Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi).
Sendi merupakan hubungan antar tulang sehingga tulang dapat
digerakkan. Beberapa komponen penunjang sendi antara lain
kapsula sendi, ligamen (ligamentum), tulang rawan hialin (kartilago
hialin), cairan sinovial atau cairan sendi. Cairan sendi adalah cairan
pelumas yang terdapat pada sendi yang dihasilkan dari ultrafiltrasi
plasma dan mengandung asam hialuronat. Asam hialuronat ini
menyebabkan cairan sendi bersifat kental sehingga cairan sendi
dapat berfungsi sebagai pelumas.
Cairan synovial akan memberikan nutrisi bagi tulang rawan
sehingga tidak terjadi gesekan dalam pergerakan sendi.
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu
mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan
pada sendi. Cairan sendi diambil menggunakan jarum yang ditusuk
kedalam cairan itu berada diarea antara tulang pada sendi tersebut.
Indikasi memeriksa cairan sendi diberikan oleh bertambah
banyaknya cairan itu dan pemeriksaan laboratorium membantu
diagnosis kelainan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses metabolisme cairan sendi?
2. Bagaimana patofisiologi cairan sendi?
3. Apa saja jenis pemeriksaan yang dilakukan pada cairan
sendi, Serta persiapan pemeriksaan cairan sendi?
4. Bagaimana abnormalitas cairan sendi?

1|Pemeriksaan cairan sendi


BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI SENDI
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh
dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung
antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga
kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis
persendian yang diperantarainya. Sendi merupakan tempat
pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi menjadi tiga
tipe, yaitu:
1. sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara
tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi
menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
2. sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh
kartilago hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan,
dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis;
dan
3. sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat
mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan
permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul
sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi,
tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh.
Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna
kekuningan, bening, tidak membeku, dan mengandung
leukosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas
viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus
sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber
nutrisi bagi rawan sendi.

2|Pemeriksaan cairan sendi


Jenis sendi sinovial :
(1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
(2) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
(3) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond
multi axial ;
(4) Trochoid : rotasi, mono aksis ;
(5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi
axis.
Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada
saat bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser
ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan,
cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan
kembali ke belakang.
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus
yang terdiri atas sel kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan
terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan
dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam
tulang rawan, yaitu :
1. tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding
saluran pernafasan dan ujung-ujung persendian;
2. Tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan
tuba auditiva; dan
3. tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus
intervertebralis, simfisis pubis dan insersio tendo-tulang.
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung
beban pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen
tipe II dan proteoglikan yang sangat hidrofilik sehingga
memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan
sewaktu sendi menerima beban yang kuat. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan
proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau penambahan usia

3|Pemeriksaan cairan sendi


Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan
tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan
licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong,
terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini
dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk
“meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen
berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di
tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai
mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar
tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin,
serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan
berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.
Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
o Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi,
mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan
tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi
elastic
o Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan
sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung
rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal
kolagennya akan tahan terhadap tarikan Disamping itu

4|Pemeriksaan cairan sendi


matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain
seperti enzim.

B. PATOFISIOLOGI

Inflamasii mula – mula mengenai sendi sinovial seperti


edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi seluler.
Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal,
teutama pada sendi articular kartilago dari sendi. Pada persendian
ini granulas membentuk panus, atau penutup yang menutupi
kartilago. Panus masuk ketulang sub chondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
artilago artikuler. Kartilag menjadi nekrosis.
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau disiokasi
dari persendian.
Proses fagositosis menghasilkan enzim – enzim dalam
sendi. Enzim – enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan
sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

5|Pemeriksaan cairan sendi


C. JENIS PEMERIKSAAN CAIRAN SENDI
1. Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan ini dikenal dengan nama formal yaitu: analisis
cairan sinovial, tetapi mempunyai nama lain berupa analisis
cairan sendi. Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk
membantu mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan
pembengkakan pada sendi. Cairan sendi diambil menggunakan
jarum yang ditusuk ke dalam cairan itu berada (area diantara
tulang pada sendi tersebut). Cairan sinovial menjadi pelumas
dalam sendi. Cairan sinovial akan memberikan nutrisi bagi
tulang rawan sehingga tidak dapat aus selama penggunaan
(gesekan dalam pergerakan sendi).
Analisis cairan sendi terdiri dari serangkaian uji yang
dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi akibat dari
penyakit tertentu. Ada beberapa karakteristik cairan sinovial
yang patut dikaji antara lain:
1. Karakteristik fisik: evaluasi dari penampilan secara umum
dari cairan sinovial, meliputi kekentalan (viskositas).
Karakteristik fisik yang normal berupa: cairan bening,
berwarna jernih hingga kekuningan, dan kental
(viskositas tinggi akibat kandungan asam hialuronat,
ketika mengambilnya dengan jarum membentuk ‘string’
beberapa inchi layaknya cairan kental pada umumnya).
Perubahan yang terkait pada aspek fisik ini yaitu: cairan
keputihan (berawan) disebabkan oleh hadirnya
mikroorganisme dan sel darah putih) dan berwarna
kemerahan akibat hadirnya sel darah merah. Antara
cairan sinovial berawan dan kemerahan dapat terjadi
dalam satu spesimen.
2. Karakteristik kimia: mendeteksi perubahan zat kimia
tertentu pada cairan sinovial, meliputi: glukosa (level

6|Pemeriksaan cairan sendi


glukosa di dalam cairan ini lebih rendah daripada level
glukosa darah dan dapat menurun lebih signifikan lagi
pada inflamasi dan infeksi sendi, protein (kandungan
protein meningkat akibat peradangan infeksi), asam urat
yang meningkat (pada Gout).
3. Karakteristik mikroskopik: menghitung sel-sel yang
terdapat pada cairan sinovial (terutama untuk menghitung
leukosit) meliputi: hitung leukosit (batas normal yaitu
<200 sel / mm3, leukosit yang berlebihan menandakan
adanya inflamasi seperti pada Gout dan rheumatoid
artritis, neutrofilia menandakan infeksi bakteri, dan
eosinifilia menandakan penyakit Lyme), dan melewati
cairan sinovial ke sinar polarisasi untuk melihat adanya
kristal asam urat (kristal jarum) pada penyakit Gout.
4. Karakteristik infeksius1: menemukan agen infeksius
(bakteri atau jamur) dalam cairan sinovial meliputi:
pewarnaan gram (untuk melihat tipe agen infeksius),
pembiakan, uji kerentanan terhadap antibiotik (sebagai
panduan dalam memilih antibiotik), dan uji BTA jika
dikhatirkan adanya mikrobakterium.

Analisis cairan sendi dilakukan jika menemukan sesuatu yang


mencurigakan di daerah persendian, berupa:
(1) nyeri di daerah persendian
(2) eritema meliputi daerah persendian dan sekitarnya
(3) inflamasi di daerah persendian
(4) akumulasi cairan sinovial.

Prosedur dalam pengambilan cairan sinovial dikenal dengan


arthrocentesis. Setelah dianastesi lokal, dokter akan melakukan
penyuntikan hinga masuk ke tempat cairan sinovial berada (area

7|Pemeriksaan cairan sendi


diantara tulang). Selain untuk mengambil spesimen cairan sinovial,
prosedur ini dilakukan juga dalam:

1. Pengambilan cairan sinovial berlebihan untuk mengurangi


tekanan yang berlebihan.
2. Injeksi kortikosteroid ke dalam cairan sinovial yang
mengalami inflamasi.

Proses Pengambilan Sampel Cairan Sendi

Arthrocentesis dilakukan oleh dokter atau paramedik terlatih


dengan mengunakan alat yang steril dan tepat.

Pre Analitik

1. Spuit yang digunakan (19/21 untuk sendi besar, 23/25 untuk


sendi kecil).
2. Digunakan sarung tangan steril.
3. Dilakukan anastesi lokal (lidokain atau etiklorida spray).
4. Kapas alkohol dan betadine.
5. Empat tabung penampungan tanpa antikoagulan.
Analitik

1. Ditentukan lokasi penusukan, daerah ektensor lebih


aman (bebas saraf) dan beri tanda.
2. Dilakukan tindakan aseptik pada lokasi.
3. Dilakukan anastesi lokal (inflamasi lidokain/prokain
dengan jarum halus atau etiklorida spray).
4. Ditusuk daerah yang sudah ditandai dengan spuit yang
berisi 25 µ sodium heparin (dibilas) dan gunakan jarum
yang sesuai hingga terasa jarum menembus membran
sinovia (seperti menusuk kertas).

8|Pemeriksaan cairan sendi


5. Dilakukan aspirasi perlahan-lahan (untuk meminimalisasi
nyeri).
6. Spesimen ditampung (sesuai urutan tabung pertama kali
diisi).
~ Tabung I (tabung heparin ) steril untuk pemeriksaan
mikrobiologis (gram dan biakan).
~ Tabung II (tabung EDTA) untuk pemeriksaan
mikroskopis, memeriksa kristal, dan hitung jenis sel.
~ Tabung III (tanpa EDTA) untuk pemeriksaan kimia
atau imunologi dan untuk pemeriksaan makroskopis.

D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel:


1. Mengetahui apakah pasien mempunyai gangguan
hemostasis.
2. Melakukan dengan tehnik yang benar dan berusaha untuk
selalu steril.
3. Sampel yang didapatkan sesegera mungkin untuk dibawa
kelaboratoium.
4. Jika akan dikerjakan pemeriksaan glukosa cairan sendi
maka pasien dipuasakan 6-8 jam terebih dahulu.
5. Bila dikehendaki antikoagulan digunakan heparin.
6. Bila akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi wadah untuk
menampung cairan sendi harus steril

Macam – macam pemerisaan


a. Tes Makroskopik
 Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah didapat
dan biasanya volume normal tidak melebihi 2 ml. Volume
yang melebihi 2 ml menandakan adanya kelainan, makin
besar volume itu, maka makin luas juga kelainan yang ada.

9|Pemeriksaan cairan sendi


 Warna dan kejernihan :
Warna
Cairan sendi normal tidak berwarna atau mempunyai
warna kekuning-kuningan yang sangat muda.Jika terjadi
warna merah karena adanya darah biasanya disebabkan
oleh trauma pungsi.
 Kejernihan
Dalam keadaan normal cairan sendi jernih.Proses
patologis seperti radang dapat mengubah ciri-ciri itu menjadi
agak keruh sampai keruh sekali. Selain oleh peradangan
kekeruhan mungkin juga disebabkan proses-proses lain,
yakni oleh adanya beberapa macam Kristal atau oleh sel-sel
synovia yang terlepas.
Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan
yang berbeda.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dilihat warna dan kejernihan sampel .
3. Nilai rujukan : tidak berwarna dan jernih.
Pasca Analitik
Interpretasi :
 Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis
rematoid ringan.
 Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non spesifik, karena
bertambahnya lekosit.

10 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
 Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi
kronik, pirai dengan efusi akut dan obstruksi limfatik
dengan efusi.
 Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
 Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis
vilonodularis hemoragik. Bila darah terjadi karena trauma
pada waktu aspirasi maka warna merahnya akan
berkurang bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika bukan
oleh trauma maka warna merah akan menetap.
 Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama
(Gandasoebrata,2006).
 Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak
berisi fibrinogen. Proses peradangan dapat
menyebabkan menyusupnya fibrinogen ke dalam cairan
sendi. Kalau ada bekuan laporkanlah besarnya bekuan
itu, semakin besar bekuan itu, maka semakin berat
proses inflamasi
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan : tidak membeku.

11 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Pasca analitik
Interpretasi :
Bekuan + : ada proses peradangan
(Gandasoebrata,2006).
 Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu,
beberapa keadaan patologis dapat mengurangi viskositas
sehingga cairan itu seolah-olah menjadi encer.Untuk
menguji viskositas isaplah cairan sendi kedalam semprit
2 ml, kemudian biarkan cairan itu mengalir keluar dari
semprit (tanpa jarum) dan perhatikan panjangnya benang
lendir yang dapat dibentuk sampai saat cairan itu jatuh.
Dalam keadaan normal panjangnya paling sedikit 5 cm.
Makin pendek benang itu, maka makin abnormal,
kadang-kadang viskositas itu rendah sekali sehingga
menetesnya seperti air saja.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi
menentukan viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa
jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan
jari telunjuk, direntangkan antara jari telunjuk dan ibu
jari.
4. Hitung panjang rentangan.

12 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
5. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut
viskositas tinggi.
Pasca analitik
Interpretasi :
non inflamatorik  Viskositas tinggi.
Viskositas menurun (< inflamatorik akut dan septik)
hemoragik Viskositas bervariasi
(Gandasoebrata,2006).
b. Mikroskopis
1. Menghitung jumlah sel
Upaya ini dilakukan seperti menghitung leukosit dalam
darah tepi.Akan tetapi cairan pengencer Turk tidak dapat
dipakai karena asam acetat membekukan mucin yang terdapat
dalam cairan sendi. Pakailah larutan NaCl 0,85 % sebagai
pengganti cairan Turk untuk menghitung jumlah sel dan kamar
hitung Fuchs-Rosenthal seperti diterangkan dalam bab
mengenai cairan otak.Dalam keadaan normal jumlah sel dalam
cairan sendi kurang dari 200 per µl. Pertambahan cairan sendi
oleh causa bukan radang dapat meningkatkan jumlah itu
sampai 2.000 per µl, sedangkan adanya radang mendorong
angka itu sampai lebih dari 2.000 per µl.

Jumlah lekosit
Hasil hitung lekosit total maupun hitung jenis lekosit pada sendi
dapat membedakan inflammatory arthritis, non
inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel :
 Sampel diencerkan dengan NaCl 0,9% atau metilen biru
dalam NaCl 0,9% untuk cairan yang jernih.

13 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
 Jika cairan sendi terlalu kental kemungkinan sulit untuk
dipipet, maka sampel harus diencerkan dengan buffer
hialuronidase.
 Bila cairan sendi banyak mengandung eritrosit, maka
digunakan HCl 0,1% atau saponin 1%, karena cairan ini
dapat melisiskan eritrosit.
Prinsip tes : Sampel diencerkan dan dimasukkan ke dalam
kamar hitung (hemositometer). Dengan memperhitungkan
faktor pengenceran, jumlah lekosit dalam darah dapat
diketahui.
Analitik
Cara kerja :
1. Dipipet sampel ke dalam pipet lekosit sampai tanda 0,5.
2. Dipipet NaCl 0,9% sampai tanda 11, kocok isi pipet
beberapa menit agar isi pipet bercampur baik.
3. Kemudian dibuang 4 – 5 tetes isi pipet.
4. Disiapkan kamar hitung dengan cover glass di atasnya.
5. Diteteskan isi pipet pelahan-lahan ke dalam kamar hitung
6. Dihitung jumlah lekosit yang tampak dalam 4 kotak lekosit
dengan menggunakan perbesaran lensa objektif 10 x dan
hasilnya dikali 50 (pengenceran).
7. Nilai rujukan: jumlah lekosit < 200/mm3.
Pasca analitik
Interpretasi :
 Jumlah lekosit 200-500/mm3 penyakit non inflamatorik
(penyakit degeneratif).
 Jumlah lekosit 2.000-100.000/mm3 menandakan
inflamatorik akut.
~ Artritis gout akut : jumlah lekosit 750-45.000/mm3,
rata-rata 13.500/mm3.

14 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
~ Faktor rematoid : jumlah lekosit 300-98.000/mm3,
rata-rata 17.800/mm3
~ Artritis rematoid : jumlah lekosit 300-75.000/mm3,
rata-rata 15.500/mm3.
~ Septik (infeksi) : jumlah lekosit 20.000-200.000/mm3
~ Artritis TB : jumlah lekosit 2.500-105.000/mm3, rata-
rata 23.500/mm3.
~ Atritis gonore : jumlah lekosit 1.500-108.000/mm3,
rata-rata 14.000/mm3.
~ Atritis septik : jumlah lekosit 15.600-213.000/mm3,
rata-rata 65.400/mm3.
~ Hemoragik : jumlah lekosit 200-10.000/mm3

2. Menghitung jenis sel


Cairan sendi diperiksa seperti cairan tubuh yang lain
dengan cara membuat sediaan apus yang dipulas Giemsa atau
Wright. Dalam keadaan normal leukosit berinti segment kurang
dari 25% dari semua jenis sel yang ada dalam cairan sendi.
Semakin tinggi angka itu, maka semakin akut keadaan
patologis.
Hitung Jenis
Hitung jenis lekosit pada sendi dapat membedakan
inflammatory arthritis, non inflammatory arthritis dan infectious
arthrtis.
Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel :
 Sampel harus diperiksa < 1 jam setelah pengambilan.
 Sampel dapat langsung dari cairan aspirasi atau dari
sedimen cairan sendi yang telah disentrifus (paling baik).

15 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Prinsip tes : cairan sendi diapuskan di atas obyek glass
kemudian diwarnai.
Analitik
Cara kerja pewarnaan MGG :
1. Diambil cairan sendi yang telah disentrifuge
2. Diteteskan 1-2 tetes cairan sendi diatas objek glas,
kemudian dibuat hapusan di atas objek glass, dibiarkan
mengering.
3. Difiksasi apusan tersebut dengan metanol selama 5
menit lalu dibilas dengan air mengalir.
4. Diteteskan sediaan apusan dengan larutan May
Grunwald ± 1 – 2 menit.
5. Digenangi dengan larutan buffer pH 6,4 dan diamkan
selama 3 menit.
6. Diwarnai dengan larutan Giemsa yang sudah diencerkan
dengan buffer pH 6,4 dan dibiarkan 5 – 10 menit, cuci
dengan air mengalir lalu keringkan.
7. Diamati apusan di bawah mikroskop dengan
pembesaran 100 x menggunakan oil emersi.
8. Nilai rujukan : jumlah netrofil < 25 %.
Pasca analitik
Interpretasi :
Jumlah netrofil < normal atau non inflamatorik25%
Jumlah netrofil pada kelompok akut inflamatorik :
~ Artritis gout akut : jumlah netrofil 48 – 94%, rata-rata 83%.
~ Faktor rematoid : jumlah netrofil 8 – 89%, rata-rata 46%.
~ Artritis rematoid : jumlah netrofil 5 – 96%, rata-rata 65%.
~ Artritis tuberkulosa : jumlah netrofil 29 – 96%, rata-rata
67%.
~ Artritis gonore : jumlah netrofil 2 - 96% , rata-rata 64%.
~ Artritis septik : jumlah netrofil 75 – 100%, rata-rata 95%.

16 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
~ Jumlah netrofil pada kelompok hemoragik : <50 o:p="">
(Gandasoebrata,2006).
3. Kristal-kristal
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak diperlukan persiapan khusus.
Persiapan sampel : sampel disentrifus terlebih dahulu.
Prinsip tes : jenis kristal tergantung jenis kelainan.
Analitik
Cara kerja :
1. Diteteskan satu sampai dua tetes cairan sendi yang
telah disentrifus diatas objek glass dan ditutup dengan
cover glass.
2. Diperiksa dengan mikroskop lensa objektif 10x dan
40x.
3. Nilai rujukan : tidak ditemukan kristal dalam cairan
sendi.
Pasca analitik
Interpretasi :
~ Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan pada artritis
gout.
~ Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) yang
ditemukan pada kondro-kalsinosis (pseudogout).
~ Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific
periarthritis dan tendenitis.
~ Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid.

C. Kimia
1. Test Bekuan Mucin
Test ini menguji kualitas mucin yang ada dalam cairan sendi.
Mucin adalah satu komplex yang tersusun dari asam hialuronat

17 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
dan protein, mucin itu membeku oleh pengarah asam acetat.
Dalam keadaan normal dan pada proses non-radang :
 Mucin “berkualitas baik” : terlihat satu bekuan kenyal
dalam cairan jernih.
 Mucin “berkualitas lumayan” : menyusun bekuan yang
kurang kuat,bekuan itu tidak mempunyai batas-batas
tegas dalam cairan jernih.
 Mucin “berkualitas buruk” : seperti pada proses-proses
radang teristimewa pada radang oleh infeksi, bekuan
yang terjadi itu berkeping-keping dalam cairan keruh.
Ø Tes bekuan mucin
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam asetat dapat membekukan asam hialuronat
dan protein.

Alat dan bahan :


1. Tabung reaksi
2. Pengaduk
3. Aquades
4. Asam asetat glacial
5. Asam asetat 7 N
Analitik
Cara kerja :
1. Kedalam 1 tabung reaksi dimasukan 4mL aquadest.
2. Dimasukan sebanyak 1 mL cairan sendi.
3. Diteteskan 1 tetes larutan asam asetat 7 N.
4. Diaduk kuat-kuat dengan batang pengaduk.
5. Kemudian diperiksa hasil reaksi segera setelah diaduk dan
setelah 2 jam.

18 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Nilai rujukan
Terlihat satu bekuan kenyal dalam cairan jernih  Mucin baik :
normal.
Pasca analitik
Interpretasi :
 Mucin sedang : jika bekuan kurang kuat dan tidak
mempunyai batas tegas dalam cairan jernih. Misalnya
pada RA.
 Mucin buruk : jika bekuan yang terjadi berkeping-
keping dalam cairan keruh, misalnya karena infeksi.
2. Test Glukosa
Pre analitik
Persiapan pasien : pasien harus berpuasa 6-12 jam sebelum
pengambilan sampel.
Persiapan sampel : tidak hemolisis, cairan sendi disentrifus
terlebih dahulu.
Analitik
Cara Kerja:
Tes Glukosa menggunakan alat Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes
(protein, glukosa, LDH)
4. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis
6. Hasil tes akan keluar pada print out
Nilai rujukan: Perbedaan antara glukosa serum dan glukosa
cairan sendi adalah < 10 mg%.
Pasca analitik
Interpretasi :

19 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Kelompok non inflamatorik : perbedaannya <10 mg="" o:p="">
Kelompok inflamatorik :
~ arthritis gout akut  perbedaannya 0 – 41 mg%, rata-
rata 12 mg%.
~ faktor rematoid  perbedaannya 6 mg%.
~ artritis rematoid  perbedaannya 0 – 88 mg%, rata-rata
31 mg%.
Kelompok septik :
~ artritis tuberkulosa  perbedaannya 0 – 108 mg%, rata-
rata 57 mg%.
~ artritis gonore  perbedaannya 0 – 97 mg%, rata-rata
26 mg%.
~ artritis septik  perbedaannya 40 – 122 mg%, rata-rata 71
mg%.
~ Kelompok hemoragik  perbedaannya < 25 mg% (
3. Test Laktat dehidrogenase (LDH)
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
Persiapan sample : tidak ada persiapan khusus.
Analitik
Tes Laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan alat Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung
mikro.
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan.
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes
(protein, glukosa, LDH).
4. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes.
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
6. Hasil tes akan keluar pada print out.

20 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Nilai rujukan : 100-190 U/L
Pasca analitik
Interpretasi : LDH meningkat pada RA, gout dan artritis karena
infeksi, tetapi tetap normal pada penyakit sendi generative
(Kadir. A, 2012).

4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sebagai pemeriksaan penunjang
dibutuhkan untuk melihat struktur yang dicurigai mengalami
kelainan. Pemeriksaan rontgen merupakan modalitas utama
(sekitar 60-70% kelainan muskuloskeletal dapat ditegakkan
diagnosis). Berikut penjelasan dari temuan radiologik yang
meliputi penyakit pada sendi:

1. Celah sendi

Pada sendi normal, tulang yang berhubungan tidak


bertemu secara langsung. Adanya tulang rawan dan cairan
sinovial memberikan gambaran adanya celah di rontgen
(tulang rawan dan cairan tidak terlihat pada foto polos).
Adanya masalah di dalam tulang rawan dan cairan sinovial
berakibat salah satunya hubungan antara tulang mendekat
sehingga celah sendi menyempit. Hal ini bisa diakibatkan
degenerasi tulang rawan atau cairan sinovial.

2. Osteofit
Osteofit merupakan penulangan baru akibat
kompensasi denerasi tulang rawan. Karena penulangan ini di
luar ‘kebiasaan’, hasil dari penulangan ini menjadi tidak
teratur, osteofit ini bisa menyebabkan nyeri jika tumbuh dan
berinteraksi dengan tulang lain dalam bergerak.

21 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
3. Sclerosis subchondral
Subchondral merupakan lapisan yang berada di
bawah tulang rawan. Karena aliran darah yang meningkat
menyebabkan penebalan lapisan ini dan bisa membentuk
kista subchondral dan meningkatkan tekanan pada tulang
dan menyebabkan nyeri.

Dapat dilihat foto polos articulatio genu yang normal (atas:


AP, bawah: lateral)

22 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Berikut foto polos dari gambaran penyempitan sendi, osteofit
(multipel), dan sclerosis subcohndral.

E. ABNORMALITAS / GANGGUAN SENDI


Persendian dapat mengalami beberapa kelainan atau
gangguan, diantaranya sebagai berikut :
a. Ankiliosis yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan
karena seolah-olah kedua tulang menyatu.
b. Dislokasi yaitu sendi bergeser dari kedudukan semula.
c. Terkilir atau keseleo yaitu tertariknya ligamen akibat gerak
yang mendadak.
d. Artritis yaitu peradangan pada satu atau beberapa sendi dan
kadang-kadang posisi tulang mengalami perubahan. Artritis
dibedakan menjadi
e. Gout artritis yaitu gangguan persendian akibat kegagalan
metabolisme asam urat. Asam urat yang tinggi dalam darah
diangkut dan ditimbun dalam sendi yang kecil, biasanya
pada jari-jari tangan. Akibatnya ujung-ujung ruas jari tangan
membesar.

23 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
f. Osteoartriris yaitu suatu penyakit kemunduran, sendi tulang
rawan menipis dan mengalami degenarisi. Biasa terjadi
karena usia tua.
g. Reumathoid yaitu suatu penyakit kronis yang terjadi pada
jaringan penghubung sendi. Sendi membengkak dan terjadi
kekejangan pada otot penggeraknya.
Kelainan sendi akibat infeksi antara lain :
a) Artritis eksudatif yaitu peradangan pada sendi dan
terisi cairan nanah.
b) Artritis sika yaitu peradangan sendi sehingga rongga
sendi menjadi menjadi kering (kekurangan minyak
sinoval).
c) Layuh sendi atau layuh semu yaitu suatu keadaan
tidak bertenaga pada persendian akibat rusaknya
cakraepifisis tulang hingga sebagian tulang mati dan
mengering.

24 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat pada
sendi. Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu
mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan
pada sendi. Dalam proses pengambilan sampel cairan sendi
yang perlu diperhatikan yaitu sterilitas dalam proses
pengambilan dan menggunakan teknik pengambilan yang
benar. Jenis pemeriksaan dari cairan sendi diawali dengan
pemeriksaan makroskopi, pemeriksaan mikroskopi dan
pemeriksaan kimia.

B. Saran
Dari penyususnan makalah ini, masih banyak kekurangan yang
ada maka saran dan kritikan dari pembaca (Dosen dan teman-
teman Mahasiswa) sangat di harapkan untuk penulis demi
penyempurnaan makalah berikutnya atau masa yang akan
datang.

25 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
DAFTAR PUSTAKA

zier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan
Klinis Eds 5. Jakarta : EGC.

Potter perry. 2006. Fundamental keperawatan ed 2. Jakarta: EGC.

Sloane et all. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.

Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah
Brunner& Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta.

Syarifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan,


Edisi 3. Jakarta: EGC

26 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i

Anda mungkin juga menyukai