
System)
4 Penguatan komunitas 8,66
5 Penguatan budaya 2,36
6 Lainnya 0,79
7 Tidak Menjawab 0,79

126
Sedangkan partisipasi warga dalam pengurangan risiko bencana pasca bencana yang utama
adalah laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya pengurangan risiko bencana (rencana
evakuasi, penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll) yaitu sebesar 57,95%.

Tabel 3.131.
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dalam pengurangan risiko bencana pasca-bencana
(%)
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dalam
No %
pengurangan risiko bencana pasca-bencana
1 Laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya 57,95
pengurangan risiko bencana (rencana evakuasi,
penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll)
2 Masyarakat terlibat dalam pengurangan risiko di 19,32
tingkat kabupaten dan atau yang lebih tinggi.
(rencana kontinjensi, rencana penanggulangan
bencana, tim siaga desa, dll)
3 Lainnya 19,32
4 Tidak Menjawab 3,41

Ada beberapa catatan terkait kebutuhan dalam mendukung pengurangan risiko bencana
yaitu penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana, pelatihan kesiapsiagaan menghadapi
bencana dan pembangunan peringatan dini. Sedangkan kegiatan yang direkomendasikan dalam
pengurangan risiko bencana adalah penyusunan rencana kontinjensi desa (pelatihan PRB,
pembentukan tim siaga, rencana evakuasi, sistem komunikasi dan manajemen pengungsian).

3.3.3. Penilaian Pemulihan Kemanusiaan di Kabupaten Malang


Penilaian kebutuhan pemulihan kemanusiaan pasca erupsi G. Kelud dilakukan pada tanggal
Teknik pengumpulan data 26-28 April 2014. Penilaian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan
penelitian, yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Penilaian ini menggunakan 3
(tiga) teknis pengumpulan data, yakni: (1) Survey rumah tangga, (2) Wawancara informan kunci,
dan (3) Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion).
Survey rumah tangga dilakukan terhadap rumah tangga terdampak erupsi G. Kelud baik
terdampak berat, sedang dan ringan. Jumlah sampel survey rumah tangga di Kabupaten Malang
berjumlah 90 responden dengan komposisi jenis kelamin responden laki-laki berjumlah 45
sedangkan jumlah responden jenis kelamin perempuan ada 45 responden.
Lokasi wilayah sampel menyasar 2 kecamatan yaitu Kecamatan Ngantang dan Kasembon.
Berikut ini adalah tabel lokasi sampel per desa.

127
Tabel 3.132.
Lokasi Sampel Per Desa di Kabupaten Malang
No Kecamatan Desa Keterangan
1 Ngantang Pandansari Terdampak berat, seperti ternak, tempat wisata,
pusat penduduk berjauhan, jauh dari pusat
kecamatan
2 Kasembon Kasembon Terdampak ringan, menangani/ menerima
pengungsian, dekat jalan raya, pusat kecamatan

Wawancara informan kunci dan Diskusi Kelompok Terfokus merupakan teknik


pengumpulan data kualitatif yang memberikan gambaran lebih dalam tentang permasalahan yang
hendak dikaji. Wawancara informan kunci dilakukan terhadap tokoh-tokoh masyarakat di lokasi
yang terdampak bencana. Tokoh masyarakat ini dapat terdiri dari Kepala Desa, Kepala Dusun,
Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan dan lain-lain. Sedangkan diskusi kelompok
terfokus dilakukan pada masyarakat dengan memperhatikan pada komposisi umur, gender,
maupun mata pencaharian.

1. Karakteristik Umum Responden


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, responden survey rumah tangga berasal dari 2
(dua) kecamatan terdampak erupsi G. Kelud.
Perbandingan komposisi responden laki-laki dan perempuan adalah 50 % responden laki-
laki sedangkan 50 % responden perempuan. (lihat tabel berikut).

Tabel 3.133.
Persebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin %
1 Laki-laki 50
2 Perempuan 50

Berdasarkan tabel dibawah ini, distribusi umur responden sebagian besar berada pada
rentang umur 41-50 tahun, yaitu sebanyak 44,4%, rentang umur 31-40 tahun sebanyak 24,4%
dan rentang > 50 tahun sebanyak 20 %.

Tabel 3.134.
Persebaran Responden Berdasarkan Umur
No Umur Responden %
1 <= 20 tahun 0
2 21 – 30 tahun 7,8
3 31 – 40 tahun 24,4

128
4 41 – 50 tahun 44,4
5 > 50 tahun 20
6 Tidak Menjawab 3,3

2. Identifikasi Akibat Bencana


a. Sektor Permukiman
Berdasarkan survey rumah tangga, sebanyak 38,9% responden menyatakan kondisi rumah
yang rusak, sedangkan 34,7% responden menyatakan perabotan rumah tangga rusak serta 16,2%
responden menyatakan lokasi dan lingkungan perumahan sudah tidak dapat ditempati lagi.
Dibawah ini adalah tabel masalah perumahan pasca erupsi G. Kelud yang dihadapi oleh
responden.

Tabel 3.135.
Masalah Perumahan Pascabencana
No Masalah Perumahan Pasca-Bencana %
1 Kondisi rumah yang rusak 38,9
2 Kondisi rumah yang hancur total 1,8
3 Lokasi dan lingkungan perumahan sudah tidak 16,2
dapat ditempati lagi
4 Perabotan rumah tangga rusak 34,7
5 Lainnya (Pasir dan Debu) 4,8
6 Tidak Menjawab 3,6

Berdasarkan hasil wawancara informan kunci dan FGD, kondisi perumahan khususnya
di Desa Pandansari seperti di Dusun Munjung, Sambirejo dan Wonorejo semua rumah rusak
berat. Kemudian di Dusun Plumbang sebanyak 70% total rumah rusak, Dusun Klangon dan
Bales sebanyak 60 % dari total rumah dan Dusun Sedawon sebanyak 50% total rumah rusak.
Beberapa kondisi atap meskipun kelihatanya atap masih utuh namun genteng banyak yang retak
dan pecah sehingga tetap membutuhkan ganti. Selain itu juga banyak warga yang mengalami
kerusakan pada perabotan rumah tangga, seperti meja, kursi, tempat tidur dan lain-lain.
Sedangkan dukungan pemulihan perumahan yang diharapkan oleh responden yaitu
dukungan untuk perbaikan rumah di lokasi semula (termasuk pembangunan kembali rumah
rusak berat/hancur total) dengan persentase sebanyak 30,46%, perbaikan lingkungan perumahan
sebesar 27,01% dan dukungan perabotan rumah tangga 26,44%.

Tabel 3.136.
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan Pascabencana (%)
Dukungan Pemulihan Masalah Perumahan
No %
Pasca-Bencana

129
1 Dukungan untuk perbaikan rumah di lokasi semula 30,46
(termasuk pembangunan kembali rumah rusak
berat/hancur total)
2 Pemindahan ke lokasi baru yang lebih aman dan 5,17
pembangunan rumah di lokasi tersebut
3 Perbaikan lingkungan perumahan 27,01
4 Bantuan penyuluhan teknis perbaikan rumah 4,6
5 Dukungan perabotan rumah tangga 26,44
6 Lainnya 1,15
7 Tidak Menjawab 5,17

Hasil dari FGD dan wawancara informan kunci juga sejalan dengan hasil survey rumah
tangga yaitu masyarakat menyatakan masyarakat membutuhkan perbaikan rumah-rumah yang
rusak seperti pada bagian dapur, teras dan kandang ternak dan perlu subsidi perbaikan perabotan
rumah tangga.
Partisipasi keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah berdasarkan hasil survey
rumah tangga menyatakan bahwa sebagian besar responden ingin terlibat dalam pembangunan
rumah, yaitu sebesar 86,7% responden ingin berpartisipasi dalam pembangunan rumah.
Sedangkan 10% responden tidak ingin berpartisipasi.

Tabel 3.137.
Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah tinggal (%)
Keterlibatan masyarakat dalam
No %
pembangunan rumah
1 Ya 86,7
2 Tidak 10
3 Tidak Menjawab 3,3

Hasil dari FGD dan wawancara informan kunci juga menyatakan bahwa masyarakat
menyatakan perlu dilibatkan dalam pembangunan rumah, seperti terlibat dalam pendataan rumah
yang mengalami kerusakan. Masyarakat juga ingin berpartisipasi terkait siapa yang berhak dan
yang belum mendapatkan bantuan pembangunan rumah.
Sedangkan dari hasil survey rumah tangga, bentuk keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan rumah yang paling besar diinginkan responden yaitu terlibat pada saat pelaksanaan
pembangunan rumah (44,10%). Sedangkan responden yang ingin terlibat dalam perencanaan
pembangunan rumah sebesar 33,54% dan yang ingin terlibat pada saat pemantauan
pembangunan rumah sebesar 19,88%.

130
Tabel 3.138.
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam
No %
pembangunan rumah
1 Terlibat saat perencanaan pembangunan rumah 33,54
2 Terlibat saat pelaksanaan pembangunan rumah 44,10
3 Terlibat saat pemantauan pembangunan rumah 19,88
4 Tidak Menjawab 2,48

Bentuk partisipasi responden dalam perencanaan pembangunan rumah tinggal yang paling
besar adalah perencanaan mekanisme distribusi dukungan perumahan (31,93%), perencanaan
desain bangunan, tata ruang pemukiman dan lokasi perumahan sebanyak 29,41% sedangkan
dalam bentuk penyusunan daftar penerima dukungan perumahan 27,73%.

Tabel 3.139.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk partisipasi masyarakat dalam
No %
perencanaan pembangunan rumah tinggal
1 Penyusunan daftar penerima dukungan perumahan 27,73
2 Perencanaan desain bangunan, tata ruang 29,41
pemukiman dan lokasi perumahan
3 Perencanaan mekanisme distribusi dukungan 31,93
perumahan
4 Lainnya 0,84
5 Tidak Menjawab 10,09

Sedangkan bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal,


berdasarkan survey rumah tangga, sebagian besar responden menginginkan dalam bentuk tenaga
pertukangan (53,28%), dukungan bahan bangunan (16,79%) dan sumbang saran teknis (13,87%).

Tabel 3.140.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal (%)
Bentuk partisipasi masyarakat dalam
No %
pelaksanaan pembangunan rumah tinggal
1 Tenaga Pertukangan 53,28
2 Dukungan uang 5,84
3 Dukungan bahan bangunan 16,79
4 Sumbang saran teknis 13,87
5 Lainnya 3,65
6 Tidak Menjawab 6,57

131
Sedangkan mekanisme perbaikan rumah yang diharapkan oleh masyarakat berdasarkan
survey rumah tangga, menyatakan bahwa sebagian responden menginginkan pemerintah
memberikan bantuan, melalui mekanisme kelompok masyarakat (pokmas) sebanyak 75,6%.

Tabel 3.141.
Cara yang diinginkan untuk membangun rumah tinggal (%)
Cara yang diinginkan untuk membangun
No %
rumah tinggal
1 Pemerintah membangun rumah 14,4
denganmenggunakan jasa kontraktor
2 Pemerintah memberikan bantuan, melalui 75,6
mekanisme kelompok masyarakat (pokmas)
3 Tidak Menjawab 10

Berdasarkan survey rumah tangga, sebagian besar responden menyatakan ada masalah air
bersih yang dihadapi masyarakat yaitu masalah instalasi air rusak sebesar 49,57%. Sedangkan
masalah air kurang bersih (13,04%) dan sumber air rusak (11,30%).

Tabel 3.142.
Masalah air bersih yang dihadapi keluarga (%)
No Masalah air bersih yang dihadapi keluarga %
1 Tidak ada 13,91
2 Sumber air rusak 11,30
3 Jumlah airnya berkurang 5,22
4 Airnya kurang bersih 13,04
5 Sarana penyimpanan tidak ada 6,09
6 Instalasi air rusak 49,57
7 Lainnya 0,87
8 Tidak Menjawab 0,00

Sedangkan dukungan utama yang diperlukan masyarakat untuk mengatasi masalah air
bersih adalah bantuan sarana instalasi air (65,22%) dan bantuan pemulihan sumber air bersih
sebesar 20,65%.

Tabel 3.143.
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah air bersih (%)
Dukungan pemulihan untuk mengatasi
No %
masalah air bersih
1 Bantuan penyediaan air bersih 5,43
2 Bantuan pemulihan sumber air bersih 20,65
3 Bantuan sarana penyimpanan 2,17

132
4 Bantuan sarana instalasi air 65,22
5 Lainnya 0,00
6 Tidak Menjawab 6,52

Berdasarkan hasil survey rumah tangga, ada sebagian kecil masyarakat yang terdampak
erupsi G. Kelud di Kabupaten Malang menyatakan bahwa ingin direlokasi. Dari sebagian
masyarakat yang ingin direlokasi tersebut, sebagian besar menyatakan ingin pindah/ relokasi ke
lahan yang disediakan pemerintah (55,6%), pindah/ relokasi ke lahan lain milik sendiri (33,3%)
dan transmigrasi (11,1%).

Tabel 3.144.
Lokasi Rumah/Tempat Tinggal Tetap Yang Diinginkan
Lokasi Rumah/Tempat Tinggal Tetap Yang
No %
Diinginkan
1 Pindah/relokasi ke lahan lain milik sendiri 33,3
2 Pindah/relokasi ke lahan yang disediakan 55,6
pemerintah
3 Transmigrasi 11,1
4 Lainnya 0
5 Tidak Menjawab 0

Ada beberapa rekomendasi dari hasil survey rumah tangga, wawancara informan kunci dan
FGD terkait pengkajian kebutuhan kemanusiaan sektor perumahan yaitu:
1. Kerusakan rumah pasca erupsi G. Kelud, dari yang rusak berat, sedang dan ringan,
mayoritas sudah tertangani dengan bantuan atap dari pemerintah dan para pihak.
2. Kebutuhan bantuan perumahan pada perbaikan rumah seperti pada bagian atap, dapur,
teras dan kandang ternak, bantuan subsidi perbaikan perabotan rumah tangga serta
pemulihan instalasi air bersih.
3. Sebagian besar masyarakat memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam pembangunan
rumah seperti saat perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pembangunan rumah, dalam
bentuk bentuk dukungan data penerima, saran mekanisme distribusi, rancang bangun,
tenaga dan bahan bangunan.
4. Mekanisme kelompok masyarakat dipilih oleh sebagian besar masyarakat dalam
memperbaiki rumah dan permukiman.
Untuk rekomendasi pengurangan risiko bencana dalam pembangunan rumah adalah
dukungan pengurangan risiko bencana untuk memperbaiki rumah dan pemukiman, seperti
penyediaan jalur evakuasi di lingkungan perumahan dan permukiman serta dukungan relokasi
terbatas pada rumah yang berisiko tinggi lahar hujan.

133
b. Sektor Infrastruktur
Berdasarkan survey rumah tangga, masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh
masyarakat adalah material erupsi (48,75%) serta drainase dan sanitase terganggu (33,75%). Hal
yang sama juga dinyatakan dalam hasil wawancara informan kunci dan FGD yaitu masalah
lingkungan yang dihadapi masyarakat seperti jalan yang tertimbun oleh material erupsi sehingga
perlu dilakukan pengerukan material erupsi dan masyarakat mengalami gangguan kesehatan
karena debu vulkanik yang memberikan dampak langsung pada korban bencana.

Tabel 3.145.
Masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh keluarga (%)
Masalah utama lingkungan yang dihadapi oleh
No %
keluarga
1 Material erupsi 48,75
2 Drainase dan sanitasi terganggu 33,75
3 Sumber mata air terganggu 10,63
4 Binatang penyebab penyakit (tikus, lalat, nyamuk) 3,75
5 Lainnya 1,88
6 Tidak Menjawab 1,25

Sedangkan dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan adalah masyarakat


melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan peralatan
masyarakat (35,40%), pemerintah melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar
(30,43%) dan masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan sekitar secara swadaya
dan gotong-royong (24,84%).

Tabel 3.146.
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah lingkungan yang dihadapi oleh keluarga (%)
Dukungan pemulihan untuk mengatasi masalah
No %
lingkungan yang dihadapi oleh keluarga
1 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 35,40
lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan
peralatan
2 Masyarakat mendapatkan bantuan teknis penyuluhan 3,73
cara melakukan pembersihan/pemulihan lingkungan
sekitar
3 Pemerintah melakukan pembersihan/pemulihan 30,43
lingkungan sekitar
4 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 24,84
lingkungan sekitar secara swadaya dan gotong-
royong
5 Masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan 3,73

134
lingkungan sekitar dan diberikan upah kerja
pemulihan oleh pemerintah
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 1,86

Dari hasil diatas terkait permasalahan dan dukungan pemulihan lingkungan, ada beberapa
catatan yaitu:
1. Masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah material erupsi yang sangat
mengganggu lingkungan, seperti tertutupnya jalan lingkungan dan tergangggunya
pernafasan masyarakat.
2. Dukungan utama yang dibutuhkan adalah masyarakat melakukan pembersihan/pemulihan
lingkungan sekitar dan mendapatkan bantuan peralatan.

c. Sektor Ekonomi Produktif


Berdasarkan hasil survey rumah tangga, partisipasi kerja suami, istri dan anak (< 18 tahun
dan belum menikah) mengalami penurunan. Partisipasi kerja suamu sebelum bencana sebesar
57,86% turun menjadi 55,71% setelah terjadi bencana, sedangkan partisipasi kerja istri sebelum
bencana sebesar 35,71% turun menjadi 21,43% setelah terjadi bencana. Begitu juga dengan
partisipasi kerja anak (< 18 tahun dan belum menikah) sebelum bencana dan sesudah bencana
tidak mengalami perubahan, yaitu sebesar 6,43% sebelum bencana dan 6,43% setelah bencana.
Berdasarkan FGD dan wawancra informan kunci, penurunan partisipasi kerja disebebkan
karena banyaknya lahan pertanian dan perkebunan yang mengalami kerusakan baik karena
dampak dari material erupsi G. Kelud dan terjangan lahar hujan. Sehingga banyak masyarakat
yang belum bisa bekerja.

Tabel 3.147.
Pencari kerja sebelum dan sesudah bencana (%)
Setelah
Sebelum Bencana
No Pencari kerja
Bencana
1 Suami 57,86 55,71
2 Istri 35,71 21,43
3 Anak (< 18 tahun dan 6,43 6,43
belum menikah)
4 Lainnya 0 0
5 Jawaban Kosong 0 16,43

135
Dari hasil survey rumah tangga, hampir 100% responden menyatakan penghasilan
menurun/ terganggu setelah bencana yaitu sebesar 90%, sedangkan 10% menyatakan tidak
terganggu.

Tabel 3.148.
Apakah sumber utama penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%)
Apakah sumber utama penghasilan keluarga
No %
hilang/menurun setelah bencana
1 Ya 90
2 Tidak 10
3 Tidak Menjawab 0

Penyebab utama gangguan atau menurunnya penghasilan utama keluarga adalah kebun atau
ladang rusak tapi masih bisa digunakan dengan perbaikan terlebih dahulu (30,40%), peralatan
kerja rusak akibat bencana (17,60%) serta kebun atau ladang rusak tidak dapat digunakan
(14,40%).
Dari hasil FGD dan wawancara informan kunci disebutkan bahwa sumber penghasilan
keluarga menurun atau hilang setelah bencana disebabkan karena kondisi lahan pertanian seperti
sawah dan kebun yang mengalami kerusakan akibat erupsi dan lahar dingin G. Kelud. Kerusakan
yang dialami oleh masyarakat antara lain tertutupnya sawah oleh pasir dan batu, batas sawah
hilang serta irigasi yang rusak karena terjangan lahar hujan. Sedangkan ladang yang ditanami
tanaman seperti durian, kelapa, pisang dan polowijo banyak yang gagal panen karena terkena abu,
pasir dan batu erupsi G. Kelud. Sehingga penghasilan keluarga menurun atau hilang.

Tabel 3.149.
Penyebab penghasilan keluarga hilang/menurun setelah bencana (%)
Penyebab penghasilan keluarga
No %
hilang/menurun setelah bencana
1 Tempat usaha (dagang, jasa atau industri) milik 11,20
sendiri rusak
2 Perusahaan/ industri/ tempat bekerja rusak 9,60
3 Kebun atau ladang rusak tidak dapat digunakan 14,40
4 Kebun atau ladang rusak tapi masih bisa 30,40
digunakan dengan perbaikan terlebih dahulu
5 Peralatan kerja rusak akibat bencana 17,60
6 Ternak hewan mati akibat bencana 4,00
7 Masih trauma/takut bekerja akibat bencana gempa 2,40
8 Masih fokus pada penyelamatan diri dan keluarga 3,20
terlebih dahulu sehingga belum dapat kembali
bekerja

136
Sedangkan kebutuhan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian
keluarga setelah bencana adalah modal (49,32%) dan peralatan kerja (22,97%).

Tabel 3.150.
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan mata pencaharian keluarga setelah
terjadi bencana (%)
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk
No meningkatkan mata pencaharian keluarga %
setelah terjadi bencana
1 Peralatan ketrampilan 3,38
2 Peralatan kerja 22,97
3 Pemasaran 2,70
4 Modal 49,32
5 Kemudahan kredit 16,89
6 Lainnya 2,03
7 Tidak Menjawab 2,70

Dari hasil survey rumah tangga, sebanyak 33,33% responden menyatakan tidak mengalami
gangguan terkait sumber cadangan keluarga. Akan tetapi ada responden yang menyatakan
terganggu sumber cadangan keluarganya yaitu Ternak/ bibit/ hasil pertanian, perikanan, dll
(24,51%) dan pinjaman (13,73%).

Tabel 3.151.
Sumber cadangan keluarga yang terganggu setelah terjadi bencana (%)
Sumber cadangan keluarga yang terganggu
No %
setelah terjadi bencana
1 Tidak ada 33,33
2 Tabungan 2,94
3 Pinjaman 13,73
4 Barang/ perhiasan, dll 4,90
5 Ternak/ bibit/ hasil pertanian, perikanan, dll 24,51
6 Pohon dan kayu olahan 6,86
7 Asuransi 0,00
8 Akses Jaminan Sosial Pemerintah (contoh: 0,98
Jamkesmas)
9 Lainnya 1,96
10 Tidak Menjawab 10,78

Untuk mengatasi sumber cadangan yang terganggu setelah bencana, dukungan pemulihan
yang dibutuhkan berdasarkan survey rumah tangga adalah bantuan asset (ternak, bibit tanaman,
kayu olahan, alat kerja, dll) sebesar 35,56% dan stimulus permodalan (hibah modal) sebesar
28,89%.

137
Tabel 3.152.
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk memulihkan sumber cadangan keluarga yang
terganggu setelah terjadi bencana (%)
Dukungan pemulihan yang dibutuhkan untuk
No memulihkan sumber cadangan keluarga yang %
terganggu setelah terjadi bencana
1 Bantuan asset (ternak, bibit tanaman, kayu olahan, 35,56
alat kerja, dll)
2 Stimulus permodalan (hibah modal) 28,89
3 Kemudahan pinjaman untuk usaha 18,89
4 Ketrampilan 2,22
5 Jaminan Sosial 3,33
6 Lainnya 2,22
7 Tidak Menjawab 9,89

Dari hasil survey rumah tangga tersebut diatas, ada beberapa catatan dan rekomendasi
terkait sektor ekonomi produktif yaitu:
1. Terjadi penurunan angka partisipasi kerja istri.
2. Mayoritas menyatakan sumber utama penghasilan keluarga terganggu dengan kerusahan
lahan pertanian dan perkebunan sebagai penyebab utamanya.
3. Kebutuhan pemulihan sumber utama penghasilan keluarga adalah bantuan modal dan
peralatan kerja
Sedangkan masalah dan kebutuhan pemulihan terkait sektor ekonomi produktif adalah
mayoritas masyarakat menyatakan tidak ada gangguan cadangan keluarga. Cadangan keluarga
yang terganggu pada kisaran 15%-25%, yang berupa gangguan pada ternak, bibit dan hasil
pertanian. Sedangkan kebutuhan pemulihan cadangan keluarga, mayoritas masyarakat
membutuhkan bantuan bibit, ternak dan kayu, stimulus modal usaha serta membutuhkan
dukungan penyusunan rencana kontinjensi ternak.

d. Sektor Sosial
Subsektor Kesehatan
Untuk sektor sosial sub sektor kesehatan, sebagian besar responden menyatakan bahwa
tingkat pelayanan kesehatan pasca bencana cukup memadai dengan persentase responden
menjawab tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sebesar 78,9%. Sedangkan responden yang
menjawab tidak memadai sebesar 21,1%.

138
Tabel 3.153.
Tingkat pelayanan kesehatan (%)

No Tingkat pelayanan kesehatan %

1 Memadai 78,9
2 Tidak memadai 21,1
3 Tidak Menjawab 0,00

Dari hasil survey rumah tangga di atas, ada 21,1% responden yang menjawab tidak
memadai terkait tingkat pelayanan kesehatan. Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan
kesehatan yang tidak memadai adalah keterbatasan tenaga medis (35%) dan jaraknya jauh dari
pelayanan kesehatan yaitu sebesar (25%).

Tabel 3.154.
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan kesehatan tidak memadai (%)
Hal yang perlu diperbaiki apabila pelayanan
No %
kesehatan tidak memadai
1 Keterbatasan Obat 15,00
2 Keterbatasan Tenaga Medis 35,00
3 Keterbatasan Peralatan Medis 15,00
4 Jauhnya Jarak 25,00
5 Mahalnya Biaya 5,00
6 Keterbatasan Layanan Psikososial 5,00

Dari hasil survey rumah tangga sub sektor kesehatan, ada beberapa catatan yaitu sebagian
masyarakat tidak mengalami gangguan terkait tingkat pelayanan kesehatan. Namun ada 21%
responden yang menyatakan bahwa tingkat pelayanan kesehatan tidak memadai karena tenaga
medis yang kurang dan alasan jarak yang jauh. Untuk Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang,
dari sisi geografis jauh dari pusat kecamatan.
Rekomendasi untuk mengatasai permasalahan tersebut adalah adanya puskesmas pembantu
untuk daerah terisolir dan penambahan tenaga medis.

Subsektor Pendidikan
Untuk sub sektor pendidikan, berdasarkan hasil survey rumah tangga menyatakan bahwa
sebagian besar responden menyatakan ada gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana yaitu
sebesar 53,3,3%. Sedangkan ada 36,7% responden yang menyatakan tidak ada gangguan
gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana.

139
Tabel 3.155.
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah setelah bencana (%)
Ada tidaknya gangguan kegiatan bersekolah
No %
setelah bencana
1 Ya 53,3
2 Tidak 36,7
3 Tidak Menjawab 10,0

Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan gangguan kegiatan bersekolah


setelah bencana adalah perlengkapan anak untuk sekolah (25,27%), sekolah sementara (15,38%)
dan bangunan sekolah yang aman (14,29%).

Tabel 3.156.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan pendidikan anak setelah bencana.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk
No %
memulihkan pendidikan anak setelah bencana
1 Sekolah sementara 15,38
2 Peningkatan kehadiran guru 9,89
3 Perlengkapan anak untuk sekolah 25,27
4 Biaya sekolah 8,79
5 Transportasi 7,69
6 Bangunan sekolah yang aman 14,29
7 Kurikulum Pengurangan Risiko Bencana 8,79
8 Lainnya 1,10
9 Tidak Menjawab 8,79

Dari hasi FGD dan wawancara informan kunci didapatkan bahwa masalah sub sektor
pendidikan perlengkapan sekolah yang masih perlu diperbaiki seperti tempat buku dan bangku
serta fasilitas penunjang pembelajaran lainnya.

Subsektor Kependudukan
Hampir 100% responden menyatakan tidak ada masalah yang timbul di sub sektor
kependudukan terkait hilangnya surat-surat penting/ rusak setelah bencana yaitu sebesar 78,72%.
Tetapi ada sebagian kecil responden yang kehilangan surat-surat penting yaitu kehilangan surat
identitas penduduk (KTP) sebesar 11,70%, ijazah (2,13%), surat kepemilikan aset (tanah, rumah,
kendaraan) sebesar 2,13% dan surat nikah (2,13%).

140
Tabel 3.157.
Surat-surat penting yang hilang/ rusak setelah bencana (%)
Surat-surat penting yang hilang/ rusak setelah
No %
bencana
1 Tidak ada 78,72
2 Ijazah 2,13
3 Surat kepemilikan asset (tanah, rumah, kendaraan) 2,13
4 Surat Identitas Penduduk 11,70
5 Surat nikah 2,13
6 Lainnya 3,19
7 Tidak Menjawab 0,00

Terkait dukungan pemulihan yang diperlukan jika ada surat-surat penting yang hilang
adalah kemudahan prosedur pengurusan kembali (51,85%), peringanan biaya pengurusan
kembali (37,04%) dan pendataan kembali oleh pemerintah (11,11%).

Tabel 3.158.
Dukungan pemulihan yang diperlukan jika ada surat penting yang hilang/ rusak setelah bencana.
Dukungan pemulihan yang diperlukan jika ada
No surat penting yang hilang/ rusak setelah %
bencana
1 Kemudahan prosedur pengurusan kembali 51,85
2 Peringanan biaya pengurusan kembali 37,04
3 Pendataan kembali oleh pemerintah 11,11
4 Lainnya 0,00
5 Tidak Menjawab 0,00

Dari hasil survey diatas sebagian besar responden menyatakan tidak mengalami kehilangan
surat-surat berharga. Akan tetapi ada sebagian kecil responden yang mengalami kehilangan surat-
surat berharga. Dukungan pemulihan yang diperlukan terkait surat-surat yang penting adalah
kemudahan prosedur, peringanan biaya dan pendataan kembali oleh pemerintah.

Subsektor Agama, Budaya dan Kemasyarakatan


Dari hasil survey rumah tangga menyatakan bahwa sebagian besar responden merasa tidak
terganggu terkait kegiatan budaya, sosial kemasyarakatan dan keagamaan pasca bencana yaitu
sebesar 58,9%. Namun responden yang menyatakan terganggu juga terbilang banyak yaitu
sebesar 41,1%.

141
Tabel 3.159.
Ada tidaknya gangguan kegiatan budaya, social kemasyarakatan dan keagamaan setelah bencana
(%)
Ada tidaknya gangguan kegiatan budaya, social
No kemasyarakatan dan keagamaan setelah %
bencana
1 Ya 41,1
2 Tidak 58,9
3 Tidak Menjawab 0,00

Dari 41,1% responden yang merasa terganggu terkait kegiatan budaya, sosial sosial
kemasyarakatan dan keagamaan pasca bencana, kegiatan yang terganggu adalah kegiatan
keagamaan (pengajian, tahlilan, peribadatan, dll) sebesar 51,56% dan kegiatan kemasyarakatan
(Posyandu, PKK, dll) sebesar 20,31% serta kegiatan budaya (seni dan adat) sebesar 17,19%.

Tabel 3.160.
Kegiatan sosial/kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana (%)
Kegiatan social/ kemasyarakatan dan keagamaan
No %
yang terganggu setelah bencana
1 Kegiatan keagamaan (pengajian, tahlilan, peribadatan, 51,56
dll)
2 Kegiatan Budaya (seni dan adat) 17,19
3 Kegiatan kemasyarakatan (Posyandu, PKK, dll) 20,31
4 Kegiatan kepemudaan 6,25
5 Lainnya 3,13
6 Tidak Menjawab 1,56

Sedangkan dukungan pemulihan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan


sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana berdasarkan survey
rumah tangga adalah bantuan penyediaan sarana budaya, sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan
(49,12%) dan bantuan untuk mengaktifkan kembali kegiatan di sarana sosial/ kemasyarakatan
dan keagamaan yang sudah ada (42,86%).

Tabel 3.161.
Dukungan pemulihan untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial/
kemasyarakatan dan keagamaan yang terganggu setelah bencana (%)
Dukungan pemulihan untuk memulihkan dan
meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial/
No %
kemasyarakatan dan keagamaan yang
terganggu setelah bencana
1 Pelatihan 1,75
2 Bantuan penyediaan sarana budaya, sosial/ 49,12
kemasyarakatan dan keagamaan

142
3 Bantuan untuk mengaktifkan kembali kegiatan di 42.86
sarana sosial/ kemasyarakatan dan keagamaan yang
sudah ada
4 Lainnya 0,00
5 Tidak Menjawab 5,26

Dari hasil survey rumah tangga, FGD dan wawancara informan kunci untuk sub sektor
agama, budaya dan kemasyarakatan, ada beberapa catatan yaitu gangguan yang timbul pasca
bencana antara lain gangguan pada kegiatan keagamaan (pengajian, tahlil dan lain-lain), gangguan
pada kegiatan kemasyarakatan (posyandu, PKK dan pertemuan warga) serta gangguan pada
kegiatan kesenian dan kebudayaan.
Sedangkan kebutuhan pemulihan yang diharapkan adalah dukungan fasilitas tempat ibadah
seperti pengeras suara masjid sekaligus untuk peringatan dini, dukungan pengaktifan kembali
posyandu dan PKK melalui stimulus peralatan dan ketrampilan, dukungan pengaktifan kembali
melalui dukungan peralatan dan ketrampilan sekaligus untuk mendukung kohesivitas sosial dan
pendidikan PRB.

Subsektor Perlindungan Kelompok Rentan


Hampir 100% responden menyatakan tidak ada gangguan atau masalah perlindungan
kelompok rentan (perempuan, anak, lansia dan difabel) yaitu sebesar 86,7%. Sedangkan 11,1%
responden menyatakan ada masalah perlindungan kelompok rentan.

Tabel 3.162.
Ada tidaknya masalah perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, difabel) (%)
Ada tidaknya masalah perlindungan kelompok
No %
rentan (perempuan, anak, lansia, difabel)
1 Ya 11,1
2 Tidak 86,7
3 Tidak Menjawab 2,2

Dari 11,1% responden yang menjawab ada gangguan menyatakan masalah perlindungan
kelompok rentan yang dialami responden adalah ketiadaan tempat pengaduan dan fasilitas
perlindungan (50%) dan ketiadaan fasilitas pendukung (31,25%).

Tabel 3.163.
Masalah perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, difabel) (%)
Masalah perlindungan kelompok rentan
No %
(perempuan, anak, lansia, difabel)

143
1 Meningkatnya kekerasan fisik dan mental 0,00
2 Meningkatnya kekerasan berbasis seksual 0,00
3 Meningkatnya pelecehan non-fisik 0,00
4 Ketiadaan tempat pengaduan dan fasilitas 50,0
perlindungan
5 Ketiadaan fasilitas pendukung 31,25
6 Lainnya 6,25
7 Tidak Menjawab 12,50

Sedangkan dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan dan meningkatkan


perlindungan kelompok rentan berdasarkan survey rumah tangga adalah bantuan fasilitas
pendukung (28,57%), bantuan penyuluhan (28,57%), penguatan moral (14,29%) dan rumah
perlindungan dan pendampingan (14,29%).

Tabel 3.164.
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk memulihkan dan meningkatkan perlindungan
kelompok rentan (%)
Dukungan pemulihan yang diperlukan untuk
No memulihkan dan meningkatkan perlindungan %
kelompok rentan
1 Penyuluhan 28,57
2 Penguatan moral 14,29
3 Pos pengaduan 4,76
4 Rumah perlindungan dan pendampingan 14,29
5 Bantuan fasilitas pendukung 28,57
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 9,52

e. Lintas Sektor
Berdasarkan survey rumah tangga, dukungan utama untuk mencegah terkena dampak
bencana adalah penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana wilayah yang ditempati
(30,23%), pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk apa yang harus dilakukan bila
bencana terjadi (27,91%) dan pembangunan peringatan dini (Early Warning System) sebesar
25,97%.

Tabel 3.165.
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah terkena dampak bencana (%)
Dukungan yang diperlukan untuk mencegah
No %
terkena dampak bencana
1 Penyediaan informasi tentang kondisi rawan bencana 30,23
wilayah yang ditempati
2 Pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana, 27,91

144
termasuk apa yang harus dilakukan bila bencana
terjadi
3 Pembangunan peringatan dini (Early Warning 25,97
System)
4 Penguatan komunitas 12,79
5 Penguatan budaya 3,10
6 Lainnya 0,00
7 Tidak Menjawab 0,00

Sedangkan partisipasi warga dalam pengurangan risiko bencana pasca bencana yang utama
adalah laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya pengurangan risiko bencana (rencana
evakuasi, penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll) yaitu sebesar 74,00%.

Tabel 3.166.
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dalam pengurangan risiko bencana pasca-bencana
(%)
Partisipasi kelompok-kelompok masyarakat
No dalam pengurangan risiko bencana pasca- %
bencana
1 Laki-laki, perempuan dan anak terlibat dalam upaya 74,00
pengurangan risiko bencana (rencana evakuasi,
penyiapan fasilitas kesiap-siagaan, dll)
2 Masyarakat terlibat dalam pengurangan risiko di 21,00
tingkat kabupaten dan atau yang lebih tinggi.
(rencana kontinjensi, rencana penanggulangan
bencana, tim siaga desa, dll)
3 Lainnya 1,00
4 Tidak Menjawab 4,00

Dari hasil survey rumah tangga, FGD dan wawancara informan kunci, ada beberapa
catatan terkait kebutuhan dalam mendukung pengurangan risiko bencana yaitu penyediaan
informasi tentang kondisi rawan bencana, pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana,
pembangunan peringatan dini dan dukungan sarana komunikasi.
Sedangkan rekomendasi kegiatan yang diusulkan adalah penyusunan rencana kontinjensi
desa (pelatihan PRB, pembentukan tim siaga, rencana evakuasi, sistem komunikasi dan
manajemen pengungsian)

3.4. Kajian Kebutuhan Pascabencana


Berdasarkan analisis terhadap kebutuhan pascabencana erupsi Gunung Kelud Provinsi
Jawa Timur, yang meliputi sektor permukiman, sektor infrastruktur, sektor ekonomi produktif,
sektor sosial, dan lintas sektor, diperkirakan kebutuhan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana erupsi Gunung Kelud sebesar Rp 436.555.947.399 dengan prioritas utama

145
pemulihan pada sektor permukiman yang membutuhkan anggaran mencapai Rp
164.279.826.000. Kebutuhan pemulihan sektor permukiman sebagian besar ditujukan untuk
Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang karena di wilayah ini terdapat banyak rumah
penduduk yang rusak, baik rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Hasil pengkajian
kebutuhan pascabencana menunjukkan bahwa selain sektor permukiman, terdapat sektor lain
yang perlu mendapatkan perhatian yaitu sektor ekonomi produktif dan sektor Infrastruktur. Hal
ini dikarenakan terganggunya sektor tersebut berdampak langsung pada terhambatnya aktivitas
ekonomi dan sosial masyarakat. Kebutuhan untuk pemulihan sektor ekonomi produktif dan
infrastruktur masing-masing sebesar Rp 122.872.616.094 dan Rp 119.420.982.950.
Dari tiga kabupaten yang terdampak erupsi, Kabupaten Kediri merupakan wilayah
terdampak paling parah, sehingga membutuhkan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi paling
besar yaitu mencapai Rp 228.138.529.600. Walaupun sama-sama berada di kawasan rawan
bencana erupsi Gunung Kelud, Kabupaten Blitar cenderung mengalami dampak yang paling
kecil dibandingkan dua kabupaten yang lain.

Tabel 3.167.
Rekapitulasi Nilai Kebutuhan Pascabencana Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Kelud
Provinsi Jawa Timur
Sektor / Total
No Blitar Kediri Malang
Sub Sektor Kebutuhan

1 PERMUKIMAN 531.561.000 128.968.800.000 34.779.465.000 164.279.826.000


1 Perumahan 531.561.000 128.368.800.000 34.779.465.000 163.679.826.000
2 Prasarana Lingkungan - 600.000.000 - 600.000.000
2 INFRASTRUKTUR 11.655.000.000 49.962.137.000 57.803.845.950 119.420.982.950
1 Transportasi 75.000.000 25.600.000.000 20.995.000.000 46.670.000.000
2 Sumber Daya Air 7.047.000.000 18.883.580.000 11.558.000.000 37.488.580.000
3 Air dan Sanitasi 4.533.000.000 3.028.557.000 25.250.845.950 32.812.402.950
4 Energi - 2.450.000.000 - 2.450.000.000
3 EKONOMI PRODUKTIF 684.830.000 32.111.641.100 90.076.144.994 122.872.616.094
1 Pertanian dan Perkebunan 675.290.000 27.381.915.100 73.440.899.550 101.498.104.650
2 Peternakan dan Perikanan 9.540.000 4.379.726.000 11.044.502.500 15.433.768.500
3 Perdagangan - 350.000.000 590.742.944 940.742.944
4 Pariwisata - - 5.000.000.000 5.000.000.000
4 SOSIAL 40.016.000 12.362.050.500 6.185.948.608 18.588.015.108
1 Kesehatan - 1.203.636.500 4.929.946.068 6.133.582.568
2 Pendidikan 29.520.000 3.067.004.000 1.143.294.532 4.239.818.532
3 Agama 10.496.000 8.091.410.000 112.708.008 8.214.614.008
5 LINTAS SEKTOR 3.207.038.000 4.733.901.000 3.453.568.247 11.394.507.247

146
1 Pemerintahan 1.312.000 1.403.175.000 238.751.880 1.643.238.880
2 Ketertiban dan Keamanan - 125.000.000 9.090.367 134.090.367
3 PRB 3.205.726.000 3.205.726.000 3.205.726.000 9.617.178.000

TOTAL 16.118.445.000 228.138.529.600 192.298.972.799 436.555.947.399

3.4.1. Kajian Kebutuhan Pascabencana di Kabupaten Blitar


Material erupsi Gunung Kelud yang melanda Kabupaten Blitar mengakibatkan kerusakan
pada sektor permukiman, infstruktur, sosial, dan lintas sektor. kerusakan dan kerugian maka
dapat diketahui kebutuhan untuk pemulihan masing-masing sektor baik milik pemerintah
maupun masyarakat yang terdampak sebesar Rp.16.118.445.000.

Tabel 3.168.
Nilai Kebutuhan Pascabencana di Kabupaten Blitar
NILAI KEPEMILIKAN
NO SEKTOR/SUB SEKTOR
KEBUTUHAN PEM SWASTA
1 PERMUKIMAN 531.561.000 531.561.000
1. Perumahan 531.561.000 531.561.000
2. Prasarana Lingkungan
2 INFRASTRUKTUR 11.655.000.000 11.655.000.000 -
1. Transportasi 75.000.000 75.000.000
2. Energi
3. Pos dan Telekomunikasi
4. Air dan Sanitasi 4.533.000.000 4.533.000.000
5. Infrastruktur Sumber Daya Air 7.047.000.000 7.047.000.000
3 EKONOMI PRODUKTIF 684.830.000 684.830.000
1. Pertanian, Perkebunan dan
684.830.000 684.830.000
Peternakan
2. Perikanan
3. Perindustrian
4. Perdagangan
5. Pariwisata
6. Koperasi dan UKM
4 SOSIAL 40.016.000 20.992.000 19.024.000
1. Kesehatan
2. Pendidikan 29.520.000 20.992.000 8.528.000
3. Agama 10.496.000 10.496.000
4. Lembaga Sosial
NILAI KEPEMILIKAN
NO SEKTOR/SUB SEKTOR
KEBUTUHAN PEM SWASTA
5 LINTAS SEKTOR 3.207.038.000 3.207.038.000
1. Lingkungan Hidup
2. Pemerintahan 1.312.000 1.312.000
3. Ketertiban dan Keamanan

147
4. Keuangan dan Perbankan
5. Pengurangan Resiko Bencana 3.205.726.000
3.205.726.000
TOTAL 16.118.445.000 14.883.030.000 1.235.415.000

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan nilai kebutuhan untuk pemulihan kerusakan dan
kebutuhan kepemilikan pemerintah sebesar Rp. 14.883.030.000, dan kepemilikan swasta atau
masyarakat sebesar Rp. 1.235.415.000. Jumlah kebutuhan terbesar digunakan untuk pemulihan
sektor infrastruktur yang mencapai angka Rp. 11.655.000.000. Sedangkan sektor sosial
merupakan sektor yang membutuhkan biaya pemulihan terkecil dibandingkan sektor-sektor yang
lainnya yaitu Rp. 40.016.000.

1. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman


Kebutuhan ini digunakan untuk melakukan pemulihan atap rumah penduduk yang
terdampak erupsi Gunung Kelud Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Blitar telah
menghabiskan biaya sebesar Rp. 531.561.000. Biaya pemulihan tersebut digunakan untuk
memperbaiki dan memberikan bantuan genteng. Kegiatan pemulihan rumah penduduk sampai
saat ini sudah selesai dilakukan oleh Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Blitar
pada saat status tanggap darurat.

Tabel 3.169.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman di Kabupaten Blitar
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
Penutup atap (genteng) untuk rumah
1 239 Unit
Permanen (RR) 313.687.000
Penutup atap (genteng) untuk rumah
2 133 Unit
Semi Permanen (RR) 174.562.000
Penutup atap (genteng) untuk rumah
3 33 Unit
Non Permanen (RR) 43.312.000
Total 405
531.561.000

2. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur


Infrastruktur yang mengalami kerusakan dan kerugian terbesar diantaranya jembatan, Sabo
DAM, dan pipa distribusi air bersih mengalami rusak berat. Nilai kebutuhan untuk pemulihan
infrastruktur mencapai angka Rp. 11.655.000.000. Nilai kebutuhan diperuntukkan pada perbaikan
dan pembangunan jembatan, melakukan penggatian terhadap Ground cap, pipa distribusi air

148
bersih yang rusak berat sehingga dibutuhkan penggantian pipanisasi air bersih, dan Untuk
perbaikan dan penggantian 3 Sabo DAM yang rusak berat.

Tabel 3.170.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur di Kabupaten Blitar
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
SEKTOR
II
INFRASTRUKTUR
Sub Sektor Transportasi
II.1
Darat
I.1.1 Jembatan Kayu Rotorejo I 1 Unit 75.000.000
Sub Sektor Air dan
II.2
Sanitasi
II.2.1 Ground Cap 1 Unit
2.000.000
Pipa Distribusi Tulungrejo
II.2.2 3.000 M
591.000.000
Pipa Distribusi Slumbung
II.2.3 2.000 M
394.000.000
Pipa Distribusi
II.2.4 6.000 M
Gambaranyar 1.182.000.000
Pipa Distribusi Sumberasri
II.2.5 6.000 M
1.182.000.000
Pipa Distribusi Krisik
II.2.6 6.000 M
1.182.000.000
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
Sub Sektor Sumber Daya
II.3
Air
Sabo DAM Kalikebo
II.1.1 1 Unit 3.016.000.000
Semen
II.1.2 Sabo DAM Jari II 1 Unit 2.001.000.000
II.1.3 Sabo DAM Jari I Rotorejo 1 Unit 2.030.000.000
Total 11.655.000.000

3. Kajian Kebutuhan Pasca Bencana Sektor Ekonomi Produktif


Sektor ekonomi produksif hanya mengalami kerugian pada subsektor pertanian, peternakan
dan pariwisata. Berdasarkan nilai kerugian, maka nilai kebutuhan untuk pemulihan disektor
ekonomi produktif mencapai angka Rp. 684.830.000. Biaya kebutuhan pemulihan digunakan
untuk memberikan bantuan berupa pupuk dan bibit kepada petani yang lahannya terdampak
erupsi Gunung Kelud. Sedangkan untuk pemulihan kerugian disektor peternakan digunakan
untuk mengganti hewan ternak milik penduduk yang mati akibat material erupsi Gunung Kelud.

149
Pemulihan untuk sector ekonomi produktif sudah dilakukan oleh masyarakat dengan
menggunakan anggaran pribadi maupun kelompok.

Tabel 3.171.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi Produktif di Kabupaten Blitar
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
SEKTOR EKONOMI
III
PRODUKTIF
Sub Sektor Pertanian,
III.1 Perkebunan dan
Peternakan
III.1.1 Bantuan Pupuk dan Bibit Padi 20 Ha 171.200.000
Bantuan Pupuk dan Bibit
III.1.2 9 Ha 44.730.000
Nanas
III.1.3 Bantuan Pupuk Kopi 45 Ha 237.600.000
III.1.4 Bantuan Pupuk Kakao 42 Ha 221.760.000
III.1.5 Ayam Kampung 27 Ekor 1.890.000
III.1.6 Ayam Ras Pedaging 93 Ekor 4.650.000
III.1.7 Kambing 2 Ekor 3.000.000
Total 684.830.000

4. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial


Erupsi Gunung Kelud yang melanda Kabupaten Blitar berdampak pada rusaknya sekolah
dan tempat peribadatan. Dibutuhkan biaya pemulihan sebesar Rp. 40.016.000. Biaya pemulihan
ini dipergunakan untuk memberikan bantuan berupa genteng kepada sekolah dan tempat
peribadatan yang mengalami kerusakan. Pemulihan atap sekolah dan sarana peribadatan yang
rusak akibat erupsi Gunung Kelud telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah dan masyarakat
Kabupaten Blitar.

Tabel 3.172.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial di Kabupaten Blitar
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
IV SEKTOR SOSIAL
IV.1 Sub Sektor Pendidikan
Penutup Atap (genteng)
IV.1.1 5 Unit PAUD 3.280.000
PAUD
IV.1.2 Penutup Atap (genteng) TK 8 Unit TK 5.248.000
IV.1.3 Penutup Atap (genteng) SD 13 Unit SD 17.056.000
Penutup Atap (genteng)
IV.1.4 3 Unit SMP 3.936.000
SMP

150
IV.2 Sub Sektor Agama
Penutup Atap (genteng)
IV.2.1 2 Unit Masjid 2.624.000
Masjid
Penutup Atap (genteng) Unit
IV.2.2 2 2.624.000
Mushola Mushola
Penutup Atap (genteng)
IV.2.3 4 Unit Gereja 5.248.000
Gereja
Total 40.016.000

5. Kajian Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor


Pemulihan pasca bencana untuk lintas sektor terdiri dari subsektor pemerintahan dan
pengurangan resiko bencana membutuhkan biaya sebesar Rp. 3.207.038.000. Besarnya biaya
kebutuhan pemulihan dipergunakan untuk pemulihan atap berupa bantuan genteng satu unit
bangunan Balai Desa Sumberasri. Selain itu biaya pemulihan digunakan untuk penyusunan
Dokumen Rencana Kontijensi (Erupsi dan Lahar Dingin), Pelatihan Fasilitator Untuk
Peningkatan Kapasitas Masyarakat Terdampak Erupsi Kelud, Pelatihan Peningkatan Kapasitas
Masyarakat, Penyediaan Sarana Early Warning System (EWS), dan Pelatihan Bagi Desa
Penyangga.

Tabel 3.173.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor di Kabupaten Blitar
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
V LINTAS SEKTOR
V.1 Sub Sektor Pemerintahan
Penutup Atap (genteng) Balai Desa
V.1.1 1 Unit 1.312.000
Sumberasri
Sub Sektor Pengurangan Resiko
V.2
Bencana
Penyusunan Dokumen Rencana
V.2.1 2 Paket
Kontijensi (Erupsi dan Lahar Dingin) 694.161.000
Pelatihan Fasilitator Untuk
V.2.2 Peningkatan Kapasitas Masyarakat 1 Paket
79.397.500
Terdampak Erupsi Kelud
Pelatihan Peningkatan Kapasitas
V.2.3 3 Paket
Masyarakat 238.192.500
Penyediaan Sarana Early Warning
V.2.4 20 Paket
System (EWS) 1.400.000.000
V.2.5 Pelatihan Bagi Desa Penyangga 10 Paket
793.975.000
Total
3.207.038.000

151
3.4.2. Kajian Kebutuhan Pascabencana di Kabupaten Kediri
Kajian kebutuhan pascabencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten Kediri dimulai dari
penilaian kerusakan dan kerugian serta penilaian pemulihan kemanusiaan akibat gangguan
terhadap akses, fungsi/proses dan peningkatan risiko pascabencana. Kajian kebutuhan pasca
bencana dilakukan pada sektor perumahan, infrastruktur, ekonomi, sektor sosial, dan lintas
sektor. Kebutuhan pasca bencana di Kabupaten Kediri diperkirakan sebesar Rp228.138.529.600,.
Kebutuhan terbesar ada di sektor permukiman terutama di sub sektor perumahan, hal ini
disebabkan tingginya kebutuhan penutup atap rumah (genteng) dari masyarakat yang
membutuhkan tempat tinggal pasca erupsi Gunung Kelud.

Tabel 3.174.
Nilai Kebutuhan Pascabencana di Kabupaten Kediri

NILAI KEBUTUHAN
NO SEKTOR/SUB SEKTOR
(Rp)
1 PERMUKIMAN 128.968.800.000
3. Perumahan 128.368.800.000
4. Prasarana Lingkungan 600.000.000
2 INFRASTRUKTUR 49.962.137.000
6. Transportasi 25.600.000.000
7. Energi 2.450.000.000
8. Air dan Sanitasi 3.028.557.000
9. Infrastruktur Sumber Daya
18.883.580.000
Air
3 EKONOMI PRODUKTIF 32.111.641.100
7. Pertanian dan Perkebunan 27.381.915.100
8. Perikanan dan Peternakan 4.379.726.000
9. Perdagangan 350.000.000
4 SOSIAL 12.362.050.500
5. Kesehatan 1.203.636.500
6. Pendidikan 3.067.004.000
7. Agama 8.091.410.000
5 LINTAS SEKTOR 4.733.901.000
6. Pemerintahan 1.403.175.000
7. Ketertiban dan Keamanan 125.000.000
8. Pengurangan Resiko
3.205.726.000
Bencana
TOTAL 228.138.529.600

152
1. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman
Kebutuhan akan tempat tinggal pasca pengungsian menjadikan sektor permukiman
menjadi prioritas pemulihan pasca bencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten Kediri.
Kebutuhan pemulihan pascabencana di sub sektor perumahan diantaranya, sebanyak 16.980 unit
rumah yang rusak membutuhkan perbaikan penutup atap (genteng) dengan luas penutup atap
rata-rata 120 m² jumlah genteng yang dibutuh tiap satu unit rumah sebanyak 3.000 buah genteng.
Biaya pendampingan dan operasional mobilisasi dan pemasangan genteng sebesardihitung 2%
dari nilai kebutuhan genteng. Untuk mengurangi resiko bencana erupsi Gunung Kelud
dikemudian hari perlu disediakan rulinda pada tiap-tiap rumah. Rulinda adalah sebuah ruangan
dengan langit-langit terbuat dari plat beton yang dapat melindungi ruangan dari ancaman
tertimpa material yang terbawa saat terjadi erupsi, selain tempat pelindungan manusia rulinda
juga dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi aset-aset rumah tangga sehingga dengan adanya
rulinda resiko bencana dapat diminimalisir. Kebutuhan di sub sektor prasarana lingkungan yaitu
rehabilitasi tiga ruas jalan lingkungan Pasar Karangdinoyo sepanjang 3 km.
Kebutuhan pemulihan pascabencana di sektor permukiman yang terdiri dari sub sektor
perumahan dan prasarana lingkungan diperkirakan mencapai Rp128.968.800.000,-.

Tabel 3.175.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman di Kabupaten Kediri

Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
I. Sub Sektor Perumahan
1. Penutup atap (genteng) rumah 50.940.000.000
2. Pendampingan dan operasional 16.980 unit 1.018.800.000
3. Pembuatan ruang perlindungan darurat 76.410.000.000
II. SUB Sektor Prasarana Lingkungan
Jalan Lingkungan Pasar Karangdinoyo (3
1. 3 Km 600.000.000
ruas)
Total 128.968.800.000

2. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur


Sektor infrastruktur merupakan sektor vital dalam menunjang laju pertumbuhan ekonomi
dan aktivitas masyarakat Kediri, kerusakan di sektor infrastruktur menimbulkan kerugian dan
menghambat laju ekonomi dan aktivitas masyarakat sehingga perlu dilakukan pemulihan dengan
perinsip build back better and saferuntuk menekan peningkatan kerugian dan meningkatkan kembali
laju pertumbuhan ekonomi serta mengurangi resiko bencana di kemudian hari. Biaya yang

153
dibutuhkan untuk pemulihan di sub sektor transportasi, energi, air dan sanitasi, dan sumber daya
air diperkirakan sebesar Rp49.962.137.000,-. Kebutuhan tersebesar ada pada sub sektor
transportasi, dikarenakan banyaknya prasarana publik yang rusak tertimbun abu vulkanik dan
terkena lahar dingin.

Tabel 3.176.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur di Kabupaten Kediri

Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
I. Sub Sektor Transportasi
1. Rehabilitasi 5 ruas jalan 12,5 km 12.500.000.000
2. Rehabilitasi Jembatan 4 unit 12.000.000.000
Rekonstruksi Gorong Gorong (Box
3. 1 unit 1.100.000.000
curvert)
II. Sub Sektor Energi
1. SUTM (kabel) 10 km 1.500.000.000
2. SUTR UB (kabel) 10 km 750.000.000
3. Gardu/Trafo 2 unit 200.000.000
III. Sub Sektor Air dan Sanitasi
Rehabilitasi sistem penyediaan air minum
1. 4 IKK 3.028.557.000
(SPAM)
IV. Sub Sektor Sumber Daya Air
1. Rehabilitasi Cekdam 3 unit 15.040.000.000
Pengerukan sedimen Kantong Lahar
2. 1 unit 1.375.000.000
Badas
3. Pengerukan sedimen Waduk Siman 1 unit 1.250.000.000
4. Rehabilitasi Bendung 2 unit 386.610.000
5. Rehab Intake (broncaptering) Puncu 1 unit 500.000.000
Pemasangan pompa dongki dan
pembuatan bendungan serta pengadaan
6. 1 unit 331.970.000
tanah untuk pemenuhan kebutuhan air
bersih 298 KK (800 jiwa
Total 49.962.137.000

3. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi


Kerusakan di sektor ekonomi di bidang pertanian dan perkebunan perlu dipulihkan jika
tidak segera dipulihkan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar dan berdampak terhadap
penurunan pendapatan daerah di Kediri. Lahan-lahan yang rusak di bidang pertanian dan
perkebunan perlu dilakukan pengolahan kembali dan petani tanaman semusim membutuhkan
dukungan bibit dan pupuk untuk menuai hasil panen di musim berikutnya. Tanaman tahunan
yang rusak perlu dipacu produktivitasnya dengan pemberian pupuk dan masyarakat perlu

154
didukung dalam pemenuhan kebutuhan pupuk. Pemulihan sektor ekonomi di bidang perikanan
membutuhkan terpal, jaring dan penutup kolam (paranet), kebutuhan induk lele, benih lele,
gurame, koi, cupang dan dukungan pakan. Kebutuhan di bidang peternakan berupa dukungan
genteng untuk kandang sapi, pakan ternak dan obat hewan untuk memacu produktivitas susu
sapi perah.
Secara keseluruhan kebutuhan di sektor ekonomi di bidang pertanian dan perkebunan,
perikanan dan peternakan sebesar Rp32.111.641.100,-. Kerusakan sektor ekonomi didominasi
pada kerusakan lahan pertanian dan perkebunan. Kerusakan di bidang perikanan dan peternakan
tidak signifikan seperti di bidang pertanian dan perkebunan namun memberikan dampak yang
relatif besar dan mempengaruhi perekonomian masyarakat Kediri.

Tabel 3.177.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi di Kabupaten Kediri

Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
I. Sub Sektor Pertanian dan Perkebunan
Kebutuhan benih dan pupuk/obat
1. 2.200 Ha 24.187.795.100
tanaman musiman
2. Kebutuhan pupuk tanaman tahunan 246 Ha 1.156.320.000
3. Traktor Roda 2 (Hand Traktor) 35 Unit 1.568.000.000
4. Cultivator 25 Unit 375.000.000
5. Pompa Air 6 Unit 94.800.000
II. Sub Sektor Peternakan dan Perikanan
1. Terpal dan jaring 33.208 m² 243.376.000
Bibit (lele, gurame, koi, cupang) 18.225.794 Ekor
2. 3.193.350.000
Pakan 47.500 Kg
Perbaikan Kandang Sapi (genteng) 300 Unit
3. 740.000.000
Perbaikan Kandang Kambing (genteng) 140 Unit
Pakan 70.000 Kg
4. 203.000.000
Obat hewan 1300 Kg
III. Sub Sektor Perdagangan
1. Pasar Karangdinoyo 1 Unit 350.000.000
Total 32.111.641.100

4. Kebutuhan Sektor Sosial


Kerusakan di sektor sosial di bidang kesehatan, pendidikan, keagamaan selain
menimbulkan kerugian juga menyebabkan masyarakat kehilangan akses pelayanan kesehatan yang
memadai, akses mendapatkan pendidikan yang layak, dan akses kenyamanan ibadah.

155
Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai perlu dilakukan pemulihan
fasilitas kesehatan, kebutuhan pemulihan fasilitas kesehatan diantaranya rehabilitasi penutup
atappuskesmas, pustu, rumah dinas dokter beserta dukungan penggantian peralatan medis.
Untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak dan aman perlu dilakukan pemulihan
fasilitas pendidikan, kebutuhan pemulihan fasilitas pendidikan diantaranya rehabilitasi penutup
atap gedung sekolah dari jenjang PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, kantor UPTD
Pendidikan TK & SD beserta dukungan penggantian peralatan pendidikan yang rusak.
Untuk mendapatkan kenyamanan ibadah dan pelayanan lembaga keagamaan yang memadai
perlu dilakukan pemulihan sarana ibadah (mushola, masjid, gereja) dan fasilitas lembaga
keagamaan, kebutuhan pemulihan bidang keagamaan diantaranya rehabilitasi penutup atap sarana
ibadah dan kantor lembaga keagamaan beserta dukungan penggantian peralatan penunjang yang
rusak.
Kebutuhan pemulihan pascabencana di sektor sosial yang terdiri dari sub sektor kesehatan,
pendidikan, keagamaan mencapai Rp12.362.050.500,-.

Tabel 3.178.
Nilai Kebutuhan Pascacencana Sektor Sosial di Kabupaten Kediri

Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
I. Sub Sektor Kesehatan
Penutup atap (genteng) puskesmas, alat
1. 6 Unit 916.798.500
medis dan alat kantor
Penutup atap (genteng) pustu, alat medis
2. 5 Unit 281.571.000
dan alat kantor
Penutup atap (genteng) rumah dinas
4. 1 Unit 5.267.000
dokter
II. Sub Sektor Pendidikan
Atap gedung (genteng) PAUD dan alat
1. 19 Unit 163.100.000
pendidikan
Atap gedung (genteng) TK/RA dan alat
2. 40 Unit 480.015.000
pendidikan
Atap gedung (genteng) SD/MI dan alat
3. 64 Unit 1.282.340.000
pendidikan
Atap gedung (genteng) SMP/MTs dan
4. 28 Unit 782.549.000
alat pendidikan
Atap gedung (genteng) SMA/SMK/MA
5. 9 Unit 315.000.000
dan alat pendidikan
Atap (genteng) kantor UPTD Pendidikan
6. 1 44.000.000
TK & SD dan alat pendidikan
III. Sub Sektor Agama

156
1. Atap (genteng) Mushola dan peralatan 164 4.457.750.000
2. Atap (genteng) Masjid dan peralatan 81 3.309.660.000
3. Atap (genteng) Gereja dan peralatan 4 186.000.000
4. Atap (genteng) KUA dan peralatan 3 138.000.000
Total 12.362.050.500

5. Kebutuhan Lintas Sektor


Kerusakan di lintas sektor di bidang pemerintahan, keamanan/ketertiban selain
menimbulkan kerugian juga menyebabkan masyarakat kehilangan akses pelayanan pemerintahan
dan perlindungan terhadap keamanan.
Untuk mendapatkan pelayanan pemerintahan yang memadai perlu dilakukan pemulihan
fasilitas pemerintahan beserta dukungan penggantian peralatan yang rusak.
Untuk mendapatkan pelayanan perlindungan keamanan yang layak perlu dilakukan
pemulihan fasilitas kantor Polsek dan Koramil Puncubeserta dukungan penggantian peralatan
yang rusak.
Dukungan pengaktifan kembali kegiatan penguraangan resiko bencana (PRB) melalui
dukungan peralatan dan keterampilan sekaligus untuk mendukung kohesivitas sosial dan
pendidikan penguraangan resiko bencana, pembangunan terowongan ganesa (jalan inspeksi), dan
normalisasi outlet air kawah kelud.
Total nilai kebutuhan pemulihan pasca bencana erupsi Gunung Kelud di lintas sektor
diperkirakan sebesar Rp4.733.901.000,-.

Tabel 3.179.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor di Kabupaten Kediri

Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
I. Sub Pemerintahan
Atap (genteng) kantor desa dan peralatan
1. 6 Unit 225.480.000
kantor
Atap (genteng) kantor kecamatan dan
2. 4 Unit 702.195.000
peralatan kantor
Atap (genteng) kantor dinas dan
3. 3 Unit 475.500.000
peralatan kantor
II. Sub Sektor Keamanan dan Ketertiban
Atap (genteng) kantor TNI/Polri dan
1. 2 Unit 125.000.000
peralatan kantor
III. Pengurangan Resiko Bencana Agama
1. Penyusunan Dokumen Rencana 2 Paket 694.161.000

157
Kontijensi (Erupsi dan Lahar Dingin)
Pelatihan Fasilitator Untuk Peningkatan 1 Paket 79.397.500
2. Kapasitas Masyarakat Terdampak Erupsi
Kelud
Pelatihan Peningkatan Kapasitas 3 Paket 238.192.500
3.
Masyarakat
Penyediaan Sarana Early Warning System 20 Unit 1.400.000.000
4.
(EWS)
5. Pelatihan Bagi Desa Penyangga 10 Paket 793.975.000
6. Pembangunan Terowongan Ampera 1 Unit
Pembangunan terowongan ganesa (Jalan 1 Unit
7.
inspeksi)
8. Normalisasi outlet air kawah kelud 7 Unit
Total 4.733.901.000

3.4.3. Kajian Kebutuhan Pascabencana di Kabupaten Malang


Penilaian kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin
Gunung Kelud di Kabupaten Malang dimulai dari analisis terhadap data kerusakan dan kerugian
serta analisis dampak terhadap kemanusiaan akibat gangguan terhadap akses, fungsi/ proses dan
peningkatan risiko pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud di Kabupaten Malang.

Tabel 3.180.
Nilai Kebutuhan Pascabencana di Kabupaten Malang
Sektor / Nilai Kebutuhan
No
Sub Sektor
(Rp)
1 PERMUKIMAN 34.779.465.000
1 Perumahan 34.779.465.000

2 INFRASTRUKTUR 57.803.845.950
1 Transportasi 20.995.000.000
2 Sumber Daya Air 11.558.000.000
3 Air dan Sanitasi 25.250.845.950

3 EKONOMI PRODUKTIF 90.076.144.994


1 Pertanian & Perkebunan 73.440.899.550
2 Peternakan 10.364.403.750
3 Perdagangan 590.742.944
4 Perikanan 680.098.750
5 Pariwisata 5.000.000.000

4 SOSIAL 6.185.948.608
1 Kesehatan 4.929.946.068
2 Pendidikan 1.143.294.532
3 Agama 112.708.008

5 LINTAS SEKTOR 3.453.568.247


1 Pemerintahan 238.751.880
2 Keamanan & Ketertiban 9.090.367
3 Pengurangan Risiko Bencana 3.205.726.000

TOTAL 192.298.972.799

158
Berdasarkan tabel diatas, hasil kajian kebutuhan pascabencana erupsi dan lahar dingin
Gunung Kelud sebesar Rp. 192,29 Milyar dengan rincian per sektor sebagai berikut:

1. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman


Kebutuhan pemulihan sektor permukiman mencapai Rp. 34,77 Milyar yang merupakan
akumulasi nilai komponen-komponen yang diperlukan untuk pemulihan sektor perumahan
antara lain: penutup atap, bantuan dana rumah, bantuan dana lingkungan, pendampingan,
pengadaan tanah, pendataan dan bantuan rulinda.

Tabel 3.181.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman di Kabupaten Malang
Jumlah Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan
(Unit) (Rp)
Sub Sektor Perumahan
1. Penutup atap (genteng) untuk rumah rusak 4.444 13.598.640.000
2. Bantuan Dana Rumah 27 810.000.000
3. Bantuan Dana Lingkungan 27 405.000.000
4. Pendampingan 27 40.500.000
5. Pengadaan Tanah 27 240.975.000
6. Pendataan 27 1.350.000
7. Bantuan Pembuatan Rulinda 4.374 19.683.000.000
Total 34.779.465.000

Sebagian kebutuhan pada sektor permukiman ini berupa perbaikan penutup atap rumah
yang telah dilaksanakan dengan keterlibatan TNI Divisi Infanteri II Kostrad. Selain perbaikan
rumah secara insitu kebutuhan yang muncul pada sektor permukiman adalah relokasi rumah yang
memiliki potensi terdampak lahar dingin yang akan datang sebanyak 27 unit yang tersebar di
Kecamatan Ngantang 12 unit dan Kecamatan Kasembon 15 unit. adanya kebutuhan relokasi
perumahan ini memunculkan Bantuan Dana Rumah (BDR) per unit sebesar Rp. 30 juta, Bantuan
Dana Lingkungan (BDL) per unit sebesar Rp. 15 juta, pendampingan per unit 1,5 juta, pendataan
dan pengadaan tanah sesuai harga NJOP setempat. Selain kebutuhan diatas terdapat aspek
kebutuhan yang perlu ditindaklanjuti berupa bantuan rulinda (ruang perlindungan darurat) pada
tiap rumah sebesar Rp. 4.500.000,-. Ukuran rulinda pada tiap rumah disesuaikan dengan jumlah
anggota di tiap rumah dengan model konstruksi daak beton.

159
2. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur
Kebutuhan yang dilakukan pada sektor infrastruktur mencapai Rp. 57,80 Milyar.

Tabel 3.182.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur di Kabupaten Malang
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
Sub Sektor Transportasi
20.995.000.000
1. Rehabilitasi Jalan Poros 3.700 m' 2.995.000.000
2. Rekonstruksi Jembatan 6 unit 18.000.000.000
Sub Sektor Sumber Daya Air 11.558.000.000
Rehabilitasi/Rekonstruksi DAM, unit
1. 18 11.558.000.000
Saluran,Bangunan Pengarah
Sub Sektor Air dan Sanitasi 25.250.845.950
1. Rehabilitasi Pipa dan Saluran 184.193 m' 25.250.845.950
Total 57.803.845.950

Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan pada sektor infrastruktur ini antara lain berupa
perbaikan 2 (dua) jalan poros desa sepanjang 3.700 m’ dengan jenis konstruksi lapen dan beton,
rekonstruksi 6 jembatan yang mengalami rusak berat, rekonstruksi DAM, saluran dan bangunan
sebanyak 18 unit serta rehabilitasi pipa saluran air yang mengalami kerusakan sepanjang 184.193
m’. Kebutuhan pada sektor infrastruktur ini sangat mengedepankan prinsip build back better and
safer, sebagai contoh jembatan yang akan dibangun kembali mempunyai jenis kontruksi dan
material yang lebih baik dari semula. Sumber pendanaan berasal dari APBD Kabupaten dan
APBN.

3. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi Produktif


Dari hasil penilain kerusakan dan kerugian, sektor ekonomi produktif mengalami dampak
yang sangat signifikan yakni mencapai Rp. 161,2 Milyar. Kajian kebutuhan yang dilakukan pada
sektor ekonomi produktif mencapai Rp. 90,07 Milyar.

Tabel 3.183.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi Produktif di Kabupaten Malang
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
Sub Sektor Pertanian, Perkebunan 73.440.899.550
1. Pemulihan tanaman semusim 2.684 Ha 54.179.736.800
2. Pemulihan tanaman tahunan 61.704 Ha 17.649.022.000

160
3. Sarana & parasarana pertanian 1 Paket 1.104.852.000
Pelatihan Budidaya Tanaman Pengganti di Lahan paket
4. 15 357.288.750
Terdampak
Promosi pendekatan hulu hilir untuk pemulihan paket
5. 3 150.000.000
komoditas strategis
Sub Sektor Peternakan 10.364.403.750
1 Bantuan ternak, prasarana dan sarana peternakan 1 paket 6.389.060.000
Pelatihan Peningkatan Produktivitas dan Kualitas paket
2 15 425.343.750
Ternak
3 Pengadaan ternak berbasis kerjasama perusahaan 200 ekor 3.400.000.000
4 Penyusunan Rencana Kontijensi Ternak 20 paket 150.000.000
Sub Sektor Perdagangan 590.742.944
1. Penutup Atap (genteng) Pasar Ngantang 2.346 m2 62.874.944
2 Rangka Atap (baja) 2.346 m2 527.868.000
Sub Sektor Perikanan
680.098.750
Sarana perikanan (terpal, jaring, bibit dan pakan) lele 1 paket
1. 1 254.755.000
dan nila
2. Pelatihan Peningkatan Budidaya Lele dan Nila 15 paket 425.343.750
Sub Sektor Pariwisata 5.000.000.000
1. Rehabilitasi kawasan wisata serta fasilitas pendukung 1 Unit 5.000.000.000
Total 90.076.144.994

Berdasarkan tabel diatas kebutuhan pemulihan pada sub sektor pertanian, dan perkebunan
mencapai sekitar Rp. 73,44 Milyar. Abu vulkanik dan material batu yang tebal menutup lahan
pertanian menyebabkan hasil panen tanaman semusim turun dan berdampak pada perekonomian
masyarakat. Padahal tanaman semusim merupakan bagian kebutuhan pokok yang sangat
diperlukan sebagai sumber penghidupan masyarakat. Dengan demikian diperlukan dukungan
pelatihan bagi para petani yang merubah jenis tanaman semusim serta dukungan pelatihan
peningkatan produksi hasil pertanian. Dari kebutuhan tersebut upaya yang telah ditangani yakni
adanya bantuan CBD dari Provinsi berupa bibit padi sebanyak 6.650 kg senilai Rp. 53.200.000,-
dan bibit jagung sebanyak Rp. 675 kg senilai Rp. 30.375.000,-. Selain bantuan CBD tersalurkan
juga peralatan pertanian berupa traktor yang bersumber dari APBD Kabupaten dan Kementerian
Pertanian. Terdapat pula penanganan jaringan irigasi dan jalan usaha tani yang telah dilakukan.
Sub sektor peternakan untuk kegiatan pemulihan memerlukan alokasi biaya sebesar Rp.
10,36 Milyar meliputi kegiatan untuk dukungan kebutuhan pemulihan berupa perbaikan kandang
sapi, pengadaan sapi berbasis kerjasama perusahaan, pakan ternak, pelatihan peningkatan
produktivitas dan kualitas ternak. serta dukungan penyusunan rencana kontijensi ternak. Dari 798
unit kandang sapi, terdapat kandang sapi yang telah ditangani yakni sebanyak 450 kandang senilai

161
Rp. 2.250.000.000,- dengan sumber pendanaan APBD Provinsi dan 115 unit kandang senilai Rp.
1.165.000.000,- dengan sumber pendaaan APBD. Dengan demikian APBN akan mengisi gap
sebanyak 233 kandang senilai Rp. 575.000.000,-
Untuk sub sektor perdagangan dukungan kebutuhan pemulihannya berupa perbaikan atap
dan kerangka atap bangunan pasar seperti toko, bedak, los, kantor, dan MCK sebesar Rp. 590
Juta.
Pada sub sektor perikanan dukungan kebutuhan pemulihan berupa bantuan terpal untuk
kolam ikan lele dan jaring sekat untuk kolam ikan nila. Selain itu diperlukan pula dukungan benih
dan pakan ikan lele dan ikan nila. Aspek dukungan pelatihan peningkatan budidaya ikan lele dan
ikan nila juga diperlukan agar hasil panen berikutnya dapat maksimal. Nilai kebutuhan pada sub
sektor perikanan ini mencapai kurang lebih Rp. 680 Juta.
Pada sub sektor pariwisata dukungan kebutuhan pemulihan berupa Rehabilitasi kawasan
wisata serta fasilitas pendukung. Nilai kebutuhan pada sub sektor pariwisata ini mencapai Rp. 5
milyar.

4. Kajian Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial


Nilai kerusakan dan kerugian sektor sosial mencapai Rp. 4,76 Milyar. Kebutuhan
pemulihan untuk sektor sosial mencapai Rp. 6,18 Milyar.

Tabel 3.184.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial di Kabupaten Malang
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
Sub Sektor Kesehatan 4.929.946.068
1. Prasarana Kesehatan (bangunan) 18 Unit 4.455.318.000
2. Sarana Kesehatan (alat kesehatan dan mebelair) 18 Unit 331.803.068
Pelatihan Tenaga Medis dan Kader Posyandu
3. 50 Orang 142.825.000
untuk Penanganan Bencana
Sub Sektor Pendidikan 1.143.294.532
1. Prasarana Pendidikan 28 Unit 323.688.251
2. Sarana (mebelair) pendidikan 28 Unit 254.331.281
Penyusunan dan Sosialisasi Rencana Kontingensi
3. Sekolah Terdampak Erupsi dan Lahar Dingin G. 2 Paket 340.275.000
Kelud
4. Inisiasi Sekolah Siaga Bencana 15 Paket 225.000.000
Sub Sektor Keagamaan 112.708.008
1. Penutup Atap (genteng) prasarana Keagamaan 32 Unit 65.768.500
2. Sarana (mebelair) Keagamaan 32 Unit 46.939.508

162
Total 6.185.948.608

Berdasarkan tabel diatas kebutuhan pemulihan pada sub sektor kesehatan mencapai Rp.
4,92 Milyar yakni berupa perbaikan genteng untuk prasarana kesehatan dan rumah dinas,
dukungan alat kesehatan, mebelair dan pelatihan tenaga medis dan kader posyandu untuk
penanganan bencana.
Sedangkan untuk kebutuhan pemulihan pada sub sektor pendidikan mencapai Rp. 1,14 M
berupa perbaikan genteng untuk prasarana pendidikan mulai dari sekolah PAUD sampai dengan
dengan SMP. Kebutuhan lain yang diperlukan pada sub sektor ini juga berupa dukungan sarana
pendidikan yang sangat diperlukan bagi penunjang kegiatan belajar mengajar meskipun sebagian
kecil relatif sudah di tangani.
Selain itu dalam rangka pengarus utamaan pengurangan risiko bencana (PRB) diperlukan
penyusunan dan sosialisasi rencana kontinjensi sekolah terhadap erupsi dan lahar dingin Gunung
Kelud serta inisiasi sekolah siaga bencana berupa kegiatan sosialisasi, simulasi dan pembentukan
personel siaga bencana. Untuk kebutuhan pemulihan pada sub sektor keagamaan mencapai Rp.
112 Juta berupa perbaikan prasarana keagamaan yang terdiri dari Musholla, Masjid dan Gereja
dan dukungan sarana kesehatan.

5. Kajian Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor


Dari hasil penilaian kerusakan dan kerugian pada lintas sektor mengalami dampak sebesar
Rp 1,34 Milyar dan berdasarkan Kajian kebutuhan yang dilakukan mencapai Rp. 3,45 Milyar,
Angka tersebut terdiri dari sub sektor pemerintahan dan sub sektor keamanan dan ketertiban dan
sub sektor PRB.

Tabel 3.185.
Nilai Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor di Kabupaten Malang
Kebutuhan
No. Komponen Kebutuhan Jumlah Satuan
(Rp)
Sub Sektor Pemerintahan 238.751.880
Penutup Atap (genteng) prasarana
1. 17 Unit 124.096.280
pemerintahan
2. Sarana (mebelair) pemerintahan 17 Unit 114.655.600
Sub Sektor Keamanan dan
9.090.367
Ketertiban
Penutup atap (genteng) Koramil
1. 1 unit 5.677.613
Ngantang
2. Sarana/mebelair 1 unit 3.412.754
Sub Sektor PRB 3.205.726.000

163
Penyusunan Dokumen Rencana
1. 2 Paket 694.161.000
Kontijensi (Erupsi dan Lahar Dingin)
Pelatihan Fasilitator Untuk
2. Peningkatan Kapasitas Masyarakat 1 Paket 79.397.500
Terdampak Erupsi Kelud
Pelatihan Peningkatan Kapasitas
3. 3 Paket 238.192.500
Masyarakat
Penyediaan Sarana Early Warning
4. 20 Paket 1.400.000.000
System (EWS)
5. Pelatihan Bagi Desa Penyangga 10 Paket 793.975.000
Total 3.453.568.247

Pemulihan pasca bencana untuk lintas sektor terdiri dari sub sektor pemerintahan, sub
sektor keamanan dan ketertiban dan sub sektor PRB. Kebutuhan pada ketiga sub sektor
pemerintahan berupa perbaikan genteng untuk prasarana pemerintahan yang terdiri dari balai
dusun, balai desa, kantor kecamatan, kantor UPTD, rumah dinas dan panti PKK. Selain
perbaikan genteng kebutuhan yang muncul adalah perlunya dukungan sarana dari prasarana
tersebut. Adapun kebutuhan pada sub sektor keamanan dan ketertiban berupa perbaikan genteng
untuk bangunan koramil dan sarana yang melingkupinya yakni sebesar Rp. 9 Juta. Selain itu
dalam rangka pengurangan risiko bencana (PRB) diperlukan Penyusunan Dokumen Rencana
Kontingensi (Erupsi dan Lahar Dingin), Pelatihan Fasilitator untuk Peningkatan Kapasitas
Masyarakat Terdampak (Erupsi dan Lahar Dingin), Pelatihan Peningkatan Kapasitas Masyarakat,
Penyediaan sarana sistem peringatan dini (EWS) dan Pelatihan Masyarakat Desa Penyangga.
Total kebutuhan pada sub sektor pemerintahan ini sebesar Rp. 238 Juta. Sedang kebutuhan pada
sub sektor PRB sebesar Rp 3,20 Milyar.

3.5. Pemulihan Awal Pascabencana


3.5.1. Pemulihan Awal Pascabencana di Kabupaten Blitar
Pasca erupsi Gunung Kelud pemerintah Kabupaten Blitar telah mengambil langkah-
langkah strategis untuk melakukan pemulihan awal, diantaranya sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya seperti Dinas
PU Cipta Karya dan Tata Ruang, Kodim, Polres, dan Korpri untuk melakukan pendataan
kerusakan permukiman penduduk yang terkena dampak material erupsi Gunung Kelud.
2. Melakukan kegiatan kerja bakti pembersihan di di Dusun Kali Kuning, Dusun Kampung
Gladak, Dusun Kampung Anyar, dan Desa Karang Rejo dan diwilayah Kecamatan
Gandusari, Nglegok, Garum, dan Ponngo. Pembersihan rumah-rumah penduduk, sarana
peribadatan, gedung sekolah, dan infrastruktur, serta gedung pemerintahan yang terdampak

164
erupsi Gunung Kelud dilakukan oleh BPBD dibantu SKPD lain, jajaran Kodim, Polres,
Korpri, dan LSM, Relawan serta penduduk setempat.
3. Melalui Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang, memberikan bantuan stimulus untuk
pemulihan atap 405 unit rumah penduduk terdampak dengan memberikan bantuan berupa
genteng yang berasal dari dana APBD Kabupaten Blitar
4. Melakukan perbaikan infrastruktur untuk perbaikan pipanisasi di Desa Tulung Rejo
Kecamatan Gandusari sepanjang 1000 M. Sedangkan untuk Dusun Wonorejo Desa Krisik
Kecamatan Gandusari sepanjang 1000 M, 1 buah bantuan pompa air dengan tipe CDL 8-
16 power 5,5 Kw Head 155M. Selain itu pemerintah juga memberikan bantuan
pemasangan jaringan listrik sebesar 6000 Kwh di Dusun Wonorejo Desa Krisik Kecamatan
Gandusari. Bantuan tersebut berasal dari Biro Kesra Provinsi Jawa Timur sebesar
Rp.176.500.000.

3.5.2. Pemulihan Awal Pascabencana di Kabupaten Kediri


Erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada hari kamis tanggal 13 Februari 2014 Pukul 22.50
WIB, untuk Pemulihan Awal Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud Pemerintah Kabupaten
Kediri telah mengambil langkah-langkah strategis untuk melakukan pemulihan awal antara lain
sebagai berikut.
1. Air Bersih dan Sanitasi
Pemenuhan air bersih dilakukan Pemerintah Kabupaten Kediri dalam bentuk dropping air
(truk tangki air) melalui Hidran Umum (HU) dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur beserta relawan (PMI), dengan rincian sebagaimana tabel berikut:

Tabel 3.186.
Droping Tangki Air Kabupaten Kediri
No. Kecamatan Jumlah
1. - Kec. Kepung 41 unit
2. - Kec. Puncu 27 unit
3. - Kec. Wates 16 unit
4. - Kec. Ngancar 3 unit
Total 87 unit

2. Perumahan
Pelaksanaan kegiatan perbaikan atap rumah dampak erupsi Gunung Kelud, dilaksanakan
oleh Pemerintah Kabupaten Kediri bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerjasama
dengan TNI dan Polri serta Fakultas Teknik Universitas Brawijaya dengan menggunakan sumber

165
dana dari APBD Provinsi Jawa Timur sebanyak 11.269 unit, sedangkan 3.592 unit lainnya
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kediri, BUMN serta Kelompok Masyarakat/Pihak
Swasta. Rekapitulasi pelaksanaan perbaikan rumah, sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 3.187.
Rekapitulasi Pelaksanaan Perbaikan Rumah
JUMLAH RUMAH RUSAK,
KABUPATEN/ SUMBER PENDANAAN
NO KET
KECAMATAN Prop. Pemkab
Total
Jatim / Swasta
Kab. Kediri 9.429 3.347 12.776
1. 1. Kec. Puncu 4.615 - 4.615
2. 2. Kec. Kepung 4.788 - 4.788
Bahan bangunan
3. Kec. Ngancar - 3.170 3.170 seluruhnya dari Pemkab.
Kediri dan Pihak Swasta
26 unit bahan dari
Pemprov Jatim, 177 unit
4. Kec. Plosoklaten 26 177 203
bahan dari Pemkab Kediri
dan Pihak Swasta

3. Sarana dan Prasarana Pengairan


Pelaksanaan kegiatan pekerjaan penanganan sarana dan prasarana pengairan dampak erupsi
Gunung Kelud di lokasi di wilayah UPT PSDA WS Puncu Selodono Kediri dimulai hampir
bersamaan sebagai berikut:
a. Waduk Siman
Pelaksanaan pengerukan akibat erupsi Gunung Kelud dimulai tanggal 16 Februari 2014
sampai tanggal 15 Maret 2014 dengan hasil pengerukan di 3 (Tiga) pintu intake yang tersumbat
sehingga pintu intake bisa terbuka kembali.
b. Tail race
Tujuan Pengerukan Tail race Siman dimaksudkan membersihkan sedimen erupsi Gunung
Kelud pada mulut siphon sehingga diharapkan tidak menghambat aliran air yang menuju waduk
Siman. Dalam pelaksanaannya dengan menggunakan 1 unit Excavator Long Boom dan 1 unit
Mini Excavator seperti pada foto dibawah ini.

c. Cek Dam Puncu


Saat Ekspensi awal cek Dam Puncu 5 (lima) Lubang aliran lahar tertutup, sehingga aliran
air melewati diatas yang menghambat lalu lintas antar 2 desa di Kecamatan Puncu. Dengan
dilakukan penggalian oleh 1 unit Excavator Standar, maka lubang-lubang bisa terbuka kembali
seperti pada foto berikut ini.

166
Tabel 3.188.
Tolok Ukur Pekerjaan

SUB
URAIAN KEGIATAN LOKASI TOLOK UKUR
SEKTOR

PENGAIRAN Penanganan darurat


infrastruktur sumberdaya air
akibat lahar dingin
1. Kantong lahar Oro-
Kab.Kediri 165 m
oroOmboK.Konto
Membuat alur menuju intake
serinjing dan lemurung 3.171
m3,nomalisasi siphon lemurung
2. Pengerukan Intake 2.000 m3 dan 3 pintu mengalir
Kab.Kediri
wadukSiman seperti semula,membuat spoil
bank 200 m3 ,cutting tanggul
saluran siphon lemurung 2.000
m3
3. Pengerukanmulut siphon
Kab.Kediri 1 unit
suplesiwadukSiman
Pengerukan sedimen dengan
lebar 48 m yang sejajar dengan
cek dam,50 m ke arah hulu ,lebar
4. Cek Dam Puncu Kab.Kediri
12 m dengan kedalaman 1,5 m
agar 5 lubang dapat terbuka
kembali
Sumber: Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur

4. Sarana dan Prasarana Jalan


Pelaksanaan kegiatan pekerjaan dalam rangka melakukan pembersihan pasir abu vulkanik
dampak erupsi Gunung Kelud yang ada di Jalan Nasional, Jalan Provinsi maupun Jalan
Kabupaten/Kota, Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan TNI (Kodam
V Brawijaya), Balai Penanganan Jalan Nasional serta Dinas PU Kabupaten/Kota Kediri.
Selanjutnya dalam pembersihan pasir abu vulkanik dimaksud, Dinas PU Bina Marga Provinsi
Jawa Timur telah mengerahkan peralatan berat, di antaranya:
 Motor grader (6 unit di Kab/Kota Kediri).
 Loader (3 unit di Kab. Kediri )
 Dump truck (50 unit di Kab/Kota Kediri)

5. Sarana dan Prasarana Pertanian


Pelaksanaan kegiatan pekerjaan bantuan benih dampak erupsi Gunung Kelud, Dinas
Pertanian Provinsi Jawa Timur melalui Program Cadangan Benih Daerah dan partisipasi pihak

167
swasta memberikan bantuan benih pada kelompok tani di Kabupaten Kediri, sebagaimana dapat
dilihat pada foto berikut.

6. Sarana dan Prasarana Peternakan


Pelaksanaan kegiatan pekerjaan penanganan terhadap ternak dampak erupsi Gunung
Kelud, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten
Kediri melaksanakan langkah penanganan sebagai berikut:
 Mengevakuasi ternak menuju posko khusus peternakan.
 Memberikan pelayanan kesehatan terhadap 7.564 ekor ternak
 Memberikan bantuan obat-obatan berupa antibiotika, vitamin, obat cacing, dll sebagaimana
dalam tabel berikut :

Tabel 3.189.
Bantuan Sektor Peternakan di Kabupaten Kediri
No. Sumber Bantuan Jenis Bantuan Jumlah
1 PEMERINTAH PUSAT Hijauan 116 ton
vaksin afluvet 60.000 dosis
Vaksin ND Komavet 280.400 dosis
Vaksin ND Lentofet 12.600 dosis
Vaksin SE 50.000 dosis
Tim survailan dan
kendaraan operasional
2 PEMERINTAH Hijauan 300 ton
PROVINSI Petugas teknis 128 orang
kesehatan hewan 150.000 dosis
Obat-obatan, vitamin,
antibiotik, antiseptik
3 SWASTA (NON- Hijauan 128 ton
PEMERINTAH) Konsentrat 50,8 ton
Posko tanggap 3 posko
darurat Rp 200 jt
Dana perbaikan
kandang 4 ton
Complete Feed
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

7. Gotong - Royong Masyarakat danDunia Usaha


Sejalan dengan Ketetapan Gubernur Jawa Timur bahwa erupsi Gunung Kelud merupakan
Bencana Provinsi, maka seluruh potensi sumber daya yang ada di Jawa Timur bersama-sama
untuk dapat terlibat secara aktif dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud. Hal ini
terwujudkan dengan adanya semangat gotong-royong seluruh pemangku kepentingan
(Pemerintah, Masyarakat dan Dunia Usaha) mengambil bagian dalam penanggulangan bencana

168
erupsi Gunung Kelud baik yang disalurkan langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat
terdampak di Kabupaten Kediri.

3.5.3. Pemulihan Awal Pascabencana di Kabupaten Malang


Erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 13 Februari 2014, mengeluarkan abu
vulkanik yang begitu banyak sehingga ada beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Malang
yang terkena dampak langsung yaitu Kecamatan Pujon, Kecamatan Ngantang dan Kecamatan
Kasembon.
Dampak erupsi kelud telah membawa kerusakan di berbagai sektor kehidupan dan
penghidupan masyarakat, hal ini sangat mengganggu aktivitas masyarakat dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari,
Untuk pemulihan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, Dinas Bina Marga Kabupaten
Malang sebagai Leading Sector bertanggung jawab tersedianya infrastruktur tersebut berusaha
memulihkan kondisi pasca bencana. Untuk pembersihan jalan akibat abu vulkanik erupsi
Gunung Kelud dengan ketebalan ±30 cm, Bina Marga menggunakan alat berat beserta personil
sebanyak 25 orang dari UPTD Pujon. Pembersihan dilakukan selama 3 (tiga) minggu sesudah
erupsi Gunung Kelud, ruas jalan yang dibersihkan adalah ruas jalan Ngantang-Kasembon, ruas
jalan Ngantang-Selorejodan ruang lingkar Kecamatan Ngantang. Adapaun alat berat yang
digunakan adalah :
 Excavator PC 50 (2 unit)
 Excavator PC 100 (1 unit)
 Excavator PC 200 (1 unit)
 Greder (1 unit)
 Dump truck (7 unit)
Akibat dari aliran lahar tersebut yang sebagian besar melewati sungai sungai dimana banyak
terdapat Dam, Bendungan, dan saluran Irigasi, menimbulkan kerusakan bahkan hancurnya
bangunan bangunan tersebut salah satunya dam ngembul yang berlokasi di Desa Jombok Kec.
Ngantang dengan Baku Sawah 16 Ha. Dinas Pengairan Berusaha memulihkan sementara
bangunan tersebut dengan cara pemasangan bronjong dan pembersihan saluran yang tertutup
abu vulkanik. Pemasangan dan pembersihan tersebut dikerjakan dengan cara kerja bhakti warga
dan personal UPTD Pujon pada tanggal 20 Maret 2014 selama 2 Minggu.
Adapun Bahan dan personal yang di gunakan :
 Bronjong Kawat 95 Buah
 Karung Sak 500 Buah

169
 Personal UPTD 10 Orang
 Warga 50 Orang
Beberapa waktu setelah erupsi Kelud, kondisi desa-desa terdampak mengalami kesulitan air
bersih. Untuk itu Dinas Cipta Karya, Tata Ruang Kabupaten Malang, PDAM Kabupaten
Malang, PMI Kabupaten Malang dan BPBD wilayah terdekat mengirim pasokan air bersih secara
bergilir ke desa-desa tersebut sampai kondisi ketersediaan air bersih pulih.
Pipanisasi air bersih yang telah ditangani oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kabupaten Malang di 6 (enam) dusun Desa Pandansari Kecamatan Ngantang dan satu dusun di
Desa Ngantru Kecamatan Ngantang. Untuk pemulihan dam batang, dam pengarah panggung
serta dam Sukosari telah ditangai oleh Balai Besar Wilayah Sungai Brantas melalui Dinas
Pengairan Kabupaten Malang. Untuk infrastruktur berupa dam lainnya belum tertangani karena
keterbatasan anggaran. Untuk memfungsikan kembali fungsi dam, sementara Dinas Pengairan
kabupaten Malang menggunakan bronjong dan sesek bambu dengan daya tahan untuk beberapa
bulan kecuali terkena terjangan banjir.
Sebagian besar lahan pertanian di bantaran sungai, sejak terdampak erupsi Kelud hingga
sekarang masih dalam proses pemulihan lahan. Material berupa pasir dan batu banyak diangkut
oleh masyarakat menggunakan truk-truk, sehingga lahan pertanian di bantaran sungai relatif
rusak. Khusus tanaman cabe, setelah kena abu kemudian kena hujan ternyata membuat tanaman
cabe semakin bagus produksinya. Bantuan 7 (tujuh) unit hand tractor dari Kostrad belum dapat
memulihkan aktivitas produktivitas lahan. Bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang berupa benih padi dan bibit jagung dari
Cadangan Benih Daerah (CBD) baru maksimal setelah pembersihan lahan.
Sehari setelah erupsi Kelud, dokter hewan dan relawan dari Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kabupaten Malang serta Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB), Pusvetma
Provinsi Jawa Timur melakukan tinjauan ke lapangan. Bantuan pakan ternak serta pelayanan
kesehatan untuk sapi perah.
Pembersihan abu pada bedak-bedak pasar dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat
setempat dan relawan bersama pemilik bedak. Kerusakan ringan berupa genteng dan asbes rusak
sesegera mungkin diperbaiki oleh pemiliknya.
Pihak pengelola hotel dan cottage Bendungan Selorejo Kecamatan Ngantang melakukan
renovasi dan pemulihan lingkungan sekitar dalam kurun waktu dua bulan setelah erupsi. Areal
rafting dan candi Sapto di Kecamatan Kasembon juga melakukan pemulihan yang dilakukan oleh
pihak pengelola dibantu masyarakat sekitar.

170
Selama kurun waktu satu minggu aktivitas belajar mengajar sejumlah sekolah di wilayah
Kecamatan Ngantang dan Kecamatan Kasembon terhenti. Setelah hujan abu mulai berkurang
dan situasi berangsur-angsur pulih, siswa dan guru sekolah terdampak melakukan kerja bakti
untuk membersih kan ruang kelas dan lingkungan sekitarnya. Untuk sementara waktu kegiatan
belajar mengajar dilakukan secara darurat, karena ruangan yang masih kurang memadai, sebagian
bangunan rusak serta perabot sekolah juga rusak. Selanjutnya Dinas Pendidikan Kabupaten
Malang melalui Program Perbaikan Gedung Sekolah dari Dana Alokasi Khusus (DAK) serta
bantuan dari beberapa lembaga pendidikan melakukan perbaikan gedung sekolah.
Puskesmas pembantu, polindes dan klinik di wilayah Ngantang disamping melakukan
pertolongan kepada korban bencana serta memberikan pemeriksaan berkala, juga melakukan
perbaikan gedung dan peralatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Seluruh kegiatan
pemulihan telah tercukupi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang melalui dana APBD.
Pemulihan fungsi tempat ibadah dengan pembersihan gedung dan sekitarnya dilakukan
secara gotong royong oleh relawan jangkar kelud bersama masyarakat setempat. Sementara untuk
perbaikan bangunan tempat ibadah yang rusak akan dilakukan oleh Bagian Bimbingan Mental
Sekretariat Kabupaten Malang melalui PAK APBD.
Pemulihan kerugian akibat erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud juga termasuk pemulihan
sub sektor Pemerintahan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pelayanan
masyarakat sementara selama kantor utama tidak dapat difungsikan sejak erupsi Gunung Kelud
terjadi. Kecenderungan layanan publik harian yang hilang dihitung sebagai kelumpuhan akses atas
layanan publik yang ada, (terutama layanan Pemerintah Desa dan Pemerintah Kecamatan)
terdampak langsung/primer.
Untuk sektor pariwisata, air terjun Coban Rondo di Pujon dan Candi Sapto di Kasembon
mulai awal tidak mengalami kerusakan dan dalam kondisi baik, hanya wisatawan yang tidak
berani datang, tetapi saat ini kondisi sudah normal kembali. Kasembon Rafting dan pemandian
Dewi Sri di Pujon, memerlukan pembersihan dan pembenahan secara swadaya serta memerlukan
waktu sebulan termasuk membutuhkan peningkatan promosi agar kunjungan dapat seperti sedia
kala.
Taman wisata Bendungan Selorejo melakukan perbaikan penginapan dan fasilitas
pendukung oleh Perum Jasa Tirta dengan anggaran sebesar ± 5 M. Kios kuliner, cinderamata dan
perbaikan perahu dilakukan secara swadaya oleh masyarakat yang tergabung dalam Paguyupan
Perahu Wisata Mesin dan Paguyupan Perahu Wisata Gayung.
Perbaikan rumah penduduk mulai 4 Maret 2014 dengan jumlah rumah yang diperbaiki
sejumlah 1.500 unit perbaikan rumah penduduk rusak berat dilakukan oleh Divisi Infanteri 2

171
Kostrad yang didanai dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, setelah dilakukan identifikasi jenis
kerusakan rumah tinggal oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Kodam V Brawijaya dan
Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Februari 2014. Untuk rusak ringan sejumlah 2.730 unit
melalui Pola Kemandirian (gotong royong) dengan dibantu relawan.
Keterlibatan CSR, Tim Siaga Desa dan para relawan serta swadaya masyarakat
mempercepat proses pemulihan dampak erupsi Gunung Kelud.

172
Bab IV

PRINSIP DAN KEBIJAKAN


REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin
Gunung Kelud ini dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP). Proses tersebut juga
melibatkan partisipasi aktif dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa
Timur, BPBD Kabupaten Blitar, BPBD Kabupaten Malang, Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kediri, Forum Pengurangan Risiko Bencana
(FPRB) Provinsi Jawa Timur, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perkumpulan komunitas
masyarakat Jangkar Kelud, Pengurus Wilayah Fatayat NU Jawa Timur, dan Universitas
Brawijaya. Proses penyusunan rencana aksi didasarkan pada hasil Pengkajian Kebutuhan
Pascabencana (Jitu Pasna) yang dipadukan dengan kebijakan dan kemampuan pembiayaan dari
pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan sumber dana lainnya yang sah.
Jitu Pasna dilakukan melalui penilaian kerusakan dan kerugian akibat erupsi dan lahar
dingin Gunung Kelud di tiga kabupaten terdampak, yakni Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri,
dan Kabupaten Malang, dengan pendekatan sektoral serta Penilaian Kebutuhan Pemulihan
Kemanusiaan (Human Recovery Needs Assesment) dengan metodologi survei, pengkajian, dan
pembahasan oleh tim terpadu. Hasil Jitu Pasna dipadukan dengan kebijakan dan strategi
pembangunan pemerintah daerah terdampak serta penyediaan anggaran dari berbagai pihak yang
berkomitmen untuk membiayai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (Gambar 4.1.).
Pemulihan suatu wilayah pascabencana merupakan tanggung jawab pemerintah daerah
terdampak bersama-sama dengan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Maka, rencana aksi
pemulihan yang memuat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan
masyarakat yang terdampak bencana harus diintegrasikan dengan program dan kegiatan
pembangunan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Penyediaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan dengan menghimpun potensi-
potensi sumber pendanaan yang tersedia, seperti APBD kabupaten dan APBD provinsi wilayah
terdampak, APBN pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BNPB dan DIPA
kementerian/lembaga yang lainnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta program dan
kegiatannya, sekaligus dana yang bersumber dari dunia usaha dan organisasi pembangunan
multilateral (UNDP dan FAO).

173
Gambar 4.1. Proses Penilaian Kebutuhan Pascabencana

Berikut ini beberapa pokok pikiran yang perlu ditindaklanjuti pascabencana erupsi dan
lahar dingin Gunung Kelud:
1. masyarakat korban bencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud menginginkan kegiatan
pembersihan, perbaikan rumah, dan perbaikan infrastruktur publik dengan segera;
2. BNPB bersama dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menugaskan tim
penilaian kerusakan dan kerugian sehingga hasilnya dapat menjadi dasar dalam mengkaji
kebutuhan pascabencana;
3. klasifikasi kerusakan rumah perlu dikaji lebih lanjut sesuai dengan kondisi di lapangan;
4. identifikasi dan inventarisasi dukungan yang dapat diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa
Timur serta Pemerintah Kabupaten Blitar, Pemerintah Kabupaten Kediri, dan Pemerintah
Kabupaten Malang;
5. segera ditetapkan stimulan bantuan pemulihan permukiman, dengan sumber pembiayaan
berasal dari APBD provinsi, APBD kabupaten, BNPB, dan kementerian/lembaga sesuai
tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya;
6. mengkaji pemulihan sektor permukiman dengan pola relokasi bagi warga di bantaran
Sungai Konto, yang meliputi Desa Pandansari di Kecamatan Ngantang serta Desa Bayem
dan Desa Pondokagung di Kecamatan Kasembon, sekaligus melakukan revitalisasi dan
normalisasi sungai;
7. segera disusun rencana kontijensi penanganan erupsi dan rencana kontijensi banjir lahar
dingin di tiga kabupaten terdampak; dan
8. dalam upaya pengurangan risiko bencana di sektor permukiman, perlu dibangun ruang
lindung darurat pada masing-masing rumah warga yang berada di kawasan rawan bencana.

174
4.1. Prinsip Dasar Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Bencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud direspons oleh berbagai pihak dengan
menetapkan langkah-langkah rehabilitasi dan rekonstruksi, antara lain:
1. komitmen pemerintah untuk segera melaksanakan pemulihan pascabencana terhadap
seluruh sektor terdampak bencana (kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi);
2. melaksanakan penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana dan kajian kebutuhan
pemulihan kemanusiaan, yang dilanjutkan dengan pengkajian kebutuhan pemulihan
kehidupan masyarakat maupun wilayah yang terdampak bencana;
3. penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin
Gunung Kelud dengan melibatkan seluruh kementerian/lembaga di tingkat pusat maupun
daerah, yang dikoordinasikan oleh BNPB dengan peran serta aktif BPBD dan Bappeda,
organisasi masyarakat, perguruan tinggi, lembaga pembangunan multilateral (UNDP dan
FAO), dan LSM;
4. pemulihan dilakukan secara komprehensif, yang meliputi semua sektor terdampak, yaitu
sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor;
5. sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi diutamakan berasal dari dana APBD, baik
APBD provinsi maupun APBD kabupaten wilayah terdampak, APBN, dana hibah dari
donor dan masyarakat, serta sumber pendanaan lain yang sah.
6. rehabilitasi dan rekonstruksi mengutamakan partisipasi semua pihak, termasuk pihak
nonpemerintah, sehingga organisasi seperti FPRB, LSM, organisasi masyarakat, perguruan
tinggi, termasuk lembaga pembangunan multilateral dapat ikut terlibat dalam pelaksanaan
dan pemantauan.
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada prinsipnya merupakan upaya
mengembalikan kondisi kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana pada
situasi yang lebih baik daripada sebelumnya. Perencanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
berpedoman pada:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

175
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional
dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana;
13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana;
dan
14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2011
tentang Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana.

4.2. Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Sesuai dengan prinsip dan arahan Gubernur Jawa Timur mengenai rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud, serta dengan pertimbangan
bahwa dampak kerusakan didominasi oleh kerusakan pada sektor permukiman dan akan
memberikan dampak bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat korban bencana, maka
pokok-pokok kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin
Gunung Kelud mencakup:
1. menggunakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai sarana untuk membangun
komunitas dan menstimulasi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan pengurangan risiko bencana;
2. dilaksanakan dengan pendekatan tata pemerintahan yang baik, melalui koordinasi yang
efektif antarpelaksana kegiatan, serta mengedepankan aspirasi masyarakat korban bencana;

176
3. khusus untuk kegiatan pemulihan di bidang perumahan dan kehidupan masyarakat,
dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif sesuai dengan karakteristik budaya lokal,
sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengurangan risiko bencana;
4. dilaksanakan dengan memperhatikan standar teknis perbaikan lingkungan permukiman di
daerah rawan bencana dengan prinsip build back better and safer;
5. dilaksanakan dengan mengedepankan keterbukaan bagi semua pihak melalui penyediaan
informasi yang akurat serta pelayanan teknis dan perizinan, termasuk penyediaan unit
pengaduan masyarakat;
6. dilaksanakan dengan mekanisme penyaluran dana dan pertanggungjawaban yang akuntabel,
efisien, efektif, dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7. dilaksanakan terutama oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya, melalui koordinasi
yang efektif dan kerjasama antarpihak lintas sektor, dengan mekanisme pemantauan dan
pengendalian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
8. dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan serta ketersediaan anggaran dana, maka
rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi akan meliputi periode tahun anggaran 2014
sampai dengan tahun anggaran 2015.

4.3. Ruang Lingkup Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi diperoleh dari Penilaian Kerusakan dan Kerugian
(Damages and Losses Assesment) dan Penilaian Kebutuhan Pemulihan Kemanusiaan (Human Recovery
Needs Assesment). Kedua hasil penilaian itu menjadi dasar perhitungan untuk mendapatkan
perkiraan kebutuhan pemulihan pascabencana. Keterkaitan antara Penilaian Kerusakan dan
Kerugian dengan Penilaian Kebutuhan Pemulihan Kemanusiaan dapat memberikan umpan balik
bagi kebutuhan pemulihan pascabencana dengan menempatkan masyarakat korban bencana dan
lingkungannya sebagai sasaran pemulihan pascabencana.
Berdasarkan sektor dan subsektor yang mengalami kerusakan dan kerugian akibat bencana
erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud, terutama di Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, dan
Kabupaten Kediri, hampir seluruh sektor dan subsektor terkena dampak. Oleh karena itu,
rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi akan meliputi sektor dan subsektor yang terdampak,
yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor. Pemulihan di setiap
sektor dan subsektor ini berbasis pada mitigasi dan pengurangan risiko bencana dengan tujuan
untuk meminimalkan kerugian yang akan timbul apabila terjadi kembali bencana pada masa
mendatang.

177
1. Sektor Permukiman
Pemulihan sektor permukiman, yang meliputi subsektor perumahan dan prasarana
lingkungan, diselenggarakan dengan pemberian bantuan stimulan kepada masyarakat
korban dan pemilik rumah berdasarkan tingkat kerusakan sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang ada.
2. Sektor Infrastruktur
Pemulihan sektor infrastruktur yang mendukung mobilitas masyarakat dan perekonomian
wilayah meliputi subsektor transportasi darat dan sumber daya air.
3. Sektor Ekonomi Produktif
Pemulihan sektor ekonomi produktif meliputi subsektor pertanian, peternakan, perikanan,
perdagangan, dan pariwisata.
4. Sektor Sosial
Pemulihan sektor sosial meliputi pemulihan kehidupan sosial masyarakat pada subsektor
kesehatan, pendidikan, dan agama.
5. Lintas Sektor
Pemulihan lintas sektor meliputi subsektor pemerintahan, keamanan, ketertiban, dan
perbankan.

4.4. Strategi Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah
Kabupaten Blitar, Pemerintah Kabupaten Kediri, dan Pemerintah Kabupaten Malang melalui
SKPD-SKPD terkait. Berikut ini strategi rehabilitasi dan rekonstruksi masing-masing sektor.

1. Sektor Permukiman
Sesuai dengan kondisi di lapangan, kerusakan pada sektor pemukiman adalah kerusakan
atap rumah, teras, dan kandang ternak. Pemulihan atap rumah sudah dilakukan pada saat
kegiatan pemulihan awal. Oleh karena itu, sasaran dan prioritas utama dalam pemulihan sektor
permukiman adalah perumahan masyarakat miskin dan rentan serta pemulihan teras rumah dan
kandang ternak yang berada di kawasan rawan bencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud.
Mekanisme pemulihan sektor permukiman berupa pemberian bantuan perumahan bagi
masyarakat, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Kepala BNPB Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana,

178
dan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pascabencana Sektor Permukiman. Secara garis besar, peraturan-peraturan tersebut
memuat tentang:
a. stimulan untuk pelaksanaan pemulihan sektor permukiman berupa bahan bangunan,
dengan besaran stimulan ditetapkan berdasarkan tingkat kerusakan; komponen rumah
diadakan sendiri oleh kelompok masyarakat dengan pendampingan, pemantauan, dan
evaluasi;
b. bantuan diberikan melalui pola pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kearifan
lokal, karakter, dan budaya masyarakat setempat sesuai mekanisme yang telah ditetapkan;
c. pembangunan rumah mengikuti standar teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan dan memperhatikan masukan dari instansi/lembaga terkait sekaligus aspirasi
masyarakat korban bencana; dan
d. pelaksanaan pemberian stimulan dilakukan melalui pendampingan berupa bimbingan dan
bantuan teknis.

2. Sektor Infrastruktur
Strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur meliputi:
a. rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur dilaksanakan dalam rangka mendukung
terselenggaranya pemulihan perekonomian masyarakat;
b. pembangunan kembali infrastruktur publik dengan memperhatikan kebijakan sektor terkait
dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
c. memulihkan fungsi dan membangun kembali infrastruktur publik, yaitu transportasi,
sumber daya air, energi/listrik, serta air bersih dan sanitasi; dan
d. rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur mengacu pada standar teknis terkait.

3. Sektor Ekonomi Produktif


Pada sektor ekonomi produktif, strategi yang ditetapkan meliputi:
a. mendorong dan mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana fisik di bidang
ekonomi;
b. tersedianya stimulan untuk pemulihan ekonomi masyarakat yang berorientasi pada
pembangunan jangka menengah dan jangka panjang;
c. mendorong dan memfasilitasi untuk mendukung lembaga/institusi/pelaku usaha dalam
mengakses pembiayaan perbankan dan nonperbankan;

179
d. mendorong dan memfasilitasi dalam restrukturisasi pinjaman seperti penjadwalan ulang,
penundaan pembayaran utang sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan
pengurangan pajak; dan
e. pemberian pendampingan dalam pemulihan usaha, termasuk pelatihan kewirausahaan.

4. Sektor Sosial
Strategi yang ditetapkan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan pendidikan,
kesehatan, peribadahan, dan lembaga sosial dalam rehabilitasi dan rekonstruksi di sektor sosial
meliputi:
a. pemulihan layanan kesehatan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana kesehatan milik
pemerintah (misalnya, Puskesmas), layanan gizi masyarakat, dan pemulihan psikososial;
b. pemulihan layanan pendidikan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan milik
pemerintah (misalnya, fasilitas PAUD, TK, SD, SMP, dan SMU), pemberian bantuan
peralatan sekolah dan trauma healing, serta inisiasi sekolah siaga bencana;
c. pemulihan sarana dan prasarana peribadahan (misalnya, rehabilitasi masjid, gereja, dan
wihara) serta pemberian dukungan berupa dana penggerak awal bagi pemulihan kegiatan
keagamaan di mana selebihnya merupakan bagian dari partisipasi masyarakat; dan
d. pemulihan pelayanan lembaga sosial (panti) dengan merehabilitasi sarana dan prasarana
panti.

5. Lintas Sektor
Strategi yang ditetapkan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan lintas sektor
meliputi:
a. pemulihan kembali fungsi layanan publik dan sarana prasarana pemerintahan;
b. pemulihan kembali fungsi layanan dan sarana prasarana keamanan dan ketertiban;
c. pemulihan kembali fungsi dan kondisi terowongan ampera dan ganesha (jalan inspeksi)
untuk pengendalian volume air kawah Gunung Kelud;
d. pembangunan bangunan pengendali sedimen yang baru serta perawatan bangunan sabo
secara agar tetap berfungsi optimal;
e. fasilitasi kemudahan dalam proses pengurusan surat berharga dan administrasi
kependudukan;
f. sosialisasi pengurangan risiko bencana dalam rangka meningkatkan pemahaman dan
kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana;

180
g. inisiasi desa penyangga sebagai bentuk kesiapsiagaan bencana, khususnya dalam
pengelolaan pengungsian dan ketersediaan bantuan pada masa-masa awal bencana, dan
penyelamatan aset berharga, terutama hewan ternak;
h. pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana guna menumbuhkan dan
menanamkan budaya keselamatan dan kesiapsiagaan bagi masyarakat yang berada di
kawasan rawan bencana; dan
i. pelembagaan forum pengurangan risiko bencana di tingkat dusun dan desa terdampak
untuk menjaga kesinambungan proses pengurangan risiko bencana.

4.5. Kemitraan dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Untuk memaksimalkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi, pemerintah membangun dan
mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk pihak-pihak nonpemerintah. Untuk
itu, pemerintah perlu melakukan koordinasi, konsolidasi, dan konsultasi dengan pihak-pihak
terkait.

181
Bab V

PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN


REKONSTRUKSI PASCABENCANA

Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana merupakan rangkaian kegiatan


yang dimulai dengan perencanaan kegiatan (termasuk identifikasi dan penghimpunan sumber
pembiayaan), pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian pelaksana kegiatan, pelaporan dan
pertanggungjawaban, pemantauan dan evaluasi kegiatan (termasuk pengawasan oleh pihak
internal maupun eksternal pemerintah dan/atau pemerintah daerah), hingga pengalihan hasil
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai program pembangunan yang berkelanjutan.

5.1. Perencanaan dan Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana adalah kebijakan yang terintegrasi
dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah sesuai dengan amanat Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, termasuk
dalam kaitannya dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan.
Rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
untuk keperluan penyusunan RAPBN dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) provinsi
dan kabupaten/kota untuk keperluan penyusunan RAPBD, sesuai dengan mekanisme dalam
peraturan dan perundang-undangan terkait.

Renstra Renja - Rincian


KL KL RKA-KL APBN
Peme
rintah
RRRN Pusat

RPJP RPJM
Nasional Nasional RKP RAPBN APBN

RPJP RPJM RKP


Daerah Daerah Daerah RAPBD APBD

Peme
RRRD rintah
Daerah
Renstra Renja - RKA - Rincian
SKPD SKPD SKPD APBD

Gambar 5.1. Kedudukan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan (Sumber: Bappenas 2013)

182
Keterangan:
Renstra KL Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
Renja KL Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
RKA-KL Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
RKA-SKPD Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
RAPBN Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
RAPBD Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
RPJP Rencana Pembangunan Jangka Pendek
RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RRRN Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nasional
RRRD Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Daerah
RKP Rencana Kerja Pemerintah

Sumber pendanaan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi berasal dari APBD dan
APBN, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didanai dari sumber lainnya, seperti dana
masyarakat, dunia usaha, dan bantuan/hibah dari lembaga atau negara donor. Pemerintah pusat
dapat memberikan bantuan untuk pembiayaan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada pemerintah
daerah yang terkena bencana. Bantuan diberikan melalui BNPB berdasarkan usulan kebutuhan
dari pemerintah daerah yang telah diverifikasi oleh BNPB.
Penyusunan kebutuhan pendanaan tersebut dilakukan secara bottom-up dan partisipatif, yang
disinkronkan dengan usulan-usulan dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah serta
dikonsolidasikan oleh BNPB dan BPBD. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi
potensi duplikasi kegiatan dan pembiayaan serta menganalisis prioritas pemulihan masing-masing
sektor berdasarkan kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Besarnya kebutuhan pendanaan untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dihitung
berdasarkan hasil Kajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna) dan Penilaian Kerusakan dan
Kerugian (Damage and Loss Assesment), yang dipadukan dengan hasil Penilaian Kebutuhan
Pemulihan Kemanusiaan (Human Recovery Needs Assesment). Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dimaksud mencakup sektor-sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial,
dan lintas sektor.
Berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan yang dikoordinasikan oleh BNPB dan BPBD,
total kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi adalah Rp436.555.947.399 (Tabel 5.1. dan
Tabel 5.2.).

Tabel 5.1.
Nilai Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Per Kabupaten/Kota
No. Kabupaten Kebutuhan (Rp)
1. Blitar 16.118.445.000
2. Kediri 228.138.529.600
3. Malang 192.298.972.799
Total 436.555.947.399

183
Tabel 5.2.
Rekapitulasi Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Per Sektor
Kabupaten Provinsi Jawa
No. Sektor/Subsektor
Blitar (Rp) Kediri (Rp) Malang (Rp) Timur (Rp)
1. Permukiman 531.561.000 128.968.800.000 34.779.465.000 164.279.826.000
Perumahan 531.561.000 128.368.800.000 34.779.465.000 163.679.826.000
Sarana Lingkungan - 600.000.000 - 600.000.000
2. Infrastruktur 11.655.000.000 49.962.137.000 57.803.845.950 119.420.982.950
Transporasi 75.000.000 25.600.000.000 20,995,000,000 46.670.000.000
Sumber Daya Air 7.047.000.000 18.883.580.000 11,558,000,000 37.488.580.000
Air dan Sanitasi 4.533.000.000 3.028.557.000 25,250,845,950 32.812.402.950
Energi - 2.450.000.000 - 2.450.000.000
3. Ekonomi Produktif 684.830.000 32.111.641.100 90.076.144.994 122.872.616.094
Pertanian dan Perkebunan 675.290.000 27.381.915.100 73.440.899.550 101.498.104.650
Peternakan dan Perikanan 9.540.000 4.379.726.000 11.044.502.500 15.433.768.500
Perdagangan - 350.000.000 590.742.944 940.742.944
Pariwisata - - 5.000.000.000 5.000.000.000
4. Sosial 40.016.000 12.362.050.500 6.185.948.608 18.588.015.108
Kesehatan - 1.203.636.500 4.929.946.068 6.133.582.568
Pendidikan 29.520.000 3.067.004.000 1.143.294.532 4.239.818.532
Agama 10.496.000 8.091.410.000 112.708.008 8.214.614.008
5. Lintas Sektor 3.207.038.000 4.733.901.000 3.453.568.247 11.394.507.247
Pemerintah 1.312.000 1.403.175.000 238.751.880 1.643.238.880
Ketertiban dan Keamanan - 125.000.000 9.090.367 134.090.367
PRB 3.205.726.000 3.205.726.000 3.205.726.000 9.617.178.000
Total 16.118.445.000 228.138.529.600 192.298.972.799 436.555.947.399

Sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi berasal dari APBN yang teralokasikan
pada DIPA BNPB, DIPA kementerian/lembaga teknis, dan dari APBD pada pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangan masing-masing. Prioritas kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi akan
dilaksanakan dalam dua tahun anggaran, yakni dari 2014 sampai dengan 2015, dengan rincian
sebagai berikut:
1. pemulihan sektor permukiman dilaksanakan selama satu tahun anggaran, yakni tahun
anggaran 2014;
2. pemulihan sektor infrastruktur dilaksanakan secara bertahap pada tahun anggaran 2014 dan
2015, dengan mengutamakan rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana infrastruktur untuk
pelayanan transportasi, air minum, sumber daya air dan irigasi, serta kegiatan pengurangan
risiko bencana;
3. pemulihan sektor ekonomi produktif diprioritaskan pada tahun anggaran 2014 dan 2015;
bersamaan dengan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor ekonomi produktif,
dilakukan kegiatan penguatan kapasitas dalam rangka pengurangan risiko bencana;
4. pemulihan sektor sosial diprioritaskan pada tahun anggaran 2014 dan 2015; bersamaan
dengan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor sosial, dilakukan kegiatan penguatan
kapasitas dalam rangka pengurangan risiko bencana; dan

184
5. pemulihan lintas sektor diprioritaskan pada tahun anggaran 2014 dan 2015 dalam rangka
mengembalikan fungsi pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kapasitas dalam
pengurangan risiko bencana.
Identifikasi potensi sumber pendanaan ditempuh dengan cara pendayagunaan anggaran
pemerintah sebagai berikut:
1. rupiah murni APBN, APBD provinsi/kabupaten pada 2014 didayagunakan secara optimal
untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada daerah terkena dampak bencana melalui
realokasi (jika dimungkinkan) kegiatan berdasarkan pedoman dan peraturan yang berlaku;
2. anggaran perubahan APBN, APBD provinsi/kabupaten pada 2014 didayagunakan secara
optimal untuk upaya lanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada daerah yang
terkena dampak bencana sesuai dengan prosedur perencanaan dan penganggaran tahunan
yang berlaku; dan
3. anggaran pemerintah APBN, APBD provinsi/kabupaten pada 2015 didayagunakan secara
optimal untuk upaya lanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah yang terkena
dampak bencana sesuai dengan prosedur perencanaan dan penganggaran tahunan yang
berlaku.
Berdasarkan upaya tersebut, maka indikasi pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
dapat dilihat pada rangkaian tabel berikut:

185
1. total kebutuhan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan rincian sebagaimana tertera dalam Tabel 5.3.;

Tabel 5.3.
Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Erupsi dan Lahar Hujan Gunung Kelud
APBD Kab. APBD Kab. APBD Kab. APBD Kab. APBN Non Pemerintah
APBD Prov.
Sektor / Murni Perubahan Murni Perubahan K/L (Masy, DU, NGO,
No Total Kebutuhan Jawa Timur Ket.
Sub Sektor Tahun 2014 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2015
(Rp)
INDO) Tahun 2014
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 PERMUKIMAN 164,279,826,000 944,539,728 - 240,975,000 - 59,313,060,272 101,514,300,000 2,266,951,000
1 Perumahan 163,679,826,000 944,539,728 - 240,975,000 - 58,713,060,272 101,514,300,000 2,266,951,000
2 Prasarana Lingkungan 600,000,000 - 600,000,000
2 INFRASTRUKTUR 119,420,982,950 1,680,907,000 5,468,175,975 1,540,300,552 - 331,970,000 97,831,856,403 12,567,773,020
1 Transportasi 46,670,000,000 1,100,000,000 5,075,000,000 - - - 40,495,000,000 -
2 Sumber Daya Air 37,488,580,000 244,090,000 - 494,000,000 - 331,970,000 36,276,000,000 142,520,000
3 Air dan Sanitasi 32,812,402,950 336,817,000 393,175,975 1,046,300,552 - - 21,060,856,403 9,975,253,020
4 Energi 2,450,000,000 - - - - - - 2,450,000,000
3 EKONOMI 122,872,616,094 2,522,310,000 990,301,995 254,755,000 3,193,350,000 5,070,225,000 100,638,468,099 10,203,206,000
1 Pertanian dan Perkebunan 101,498,104,650 377,250,000 803,301,995 - - 2,470,225,000 97,022,037,655 825,290,000
2 Peternakan dan Perikanan 15,433,768,500 2,145,060,000 187,000,000 254,755,000 3,193,350,000 2,250,000,000 3,025,687,500 4,377,916,000
3 Perdagangan 940,742,944 - - - - 350,000,000 590,742,944 -
4 Pariwisata 5,000,000,000 - - - - - - 5,000,000,000
4 SOSIAL 18,588,015,108 4,813,084,351 328,473,143 268,013,178 - - 12,988,112,214 190,332,222
1 Kesehatan 6,133,582,568 4,660,196,163 195,000,000 179,346,000 - - 1,058,761,565 40,278,840
2 Pendidikan 4,239,818,532 142,392,189 80,461,063 28,971,250 - - 3,837,940,649 150,053,382
3 Agama 8,214,614,008 10,496,000 53,012,080 59,695,928 - - 8,091,410,000 -
5 LINTAS SEKTOR 11,394,507,247 899,590,469 - 567,480,000 - - 9,813,268,367 114,168,411
1 Pemerintahan 1,643,238,880 899,590,469 - 567,480,000 - - 62,000,000 114,168,411
2 Ketertiban dan Keamanan 134,090,367 - - - - - 134,090,367 -
3 PRB 9,617,178,000 - - - - - 9,617,178,000 -
TOTAL 436,555,947,399 10,860,431,548 6,786,951,113 2,871,523,730 3,193,350,000 64,715,255,272 322,786,005,083 25,342,430,653

186
2. total kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor permukiman adalah Rp164.279.826.000 (Tabel 5.4.);

Tabel 5.4.
Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Permukiman

187
3. total kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur adalah Rp119.420.982.950 (Tabel 5.5.);

Tabel 5.5.
Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Infrastruktur

APBD Kabupaten APBD Prov


No Kabupaten Kebutuhan APBN Non Pemerintah
2014 2015 Jawa Timur
1 Blitar 11,655,000,000 77,000,000 - - 11,578,000,000 -
1 Transportasi 75,000,000 75,000,000
2 Sumber Daya Air 7,047,000,000 7,047,000,000
3 Air dan Sanitasi 4,533,000,000 2,000,000 4,531,000,000
4 Energi
2 Kediri 49,962,137,000 6,680,907,000 - 331,970,000 39,456,740,000 3,492,520,000
1 Transportasi 25,600,000,000 6,100,000,000 - 19,500,000,000 -
2 Sumber Daya Air 18,883,580,000 244,090,000 331,970,000 18,165,000,000 142,520,000
3 Air dan Sanitasi 3,028,557,000 336,817,000 - 1,791,740,000 900,000,000
4 Energi 2,450,000,000 - - - 2,450,000,000
3 Malang 57,803,845,950 391,175,975 1,540,300,552 - 46,797,116,403 9,075,253,020
1 Transportasi 20,995,000,000 20,995,000,000
2 Sumber Daya Air 11,558,000,000 494,000,000 11,064,000,000
3 Air dan Sanitasi 25,250,845,950 391,175,975 1,046,300,552 14,738,116,403 9,075,253,020
4 Energi

Total 119,420,982,950 7,149,082,975 1,540,300,552 331,970,000 97,831,856,403 12,567,773,020

188
4. total kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor ekonomi adalah Rp122.872.616.094 (Tabel 5.6.);

Tabel 5.6.
Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Ekonomi
APBD Kabupaten APBD Prov
No Kabupaten Kebutuhan APBN Non Pemerintah
2014 2015 Jawa Timur
1 Blitar 684,830,000 - - - - 684,830,000
1 Pertanian & Perkebunan 675,290,000 675,290,000
2 Peternakan dan Perikanan 9,540,000 9,540,000
3 Perdagangan
4 Pariwisata
2 Kediri 32,111,641,100 256,000,000 3,193,350,000 2,736,650,000 25,682,265,100 243,376,000
1 Pertanian & Perkebunan 27,381,915,100 - - 2,386,650,000 24,995,265,100 -
2 Peternakan dan Perikanan 4,379,726,000 256,000,000 3,193,350,000 - 687,000,000 243,376,000
3 Perdagangan 350,000,000 - - 350,000,000 - -
4 Pariwisata
3 Malang 90,076,144,994 3,256,611,995 254,755,000 2,333,575,000 74,956,202,999 9,275,000,000
1 Pertanian & Perkebunan 73,440,899,550 1,180,551,995 - 83,575,000 72,026,772,555 150,000,000
2 Peternakan dan Perikanan 11,044,502,500 2,076,060,000 254,755,000 2,250,000,000 2,338,687,500 4,125,000,000
3 Perdagangan 590,742,944 - 590,742,944
4 Pariwisata 5,000,000,000 - 5,000,000,000
Total 122,872,616,094 3,512,611,995 3,448,105,000 5,070,225,000 100,638,468,099 10,203,206,000

189
5. total kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor sosial adalah Rp18.588.015.108 (Tabel 5.7.); dan

Tabel 5.7.
Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Sosial

APBD Kabupaten APBD Prov


No Kabupaten Kebutuhan APBN Non Pemerintah
2014 2015 Jawa Timur
1 Blitar 40,016,000 10,496,000 - - - 29,520,000
1 Kesehatan
2 Pendidikan 29,520,000 29,520,000
3 Agama 10,496,000 10,496,000
2 Kediri 12,362,050,500 573,855,000 179,346,000 - 11,608,849,500 -
1 Kesehatan 1,203,636,500 573,855,000 179,346,000 450,435,500
2 Pendidikan 3,067,004,000 - 3,067,004,000
3 Agama 8,091,410,000 - 8,091,410,000
3 Malang 6,185,948,608 4,557,206,494 88,667,178 - 1,379,262,714 160,812,222
1 Kesehatan 4,929,946,068 4,281,341,163 - 608,326,065 40,278,840
2 Pendidikan 1,143,294,532 222,853,251 28,971,250 770,936,649 120,533,382
3 Agama 112,708,008 53,012,080 59,695,928
Total 18,588,015,108 5,141,557,494 268,013,178 - 12,988,112,214 190,332,222

190
6. total kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana lintas sektor adalah Rp11.394.507.247 (Tabel 5.8.).

Tabel 5.8.
Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Lintas Sektor

APBD Kabupaten APBD Prov


No Kabupaten Kebutuhan APBN Non Pemerintah
2014 2015 Jawa Timur
1 Blitar 3,207,038,000 1,312,000 - - 3,205,726,000 -
Pemerintahan 1,312,000 1,312,000
Ketertiban dan Keamanan
Pengurangan Resiko Bencana 3,205,726,000 3,205,726,000
2 Kediri 4,733,901,000 773,695,000 567,480,000 - 3,392,726,000 -
Pemerintahan 1,403,175,000 773,695,000 567,480,000 62,000,000
Ketertiban dan Keamanan 125,000,000 - - 125,000,000
Pengurangan Resiko Bencana 3,205,726,000 - - 3,205,726,000
3 Malang 3,453,568,247 124,583,469 - - 3,214,816,367 114,168,411
Pemerintahan 238,751,880 124,583,469 114,168,411
Ketertiban dan Keamanan 9,090,367 9,090,367
Pengurangan Resiko Bencana 3,205,726,000 3,205,726,000
Total 11,394,507,247 899,590,469 567,480,000 - 9,813,268,367 114,168,411

191
5.2. Kelembagaan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggung jawab
pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Dalam penyelenggaraan
pelaksanaannya, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau
BPBD.
Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang
dilaksanakan oleh BPBD yang bersangkutan dengan berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD
Provinsi Jawa Timur. Sebagai pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi, pemerintah daerah melalui
BPBD yang bersangkutan berkewajiban untuk:
1. melaksanakan koordinasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi antarsektor di tingkat
kabupaten yang bersangkutan;
2. melaporkan hasil pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada BNPB; dan
3. melaksanakan koordinasi dengan Bappeda masing-masing kabupaten dalam menyusun
RKPD penanggulangan bencana sesuai peraturan dan perundang-undangan.
Sehubungan dengan rencana aksi yang dibuat terdapat kegiatan dan pendanaan dari
kementerian/lembaga yang terkait, maka koordinasi pelaksanaan maupun pelaporan pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi bagian yang perlu diatur dengan baik sehingga
tercapai sinkronisasi pelaksanaan yang optimal.
Berhubung BPBD Kabupaten Kediri sampai dokumen ini ditulis belum terbentuk, maka
penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi di Kabupaten Kediri akan dilaksanakan oleh BPBD
Provinsi Jawa Timur dan/atau BNPB dan berkoordinasi dengan SKPD teknis di Kabupaten
Kediri.
Selanjutnya, mekanisme koordinasi dan pelaporan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
akan diatur lebih lanjut berdasarkan kesepakatan semua pihak yang terkait. Secara sederhana,
organisasi pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi atas kegiatan yang didanai dari DIPA BNPB
tercermin pada Gambar 5.2.

192
Gambar 5.2. Organisasi Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB

5.3. Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi


5.3.1. Mekanisme Pelaksanaan Anggaran
Mekanisme dan prosedur pendanaan pemerintah dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud mengikuti mekanisme dan
prosedur baku pendanaan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan aturan pelaksanaan yang terkait dengan undang-undang tersebut.
Setiap kementerian/lembaga akan langsung menyampaikan bantuan pendanaannya kepada
pemerintah kabupaten terkait, sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berkenaan dengan
bentuk kegiatan masing-masing dan alokasi pendanaan. Dalam kerangka situasi penanggulangan
bencana, diperlukan langkah-langkah percepatan penyaluran dana sebagai berikut:
1. percepatan penyelesaian administrasi dokumen anggaran, baik dalam kerangka penyusunan
anggaran maupun revisi anggaran;
2. percepatan pembayaran melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN); dan
3. percepatan proses pengesahan anggaran di lembaga legislatif.
Mekanisme pelaksanaan anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi dari BNPB, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tanggal 26 Juli 2013

193
tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana, dapat dilaksanakan dalam
tiga bentuk, yaitu:
1. swakelola atau kontraktual yang dikerjakan oleh BNPB dengan atau tanpa melibatkan
BPBD;
2. pemberian bantuan langsung kepada masyarakat/kelompok masyarakat (BLM); dan
3. pemberian bantuan kepada pemerintah daerah yang terkena bencana berupa Dana Bantuan
Sosial Berpola Hibah.
Pertimbangan menggunakan mekanisme pelaksanaan anggaran yang dikerjakan sendiri oleh
BNPB dengan atau tanpa melibatkan BPBD di wilayah terdampak bencana dilakukan dalam hal
BPBD provinsi/kabupaten dinilai belum mampu menanggulanginya, baik dari sisi kondisi
kelembagaan maupun sumber daya manusia. Namun, apabila BPBD memiliki kemampuan yang
cukup, maka pelaksanaan anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan dengan mekanisme
pemberian bantuan berupa Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah kepada pemerintah daerah yang
terkena bencana.
Pemberian BLM dapat dilaksanakan dengan melakukan transfer dana dari KPPN Jakarta
secara langsung ke rekening kelompok masyarakat (pokmas) atau melalui bank/pos penyalur,
tergantung pada kemudahan dan kepraktisan dalam pelaksanaannya.
Dalam rangka penyaluran dana rehabilitasi dan rekonstruksi melalui DIPA BNPB,
Sekretaris Utama BNPB selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) akan menetapkan Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Pusat, Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (SPM),
dan Bendahara Pengeluaran, sedangkan di tingkat daerah akan ditetapkan PPK, Bendahara
Pengeluaran, dan Atasan Langsung yang berkedudukan di BPBD yang diangkat dan ditetapkan
oleh gubernur/bupati terkait. BLM disalurkan melalui KPPN berdasarkan Surat Keputusan
Bupati tentang Penetapan Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan.
Mekanisme pelaksanaan anggaran kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dari BNPB berupa
BLM dilakukan sesuai dengan Gambar 5.3. Mekanisme pelaksanaan anggaran Dana Bantuan
Sosial Berpola Hibah kepada pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan Gambar 5.4.

194
Gambar 5.3. Mekanisme Pelaksanaan Anggaran BLM

Gambar 5.4. Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah

5.3.2. Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi dan Rekontruksi


Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
sasaran rehabilitasi adalah kegiatan perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana
dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan kondisi sosial
psikologis, pelayanan kesehatan, pemulihan sosial-ekonomi-budaya, serta pemulihan keamanan
dan ketertiban yang pada prinsipnya pemulihan fungsi pemerintahan dan fungsi pelayanan
publik.

195
Sasaran kegiatan rekonstruksi adalah memulihkan sistem secara keseluruhan serta
mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam pendekatan pembangunan daerah
yang dilakukan dengan pendekatan build back better and safer. Kegiatan rekonstruksi yang dimaksud
meliputi pembangunan kembali sarana dan prasarana yang rusak, pembangunan kembali sarana
sosial masyarakat, membangkitkan kembali kehidupan sosial masyarakat, peningkatan kondisi
sosial dan ekonomi, serta peningkatan fungsi pelayanan publik dan pemerintahan, dengan
menerapkan aspek pengurangan risiko bencana dan mengutamakan partisipasi dan peran serta
masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana dijelaskan, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggung
jawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Di tingkat pusat, kegiatan
teknis rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh kementerian/lembaga teknis terkait dan
dikoordinasikan oleh BNPB. Di tingkat daerah, kegiatan teknis dilaksanakan oleh SKPD teknis
terkait dan dikoordinasikan oleh BPBD.
Mempertimbangkan kondisi rentang kendali BNPB pada pemerintah kabupaten penerima
dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi, BNPB menetapkan pemerintah provinsi untuk
melaksanakan tugas supervisi, pemantauan, dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten yang berada di wilayahnya.

5.3.3. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi dan Rekontruksi


Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi akan dilaksanakan dalam periode tahun anggaran
2014 sampai dengan 2015 dengan jadwal sebagaimana terdapat pada Tabel 5.9.

196
JADWAL PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Tabel 5.9.
PASCABENCANA ERUPSI
Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi GUNUNG
Pascabencana KELUD
Erupsi dan Lahar Hujan Gunung Kelud

TAHUN 2014 TAHUN 2015 PASCA


NO KEGIATAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES TAHUN 2015
1 Penanganan Darurat Bencana
2 Inventarisasi Kerusakan
3 Penilaian DaLA (JITU Pasna)
4 Rencana Aksi
5 Persiapan Operasional
6 Pelaksanaan Rehab Rekon
6.1. Sektor Permukiman
6.2. Sektor Infrastruktur
6.3. Sektor Ekonomi Produksi
6.4. Sektor Sosial
6.5. Lintas Sektor

197
5.4. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi secara umum telah ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan, yang mencakup tahapan pemantauan, pengendalian, evaluasi, dan
pelaporan. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan sebagai upaya
pengendalian proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Sementara itu, evaluasi penyelenggaraan
penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan
anggaran serta manfaat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Untuk pembiayaan dengan sumber APBD, perlu dicermati Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan
Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, yang berpedoman pada Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana mengatur bahwa pelaporan keuangan penanggulangan bencana yang bersumber dari
APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan standar akutansi pemerintahan. Dalam peraturan
pemerintah ini juga diatur bahwa sistem akuntansi dana penanggulangan bencana yang
bersumber dari masyarakat dilakukan sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dalam rangka melakukan pengendalian terhadap partisipasi masyarakat dunia usaha dan
masyarakat internasional, penatausahaan akan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta
Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008
tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam
Penanggulangan Bencana, dan peraturan pelaksanaan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan.
Untuk mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, digunakan
lima indikator, yaitu:
1. konsistensi pelaksanaan kebijakan dan strategi pemulihan, kegiatan prioritas, dan
pendanaan dengan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi;
2. koordinasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat yang menghasilkan
sinkronisasi perencanaan dan penganggaran;
3. partisipasi melalui mekanisme konsultasi yang menjaring aspirasi masyarakat penerima
manfaat;

198
4. kapasitas lembaga pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi dalam perencanaan dan
pelaksanaan rehabilitasi melalui laporan keuangan dan laporan kinerja, serta kapasitas
pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan
5. potensi keberlanjutan dalam kerangka pembangunan jangka menengah dan jangka panjang.
Pelaporan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mekanisme pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Mekanisme pelaporan pemantauan dan
evaluasi dana APBN tercantum dalam Tabel 5.10.

Tabel 5.10.
Mekanisme Pelaporan Pemantauan dan Evaluasi Sumber Dana APBN
Periode
Jenis Laporan Pelapor Penerima Laporan Tembusan
Pelaporan
Laporan Triwulan a. Penganggung Jawab a. Penanggung Jawab Program Kepala
dalam rangka Kegiatan (Kepala (Kepala Unit Organisasi) Bappeda
pelaksanaan Unit Kerja) b. Menteri/Pimpinan LPND dimana
rencana b. Penanggung Jawab c. Menteri Perencanaan kegiatan
pembanguna Program (Kepala Pembangunan Nasional, berlokasi
n K/L Unit Organisasi) Menteri Keuangan, dan
c. Para Menteri Pendayagunaan
Menteri/Pimpinan Aparatur Negara dan
Lembaga Reformasi Birokrasi
Laporan Triwulan a. Penganggung Jawab a. Penanggung Jawab Program
dalam rangka Kegiatan b. Kepala SKPD
pelaksanaan b. Penanggung Jawab c. Menteri/Pimpinan LPND
Dana Program dan Kepala Bappeda
Dekonsentras c. Kepala SKPD Provinsi
i di SKPD d. Kepala Bappeda d. Menteri Perencanaan
Provinsi Provinsi Pembangunan Nasional,
Menteri Keuangan, dan
Menteri Dalam Negeri
Laporan Triwulan a. Penganggung Jawab a. Penanggung Jawab Program Kepala
dalam rangka Kegiatan b. Kepala SKPD SKPD
pelaksanaan b. Penanggung Jawab c. Menteri/Kepala lembaga Provinsi
Dana Program terkait dan Kepala Bappeda dengan tugas
Pembantuan c. Kepala SKPD Kota dan
di SKPD Kota d. Kepala Bappeda Kota d. Kepala Bappeda Provinsi kewenangan
yang sama

Kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi


dilaksanakan oleh BNPB dan BPBD dengan melibatkan kementerian/lembaga dan SKPD terkait
dengan mengacu pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.

199
5.4.1. Pemantauan dan Evaluasi di Tingkat Pusat
Pemantauan dan evaluasi di tingkat pusat dilaksanakan oleh penanggung jawab
program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di BNPB maupun dengan menetapkan Tim
Pemantauan dan Evaluasi.
1. Penanggung Jawab Program/Kegiatan BNPB
Sistem pemantauan dan evaluasi yang dibangun oleh BNPB, dalam hal ini Deputi Bidang
Rehabilitasi dan Rekonstruksi, terhadap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
adalah berjenjang dari tingkat pusat ke provinsi, provinsi ke kabupaten, kabupaten ke
kecamatan/desa. Dengan demikian, BPBD provinsi berkewajiban untuk melakukan
pemantauan dan evaluasi serta supervisi terhadap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di
tingkat kabupaten yang berada di wilayahnya.
2. Tim Pemantauan dan Evaluasi Tingkat Pusat
Organisasi tim pemantauan dan evaluasi tingkat pusat terdiri dari:
a. Penanggung Jawab : Kepala BNPB
b. Ketua Tim : Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi
c. Wakil Ketua : Salah satu Direktur Bappenas
d. Sekretaris : Kasubdit Kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi
e. Koordinator sektor : Esselon III (K/L)
f. Koordinator Unit : Disesuaikan pelaksana sektor
g. Anggota Pelaksana : Pada masing-masing sektor
Pemantauan yang dilakukan Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi atas pengelolaan
Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah dapat
dilakukan melalui:
1. penerimaan laporan bulanan;
Laporan bulanan memuat informasi mengenai kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan
realisasi keuangan, termasuk permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
kegiatan dan pengelolaan dana bantuan. Laporan ini disampaikan oleh Kepala Pelaksana
BPBD kepada Gubernur/Bupati dan PPK Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonsktruksi
BNBP.
2. pemantauan ke provinsi;
Pemantauan ke BPBD provinsi dilakukan dengan mengadakan pertemuan dengan seluruh
pengelola dana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada tingkat kabupaten, yang
dilaksanakan secara periodik. Pada pertemuan ini dilakukan penilaian terhadap kesesuaian
antara rencana dengan realisasi pelaksanaan pekerjaan serta pembahasan permasalahan

200
yang dihadapi oleh setiap instansi penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Dengan metode ini diharapkan terdapat solusi yang seragam terhadap permasalahan serupa
yang dihadapi oleh setiap instansi penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi.
3. pemantauan ke kabupaten;
Pemantauan kepada penerima dana di tingkat kabupaten/kota dilakukan apabila dari hasil
pemantauan terhadap laporan bulanan dan pemantauan di tingkat provinsi terdapat
permasalahan yang harus dicarikan solusinya secara langsung kepada pihak-pihak terkait di
tingkat kabupaten. Dengan demikian, pematauan ke kabupaten ini bersifat kasuistik atau
tidak secara rutin.
4. pemantauan ke lapangan.
Pemantauan berupa kunjungan dan peninjauan langsung ke lapangan dilakukan apabila
masih diperlukan penanganan permasalahan secara bersama sampai ke lokasi, setelah
melakukan pemantauan melalui laporan bulanan, pemantauan ke provinsi, dan pemantauan
ke kabupaten. Dari hasil kunjungan ke lapangan ini diharapkan penyelesaian permasalahan
dapat ditindaklanjuti.

5.4.2. Pemantauan dan Evaluasi di Tingkat Provinsi/Kabupaten


Pemantauan dan evaluasi di tingkat provinsi/kabupaten dilaksanakan oleh penanggung
jawab program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah provinsi/kabupaten penerima
dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi maupun dengan menetapkan Tim Pemantauan dan
Evaluasi.
1. Penanggung Jawab Program/Kegiatan Tingkat Provinsi/Kabupaten
Mekanisme pemantauan dan evaluasi di tingkat pengelola kegiatan dan dana bantuan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi ditetapkan oleh pemerintah daerah.
2. Tim Pemantauan dan Evaluasi Tingkat Provinsi/Kabupaten
Organisasi tim pemantauan dan evaluasi di tingkat provinsi/kabupaten terdiri dari:
a. Penanggung Jawab : Sekretaris Daerah selaku ex officio Kepala BPBD
b. Ketua Tim : Kepala Bappeda
c. Sekretaris : Kepala Pelaksana BPBD
d. Koordinator sektor : Kepala SKPD terkait
e. Koordinator Unit : Pada unit masing-masing sektor (SKPD)
f. Anggota Pelaksana : Pada masing-masing Sektor (SKPD)

201
5.4.3. Tindak Lanjut Dinamisasi Kebutuhan Pasca-Pemantauan dan Evaluasi
Jangka waktu rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi adalah dua tahun anggaran, yakni
dari tahun anggaran 2014 sampai dengan 2015, di mana pemotretan kebutuhan dan analisisnya
dilakukan dengan sumber data Jitu Pasna pada proses awal penyusunan rencana aksi rehabilitasi
dan rekonstruksi (Damage and Loss Assessment pada 23–29 April 2014 dan Human Recovery Needs
Assessment pada 25–27 April 2014).
Setelah rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi ini memiliki kekuatan hukum untuk
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, diharapkan pos yang belum jelas
pendanaannya dan pos yang sangat rinci dalam rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi dapat
mendorong pihak-pihak lain, termasuk dunia usaha, untuk turut berpartisipasi.
Proses pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan secara berkala diyakini dapat
memunculkan dinamisasi data kebutuhan yang bergerak sesuai kondisi mutakhir di lapangan. Hal
ini terkait erat dengan jarak waktu yang cukup panjang antara perencanaan dan pelaksanaan
program, sehingga data kebutuhan akan bergerak dinamis sesuai dengan respons masyarakat dan
para pihak. Untuk itu, diperlukan mekanisme tertentu yang dibenarkan menurut peraturan
perundang-undangan guna menjawab dinamisasi kebutuhan yang dimaksud.
Mekanisme pergeseran anggaran sebagai akibat hasil pemantauan dan evaluasi dilakukan
dengan memperhatikan tata aturan yang berlaku, sehingga akan memiliki sisi positif sebagai
berikut:
1. memberikan kepastian hukum terhadap tindakan lain yang merupakan respons terhadap
dinamisasi kebutuhan di lapangan;
2. menjaga agar setiap dana yang dianggarkan dalam rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi
ini dibelanjakan dengan setepat-tepatnya; dan
3. menjawab kebutuhan riil di lokasi terdampak sesuai dengan kondisi paling mutakhir.

5.5. Kesinambungan Pemulihan Pascabencana Berbasis Pengurangan Risiko Bencana


Setelah pelaksanaan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi ini, perlu disusun strategi
kebijakan yang dikaitkan dengan siklus perencanaan dan penganggaran reguler guna memastikan
kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pembangunan “normal” sesuai kewenangan
instansi terkait. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, pemerintah daerah juga perlu mengupayakan untuk melaksanakan:
1. perencanaan penanggulangan bencana melalui pengenalan dan pengkajian ancaman
bencana, melakukan kajian analisis risiko bencana, melakukan analisis kerentanan dan
kapasitas daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, identifikasi tindakan

202
pengurangan risiko bencana, dan penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana
(RPB) dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB);
2. pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana melalui pengendalian dan pelaksanaan
penataan ruang dengan mengkaji ulang tata ruang dan wilayah berbasis mitigasi bencana,
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam RPJMD, RKPD, RKA SKPD, dan
RTRW.
3. dengan adanya kejadian bencana erupsi dan lahar dingin Gunung Kelud, diharapkan
pemerintah daerah melakukan kajian ulang terhadap RTRW provinsi dan kabupaten
terdampak;
4. penelitian, pendidikan, dan pelatihan penanggulangan bencana dan kesiapsiagaan melalui
penyelenggaraan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan
formal dan informal dan penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat di
kawasan rawan bencana;
5. berdasarkan potensi bencana, pencegahan, dan pengurangan risko bencana, mengendalikan
pemanfaatan ruang dan wilayah melalui mekanisme perizinan dan persyaratan teknis
pembangunan sesuai kewenangan lembaga yang terkait;
6. mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana secara memadai dari APBD; dan
7. khusus untuk Kabupaten Kediri, dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana
dan kesinambungan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi
dan lahar dingin Gunung Kelud, direkomendasikan untuk melakukan percepatan dalam
pembentukan BPBD.

203
Bab VI

PENUTUP

6.1. Aspek Legal Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung
Kelud telah disepakati bersama oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melalui
serangkaian proses koordinasi dan konsultasi. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus
berpedoman pada rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar
dingin Gunung Kelud yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala BNPB.
Dengan pertimbangan bahwa sebagian pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
bersumber dari APBN, maka pelaksanaan kegiatannya berpedoman pada peraturan-peraturan
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4427) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4732);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
5. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana;
6. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana;
dan
7. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Anggaran Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

204
Sebagai tindak lanjut operasional pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, maka
perlu ditetapkan:
1. Surat Keputusan Sekretaris Utama BNPB selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas
nama Kepala BNPB tentang Penetapan Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu Rehabilitasi dan Rekonstruksi;
2. Surat Keputusan Bupati Kabupaten Blitar tentang Penetapan Penanggung Jawab
Operasional Kegiatan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana
Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Kelud;
3. Surat Keputusan Bupati Kabupaten Kediri tentang Penetapan Penanggung Jawab
Operasional Kegiatan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana
Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Kelud;
4. Surat Keputusan Bupati Kabupaten Malang tentang Penetapan Penanggung Jawab
Operasional Kegiatan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana
Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Kelud; dan
5. surat keputusan dan pedoman lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana erupsi dan lahar dingin
Gunung Kelud.

6.2. Jangka Waktu Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Jangka waktu rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan lahar
dingin Gunung Kelud adalah dua tahun anggaran, yaitu dimulai pada tahun anggaran 2014 dan
diselesaikan pada tahun anggaran 2015.

6.3. Aspek Akuntabilitas Pelaksanaan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Dalam kerangka pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, pengawasan internal dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dan pengawasan eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta
lembaga pengawasan yang lain. Akuntabilitas pendanaan dari sumber bantuan luar negeri
diselenggarakan sesuai peraturan yang berlaku.
Informasi tentang perencanaan penganggaran dan laporan penggunaan anggaran harus
dapat diakses oleh masyarakat. Oleh karena itu, perencanaan dan penggunaan anggaran harus
dipublikasikan di media-media publik. Pemerintah perl mengatur agar pengelolaan bantuan
masyarakat memiliki laporan keuangan yang memenuhi standar dan hasilnya diumumkan melalui
media cetak nasional.

205
Untuk memfasilitasi penyaluran bantuan masyarakat pada masa rehabilitasi dan
rekonstruksi, pemerintah daerah melalui BPBD provinsi dan BPBD kabupaten mengacu pada
rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana erupsi dan lahar dingin Gunung
Kelud.

6.4. Aspek Pengakhiran Masa Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Setelah berakhirnya pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi dan
lahar dingin Gunung Kelud, Pemerintah Kabupaten Blitar, Pemerintah Kabupaten Kediri, dan
Pemerintah Kabupaten Malang melalui BPBD Provinsi Jawa Timur harus segera menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi secara lengkap kepada
BNPB selambat-lambatnya enam bulan setelah pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
berakhir. Selanjutnya, kegiatan koordinasi pembangunan di daerah menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

206
DAFTAR PUSTAKA

Antaranews.com. 2014. “BNPB: Abu Gunung Kelud Banyak Terbawa ke Barat.” 14 Februari.
Diakses pada 17 Juli 2014. http://www.antaranews.com/berita/418967/bnpb-abu-
gunung-kelud-banyak-terbawa-ke-barat.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Blitar. 2013. Kabupaten Blitar dalam Angka 2012. Blitar:
BPS Kabupaten Blitar.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kediri. 2013. Kabupaten Kediri dalam Angka 2012. Kediri:
BPS Kabupaten Kediri.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang. 2013. Kabupaten Malang dalam Angka 2012.
Malang: BPS Kabupaten Malang.
Daniell, J. 2010. Damaging Volcanoes Database 2010: The Year in Review. Karlsruhe: Karlsruhe
Institute of Technology.
De Bélizal, É., F. Lavigne, J.C. Gaillard, D. Grancher, I. Pratomo, dan J.-C. Komorowski. 2012.
“The 2007 Eruption of Kelut Volcano (East Java, Indonesia): Phenomenology, Crisis
Management and Social Response.” Geomorphology 136: 165–175.
Kompas.com. 2014. “Letusan Gunung Kelud Sekarang Lebih Besar daripada Letusan pada 1990.”
14 Februari. Diakses pada 17 Juli 2014.
http://regional.kompas.com/read/2014/02/14/0309364/Letusan.Gunung.Kelud.Sekaran
g.Lebih.Besar.daripada.Letusan.pada.1990.
____. 2014. “BNPB: Korban Tewas Akibat Letusan Kelud 4 Orang.” 15 Februari. Diakses pada
17 Juli 2014.
http://regional.kompas.com/read/2014/02/15/1833038/BNPB.Korban.Tewas.Akibat.Le
tusan.Kelud.4.Orang.
Pratomo, I. 2006. ““Klasifikasi Gunung Api Aktif Indonesia, Studi Kasus dari Beberapa Letusan
Gunung Api dalam Sejarah.” Jurnal Geologi Indonesia 1 (4): 209–227.
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan). 2014. “Hasil Analisis Sebaran Debu Akibat Letusan Gunung Kelud.” 14 Februari.
Diakses pada 17 Juli 2014. http://lapan.go.id/index.php/subblog/read/2014/472/Hasil-
Analisis-Sebaran-Debu-Akibat-Letusan-Gunung-Kelud/722.
____. 2014. “Tanggap Darurat Bencana Berbasis Data Satelit Penginderaan Jauh, Bencana
Erupsi Gunungapi Kelud.” 16 Februari. Diakses pada 17 Juli 2014.
http://lapan.go.id/index.php/subblog/read/2014/473/Tanggap-Darurat-Bencana-
Berbasis-Data-Satelit-Penginderaan-Jauh-Bencana-Erupsi-Gunungapi-Kelud/593.

207
Thouret, J.-C., K.E. Abdurachman, J.-L. Bourdier, dan S. Bronto. 1998. “Origin, Characteristics,
and Behaviour of Lahars Following the 1990 Eruption of Kelud Volcano, Eastern Java
(Indonesia).” Bull Volcano 59: 460–480.
Zen, M.T. dan D. Hadikusumo. 1965. “The Future Danger of Mt. Kelut (Eastern Java—
Indonesia).” Bulletin Volcanologique 28 (1): 275–282.

208

Anda mungkin juga menyukai