Anda di halaman 1dari 83

FAKTOR RISIKO PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP

KEJADIAN KETOMBE PADA MAHASISWI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA

Laporan Penelitian ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :
AVISSA MADA VASHTI
NIM : 1111103000042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia yang tela diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan baik. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Laporan penelitian ini berjudul “Faktor Risiko Penggunaan Jibab Dengan
Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta”. Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis banyak
menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, dan Dra. Delina selaku Dekan
dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardani Sp.GK M.GK selaku ketua Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Fika Ekayanti M.Med.Ed selaku dosen pembimbing I dan dr. Lady CC
Koesoema Sp.KK sebagai pembimbing II yang telah banyak menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya
dalam penyusunan riset ini.
4. dr. Rahmatina, Sp.KK dan dr. Risahmawati, Ph.D selaku penguji sidang
riset yang memberi banyak masukan pada revisi riset ini.
5. dr. Flori Ratnasari Ph.D selaku penanggung jawab riset PSPD 2011 yang
selalu membantu pelaksanaan riset dan mengingatkan kami untuk segera
menyelesaikan riset.
6. Bapak, Ibu dosen, dan segenap Civitas Akademika FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman
kepada penulis.

v
7. Ibunda Martinah dan Ayahanda Danang Tri Saptaka, adikku Anandityo
Rama Aji serta Tante Marsiyah yang selalu memberikan motivasi baik
moril maupun materil, kasih sayang serta doa yang tulus untuk penulis
8. Teman seperjuangan riset yang selalu memberikan masukkan dan selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan riset
9. Nadisha Refira atas motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis
10. Teman-teman penulis Wulan Roudotul Zannah, Silmi Lisani Rahmani,
Annisa Zakiroh, Rissa Adinda Putri , Farah Nabila Rahma atas dukungan
serta motivasi nya kepada penulis
11. Teman-teman seangkatanku di Program Studi Pendidikan Dokter 2011
yang telah memberikan banyak ilmu dan kebersamaan selama 3 tahun ini.
12. Teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.

Ciputat, 4 September 2014

Penulis

vi
ABSTRAK

LATAR BELAKANG Penggunaan jilbab berkaitan dengan kelembaban kulit kepala.


Kelembaban merupakan salah satu penyebab terjadinya ketombe yang ditandai
dengan ditemukannya sisik tipis pada kulit kepala. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor penggunaan jilbab yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe
pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penggunaan jilbab yang
berpengaruh terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta

METODE PENELITIAN Penelitian analitik kasus kontrol dengan teknik purposive


sampling. Subjek yang digunakan 204 orang yang terdiri dari 102 kelompok
mahasiswi berketombe dan 102 kelompok mahasiswi tidak berketombe. Penelitian ini
menggunakan kuesioner. Data akan dianalisis menggunakan chi square

HASIL Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko pemakaian jilbab terhadap


kejadian ketombe adalah pemakaian jilbab berwarna gelap (p = 0,001; OR = 2,611 ;
Cl 95% 1,484-4,593), pemakaian jilbab lebih dari satu lapis (p = 0,001; OR = 3,011 ;
Cl 95% 1,578-5,746), pemakaian warna lapis jilbab gelap dibandingkan dengan
pemakaian warna lapis jilbab terang dan tidak menggunakan lapis jilbab ( p = 0,014 ;
OR = 2,465 ; Cl 95% 1,118-5,112), penggunaan ciput (p = 0,08 ; OR = 2,193 Cl 95%
1,218-3,950), dan penggunaan warna ciput berwarna gelap dibandingkan dengan
penggunaan ciput berwarna terang dan tidak menggunakan ciput (p = 0,017; OR =
1,960 Cl 95% 1,123-3,420)

Kata kunci: Faktor risiko ketombe, jilbab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vii
ABSTRACT

Avissa Mada Vashti. Medical Education Study Program. Risk factors of the use of
hijab toward incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State
Islamic University.
BACKGROUND Dandruff is an abnormal desquamation of scalp skin caused by
humidity. Wearing hijab related to the high humidity of scalp skin. Humidity is one of
dandruffs’ risk factors that signed by scale on the human scalp.
OBJECTIVES This research aimed to find the risk factor of the use of hijab toward
the incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State Islamic
University.
METHOD This research used a case control study. The subjects selected
using purposive sampling method. The amount of subjects was 102 female students
with dandruff and 102 female students without dandruff. Answered questionnaire
obtained from each subjects. Data analyzed using chi-square test.
RESULTS Results of this research showed that risk factor of the use of hijab toward
the incidence of dandruff are wearing dark-colored hijab (p = 0,01; OR = 3,011;
Cl95% 1,578-5,7468), wearing hijab more than one layer (p = 0,001 ; OR = 3,011 ;
Cl 95% 1,578-5,746), wearing dark-colored hijab layer compared with wearing
bright-colored and doesn’t wear hijab layer (p = 0,014 ; OR = 2,465 ; Cl 95% 1,118-
5,1120), wearing ciput (p = 0,08 ; OR = 2,193 Cl 95% 1,218-3,950), and wearing
dark-colored ciput compared with wearing bright-colored and doensn’t wear ciput (p
= 0,017 ; OR = 1,960 ;1,123-3,420)

Key words : risk factors of dandruff, hijab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL……………………………………………………… i
LEMBAR JUDUL………………………………………………………... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………….. iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………. v
ABSTRAK………………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... x
DAFTAR BAGAN……………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………... 1
1.1. Latar belakang…………………………………………………... 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………….. 4
1.3. Tujuan…………………………………………………………… 4
1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………… 5
BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………………..... 7
2.1. Landasan teori……………………………………………………. 7
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit Kepala………………………. 7
2.1.1.1. Anatomi Kulit Kepala……………………………. 8
2.1.1.2. Fisiologi Kulit Kepala……………………………. 8
2.1.2. Ketombe……………………………………………. 11
2.1.2.1. Definisi …………………………………………... 11
2.1.2.2. Epidemiologi……………………………………... 12
2.1.2.3. Etiologi…………………………………………… 13
2.1.2.4. Patofisiologi Ketombe…………………………… 17
2.1.3. Jilbab……………………………………………………….. 20

ix
2.1.3.1. Definisi……………………………………………... 20
2.1.3.2. Sejarah jilbab……………………………………….. 20
2.1.3.3. Jilbab di Indonesia…………………………………. 22
2.1.4. Faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian 23
Ketombe…………………………………………………….
2.2. Kerangka teori…………………………………………………... 29
2.3. Kerangka konsep………………………………………………... 30
2.4. Definisi oprasional………………………………………………. 31
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….. 33
3.1.Desain penelitian………………………………………………….. 33
3.2.Tempat dan waktu peneli…………………………………………. 33
3.3. Populasi dan sampel……………………………………………… 34
3.4.Jumlah sampel…………………………………………………….. 34
3.5.Kriteria sampel……………………………………………………. 35
3.6.Cara kerja penelitian……………………………………………… 36
3.7.Variabel yang diteliti……………………………………………… 36
3.8.Managemen data………………………………………………… 36
3.8.1. Pengohan data……………………………………………. 36
3.8.2. Analisa data……………………………………………… 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………. 39
4.1. Gambaran umum peraturan mahasiswa UINSH…………………. 39
4.2. Gambaran umum sampel penelitian……………………………… 39
4.3. Uji validasi dan reabilitas kuesioner……………………………... 40
4.3.1. Uji validasi kuesioner………………………………………. 41
4.3.2. Uji reabilitas kuesioner…………………………………….. 42
4.4. Analisa data………………………………………………………. 42
4.5.Karakteristik responden…………………………………………... 42
4.5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia…………............... 42
4.5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas……………..... 42
4.6. Gejala kelembaban rambut…………………………………………… 44

x
4.6.1. Distribusi Gejala Rambut Rontok setelah 44
penggunaan jilbab……………………………………………...
4.6.2. Distribusi gejala Rambut Gatal pada Responden…. 45
4.6.3. Distribusi gejala rambut gatal setelah menggunakan 45
Jilbab………………………………………………...................
4.7. Perawatan rambut responden ………………………………………... 46
4.7.1. Distribusi penggunaan jenis sampo pada 46
responden……………………………………………………….
4.7.2. Distribusi mengerimgkan rambut sebelum menggunakan 47
jilbab….........................................................................................
4.8. Kebiasaan penggunaan jilbab……………………………….......... 47
4.8.1. Distribusi lama penggunaan jilbab dengan kejadian 48
ketombe……................................................................................
4.8.2. Analisis hubungan antara lama pemnggunaan jilbab dengan 48
Kejadian ketombe………………………………………………….........
4.8.3. Analisis warna jilbab yang digunakan dengan kejadian 48
ketombe…………………………………………………………
4.8.4. Analisis jumlah lapisan jilbab yang figunakan dengan kejadian 49
Ketombe…………………………………………………………….
4.8.5. Analisis warna lapis jilbab yang digunakan dengan kejadian 50
Ketombe…………………………………………………………….
4.8.6. Analisis hubungan penggunaan ciput dnegan kejadian 51
ketombe…....................................................................................
4.8.7. Analisis hubungan penggunaan warna dalamandengan kejadian 53
ketombe……………………………………………………........
BAB V PENUTUP……………………………………………………… 54
5.1. Kesimpulan…………………………………………………………... 56
5.2. Saran……………………………………………………………………. 57
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….......... 58
LAMPIRAN………………………………………………………………....... 60

xi
DAFTAR TABEL RESPONDEN

Tabel 2.1. Definisi Oprasional ............................................................................... 31


Tabel 3.1. Gambaran Waktu Penelitian .................................................................. 33
Tabel 4.1.1. Distribusi Frekuensi Usia Responden ................................................. 42
Tabel 4.1.2. Distribusi Frekuensi Fakultas Responden ........................................... 43
Tabel 4.1.3. Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Rontok Setelah Menggunakan
Jilbab ................................................................................................. 44
Tabel 4.1.4. Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Gatal pada Responden ............... 45
Tabel 4.1.5. Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Gatal setelah Menggunakan
Jilbab ................................................................................................. 45
Tabel 4.1.6. Distribusi Frekuensi Penggunaan Jenis Sampo Responden ................. 46
Tabel 4.1.7. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mengeringkan Rambut Sebelum
Menggunakan Jilbab .......................................................................... 47
Tabel 4.1.8. Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan Jilbab ................................... 48
Tabel 4.1.9. Hubungan Lama penggunaan Jilbab dalam Satu Hari dengan Kejadian
Ketombe ............................................................................................. 48
Tabel 4.1.10. Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian
Ketombe .......................................................................................... 49
Tabel 4.1.11. Hubungan Lapis Jilbab Responden dengan Kejadian Ketombe ........ 50
Tabel 4.1.12. Hubungan Warna Lapis Jilbab dengan Kejadian ketombe ................. 51
Tabel 4.1.13. Hubungan Kebiasaan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian
Ketombe .......................................................................................... 53
Tabel 4.1.14. Hubungan Penggunaan Warna Dalaman Jilbab dengan Kejadian
Ketombe .......................................................................................... 54

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Struktur Anatomi Kepala ................................................................... 7


Gambar 2.2.Lapisan Kulit ...................................................................................... 8
Gambar 2.3.Lapisan Epidermis .............................................................................. 10
Gambar 2.4.Komponen Sebum Manusia ................................................................ 14
Gambar 2.5.Peranan Malassezia pada Ketombe ..................................................... 16
Gambar 2.6.Patofisiologi Ketombe ........................................................................ 17
Gambar 2.7.Mekanisme pengeluaran panas dari dalam tubuh................................. 23
Gambar 2.8. Ilustrasi absorbs dan refleksi cahaya .................................................. 28

xiii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Klaifikasi Serat bahan…………………………………… 25


Bagan 2.2. Kerangka Teori…………………………………………… 29
Bagan 2.3 Kerangka Konsep………………………………………… 30
Bagan 3.1 Alur Penelitian…………………………………………… 36

xiv
DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1. Temuan pada kulit kepala ketombe, dermatitis seboroik,


dan normal….……………………………………………………………… 19

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji Statistik ............................................................................... 60


Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup ........................................................................ 66

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ketombe adalah kelainan pada kulit kepala yang mengenai hampir
setengah penduduk dunia pada segala usia dan pada setiap jenis kelamin dan
(1)
etnis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rudramurthy dengan judul
Malassezia Spp and Dandruff angka kejadian ketombe lebih besar pada
wanita dibandingkan pada pria dengan presentase 61% pada wanita dan 39%
(2)
pada pria. Tetapi, menurut Fredick Manuel dan Ranganathan melalui
jurnal yang berjudul A New Postulate on Two Stages of Dandruff: A Clinical
Perspective menyatakan ketombe lebih memungkinkan terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita karena wanita lebih banyak menggunakan
produk perawatan rambut yang tepat dan wanita memiliki rambut yang lebih
lebat sehingga ketombe dapat tertutup. Akibatnya, pelaporan insiden
ketombe pada wanita lebih sedikit dibandingkan dengan pria. (3)
Secara spesifik angka kejadian ketombe jarang pada anak, meningkat
pada remaja dan dewasa muda kemudian menurun kembali pada usia 50
tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas kelenjar sebasea. (4)
Angka kejadian ketombe juga meningkat akibat genetik, makanan
(5), (6)
yang berlemak tinggi, stress dan variasi musim. Variasi musim akan
menyebabkan perubahan temperatur dan kelembaban lingkungan.(5)
Menurut Penelitan yang dilakukan oleh Gaitanis Georgious, et al melalui
jurnal The Malassezia Genus In Skin and Systemic disease menyatakah
bahwa ketombe lebih umum terjadi pada lingkungan yang memiliki
kelembababan yang tinggi dan panas. Lingkungan yang lembab dan panas
(7)
dapat menjadi habitat yang baik bagi pertumbuhan jamur Malassezia.
Malassezia adalah jamur yang menyebabkan deskuamasi dari kulit kepala
melebihi normal. Hal ini menyebabkan pengelupasan stratum korneum

1
2

epidermis dari kulit kepala sehingga menghasilkan sisik tipis yang berbentuk
serpihan atau bulat seperti debu yang dikenal dengan ketombe. (5), (8)

Di Indonesia sendiri, belum ada data yang jelas mengenai angka


kejadian ketombe walaupun, Indonesia termasuk negara yang lembab dan
panas karena Indonesia adalah negara yang dilalui oleh garis khatulistwa (9)

Penggunaan jilbab juga erat kaitannya dengan kelembaban dan panas


akibat pola perawatan rambut yang salah dan penggunaan jilbab yang tidak
(10)
benar. Pada penelitian yang dilakukan oleh Siti mengenai hubungan
Pengguaan Jilbab dengan Kejadian Ketombe pada mahasiswi Fakultas
Kedokteran UNS, didapatkan risiko terjadinya ketombe yang mengalami
peningkatan sebesar 7,57 kali pada mahasiswi yang menggunakan jilbab
dibandingkan yang tidak menggunakan jilbab. (11)

Pemakaian jilbab pada wanita adalah perintah dari Allah Swt yang
disampaikan melalui Muhammad Saw kepada wanita muslimah yang
sifatnya adalah wajib. Sehingga, apabila perintah pemakaian jilbab tidak
(12)
dijalankan termasuk dosa besar yang melanggar ketentuan Allah Swt.
Kewajiban pemakaian jilbab oleh wanita muslimah dijelaskan pada surat
Annur: 31 dan Al-Ahzab: 59

An-nur ayat 31

“Dan hendaklah mereka menutupkan khimar (kain kerudung) mereka ke


dada mereka.”
3

Al-ahzab ayat 59

“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu


dan isteri isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
keseluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah lagi maha
pengampun dan bijaksana.” (13)

Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam.


Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2010 jumlah penduduk Islam di
(14)
Indonesia mencapai 87,18 %. Sehingga banyak instansi, institusi dan
pelayanan publik di Indonesia yang menerapkan hukum-hukum Islam
termasuk hukum memakai jilbab sebagai syarat wajib yang harus dipenuhi
pada instansi, institusi dan pelayanan publik tersebut. Sebagai contoh pada
institusi pendidikan tingkat universitas yang menerapkan peraturan kewajiban
penggunaan jilbab pada mahasiswi di universitas tersebut. Seperti pada
mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayaullah Jakarta. Peraturan
penggunaan Jilbab di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tertuang pada tata tertib mahasiswa perguruan tinggi agama Islam Pasal tiga
tentang kewajiban dan hak mahasiswa butir enam “berpakaian sopan, rapi,
bersih dan menutup aurat terutama pada saat kuliah, ujian, dan ketika
berurusan dengan dosen, karyawan, maupun pimpinan. Khusus bagi
mahasiswi wajib berbusana muslimah sesuai dengan syariat Islam. Peraturan
mengenai pakaian yang dikenakan mahasiswa juga berada pada kode etik
mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Nomor 073 A Tahun 2002 Bab IV Pasal enam poin d tentang busana
4

mahasiswa ditegaskan bahwa mahasiswa harus mengenakan pakaian muslim.


(15)

Atas dasar yang telah dikemukakan tersebut, Peneliti ingin mengetahui


faktor risiko pemakaian jilbab terhadap timbulnya ketombe pada mahasiswi
UIN Jakarta.

1.2. Rumusan Masalah


Sesuai yang telah dipaparkan pada latar belakang , rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan faktor risiko lama
penggunaan jilbab perhari, warna jilbab yang digunakan, lapis jilbab yang
digunakan, warna lapis jilbab yang digunakan, dalaman jilbab yang
digunakan, dan warna dalaman yang digunakan terhadap kejadian ketombe
pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta?”

1.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah “ Terdapat hubungan faktor risiko lama
penggunaan jilbab perhari, warna jilbab yang digunakan, lapis jilbab yang
digunakan, warna lapis jilbab yang digunakan, dalaman jilbab yang
digunakan, dan warna dalaman yang digunakan dengan kejadian ketombe. ”

1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan umum
a. Mengetahui gambaran faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian
ketombe pada mahasiswi UIN Syarif Hidayatatullah Jakarta

1.4.2. Tujuan Khusus


a. mengetahui hubungan faktor risiko lama penggunaan jilbab perhari
terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
5

b. mengetahui hubungan faktor risiko warna jilbab yang digunakan terhadap


kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
c. Mengetahui hubungan faktor risiko lapis jilbab yang digunakan terhadap
kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
d. Mengetahui hubungan faktor risiko warna lapis jilbab yang digunakan
terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Mengetahui hubungan faktor risiko dalaman jilbab yang digunakan
terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
f. Mengetahui hubungan faktor risiko warna dalaman jilbab yang
digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5. Manfaat penelitian


1.5.1. Manfaat bagi peneliti
a. Sebagai sarana pembelajaran bagi peneliti dalam bidang riset
b. Sebagai persyaratan kelulusan pendidikan klinik Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5.2. Manfaat Bagi Institusi


a. Sebagai bahan rujukan tentang penelitian selanjutnya terkait
kejadian ketombe dalam hubungannya dengan pemakaian jilbab

1.5.3. Manfaat bagi Masyarakat


a. Meningkatkan pengetahuan tentang ketombe pada masyarakat
6

b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko


penggunaan jilbab terhadap kejadian Ketombe
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka teori


2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit kepala
2.1.1.1. Anatomi Kulit Kepala

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Kepala


(sumber : Clinical Anatomy by Systems , Richard S. Snell .2007)

Dari gambar diatas, dapat diamati apabila kulit adalah lapisan pertama
dari lapisan kepala. Lapisan Kepala sering disingkat menjadi Scalp (skin,
(16)
connective tissue, aponeurosis, loose connective tissue, pericarnium).
Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy By Systems . Lippicont Williams &
Wilkins/Wolters Kluwer Health Inc: USA

7
8

2.1.1.2.Fisiologi dari Kulit


Kulit kepala terdiri dari tiga bagian yaitu epidermis, dermis dan hipodermis.
Secara garis besar fungsi dari ketiga lapisan ini adalah :

A. Epidermis
Sebagai mekanisme pertama dari pertahanan tubuh (innate imun),
pelindung dari sinar ultraviolet. Penyusun utama dari epidermis adalah sel
keratinosit yang berfungsi untuk memproduksi keratin. Keratin berfungsi
sebagai properti proteksi. Keratin ini juga berfungi sebagai pembentukan
lapisan epidermis.

Gambar 2.2 Lapisan Kulit


(sumber : Gerard J. Tortora, Principles of Anatomy And Physiology 12 th edition .2009)
9

a. Lapisan pada Epidermis


1. Statum Basal
Stratum basal adalah lapisan terdalam pada kulit. Lapisan basal terdiri
dari satu baris sel kuboid atau kolumnar keratinosit. Pada lapisan basal
banyak ditemukan stem cell yang dapat mengalami proliferasi
menghasilkan keratinosit-keratinosit baru. Nukleus pada lapisan basal
besar, dan sitoplasma nya terdiri dari banyak ribosom, kompleks golgii,
dan reticulum endoplasma. Pada stratum basal juga terdapat tonofilamen
yang akan mengikat desmosom. Tonofilamen akan berikatan pada tiga
tempat: 1. Stratum basal, 2. Stratum spinosum yang berdekatan dan 3. Sel
keratinosit pada membran dasar melalui hemidesmosom.

2. Stratum Spinosum
Stratum spinosum terdiri dari 8-10 lapisan sel keratinosit dengan
kumpulan dari tonofilamen, keratinosit pada lapisan sudah saling
berdekatan. Pada stratum spinosum juga terdapat sel langerhand dan
projeksi dari melanosit.

3. Stratum Granulosum
Stratum granulosum terdiri dari 3-5 lapisan sel keratinosit yang mulai
apoptosis. Nukleus pada lapisan ini mulai berdegerenasi, dan tonofilamen
lebih terlihat. Pada lapisan ini dapat ditemukan keratohialin yang akan
merubah tonofilamen menjadi keratin. Keratinosit rusak selama apoptosis.
keratinosit Pada lapisan ini juga terdapat membran yang dilapisi granula
lamellar yang bertugas mensekresikan lemak. Lemak ini akan mengisi
antara sel pada stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum
korneum. Lemak berfungsi untuk menjaga kehilangan air. Nukleus pada
lapisan stratum granulosum rusak akibat proses apoptosis, sehingga
keratinosit tidak dapat membawa hasil metabolik sehingga keratinosit
mati.
10

4. Stratum Lusidum
Stratum lusidum hanya hadir pada kulit yang tebal

5. Stratum Korneum
Pada stratum korneum terdapat 25-30 lapisan sel keratinosit mati yang
terdiri dari banyak protein keratin. Keratinosit yang mati akan dilepaskan
dan digantikan dengan keratinosit baru pada lapisan yang lebih dalam.

Gambar 2.3 . Lapisan pada epidermis


(sumber: Gerard J. Tortora, Principles of Anatomy And Physiology 12 th edition .2009)

B. Dermis
Lapisan pada dermis adalah elemen struktur yang paling besar. Di dermis
terdapat matriks fibrosa, jaringan vaskular, jaringan limfatik, jaringan saraf,
fibroblas predominan, makrofag dan sedikit adiposit pada perbataasan dari
lapisan sebasea. Di dermis juga terdapat kelenjar sebasea. Dermis terdiri dari
11

regio papilar dan regio retikular. Regio papilar terdiri dari jaringan ikat areolar
dengan kolagen yang tebal dan jaringan elastik yang halus. Pada regio papilar
juga terdapat ujung saraf bebas. Regio retikular terdiri dari jaringan ikat padat
dengan gulungan kolagen dan serat elastin. Tempat diantara serat terdiri dari
sel adiposit, folikel rambut, saraf, kelenjar sebasea, dan kelenjar sudorifera.

a. Kelanjar Sebasea
Kelenjar sebasea terkoneksi dengan folikel rambut. Sekresi dari kelenjar
sebasea berada di dermis dan kemudian berjalan menuju leher dari folikel
rambut. Sebum berfungsi untuk melapisi permukaan rambut, mencegah
mereka untuk kering dan menjadi rapuh. Sebum juga berfungsi untuk
mencegah evaporasi dari air yang sangat luas dari kulit agat kulit menjadi
lembut.

C. Hipodermis
Hipodermis berperan sebagai integritas mekanik. Banyak sekali pembuluh
darah dan saraf yang berkaitan dengan kulit kepala secara fungsional sama
dengan kulit yang menutupi seluruh tubuh. Proses pelepasan stratum korneum
sebagai proses regular yang terjadi pada kulit kepala juga sama prosesnya
diseluruh bagian kulit yang menutupi bagian tubuh. (17)

2.1.2. Ketombe
2.1.2.1.Definisi
Ketombe atau dandruff (dandruff, dandriffe) berasal dari bahasa Anglo-
saxon kombinasi dari “tan” yang berarti “tetter” (penyakit kulit yang
(1)
menyebabkan gatal) dan “drof” yang berarti “dirty” (kotor). Ketombe
biasa dikenal melalui berbagai istilah medis seperti pityriasis capitis,
seborrhea sicca, pityriasis sicca, sicca capitis, atau dermatitis seboroik
(6)
ringan pada bagian kepala. menurut kamus kedokteran Dorland ketombe
dapat diartikan menjadi dua pengertian. Pertama ketombe dapat diartikan
12

sebagai benda bersisik yang terlepas dari epidermis. Pelepasan ini dapat
tergolong normal atau berlebihan. Yang kedua ketombe dapat diartikan
(8)
sebagai dermatitis seboroik. Ada dua pendapat berbeda mengenai
pengertian ketombe dalam hubungannya dengan dermatitis seboroik.
Pendapat pertama menyatakan ketombe adalah bentuk non inflamasi dari
(5)
dermatitis seboroik atau bentuk ringan dari dermatitis seboroik. Pendapat
ini diperkuat dengan ditemukannya jumlah nukleus yang berbeda pada kulit
kepala normal, kulit kepala dengan ketombe, dan kulit kepala dengan
dermatitis seboroik. Pada kulit kepala normal ditemukan nukleus sebanyak
3700 sel/sq cm, pada kulit kepala dengan ketombe ditemukan nukleus sel
sebanyak 25.000 sel/sq cm, dan pada kulit kepala dengan dermatitis seboroik
ditemukan nukleus sel sebanyak 76.000 sel/sq cm. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa kulit kepala dengan ketombe dan kulit kepala dengan dermatitis
seboroik memiliki jumlah nukleus yang lebih banyak akibat proses
deskuamasi fisiologis yang berlebihan pada waktu yang cepat. Hal ini
menyebabkan retensi nukleus pada sel stratum korneum yang tidak memiliki
banyak waktu untuk matang secara sempurna. (18) Data ini juga memberikan
informasi bahwa kulit kepala dengan dermatitis seboroik memiliki nukleus
tidak matang yang lebih banyak dibandingkan dengan kulit kepala dengan
ketombe. Pendapat kedua menyatakan ketombe adalah manifestasi dari
dermatitis seboroik pada bagian kulit kepala. Pendapat ini menyatakan bahwa
dermatitis seboroik memiliki berbagai macam manifestasi pada daerah
tertentu termasuk pada kulit kepala . (4) Pernyataan ini dapat diketahui bahwa
ketombe adalah salah satu bentuk dari dermatitis seboroik.

2.1.2.2.Epidemiologi
Ketombe mengenai lebih dari 50 persen populasi didunia dan
(1)
meningkat setiap tahunnya. Ketombe adalah penyakit kepala yang paling
sering diderita oleh remaja dan dewasa muda, kemudian mulai jarang pada
orang tua berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas
13

sebum pada manusia. Ketombe juga sering terjadi pada bayi yang baru lahir
(cradle cap) (1)

Prevalensi ketombe meningkat pada populasi yang padat walaupun


ketombe tidak ditularkan melalui kontak manusia. Hal ini berkaitan dengan
keadaan lingkungan pada populasi tersebut (2)

Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat menderita ketombe karena


Indonesia adalah negara tropis. Seluruh wilayah di Indonesia tropis akibat
wilayah di Indonesia dilewati oleh garis khatulistiwa. Suhu pantai atau laut di
Indonesia rata-rata 28 derajat Celsius sedangkan suhu daerah pedalaman dan
pegunungan berkisar 26 derajat Celsius dan suhu gunung yang lebih tinggi
berkisar 23 derajat Celsius. Area di Indonesia juga termasuk lembab dengan
(19)
kelembaban 70 hingga 90 persen. Meskipun belum ada penelitian yang
jelas tentang angka kejadian ketombe di Indonesia.

2.1.2.3.Etiologi
Etiologi dari ketombe bergantung dari tiga faktor, yaitu aktivitas
kelenjar sebasea, metabolisme mikroflora, dan kerentanan individu.

a. Aktivitas kelenjar sebasea


Kelenjar sebasea adalah tipe dari kelenjar holokrin pada bagian dermis
yang mensekresikan produk berupa sebum menuju folikel rambut. Aktivitas
dari kelenjar sebasea ini berhubungan dengan peningkatan angka kejadian
ketombe pada masa bayi (cradle cap), dan terus meningkat pada usia remaja
dan dewasa muda dan menurun pada umur lebih dari 50 tahun. Ketombe dapat
muncul pada kulit kepala yang kaya akan sebum.
14

Pada kulit sebum berfungsi untuk transportasi dari antioksidan,


proteksi, panas kulit, diferensiasi epidermal, dan juga proteksi dari UV.
Sebum terdiri dari trigliserida, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol,
kolesterol ester, dan squalene.

Gambar 2.4 Komponen Sebum Manusia


(Sumber : L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough Understanding
of the Etiology and Treatment of Dandruff and Seborrheic Dermatitis through Whole-Genom
Analysis.2007)

Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari sebum akan dipecah
oleh mikroflora Menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas. Asam
lemak bebas akan memulai respon iritan, termasuk hiperproliferasi dari kulit kepala.
Pemecahan dari sebum menjadi bahan yang iritatif menunjukkan bahwa sebum
bukan merupakan penyabab primer dari ketombe. Ketombe bisa ditemukan pada kulit
15

kepala yang terdiri dari banyak sebum atau tidak hal ini juga menunjukkan bahwa
sebum bukan merupakan penyebab primer dari ketombe

b. Metabolime Mikroflora
Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti pada organ tubuh lain. Salah
satu flora normal yang berada di kulit adalah jamur dari genus Malassezia. Walaupun
Malassezia adalah flora normal kulit tetapi Malassezia sangat berperan pada kelainan
pada kulit salah satunya adalah ketombe. Pada abad ke 20 nama jamur Malassezia
diubah menjadi Pityrosporum, meskipun nama Malassezia yang lebih banyak
digunakan. Malassezia disinyalir menjadi penyebab primer dari ketombe. Malassezia
dapat menyebabkan suatu kelainan apabila jumlahnya berlebih. Ketika jumlahnya
normal, Malassezia hanya menjadi jamur komensal. Malassezia banyak ditemukan di
daerah dengan suhu yang panas dan lembab.

Malassezia diklasifikasikan menjadi dua spesies yaitu : lipid dependent


spesies yang terdiri dari M.globosa, M.Restritica, M. Furfur, M.Obtusa, M.slooffiae,
M. Syympodialis, M. Japonica, M. Nana, M. Dermatis, dan M. Sympodialis, dan Non-
lipid dependent spesies yang terdiri dari zoopholix species, dan M. pachydermatis.
Malassezia globosa dan Malassezia Restritica adalah jenis Malassezia yang sering
menyebabkan kelainan pada kulit kepala.

Faktor risiko sebum dan metabolisme mikroflora Malassezia sangat berkaitan


erat. Mikroflora Malassezia hidup didaerah kaya sebum. Malassezia mensekresi
enzim hidrolitik termasuk lipase menuju extraseluler millieu. Enzim lipase akan
menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak tersaturasi spesifik dan asam lemak
tidak tersaturasi serta gliserol. Asam lemak tersaturasi digunakan Malassezia untuk
berproliferasi sedangkan asam lemak tidak tersaturasi yang akan mengiritasi kulit
kepala dengan merusak barier pertahanan kulit yang akan menyebabkan deskuamasi
dari kulit kepala.
16

Gambar 2.5 Peranan Malassezia dalam Ketombe


(Sumber : L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough Understanding
of the Etiology and Treatment of Dandruff and Seborrheic Dermatitis through Whole-Genom Analysis.
2007)

c. Kerentanan Individu
Kerentanan individu menjadi salah satu faktor dalam perkembangan
dari ketombe. Belum diketahui secara pasti bagaimana kerentanan individu
dapat memengaruhi ketombe. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan dari
fungsi barier dari stratum korneum, perbedaan respon imun dari protein dan
polisakarida yang berasal dari Malassezia dari setiap individu. (20)
17

2.1.2.4.Patofisiologi Ketombe
Terdapat empat rentetan kejadian pada patofisologi dari ketombe
1. Ekosistem dari Malasseszia dan interaksi dari Malassezia pada epidermis
2. Inisiasi dan perkembangan dari proses inflamasi
3. Proses Kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis
4. Kerusakan barrier secara fungsional maupun struktural (21)

Gambar 2.6. Patofisiologi Ketombe


(sumber: Schwartz, James R, dkk. A comprehensive patophysiology of Dandruff and Seborrheic
Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health.2013)
18

2.1.2.5.Gejala dan Tanda Ketombe


Gejala dan tanda ketombe berhubungan dengan alur patofisiologi timbulnya
ketombe.

a. Infiltrasi dari jamur Malassezia pada stratum korneum epidermis.


Jamur Malassezia adalah jamur komensal pada daerah kaya sebum.
Jamur Malassezia dapat menginfiltrasi stratum korenum dari epidermis.
Jamur Malassezia akan memecah komponen sebum (Trigiserida menjadi
asam lemak yang tersaturasi spesifik dan asam lemak tidak tersaturasi spesifik
) dimana hal ini akan menimbulkan gejala Inflamasi dan sisik yang
merupakan rangkaian patofisiologi Malassezia berikutnya.

b. Inisiasi dan perkembangan dari Proses Inflamasi


Pada tahap ini, gejala yang timbul adalah munculnya eritema, gatal,
panas, terasa terbakar, terganggunya kualitas dari rambut. Pada proses ini,
gejala yang timbul tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis
seboroik. Dimana ketombe merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang
paling rendah, dimana biasanya tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi
seperti pada dermatitis seboroik atau biasanya tanda inflamasi yang terjadi
hanya eritema.
Inisiasi dari proses inflamasi disebabkan oleh peangktifan mediator
inflamasi karena infiltrasi jamur Malassezia pada stratum korneum epidermis.
Sitokin yang teraktifasi adalah: IL- 1α, IL 1-ra, IL-8, TNF-α ,dan IFN γ, dan
juga pengeluaran histamin. Akibatnya tanda –tanda yang lebih dominan pada
gejala dari ketombe adalah sisik tipis dan juga gatal.
19

Grafik 2.1 Temuan pada kulit kepala ketombe, dermatitis seboroik, dan
normal
(Sumber : : Schwartz, James R, dkk. A comprehensive patophysiology of Dandruff and
Seborrheic Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health. 2013)

c. Proses Kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi , pada epidermis


Setelah Malassezia memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai
terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari
sebelumnya dari kulit kepala. Ketika jamur Malassezia berkembang terjadi
pemecahan trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi
epidermis. Akibat Hiperproliferasi epidermis, keratinosit yang terbentuk
menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus
yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum.
Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada
kulit kepala atau dengan bentuk bulat bergelung seperti debu yang disebut
ketombe.
20

d. Kerusakan Barrier Epidermis secara Fungsional dan Struktural


Kerusakan Barrier pada epidermis dapat menyebabkan TEWL
(Transepidermal Water Loss) , hal ini menyebabkan perasaan kering pada
kulit kepala dan perasaan ketat pada kulit kepala. Pernyataan ini sangat
bertolak belakang, karena pada keadaan seborrhea biasanya kulit kepala dan
rambut terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat
terjadi pada kulit kepala kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini
, juga terjadi perubahan dari struktur selular sehingga menyebabkan
perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk oleh ceramides menjadi
struktur lemak yang lebih kasar dan struktur lemak yang tidak terstruktur 21

2.1.3. JILBAB
2.1.3.1.Definisi
Definisi dari jilbab adalah kerudung lebar yg dipakai wanita muslim
untuk menutupi kepala dan leher sampai dada. (22)

2.1.3.2.Sejarah Jilbab
Menurut ahli tafsir dan Buya Hamka perintah penggunaan jilbab
muncul akibat dahulu banyak orang munafik yang bertebaran di jalan-jalan
ketika malam. Orang-orang ini memiliki niatan buruk dan perilaku buruk
untuk mengganggu budak-budak yang tidak menggunakan penutup
sebagaimana orang mereka memakainya. Apabila ditanya mengapa mereka
melakukan hal tersebut, mereka menjawab “Saya kira saya hanya
mengganggu budak-budak yang tidak menggunakan penutup”. (12)
21

Akhirnya diturunkan surat Al-Ahzab ayat 59

Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan


isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah lagi maha
pengampun dan bijaksana”

Sebelum Al-ahzab, sudah ada ayat Alquran yang membahas tentang


kewajiban menutup aurat pada wanita pada surat An-Nur: 31

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan


pandangan dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakakan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak kepadanya. Dan hendaklah mereka
22

menutupi kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan


perhiasannya putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara
laki-laki mereka, atau putera-putura saudara laki laki mereka, atau putera-
putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayanan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada
Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

2.1.3.3 Jilbab di Indonesia


Di Indonesia sendiri, Penggunaan jilbab sudah terjadi sejak berabad-
abad lalu pada saat agama Islam masuk Indonesia. Penggunaan jilbab sebagai
identitas muslimah mengalami pergeseran dari waktu kewaktu. Pada era-80 an
penggunaan jilbab hanya sebatas simbol keagamaan dari sebagian kelompok
perkumpulan saja. Penggunaan jilbab hanya dikenakan pada acara-acara
kebesaran islam, dan perbincangan tentang jilbab bukan hal yang umum dan
hanya sebatas kajian keagamaan saja. pada era-80 an penggunaan jilbab tidak
didukung oleh negara. Penggunaan jilbab dikritik sebagai pengaruh dari
budaya Arab yang masuk ke Indonesia bukan budaya Islam yang berkembang
di Indonesia. Negara melarang siswi sekolah dan pekerja wanita pada kantor
pemerintahan menggunakan jilbab. (23)
Teapi sejak tahun 2000, Pemakaian jilbab sudah lebih bebas,
Pemakaian jilbab dan perbincangan tentang jilbab sudah menjadi hal yang
umum dan bukan merupakan simbol dari sebagian kelompok saja. Pemakaian
jilbab sudah bersatu padu dengan kebudayaan dan juga era globalisasi
sehingga menghasilkan trend modern dari jilbab yaitu jilbab dengan berbagai
kreasi dan variasi. (24)
Indonesia sendiri, sudah menjadi bagian dari sejarah perkembangan
jilbab modern di dunia. Banyak variasi-variasi jilbab asal Indonesia yang
memikat mata dunia (25)
23

2.1.4 Faktor-Faktor Risiko Penggunaan Jilbab Terhadap Kejadian Ketombe


Hubungan ketombe dengan pemakain jilbab erat kaitannya dengan
pertumbuhan jamur Malassezia. Layaknya jamur pada umumnya, Malassezia
(26)
tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan kaya keringat.
Banyak hal yang dapat meningkatkan jumlah keringat didalam tubuh, seperti
latihan fisik yang keras, ataupun peningkatan hormon androgen pada saat
seseorang pubertas. (27)
Pengeluaran keringat didalam tubuh manusia dipengaruhi oleh
pengeluaran panas dari dalam tubuh

Gambar 2.7. Mekanisme Pengeluaran Panas dari dalam tubuh


(Guyton, Arthur C; Hall, John E. Textbook of Medical Physiology. 2006)

Pengeluaran panas didalam tubuh melalui mekanisme:


a. Radiasi
Kehilangan panas akibat radiasi diartikan sebagai kehilangan panas
dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Setiap benda yang memiliki
temperatur tidak absolut nol dapat meradiasikan gelombang panas dalam
bentuk gelombang elektromagnetik pada benda lain termasuk tubuh manusia.
Ketika panas dalam tubuh lebih besar daripada panas lingkungan, energi
panas dapat dikeluarkan melalui radiasi.
24

b. Konduksi
Kehilangan panas akibat konduksi biasanya diartikan sebagai
kehilangan panas dari dalam tubuh menuju benda padat.

Panas adalah energi kinetik dari pergerakan molekular, dan molekul


dari kulit secara berkesinambungan mengalami gerakan vibrasi. Gerakan
vibrasi ini yang akan menimbulkan panas.

c. Konveksi
Kehilangan panas akibat konveksi adalah kehilangan panas melalui
udara.

d. Evaporasi
Kehilangan panas akibat Evaporasi akan terjadi ketika panas
lingkungan melebihi panas tubuh. Sehingga tubuh akan mengeluarkan
keringat sebagai kompensasi pengeluaran panas melalui metode evaporasi.

Efek dari penggunaan baju pada pengeluaran panas melalui metode konduktif
Penggunaan baju akan menahan udara panas pada serat baju, dengan demikian
akan meningkatkan ketebalan “privat zone” pada udara panas yang berdekatan
dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara untuk mengganti udara panas pada
kulit. Sehingga kehilangan panas dari tubuh melalui teori konduksi dan konveksi
diturunkan. Panas yang keluar setengahnya akan disebarkan pada serat pakaian
daripada dikonduksikan ke lingkungan. Dengan demikian ketika seseorang
menggunakan lapisan pakaian lebih dari satu (dengan lapisan yang tipis), lebih
banyak udara panas yang akan disimpan didalam serat pakaian sehingga pengeluaran
panas lebih sedikit terjadi.
Ketika keadaan baju lembab, pertahanan akan panas tubuh dari dalam tubuh
melui pakaian akan berkurang tetapi panas dari lingkungan yang masuk kedalam
25

tubuh akan meningkat. Karenaa Air memiliki konduktivitas tinggi, sehingga ketika
keadaan lingkungan panas, panas lebih mudah ditransfer ke seluruh tubuh. (28)

a. Bahan Jilbab

Bagan 1 Klasifikasi Serat Bahan


(Sumber: Hongu, Tatsuya, dkk. 2000.New Milenium Fibers. CRC Press LLC: USA)

Pemilihan Bahan Jilbab


Bahan yang digunakan pada jilbab berkaitan dengan kemampuan bahan
tersebut untuk mengabsorbsi keringat dari kulit menuju serat–serat dari bahan
tersebut. Kemampuan ini berkaitan klasifikasi dari bahan tersebut, apakah termasuk
serat alam atau serat buatan. Bahan yang natural juga tidak akan mengganggu
penguapan panas, sehingga keringat yang dihasilkan juga lebih banyak ketika
menggunakan bahan yang menginterfensi pengeluaran panas dari dalam tubuh (21)
26

1. Polyester
Bahan polyester (sintetik) dapat merefleksikan panas kembali kedalam
tubuh dan menurunkankeluar nya panas dari tubuh. Bahan sintetik juga tidak
memiliki kemampuan untuk mengabsorbsi air. Serat atau bahan sintetik akan
menjadi bahan penolak air, kemudian menyebabkan keringat menumpuk pada
permukaan kulit dan tidak dapat diserap, menurunkan fungsi evaporasi, dan
dapat menyebabkan tidak nyaman dan iritasi. Sedangkan serat atau bahan
natural lebih baik dalam penyerapan air dan mempermudan untuk menyerap
dari permukaan.

2. Katun
Materi yang sangat baik untuk iklim tropis karena mendukung
pergerakan udara dari kulit menuju bahan, menyebabkan panas menghilang
dan menurunkan kelembaban. Bahan katun juga dapat mengabsorbsi
kelembaban secara baik, menyebabkan kulit menjadi kering dan
meningkatkan evaporasi.

3. Linen
Bahan linen dingin, dapat terabsorbsi, dan sangat nyaman. Linen dapat
menghilangkan air dengan cepat. Kekurangan dari linen bahannya mudah
rusak.

4. Rayon
Rayon Didapat dari natural selulosa. Tidak menahan panas sehingga
panas lebih mudah dikeluarkan dari dalam tubuh

b. Warna Jilbab
27

Penggunaan jilbab berwarna gelap berhubungan dengan hubungan warna


dalam mengabsorbsi panas . Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar
dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan akan merefleksikan
energi panas yang didapat. Warna hitam adalah warna yang mengabsorbsi panas
paling besar karena warna hitam tidak merefleksikan cahaya sama sekali dari energi
panas. (30)

Ketika ada sebuah benda berwana dan ada cahaya yang menyinari benda
tersebut benda tersebut akan menampilkan warna sesuai dengan warna tersebut.
Warna hitam yang terlihat adalah bukti bahwa semua energi cahaya diserap atau
diabsorbsi seluruhnya oleh benda tersebut sehingga menimbulkan kesan warna hitam.
(30)

c. Warna Lapis Jilbab


Sama seperti warna jilbab, warna lapis jilbab juga menentukan tingkat
kelembaban dari jilbab. Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar
dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan merefleksikan
energi panas yang didapat. Warna gelap juga akan mengabsorbsi panas paling besar
tanpa merefleksikan energi panas tersebut (30)

d. Warna Dalaman Jilbab


Hal ini berkaitan dengan daya absorbsi dan refleksi dari energi panas sama
seperti warna jilbab dan warna lapis jilbab. (30)
28

Gambar 2.7. Ilustrasi Absorbsi dan Refleksi Cahaya


(Sumber: Smith, John and wes Throp,2006,The Effect of Colour on
Temperatures Inside)

e. Penggunaan Dalaman Jilbab


Dalaman Jilbab dapat dianalogikan sebagai pakaian ketat yang
digunakan. Ketika kita memakai bahan ketat pada tubuh dapat menyebabkan
akumulasi dari keringat dengan sangat cepat. Sehingga Keringat menjadi lebih
banyak.
29

2.2 Kerangka Teori


Lama jilbab Penggunaan
Bahan dan Lapis dan
perhari dalaman dan
Makanan Warna jilbab warna lapis
Genetik Stress warna dalaman
berlemak Usia jilbab

Aktivitas kelenjar
Variasi musim Penggunaan Jilbab
Sebasea

Peningkatan
sekresi sebum
Proliferasi Malassezia
kelembaban
Komposisi
sebum
Ketombe

squelen sterol Wax Eter Trigliserida

Deskuamasi
kulit kepala Merusak asam lemak tidak asam lemak
Barrier tersaturasi tersaturasi spesifik
Pertahanan
Respon
Iritatif
Perbedaan
barrier
Kerentanan pertahanan

Individu
Peningkatan
respon terhadap
Malassezia
30

2.3 Kerangka Konsep

Lama Variasi Musim


Penggunaan
Jilbab perhari

Bahan Jilbab

Warna Jilbab
Pemakaian jilbab Kelembaban ketombe
Lapis Jilbab

Bahan Lapis
Jilbab

Warna Lapis Jilbab

Penggunaan
dalaman jilbab

Warna dalaman
Jilbab

Genetik

Makanan berlemak

Stress Sekresi sebum

Usia remaja
dan dewasa
muda
31

2.4 Definisi oprasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil ukur Skala


mengukur

1 Variabel
Independen Lama responden Kuesioner Pengisian 0. >12 Jam Nominal
a. penggunan menggunakan jilbab kuesioner 1. < 12 Jam
jilbab perhari (dilaporkan
perhari dalam jam )

b. Warna Warna jilbab yang Kuesioner Pengisian 0. Gelap Nominal


kuesioner
Jilbab dominan digunakan oleh 1. Terang
responden
c. Jumlah Jumlah lapisan jilbab Kuesioner Pengisian 0. > 1 Lapis Nominal
Kuesioner
lapis Jilbab yang dominan 1. 1 lapis
digunakan oleh
responden
d. Warna Warna lapisan jilbab Kuesioner Pengisian 0. Gelap Nominal
kuesioner
lapis jilbab yang sehari-hari 1. Terang
dikenakan oleh
responden
e. Dalaman Dalaman jilbab yang Kuesioner Pengisian 0. Memakai Nominal
kuesioner
jilbab dominan digunakan oleh dalaman
responden 1. Tidak
memakai
dalaman
32

f. Warna Warna yang digunakan Kuesioner Pengisian 0. Gelap Nominal


dalaman kusioner
pada dalaman jilbab 1. Terng
jilbab
yang sehari-hari
digunakan oleh
responden
Variabel Nominal
2 Dependen Sisik putih tipis Kuesioner Pengisian 0. Ketombe
Ketombe berbentuk bulat atau Kuesioner 1. Tidak
serpihan yang terdapat ketombe
pada kulit kepala atau
rambut
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan case control
untuk mengetahui hubungan faktor risiko penggunaan jilbab dengan kejadian
ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta

3.2. Tempat dan waktu penelitian


Tempat : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Waktu : Juli 2014

33
34

3.3. Populasi dan Sampel


Populasi terjangkau pada penelitian adalah mahasiswi Univeristas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta umur 17-25tahun. Sampel adalah mahasiswi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta umur 17-25 tahun
yang dipilih dengan purposive sampling.

3.4. Jumlah sampel


Perkiraan besar sampel diambil berdasarkan rumus besar sampel analitik
kategorik tidak berpasangan

N1=N2 : Jumlah sampel penelitian


: derivat baku alpha
35

Zβ : derivat baku beta


P1 : Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti
Q1 : 1-P1
P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
Q2 : 1-P2
P : Proporsi total

Q : 1-P
P1-P2 : Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0,2

Jadi:
P1 = P2 + 0,2 = 0,5 + 0,2 = 0,7
Q1= 1- P1 = 1- 0,7 = 0,3

P = = = 0,6

Q = 1-P = 1-0,6 = 0,4

Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk total sampel penelitian didapatkan


hasil sebagai berikut:

= 93

= 93 + 10% = 102 (pada setiap kelompok)

Sehingga total responden penelitian 204

3.5. Kriteria sampel


Kriteria Inklusi
 Sampel merupakan mahasiswi berumur 17-25 tahun
 Sampel bersedia untuk mengikuti penelitian
36

 Subjek dapat berbahasa indonesia

Kriteria Eksklusi

 Memiliki penyakit immunodefisiensi


 Memiliki penyakit psoriasis
 Subjek tidak dapat berbahasa indonesia

3.6. Cara Kerja Penelitian

Pemilihan subyek
Persiapan penelitian Pengisian inform
penelitian berdasarkan
Kriteria inklusi concern

Analisa data Pengisian kuesioner


Kesimpulan

3.7. Variabel yang diteliti


Variabel bebas
 Lama penggunaan jilbab, warna jilbab, jumlah lapis jilbab, warna
lapis jilbab, Pemakaian dalaman jilbab, warna dalaman jilbab
Variabel terikat
 Klasifikasi ketombe dan tidak ketombe

3.8. Management Data


3.8.1. PengolahanData
Pengolahan data dilakukan menggunakan program SPSS (Statistical Package
For the social science) yang terdiri dari beberapa tahapan:
a. Editing
Tahapan yang dilakukan pada proses editing adalah pengecekan
lembar inform concern dan kuesioner
b. Coding
Tahapan yang dilakukan pada proses coding adalah mengubah data
berbentuk kalimat menjadi bentuk angka
c. Processing
37

Processing adalah kegiatan untuk memproses data dari hasil kuesioner


(entry) kedalam computer
d. Cleaning
Adalah tahapan pengoreksian kembali data yang telah dimasukkan (entry).

3.8.2. Analisis Data


Pada subbab analisis data peneliti akan menyajikan data hasil
penelitian mengenai Identitas responden, data kelembaban jilbab, data
perawatan rambut dan data kebiasaan penggunaan jilbab responden dengan
jumlah responden sebesar 204. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden. Hasil dari pengambilan data disajikan dalam
bentuk tabel.
Setelah kuesioner terkumpul, Peneliti mengidentifikasi apakah
responden tergolong dalam kategori ketombe atau tidak ketombe.Responden
dikelompokkan berdasarkan pertanyaan, yaitu:

Subjektif dari responden

1. Saya memiliki masalah ketombe


2. Saya memiliki masalah ketombe pada rambut setelah saya menggunakan
jilbab

Data tersebut dikonfirmasi dengan pertanyaan

1. Saya menemukan sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan
setelah menggaruk kulit kepala saya
2. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk kecil atau serpihan pada baju
saya
3. Saya memiliki sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan pada rambut
saya
4. Saya melihat sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan selain pada
kulit kepala saya (apabila jawaban anda setuju dan sangat setuju sebutkan
didaerah mana)
38

Pertanyaan nomor empat untuk mengidentifikasi apakah responden


tergolong dalam klasifikasi ketombe dematitis seboroik kategori ringan atau
dermatitis seboroik dengan tingkatan yang lebih berat.
Penetapan kelompok ketombe dilakukan apabila menyatakan setuju satu
dari pertanyaan subjektif responden dan satu dari pertanyaan objektif dari
responden. Dari data yang telah diperoleh diperoleh hasil 102 kelompok
ketombe, 102 kelompok tidak ketombe, dan 0 kelompok dermatitis seboroik
kategori berat.
Setelah ditentukan kelompok ketombe dan tidak ketombe peneliti
melaukan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis bivariat berfungi
untuk menghubungkan antara variable terikat dan variable bebas dengan
menggunnakan uji chi square. Tingkat kemaknaan yang digunakan pada
penelitian ini adalah 5% (α=0,05) .
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Fakultas dan Program Studi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Universitas
Islam di daerah Ciputat, Tanggerang Selatan yang memiliki beberapa Fakultas
dan Program Studi, yaitu:
1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan
Program studi: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab,
Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan IPS, Pendidikan Matematika,
Pendidikan Biologi, Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia, Manajemen
Pendidikan, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan MI/ SD.
2. Fakultas Adab dan Humaniora
Program studi: Bahasa dan Sastra arab, Sejarah dan Peradaban Islam,
Tarjamah, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Bahasa dan Sastra Inggris
3. Fakultas Ushuludin
Program studi: Perbandingan Agama, Tafsir Hadits, Aqidah dan Filslafat
4. Fakultas Syariah dan Hukum
Program studi: Ahwal Syakhsyiyah, Perbandingan Mahzab dan Hukum,
Jinayah Siyasah, Mua’malat, Ilmu Hukum
5. Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Program studi: Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bimbingan Penyuluhan
Islma, Manajemen dakwah, Pengembangan Masyarakat Islam,
Kesejahteraan Sosial
6. Fakultas Dirasat Islamiyah
Program studi: Dirasat Islamiyah
7. Fakultas Psikologi
Program studi: Psikologi
8. Fakultas Ekonomi dan Bisnis

39
40

Program studi: Akutansi, Manajemen, Ilmu Ekonomi dan Studi


Pembangunan, Perbankan dan Keuangan Syariah, Ekonomi Syariah
9. Fakultas Sains dan Teknologi
Program studi: Teknik Informatika, Agribisnis, Sistem Informasi,
Matematika, Biologi, Kimia, Fisika
10. Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program studi: Program Studi Pendidikan Dokter, Farmasi, Kesehatan
Masyarakat, Ilmu Keperarawatan
11. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program studi: Hubungan International, Ilmu Politik, dan Sosiologi
12. Sekolah Pascasarjana
Program studi: Magister Studi Islam, Doktor Studi Islam

4.2. Gambaran Umum Peraturan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN)


Syarif Hidayatullah Jakarta Mengenai Pakaian Mahasiswa
Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menenetapkan tata
tertib mahasiswa berdasarkan direktur jendral pendidikan Islam dan kode etik
mahasiswa yang mengatur sikap, perbuatan, perkataan, dan pakaian
mahasiswa Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang
tata tertib mahasiswa perguruan tinggi agama Islam bab tiga pasal tiga nomor
enam dijelaskan bahwa setiap mahasiswa berkewajiban untuk berpakaian
sopan, rapi, bersih, dan menutup aurat terutama pada saat kuliah, ujian dan
ketika berurusan dengan dosen, karyawan, maupun pimpinan. Khusus bagi
mahasiswi wajib berbusana muslimah sesuai dengan syariat Islam.
Peraturan mengenai pakaian yang dikenakan mahasiswa juga berada
pada Kode Etik Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Nomor 073 A Tahun 2002 Bab IV Pasal 6 poin D
tentang Busana Mahasiswa ditegaskan bahwa mahasiswa harus mengenakan
pakaian muslim.
41

4.3. Gambaran Umum Sampel Penelitian


Sampel diambil dengan metode purposive sampling dengan besar sampel
sebanyak 102 mahasiswi berketombe dan 102 mahasiswi tidak berketombe.
Total sampel berjumlah 204.

4.4. Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner


Sebelum kuesioner digunakan dilakukan uji validitas dan uji reabilitas
kuesioner pada 30 mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Responden tersebut bukan subjek dari sampel
penelitian.

4.4.1. Uji Validitas Kuesioner


Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan
membandingkan nilai r tabel dengan r hasil (dapat dilihat pada kolom
corrected item total correlation . Pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r
tabel = 0.361. Apabila nilai r hasil > r tabel menyatakan bahwa pertanyaan
tersebut valid. Kuesioner yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner yang
telah melalui tahap validitas dimana setiap hasil r hasil sudah lebih besar
dibandingkan dengan r tabel.

4.4.2. Uji Reabilitas Kuesioner


Setelah melakukan uji validitas, peneliti melakukan uji reabilitas pada kedua
kuesioner (kuesioner tentang ketombe dan kuesioner tentang penggunaan
jilbab). Setelah melakukan uji reabilitas didapatkan nilai Cronbach’s Alpha
pada kuesioner tentang ketombe sebesar 0,741 sedangkan pada kuesioner
tentang pemakaian jilbab didapatkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,681
dan 0,712. Nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6, sehingga pertanyaan pada
kedua kuesioner dinyatakan reliabel.
42

4.4. Analisa Data


Dari 204 responden yang mengisi kuesioner tidak ada responden yang
di drop out. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
responden. Hasil dari pengambilan data disajikan dalam bentuk tabel. Data
yang disajikan berupa data mengenai identitas responden yang terdiri dari:
usia responden, fakultas responden. Data mengenai gejala pada kelembaban
rambut yang terdiri dari: gejala rambut rontok setelah pemakaian jilbab, gejala
rambut gatal, dan gejala rambut gatal setelah menggunakan jilbab. Data
mengenai perawatan rambut responden yang terdiri dari: jenis penggunaan
sampo, keringkan rambut sebelum menggunakan jilbab. Data kebiasaan
penggunaan jilbab terdiri dari: penggunaan jilbab perhari, warna jilbab,
penggunaan lapis jilbab, warna lapis jilbab, penggunaan ciput, dan
penggunaan warna ciput.

4.5. Karakteristik Responden


4.5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.1.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden


Usia responden Jumlah (n) Persen (%)
< 20 tahun 98 48

≥ 20 Tahun 106 52

Total 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.1 dapat dilihat responden penelitian yang


berumur < 20 tahun berjumlah 98 orang (48%) dan responden yang berumur ≥
20 tahun berjumlah 106 orang (52 %).
43

4.5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas

Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Fakultas

Fakultas Responden Jumlah (n) Persen (%)


Kedokteran dan Ilmu
128 62.7
Kesehatan
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 36 17.6
Ekonomi dan Bisnis 9 4.4
Sains dan Teknologi 7 3.4
Syariah dan Hukum 6 2.9
Dirasat Islamiyah 4 2.0
Ilmu Dakwah dan Ilmu
4 2.0
Komunikasi
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4 2.0
Psikologi 3 1.5
Adab dan Humaniora 2 1.0
Ushuludin 1 0.5
Total 204 100.0

Berdasarkan tabel 4.1.2 dapat dilihat responden penelitian dominan


berasal dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dengan jumlah
responden 128 (62,7%), dilanjutkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan dengan jumlah responden 36 (17,6%). Fakultas Ekonomi dan
Bisnis dengan jumlah responden 9 (4,4%). Fakultas Sains dan teknologi
dengan jumlah responden 7 (3,4%). Fakuktas Syariah dan Hukum dengan
jumlah responden 6 (2,9%). Fakultas Dirasat Islamiyah, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan jumlah responden masing-masing 4 (2%), Fakultas Psikologi dengan
jumlah responden 3 (1,5%), Fakultas Adab dan Humaniora dengan jumlah
responden 2 atau dengan persentase 1%, dan yang terakhir adalah Fakultas
Ushuludin dengan jumlah responden 1( 0,5%).
44

4.6.Gejala Kelembaban Rambut Responden


4.6.1. Distribusi Gejala Rambut Rontok Setelah Pemakaian Jilbab

Tabel 4.1.3 Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Rontok Setelah Memakai Jilbab
Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %

Ya 33 32,4 47 46,1 80 39,2


Rambut rontok
setelah penggunaan
jilbab
Tidak 69 67,6 55 53,9 124 60,8

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.3 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak yang menyatakan rambut nya tidak rontok setelah penggunaan jilbab
dengan jumlah 124 (60,8%) responden. Kejadian rambut rontok setelah
penggunaan jilbab pada kelompok ketombe berjumlah 33 (32,4%) sedangkan,
kejadian rambut rontok setelah penggunaan jilbab pada kelompok tidak
ketombe berjumlah 47(46,1%) responden. Sehingga dapat disimpulkan
kejadian rambut rontok setelah penggunaan jilbab lebih banyak terjadi pada
kelompok tidak ketombe dibandingkan dengan kelompok ketombe.
45

4.6.2. Distribusi Gejala Rambut Gatal Pada Responden

Tabel 4.1.4 Distribusi Frekuesi Gejala Rambut Gatal


Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %

Ya 72 70,6 25 24,5 97 47,2


Rambut gatal

Tidak 30 29,4 77 75,5 107 52,5

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.4 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak yang menyatakan rambut nya tidak gatal dengan jumlah 107 (52,5%)
responden. Kejadian rambut gatal pada responden kelompok ketombe
berjumlah 72 (70,6%) sedangkan, pada responden kelompok tidak
berketombe berjumlah 25 (24,5%) responden. Sehingga dapat disimpulkan
gejala rambut gatal lebih banyak terjadi pada responden dengan kelompok
ketombe dibandingkan dengan responden kelompok tidak ketombe.

4.6.3. Distribusi Gejala Rambut Gatal Setelah Menggunakan Jilbab

Tabel 4.1.5 Distribusi Frekuesi Gejala Rambut Gatal Setelah Menggunakan Jilbab
Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %

Ya 24 23,5 15 14,7 39 19,1


Rambut gatal setelah
menggunakan jilbab
Tidak 78 76,5 87 85,3 165 80,9

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100


46

Berdasarkan tabel 4.1.5 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak yang menyatakan rambut nya tidak gatal setelah menggunakan jilbab
dengan jumlah 165 (80,9%) responden. Kejadian rambut gatal setelah
menggunakan jilbab pada responden dengan kelompok ketombe berjumlah 24
(23,5%) sedangkan, kejadian rambut gatal setelah menggunakan jilbab pada
responden kelompok tidak ketombe berjumlah 15 (14,7%). Sehingga dapat
disimpulkan gejala rambut gatal setelah penggunaan jilbab lebih banyak
terjadi pada responden dengan kelompok ketombe dibandingkan dengan
responden kelompok tidak ketombe.

4.7.Perawatan Rambut Responden


4.7.1. Distribusi Penggunaan Jenis Sampo pada Responden

Tabel 4.1.6 Distribusi Frekuesi Penggunaan Jenis Sampo Responden

Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %

Sampo Anti
10 9,8 6 5,9 16 7,8
Dandruff
Penggunaan jenis
sampo responden
Sampo biasa 92 90,2 96 94,1 188 92,2

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.6 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak responden yang menggunakan sampo biasa dengan jumlah 188
(92,2%) responden. Penggunaan sampo anti dandruff pada kelompok ketombe
berjumlah 10 (9,8%) sedangkan, penggunaan sampo anti dandruff pada
kelompok tidak ketombe berjumlah 6 (5,9%). Dengan demikian dapat
disimpulkan penggunan sampo anti dandruff lebih banyak pada kelompok
ketombe dibandingkan dengan kelompok tidak ketombe.
47

4.7.2. Distribusi Kebiasaan Mengeringkan Rambut Sebelum Menggunakan


Jilbab

Tabel 4.1.7 Distribusi Frekuesi Kebiasaan Mengeringkan Rambut Sebelum


Menggunakan Jilbab
Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %

Responden Ya 77 75,5 85 83,3 162 79,4


mengeringkan rambut
sebelum penggunaan
jilbab
Tidak 25 24,5 17 16,7 42 20,6

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan tabel 4.1.7 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak responden yang mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab
dengan jumlah 162 (79,4%) responden. Responden yang tidak
mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab pada kelompok
ketombe berjumlah 25 (24,5%) sedangkan, responden yang tidak
mengeringkan rambut pada kelompok tidak ketombe berjumlah 17 (16,7%).
Sehingga dapat disimpulakan Kebiasaan mengeringkan rambut sebelum
memakai jilbab lebih banyak pada kelompok tidak ketombe dibandingkan
dengan kelompok ketombe.
48

4.8. Kebiasaan Penggunaan Jilbab


4.8.1. Distribusi Lama Penggunaan Jilbab dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.8 Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan Jilbab


Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %
Lama Penggunaan ≤10 tahun 74 72,5 78 76,5 152 74,5
Jilbab

>10 Tahun 28 27,5 24 23,5 52 25,5

Total 102 100.,0 102 100,0 204 100,0

Berdasarkan data dari tabel 4.1.8 dapat dilihat responden yang


menggunakan Jilbab ≤10 Tahun berjumlah 152 responden (74,5%)
sedangkan responden yang menggunakan jilbab >10 tahun berjumlah 52
responden (25,5%). Angka kejadian ketombe pada responden yang
menggunakan jilbab ≤ 10 tahun adalah sebanyak 74 (72,5%)

4.8.2. Analisis Hubungan Antara Lama Penggunaan Jilbab dalam Satu


Hari dengan Kejadian Ketombe
Tabel 4.1.9 Hubungan Lama Penggunaan Jilbab dalam Satu Hari dengan
Kejadian Ketombe
Kejadian Ketombe
p-
Ketombe Tidak Total OR(IK 95%)
value
Ketombe
n % N % N %

≤ 12
87 85,3 87 85,3 174 85,3
Lama Jam
penggunaan 1.000(0.461-
1.000
jilbab 2.170)
>12 jam 15 14,7 15 14,7 30 14,7

Total 102 100,0 102 100,0 204 100


49

Berdasarkan Tabel 4.1.9 dapat dilihat responden yang menggunakan


Jilbab ≤ 12 jam perhari berjumlah 174 responden (85,3%) sedangkan,
responden yang menggunakan jilbab >12 jam perhari berjumlah 30
responden (14,7%). angka kejadian ketombe pada responden yang
menggunakan jilbab >12 Jam adalah sebanyak 15 responden (14,7%).
Sedangkan angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan
jilbab ≤12 jam adalah 87 responden (85,3 %).
Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 1,000 (p < 0,05)
maka secara statistik tidak terdapat hubungan antara lama penggunaan jilbab
dalam satu hari dengan kejadian ketombe.
Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 1,000 dengan
interval kepercayaan 95% sebesar 0,461-2,170. 1 (satu) termasuk dalam
interval kepercayaan, maka dapat dikatakan faktor risiko tidak bermakna
sehingga dapat mendukung kesimpulan lama penggunaan jilbab dalam satu
hari tidak memiliki hubungan dengan kejadian ketombe pada responden.

4.8.3. Analisis Hubungan Antara Warna Dominan Jilbab yang Digunakan


dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.10 Hubungan antara Warna Dominan Jilbab yang digunakan dengan
Kejadian Ketombe

Kejadian Ketombe OR(IK


Total p-value
Ketombe Tidak Ketombe 95%)
n % N % N %

gelap 62 60,8 38 37,3 100 49


Warna jilbab 2,611
yang dominan 0,001 (1,484-
digunakan 4,593)
terang 40 39,2 64 62,7 104 51

Total 102 100,0 102 100,0 204 100,0


50

Berdasarkan Tabel 4.1.10 dapat disimpulkan responden yang


menggunakan Jilbab dengan warna dominan gelap berjumlah 100 responden
(49%). sedangkan responden yang menggunakan jilbab sehari-hari dengan
warna dominan terang berjumlah 104 ( 51%) responden. Angka kejadian
ketombe pada responden yang menggunakan jilbab dengan warna dominan
gelap adalah sebanyak 62 ( 60,8%) responden Sedangkan kejadian ketombe
pada responden yang menggunakan jilbab dengan warna dominan terang
adalah sebesar 40 (39,2%).
Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05)
maka secara statistik terdapat hubungan antara warna dominan dari jilbab
yang dikenakan dengan kejadian ketombe
Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 2,611 dengan
interval kepercayaan 95% sebesar 1,484-4,593. Artinya, responden yang
menggunakan warna hitam sebagai warna dominan pada jilbab yang
digunakan mempunyai kemungkinan 2,611 kali mengalami ketombe
dibandingkan dengan responden yang menggunakan warna terang sebagai
warna dominan pada jilbab yang digunakan.

4.8.4. Analisis Hubungan Antara Jumlah Lapisan Jilbab Dominan yang


digunakan dengan kejadian ketom
Tabel 4.1.11 Hubungan antara Jumlah Lapis Jilbab Responden dengan
Kejadian Ketombe

Kejadian Ketombe OR(IK


Total p-value
Ketombe Tidak Ketombe 95%)
N % N % N %
3,011
Jumlah lapis 1 Lapis 62 60,8 84 17,6 146 71,6
0,001 (1,578-
jilbab >1 Lapis 40 39,2 18 82,4 58 28,4 5,746)
Total 102 100,0 102 100,0 204 100,0
51

Berdasarkan Tabel 4.1.11 dapat disimpulkan responden yang


menggunakan jilbab satu lapis adalah 146 (71,6%) responden sedangkan,
responden yang menggunakan jilbab >1 lapis adalah sebanyak 58 (28,4%).
angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab 1 lapis
adalah 62 (60,8%) responden sedangkan, kejadian ketombe pada responden
yang menggunakan jilbab >1 lapis adalah sebanyak 40(39,2%) responden.

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05)


maka secara statistik terdapat hubungan antara jumlah lapisan jilbab yang
digunakan dengan kejadian ketombe
Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 3,011 dengan
interval kepercayaan 95% sebesar 1,578-5,746. Artinya, responden yang
menggunakan Jilbab >1 mempunyai kemungkinan 3,011 kali mengalami
ketombe dibandingkan dengan responden yang menggunakan jilbab hanya 1
lapis.

4.8.5. Analisis Hubungan Antara Warna Lapis Jilbab Dominan yang


Digunakan dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.12 Hubungan Antara Warna lapis jilbab dengan kejadian


ketomba

Kejadian Ketombe
p-
Ketombe Tidak Total OR(IK 95%)
value
Ketombe
n % N % N %

Warna Gelap 27 26,5 13 12,7 40 19,6


dominanan 2,465 (1,188-
0,014
pada lapisan Terang atau 5,112)
jilbab tidak 75 73,5 89 87,3 164 80,4
menggunakan
Total 102 100,0 102 100,0 204 100,0
52

Berdasarkan Tabel 4.1.12 dapat disimpulkan responden yang


menggunakan warna lapis jilbab dengan dominan berwarna gelap adalah 40
(19,6%) responden sedangkan, responden yang dominan menggunakan warna
lapis jilbab terang atau tidak menggunakan sejumlah 164 (80,4) responden.

Angka kejadian ketombe pada responden yang menggunakan jilbab


dengan warna dominanan pada lapis jilbab (apabila memakai lebih dari 1
lapis) gelap adalah 27 (26,5%) responden sedangkan, angka kejadian ketombe
pada responden yang menggunakan warna dominan pada lapis jilbab terang
atau tidak menggunakann adalah 75 ( 73,5%)

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,014 (p < 0,05)


maka secara statistik terdapat hubungan antara warna dominan pada lapisan
jilbab yang digunakan dengan kejadian ketombe

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 2,465 dengan


interval kepercayaan 95% sebesar 1,118-5,112. Artinya, responden yang
menggunakan warna dominan gelap pada lapis jilbab yang digunakan
mempunyai kemungkinan 2,465 kali mengalami ketombe dibandingkan
dengan responden yang menggunakan warna dominan jilbab terang dan tidak
menggunakan lapis jilbab.
53

4.8.6. Analisis hubungan Antara Penggunaan Dalaman Jilbab dengan


Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.13 Hubungan antara Kebiasaan Penggunaan Ciput dengan


Kejadian Ketombe
Kejadian Ketombe
p- OR(IK
Tidak Total
Ketombe value 95%)
Ketombe
N % N % N %
Menggunakan
70 68,6 55 53,9 125 61,3 1,869 (CI
Kebiasaan ciput
95%
penggunaan Tidak 0,031
1,056-
ciput menggunakan 32 31,4 47 46,1 79 38,7
3,310)
ciput
Total 102 100,0 102 100,0 204 100,0

Berdasarkan data dari tabel 4.1.13 dapat disimpulkan responden yang


menggunakan ciput adalah 125 (61,3%) responden sedangkan responden
yang tidak menggunakan ciput adalah 79 (38,7%) responden . Kejadian
ketombe pada responden yang memiliki kebiasaan menggunakan dalaman
jilbab adalah 70 (68,6%) responden sedangkan, kejadian ketombe pada
responden yang tidak menggunakan ciput adalah 47 (46,1%)

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,031 ( p < 0,05)


maka secara statistik terdapat hubungan antara penggunaan ciput dengan
kejadian ketombe.

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 1,869 dengan


interval kepercayaan 95% sebesar 1,056-3,310. Satu termasuk dalam interval
kepercayaan, maka dapat dikatakan faktor risiko bermakna sehingga dapat
mendukung kesimpulan kebiasaan penggunaan ciput memiliki hubungan
dengan kejadian ketombe pada responden
54

4.8.7. Analisis Hubungan Penggunaan Warna Dalaman Jilbab Dominan


dengan Kejadian Ketombe

Tabel 4.1.14 Hubungan antara Kebiasaan Penggunaan Warna Ciput


dengan Kejadian ketombe

Kejadian Ketombe p- OR(IK


Total
Ketombe Tidak Ketombe value 95%)
N % N % N %

gelap 55 53,9 39 38,2 125 49,5


1,890 (Cl
Warna 0.025 95% 1,082-
ciput Terang atau 3,302)
tidak
47 46,1 63 61,8 79 50,5
menggunaka
n ciput
Total 102 100,0 102 100,0 204 100

Berdasarkan Tabel 4.1.14 dapat disimpulkan responden yang


menggunakan ciput dengan warna gelap adalah 125 (49,5%) sedangkan
responden yang menggunakan ciput terang atau tidak menggunakan ciput
adalah 79 (50,5%) responden. Angka kejadian ketombe pada responden
yang memiliki kebiasaan menggunakan ciput dengan warna gelap adalah
55 (53,9%) sedangkan, kejadian ketombe pada responden yang
menggunakan warna ciput terang atau tidak menggunakan ciput sebanyak
47 (46,1%)

Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,025 (p < 0,05)


maka secara statistik terdapat hubungan antara penggunaan jilbab dengan
warna gelap dengan kejadian ketombe.
55

Hasil odds Ratio yang didapatkan peneliti adalah 1,890 dengan


interval kepercayaan 95% sebesar 1,082-3,302. Artinya, responden yang
menggunakan warna dominan gelap pada ciput yang dikenakan
mempunyai kemungkinan 1,960 kali mengalami ketombe dibandingkan
dengan responden yang menggunakan warna ciput terang atau tidak
menggunakan.
BAB 5

KESIMPULAN DAN BAHASAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa:
1. Distribusi gejala rambut rontok setelah menggunakan jilbab lebih banyak
terjadi pada kelompok tidak ketombe 47 (46,1%) responden dibandingkan
dengan kelompok ketombe 33(32,4%) responden
2. Distribusi gejala rambut gatal lebih banyak terjadi pada kelompok ketombe
dengan jumlah 72 (70,6%) responden dibandingkan dengan kelompok tidak
ketombe sebanyak 25 (77%)
3. Distribusi gejala rambut gatal setelah menggunakan jilbab lebih banyak terjadi
pada kelompok ketombe dengan jumlah 15 (14,7%%) dibandingkan dengan
kelompok tidak ketombe dengan jumlah 24 (23,5%) responden
4. Angka kejadian ketombe lebih banyak pada responden dengan pemakaian
jilbab ≤ 10 tahun dengan jumlah 74 (72,5%)
5. Tidak ada hubungan antara lama penggunaan jilbab dalam satu hari dengan
kejadian ketombe dengan nilai p-value = 1,000
6. Terdapat hubungan antara penggunaan jilbab berwarna gelap terhadap
kejadian ketombe dengan p-value = 0,001. Nilai odd rasio didapatkan sebesar
2,611 (CI 1,484-4,593). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang
menggunakan warna jilbab hitam pada kesehariannya mempunyai
kemungkinan sebesar 2,611 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan
yang menggunakan jilbab berwarna terang
7. Terdapat hubungan antara lapis jilbab responden dengan kejadian ketombe
dengan p-value = 0,001. Nilai odd ratio didapatkan sebesar 3,011 (CI 95%
1,578-5,746). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan

56
57

jilbab >1 lapis lebih mempunyai kemungkinan 3,011 kali mengalami ketombe
dibandingkan dengan responden yang menggunakan jilbab >1 lapis
8. Terdapat hubungan antara warna gelap yang digunakan pada lapis jilbab
responden dengan kejadian ketombe dengan p-value = 0,014. Nilai odd rasio
didapatkan sebesar 2,465 (CI 1,188-5,112). Artinya, responden yang
menggunakan warna lapis jilbab dominan gelap lebih mempunyai
kemungkinan sebesar 2,465 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan
responden yang menggunakan warna lapis jilbab dominan terang dan tidak
menggunakan
9. Terdapat hubungan antara kebiasaan penggunaan ciput dengan kejadian
ketombe pada responden dengan p-value = 0,008. Nilai odd rasio sebesar
2,193 (CI 1,218-3,950). Artinya, responden yang memiliki kebiasaan
menggunakan ciput mempunyai kemungkinan sebesar 2,193 kali mengalami
ketombe dibandingkan dengan yang tidak menggunakan ciput
10. Terdapat hubungan antara warna ciput yang dominan digunakan dengan
kejadian ketombe dengan p-value = 0,017. Nilai odd rasio sebesar 1,960
dengan (CI 1,123-3,420). Artinya, responden yang menggunakan warna ciput
hitam pada kesehariannya mempunyai kemungkinan sebesar 1,960 kali
mengalami ketombe dibandingkan dengan yang menggunakan ciput berwarna
terang atau tidak menggunakan ciput.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa:
1. Masyarakat hendaknya menghindari kebiasaan penggunaan jilbab yang dapat
meningkatkan risiko kelembababan pada kulit kepala
2. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan ketombe pada wanita berjilbab
Kepada peneliti selanjutnya :
1. Diagnosis ketombe dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan KOH
58

DAFTAR PUSTAKA

1. Ranganathan, S; Mukhopadhyay, T. Dandruff : The most commercially exploited Skin


disease. Indian J Dermatol 2007; 55(2): p. 130-134.
2. Rundramurthy, Shivaprakash M; P, Honnavar; S, Dogra; PP, Yegneswaran; S, Handa; A,
Chakrabarti. Association of malassezia speciens with dandruff. Indian J Med Res. 2014;
139(3): 431.
3. F, Manuel; S, Ranganathan. A new postulate on two stages of dandruff : a clinical
prespective. Int J Trichology. 2011; 3(1): 3-6.
4. Scwartz, Robert A; Janusz, A Cristopher; Janninger, K Camila. Seborrheic dermatitis.
American family physician 2006; 74(1): 125-132.
5. Wolff, Klaus; Goldsmith, Lowell A; Katz, Stephen I; Gilchrest, Barbara A; Paller, Amy S;
Lafell, David J. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine seventh edition United
State of America: McGraw-Hill Companies; 2008.
6. Robbins CR. Chemical and physical behavior of Human Hair New York: Springer
Heidelberg Dordrecht; 2012.
7. Gaitans,Georgios.et all. Malassezia genus in skin and systemic Diseases. Clin Microbiol
Rev 2012; 24(1): p. 106-141.
8. Dorland, WAN. Kamus saku kedokteran dorland Ed.28 : Indonesia: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008.
9. Hersutanto, Begi. Makna negara kepulauan Jakarta: Badan Koordinasi keamanan Laut;
2009.
10. Elmir Td. ceriya bergaya kerudung apik untuk remaja aktif dan kreatif Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama; 2008.
11. Ni’mah, Siti Zahrah. Hubungan penggunaan jilbab dengan kejadian ketombe pada
mahasiswi fakultas kedokteran UNS.[internet]. Fakultas kedokteran Universitas Sebelas
Maret ; 2011 [cited 2014 Juli 12. Available from: http://fk.uns.ac.id/index.php/.
12. Duwal,Qoidun. Konsep jilbab dalam hukum islam (studi pemikiran K.H Husein
Muhamad). [internet].Digital Gallery Sunan Kalijaga; 2009 [cited 2014 Juli 13]. Available
from: http://diglib.uin-suka.ac.id.
13. Departemen Agama RI. Mushaf Al Quran Terjemahan Jakarta: Pena Pundi Askara; 2002.
14. Badan Pusat Statistik. Penduduk menurut wilayah dan agama yang dianut.
[internet].Badan Pusat Statistik. 2010 [cited 2014 Januari 10. Available from:
online.sp2010.bps.go.id.
15. Biro Administrasi dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri (UIN) : Jakarta.
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. [Online]. [cited 2014 Juli 12.
Available from: http://uinjkt.ac.id.
59

16. Snell, Richard S. Clinical anatomy by systems USA: Lippicont Williams & Wilkins; 2007.
17. Tortora, J. Gerrrd ;Bryan Derrickson. Principles of anatomy and physiology 12th edition
USA: John Wiley and Sons, inc; 2009.
18. Arndt, Kenneth A and Jeffrey T.S. Hsu. Manual of dermatologic theraupeutics seventh
edition Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin; 2007.
19. Climate of The World. [Online]. [cited 2014 Juni 8. Available from: (http //
http://www.weatheronline.co.uk.
20. L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough
understanding of the etiology and Treatment of Dandruff and seborrheic dermatitis
through Whole-Genom Analysis. J Investig Dermatol Symp Proc. 2007; 12(2.): 15-19.
21. Schwartz, James R. et all. A comprehensive patophysiology of Dandruff and Seborrheic
Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health. Acta Derm Venereol. 2013;
93(2): p. 131-137.
22. Hasan, Alwi. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai pustaka; 2007.
23. Arimbi, Diah Ariani. Reading contemporary indonesian muslim women writer velde pvd,
editor. amsterdam: Amsterdam university press; 2009.
24. Budiastuti. Jilbab dalam perspektif sosiologi. Jakarta: Universitas Indonesia, Sosiologi;
2012.
25. Syuhada MM. Maryam menggugat Yogyakarta: PT Bentang Pustaka ; 2013.
26. Kindo, Aj and SKC Sophia. Seborrheic dermatitis due to Malassezia species in Ahvaz, Iran.
Iran J Microbiol. 2013 Se; 5(3): p. 268–271.
27. Czop, Beata bergler and Ligia Brzezinska-wcisto. Dermatological problems of the
puberty. Postepy Dermatol Alergol. 2013 Juni; 30(3): l178–187.
28. C Arthur, Guyton. textbook of Medical Physiology Philadelphia: Elsevier inc; 2006.
29. Zhu, Chunhong and Masayuki Takatere. Change of temperature of cotton and Polyester
Fabrics in wetting and drying Process. Journal of Fiber Bioengineering & Informatics.
2012; 5(4): 433-446.
30. Smith JawT. [Online]. [cited 2013 Juni 7. Available from: United States Department of
Agriculture.
31. Macomber, marisela. Simple Skincare English: Publishing; 2013.
60

Lampiran 1
a. Analisis Hubungan Antara Lama Penggunaan Jilbab dengan Kejadian
Ketombe

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi- .000 1 1.000
Square
Continuity .000 1 1.000
b
Correction
Likelihood .000 1 1.000
Ratio
Fisher's Exact 1.000 .578
Test
Linear-by- .000 1 1.000
Linear
Association
N of Valid 204
Casesb

95% Confidence Interval


Value
Lower Upper
Odds Ratio for Lama
penggunaan Jilbab
1.000 .461 2.170
dalam satu hari (>12
Jam / <= 12 Jam)
For cohort Ketombe =
1.000 .679 1.473
Ketombe
For cohort Ketombe =
1.000 .679 1.473
Tidak Ketombe
N of Valid Cases 204
61

a. Analisis Hubungan Warna Dominan Jilbab yang Digunakan


dengan Kejadian Ketombe

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-
Square 11.298a 1 .001
Continuity
Correctionb 10.377 1 .001
Likelihood
Ratio 11.405 1 .001
Fisher's Exact
Test .001 .001
Linear-by-
Linear 11.243 1 .001
Association
N of Valid
Casesb 204

95% Confidence Interval


Value
Lower Upper
Odds Ratio for
penggunaan warna 2.611 1.484 4.593
jilbab (gelap / terang)
For cohort Ketombe =
Ketombe 1.612 1.209 2.149
For cohort Ketombe =
Tidak Ketombe .618 .461 .828
N of Valid Cases 204
62

a. Analisis Hubungan antara Jumlah Lapis Jilbab dengan Kejadian Ketombe


Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi- 11.660 1 .001
Square
Continuity 10.624 1 .001
b
Correction
Likelihood 11.885 1 .001
Ratio
Fisher's Exact .001 .001
Test
Linear-by- 11.603 1 .001
Linear
Association
N of Valid 204
b
Cases

95% Confidence Interval


Value
Lower Upper
Odds Ratio for Jumlah
Lapis Jilbab (>1 lapis / 1 3.011 1.578 5.743
Lapis)
For cohort Ketombe =
Ketombe 1.624 1.257 2.097
For cohort Ketombe =
Tidak Ketombe .539 .359 .811
N of Valid Cases 204
63

a. Analisis Hubungan Antara Warna Lapis Jilbab Dominan Responden dnegan


Kejadian Ketombe

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-
Square 6.095a 1 .014
Continuity
Correction
b 5.255 1 .022
Likelihood
Ratio 6.202 1 .013
Fisher's Exact
Test .021 .011
Linear-by-
Linear 6.065 1 .014
Association
N of Valid
Casesb 204

95% Confidence Interval


Value
Lower Upper
Odds Ratio for Warna
lapis jilbab (Gelap /
Terang//tidak 2.465 1.188 5.112
menggunakan)

For cohort Ketombe =


Ketombe 1.476 1.124 1.938
For cohort Ketombe =
Tidak Ketombe .599 .375 .956
N of Valid Cases 204
64

a. Analisis Hubungan Antara Menggunakan Ciput dengan Kejaidan Ketombe

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi- a
4.648 1 .031
Square
Continuity
b
4.049 1 .044
Correction
Likelihood Ratio 4.670 1 .031

Fisher's Exact
.044 .022
Test
Linear-by-
Linear 4.625 1 .032
Association
N of Valid
204
Casesb

95% Confidence Interval


Value
Lower Upper
Odds Ratio for
penggunaanwarncaciput
(Menggunakan ciput / 1.869 1.056 3.310
Tidak Menggunakan
ciput)
Odds Ratio for
penggunaanwarncaciput
(Menggunakan ciput / 1.869 1.056 3.310
Tidak Menggunakan
ciput)
For cohort Ketombe =
1.382 1.015 1.883
Ketombe
For cohort Ketombe =
.740 .565 .968
Tidak Ketombe
N of Valid Cases 204
65

a. Analisis Hubungan Antara Warna Ciput Dominan yang digunakan dengan


Ketombe
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-
5.051a 1 .025
Square
Continuity
b
4.439 1 .035
Correction
Likelihood Ratio 5.072 1 .024

Fisher's Exact
.035 .017
Test
Linear-by-
Linear 5.026 1 .025
Association
N of Valid
b
204
Cases

95% Confidence Interval


Value
Lower Upper
Odds Ratio for Warna
ciput fix (Ciput gelap /
1.890 1.082 3.302
ciput terang atau tidak
menggunakan ciput)

For cohort Ketombe =


1.369 1.040 1.803
Ketombe

For cohort Ketombe =


.724 .542 .967
Tidak Ketombe

N of Valid Cases 204


66

Lampiran 2

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Avissa Mada Vashti

Tempat Tanggal Lahir : Bekasi , 06 November 1992

Alamat : Perumahan Griya Alam Sentosa Blok A8-3 Cileungsi-

Bogor

Email : Madavashti@gmail.com

No.Telpon : 081298510318

Riwayat Penidikan

 Tk Aisyah (1997-1999)
 Fajar Hidayah(1999-2005)
 SMP N 49 Jakarta Timur(2005-2008)
 SMA N 14 Jakarta Timur(2008-2011)
 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Timur(2011-
sekarang)
67

Anda mungkin juga menyukai