F. Jilbab Dengan Ketombe PDF
F. Jilbab Dengan Ketombe PDF
OLEH :
AVISSA MADA VASHTI
NIM : 1111103000042
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia yang tela diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan baik. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Laporan penelitian ini berjudul “Faktor Risiko Penggunaan Jibab Dengan
Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta”. Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis banyak
menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, dan Dra. Delina selaku Dekan
dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardani Sp.GK M.GK selaku ketua Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Fika Ekayanti M.Med.Ed selaku dosen pembimbing I dan dr. Lady CC
Koesoema Sp.KK sebagai pembimbing II yang telah banyak menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya
dalam penyusunan riset ini.
4. dr. Rahmatina, Sp.KK dan dr. Risahmawati, Ph.D selaku penguji sidang
riset yang memberi banyak masukan pada revisi riset ini.
5. dr. Flori Ratnasari Ph.D selaku penanggung jawab riset PSPD 2011 yang
selalu membantu pelaksanaan riset dan mengingatkan kami untuk segera
menyelesaikan riset.
6. Bapak, Ibu dosen, dan segenap Civitas Akademika FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman
kepada penulis.
v
7. Ibunda Martinah dan Ayahanda Danang Tri Saptaka, adikku Anandityo
Rama Aji serta Tante Marsiyah yang selalu memberikan motivasi baik
moril maupun materil, kasih sayang serta doa yang tulus untuk penulis
8. Teman seperjuangan riset yang selalu memberikan masukkan dan selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan riset
9. Nadisha Refira atas motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis
10. Teman-teman penulis Wulan Roudotul Zannah, Silmi Lisani Rahmani,
Annisa Zakiroh, Rissa Adinda Putri , Farah Nabila Rahma atas dukungan
serta motivasi nya kepada penulis
11. Teman-teman seangkatanku di Program Studi Pendidikan Dokter 2011
yang telah memberikan banyak ilmu dan kebersamaan selama 3 tahun ini.
12. Teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis
vi
ABSTRAK
TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penggunaan jilbab yang
berpengaruh terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Kata kunci: Faktor risiko ketombe, jilbab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
ABSTRACT
Avissa Mada Vashti. Medical Education Study Program. Risk factors of the use of
hijab toward incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State
Islamic University.
BACKGROUND Dandruff is an abnormal desquamation of scalp skin caused by
humidity. Wearing hijab related to the high humidity of scalp skin. Humidity is one of
dandruffs’ risk factors that signed by scale on the human scalp.
OBJECTIVES This research aimed to find the risk factor of the use of hijab toward
the incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State Islamic
University.
METHOD This research used a case control study. The subjects selected
using purposive sampling method. The amount of subjects was 102 female students
with dandruff and 102 female students without dandruff. Answered questionnaire
obtained from each subjects. Data analyzed using chi-square test.
RESULTS Results of this research showed that risk factor of the use of hijab toward
the incidence of dandruff are wearing dark-colored hijab (p = 0,01; OR = 3,011;
Cl95% 1,578-5,7468), wearing hijab more than one layer (p = 0,001 ; OR = 3,011 ;
Cl 95% 1,578-5,746), wearing dark-colored hijab layer compared with wearing
bright-colored and doesn’t wear hijab layer (p = 0,014 ; OR = 2,465 ; Cl 95% 1,118-
5,1120), wearing ciput (p = 0,08 ; OR = 2,193 Cl 95% 1,218-3,950), and wearing
dark-colored ciput compared with wearing bright-colored and doensn’t wear ciput (p
= 0,017 ; OR = 1,960 ;1,123-3,420)
Key words : risk factors of dandruff, hijab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR SAMPUL……………………………………………………… i
LEMBAR JUDUL………………………………………………………... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………….. iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………. v
ABSTRAK………………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... x
DAFTAR BAGAN……………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………... 1
1.1. Latar belakang…………………………………………………... 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………….. 4
1.3. Tujuan…………………………………………………………… 4
1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………… 5
BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………………..... 7
2.1. Landasan teori……………………………………………………. 7
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit Kepala………………………. 7
2.1.1.1. Anatomi Kulit Kepala……………………………. 8
2.1.1.2. Fisiologi Kulit Kepala……………………………. 8
2.1.2. Ketombe……………………………………………. 11
2.1.2.1. Definisi …………………………………………... 11
2.1.2.2. Epidemiologi……………………………………... 12
2.1.2.3. Etiologi…………………………………………… 13
2.1.2.4. Patofisiologi Ketombe…………………………… 17
2.1.3. Jilbab……………………………………………………….. 20
ix
2.1.3.1. Definisi……………………………………………... 20
2.1.3.2. Sejarah jilbab……………………………………….. 20
2.1.3.3. Jilbab di Indonesia…………………………………. 22
2.1.4. Faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian 23
Ketombe…………………………………………………….
2.2. Kerangka teori…………………………………………………... 29
2.3. Kerangka konsep………………………………………………... 30
2.4. Definisi oprasional………………………………………………. 31
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….. 33
3.1.Desain penelitian………………………………………………….. 33
3.2.Tempat dan waktu peneli…………………………………………. 33
3.3. Populasi dan sampel……………………………………………… 34
3.4.Jumlah sampel…………………………………………………….. 34
3.5.Kriteria sampel……………………………………………………. 35
3.6.Cara kerja penelitian……………………………………………… 36
3.7.Variabel yang diteliti……………………………………………… 36
3.8.Managemen data………………………………………………… 36
3.8.1. Pengohan data……………………………………………. 36
3.8.2. Analisa data……………………………………………… 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………. 39
4.1. Gambaran umum peraturan mahasiswa UINSH…………………. 39
4.2. Gambaran umum sampel penelitian……………………………… 39
4.3. Uji validasi dan reabilitas kuesioner……………………………... 40
4.3.1. Uji validasi kuesioner………………………………………. 41
4.3.2. Uji reabilitas kuesioner…………………………………….. 42
4.4. Analisa data………………………………………………………. 42
4.5.Karakteristik responden…………………………………………... 42
4.5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia…………............... 42
4.5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas……………..... 42
4.6. Gejala kelembaban rambut…………………………………………… 44
x
4.6.1. Distribusi Gejala Rambut Rontok setelah 44
penggunaan jilbab……………………………………………...
4.6.2. Distribusi gejala Rambut Gatal pada Responden…. 45
4.6.3. Distribusi gejala rambut gatal setelah menggunakan 45
Jilbab………………………………………………...................
4.7. Perawatan rambut responden ………………………………………... 46
4.7.1. Distribusi penggunaan jenis sampo pada 46
responden……………………………………………………….
4.7.2. Distribusi mengerimgkan rambut sebelum menggunakan 47
jilbab….........................................................................................
4.8. Kebiasaan penggunaan jilbab……………………………….......... 47
4.8.1. Distribusi lama penggunaan jilbab dengan kejadian 48
ketombe……................................................................................
4.8.2. Analisis hubungan antara lama pemnggunaan jilbab dengan 48
Kejadian ketombe………………………………………………….........
4.8.3. Analisis warna jilbab yang digunakan dengan kejadian 48
ketombe…………………………………………………………
4.8.4. Analisis jumlah lapisan jilbab yang figunakan dengan kejadian 49
Ketombe…………………………………………………………….
4.8.5. Analisis warna lapis jilbab yang digunakan dengan kejadian 50
Ketombe…………………………………………………………….
4.8.6. Analisis hubungan penggunaan ciput dnegan kejadian 51
ketombe…....................................................................................
4.8.7. Analisis hubungan penggunaan warna dalamandengan kejadian 53
ketombe……………………………………………………........
BAB V PENUTUP……………………………………………………… 54
5.1. Kesimpulan…………………………………………………………... 56
5.2. Saran……………………………………………………………………. 57
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….......... 58
LAMPIRAN………………………………………………………………....... 60
xi
DAFTAR TABEL RESPONDEN
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR BAGAN
xiv
DAFTAR GRAFIK
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ketombe adalah kelainan pada kulit kepala yang mengenai hampir
setengah penduduk dunia pada segala usia dan pada setiap jenis kelamin dan
(1)
etnis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rudramurthy dengan judul
Malassezia Spp and Dandruff angka kejadian ketombe lebih besar pada
wanita dibandingkan pada pria dengan presentase 61% pada wanita dan 39%
(2)
pada pria. Tetapi, menurut Fredick Manuel dan Ranganathan melalui
jurnal yang berjudul A New Postulate on Two Stages of Dandruff: A Clinical
Perspective menyatakan ketombe lebih memungkinkan terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita karena wanita lebih banyak menggunakan
produk perawatan rambut yang tepat dan wanita memiliki rambut yang lebih
lebat sehingga ketombe dapat tertutup. Akibatnya, pelaporan insiden
ketombe pada wanita lebih sedikit dibandingkan dengan pria. (3)
Secara spesifik angka kejadian ketombe jarang pada anak, meningkat
pada remaja dan dewasa muda kemudian menurun kembali pada usia 50
tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas kelenjar sebasea. (4)
Angka kejadian ketombe juga meningkat akibat genetik, makanan
(5), (6)
yang berlemak tinggi, stress dan variasi musim. Variasi musim akan
menyebabkan perubahan temperatur dan kelembaban lingkungan.(5)
Menurut Penelitan yang dilakukan oleh Gaitanis Georgious, et al melalui
jurnal The Malassezia Genus In Skin and Systemic disease menyatakah
bahwa ketombe lebih umum terjadi pada lingkungan yang memiliki
kelembababan yang tinggi dan panas. Lingkungan yang lembab dan panas
(7)
dapat menjadi habitat yang baik bagi pertumbuhan jamur Malassezia.
Malassezia adalah jamur yang menyebabkan deskuamasi dari kulit kepala
melebihi normal. Hal ini menyebabkan pengelupasan stratum korneum
1
2
epidermis dari kulit kepala sehingga menghasilkan sisik tipis yang berbentuk
serpihan atau bulat seperti debu yang dikenal dengan ketombe. (5), (8)
Pemakaian jilbab pada wanita adalah perintah dari Allah Swt yang
disampaikan melalui Muhammad Saw kepada wanita muslimah yang
sifatnya adalah wajib. Sehingga, apabila perintah pemakaian jilbab tidak
(12)
dijalankan termasuk dosa besar yang melanggar ketentuan Allah Swt.
Kewajiban pemakaian jilbab oleh wanita muslimah dijelaskan pada surat
Annur: 31 dan Al-Ahzab: 59
An-nur ayat 31
Al-ahzab ayat 59
1.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah “ Terdapat hubungan faktor risiko lama
penggunaan jilbab perhari, warna jilbab yang digunakan, lapis jilbab yang
digunakan, warna lapis jilbab yang digunakan, dalaman jilbab yang
digunakan, dan warna dalaman yang digunakan dengan kejadian ketombe. ”
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan umum
a. Mengetahui gambaran faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian
ketombe pada mahasiswi UIN Syarif Hidayatatullah Jakarta
TINJAUAN PUSTAKA
Dari gambar diatas, dapat diamati apabila kulit adalah lapisan pertama
dari lapisan kepala. Lapisan Kepala sering disingkat menjadi Scalp (skin,
(16)
connective tissue, aponeurosis, loose connective tissue, pericarnium).
Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy By Systems . Lippicont Williams &
Wilkins/Wolters Kluwer Health Inc: USA
7
8
A. Epidermis
Sebagai mekanisme pertama dari pertahanan tubuh (innate imun),
pelindung dari sinar ultraviolet. Penyusun utama dari epidermis adalah sel
keratinosit yang berfungsi untuk memproduksi keratin. Keratin berfungsi
sebagai properti proteksi. Keratin ini juga berfungi sebagai pembentukan
lapisan epidermis.
2. Stratum Spinosum
Stratum spinosum terdiri dari 8-10 lapisan sel keratinosit dengan
kumpulan dari tonofilamen, keratinosit pada lapisan sudah saling
berdekatan. Pada stratum spinosum juga terdapat sel langerhand dan
projeksi dari melanosit.
3. Stratum Granulosum
Stratum granulosum terdiri dari 3-5 lapisan sel keratinosit yang mulai
apoptosis. Nukleus pada lapisan ini mulai berdegerenasi, dan tonofilamen
lebih terlihat. Pada lapisan ini dapat ditemukan keratohialin yang akan
merubah tonofilamen menjadi keratin. Keratinosit rusak selama apoptosis.
keratinosit Pada lapisan ini juga terdapat membran yang dilapisi granula
lamellar yang bertugas mensekresikan lemak. Lemak ini akan mengisi
antara sel pada stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum
korneum. Lemak berfungsi untuk menjaga kehilangan air. Nukleus pada
lapisan stratum granulosum rusak akibat proses apoptosis, sehingga
keratinosit tidak dapat membawa hasil metabolik sehingga keratinosit
mati.
10
4. Stratum Lusidum
Stratum lusidum hanya hadir pada kulit yang tebal
5. Stratum Korneum
Pada stratum korneum terdapat 25-30 lapisan sel keratinosit mati yang
terdiri dari banyak protein keratin. Keratinosit yang mati akan dilepaskan
dan digantikan dengan keratinosit baru pada lapisan yang lebih dalam.
B. Dermis
Lapisan pada dermis adalah elemen struktur yang paling besar. Di dermis
terdapat matriks fibrosa, jaringan vaskular, jaringan limfatik, jaringan saraf,
fibroblas predominan, makrofag dan sedikit adiposit pada perbataasan dari
lapisan sebasea. Di dermis juga terdapat kelenjar sebasea. Dermis terdiri dari
11
regio papilar dan regio retikular. Regio papilar terdiri dari jaringan ikat areolar
dengan kolagen yang tebal dan jaringan elastik yang halus. Pada regio papilar
juga terdapat ujung saraf bebas. Regio retikular terdiri dari jaringan ikat padat
dengan gulungan kolagen dan serat elastin. Tempat diantara serat terdiri dari
sel adiposit, folikel rambut, saraf, kelenjar sebasea, dan kelenjar sudorifera.
a. Kelanjar Sebasea
Kelenjar sebasea terkoneksi dengan folikel rambut. Sekresi dari kelenjar
sebasea berada di dermis dan kemudian berjalan menuju leher dari folikel
rambut. Sebum berfungsi untuk melapisi permukaan rambut, mencegah
mereka untuk kering dan menjadi rapuh. Sebum juga berfungsi untuk
mencegah evaporasi dari air yang sangat luas dari kulit agat kulit menjadi
lembut.
C. Hipodermis
Hipodermis berperan sebagai integritas mekanik. Banyak sekali pembuluh
darah dan saraf yang berkaitan dengan kulit kepala secara fungsional sama
dengan kulit yang menutupi seluruh tubuh. Proses pelepasan stratum korneum
sebagai proses regular yang terjadi pada kulit kepala juga sama prosesnya
diseluruh bagian kulit yang menutupi bagian tubuh. (17)
2.1.2. Ketombe
2.1.2.1.Definisi
Ketombe atau dandruff (dandruff, dandriffe) berasal dari bahasa Anglo-
saxon kombinasi dari “tan” yang berarti “tetter” (penyakit kulit yang
(1)
menyebabkan gatal) dan “drof” yang berarti “dirty” (kotor). Ketombe
biasa dikenal melalui berbagai istilah medis seperti pityriasis capitis,
seborrhea sicca, pityriasis sicca, sicca capitis, atau dermatitis seboroik
(6)
ringan pada bagian kepala. menurut kamus kedokteran Dorland ketombe
dapat diartikan menjadi dua pengertian. Pertama ketombe dapat diartikan
12
sebagai benda bersisik yang terlepas dari epidermis. Pelepasan ini dapat
tergolong normal atau berlebihan. Yang kedua ketombe dapat diartikan
(8)
sebagai dermatitis seboroik. Ada dua pendapat berbeda mengenai
pengertian ketombe dalam hubungannya dengan dermatitis seboroik.
Pendapat pertama menyatakan ketombe adalah bentuk non inflamasi dari
(5)
dermatitis seboroik atau bentuk ringan dari dermatitis seboroik. Pendapat
ini diperkuat dengan ditemukannya jumlah nukleus yang berbeda pada kulit
kepala normal, kulit kepala dengan ketombe, dan kulit kepala dengan
dermatitis seboroik. Pada kulit kepala normal ditemukan nukleus sebanyak
3700 sel/sq cm, pada kulit kepala dengan ketombe ditemukan nukleus sel
sebanyak 25.000 sel/sq cm, dan pada kulit kepala dengan dermatitis seboroik
ditemukan nukleus sel sebanyak 76.000 sel/sq cm. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa kulit kepala dengan ketombe dan kulit kepala dengan dermatitis
seboroik memiliki jumlah nukleus yang lebih banyak akibat proses
deskuamasi fisiologis yang berlebihan pada waktu yang cepat. Hal ini
menyebabkan retensi nukleus pada sel stratum korneum yang tidak memiliki
banyak waktu untuk matang secara sempurna. (18) Data ini juga memberikan
informasi bahwa kulit kepala dengan dermatitis seboroik memiliki nukleus
tidak matang yang lebih banyak dibandingkan dengan kulit kepala dengan
ketombe. Pendapat kedua menyatakan ketombe adalah manifestasi dari
dermatitis seboroik pada bagian kulit kepala. Pendapat ini menyatakan bahwa
dermatitis seboroik memiliki berbagai macam manifestasi pada daerah
tertentu termasuk pada kulit kepala . (4) Pernyataan ini dapat diketahui bahwa
ketombe adalah salah satu bentuk dari dermatitis seboroik.
2.1.2.2.Epidemiologi
Ketombe mengenai lebih dari 50 persen populasi didunia dan
(1)
meningkat setiap tahunnya. Ketombe adalah penyakit kepala yang paling
sering diderita oleh remaja dan dewasa muda, kemudian mulai jarang pada
orang tua berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas
13
sebum pada manusia. Ketombe juga sering terjadi pada bayi yang baru lahir
(cradle cap) (1)
2.1.2.3.Etiologi
Etiologi dari ketombe bergantung dari tiga faktor, yaitu aktivitas
kelenjar sebasea, metabolisme mikroflora, dan kerentanan individu.
Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari sebum akan dipecah
oleh mikroflora Menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas. Asam
lemak bebas akan memulai respon iritan, termasuk hiperproliferasi dari kulit kepala.
Pemecahan dari sebum menjadi bahan yang iritatif menunjukkan bahwa sebum
bukan merupakan penyabab primer dari ketombe. Ketombe bisa ditemukan pada kulit
15
kepala yang terdiri dari banyak sebum atau tidak hal ini juga menunjukkan bahwa
sebum bukan merupakan penyebab primer dari ketombe
b. Metabolime Mikroflora
Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti pada organ tubuh lain. Salah
satu flora normal yang berada di kulit adalah jamur dari genus Malassezia. Walaupun
Malassezia adalah flora normal kulit tetapi Malassezia sangat berperan pada kelainan
pada kulit salah satunya adalah ketombe. Pada abad ke 20 nama jamur Malassezia
diubah menjadi Pityrosporum, meskipun nama Malassezia yang lebih banyak
digunakan. Malassezia disinyalir menjadi penyebab primer dari ketombe. Malassezia
dapat menyebabkan suatu kelainan apabila jumlahnya berlebih. Ketika jumlahnya
normal, Malassezia hanya menjadi jamur komensal. Malassezia banyak ditemukan di
daerah dengan suhu yang panas dan lembab.
c. Kerentanan Individu
Kerentanan individu menjadi salah satu faktor dalam perkembangan
dari ketombe. Belum diketahui secara pasti bagaimana kerentanan individu
dapat memengaruhi ketombe. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan dari
fungsi barier dari stratum korneum, perbedaan respon imun dari protein dan
polisakarida yang berasal dari Malassezia dari setiap individu. (20)
17
2.1.2.4.Patofisiologi Ketombe
Terdapat empat rentetan kejadian pada patofisologi dari ketombe
1. Ekosistem dari Malasseszia dan interaksi dari Malassezia pada epidermis
2. Inisiasi dan perkembangan dari proses inflamasi
3. Proses Kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis
4. Kerusakan barrier secara fungsional maupun struktural (21)
Grafik 2.1 Temuan pada kulit kepala ketombe, dermatitis seboroik, dan
normal
(Sumber : : Schwartz, James R, dkk. A comprehensive patophysiology of Dandruff and
Seborrheic Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health. 2013)
2.1.3. JILBAB
2.1.3.1.Definisi
Definisi dari jilbab adalah kerudung lebar yg dipakai wanita muslim
untuk menutupi kepala dan leher sampai dada. (22)
2.1.3.2.Sejarah Jilbab
Menurut ahli tafsir dan Buya Hamka perintah penggunaan jilbab
muncul akibat dahulu banyak orang munafik yang bertebaran di jalan-jalan
ketika malam. Orang-orang ini memiliki niatan buruk dan perilaku buruk
untuk mengganggu budak-budak yang tidak menggunakan penutup
sebagaimana orang mereka memakainya. Apabila ditanya mengapa mereka
melakukan hal tersebut, mereka menjawab “Saya kira saya hanya
mengganggu budak-budak yang tidak menggunakan penutup”. (12)
21
b. Konduksi
Kehilangan panas akibat konduksi biasanya diartikan sebagai
kehilangan panas dari dalam tubuh menuju benda padat.
c. Konveksi
Kehilangan panas akibat konveksi adalah kehilangan panas melalui
udara.
d. Evaporasi
Kehilangan panas akibat Evaporasi akan terjadi ketika panas
lingkungan melebihi panas tubuh. Sehingga tubuh akan mengeluarkan
keringat sebagai kompensasi pengeluaran panas melalui metode evaporasi.
Efek dari penggunaan baju pada pengeluaran panas melalui metode konduktif
Penggunaan baju akan menahan udara panas pada serat baju, dengan demikian
akan meningkatkan ketebalan “privat zone” pada udara panas yang berdekatan
dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara untuk mengganti udara panas pada
kulit. Sehingga kehilangan panas dari tubuh melalui teori konduksi dan konveksi
diturunkan. Panas yang keluar setengahnya akan disebarkan pada serat pakaian
daripada dikonduksikan ke lingkungan. Dengan demikian ketika seseorang
menggunakan lapisan pakaian lebih dari satu (dengan lapisan yang tipis), lebih
banyak udara panas yang akan disimpan didalam serat pakaian sehingga pengeluaran
panas lebih sedikit terjadi.
Ketika keadaan baju lembab, pertahanan akan panas tubuh dari dalam tubuh
melui pakaian akan berkurang tetapi panas dari lingkungan yang masuk kedalam
25
tubuh akan meningkat. Karenaa Air memiliki konduktivitas tinggi, sehingga ketika
keadaan lingkungan panas, panas lebih mudah ditransfer ke seluruh tubuh. (28)
a. Bahan Jilbab
1. Polyester
Bahan polyester (sintetik) dapat merefleksikan panas kembali kedalam
tubuh dan menurunkankeluar nya panas dari tubuh. Bahan sintetik juga tidak
memiliki kemampuan untuk mengabsorbsi air. Serat atau bahan sintetik akan
menjadi bahan penolak air, kemudian menyebabkan keringat menumpuk pada
permukaan kulit dan tidak dapat diserap, menurunkan fungsi evaporasi, dan
dapat menyebabkan tidak nyaman dan iritasi. Sedangkan serat atau bahan
natural lebih baik dalam penyerapan air dan mempermudan untuk menyerap
dari permukaan.
2. Katun
Materi yang sangat baik untuk iklim tropis karena mendukung
pergerakan udara dari kulit menuju bahan, menyebabkan panas menghilang
dan menurunkan kelembaban. Bahan katun juga dapat mengabsorbsi
kelembaban secara baik, menyebabkan kulit menjadi kering dan
meningkatkan evaporasi.
3. Linen
Bahan linen dingin, dapat terabsorbsi, dan sangat nyaman. Linen dapat
menghilangkan air dengan cepat. Kekurangan dari linen bahannya mudah
rusak.
4. Rayon
Rayon Didapat dari natural selulosa. Tidak menahan panas sehingga
panas lebih mudah dikeluarkan dari dalam tubuh
b. Warna Jilbab
27
Ketika ada sebuah benda berwana dan ada cahaya yang menyinari benda
tersebut benda tersebut akan menampilkan warna sesuai dengan warna tersebut.
Warna hitam yang terlihat adalah bukti bahwa semua energi cahaya diserap atau
diabsorbsi seluruhnya oleh benda tersebut sehingga menimbulkan kesan warna hitam.
(30)
Aktivitas kelenjar
Variasi musim Penggunaan Jilbab
Sebasea
Peningkatan
sekresi sebum
Proliferasi Malassezia
kelembaban
Komposisi
sebum
Ketombe
Deskuamasi
kulit kepala Merusak asam lemak tidak asam lemak
Barrier tersaturasi tersaturasi spesifik
Pertahanan
Respon
Iritatif
Perbedaan
barrier
Kerentanan pertahanan
Individu
Peningkatan
respon terhadap
Malassezia
30
Bahan Jilbab
Warna Jilbab
Pemakaian jilbab Kelembaban ketombe
Lapis Jilbab
Bahan Lapis
Jilbab
Penggunaan
dalaman jilbab
Warna dalaman
Jilbab
Genetik
Makanan berlemak
Usia remaja
dan dewasa
muda
31
1 Variabel
Independen Lama responden Kuesioner Pengisian 0. >12 Jam Nominal
a. penggunan menggunakan jilbab kuesioner 1. < 12 Jam
jilbab perhari (dilaporkan
perhari dalam jam )
METODE PENELITIAN
33
34
Q : 1-P
P1-P2 : Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0,2
Jadi:
P1 = P2 + 0,2 = 0,5 + 0,2 = 0,7
Q1= 1- P1 = 1- 0,7 = 0,3
P = = = 0,6
= 93
Kriteria Eksklusi
Pemilihan subyek
Persiapan penelitian Pengisian inform
penelitian berdasarkan
Kriteria inklusi concern
1. Saya menemukan sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan
setelah menggaruk kulit kepala saya
2. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk kecil atau serpihan pada baju
saya
3. Saya memiliki sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan pada rambut
saya
4. Saya melihat sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan selain pada
kulit kepala saya (apabila jawaban anda setuju dan sangat setuju sebutkan
didaerah mana)
38
4.1. Gambaran Umum Fakultas dan Program Studi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Universitas
Islam di daerah Ciputat, Tanggerang Selatan yang memiliki beberapa Fakultas
dan Program Studi, yaitu:
1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan
Program studi: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab,
Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan IPS, Pendidikan Matematika,
Pendidikan Biologi, Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia, Manajemen
Pendidikan, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan MI/ SD.
2. Fakultas Adab dan Humaniora
Program studi: Bahasa dan Sastra arab, Sejarah dan Peradaban Islam,
Tarjamah, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Bahasa dan Sastra Inggris
3. Fakultas Ushuludin
Program studi: Perbandingan Agama, Tafsir Hadits, Aqidah dan Filslafat
4. Fakultas Syariah dan Hukum
Program studi: Ahwal Syakhsyiyah, Perbandingan Mahzab dan Hukum,
Jinayah Siyasah, Mua’malat, Ilmu Hukum
5. Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Program studi: Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bimbingan Penyuluhan
Islma, Manajemen dakwah, Pengembangan Masyarakat Islam,
Kesejahteraan Sosial
6. Fakultas Dirasat Islamiyah
Program studi: Dirasat Islamiyah
7. Fakultas Psikologi
Program studi: Psikologi
8. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
39
40
≥ 20 Tahun 106 52
Tabel 4.1.3 Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Rontok Setelah Memakai Jilbab
Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %
Berdasarkan tabel 4.1.3 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak yang menyatakan rambut nya tidak rontok setelah penggunaan jilbab
dengan jumlah 124 (60,8%) responden. Kejadian rambut rontok setelah
penggunaan jilbab pada kelompok ketombe berjumlah 33 (32,4%) sedangkan,
kejadian rambut rontok setelah penggunaan jilbab pada kelompok tidak
ketombe berjumlah 47(46,1%) responden. Sehingga dapat disimpulkan
kejadian rambut rontok setelah penggunaan jilbab lebih banyak terjadi pada
kelompok tidak ketombe dibandingkan dengan kelompok ketombe.
45
Berdasarkan tabel 4.1.4 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak yang menyatakan rambut nya tidak gatal dengan jumlah 107 (52,5%)
responden. Kejadian rambut gatal pada responden kelompok ketombe
berjumlah 72 (70,6%) sedangkan, pada responden kelompok tidak
berketombe berjumlah 25 (24,5%) responden. Sehingga dapat disimpulkan
gejala rambut gatal lebih banyak terjadi pada responden dengan kelompok
ketombe dibandingkan dengan responden kelompok tidak ketombe.
Tabel 4.1.5 Distribusi Frekuesi Gejala Rambut Gatal Setelah Menggunakan Jilbab
Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %
Berdasarkan tabel 4.1.5 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak yang menyatakan rambut nya tidak gatal setelah menggunakan jilbab
dengan jumlah 165 (80,9%) responden. Kejadian rambut gatal setelah
menggunakan jilbab pada responden dengan kelompok ketombe berjumlah 24
(23,5%) sedangkan, kejadian rambut gatal setelah menggunakan jilbab pada
responden kelompok tidak ketombe berjumlah 15 (14,7%). Sehingga dapat
disimpulkan gejala rambut gatal setelah penggunaan jilbab lebih banyak
terjadi pada responden dengan kelompok ketombe dibandingkan dengan
responden kelompok tidak ketombe.
Kejadian Ketombe
Total
Ketombe Tidak Ketombe
N % N % N %
Sampo Anti
10 9,8 6 5,9 16 7,8
Dandruff
Penggunaan jenis
sampo responden
Sampo biasa 92 90,2 96 94,1 188 92,2
Berdasarkan tabel 4.1.6 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak responden yang menggunakan sampo biasa dengan jumlah 188
(92,2%) responden. Penggunaan sampo anti dandruff pada kelompok ketombe
berjumlah 10 (9,8%) sedangkan, penggunaan sampo anti dandruff pada
kelompok tidak ketombe berjumlah 6 (5,9%). Dengan demikian dapat
disimpulkan penggunan sampo anti dandruff lebih banyak pada kelompok
ketombe dibandingkan dengan kelompok tidak ketombe.
47
Berdasarkan tabel 4.1.7 dapat dilihat bahwa dari total responden lebih
banyak responden yang mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab
dengan jumlah 162 (79,4%) responden. Responden yang tidak
mengeringkan rambut sebelum menggunakan jilbab pada kelompok
ketombe berjumlah 25 (24,5%) sedangkan, responden yang tidak
mengeringkan rambut pada kelompok tidak ketombe berjumlah 17 (16,7%).
Sehingga dapat disimpulakan Kebiasaan mengeringkan rambut sebelum
memakai jilbab lebih banyak pada kelompok tidak ketombe dibandingkan
dengan kelompok ketombe.
48
≤ 12
87 85,3 87 85,3 174 85,3
Lama Jam
penggunaan 1.000(0.461-
1.000
jilbab 2.170)
>12 jam 15 14,7 15 14,7 30 14,7
Tabel 4.1.10 Hubungan antara Warna Dominan Jilbab yang digunakan dengan
Kejadian Ketombe
Kejadian Ketombe
p-
Ketombe Tidak Total OR(IK 95%)
value
Ketombe
n % N % N %
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa:
1. Distribusi gejala rambut rontok setelah menggunakan jilbab lebih banyak
terjadi pada kelompok tidak ketombe 47 (46,1%) responden dibandingkan
dengan kelompok ketombe 33(32,4%) responden
2. Distribusi gejala rambut gatal lebih banyak terjadi pada kelompok ketombe
dengan jumlah 72 (70,6%) responden dibandingkan dengan kelompok tidak
ketombe sebanyak 25 (77%)
3. Distribusi gejala rambut gatal setelah menggunakan jilbab lebih banyak terjadi
pada kelompok ketombe dengan jumlah 15 (14,7%%) dibandingkan dengan
kelompok tidak ketombe dengan jumlah 24 (23,5%) responden
4. Angka kejadian ketombe lebih banyak pada responden dengan pemakaian
jilbab ≤ 10 tahun dengan jumlah 74 (72,5%)
5. Tidak ada hubungan antara lama penggunaan jilbab dalam satu hari dengan
kejadian ketombe dengan nilai p-value = 1,000
6. Terdapat hubungan antara penggunaan jilbab berwarna gelap terhadap
kejadian ketombe dengan p-value = 0,001. Nilai odd rasio didapatkan sebesar
2,611 (CI 1,484-4,593). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang
menggunakan warna jilbab hitam pada kesehariannya mempunyai
kemungkinan sebesar 2,611 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan
yang menggunakan jilbab berwarna terang
7. Terdapat hubungan antara lapis jilbab responden dengan kejadian ketombe
dengan p-value = 0,001. Nilai odd ratio didapatkan sebesar 3,011 (CI 95%
1,578-5,746). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan
56
57
jilbab >1 lapis lebih mempunyai kemungkinan 3,011 kali mengalami ketombe
dibandingkan dengan responden yang menggunakan jilbab >1 lapis
8. Terdapat hubungan antara warna gelap yang digunakan pada lapis jilbab
responden dengan kejadian ketombe dengan p-value = 0,014. Nilai odd rasio
didapatkan sebesar 2,465 (CI 1,188-5,112). Artinya, responden yang
menggunakan warna lapis jilbab dominan gelap lebih mempunyai
kemungkinan sebesar 2,465 kali mengalami ketombe dibandingkan dengan
responden yang menggunakan warna lapis jilbab dominan terang dan tidak
menggunakan
9. Terdapat hubungan antara kebiasaan penggunaan ciput dengan kejadian
ketombe pada responden dengan p-value = 0,008. Nilai odd rasio sebesar
2,193 (CI 1,218-3,950). Artinya, responden yang memiliki kebiasaan
menggunakan ciput mempunyai kemungkinan sebesar 2,193 kali mengalami
ketombe dibandingkan dengan yang tidak menggunakan ciput
10. Terdapat hubungan antara warna ciput yang dominan digunakan dengan
kejadian ketombe dengan p-value = 0,017. Nilai odd rasio sebesar 1,960
dengan (CI 1,123-3,420). Artinya, responden yang menggunakan warna ciput
hitam pada kesehariannya mempunyai kemungkinan sebesar 1,960 kali
mengalami ketombe dibandingkan dengan yang menggunakan ciput berwarna
terang atau tidak menggunakan ciput.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa:
1. Masyarakat hendaknya menghindari kebiasaan penggunaan jilbab yang dapat
meningkatkan risiko kelembababan pada kulit kepala
2. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan ketombe pada wanita berjilbab
Kepada peneliti selanjutnya :
1. Diagnosis ketombe dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan KOH
58
DAFTAR PUSTAKA
16. Snell, Richard S. Clinical anatomy by systems USA: Lippicont Williams & Wilkins; 2007.
17. Tortora, J. Gerrrd ;Bryan Derrickson. Principles of anatomy and physiology 12th edition
USA: John Wiley and Sons, inc; 2009.
18. Arndt, Kenneth A and Jeffrey T.S. Hsu. Manual of dermatologic theraupeutics seventh
edition Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin; 2007.
19. Climate of The World. [Online]. [cited 2014 Juni 8. Available from: (http //
http://www.weatheronline.co.uk.
20. L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough
understanding of the etiology and Treatment of Dandruff and seborrheic dermatitis
through Whole-Genom Analysis. J Investig Dermatol Symp Proc. 2007; 12(2.): 15-19.
21. Schwartz, James R. et all. A comprehensive patophysiology of Dandruff and Seborrheic
Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health. Acta Derm Venereol. 2013;
93(2): p. 131-137.
22. Hasan, Alwi. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai pustaka; 2007.
23. Arimbi, Diah Ariani. Reading contemporary indonesian muslim women writer velde pvd,
editor. amsterdam: Amsterdam university press; 2009.
24. Budiastuti. Jilbab dalam perspektif sosiologi. Jakarta: Universitas Indonesia, Sosiologi;
2012.
25. Syuhada MM. Maryam menggugat Yogyakarta: PT Bentang Pustaka ; 2013.
26. Kindo, Aj and SKC Sophia. Seborrheic dermatitis due to Malassezia species in Ahvaz, Iran.
Iran J Microbiol. 2013 Se; 5(3): p. 268–271.
27. Czop, Beata bergler and Ligia Brzezinska-wcisto. Dermatological problems of the
puberty. Postepy Dermatol Alergol. 2013 Juni; 30(3): l178–187.
28. C Arthur, Guyton. textbook of Medical Physiology Philadelphia: Elsevier inc; 2006.
29. Zhu, Chunhong and Masayuki Takatere. Change of temperature of cotton and Polyester
Fabrics in wetting and drying Process. Journal of Fiber Bioengineering & Informatics.
2012; 5(4): 433-446.
30. Smith JawT. [Online]. [cited 2013 Juni 7. Available from: United States Department of
Agriculture.
31. Macomber, marisela. Simple Skincare English: Publishing; 2013.
60
Lampiran 1
a. Analisis Hubungan Antara Lama Penggunaan Jilbab dengan Kejadian
Ketombe
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi- .000 1 1.000
Square
Continuity .000 1 1.000
b
Correction
Likelihood .000 1 1.000
Ratio
Fisher's Exact 1.000 .578
Test
Linear-by- .000 1 1.000
Linear
Association
N of Valid 204
Casesb
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-
Square 11.298a 1 .001
Continuity
Correctionb 10.377 1 .001
Likelihood
Ratio 11.405 1 .001
Fisher's Exact
Test .001 .001
Linear-by-
Linear 11.243 1 .001
Association
N of Valid
Casesb 204
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-
Square 6.095a 1 .014
Continuity
Correction
b 5.255 1 .022
Likelihood
Ratio 6.202 1 .013
Fisher's Exact
Test .021 .011
Linear-by-
Linear 6.065 1 .014
Association
N of Valid
Casesb 204
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi- a
4.648 1 .031
Square
Continuity
b
4.049 1 .044
Correction
Likelihood Ratio 4.670 1 .031
Fisher's Exact
.044 .022
Test
Linear-by-
Linear 4.625 1 .032
Association
N of Valid
204
Casesb
Fisher's Exact
.035 .017
Test
Linear-by-
Linear 5.026 1 .025
Association
N of Valid
b
204
Cases
Lampiran 2
Bogor
Email : Madavashti@gmail.com
No.Telpon : 081298510318
Riwayat Penidikan
Tk Aisyah (1997-1999)
Fajar Hidayah(1999-2005)
SMP N 49 Jakarta Timur(2005-2008)
SMA N 14 Jakarta Timur(2008-2011)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Timur(2011-
sekarang)
67