Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan Cairan Sendi
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi).
Sendi merupakan hubungan antar tulang sehingga tulang dapat
digerakkan. Beberapa komponen penunjang sendi antara lain
kapsula sendi, ligamen (ligamentum), tulang rawan hialin (kartilago
hialin), cairan sinovial atau cairan sendi. Cairan sendi adalah cairan
pelumas yang terdapat pada sendi yang dihasilkan dari ultrafiltrasi
plasma dan mengandung asam hialuronat. Asam hialuronat ini
menyebabkan cairan sendi bersifat kental sehingga cairan sendi
dapat berfungsi sebagai pelumas.
Cairan synovial akan memberikan nutrisi bagi tulang rawan
sehingga tidak terjadi gesekan dalam pergerakan sendi.
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu
mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan
pada sendi. Cairan sendi diambil menggunakan jarum yang ditusuk
kedalam cairan itu berada diarea antara tulang pada sendi tersebut.
Indikasi memeriksa cairan sendi diberikan oleh bertambah
banyaknya cairan itu dan pemeriksaan laboratorium membantu
diagnosis kelainan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses metabolisme cairan sendi?
2. Bagaimana patofisiologi cairan sendi?
3. Apa saja jenis pemeriksaan yang dilakukan pada cairan
sendi, Serta persiapan pemeriksaan cairan sendi?
4. Bagaimana abnormalitas cairan sendi?
A. DEFENISI SENDI
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh
dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung
antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga
kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis
persendian yang diperantarainya. Sendi merupakan tempat
pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi menjadi tiga
tipe, yaitu:
1. sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara
tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi
menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
2. sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh
kartilago hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan,
dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis;
dan
3. sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat
mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan
permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul
sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi,
tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh.
Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna
kekuningan, bening, tidak membeku, dan mengandung
leukosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas
viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus
sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber
nutrisi bagi rawan sendi.
B. PATOFISIOLOGI
Pre Analitik
10 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi
kronik, pirai dengan efusi akut dan obstruksi limfatik
dengan efusi.
Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis
vilonodularis hemoragik. Bila darah terjadi karena trauma
pada waktu aspirasi maka warna merahnya akan
berkurang bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika bukan
oleh trauma maka warna merah akan menetap.
Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama
(Gandasoebrata,2006).
Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak
berisi fibrinogen. Proses peradangan dapat
menyebabkan menyusupnya fibrinogen ke dalam cairan
sendi. Kalau ada bekuan laporkanlah besarnya bekuan
itu, semakin besar bekuan itu, maka semakin berat
proses inflamasi
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan : tidak membeku.
11 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Pasca analitik
Interpretasi :
Bekuan + : ada proses peradangan
(Gandasoebrata,2006).
Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu,
beberapa keadaan patologis dapat mengurangi viskositas
sehingga cairan itu seolah-olah menjadi encer.Untuk
menguji viskositas isaplah cairan sendi kedalam semprit
2 ml, kemudian biarkan cairan itu mengalir keluar dari
semprit (tanpa jarum) dan perhatikan panjangnya benang
lendir yang dapat dibentuk sampai saat cairan itu jatuh.
Dalam keadaan normal panjangnya paling sedikit 5 cm.
Makin pendek benang itu, maka makin abnormal,
kadang-kadang viskositas itu rendah sekali sehingga
menetesnya seperti air saja.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi
menentukan viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa
jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan
jari telunjuk, direntangkan antara jari telunjuk dan ibu
jari.
4. Hitung panjang rentangan.
12 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
5. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut
viskositas tinggi.
Pasca analitik
Interpretasi :
non inflamatorik Viskositas tinggi.
Viskositas menurun (< inflamatorik akut dan septik)
hemoragik Viskositas bervariasi
(Gandasoebrata,2006).
b. Mikroskopis
1. Menghitung jumlah sel
Upaya ini dilakukan seperti menghitung leukosit dalam
darah tepi.Akan tetapi cairan pengencer Turk tidak dapat
dipakai karena asam acetat membekukan mucin yang terdapat
dalam cairan sendi. Pakailah larutan NaCl 0,85 % sebagai
pengganti cairan Turk untuk menghitung jumlah sel dan kamar
hitung Fuchs-Rosenthal seperti diterangkan dalam bab
mengenai cairan otak.Dalam keadaan normal jumlah sel dalam
cairan sendi kurang dari 200 per µl. Pertambahan cairan sendi
oleh causa bukan radang dapat meningkatkan jumlah itu
sampai 2.000 per µl, sedangkan adanya radang mendorong
angka itu sampai lebih dari 2.000 per µl.
Jumlah lekosit
Hasil hitung lekosit total maupun hitung jenis lekosit pada sendi
dapat membedakan inflammatory arthritis, non
inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel :
Sampel diencerkan dengan NaCl 0,9% atau metilen biru
dalam NaCl 0,9% untuk cairan yang jernih.
13 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Jika cairan sendi terlalu kental kemungkinan sulit untuk
dipipet, maka sampel harus diencerkan dengan buffer
hialuronidase.
Bila cairan sendi banyak mengandung eritrosit, maka
digunakan HCl 0,1% atau saponin 1%, karena cairan ini
dapat melisiskan eritrosit.
Prinsip tes : Sampel diencerkan dan dimasukkan ke dalam
kamar hitung (hemositometer). Dengan memperhitungkan
faktor pengenceran, jumlah lekosit dalam darah dapat
diketahui.
Analitik
Cara kerja :
1. Dipipet sampel ke dalam pipet lekosit sampai tanda 0,5.
2. Dipipet NaCl 0,9% sampai tanda 11, kocok isi pipet
beberapa menit agar isi pipet bercampur baik.
3. Kemudian dibuang 4 – 5 tetes isi pipet.
4. Disiapkan kamar hitung dengan cover glass di atasnya.
5. Diteteskan isi pipet pelahan-lahan ke dalam kamar hitung
6. Dihitung jumlah lekosit yang tampak dalam 4 kotak lekosit
dengan menggunakan perbesaran lensa objektif 10 x dan
hasilnya dikali 50 (pengenceran).
7. Nilai rujukan: jumlah lekosit < 200/mm3.
Pasca analitik
Interpretasi :
Jumlah lekosit 200-500/mm3 penyakit non inflamatorik
(penyakit degeneratif).
Jumlah lekosit 2.000-100.000/mm3 menandakan
inflamatorik akut.
~ Artritis gout akut : jumlah lekosit 750-45.000/mm3,
rata-rata 13.500/mm3.
14 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
~ Faktor rematoid : jumlah lekosit 300-98.000/mm3,
rata-rata 17.800/mm3
~ Artritis rematoid : jumlah lekosit 300-75.000/mm3,
rata-rata 15.500/mm3.
~ Septik (infeksi) : jumlah lekosit 20.000-200.000/mm3
~ Artritis TB : jumlah lekosit 2.500-105.000/mm3, rata-
rata 23.500/mm3.
~ Atritis gonore : jumlah lekosit 1.500-108.000/mm3,
rata-rata 14.000/mm3.
~ Atritis septik : jumlah lekosit 15.600-213.000/mm3,
rata-rata 65.400/mm3.
~ Hemoragik : jumlah lekosit 200-10.000/mm3
15 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Prinsip tes : cairan sendi diapuskan di atas obyek glass
kemudian diwarnai.
Analitik
Cara kerja pewarnaan MGG :
1. Diambil cairan sendi yang telah disentrifuge
2. Diteteskan 1-2 tetes cairan sendi diatas objek glas,
kemudian dibuat hapusan di atas objek glass, dibiarkan
mengering.
3. Difiksasi apusan tersebut dengan metanol selama 5
menit lalu dibilas dengan air mengalir.
4. Diteteskan sediaan apusan dengan larutan May
Grunwald ± 1 – 2 menit.
5. Digenangi dengan larutan buffer pH 6,4 dan diamkan
selama 3 menit.
6. Diwarnai dengan larutan Giemsa yang sudah diencerkan
dengan buffer pH 6,4 dan dibiarkan 5 – 10 menit, cuci
dengan air mengalir lalu keringkan.
7. Diamati apusan di bawah mikroskop dengan
pembesaran 100 x menggunakan oil emersi.
8. Nilai rujukan : jumlah netrofil < 25 %.
Pasca analitik
Interpretasi :
Jumlah netrofil < normal atau non inflamatorik25%
Jumlah netrofil pada kelompok akut inflamatorik :
~ Artritis gout akut : jumlah netrofil 48 – 94%, rata-rata 83%.
~ Faktor rematoid : jumlah netrofil 8 – 89%, rata-rata 46%.
~ Artritis rematoid : jumlah netrofil 5 – 96%, rata-rata 65%.
~ Artritis tuberkulosa : jumlah netrofil 29 – 96%, rata-rata
67%.
~ Artritis gonore : jumlah netrofil 2 - 96% , rata-rata 64%.
~ Artritis septik : jumlah netrofil 75 – 100%, rata-rata 95%.
16 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
~ Jumlah netrofil pada kelompok hemoragik : <50 o:p="">
(Gandasoebrata,2006).
3. Kristal-kristal
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak diperlukan persiapan khusus.
Persiapan sampel : sampel disentrifus terlebih dahulu.
Prinsip tes : jenis kristal tergantung jenis kelainan.
Analitik
Cara kerja :
1. Diteteskan satu sampai dua tetes cairan sendi yang
telah disentrifus diatas objek glass dan ditutup dengan
cover glass.
2. Diperiksa dengan mikroskop lensa objektif 10x dan
40x.
3. Nilai rujukan : tidak ditemukan kristal dalam cairan
sendi.
Pasca analitik
Interpretasi :
~ Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan pada artritis
gout.
~ Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) yang
ditemukan pada kondro-kalsinosis (pseudogout).
~ Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific
periarthritis dan tendenitis.
~ Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid.
C. Kimia
1. Test Bekuan Mucin
Test ini menguji kualitas mucin yang ada dalam cairan sendi.
Mucin adalah satu komplex yang tersusun dari asam hialuronat
17 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
dan protein, mucin itu membeku oleh pengarah asam acetat.
Dalam keadaan normal dan pada proses non-radang :
Mucin “berkualitas baik” : terlihat satu bekuan kenyal
dalam cairan jernih.
Mucin “berkualitas lumayan” : menyusun bekuan yang
kurang kuat,bekuan itu tidak mempunyai batas-batas
tegas dalam cairan jernih.
Mucin “berkualitas buruk” : seperti pada proses-proses
radang teristimewa pada radang oleh infeksi, bekuan
yang terjadi itu berkeping-keping dalam cairan keruh.
Ø Tes bekuan mucin
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam asetat dapat membekukan asam hialuronat
dan protein.
18 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Nilai rujukan
Terlihat satu bekuan kenyal dalam cairan jernih Mucin baik :
normal.
Pasca analitik
Interpretasi :
Mucin sedang : jika bekuan kurang kuat dan tidak
mempunyai batas tegas dalam cairan jernih. Misalnya
pada RA.
Mucin buruk : jika bekuan yang terjadi berkeping-
keping dalam cairan keruh, misalnya karena infeksi.
2. Test Glukosa
Pre analitik
Persiapan pasien : pasien harus berpuasa 6-12 jam sebelum
pengambilan sampel.
Persiapan sampel : tidak hemolisis, cairan sendi disentrifus
terlebih dahulu.
Analitik
Cara Kerja:
Tes Glukosa menggunakan alat Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes
(protein, glukosa, LDH)
4. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis
6. Hasil tes akan keluar pada print out
Nilai rujukan: Perbedaan antara glukosa serum dan glukosa
cairan sendi adalah < 10 mg%.
Pasca analitik
Interpretasi :
19 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Kelompok non inflamatorik : perbedaannya <10 mg="" o:p="">
Kelompok inflamatorik :
~ arthritis gout akut perbedaannya 0 – 41 mg%, rata-
rata 12 mg%.
~ faktor rematoid perbedaannya 6 mg%.
~ artritis rematoid perbedaannya 0 – 88 mg%, rata-rata
31 mg%.
Kelompok septik :
~ artritis tuberkulosa perbedaannya 0 – 108 mg%, rata-
rata 57 mg%.
~ artritis gonore perbedaannya 0 – 97 mg%, rata-rata
26 mg%.
~ artritis septik perbedaannya 40 – 122 mg%, rata-rata 71
mg%.
~ Kelompok hemoragik perbedaannya < 25 mg% (
3. Test Laktat dehidrogenase (LDH)
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
Persiapan sample : tidak ada persiapan khusus.
Analitik
Tes Laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan alat Cobas Mira
1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung
mikro.
2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan.
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes
(protein, glukosa, LDH).
4. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes.
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
6. Hasil tes akan keluar pada print out.
20 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Nilai rujukan : 100-190 U/L
Pasca analitik
Interpretasi : LDH meningkat pada RA, gout dan artritis karena
infeksi, tetapi tetap normal pada penyakit sendi generative
(Kadir. A, 2012).
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sebagai pemeriksaan penunjang
dibutuhkan untuk melihat struktur yang dicurigai mengalami
kelainan. Pemeriksaan rontgen merupakan modalitas utama
(sekitar 60-70% kelainan muskuloskeletal dapat ditegakkan
diagnosis). Berikut penjelasan dari temuan radiologik yang
meliputi penyakit pada sendi:
1. Celah sendi
2. Osteofit
Osteofit merupakan penulangan baru akibat
kompensasi denerasi tulang rawan. Karena penulangan ini di
luar ‘kebiasaan’, hasil dari penulangan ini menjadi tidak
teratur, osteofit ini bisa menyebabkan nyeri jika tumbuh dan
berinteraksi dengan tulang lain dalam bergerak.
21 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
3. Sclerosis subchondral
Subchondral merupakan lapisan yang berada di
bawah tulang rawan. Karena aliran darah yang meningkat
menyebabkan penebalan lapisan ini dan bisa membentuk
kista subchondral dan meningkatkan tekanan pada tulang
dan menyebabkan nyeri.
22 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
Berikut foto polos dari gambaran penyempitan sendi, osteofit
(multipel), dan sclerosis subcohndral.
23 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
f. Osteoartriris yaitu suatu penyakit kemunduran, sendi tulang
rawan menipis dan mengalami degenarisi. Biasa terjadi
karena usia tua.
g. Reumathoid yaitu suatu penyakit kronis yang terjadi pada
jaringan penghubung sendi. Sendi membengkak dan terjadi
kekejangan pada otot penggeraknya.
Kelainan sendi akibat infeksi antara lain :
a) Artritis eksudatif yaitu peradangan pada sendi dan
terisi cairan nanah.
b) Artritis sika yaitu peradangan sendi sehingga rongga
sendi menjadi menjadi kering (kekurangan minyak
sinoval).
c) Layuh sendi atau layuh semu yaitu suatu keadaan
tidak bertenaga pada persendian akibat rusaknya
cakraepifisis tulang hingga sebagian tulang mati dan
mengering.
24 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat pada
sendi. Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu
mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan
pada sendi. Dalam proses pengambilan sampel cairan sendi
yang perlu diperhatikan yaitu sterilitas dalam proses
pengambilan dan menggunakan teknik pengambilan yang
benar. Jenis pemeriksaan dari cairan sendi diawali dengan
pemeriksaan makroskopi, pemeriksaan mikroskopi dan
pemeriksaan kimia.
B. Saran
Dari penyususnan makalah ini, masih banyak kekurangan yang
ada maka saran dan kritikan dari pembaca (Dosen dan teman-
teman Mahasiswa) sangat di harapkan untuk penulis demi
penyempurnaan makalah berikutnya atau masa yang akan
datang.
25 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i
DAFTAR PUSTAKA
zier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan
Klinis Eds 5. Jakarta : EGC.
Sloane et all. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah
Brunner& Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta.
26 | P e m e r i k s a a n c a i r a n s e n d i