Anda di halaman 1dari 50

Kata Pengantar

Di Indonesia Masalah Radikalisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila


terlebih khusus di dunia kampus, Dengan demikian, adanya pertentangan, pergesekan
ataupun ketegangan, pada akhirnya menyebabkan konsep dari radikalisme selalu saja
dikonotasikan dengan kekerasan fisik dan agama.

Banyak sekali mahasiswa yang tidak menyadari bahwa dia sudah termasuk di
dalam ancaman radikalisme, dan saya akan menjelaskan masalah radikalisme di dunia
kampus, dan di lihat dari nilai-nilai pancasila, kedudukan pancasila sebagai dasar Negara,
dan radikalisasi di dunia kampus. Dan ada juga pencegahan radikalisasi di kampus.

Berikut saya akan menjelaskan radikalisasi dikampus, selamat membaca

1
Daftar Isi
Kata pengantar………………………………………………………………………………
Daftar Isi…………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………......................................
A. Landasan Berfikir
B. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………
A. Kedudukan Dari Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Sejarah Pancasila
2. Arti Pancasila Sebagai Dasar Negara
3. Pancasila Sebagai Ideologi
4. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
5. Kedudukan Pancasila Dalam Negara Indonesia
B. Tinjauan Tentang Radikalisme
1. Pengertian Radikalisme
2. Sejarah Radikalisme
3. Ciri-ciri Radikalisme
4. Faktor Penyebab Radikalisme
5. Asal Kemunculan Radikalisme
6. Radikalisme Di Indonesia
C. Peran Pancasila Dalam Menangkal Radikalisme
1. Deradikalisasi
2. Makna Kebinekaan Dalam Pancasila
3. Peran Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mencegah
Radikalisme
4. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Radikalisme
D. Radikalisme Di Kampus
1. Paham Radikal Di Kampus

2
2. Penanggulangan Paham Radikalisme Di Kalangan Mahasiswa
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………
BAB IV DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Landasan Berpikir
Indonesia dihadapkan dengan persoalan ancaman radikalisme yang bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945. Radikalisme merupakan ancaman
terhadap ketahanan ideologi. Apabila Ideologi negara sudah tidak kokoh maka akan
berdampak terhadap ketahanan nasional.
Radikalisme dapat diartikan sebagai sikap atau paham yang secara ekstrim,
revolusioner dan militan untuk memperjuangkan perubahan dari arus utama yang dianut
masyarakat. Radikalisme tidak harus muncul dalam wujud yang berbau kekerasan fisik.
Ideologi pemikiran, kampanye yang masif dan demonstrasi sikap yang berlawanan dan
ingin mengubah mainstream dapat digolongkan sebagai sikap radikal.
Melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang kini tengah dihadapi oleh seluruh
lapisan masyarakat Indonesia. Meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia
menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan ataupun
dihilangkan. Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini ditandai
dengan berbagai aksi kekerasan dan teror. Aksi tersebut telah menyedot banyak potensi
dan energi kemanusiaan serta telah merenggut hak hidup orang banyak termasuk orang
yang sama sekali tidak mengerti mengenai permasalahan ini. Meski berbagai seminar dan
dialog telah digelar untuk mengupas persoalan ini yaitu mulai dari pencarian sebab
hingga sampai pada penawaran solusi, namun tidak juga kunjung memperlihatkan adanya
suatu titik terang.
Fenomena tindak radikalisme dalam agama memang bisa dipahami secara
beragam, namun secara esensial, radikalisme agama umumnya memang selalu dikaitkan
dengan pertentangan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan kelompok agama
tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu. Dengan
demikian, adanya pertentangan, pergesekan ataupun ketegangan, pada akhirnya
menyebabkan konsep dari radikalisme selalu saja dikonotasikan dengan kekerasan fisik.
Apalagi realitas yang saat ini telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat
mendukung dan semakin memperkuat munculnya pemahaman seperti itu.

4
B. Tujuan
tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
dan untuk menambah pengetahuan radikalisme yang ada di kampus dan juga untuk
mencegah radikalisme yang ada di kampus

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Kedudukan Pancasila Sebagai Dasar Negara


1. Sejarah Pancasila
1. Nama Pancasila

Istilah pacasila telah lama dikenal sejak masuknya agama Budha ke Indonesia. Karena
dikalangan agama Budha memiliki pembagian golongan dari pengikut Budha¸
pembagiannya sebagai berikut:

1. Golongan kaum preman, yaitu pemeluk biasa yang disebut Upasaka bagi pemeluk
laki-laki dan Upasika bagi pemeluk perempuan.
2. Golongan kaum pendeta, yaitu mereka yang ahli dibidang agama Budha dan
disebut Bhiksu bagi pendeta laki-laki dan Bhiksuni bagi pendeta Wanita.
Bagi kaum preman, dikenakan aturan tingkah laku yang sering dinamakan larangan
yang jumlahnya ada lima dan dinamakan Pancasila yaitu:

1. Menghindari pembunuhan.
2. Menghindari pencurian.
3. Menghindari perzinahan.
4. Menghindari keohongan.
5. Menghindari makan dan minum yang memabukkan.
Sedangkan bagi para pendeta, disamping terkenal lima larangan yang disbut pancasila
ditambah dengan lima larangan lagi, sehingga jumlahnya menjadi sepuluh dan dinamakan
Dasasila. Adapun lima tambahan larangan bagi para pendeta tersebut ialah:

1. Menghindari makanan yang berlebihan.

5
2. Menghindari hidup mewah.
3. Menghindari pakaian yang bagus-bagus, perhiasan, dan memakai wangi-wangian.
4. Menghindari tidur ditempat yang enk dan mewah.
5. Menhindari menerima uang atau memiliki perhiasan.
Pancasila ciptaan Sang Budha Gautama ini karena dianggap sangat baik, pernah dipakai
sebagai tuntutan akhlak (code of morality) bagi rakyat dari kerajaan Ashoka di India.

Dengan masuknya agama Budha ke Indonesia maka pancasila ini pun dikenal oleh rakyat
Indonesia, bahkan Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit masih melaksanakan Pancasila
dengan patuh. Tetapi kemudian pancasila ini lenyap dan tidak terdengar lagi.
Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adlah masuknya agama Islam di Indonesia.
Namun sisa-sisanya masih dapat ditemuai dikalangan masyarakat suku Jawa yang dikenal
dengan adanya lima larangan atau MO LIMO, yaitu

1. Dilarang membunuh (mateni)


2. Dilarang mencuri (maling)
3. Dilarang berjudi (main)
4. Dilarang minum yang memabukkan atau madat (minum/nyeret)
5. Dilarang main perempuan (madon)
Pancasila yang dibicarakan kali ini bukanlah Pancasila dari agama Budha melainkan
Pancasila yang pertama kali diusulkan oleh Ir. Soekarno sebagai calon dasar negara pada
tanggal 1 Juni 1945. Karena itulah berdasarkan penelitiannya, Prof. A. G. Pringgodigdo
ini dinyatakan pada ceramah beliau yanng berjudul “sekitar Pancasila” pada tahun 1970,
setelah tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya istilah Pancasila selama 20 tahun.
Sedangkan Pancasila itu sendiri menurut Prof. A. G. Pringgodigdo lahirnya bersamaan
dengan lahirnya bangsa Indonesia.

A. Sejarah Terjadinya Pancasila


Sejarah berdirinya NKRI yang dimulai pada waktu pendudukan Jepang. Pada tanggal 9
Maret 1942, bala tentara Jepang menaklukkan sekutu termasuk Belanda dan mendarat di
Indonesia. Kedatangan Jepang ini disambut baik oleh rakyat Indonesia yang teah lama
ingin bebas dari penjajahan Belanda, karena Jepang pandai mengambil hati rakyat dengan
menyatakan Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia datang untuk membebaskan
saudara mudanya dari belenggu penjajahan Belanda. Hal ini cukup beralasan, karena pada

6
mulanya Jepang membiarkan bangsa Indonesia mengibarkan bendera Sang Merah Putih,
serta boleh menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tetapi dengan semakin kuatnya
kedudukan jepang serta diperolehnya kemenangan jepang dihampir setiap pertempuran,
maka mulailah Jepang menindas rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya
undang-undang No 3 Tahun 1942 yang berisi larangan pengibaran Sang Merah Putih dan
hanya bendera Jepang saja yang boleh dikibarkan, juga larangan menyanyikan Indonesia
Raya. Disamping itu rakyat Indonesia benar-benar menderita akibat kekejaman Polisi
Militer Jepang (Kempetai) serta danya buruh paksa yang dikenal dengan nama Romusha
sanagat menghantui masyarakat Indonesia. Maka mulailah rakyat Indonesia sadar, bahwa
Jepang juga adalah penjajah seperti Belanda, bahkan lebih kejam tanpa mengenal peri
kemanusiaan.

Pada pertengahan tahun 1944, situasi peperangan mulai berubah, karena Jepang mendapat
tekanan dan kekalahan dimana-mana dari tentara Sekutu. Maka untuk mengambil hati
rakyat Indonesia, Jepang pada tanggal 17 Septembar 1944 menjanjikan kemerdekaan
kelak dikemudian hari, dan sebagai realisasinya maka pada tanggal 29 April 1945 yang
bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang Tenno Heika, diumumkan tentang
terbentuknya suatu badan bernama Dokuritsu Zyumbi Tjosakai atau Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), badan ini beranggotakan 63 orng yang
terdiri dari 62 orang Indonesia dan 1 orang Jepang.

1. Ir. Soekarno
2. Mr. Moh. Yamin
3. Dr. R. Koesoemah Atmadja
4. R. Abdoelrahim pratikrama
5. R. Aris
6. K. H. Dewantara
7. Ki Bagoes Hadikoesoemo
8. BPH. Bintoro
9. AK. Moezakir
10. BPH. Poeroebojo
11. RAA. Wiranatakoesoema
12. RR. Asharsoetedjo Moenandar

7
13. Oei Tjang Tjoi
14. Drs. Moh. Hatta
15. Oei Tjong Hauw
16. H. Agoes Salim
17. M. Soetardjo Karthadikoesoemo
18. RM. Margono Djojohadikoessoemo
19. KH. Abdoel Halim
20. KH. Maskoer
21. R. Soedirman
22. Prof. Dr. Soepomo
23. Prof. Ir. R. Rooseno
24. Prof. Dr. PAH. Djajadiningrat
25. Mr. R. Pandji Singgih
26. Ny. Maria Ulfah Santoso
27. RMTA. Soerjo
28. R. Roeslan Wongsokoesoemo
29. Mr. R. Sosanto Tirtoprodjo
30. Ny. RSS. Soenarjo Mangioenpoespito
31. Dr. R. Boentaran
32. Liem Koem Hian
33. Mr. J. Latuharhary
34. Mr. R. Hindromartono
35. R. Soekarjo Wirjopranoto
36. Hadji A. Sanoesi
37. AM. Dassad
38. Mr. Tan Eng Hoa
39. IR. MP. R. Soerachman Tjokropranoto
40. RA. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro
41. KRM. TH/ Woerjaningrat
42. Mr. A. Soebardjo
43. Prof. Dr. Djaenal Asikin Widjajakoesoema
44. Abikoesono Tjokrosoejoso

8
45. Parada Harahap
46. Mr. RM. Sartono
47. KHM. Mansoer
48. Drs. KRMA. Sastrodiningrat
49. Dr. Soewandi
50. KHA. Wachid Hasjim
51. PF. Dahler
52. Dr. Soekiman
53. Mr. KRMT. Wongsonegoro
54. R. Oto Iskandar Dinata
55. A. Baswedan
56. Abdul Kadir
57. Dr. Samsi
58. Mr. AA. Maramis
59. Mr. R. Samsudin
60. Mr. R. Sastromoeljono
61. Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat (sebagai ketoea)
62. RP. Soerso (sebagai kedua moeda)
63. Itjibangase (Residen Cirebon)
Selama hidupnya badan ini hanya bersidang dua kali masa sidang, yaitu sidang
pertama pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945 membicarakan Dasar
Negara. Sebelum sidang kedua badan ini melalui panitia sembilan telah merumuskan
suatu Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar pada tanggal 22 Juni 1945 yang
kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter)

Rancangan ini kemudian dengan beberapa perubahan menjadi pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945 seperti yang kita sekarang. Pada masa sidang kedua yaitu dari
tanggal 10 Juli 1945 sampai tanggal 17 Juli 1945, Panitia Perancang Hukum Dasar juga
telah berhasil menyusun rancangan Undang-Undang Dasar, yang kemudian menjadi
Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang dikenal sekarang.

Yang perlu mendapat perhatian ialah, bahwa pada tanggal 1 Juni 1945 Ir.Soekarno
mengucapkan pidatonya tentang Philosofische Grondslag atau landasan dasar falsafah

9
negara, kemudian pidato ini terkenal dengan nama “Pidato Lahirnya Pancasila”. Adapun
istilah “Lahirnya Pancasila” ini ditulis oleh Dr.KRT Radjiman Wediodiningrat Wali
Kukun (kecamatan sebelah barat kota Madiun) tanggal 1 Juli 1974 bagi penerbitan buku
kecil yang memuat pidato tersebut. Adapun dalam kata pengantar tersebut Dr.Radjiman
antara lain menulis : “…Lahirnya Pantja Sila” ini adalah sebuah Stenografisch Verslag
dari pidato bung karno yang diucapkan dengan tidak tertulis dahulu (Voor d Vuist) dalam
sidang yang pertama pada tanggal 1 Juni 1945 ketika sedang membicarakan Dasar
(Beginsel) Negara kita, sebagai penjelmaan dari pada angan-angannya. Sudah barang
tentu kalimat-kalimat suatu pidato yang tidak tertulis dahulu, kurang sempurna
tersusunnya. Tetapi yang penting ialah ISINJA.

Mulai saat itu seiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pansila sampai
dengan 1 Juni 1968. Kemudian sesudah tanggal 1 Juni 1968 tidak ada lagi peringatan hari
lahirnya Pancasila, bahkan kapan Pancasila di lahirkan dan siapa pencipta atau
penggalinya mulai di perdebatkan sampai terjadi polenik yang hangat.

Untuik jasa “menciptakan” Pancasila itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
pada tanggal 19 September 1951 telah menganugerahkan gelar DOKTOR HONORIS
CAUSA dalam bidang hukum kepada Ir.Soekarno, namun pada waktu itu juga Soekarno
menolak disebut sebagai Pencipta Pancasila karena pancasila telah tergurat pada jiwa
bangsa indonesia sejak zaman dahulu kala. Untuk sekedar mengetahui gambaran tentang
pendapat yang berbeda ini,

1. Pendapat Prof Sudiman Kartohadiprodjo, SH dalam buku beliau pancasila dan/


Undang-Undang Dasar 1945 antara lain berpendapat: …pertama-tama kita hendak
kemukakan bahwa kalau kita (Bangsa Indonesia) hingga kini berbicara tentang
pancasila, maka yang kita maksudkan adalah tidak lain dari pada pidato
Ir.Soekarno yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945, dan bukan Pancasila dari
almarhum NEHRU atau lima pokok yang disebut almarhum Muh.Yamin dalam
pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945.
2. Pendapat Dr.Moh.Hatta, dalam pidato beliau pada penerimaan Gelar DOKTOR
HONORIS CAUSA dalam Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia tanggal 30
September 1975 antara lain berpendapat:… Seperti diketahui, Pancasila lahir pada
tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang panitia penyelidik usaha-usaha persiapan

10
kemerdekaan, sebagai inti sari pidato bungkarno yang di ucapkannya sebagai
jawaban atas persamaan Dr.KRT RADJIMAN WEDIDIODININGRAT.
Pertanyaannya yaitu : negara indonesia merdeka yang akan kita bentuk apa
dasarnya ? kebanyakan anggota panitia tidak mau menjawab pertanyaan itu.
Mereka khawatir perdebatan tentang itu akan berlarut-larut menjadi diskusi
filosofis mereka memusatakan pikirannya pada soal pembentukan undang-undang
dasar. Salah seorang yang menjawab pertanyaan itu ialah bung karno ( Ir.
Soekarno) dalam suatu pidato yang berapi-api yang lamanya satu jam. Dasar yang
dikemukakannya disebut pancasila.
Pendapat Dr.Mh. Roeslan Abdulgani, dalam pidato dies natalis ke XXI Universitas
HKBP Nomensen pada tanggal 11 oktober 1975 antara lain menyatakan Penggalinya
adalah Bung Karno dengan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam Sidang Panitia
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan, Bung Karno tidak hanya menggali saja
Lima Mutiara itu, melainkan merangkainya dalam suata kesatuan “Weltanschauung” atau
“Philosophische Grondslag”, dan yang beliau usulkan sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia yang akan lahir

4 Pendapat Prof. A.G. Prianggodigdo, SH. Dalam ceramah beliau yang berjudul “Sekitar
Pancasila” antara lain beliau berkata: memberanikan diri untuk menarik kesimpulan
bahwa 1 Juni 145 bukan hari lahirnya Pancasila, tetapi hari lahirnya istilah Pancasila
Sebab Pancasila sendiri sudah ada beberapa abad yang lalu, sehingga sekarang tentu tidak
mungkin lagi menentukan hari lahirnya Maka saya Pancasila.

5. Pendapat Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, dalam buku beliau berjudul Proses
Perumusan Pancasila Dasar Negara antara lain menyatakan:..Dari kesemuanya itu saya
berkesimpulan, bahwa penggali-penggali utama dasar negara Republik Indonesia adalah
Muhammad Yamin, Supomo dan Bung Karno (menurut urutan kronologisnya). Dengan
demikian saya mencapai kesimpulan yang sama dengan Prof. Mr. Sunario di dalam
rangka Panitia Lima, bahwa Bung Karno adalah salah seorang penggali Pancasila Dasar
Negara.

Dari uraian para ahli di atas sampai sekarang belum ada ketentuan resmi yang
menegaskan tentang kapan hari lahirnya Pancasila, bahkan dengan dikarangnya buku

11
Prof. Nugroho Notosusanto mengundang polemik yang hebat di kalangan Sejarawan
maupun sarjana dari berbagai disiplin ilmu di surat-surat kabar tahun 1981

Yang jelas tanggal 18 Agustus 1945 adalah hari lahirnya Pancasila secara Yuridis, karena
pada tanggal tersebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mensahkan
Pembukaan Undang-Undang Dasar (yang berisi Pancasila di dalamnya) dan Batang
Tubuh Undang- Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian terkenal
dengan nama Undang-Undang Dasar 1945. Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Besar
Terauchi Panglima Tertinggi Bala Tentara dari Nippon di Asia Selatan, menyetujui akan
dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdeka- an Indonesia (Dokuristsu Zyumbi inkat)
untuk seluruh Indonesia yang direncanakan dibentuk pada pertengahan bulan Agustus.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. KRT. Radjiman
Wediodiningrat menghadap kepada Jenderal Terauchi di saigon (sekarang bernama Ho
Chi Minh) untuk menerima sendiri keputusan tersebut Ir.Soekarno diangkat sebagai
Ketua dan Drs. Moh, Hatta diangkat sebagai Wakil Ketua dengan anggota sebanyak 19
orang, yaitu:

1 Prof.Dr.Soepomo

2 Dr.KRT.Radjiman Wediodiningrat

3 RP.Soeroso

4 M.Sutardjo Kartohadikoesoemo

5 KH.A.Wahid Hasyim

6 Ki Bagus Hadikusumo

7 R.Oto Iskandar Dinata

8 Abdul Kadir

9 Soejohamidjojo

10 BPH Poeroebojo

11 Yap Tjwan Bing

12
12 Latuharhary

13 Dr Amir

14 Abd. Abbas

15 Moh Hassan

16 AH Hamidan

17 Ratulang

18 Andi Pangeran

19 Gusti Ktut Pudja

Kemudian setelah Jepang menyerah kepada sekutu tanggal 15 Agustus 1945. PPKI
anggotanya ditambah atas tanggung jawab pribadi Soekamo dengan enam orang yang
dapat mewakili seluruh Indonesia,yaitu:

1. Wiranatakusumah

2. Ki Hajar Dewantara

3. Mr Kasman

4. Sajuti Melik

5. Mr Iwa Kusuma Sumantri Mr Subardjo.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh


Ir Soekarno (Bung Karno) dan Drs. Moh. Hatta (Bung Hatta) atas nama bangsa Indonesia,
maka pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mensahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar
yang diambil danı Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan, mensahkan Batang Tubuh
Undang-Undang Dasar yang diambil dari rancangan Hukum Dasar dan memulih serta
mengangkat Ir Soekamo dan Drs. Moh. Hatta masing- masing sebagai Presiden dan
Wakil Presiden pertama Republik Indonesia.

Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, Undang- Undang Dasar proklamasi


yang terkenal dengan nama Undang-Undang Dasar Dasar 1945 berlaku dari tanggal 18

13
Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949 sebab sejak tanggal tersebut
bentuk negara kita berubah dari Negara Kesatuan menjadi Negara Serikat dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan menggunakan Undang-Undang Dasar yang 9
dengan dinamakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) yang SueA di dalam
Preambule-nya terdapat lima kalimat yang dinamakan Pancasila

Meskipun dengan rumusan yang berbeda. Syukurlah Negara Serikat atau Federal ini
hanya berumur sangat pendek, karena memang sejak Sumpah Pemuda dikumandangkan
tahun 1928 bangsa Indonesia menghendaki Negara Persatuan dan Kesatuan Maka pada
tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarmo mengumumkan bahwa kita kembali
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan menggunakan KRIS dengan
dihilangkan sifat federalnya menjadi Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950
(UUDS-1950), Di dalam UUDS-1950 inipun terdapat lima kalimat yang dinamakan
Pancasila, yang rumusnya sama dengan rumusan yang terdapat dalam KRIS.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, maka
Undang Undang Dasar 1945 yang sejak tanggal 17 Agustus 1950 tidak jelas statusnya,
kembali berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sehingga sejak saat itu
sampai sekarang. “Pancasila” yang resmi adalah seperti yang tercantum dalam alinea IV
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya Instruksi
Presiden Soeharto Nomor 12 tanggal 13 April 1968 yang menyatakan bahwa Pancasila
yang sah dan resmi adalah yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun perlu diingat bahwa kata “Pancasila” tidak tercantum tertulis dalam setiap
Undang Undang Dasar yang pernah berlaku, kecuali pada waktu diusulkan oleh Ir
Soekarno. Menurut Prof Dr Nugroho Notosusanto, nama Pancasila itu telah terkokoh
dalam sanubari seluruh rakyat Indonesia sehingga tidak ada masalah

TEMPAT PANCASILA

Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia inı sedemikian dalam mengakar pada setiap
bidang kegiatan kehudupan bangsa, sehingga dapat juga digunakan sebagai dasar untuk
mengatur negara. Hal ini terbukti bahwa sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945 sampai sekarans kita telah menggunakan tiga buah Undang-Undang Dasar
yang berlainan namun setiap Undang-Undang Dasar tersebut tetap mencantumkan

14
Pancasila dalam Pembukaan/Preambule-nya, meskipun dengan rumus yang berbed
Tempat Pancasila secara formal terdapat pada

1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea ke IV: . maka disusunlah


Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yarng terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia..
2. Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949, alinea ke III: ...
maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara
yang berbentuk Republik Federasi, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha
Esa, Peri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial ...
3. Mukadimah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950, alinea ke VI: ... maka
demi ini kami menyustun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang
berbentuk Republik Indonesia, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha
Esa, Peri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial..

Sebagai akibat Dekrit Presiden Soekarno tanggal 5 Juli 1959, dan dihubungkan dengan
Instruksi Presiden Soeharto, No. 12 Tahun 1968, maka Pancasila yang resmi ialah seperti
yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumus yang lain dari itu
adalah tidak sah dan dapat mengakibatkan kekacauan rumus Pancasila

RUMUSAN PANCASILA

Meskipun secara Yuridis kita berpegang kepada Rumus Pancasila dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, namun secara Historis dapat dikemukakan rumus yang
berlainan sejak adanya sidang pertama BPUPK, sebagai berikut:

1. Rumus dari Mr. Muh. Yamin yang dikemukakan beliau pada tanggal 29 Mei 1945 di
muka sidang BPUPKmengenai “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia”

1) Peri Kebangsaan

15
2) Peri Kemanusiaan

3) Peri Ketuhanan

4) Peri Kerakyatan

5) Kesejahteraan Rakyat

Kelima materi ini tidak diberi nama, dan pidato ini telah dipersiapkan lebih dahulu secara
tertulis,

2. Rumus dari Prof. Dr. Mr. Soepomo yang dikemukakan beliau pada tanggal 31 Mei
1945 dimuka sidang BPUPK mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka.

1) Persatuan

2) Kekeluargaan

3) Keseimbangan lahir dan batin

4) Musyawarah

5) Keadilan Rakyat

Kelima materi itu tidak diberi nama dan pidato ini juga telah dipersiap- kan secara
tertulis.

3. Rumus dari Ir. Soekarno, yang dikemukakan beliau di muka sidang BPUPK tanggal 1
Juni 1945 dengan judul Dasar Indonesia Merdeka.

1) Kebangsaan Indonesia

2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan

3) Mufakat atau Demokrasi

4) Kesejahteraan Sosial

5) Ketuhanan Yang Maha Esa

16
Kelima materi ini diberi nama oleh beliau “Pancasila” dan merupakan pidato yang tidak
dipersiapkan secara tertulis, melainkan secara spontan lisan selama satu jam dengan
dengan pidato yang

4. Rumus dari “Piagam Jakarta” tanggal 22 Juni 1945, sebagai hasil karya panitia
Sembilan:

1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bag! Pemeluk-pemeluknya

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

5. Rumus dari "Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945", yang disahkan PPKI tanggal
18 Agustus 1945:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

6. Rumus dari "Mukadimalh Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949" dan rumusan
dari "Mukadimah Undang-Undang Sementara 1950"

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Peri Kemanusiaan

3) Kebangsaan

17
4) Kerakyatan

5) Keadilan Sosial.

Karena adanya rumus yang berlainan tersebut, maka sesudah terjadinya Peristiwa
Gerakan 30 September yaitu pengkhianatan Partai Komunis Indonesia (G.30 S/PKI)
tahun1965, sering ditemui rumus yang dicampuradukkan, misalnya:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Peri Kemanusiaan

3) Kebangsaan

4) Demokrasi

5) Keadilan Sosial

Kadang-kadang urutan-urutan dari sila-sila Pancasila diputarbalik- kan, sehingga untuk


menertibkan rumus ini keluar Intruksi Presiden Soeharto No. 12 tahun 1968 yang
menetapkan bahwa rumus Pancasila yang benar dan sah ialah seperti yang tercantum
dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Dengan telah keluarnya Instruksi
Presiden No. 12 tahun 1968 ini, maka tidak ada lagi keraguan-raguan tentang rumus
Pancasila yang benar dan sah.

2. Arti pancasila sebagai dasar negara

Pencasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi masyarakat indonesia. Nilai pancasila
dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang mendasar yang di jadikan peraturan dan dasar
dari norma –norma yang berlaku dalam indonesai. Nilai dasar pancasila bersifat normatif
dan abstrak yang bisa dijadikan landasan dalam kegiatan bernegara. Pancasila sebagai
dasar negara berarti pancasila di jadikan sebagai pedoman dalam penyelenggarakan
negara.

Pada masa sekarang perlu diadakan tentang penegasan dan mengembalikan kembali
kedudukan pancasila sebagai dasar negara, dan ini merupakan hal yang sangat penting
karena sudah terlalu banyak terjadi kesalahan penafsiran tentang pancasila sebagai dasar

18
negara. Dan penafsiran itu menyatakan bahwa pancasila bukan sebagai daar negara tetapi
pancasila sebagai alat kekuasaan yang dapat mengendalikan semua apapun yang
dilakukan di negara indonesia.

menurut undang-undang dasar negara indonesia yang dikemukakan dalam pembukaan,


bahwasanya pancasila dapat dijadikan sebagai dasar negara yang melingkup :

1 norma dasar negara

2 staatfundamentalnorm

3 norma pertama

4 pokok kaidah negara yang fundamental

5 cito hokum (rechtside)

Dalam undang-undang sudah menjelaskan bahwasanya pancasila sebagai dasar negara


yang dapat di simpulkan bahwasanya pancasila berkedudukan sebagai dasar negara yang
menjadi sumber, landasan norma, serta member fungsi konstitutif dan regulative bagi
penyusunan hukum-hukum negara.

3. Pancasila sebagai ideologi


Idiologi sendiri dapat di artikan sebagai gagasan atau konsep tujuan suatu negara. Pada
undang-undang dasar dalam pembukaan dinyatakan bahwa pancasila dinyatakan sebagai
dasar negara tapi dari penjelasan itu juga penjelasan yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan bahwa dasar negara yang di maksud dalam ketapan yang di dalamnya
mengandung makna idiologi nasional sebagi cita-cita dan tujuan negara indonesia.

Pancasila sebagai idiologi nasional mempunyai wewenang dan fungsi utama yaitu sebagai
cita-cita atau tujuan yang harus dicapai secara bersama-sama, yaitu kedua sebagai
pemersatu masyarakat sehingga dapat dijadikan solusi dalam konflik, dalam pernyataan
fungsi idiologi tujuan suatu masyarakat adalah untuk mencapai tujuan dari idiologi itu
sendiri.

Pancassila sebagai idiologi mempunyai tujuan yang sama idiologi mempunyai tujuan
yang sama dan harus bekerja sama dengan pancasila sebagai dasar negara karena kedua-
duanya sama mempunyai tujuan dan maksud dalam mempersatukan negara dan

19
menegakkan suatu negara. Dan keduanya ini dijadikan sesuatu dasar dalam suatu negara
yang harus di tegakkan oleh masyarakat indonesia.

Pancasila sebagai idiologi nasional yang berarti pancasila sebaagai cita-cita negara dan
saran ayang mempersatukan masyarakat yang perlu perwujudan yang kongkrit dan
operasional aplikatif demi mengembangkan masyarakat indonesia.

Dasar negara pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh tatanan kehidupan
bangsa serta negara indonesia, dalam artian, segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan suatu sistem ketatanegraan negara kesatuan republik indonesia (NKRI)
haruslah berdasarkan Pnacasila. Hal tersebut berarti juga bahwa semua peraturan yang
ada dan berlaku di negara republik indonesia harus bersumberkan pada Pancasila.

4. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara

Indonesia memiliki dasar negara yang sangat kuat sebagai filosofi bangsa, dimana
Indonesia memiliki pancasila sebagai dasar negara. Pengertian pancasila sebagai dasar
negara diperoleh dari alinea keempat pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang
dalam Momerandum DPR-GR 9 juni 1966 yang menandaskan pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa yang telah di murnikan dan di padatkan oleh PPKI atas nama
rakyat indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR
disahkan pula oleh MPRS dengan ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR
No.V/MPR/1973 dan ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan
pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertip hukum di
Indonesia.

Pancasila memiliki sifat dasar yang pertama dan utama yakni sebagai dasar
negara (philosophische grondslaag)Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada
tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak
seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.

Pancasila merupakan intelligent choice kerena mengetasi keanekaragaman dalam


masyarakat indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan ( indifferentism ),
20
tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang
dinyatakan dalam seloka“bhineka tunggal ika”.

Penetapan pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah negara pancasila. Hal tu mengandung arti bahwa harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakan dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai
hal itu, pandangan tersebut melukiskan pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh)
sehingga

merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,


dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melndungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan
pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan
memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium
identatis-nya.

Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematkanya melalui Intruksi Presiden No. 12 Tahun 1968 itu tersusun
secara hirarkis-piramidal. “Setiap sila (dasar/azaz) memiliki hubungan yang salng
mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-
pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenaran pada sila lainnya adalah
tindakan yang sia-sia” .

oleh karena itu, pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh,
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisah-misahkan sila-sila dalam kesatuan
yang utuh dari pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan eksistensinya sebaga
dasar negara.

5. Kedudukan Pancasila Dalam Negara Indonesia


1. Sebagai dasar negara, berarti pancasila digunakan untuk mengatur kehidupan
negara. Pancasila sebagai dasar negara dapat kita simpulkan dari pembukaan UUD
1945 alenia 4 yang mengatakan "maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang

21
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Selain
itu, dalam Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 sebagai pencabutan Ketetapan
MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 mengatakan bahwa Pancasila sebagaimana
dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 adalah Dasar Negara NKRI yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita dan digunakan
untuk mengatur penyelenggaraan negara. Untuk menghindari terulangnya berbagai
tindakan penyimpangan dari Pancasila dan UUD 1945 maka Pancasila digunakan
sebagai asas (dasar) kenegaraan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Tap MPR
No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978. Pancasila
merupakan asas untuk berorganisasi dalam masyarakat Indonesia yang ber-
Bhineka Tunggal Ika.

2. Sebagai pandangan hidup, yang dapat mempersatukan kita, serta memberi


petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam
masyarakat kita yang beraneka ragam.

3. Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, berarti Pancasila memberi corak yang khas
bagi bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
Nilai-nilai Pancasila mungkin saja dimiliki oleh bangsa-bangsa di dunia ini, tetapi
kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan
itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

4. Sebagai tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yaitu suatu masyarakat
adil dan makmur, merata materil, dan spiritual.

22
Kedudukan Pancasila dalam Negara Indonesia
5. Sebagai perjanjian luhur rakyat Indonesia, berarti Pancasila disetujui akil rakyat
menjelang dan sesudah proklamasi. Disetujui karena digali dari nilai luhur budaya
bangsa yang sesuai kepribadian bangsa dan lebih teruji kebenarannya.

6. Sebagai sumber dari segala sumber hukum, artinya Pancasila menjadi sumber
segala peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia atau segala peraturan
perundangan yang berlaku di negara kita, tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Pancasila sumber segala sumber diatur dalam Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966 jo ketetapan MPR No. V/MPR/1973 jo ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978 maka seiring adanya reformasi Tap MPR tersebut di atas dicabut
dengan ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-Undangan dalam Tap MPR No. III/MPR/2000
dinyatakan:
a). Pancasila sebagai filsafat bangsa adalah Pancasila diterima oleh semua
golongan masyarakat Indonesia sehingga dapat mempersatukan berbagai paham
dan golongan dari keanekaragaman bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
mengikat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
b). Pancasila sebagai ideologi nasional adalah keseluruhan pandangan sila-
sila keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang perlu diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

B. RADIKALISME

1. Pengertian radikalisme

23
Sebenarnya, apa arti radikalisme? Menurut para ahli, Pengertian Radikalisme adalah
suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada
sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ ekstrim.

Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu
yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan.
Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam tempo singkat dan
secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.

Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal dapat melakukan
cara apapun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham
dengan mereka. Walaupun banyak yang mengaitkan radikalisme dengan Agama tertentu,
pada dasarnya radikalisme adalah masalah politik dan bukan ajaran Agama.

2. Sejarah Radikalisme

Pada dasarnya radikalisme sudah ada sejak jaman dahulu karena sudah ada di dalam diri
manusia. Namun, istilah “Radikal” dikenal pertamakali setelah Charles James Fox
memaparkan tentang paham tersebut pada tahun 1797.

Saat itu, Charles James Fox menyerukan “Reformasi Radikal” dalam sistem
pemerintahan di Britania Raya (Inggris). Reformasi tersebut dipakai untuk menjelaskan
pergerakan yang mendukung revolusi parlemen di negara tersebut. Pada akhirnya
ideologi radikalisme tersebut mulai berkembang dan kemudian berbaur dengan ideologi
liberalisme

Seperti yang disebutkan pada pengertian radikalisme di atas, radikalisme seringkali


dikaitkan dengan agama tertentu, khususnya Islam. Hal ini dapat kita lihat dari adanya
kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang melakukan teror terhadap beberapa
negara di dunia dengan membawa/ menyebutkan simbol-simbol agama Islam dalam
setiap aksi teror mereka.

Tindakan ISIS dan dukungan dari sebagian kecil umat Islam terhadap ISIS pada akhirnya
membuat sebagian masyarakat dunia menganggap ISIS merupakan gambaran dari ajaran

24
Islam. Namun, tentu saja hal tersebut tidak benar adanya karena sebagian besar umat
Islam justru mengutuk tindakan keji yang dilakukan oleh ISIS.

3. Ciri-ciri radikalisme

Radikalisme sangat mudah kita kenali. Hal tersebut karena memang pada umumnya
penganut ideologi ini ingin dikenal/ terkenal dan ingin mendapat dukungan lebih banyak
orang. Itulah sebabnya radikalisme selalu menggunakan cara-cara yang ekstrim.

Berikut ini adalah ciri-ciri radikalisme:

 Radikalisme adalah tanggapan pada kondisi yang sedang terjadi, tanggapan


tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan
perlawanan dengan keras.
 Melakukan upaya penolakan secara terus-menerus dan menuntut perubahan
drastis yang diinginkan terjadi.
 Orang-orang yang menganut paham radikalisme biasanya memiliki keyakinan
yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan.
 Penganut radikalisme tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan dalam
mewujudkan keinginan mereka.
 Penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda
pandangan dengannya adalah bersalah.

4. Faktor Penyebab Radikalisme

Mengacu pada pengertian radikalisme di atas, paham ini dapat terjadi karena adanya
beberapa faktor penyebab, diantaranya:

1. Faktor Pemikiran

Radikalisme dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala sesuatunya harus
dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan menggunakan kekerasan.

2. Faktor Ekonomi/

25
Masalah ekonomi juga berperan membuat paham radikalisme muncul di berbagai negara.
Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup, dan ketika terdesak karena masalah
ekonomi maka manusia dapat melakukan apa saja, termasuk meneror manusia lainnya.

3. Faktor Politik

Adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara hanya berpihak
pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang
terlihat ingin menegakkan keadilan.

Kelompok-kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, maupun politik. Alih-
alih menegakkan keadilan, kelompok-kelompok ini seringkali justru memperparah
keadaan.

4. Faktor Sosial

Masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas ekonomi
lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya kepada tokoh-tokoh yang
radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis pada hidup mereka.

5. Faktor Psikologis

Peristiwa pahit dalam hidup seseorang juga dapat menjadi faktor penyebab radikalisme.
Masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah percintaan, rasa benci dan dendam, semua
ini berpotensi membuat seseorang menjadi radikalis.

6. Faktor Pendidikan

Pendidikan yang salah merupakan faktor penyebab munculnya radikalis di berbagai


tempat, khususnya pendidikan agama. Tenaga pendidik yang memberikan ajaran dengan
cara yang salah dapat menimbulkan radikalisme di dalam diri seseorang.

Kelebihan dan Kekurangan Radikalisme

26
Jangan salah paham, sejak awal artikel ini menyebutkan bahwa radikalisme merupakan
paham yang salah dan banyak menganggapnya sesat. Namun, di dalam radikalisme juga
terdapat kelebihan.

1. Kelebihan

 Penganut radikalisme punya tujuan yang jelas dan sangat yakin dengan tujuan
tersebut.
 Penganut radikalisme memiliki kesetiaan dan semangat juang yang sangat
besar dalam mewujudkan tujuannya.

2. Kekurangan

 Penganut radikalisme tidak dapat melihat kenyataan yang sebenarnya karena


beranggapan bahwa semua yang berseberangan pendapat adalah salah.
 Umumnya memakai cara kekerasan dan cara negatif lainnya dalam upaya
mewujudknya tujuannya.
 Penganut radikalisme menganggap semua pihak yang berbeda pandangan
dengannya adalah musuh yang harus disingkirkan.
 Penganut radikalisme tidak perduli dengan HAM (Hak Asasi Manusia).
5. Asal Kemunculan Radikalisme
Sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok
fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:
1. Faktor internal
Faktor internal adalah adanya legitimasi teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan”
itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks
“cultural”) sebagai penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak
hampir di seluruh kawasan islam (termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks
keislaman (Alquran, hadits dan classical sources kitab kuning) sebagai basis legitimasi
teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap
sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang
mendalam

27
karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional”
sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen
keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang
tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi
keagamaannya, dan bukan agama.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya :
pertama, dari aspek ekonomi politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng
dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rezim di negara-negara islam gagal
menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rezim-rezim itu bukan menjadi pelayan rakyat,
sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat.
Penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan,
terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu
ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”.
Industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang
inilah yang sekarang hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam.
Kedua, faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi
kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus
dihilangkan dari bumi.
Ketiga, faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah
teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di
kalangan umat islam.

6. Radikalisme di Indonesia
Dalam kamus bahasa inggris, kata radical diartikan sebegai ekstrem atau bergaris
keras. Radikalisme berarti satu paham aliran yang menghendaki perubahan secara drastis
atau fundamental reform. Inti dari radikalisme adalah paham radikal yang menghendaki
perubahan dengan kecenderungan menggunakan kekerasan. Paham ini sebenarnya paham
politik yang menghendaki kekerasa. Paham ini sebenarnya paham politik yang
menghendaki perubahan yang ekstrem, sesuai dengan pengejwantahan ideologi yang
mereka anut.

28
Istilah radikalisme tidak jarang dimaknai berbeda di antara kelompook kepentingan.
Dalam lingkup kelompok keagamaan, radikalisme merupakan gerakan-gerakan
keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada
dengan menggunakan jalan kekerasan.

Radikalisme agama bertolak dari gerakan politik yang mendasar diri pada suatu doktrin
keagamaan yang paling fundamental secara penuh dan literal bebsa dari kompromi,
penjinakan, dan reinterprestasi (penafsiran).

Berdasarkan telaah arti radikalisme tersebut, radikalisme sesunggguhnya merupakan


konsep yangg netral dan tidak bersifat peyoratif (melecehkan). Karena perubahan bersifat
radikal bisa dicapai melalui cara damai dan persuasif, tetapi bisa juga dengan kekerasan.

Radikalisme pada dasarnya mempunyai makna netral bahkan dalam studi filsafat jika
seseorang mencari kebenaran harus sampai pada akarnya. Namun ketika radikalisme
dibawa kewilayah terorisme, maka radikalisme memiliki konotasi negatif. Radikalisme
memiliki makna militansi yang dikaitkan dengan kekerasan yang kemudian dianggap
amti sosial.

Tampaklah, makna radikalisme tidak tunggal, tapi bergantung pada konteksnya. Dalam
konteks terorisme, makan radikalisme jelas merupakan kekerasan. Namun dalam konteks
pemikiran atau gagasan, radikalisme bukan merupakan kekerasan, sehingga tidak menjadi
persoalan sejauh tindak diikuti oleh tindakan kekerasan.

Kenyataan adanya radikalisme keagamaan sebenarnya merupakan fenomena yang biasa


terjadi didalam agama apapun. Radikalisme sangat berkaitan dengan fundamentalisme
yang ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme
akan diiringi oleh radikalisme dan kekerasan ketika kebebasan untuk kembali keagama
dihalangi oleh situaisi sosial-poitik yang mengililingi masyarakat. Fenomena ini dapat
menumbuhkan konflik terbuka atau bahkan kekerasan antara dua kelompok yang
berhadapan.

Bila dicermati secara mendalam, akar penyebab munculnya radikalisme berpangkal pada
ideologi. Walaupun memang faktor ideologi ini tidak berdiri sendiri, ia bersahutan
dengan faktor pemicu yang multi variabel. Terdapat rumusan bahwa jika ideologi tidak

29
bertemu dengan faktor pemicu (trigger) yang serba kompleks ini, maka niscaya aksi
terorisme akan sulit untuk terjadi. Artinya, radikalisme muncul dengan berbagai
penyebab. Keterblakangan pendidikan, perubahan politik, kemiskinan atau rendah
peradaban budaya dan sosial seseorang akan memicu radikalisme yang bisa berujung
pada terorisme.

C. Penanggulangan Radikalisme

1. Deradikalisasi

Deradikalisasi berasal dari kata “radikal” dengan yang berarti mengurangi atau mereduksi
dan kata “isasi”, di belakang kata radikal berarti proses, cara atau perbuatan. Jadilah
deradikalisasi adalah suatu upaya mereduksi kegiatan-kegiatan radikal dan menetralisasi
paham radikal bagi mereka yang terlibat teroris dan: imbuhan “de” simpatisannya serta
anggota masyarakat yang telah terekspose paham- paham radikal teroris. Tujuan umum
deradikalisası adalah untuk membuat para teroris atau kelompok yang melakukan
kekerasan bersedia meninggalkan atau melepaskan diri mereka dari aksi dan kegiatan
terorisme. Secara khusus, tujuan deradıkalisası adalah: pertama, membuat para teroris
mau meninggalkan aksı terorisme dan kekerasan. Kedua, kelompok radikal mendukung
pemikiran yang moderat dan toleran. Ketiga, kaum radikalis dan teroris dapat mendukung
program- program nasional dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Deradikalisasi mempunyai makna yang luas, mencakup hal-hal yang bersifat keyakinan,
penanganan hukum, hingga pemasyarakatan sebagai upaya mengubah “yang radikal”
menjadi “tidak radikal”. Oleh karena itu deradikalisasi dapat dipahami sebagai upaya
menetralisasi paham radikal bagi mereka yang terlibat aksi terorisme dan para
simpatisannya, hingga meninggalkan aksi kekerasan. Dari sisi pemahaman terhadap
ajaran Islam, Muhammad Harfin Zuhdi melihat deradikalisasi sebagai upaya
menghapuskan pemahaman yang radikal terhadap ayat- ayat al-Quran dan Hadits,
khususnya ayat atau hadis yang berbicara tentang konsep jihad, perang melawan kaum
kafir, dan seterusnya. Berdasarkan pemaknaan tersebut, maka deradikalisasi bukan
dimaksudkan sebagai upaya untuk menyampaikan “pemahaman baru” tentang Islam, dan
bukan pula pendangkalan akidah. Tetapi sebagai upaya mengembalikan dan meluruskan

30
kembali pemahaman tentang apa dan bagaimana Islam. Dalam pandangan International
Crisis Group (ICG), deradikalisasi adalah proses meyakinkan kelompok radikal untuk
meninggalkan penggunaan kekerasan. Program ini ga bisa berkenaan dengan proses
menciptakan lingkungan yang mencegah tumbuhnya gerakan-gerakan radikal dengan
menanggapi “root causes” (akar-akar penyebab) yang mendorong tumbuhnya gerakan-
gerakan ini. Cara

Darcy M.E. Noricks menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan deradikalisasi,
faktor-faktor apa yang menyebabkan deradikalisasi, dan bagaimana proses deradikalisasi
itu dilakukan. Deradikalisasi dapat dipahami baik secara ideologis atau deradikalisasi
sebagai proses yang mengarahkan individu atau kelompok untuk mengubah perilakunya
terkai kekerasan-khususnya mengenai kekerasan terhadap warga sipil. Hasil dari
deradikalisasi ideologis dapat dilihat dari perubahan cara pandang individu, sedangkan
deradikalisasi perilaku menekankan perubahan dalam aspek tindakan perilaku. Konsep
Ada deradikalisasi organisasional yang menjadi fenomena tingkat kelompok, dan jika
proses deradikalisasi berhasil, maka akan berdampak menjauhkan seluruh anggota
kelompok dari tindakan terorisme. Idealnya, strategi in akan berhasil jika kelompok
utama tidak menghasilkan kelompok sempalan yang lebih radikal.. Sebagai contoh dari
deradikalisasi organisasional adalah kelompok yang pernah dikategorikan sebagai
kelompok teroris (Palestine Liberation Organization dan Africa National Congres Afrika
Selatan) dan kelompok milisi (Kelompok Amal di Lebanon). Renee Garfinkel
berpendapat bahwa deradikalisasi memiliki kesamaan dengan pengalaman spiritual,
serupa dengan konversi agama, seperti yang terjadi dalam proses radikalisasi. Sebaliknya
dalam pengalaman radikalisasi, individu yang mengalami deradikalisasi tidak
mengadopsi ideologi baru sebagai fungsi dari partisipasi mereka dalam kelompok yang
mendukung. Keputusan untuk melakukan deradikalisasi biasanva merupakan keputusan
individual, yang kemudian individu rsebut terisolasi dari kelompok sosialnya. Hubungan
dengan tokoh panutan (role model) dilihat sebagai hal yane penting dalam menjauhkan
individu dari cara pandang yang radikal. Satu kesamaan proses deradikalisasi dengan
proses radikalisasi adalah pengalaman traumatik: individu sebelum mengambil keputusan
untuk melakukan pemisahan. Trauma bertindak sebagai peristiwa yang memicu
transformasi keyakinan individu. Tore Bjorgo membedakan antara faktor penarik dan
faktor pendorong yang mempengaruhi keputusan individu untuk meninggalkan kelompok

31
radikal. Faktor pendorong merupakan elemen yang negatifatau kekuatan sosial yang
membuatnya tidak menarik untuk melanjutkan keanggotaan di organisasi tertentu. Faktor-
faktor ini juga pidana, penolakan dari keluarga atau atau tindakan kekerasan dari
kelompok- termasuk tuntutan masyarakat kelompok oposisi.

Faktor penarik adalah kekuatan peluang atau daya tarik sosial yang membuat individu
mencari alternatif kehidupan lain yang lebih menjanjikan. Hal ini “keinginan individu
untuk hidup secara bebas dalam kehidupan yang normal”, pekerjaan baru atau pendidikan
yang bisa terganggu jika keanggotaan individu dalam kelompok terorisme diketahui
publik,: untuk membentuk keluarga dan mengambil peranan dan tanggung jawab sebagai
orangtua dan pasangan hidup sebagai salah satu motif terkuat untuk meninggalk
kelompok militan. Salah satu alasan paling umum untuk tetap bertahan di dalam
kelompok adalah ketika individu tidak memili tempat lainnya untuk pergi, dikarenakan
hubungan atau relasi yang dimiliki sebelumnya telah dilepaskan ketika bergabung dengan
kelompok dan menjadikan relasi dalam kelompok sebagai sesuatu yang paling penting.
Sang pengkhianat akan “berisiko untuk berakhir di ruang hampa sosial”, terisolasi,
sendirian, dan kesepian. Di sisi lain, alasan paling umum untuk meninggallkan kelompok
adalah pengalaman pribadi terkena tindakan kekerasan oleh anggota kelompok lainnya.
Waktu sesaat setelah terjadi konfrontasi kekerasan antara kelompok adalah saat yang
paling tepat untuk melakukan intervensi.

Namun, intervensi ini harus dilakukan sebelum kelompok dapat membingkai ulang
konfrontasi kekerasan sebagai sesuatu yang meningkatkan solidaritas. Pengalaman ini
mungkin serupa dengan dengan konsep “trauma” y didapatkan melalui proses wawancara
yang dilakukan Sura oleh Garfinkel. Deradikalisasi sebagai proses less radical ini
meliputi tingkah laku dan pandangan orang tersebut. Berkaitan dengan tingkah laku
ditandai dengan terhentinya aktivitas- krivitas radikal dan tidak ada lagi komentar yang
bersifat radikal. Sementara berkaitan dengan pandangan, hal ini meliputi meningkatnya
kepercayaan pada sistem, keinginan untuk menjadi bagian dari masyarakat lagi, dan
penolakan pada cara-cara yang tidak demokratis. Dengan demikian, program
deradikalisasi mengarah pada perubahan kognitif seseorang. Hal ini sering dilakukan
dengan membuat pengalaman traumatis seseorang, yang dilakukan dengan menantang
pandangan seseorang yang dianggap memiliki pandangan radikal, sehingga kemudian

32
dapat menimbulkan munculnya keadaan jiwa pasca trauma (post-traumatic growth). Pada
saat inilah, pemikiran kognitifnya terbuka, sehingga orang tersebut dapat menyerap
pandangan baru. Secara aplikatif, hal ini dapat dilakukan oleh masyarakat danpenegak
hukum untuk berhubungan dengan individu tersebut dan meyakinkan bahwa jalan mereka
yang dulu dipilih adalah salah. Pentingnya solidaritas dan komposisi organisasional yang
khusus dari kelompok yang disarankan oleh Klein diangka oleh Abuza dalam diskusi
mengenai Jamaah Islamiyah (JD) Abuza mencatat bahwa kelompok ini adalah kelompok
dengan tingkat keterkaitan dan kesolidan yang sangat tinggi dengan persahabatan dan
ikatan kekerabatan yane diperkuat melalui jalinan pernikahan yang strategis. La
menyatakan bahwa tingkat keterkaitan yang tinggi antar anggota kemungkinan dapat
mempengaruhi tingkat dan proses rehabilitasi. La mencatat bahwa ikatan soliditas antar
anggota JI tetap erat bahkan setelah kehilangan pemimpin mereka dan perubahan struktur
organisasi menyusul serangkaian penangkapan besar-besaran terhadap anggotanya.
Dalam tatapan ICG, isu deradikalisasi di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan isu
reformasi penjara. In bukan hanya dikarenakan kasus korupsi dalam sistem penjara yang
memperkuat pandangan tentang pemerintahan yang tidak islami, tetapi juga karena
solidaritas jihad diperkuat oleh kebutuhan untuk bersatu dalam rangka perlindunga
melawan geng penjara yang berbahaya.

Program deradikalisasi ada di Arab Saudi dan Singapura, menekankan yang ada cukup
serupa dengan keterlibatan mantan militan Jemaah Islamiyah, yang telah meninggalkan
tindakan radikalisme. Selain komponen ideologis, program deradikalisasi di Indonesia
juga menekankan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga para tahanan. ICG mencatat
terdapat sekitar 20 orang mantan anggota JI dan beberapa organisasi jihad lainnya ah
bersepakat untuk bekerja sama dengan kepolisian Indonesia dalam proses deradikalisasi.
Dari beberapa pemikiran tentang makna deradikalisasi tersebut, terlihat bahwa
deradikalisasi bertitik tolak dari konsep radikalisme yang menyimpang, sehingga dengan
deradikalisasi mereka yang berpandangan dan melakukan tindakan radikal dapat diubah
atau diluruskan untuk menjadi tidak radikal. Dalam konteks deradikalisasi terhadap
mereka yang terlibat aksi terorisme, di dalamnya tercakup kegiatan penegakan hukum,
reedukasi, rehabilitasi, dan resosialisasi yang senantiasa mengacu pada prinsip-prinsip
supremasi nukum, hak asasi manusia (HAM), kesetaraan serta pembinaan dan

33
pemberdayaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan agama, psikologis, politik,
sosial-budaya, ekonomi, hukum, dan tehnologi.

Artinya, deradikalisasi memerlukan pendekatan yang interdisipliner bagi mereka yang


dipengaruhia paham radikal dan prokekerasan. Program deradikalisasi di sini melibatkan
semua pihak: napi, mantan individu militan radikal yang pernah terlibat, keluarga, atau
terekspose napi, simpatisannya, dan masyarakat umum. Dimensi radikalisme di Indonesia
tidak hanya terkait dengan terorisme, melainkan aktivitas-aktivitas kekerasan lain seperti
vandalisme dan sikap-sikap tidak toleran, misalnva terlibat dalam konflik agama. Faktor
budaya merupakan aspek penting dalam program deradikalisasi. Artinya, program
deradikalisasi yang dilakukan suatu negara tidak bisa begitu saja diterapkan di negara
lain, bahkan meskipun negara tersebut terletak dalam kawasan yang sama. Oleh sebab itu,
deradikalisasi di Indonesia juga mencakup berbagai program untuk melawan pemikiran
dan tindakan yang mendukung kekerasan, intoleransi, dan penentangan terhadap NKRI.

Model dan Praktik Deradikalisasi

Sejumlah negara yang peduli terhadap isu terorisme telah melancarkan program
deradikalisasi sebagai bentuk perlawanan terhadap terorisme. Ada beberapa model
deradikalisasi yang pernah dijalankan oleh beberapa negara yang menarik untuk dicermati

Model Deradikalisasi di Indonesia Desain

deradikalisasi di Indonesia memiliki enam pendekatan, yaitu rehabilitasi, reedukasi,


resosialisasi, pembinaan wawasan kebangsaan, pembinaan keagamaan moderat, dan
kewirausahaan. Rehabilitasi memiliki dua makna, yaitu pembinaan kemandirian dan
pembinaan kepribadian. Pembinaan kemandirian adalah melatih dan membina para
mantan napi mempersiapkan keterampilan dan keahlian, gunanya adalah agar setelah
mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka sudah memiliki keahlian dan bisa
membuka lapangan pekerjaan.

Sedangkan pembinaan kepribadian adalah melakukan pendekatan dengan berdialog


kepada para napi teroris agar mindset mereka bisa diluruskan serta memiliki pemahaman
yang komprehensif berbeda dengan mereka. Proses rehabilitasi dilakukan bekerja sama
dengan berbagai pihak seperti polisi, lembaga pemasyarakatan, Kementerian Agama,

34
Kemenkokesra, ormas, dan lain sebagainya. Diharapkan program ini akan memberikan
bekal bagi mereka dalam menjalani kehidupan setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan. Serta dapat menerima pihak yang Adapun reedukasi adalah penangkalan
dengan mengajarkan pencerahan kepada masyarakat tentang paham radikal, sehingga
tidak terjadi pembiaran berkembangnya paham tersebut. Sedangkan bagi narapidana
terorisme, reedukasi dilakukan dengan memberikan pencerahan terkait dengan doktrin-
doktrin menyimpang yang mengajarkan kekerasan sehingga mereka sadar bahwa
melakukan kekerasan seperti bom bunuh diri bukanlah jihad melainkan identik dengan
aksi terorisme. Untuk memudahkan mantan narapidana dan narapidana teroris kembali
dan berbaur ke tengah masyarakat, BNPT juga mendesain mereka dalam bersosialisasi
dan menyatu kembali dengan masyarakat.

Deradikalisasi juga dilakukan melalui jalur pendidikan dengan melibatkan perguruan


tinggi, melalui serangkaian kegiatan seperti publik lecture, workshop, dan lainnya
Mahasiswa diajak untuk berfikir kritis dan memperkuat nasionalisme sehingga tidak
mudah menerima doktrin destruktif. Yang Pembinaan wawasan kebangsaan adalah
memoderasi paham kekerasan dengan memberikan pemahaman nasionalisme kenegaraan,
dan kebangsaan Indonesia. Pembinaan keagamaan adalah rangkaian kegiatan bimbingan
keagamaan kepada mereka agar memiliki pemahaman keagamaan yang inklusif, damai,
dan toleran. Pembinaan keagamaan mengacu pada moderasi ideologi, yaitu dengan
melakukan perubahan orientasi ideologi radikal dan kekerasan kepada orientasi ideologi
yang inklusif, damai, dan toleran. Moderasi ideologi dilakukan melalui dialog dan
pendekatan persuasif dengan mengembangkan metode dan pendekatan sesuai tingkat
keradikalannya. Moderasi ideologi dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya
kontraideologi, yaitu upaya diskusi ataupun dialog untuk mengubah cara pandang dan
keyakinan atas ideolog! Radikal yang dianutnya. Selain itu, moderasi juga dapat
dilakukan melalui kontranarasi, yaitu menyampaikan ajaran agama secara intensif melalui
berbagai sarana dan sumber yang menekankan pesan keagamaan inklusif. Damai, dan
toleran. Pelibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, psikolog, konselor, pelatih bina usaha,
dan lainnya dalam proses pembinaan ini adalah satu hal secara terpadu dan terencana.
Pembinaan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan
kondisi tersangka teroris, keluarganya, dan jaringan yang harus dilakukan terindikasi
radikal. Pendekatan kewirausahaan dengan memberikan pelatihan dan modal usaha agar

35
dapat mandiri dan tidak mengembangkan paham kekerasan. Kewirausahaan memiliki
peran yang besar dalam pelaksanaan deradikalisasi. Dunia usaha mampu menciptakan
lapangan kerja, mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan
meningkatkan produktivitas. Selain itu, dunia usaha juga memiliki peranan penting untuk
menjadikan masyarakat lebih kreatif dan mandiri. Dalam pelaksanaan deradikalisasi,
dunia usaha dapat menjadi mitra untuk membantu dan melatih masyarakat khususnya
napi teroris, mantan napi, dan keluarganya. Selain itu, dunia usaha dapat membantu
dalam penguatan jaringan (networking) dengan kelompok lain untuk mendistribusikan
menjual produk yang dihasilkan.

Dunia usaha juga dapat memberikan penguatan kapasitas sehingga dalam jangka panjang
dapat melipatgandakan usaha produktifnya sekaligus meningkatkan pendapatan serta
keuntungan yang mereka peroleh. Dunia usaha dapat berperan dalam pembangunan
kepercayaan (trust building) sehingga merasa lebih dihargai dan diberi kesempatan secara
aktif untuk keluar dari permasalahan ekonomi. Dibandingkan dengan model
deradikalisasi terhadap narapidana terorisme yang ada di beberapa negara, model
deradikalisasi di Indonesia telah memiliki pendekatan yane komprehensif. Demikian pula
dari sisi kelembagaan yang menangani deradikalisasi, di Indonesia telah dibentuk BNPT
sebagai lembaga yang secara khusus merancang dan mengkoordinasikan kegiatan Meski
demikian, harus diakui, implementasi deradikalisasi terhadap narapidana terorisme di
lembaga pemasyarakatan (LP) masih menghadapi berbagai permasalahan. Hal itu karena,
secara formal, lembaga pemasyarakatan baru memiliki program pembinaan reguler yang
berlaku umum bagi seluruh narapidana. LP belum mempunyai progran pembinaan yang
dikhususkan bagi narapidana teroris. Deradikalisasi Demikian juga dengan balai
pemasyarakatan, sebagai institusi yang mempunyai fungsi memantau dan
memberdayakan mantan narapidana teroris agar bisa melakukan proses integrasi sosial
dalam masyarakat, juga belum optimal perannya. Peran negara tidak berhenti ketika napi
keluar penjara. Dalam konteks kejahatan terorisme setiap napi haruslah dipantau, tentu
melalui kerja sama dengan pihak yang memiliki kewenangan sehingga tidak mengurangi
rasa sebagai warga negara. Integrasi kebijakan di lingkup internal pemerintahan adalah
kebutuhan, bagaimana masing- aman masing kementerian memiliki beban untuk
menelurkan program kementerian dalam upaya deradikalisasi. Sejalan dengan hal
tersebut, dari penelitian yang dilakukan oleh Institute For International Peace Building di

36
13 LP yang membina narapidana terorisme menunjukkan bahwa telah ada upaya
mengarah pada deradikalisasi (pembinaan) terhadap narapidana terorisme, namun belum
menjadi program yang standar, sistematis, dan menyeluruh di LP di Indonesia. Oleh
karena itu, hal ini dipandang belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Justru yang
terjadi sebagian narapidana melakukan kontraderadikalisasi, sehingga LP menjadi school
of radicalism. Selain itu juga melahirkan residivisme.

2. Makna kebinekaan dalam pancasila

Maka dalam pengertian inilah Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia dan sekaligus
sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara, secara objektif diangkat dari pandangan hidup yang
sekaligus juga sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam sejarah
bangsa sendiri.

Namun, banyak sekali yang melupakan atau tidak merevitalisasi nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak muncul pertanyaan di kalangan
masyarakat sekarang adalah bukankah Pancasila digali lansung dari rakyat Indonesia,
bukankah Pancasila adalah cerminan jati diri bangsa Indonesia ?

Lalu jika demikian, mengapa tindakan serta perilaku rakyat maupun para penguasa negeri
saat ini jauh dari nilai-nilai Pancasila ?

Ada berbagai fenomena yang menjadi penyebab mulai lunturnya nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga perilaku penyimpangan terhadap nilai pancasila
kerap kali terjadi. Beberapa hal yang menjadi penyebab lunturnya nilai pancasila
menurunnya sosialisasi nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat, pendidikan mengenai
pengamalan nilai-nilai pancasila yang kurang dalam masyarakat, sikap apatisme, serta
berkembangnya hedonisme dan materalisme.

Tentu kita harus resapin makna tersirat dalam sila pertama sampai sila kelima dalam
pancasila. Dengan memaknai nilai-nilai luhur pancasila, maka kita sebagai rakyat
Indonesia akan selalu berdiri tegak mempertahankan fondasi kokoh dan pilar-pilar negara
Indonesia.

37
Dalam sila pertama mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa yang Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk
ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai
Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas.

Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara
dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, anti agama. Artinya apa tidak ada satupun yang boleh menistakan nilai-nilai
keagamaan dan ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan
sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan
dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh doleransi dalam
batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar
terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.

Sila kedua adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia. Saling mencintai sesama manusia, Mengembangkan sikap
tenggang rasa, Tidak semena-mena terhadap orang lain, Menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, Berani membela kebenaran dan
keadilan, Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia
Internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati
dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Sila ketiga mempunyai tujuan menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Rela berkorban demi bangsa dan negara, Cinta akan Tanah Air,
Berbangga sebagai bagian dari Indonesia, Memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam bingkai kebhinekaan persatuan merupakan harga mati bagi Indonesia tidak ada
satupun yang boleh memecah belah NKRI dengan alasan dan cara apapun.

38
Sila keempat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain, mengutamakan budaya rembuk atau musyawarah dalam
mengambil keputusan bersama, bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata
mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.

Semua rakyat Indonesia harus menjunjung tinggi suara rakyat tanpa ada pembungkaman
dengan menutup ruang-ruang demokrasi. Tentu hal ini harus mempunyai komitmen yang
kuat bagi para penyelenggara NKRI maupun rakyat Indonesia untuk sedikit dengan
sedikit menunju kondisi ideal seperti yang disajikan dalam prinsip-prinsip yang ada pada
sila-sila di Pancasila agar mimpi atau impian para pejuang kemerdekaan untuk
membentuk suatu masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera bisa terwujud.

Terakhir sila kelima mempunyai tujuan bersikap adil terhadap sesama, menghormati hak-
hak orang lain, menolong sesama, menghargai orang lain, melakukan pekerjaan yang
berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

Semua masyarakat harus menjunjung tinggi supremasi hukum yang bersifat adil dan tidak
pandang bulu untuk mencapai kesejahteraan rakyat dengan adil dan merata.

Sebagai ideologi bangsa, nilai-nilai dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam Pancasila
tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani moral dan
budaya masyarakat Indonesia sendiri, dan bukan keyakinan ideologis sekelompok orang,
melainkan hasil musyawarah dan konsensus dari masyarakat. Oleh karena itu Pancasila
merupakan ideologi terbuka, karena digali dan ditemukan dalam masyarakat itu sendiri
dan tidak diciptakan oleh Negara. Dan Pancasila adalah milik seluruh rakyat Indonesia,
karena masyarakat Indonesia menemukan kepribadiannya di dalam Pancasila itu sendiri
sebagai ideologinya.

Bangsa ini, mestinya bangga memiliki Pancasila. Pancasila harus jadi pedoman dalam
mengelola negara. Karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila, bukanlah asal mengadopsi nilai
demokrasi semata. Pancasila adalah alat ukur dan pedoman yang memberi arah
pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. Demokrasi yang hendak dibangun
adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, demi Kemanusian Yang Adil
dan Beradab, bertujuan memperkokoh Persatuan Indonesia, didasarkan pada Kerakyatan

39
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta
untuk sebuah cita-cita, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

3. Peran Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mencegah


Radikalisme
Pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia. Kini nilai-nilai yang terkandung
dalamPancasila mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kuatnya arus Informasi di
EraGlobalisasi saat ini. Padahahal seharusnya jika nilai-nilai Pancasila ini diserap baik
oleh Bangsa Indonesiamaka tidak perlu takut terhadap faham-faham radikalisme, sebab
Pancasila mengandung nilai-nilai luhuryang bersifat fleksibel terhadap perkembangan
zaman namun tetap memiliki cirinya sendiri.Idiologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman, hanya sajanilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak
dijiwai oleh bangsanya sendiri. Sehingga paham
radikalisme bisa dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa ini. Padahal Pancasila se
bagai idiologi bangsa inisangatlah penting dipahami dan dijiwai. Sebab nilai-nilai yang
terkandung didalamnya memiliki tujuan yangmulia dan dapat membawa bangsa ini kedalam
peradaban yang baik.Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu
pada kualitasmereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi
pelaku terorisme. Serangkaianaksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja
Kepunton, bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi
Singosaren di Solo dan Bom di Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani
Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yangsaat itu
berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.
Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan radikalisme patut menjadi keprihatinan
kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam hal terseb
ut, mulai darikemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi
kelompok radikal, lemahnyasemangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan,
kurangnya keteladanan, dan tergerusnyanilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.Untuk
membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme, Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui kontra-
radikalisasi(penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum

40
Koordinasi Pencegahan Terorisme(FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi
ormas,
Training of Trainer
(ToT) bagi sivitasakademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme
siswa SMA di empat provinsi. Ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam
pencegahan terorisme di kalangan pemuda :
1. Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan
pemahamanyang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan BhinekaTunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda
didorong untuk menjunjung tinggi danmenginternalisasikan nilai-nilai luhur yang
sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-umat beragama, kebebasan
yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran, dan cintatanah air serta
kepedulian antar-warga masyarakat.
2. Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di
bidang akademis,sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.3.
3. Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak
mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama
di lingkungan sekolah dan para pemukaagama di masyarakat sangat penting.4.
4. Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari
para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka
upaya yang dilakukan akan sia-sia.Pancasila diakui negara sebagai falsafah hidup,
cita-cita moral, dan ideologi bagi
kehidupan berbangsa. Pancasila diyakini mampu menyaring berbagai pengaruh ide
ologi yang masuk ke Indonesiasebagai konsekwensi logis dari sebuah masyarakat dan
bangsa yang majemuk (bhinneka). Bangsa Indonesiatidak menafikan kehadiran budaya
luar maupun ideologi luar, tapi melalui Pancasila negara dapat memilah pengaruh
mana yang dapat diterima atau tidak. Negara juga mampu menyesuaikan pengaruh
luar tersebutdengan konteks budaya Indonesia ataupun menolak karena tidak sesuai dengan
falsafah, cita-cita, moral, danideologi nasional.
Selain itu Pancasila turut berfungsi sebagai falsafah hidup bangsa yang konsep dan
visinya dapatdijabarkan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Terdapat lima sila yang secara

41
komprehensifmenjabarkan arti kehidupan bernegara yang dapat dijadikan landasan melawan ancaman
ideologi radikal.1.
1. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha EsaSila ini mengandung makna toleransi,
kemajemukan dan moderat yang seimbang. Ideologifundamentalis radikal
bertentangan dengan Pancasila karena ia memaksakan kehendak dengan menolakmemberikan
ruang kepada penafsiran yang berbeda.
2. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan BeradabSila ini mengandung makna
pengakuan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak sipil, politik,ekonomi, dan hak
sosial budaya. Dengan demikian, pemaksaan kehendak oleh kelompok radikal secarahakiki
bertentangan dengan Pancasila karena jelas melanggar HAM yang menjadi landasan
dalamkehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Sila Ketiga, Persatuan IndonesiaSila ini mengandung makna bahwa Indonesia adalah
negara yang dibentuk berdasarkan asaskebangsaan, bukan atas dasar agama, suku, atau
ras tertentu. Kelompok fundamentalis radikal yangingin mengubah dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari negara kebangsaan menjadi negaradengan agama
tertentu. Hal ini tentunya jelas bertentangan dengan landasan ideologi
nasionalPancasila.
4. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
PermusyawaratanPerwakilanSila ini mengandung arti bahwa sistem kemasyarakatan dan
kenegaraan di Indonesia
harus berlandaskan pada prinsip demokrasi dan kedaulatan berada di tangan rakyat
. Bagi kelompokfundamentalis radikal bahwa demokrasi adalah haram. Pada umumnya
ideologi agama radikal menolakkedaulatan rakyat dan hanya mengakui kedaulatan
Tuhan yang dilaksanakan melalui sistem teokrasi.
5. Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat IndonesiaSila ini mengandung
makna bahwa kesejahteraan menjadi hak warga negara RI. Kelompokfundamentalis radikal
tidak mengakui adanya hak bagi warga negara untuk memperoleh
kesejahteraan sebagai hak dasar mereka.Indonesia telah menerima Pancasila sebagai dasar negara yang
dirumuskan oleh para pendiri bangsa dengan melalui proses dan musyawarah yang
panjang. Pancasila menjadi kontrak sosial kita untukhidup di negara Indonesia dan karena itu
dipahami sebagai paham kebangsaan.Menurut Abdurrahman Wahid, penerimaan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa jugamerupakan bentuk kesadaran akan realitas keberagaman di Indonesia.

42
Islam di Indonesia bukanlah satu-satunya agama yang ada. Dengan demikian, negara harus memberikan
pelayanan yang adil kepada semuaagama yang diakui. Itu juga berarti negara harus menjamin
pola pergaulan yang serasi dan berimbangantarsesama umat.
Dalam sejarah panjang Indonesia, Pancasila merupakan nilai-nilai dasar kebangsaan yangdisepakati
sebagai pengikat dan perekat bagi persatuan dan kesatuan Indonesia yang multikultur.
Bangsaindonesia juga memiliki pandangan hidup, filsafat hidup, dan pegangan hidup
dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu Pancasila yang dibentuk berda
sarkan suatu asas kulturalyang dimiliki dan melekat pada diri bangsa Indonesia sendiri.

4. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi


Radikalisme
Dalam masa orde baru, untuk menanamkan dan memasyarakatkan kesadaran akan nilai
nilai Pancasila dibentuk satu badan yang bernama BP7. Badan tersebut merupakan
penanggung jawab (leading sector) terhadap perumusan, aplikasi, sosialisasi, internalisasi
terhadap pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, dalam kehidupan berbangsa,
bermasyarakat dan bernegara.
Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka., dan sedang diuji daya tahannya terhadap
gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme
(yang menjunjung kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni),
humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafikan nilai-nilai luhur
yang mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan.
Pancasila, sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki nilai-nilai universal yang
sama
dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan,
perdamaian dan keadilan. Dalam era globalisasi, romantisme kesamaan historis jaman
lalu tidak lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan
tujuan yang akan dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan.
Karena itu, implementasi nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi ancaman
radikalisme harus lebih ditekankan pada penyampaian tiga message berikut :
a. Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di dalamnya
tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau warga kelas satu.

43
b. Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki kedaulatan
penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis untuk
merubah tatanan, dengan cara-cara yang melawan hukum.
c. Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman
seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman,
berkeadaban dan merdeka.
Nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah :
Ø Kebangsaan dan persatuan
Ø Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
Ø Ketuhanan dan toleransi
Ø Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
Ø Demokrasi dan kekeluargaan
Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan
dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi, keluarga,
lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan pengembangan kekuatan nasional.
Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi perlu
ditingkatkan dalam bentuk :
Ø Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif
Ø Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru
Ø Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh kehidupan
berbangsa, bermasyarakat.

D. Radikalisme Di Kampus
1. Paham radikal di kampus
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan pernyataan bahwa
kampus-kampus sudah terpapar pada paham radikal. Bagi saya ini sebuah pernyataan
yang mengambang. Radikal dalam pengertian apa? Pemerintah sepertinya tidak membuat
definisi teknis yang tegas soal apa itu paham radikal. Maka agak sulit bagi kita untuk
menebak, apa yang dimaksud BNPT ketika menyebut paham radikal sudah masuk ke
perguruan tinggi negeri.
Adanya paham radikal di kampus juga bukan hal baru. Sejak zaman Orde Baru kampus-
kampus sudah terpapar pada paham-paham radikal. Ada banyak cerita tentang mahasiswa

44
yang akhirnya berhenti kuliah, untuk bergabung dalam sebuah gerakan untuk membangun
negara Islam. Di berbagai pengajian di kampus mereka bertemu dengan pemikiran radikal
itu.
Lalu, apa itu paham radikal? Bagi saya definisinya bisa dibuat sederhana, yaitu orang
yang dalam beragama menganggap pemeluk agama lain sebagai musuh atau ancaman
bagi dirinya, dan ia menginginkan negara ini diatur berdasarkan ajara agama dia secara
utuh. Itu definisi dasarnya. Setiap orang yang punya pemikiran seperti itu sudah bisa kita
anggap berpaham radikal.
Kenapa didefinisikan begitu? Pangkal berbagai tindakan radikal ada di dua poin tadi,
yaitu menganggap penganut agama lain sebagai musuh, dan ingin menjadikan ajaran
agama sebagai dasar negara. Radikalisme di masa lalu kita kenal dalam wujud berbagai
pemberontakan, seperti DI/TII. Apa yang mereka inginkan? Mendirikan negara Islam.
Mereka melakukan pemberontakan untuk tujuan itu. Berbagai aksi radikal yang lain yang
terjadi sepanjang sejarah Indonesia, termasuk berbagai aksi selama Orde Baru juga
begitu.
Tapi, bukankah tidak semua orang yang berpaham seperti itu melakukan tindak
kekerasan? Betul. Tapi, boleh dibilang itu cuma soal timing. Begitu orang sudah
menganggap penganut agama lain sebagai musuh, ia sebenarnya sudah siap untuk
melakukan kekerasan. Paham itu disertai ajaran bahwa mereka wajib untuk terlibat
dalam qitaal (perang) bila sudah diperintahkan.
Tentu saja ada perbedaan intensitas radikal tersebut. Ada orang radikal yang siap mati
hari ini, saat ini, dan memandang bahwa umat agama lain di sekitarnya layak dibunuh.
Itulah para pelaku teror yang selama ini beraksi di Indonesia. Mereka adalah orang yang
paling tinggi intensitas radikalnya. Di bawah tingkat itu ada orang-orang yang tidak mau
menjadi mujahid secara praktis, tapi mendukung aksi itu. Orang-orang jenis ini dapat
dengan mudah kita temukan di media sosial.
Di tingkat yang lebih bawah ada orang-orang yang tidak mendukung aksi teror itu. Bagi
mereka, aksi teror itu tidak tepat, karena berbagai alasan. Ada yang menganggap belum
saatnya. Ada pula yang menganggapnya tidak strategis dalam konteks mencapai tujuan
yang lebih besar. Meski demikian, kelompok ini tetap harus dikategorikan sebagai
penganut paham radikal, karena pada akhirnya mereka akan bergerak. Ini hanya soal
waktu.

45
Kelompok-kelompok ini, dengan berbagai intensitas radikalisme tadi, ada di kampus.
Bibitnya sudah ada sejak sebelum kemerdekaan. Banyak orang yang berjuang untuk
merdeka, dengan niat untuk mendirikan negara Islam. Tapi, lebih banyak lagi yang
menginginkan negara kesatuan. Itu tercermin dalam proses pembahasan soal dasar negara
di PPKI. Akhirnya diputuskan untuk membentuk NKRI.
Semangat itu tidak pernah padam. Itu tercermin dalam sidang-sidang Konstituante yang
berjalan alot. Soekarno kemudian menghentikannya dengan Dekrit 5 Juli. Di sisi lain
semangat yang sama menimbulkan sejumlah pemberontakan bersenjata.
Di zaman Orde Baru, Soeharto menekan semua kekuatan politik yang bisa mengancam
stabilitas politik dan keamanan. Dia menyebutnya sebagai dua ekstrem, yaitu ekstrem kiri
(komunis) dan ekstrem kanan (Islam). Keduanya ditekan dengan keras. Orang-orang dari
golongan itu ditangkap dan dikurung tanpa proses pengadilan.
Tindakan Soeharto itu dilakukan dalam semangat menjaga Pancasila sebagai dasar
negara. Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa Soeharto melakukan banyak tindakan untuk
mengamankan kepentingan kekuasaan dia sendiri, atas nama Pancasila. Maka waktu itu
paham anti-Pancasila dianggap terpuji oleh banyak orang. Anti-Pancasila berimpit dengan
anti Soeharto.
Dalam suasana itu paham-paham radikal tadi bersemi, khususnya di kampus-kampus.
Aktivitas politik oleh mahasiswa yang dilarang melalui kebijakan NKK/BKK, bergeser
menjadi pengajian-pengajian dalam jaringan besar, yang dipecah-pecah dalam kelompok-
kelompok kecil. Di masa inilah pemikiran-pemikiran Ikhwanul Muslimin dan Hizbut
Tahrir tumbuh subur. Yang kita saksikan sekarang adalah kelanjutan dari proses itu.
Definisi yang saya buat soal paham radikal itu adalah definisi di level pemikiran. Artinya,
orang-orang itu punya keinginan untuk mengubah bentuk negara ini, dan mengganti dasar
negara. Mereka tidak otomatis adalah pelaku atau calon pelaku tindak kekerasan. Tapi,
mereka sangat potensial untuk setidaknya membenarkan aksi-aksi kekerasan.
Nah, pernyataan BNPT tadi ada di tingkat mana, dan untuk konteks apa? Kalau sekadar
menyatakan bahwa kampus sudah terpapar, itu fakta basi. Sudah dari dulu begitu. Kalau
yang dimaksud adalah radikalisme dalam bentuk yang lebih tinggi intensitasnya, yaitu
siap melakukan tindak kekerasan sekarang, maka arah pernyataan itu tidak ditujukan
hanya kepada Kemenristek Dikti, tapi kepada kepolisian.
Meski fakta basi, pemerintah dalam hal ini Kemenristek Dikti memang harus bertindak.

46
Banyak dosen yang berpaham radikal, dan mengajarkannya kepada mahasiswa. Apa
tindakan yang akan diambil? Belum jelas.
Secara politis ini soal yang jauh lebih pelik. Tindakan anti-radikalisme yang dilakukan
pemerintah dimanfaatkan oleh pihak oposisi untuk membangun dukungan. Mereka
mencitrakan tindakan itu sebagai tindakan anti-Islam. Mereka justru menentang tindakan
pemerintah, dan menyatakan bahwa pemerintah ini harus diganti karena tindakan-
tindakan itu. Oposisi, sebagian memang terdiri dari penganut paham tadi. Sebagian yang
lain hanya berpetualang, mencoba memanfaatkan berbagai peluang, tanpa peduli pada
bahayanya.

2. Penanggulangan Radikalisme di Kalangan Mahasiswa

Belakangan ini, kita dapat melihat perkembangan paham radikal yang mencoba untuk
menggantikan Pancasila menjadi Khilafah.[1] Salah satu yang menjadi viral adalah video
sejumlah mahasiswa yang bersumpah untuk tegakkan syariah Islam dalam naungan
Negara Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas problematika masyarakat
Indonesia.[2] Hal tersebut bukan suatu kebetulan, karena menurut Peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anas Saidi, radikalisme telah merambah dunia mahasiswa
melalui proses islamisasi secara tertutup.[3] Riset LIPI tahun 2011 juga menyebutkan
bahwa di lima universitas di Indonesia (UGM, UI, IPB, Unair, dan Undip) terdapat
peningkatan pemahaman konservatif atau fundamentalisme keagamaan.

Mahasiswa adalah target potensial penyebaran paham radikalisme Hal di


atas semakin menegaskan bahwa kampus sudah menjadi ladang subur tumbuhnya paham
radikalisme dan tentunya hal ini suatu ancaman besar bagi kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. Dalam banyak kasus, bidikan dari pengusung radikalisme adalah mahasiswa
yang “polos”, atau tidak memiliki latar keagamaan yang kuat. Kepolosan ini yang
kemudian dimanfaatkan memberikan doktrin keagamaan yang monolitik, kaku, dan jauh
dari konstektualisasi.[4] Di samping itu, proses kaderisasi paham radikal juga dilakukan
secara tertutup.[5]

Penanggulangan radikalisme
Melihat kondisi di atas, peran dan fungsi organisasi keagamaan di kampus amatlah
penting[6] untuk menetralisir dan mencegah bertumbuhnya paham

47
radikal. Pertama, diperlukan kerjasama antar organisasi keagamaan di kampus untuk
mengadakan diskusi[7] atau seminar untuk membahas isu-isu terkini terkait hal-hal yang
ingin menggantikan eksistensi Pancasila. Kedua, diperlukan suatu forum kajian antar
organasasi keagamaan[8] yang berkelanjutan sebagai wadah dalam meregenerasikan dan
mengedukasi terutama mahasiswa baru mengenai pentingnya kebhinekaan dalam
menjaga kesatuan dan persatuan bangsa; dan ketiga, diperlukan pembukaan khotbah yang
bertemakan nilai-nilai Pancasila. Hal di atas tidak akan berjalan apabila kita sebagai
Warga Negara Indonesia dan terutama umat Kristen yang berada di kampus berlaku pasif,
antipati, dan hanya fokus mengejar nilai akademik tanpa memedulikan ancaman yang
merongrong Pancasila. Sebagai umat Kristen, kita harus berani menjalin kerjasama dan
persaudaraan dengan umat agama lain dalam mewujudkan perdamaian.

Selain hal di atas, diperlukan pula peran Pemerintah dalam upaya mempertahankan
Pancasila. Pertama, merestorasi kembali Pancasila khususnya kepada kalangan terpelajar
melalui pembuatan cetak biru Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Kemendiknas,
Kemenrisetdikti, Kementerian Agama dan lainnya dalam pengaktifan kembali mata
pelajaran seperti Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dari SD sampai
Universitas. Kedua, pejabat kampus melakukan pembersihan kampus beserta tempat
ibadah kampus dari organisasi serta paham radikal; dan ketiga, pemberian sanksi yang
tegas terhadap organisasi radikal yang menentang eksistensi Pancasila.

48
BAB III

KESIMPULAN

Radikalisme itu adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan, meyakinkan
dengan satu tujuan yang dianggap benar tapi dengan menggunakan cara yang salah.
Fenomena meningkatnya tindakan radikalisme dikarenakan dangkalnya pemahaman
terhadap Agama dan Pancasila. Oleh karena itu, dibutuhkan pengimplementasian
terhadap nilai-nilai Pancasila dan pembentengan para pemuda atau mahasiswa dari
radikalisme.

SARAN

a. Mahasiswa hendaknya dapat meningkat kesadaran budaya, nilai multicultural serta


wawasan multicultural untuk menanamkan sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan
SARA baik melalui kegiatan akademik maupun kegiatan non akademik di kampus
sebagai upaya pencegahan terhadap masuknya paham radikal khususnya radikalisme atas
nama agama di kampus.

b. Mahasiswa hendaknya dapat menanamkan sikap toleransi dan Bhineka Tunggal Ika
dalam kehidupan kampus. Dengan ditanamkannya sikap toleransi dan Bhineka Tunggal
Ika, maka diharapkan kesadaran budaya, nilai multicultural dan wawasan multicultural
dapat ditanamkan dalam kehidupan di kampus

49
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gurupendidikan.co.id/pancasila-sebagai-dasar-negara/
Koesdiyo, R. Poerwanto. 2007. Buku Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Graha Ilmu
https://zuwaily.blogspot.com/2013/03/kedudukan-pancasila-dalam-negara.html
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-radikalisme.html
Pusposutardjo,Suradjo. 2001. Buku KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN PANCASILA. Jakarta.
http://www.unmul.ac.id/post/memaknai-kebhinekaan-dalam-bingkai-pancasila-1496388563.html
https://www.academia.edu/37570672/PERAN_PANCASILA_SEBAGAI_IDEOLOGI_BANGS
A_DALAM_RANGKA_MENCEGAH_RADIKALISME_DI_INDONESIA
https://news.detik.com/kolom/d-4051798/paham-radikal-di-kampus
https://majalahdia.net/sudut-pandang/penanggulangan-radikalisme-di-kalangan-mahasiswa/
SB,Agus. 2016. Buku DERADIKALISASI NUSANTARA. Jakarta : Daulat Press

50

Anda mungkin juga menyukai