Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Inseminasi Artificial dan Fertilisasi In Vitro merupakan salah satu hasil
bioteknologi modern saat ini, dengan menggunakan hasil rekayasa genetika
melalui perlakuan yang mengubah landasan penentu kemampuan hidup
( mengubah tatanan gen yang menentukan sifat spesifik suatu organisme,
sehinggga proses pengubahan dapat berlangsung secara lebih efisien dan
efektif ).
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro merupakan cara pengadaan
keturunan yang menjadi masalah serius akhir-akhir ini. Dimana , bidang ini
pasti menyentuh sisi personal / pribadi dari kehidupan manusia. Telah
diketahui bersama, bahwa segala sesuatu yang bersinggungan dengan sisi
personal / pribadi dari kehidupan manusia selalu menimbulkan pro dan kontra
apapun itu masalahnya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang apa dan
bagaimana Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro sangatlah penting
guna menyikapi masalah tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam penyusunan makalah ini penulis membahas tentang
1. Apakah Inseminasi Atifisial dan Fertilisasi In Fitro itu ?
2. Apa saja penyebab / latar belakang munculnya Inseminasi Artifisial
dan Fertilisasi In Vitro ?
3. Apa saja masalah etik yang muncul dari Inseminasi Artifisial dan
Fertilisasai in Vitro ?
4. Bagaimana tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
dilihat dari sudut pandang Hukum ?
5. Bagaimana tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
dilihat dari Etika Normatif ?
6. Bagaimana tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
dilihat dari Moral ?
7. Bagaimana tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
dilihat dari sudut Pandang Agama ?
8. Apa solusi dari masalah yang muncul pada Inseminasi Artifisial
dan Fertilisasi In Vitro ?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi
In Vitro
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab / latar belakang munculnya
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
3. Untuk mengetahui apa saja masalah etik yang muncul dari
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasai in Vitro ?
4. Untuk mengetahui tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dari sudut pandang Hukum .
5. Untuk mengetahui tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dilihat dari sudut pandang Etika Normatif.
6. Untuk mengetahui tinjaun Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dilihat dari sudut Pandang Moral.
7. Untuk mengetahui tinjaun Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dilihat dari sudut pandang Agama.
8. Untuk mengetahui solusi dari masalah yang muncul pada
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro

1.4. Manfaat
1. Dapat memahami Pengertian Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro
2. Dapat memahami apa saja penyebab / latar belakang munculnya
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
3. Dapat memahami apa saja masalah etik yang muncul dari
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasai in Vitro ?
4. Dapat memahami tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dari sudut pandang Hukum .
5. Dapat memahami tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dilihat dari sudut pandang Etika Normatif.
6. Dapat memahami tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dilihat dari sudut Pandang Moral.
7. Dapat memahami tinjauan Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In
Vitro dilihat dari sudut pandang Agama.
8. Dapat memahami solusi dari masalah yang muncul pada
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Inseminasi Artifisial dan ertilisasi In Vitro


A. Inseminasi Artifisial
Inseminasi Artifisial ( Inseminasi buatan ) ialah usaha untuk
mempertemukan sel sperma dengan sel telur yang sudah masak ( ovum )
dalam alat kelamin wanita secara buatan tanpa melalui persetubuhan.
Tujuannya adalah agar terjadi pembuahan di dalam rahim wanita dan
memungkinkan kelahiran seorang anak.
Inseminasi Artifisial dapat dibedakan menjadi dua macam , yaitu :
a. Inseminasi Artifisial Homolog
Inseminasi Artifisial disebut Homolog, jika sperma (mani) yang
dimasukan ke dalam alat-alat kelamin wanita itu berasal dari
suaminya sendiri. Sel sperma sang suami sesungguhnya bisa
membuahi sel telur, tetapi tak mungkin dilakukan dengan
persetubuhan karena sang suami impotent (potestas ceoundi), atau
juga kaena sel sperma tidak dapat sampai masuk ke dalam mulut dan
leher cervix dan uterus. Usaha untuk mempertemukan sel sperma
dengan sel telur dilakukan oleh dokter dengan memasukkan sperma
suami ke dalam rahim isterinya dengan menggunakan metode-metode
tertentu (misalnya dengan memompakannya).
Inseminasi Artifisial homolog ini mempunyai hasil yang tidak
begitu besar. Memang inseminasi jenis ini dapat menghamilkan
wanita, sehingga ia dapat melahirkan anak beberapa kali.
b. Inseminasi Artifisial Heterolog
Inseminasi artificial disebut heterolog, jika sperma yang
dimasukkan ke dalam alat-alat kelamin wanita, bukan berasal dari
suaminya sendiri, melainkan dari seorang donor lain. Hal ini
ditempuh mungkin karena suami tidak mempunyai sperma yang bisa
membuahi sel telur, atau karena keinginan untuk mendapatkan
keterunan dari orang tertentu, yang mempunyai sifat atau bakat
tertentu yang dinginkan. Oleh karena itu, pemilihan donor sangat
penting. Bahkan seringkali donor itu harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Seringkali pula terjadi bahwa dokter yang mencari donor
atau memilih seorang donor yang mempunyai unsur hayati yang
mirip dengan suami yang sah untuk menutupi praktek inseminasi
artificial. Namun, praktek ini juga dapat terjadi pada seorang wanita
yang belum bersuami.

B. Fertilisasi In Vitro
Fertilisasi InVitro adalah pembuahan sel telur oleh sperma didalam
tabung Petri.
Inseminasi artificial dan Fertilisasi In Vitro ini sekilas hamper sama,
namun hal yang membedakan yaitu dalam Inseminasi Artifisial
pembuahan terjadi di dalam tubuh ibu / wanita dan seterusnya janin
berkembang di dalam rahim ibu.
Sedangkan dalam Fertilisasi In Vitro, pembuahan terjadi diluar tubuh
ibu, kemudian embrio dimasukkan ke dalam tubuh ibu dan tumbuh disana
sampai kelahiran anak.

2.2. Penyebab / Latar Belakang Munculnya Inseminasi Artifisial


dan Fertilisasi In Vitro.
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro yang merupakan suatu
teknologi reproduksi berupa menempatkan sperma di dalam vagina dan
tabung Petri ini pada mulanya bertujuan untuk menolong pasangan suami istri
yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan kerusakan
tuba Faloppi wanita secara permanent. Namun kemudian mulai ada
perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pada pasangan suami
istri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak
dimungkinkan untuk memperoleh keturunan .
Penyebabnya beraneka ragam misal karena pria tidak mampu melakukan
ejakulasi (impotensi ceoundi), wanita menderita vagina sehingga penis
terhalang untuk senggama, atau juga mengkin karena frigiditas, atau karena
mungkin ada perubahan-perubahan suasana dalam menuju uterus sehingga
sel-sel sperma tidak dapat mencapai tujuannya. Ini juga bisa dilakukan karena
mutu sel-sel sperma pria tidak atau kurang baik. Disamping itu mungkin saja
ada factor ketidakcocockan yang khusus, sehingga tidak dapat
dipertanggungjawabkan akan mempunyai keturunan bersama. Factor lain lagi
ialah karena suami sitri tidak dapat bertemu untuk mengadakan persetubuhan.
Terkadang hal ini juga dilakukan oleh seorang wanita karena ingin
mengandung tetapi tidak bersuami, dan juga karena tidak mau bersetubuh
dengan seorang pria.
2.3 Masalah Etik Yang muncul
1. Dilihat dari sudut pandang Etika Normatif ( berdasarkan paham
teleology ) Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro diperbolehkan
jika tujuannya baik (misal: untuk menolong pasangan suani istri yang tidak
mungkin mempumyai nanak sendiri). Hal,ini kedengarannya sederhana
dan mudah, tapi dalm kehidupan sehari-hari sulit untuk melakukan
prediksi terhadap niat atau tujuan seseorang.
2. Dilihat dari sudut pandang Moral, Inseminasi Artifisial dan
Fertilisasi In Vitro memiliki dampak positif bagi keluarga yaitu,
memberikan kesejahteraan bagi suami istri dengan hadirnya seorang anak
walaupun sebenarnya hal ini bukan pilihan hidup mereka, namun
intervensi medis yang dilakukan disini akan menggantikan tindakan
suami-istri dalam hal prokreasi, dan hal ini bertentangan dengan martabat
serta hak suami istri.
3. Walaupun Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro ini bertujuan
untuk membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga, namun dalam hal
agama terdapat Hadits Nabi yang mengharamkan Inseminasi Artifisial dan
Fertilisasi In Vitro (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

2.4 Tinjauan Dari Sudut Pandang Hukum


a. Jika benihnya berasal dari Suami Istri
 Jika benihnya berasal dari sumia istri, dilakukan proses Fertilisasi
In Vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim istri,
maka anak yang dilahirkan baik secara biologis ataupun yuridis
mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetika) dari pasangan
tersebut.
 Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim bunya di saat
ibunya bercerai dari suaminya dan jika anak itu lahir sebelum 300 hari
perceraian maka mempunyai status sebagai anak sah dari pasanganm
tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu
bukan anak sah bekas sumai dari ibu tersebut dan tidak memiliki
hubungan keperdataan apapun dengan bekas suaminya ( Dasar Hukum
Pasal 255 KUH Per ).
 Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang
bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari
pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih ( Dasar
Hukum Pasal 42 UU No 1 / 1974 dan Pasal 250 KUH Per ). Dalam hal
ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai
anak sahnya melalui tes golongan darah atau tes DNA ( Biasanya
dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian
semcam itu dinilai sah secara perdata sesuai dengan Pasal 1320 dan
1338 KUH Per )

b. Jika salah satu benihnya berasal dari donor


Jika suami mandul dan sitrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi In
Vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur istri
akan dibuahi dengan sperma dari donor di dalam tabung Petri dan setelah
terjadi pembuahan diimplantasikan kedalam rahim istri. Anak yang
dilahirkan memilki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan
hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya
dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA.
Dasar hukum Pasal 250 KUHPer. Jika embrio dimplantasikan ke dalam
rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan
anak sah pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum pasal 42 UU No.
1/1974 dan pasal 250 KUH Per.

c. Jika semua benihnya dari donor.


Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat
pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang
wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak lahir mmepunyai status
anak sah dari pasangan sumia istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang
perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut
memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat
perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut pula anaknya
secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal
darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis.

d. Bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal


Hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia dan belum ada
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya.

Di Indonesia telah terdapat peraturan perundang-undangan tentang


kehamilan diluar cara alami itu, yaitu cara tersebut hanya dapat dilakukan
pada pasangan suami istri yang sah, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untk itu, dan pada sarana kesehatan
yang memenuhi syarat (UU Kesehatan No 23 Tahun 1992 pasal 16). Dengan
demikian, masalah donasi oosit, sperma dan embrio, masalah ibu pengganti
adalah bertentangan dengan hokum yang berlaku dan juga etik kedokteran.

Dalam pasal 82 ayat (2) UU Kesehatan tersebut dinyatakan bahwa


“Barang siapa melakukan upaya kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)”.

2.5.Tinjauan dari Sudut Pandang Etika Normatif


Pada bagian ini lebih difokuskan pada inseminasi artificial. Karena pada
umumnya perdebatan aspek etika penerapan teknologi ini pada manusia
berada di kawasan etika normative (normative ethics). Dalam kawasan ini ada
2 landasan pandang yang mendasari paham yang berbeda : deontologi dan
teleology.
Paham deontologi menilai etis tidaknya suatu perbuatan lebih
ditekankan kepada perbuatan itu sendiri. Dalamn pandangan Teori Categorcal
Imperative (Immanuel Kant) menyatakan bahwa perbuatan yang secara
universal dunyatakan terlarang, apapun alasannya tidak boleh dilakukan,
meskipun tujuannya baik (misal : Inseminasi Artificial dan Fertilisasi In Vitro)
Sebaliknya paham Teleologi menilai tujuan atau akibat dari suatu
perbuatan. Kalau tujuannya berupa suatu kebaikan, perbuatan itu masih
diperbolehkan untuk dilakukan (Faham Konsekuensialis).
Dalam kehidupan sangat jarang kita menemukan orang yang
sepenuhnya dan mutlak menganut faham deontologi atau teleology saja. Lebih
banyak kita melihat pencampuran antara kedua paham tersebut. Yang jelas,
kedua paham besar etika ini menghendaki bahwa apapun yang dilakukan
adalah demi kebaikan kehidupan manusia ( bioetika )
Dalam membahas penerapan teknologi kloning pada manusia dari aspek
bioetika tanpa mengatikannya dengan aspek agama, paham deontologi akan
melihat apakah perbuatan penerapan teknologi kloning ini perbuatan yang
secara umum dianggap jahat (evil) bagi kehidupan manusia sehingga tidak
boleh dilakukan , ataukah tidak jahat. Karena penerapan teknologi ini
merupakan hal yang baru, sulit untuk menyatakan apakah ia jahat atau tidak.
Yang dapat kita lakukan adalah pendekatan melalui faham teleology.
Yang diniali disini adalah apakah tujuan dan akibat yang ditimbulkan oleh
penerapan teknologi kloning pada manusia ini baik atau tidak. Sekali lagi,
karena teknologi ini masih sangat baru, kita belum dapat menilai atau
memprediksi akibat penerapan teknologi kloning. Tinggal penialian kita pada
tujuan penggunaan kloning ini.
Jika tujuannya untuk menolong pasangan suami istri yang tidak
mungkin mempunyai anak sendiri, baik melalui proses reproduksi normal atau
melalui bayi tabung (karena suami tidak memghasilakn sperma sama sekali,
azzospermia), kita dapat mengatakan bahwa tujuan itu baik sehingga secara
etis tidak masalah. Jika tujuannya adalah jahat, maka secara etis ia tidak boleh
dilakukan.
Kedengarannya sederhana dan mudah, tapi kehidupan sehari-hari sering
sulit untuk melakukan prediksi terhadap tujuan (niat) seseorang. Untuk
memudahkannya, banyak penguasa yang memilih jalan pintas, lebih baik dari
sekarang dilarang yaitu sisi positi dan negative. Sikap apriori ini pun tidak
realities karena semua teknologi selalu mempunyai dua sisi.

2.6.Tinjauan dari Sudut Pandang Moral


A. Inseminasi Artifisial
1. Penilian Umum
Inseminasi Artifisial mencakup banyak unsure, karena itu penilaian
moral atasnya harus memperhatikan unsur-unsur tersebut. Pertama-
pertama harus dikatakan inseminasi artiisial dan fertilisasi in vitro
dampak positif bagi sebuah keluarga, yaitu memberikan kesejahteraan
bagi suami istri. Sumai istri yang merindukan kelahiran seorang anak di
tengah keluarga, akan sangat bahagia bila mereka memperoleh anak
sebagai buah hasil cinta mereka. Inseminasi artiisial dan fertilisasi in
vitro sebenarnya bukan pilihan hidup mereka, tetapi karena kerinduan
akan kelahiran seorang anak, hal tersebut mereka lakukan.

Namun demikian, usaha inseminasi artificial tidak dapat diterima


begitu saja. Usaha-usaha yang mungkin saja halal dalam penyaluran
hidup binatang dan tumbuh-tumbuhan tidak dapt secara bebas-leluasa
digunakan pada manusia, sebab manuisa mempunyai martabat yang
luhur sebagai ciptaan Tuhan. Martabat manusia menuntut agat ia
diperlakukan luhur sebagai anugerah Tuhan dan sebagai buah cinta
kasih suami istri. Hal itu terjadi secara khas melalui cinta kasih unitif
dan prokreatif antara suami-istri, tindakan yang menurut kodratnya
tidak dapat digantikan. Kodrat yang tak tergantikan itu ialah hubungan
seksual dengan persetubuhan (sengama). Cara ini sudah ditentukan bagi
manusia dakam regenerasinya. Kelahiran dalam hidup manusia tidak
boleh dipandang sebagai pengetrapan tekinis-teknis biologis, melainkan
sebagai pemgbangkitan dan penciptaan yang timbul dari persekutuan
hidup paling mesra.
Upaya dan intervensi medis dapat dilakukan dibidang prokreasi
dengan kapasitas berfungsi membantu, bukan menggantikan tindakan
perkawinan. Upaya dan intervensi medis harus tetap menghormati
martabat prbadi manusia bila bermaksud membantu tindakan
perkawinan. Intervensi medis mungkin menggantikan tindakan sumai-
istri, tetapi dengan syarat bukan merebut peranan prokreasi. Sebab itu
bertentangan dengan martabat serta hak-hak sumai istri yang tidak dapat
dirampas.
2. Penilaian Khusus
1. Inseminasi Artifisial Homolog
Tindakan artificial homolog yang berfungsi semata-mata untuk
mempermudah tindakan alamiah atau untuk menjamin agar tindakan
yang dijalankan secara normal mencapai tujuan yang khas dapat
dilakukan. Artinya seseorang dapat melakukan inseminasi artiisial
homolog. Bila itu dilakukannya melalui tindakan perkawinan yang
normal dan dalam pangkuan perkawinan dengan benih dari partner
sendiri.
2. Inseminasi Artifisal Heterolog
Inseminasi artificial heterolog tak dapat dibenarkan secara
moral. Keterbatasan-keterbatasan kita akan hal ini terdapat dalam
unsure-unsur berikut ini :
a. Pada seorang wanita yang bersuami
Seorang anak sewajarnya lahir melalui perkawinan yang sah. Atas
cara itu seorang anak dapat memperoleh jaminan kesejahteraan
dalam hidupnya. Seorang anak mempunyai hal untuk mempunyai
ayah. Tindakan seorang wanita yang melahirkan seorang anak
tanpa memberikan ayah kepadanya, kiranya merupakan suatu
tindakan yang tidak adil dan tidak dapat diterima. Tindakan ini
juga mendistorsikan / memalsukan makna seksualitas manusiawi,
yakni untuk menyatukan dan mengadakan keturunan yang
melekat pada hakekat tindakan suami istri, menjadi dalam level
secara artificial.

b. Pada seorang istri


Pada hakekatnya perkawinan merupakan relasi eksklusif antara
suami – istri. Kedua partner mempunyai hak eksklusif atas
pasanganya. Demikianlah seorang istri memperoleh sperma dari
seorang donor, hal ini termasuk perzinahan.

c. Masalah cara memperoleh sperma


Tindakan inseminasi artificial heterolog memperoleh sperma
bukan dengan cara persetubuhan yang wajar, melainkan dengan
cara masturbasi (merancap), fungsi (tusukan) atau coitus
interupstus. Tindakan-tindakan ini tidak dapat dibenarkan secara
moral. Oleh karena itu cara inseminasi sendiri pun menjadi
persoalan yang masih belum dapat dituntaskan.

d. Biaya yang sangat tinggi yang digunakan untuk inseminasi


artificial dan fertilisasi in vitro lebih baik digunakan untuk
mengangkat seorang anak yatim piatu dan mebesarkannya
daripada digunakan untuk mendapatkan anak dengan cara yang
tidak halal.

B. Fertilisasi In Vitro
Selain inseminasi artifisal, ada juga masalah moral lain yang
mempunyai kesamaan dengannya, yaitu masalah bayi tabung dan
eksperimen “in vitro fertilization”. Kedua masalah ini sebenarnya
merupakan pengembangan atau perluasan dari inseminasi artifisial.
Penilaian moral atas ertilisasi In Vitro sekalipun masalah Fertilisasi In
Vitro mempunyai banyak unsure kesamaan dengan inseminasi artifisal,
penilaian di antara keduanya tidak boleh disamakan begitu saja. Karena
terdapat perbedaan yang cukup emndasar di antara keduanya. Ada
beberapa keberatan yang harus ikut dipertimbangkan dalam menilai
pembuahan bayi tabung. Keberatan-keberatan tersebut antara lain :
1. Pemisahan prokreasi dari senggama personal
Peristiwa kehamilan / prokreasi seharusnya merupakan tindakan
suami-istri yang dilakukan melalui senggama personal sebagai
wujud cinta kasih di antara keduanya. Atas cara demikian hidup
seorang anak sungguh menjadi tampak sebagai karunia Tuhan, yang
amat luhur dan bermartabat, yang pemeliharaanya diserahkan
kepada tanggung jawab manusia sebagai “obyek” dengan cara
menginginkannya. Sebagai “Subyek, anak mempunyai hak untuk
dikandung dengan sikap hormat karena martabatnya yang luhur.

2. Bahaya eksperimen dan pengurbanan besar


Pembuahan bayi tabung tidak dapat diterima secara moral karena
kondisi-kondisi dan konsekwensi – konsekwensi pelaksanaanya
sekarang. Kenyataan menunjukkan bahwa pembuhaan dalam tabung
disertai dengan hilangnya banyak janin. Di samping itu, ada banyak
praktek pengangguran yang dilakukan dengan sengaja, setelah
mengadakan pemilihan embrio yang akan dipindahkan ke dalam
rahim. Sekarang yang menjadi persoalan, apa criteria sebuah embrio
dijadikan hidup terus dan apa criteria untuk menggugurkannya
dengan sengaja ? Bukanlah setiap embrio mempunyai hak hidup
sebagai manusia untuk seterusnya ?

3. Bahaya penyalahgunaan dan komersialisasi.


Masalah moral yang juga memberatkan pembuhaan Fertilisasi In
Vitro ialah penggunaan sel sperma dari pria yang bukan suami
sendiri. Kalau demikian terjadi, siapa yang menjadi ayah anak lahir
itu, pria yang memberikan sperma atau suami ibunya ? Disamping
itu ada juga bahaya komersialisasi, yakni dengan cara menyewa
rahim seorang wanita yang tidak memberikan sel telur. Suatu
pertanyaan lanjut, yang mana menjadi ibu anak yang akan lahir,
yang memberikan sel telur atau yang wanita yang mengadungnya ?
Sehubungan dengan ini pula, penggunaan benih sperma yang
diberikan suami yang sudah meninggal, ketika ia masih hidup,
kiranya tidak dapat diterima juga.

4. Cara Memperoleh sperma


Keberatan yang sama terhadap inseminasi artificial ditujukan kepada
pembuahan Fertilisasi In Vitro dalam hal cara memperoleh sperma.
Secara tradisional, mastubarsi dilarang dan tidak disetujui.
Alasannya ialah karena dengan mastubarsi seseorang merangsang
dirinya sendiri sampai pada kenikmatan seksual secara pribadi. Cara
untuk memperoleh sperma yang dapat diterima secara moral ialah
melalui senggama dalam kesatuan tindakan suami istri berdasarkan
cinta kasih perkawinan.

5. Ekses-ekses negative lain pembuahan bayi tabung.


Pembuahan Fertilisasi In Vitro memungkinkan kehamilan di luar
perkawinan. Penggunaan gamet (sperma atau sel telur) dari
seseorang yang bukan suami atau istri jelas bertentangan dengan
kesatuan perkawinan dan kesetiaan suami-istri dan merugikan hak
anak untuk dikandung dan dilahirkan dalam perkawinan. Tekhnik-
tekhnik Fertilisasi In Vitro secara nyata juga menimbulkan
perpecahan di antara anak dan orang tuanya, menghancurkan
tanggung jawab orang tua atas pendidikan anak mulai dari kelaurga
sampai pada masyarakat luas.

2.7.Tinjauan Dari Sudut Pandang Agama


Perkembangan sains tekhnologi saat ini semakin lama terlihat nilai
afilitifnya ditengah-tengah masyarakat di dunia ini, terutama dibidang
teknologi kedokteran tentunya. Namun dimensi legalitas penerapan teknologi
reproduksi ini ditanggapi beragam oleh banyak komponen, baik Islam mapun
luar Islam. Berbagai argument, persepsi, asumsi pun terlontarkan.
Sebagian agamawan menolak Fertilisasi Invitro pada manusia, sebab
mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap
“Karya Ilmiah”. Dalam artian, mereka yang melakukan hal tersebut berarti
ikut campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prierogratif
Tuhan. Padahal semstinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui
proses ilmiah yaitu melalui hubungan sexsual antara suami-istri yang sah
menurut agama.
Namun sebaliknya Syekh Muahmmad Fadlallah, seorang pemandu
spiritual Muslim Fundamentalis dari Libanon berpendapat bahwa cloning
bukan suatu intervensi karya ilahi. Penelitian dianggap tidak menciptakan hal
baru (tidak ada menjadi ada) namun mereka hanya menemukan sains baru
yakni cara baru proses keturunan seperti halnya transplantasi tumbuh-
tumbuhan.memang pada kenyataannya di barat banyak terjadi kasus
cloning/bayi tabung itu dilakukan dengan cara sperma donor atau ovum donor,
apalagi di Barat terdapat bank sperma yang menyediakan sperma bagi siapa
saja yang membutuhkannya. Oleh karena itu Majelis Tarjih Muhammdiyah
dalam muktamarnya mengharamkan kloning sperma atau ovum donor.
Demikian juga vatikan secara resmi menecam keras pembuahan buatan/bayi
tabung, ibu titipan, dan seleksi jenis kelamin anak, karena tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat kemanusiaan.
Bukan hanya itu saja, penolakan masyarakat terhadap penerapan kloning
ini timbul karena dalam program Fertilisasi In Vitro itu terdapat proses
pembuahan yang dilakukan pada cawan Petri, sehingga hanya embrio yang
diperlukan yang dimasukkan kembali ke dalam rahim dan sisanya dibuang.
Hak hidup embrio yang dibuang ini masih dipermasalahkan. Banyak kalangan
menilai bahwa tindakan itu merupakan pembunuhan.
Berdasarkan asumsi pro dan kontra tentang isneminasi buatan, di luar
negeri misalnya pemerintah Inggris merasa tergugah untuk meneliti lebih
eksplisit lagi tentang permasalahan ini. Maka pemerintah tersebut membuat
kelompok penelitian tentang embrio pada manusia yang dipimpin oleh
Johnson dan Everit pada tahun 1985. dari hasil penelitian itu, diperoleh hasil
bahwa embrio yang mampu berimplantasi dalam rahim adalah pada tahap
blastosis atau pada umur 14 – 18 hari setelah vertilisasi. Karena itu,
pembuangan embrio berumur kurang dari 12 hari dipandang tidak mengurangi
hak hidup calon anak.
Oleh karena itu, pemerintah Inggris mengizinkan penerapan teknologi ini
dengan alas an kesehatan dan pengobatan, atau untuk meningkatkan nilai
genetic, sehingga menghasilkan manusia berkualitas. Dan yang lebih penting
lagi dilakukan oleh pasangan yang sah.
Lalu bagaimana persepsi Islam tentang Inseminasi Artificial dan Fertilitas
In Vitro ?. Pengkajian mengenai hal ini berdasarkan metodologi ijtihad yang
lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum yang dihasilkan dengan
prinsip-prinsip dan jiwa Al – Qur’an serta sunah yang menjadi pegangan umat
Islam.
Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro apabila dilakukan dengan sel
sperma dan ovum suami-istri yang sah tanpa menstransfer embrio ke dalam
rahim wanita lain – termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi yang
berpoligami), maka Islam membolehkan, baik dengan cara mengambil sperma
suami, ekmudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun
dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya
(vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan suami-istri yang
bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
memperoleh keturunan, dengan alasan bahwa dengan cara pembuahan alamim
suami istri tidak berhasil memperoleh anak (masail fiqhiyah). Hal ini sesuai
dengan kaidah hukum fiqhih “Alhajatu Tanzilu Manzilatad Dhorurati Wad-
Dhururotu Tubihul Mahdzurot ”.
Sebaliknya, kalau Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro itu
dilakukan dengan bantuan donor sperma atau ovum, maka hal ini diharamkan
dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan dampak yang seringkali
muncul setelah bayi produk teknologi ini lahir adalah posisi si anak menajdi
simpang siur dalam tatanan kemasyarakatan, khususnya bila sperma itu
diambil dari bank sperma, maka nasabnya hanya berhubungan dengan si ibu
yang melahirkannya saja, sedangkan ayah nya tidak jelas.

Dalil-dalil syar’i yang dapat menjadikan landasan hukum untuk


mengharankan inseminasi buatan dengan donor sebagai berikut :
1. Surat Al-Isra ayat 70 yang artinya “ Dan sesungguhnya telah kami
muliakan anak-anak adam, kami angkut mereka didaratan dan dilautan,
kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami
ciptakan”
2. Surat At-Tin ayat 4 yang artinya “ Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya “.
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan
sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan / keistimewaan dari makhluk
lainnya. Dari Tuhan sendiri berkenaan memuliakan manusia, maka sudah
seharusnya bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga martabat
sesama manusia. Sebab inseminasi buatan dengan donor itu pada
hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) dan
mensejajarkan dengan hewan yang diinseminasi.
3. Terdapat juga hadist Nabi yang mengharamkan inseminasi donor
sperma yang artiya adalah “ Tidak halal bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman
orang lain (vagina istri orang lain) “. Hadist ini Riwayat Abu Daud , AT –
Tirmidzi.

2.8. Solusi Dari Masalah


Dari uraian tentang Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro di atas,
kami setuju dengan adanya bioteknolgi tersebut selama dala melakukan tindakan
masih memilkiki dasar dan memenuhi syarat antara lain jika benih bersasal dari
suami istri, jika salah satu benihnya berasal dari donor maupun jika semua
benihnya berasal dari donor. Karena hal ini mempunyai tujuan yang mulia yaitu
untuk membantu meningkakan kebahagiaan keluarga yang merindukan seorang
anak, namun suami-istri mengalami kendala dalam memperoleh keturunanan.
Karena secara hukum hal ini juga memiliki dasar hukum yang artinya juga
dibenarkan oleh negara seperti yang telah disebutkan di atas
Hal ini juga sesuai dengan pandangan atau paham teleology dimana dalam
suatu tindakan yang lebih diutamakan adalah tujuan dari suatu tindakan. Dalam
hal ini Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro tujuannya untuk menolong
pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki anak sendiri. Sebagaimana
telah disebutkan dalam sudut pandang moral.
Hal ini dikuatkan oleh pandangan ahli Islam Fundamentalis Syekh
Muhammad Fadlallah dari Lebanon yang menyebutkan bahwa kloning bukan
suatu intervensi karya llahi. Jadi, Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
bukanlah menciptakan makhluk baru.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari makalah kami di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro merupakan satu
teknologi reproduksi berupa menempatkan sperma di dalam vagina dan
tabung Petri untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin
memiliki keturunan secara alamiah.
2. Walaupun Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro ini bukanlah
wacana yang baru pada era ini, perdebatan (Pro dan Kontra)tentang
teknologi reproduksi ini baik pada bidang hukum, etika normative, moral
dan agama

3.2. Saran
1. Menginat Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro ini
merupakan tindakan yang masih menimbulkan pro dan kontra, maka
hendaknya landasan / dasar baik itu dalam segi hukum, etika normative,
moral maupun agama benar-benar harus diterapkan.
2. Penerapan teknologi reproduksi ini hendaknya jangan
mengorbankan keluhuran martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan dengan memperhatikan segala sesuatu yang bersinggungan dengan
sisi personal / pribadi kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjo Sastro ,. Hanifa dkk. 2005 . Ilmu Kebidanan . Edisi Ketiga . Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

21 April 2002 . Kloning . www.kompas.com. 17 April 2007

7 November 1999 . Sanksi Pelanggaran Etik dan Etikolegal dalam Profesi


Kedokteran . www.geocities.com. 17 April 2007

Khairul Umam . 13 Agustus 2004 . Kloning dalam Prespekti Fiqih


www.Indiez.net.co.nr 10 Mei 2007
TUGAS
MATA KULIAH ETIK DAN HUKUM KESEHATAN
INSEMINASI ARTIFISIAL
DAN
FERTILISASI IN VITRO

Disusun Oleh :
1. Alno Very Kurniawan ( 05620001 )
2. Candra Syahputra ( 05620005 )
3. Endang Mei Yunalia ( 05620009 )
4. Hamdan K.R ( 05620013 )
5. Kristofora Kefi ( 05620017 )
6. Mabruhah ( 05620021 )
7. Nur Kholifah ( 05620025 )
8. Rifrianti Tri R ( 05620029 )
9. Gathut Pringgotomo ( 05620036 )
10. Juwita Anggraini ( 05620040 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
KEDIRI
2007
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .....................................................................................................


i
KATA PENGANTAR ................................................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1......................................................................................................
Latar Belakang
...........................................................................................................
1
1.2......................................................................................................
Rumusan Masalah
...........................................................................................................
1
1.3......................................................................................................
Tujuan
...........................................................................................................
2
1.4......................................................................................................
Manfaat
...........................................................................................................
2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................


4
2.1......................................................................................................
Pengertian Inseminasi Artifisial dan Fertilisasi In Vitro
...........................................................................................................
4
2.2......................................................................................................
Penyebab/Latar Belakang Munculnya Inseminasi Artifisial dan
Fertilisasi In Vitro
...........................................................................................................
5
2.3......................................................................................................
Masalah Etik yang timbul
...........................................................................................................
6
2.4......................................................................................................
Tinjauan Dari Sudut Pandang Hukum
...........................................................................................................
7
2.5......................................................................................................
Tinjauan Dari Sudut Pandang Etika Normatif
...........................................................................................................
9
2.6......................................................................................................
Tinjauan Dari Sudut Pandang Moral
...........................................................................................................
10
2.7......................................................................................................
Tinjauan Dari Sudut Pandang Agama
...........................................................................................................
15
2.8......................................................................................................
Solusi dari masalah
...........................................................................................................
18

BAB III PENUTUP ................................................................................................


19
3.1. Kesimpulan
..................................................................................................................
19
3.2. Saran
..................................................................................................................
19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................


20

Anda mungkin juga menyukai