Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL DAN STRATEGI PELAKSANAAN


TINDAKAN KEPERAWATAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi Sosial

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y (2010)
adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain
menyatakan negatif dan mengancam. Sedangkan Menarik diri adalah usaha
menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan,
pikiran, prestasi atau kegagalanya (Depkes, 2006 dalam Dermawan D dan
Rusdi, 2013).

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya (Keliat,
2011).

Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak
mampu berinteraksi untuk membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya..

2. Penyebab
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah
isolasi sosial yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas perkembangan
yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat
fase perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu
masalah.
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan
interpersonal (Stuart dan Sundeen, dalam Fitria,2009).
Tahap Perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal


perilaku mandiri

Masa prasekolah Melajar menunjukan inisiatif, rasa


tanggung jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama,
dan berkompromi
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan
teman sesama jenis kelamin
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara
orang tua dan teman, mencari
pasangan, menikah dan mempunyai
anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan
yang sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan
ketertarikan dengan budaya

2) Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang
tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang
cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada
klien skizfrenia yang mengalami masalah dalam hubungan memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan
ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
b. Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas
ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.

3. Rentang respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri


4.
5.Otonomi Depedensi Ketergantungan
6.
Bekerjasama Curiga Manipulasi
7.
8.Interdependen Curiga
Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon ini meliputi:
a. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mamapu
menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
c. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling member,
dan menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan
masyarakat.

Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon maladaptive tersebut


adalah:
a. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi
dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain
b. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek
yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin
penilaian.
c. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
ogosentris,harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang
lain.
d. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

III. A. Pohon masalah


Halusinasi Effect

Core
Isolasi sosial problem

Harga diri rendah Causa

B. Masalah keperawatan yang perlu dikaji


Data yang perlu dikaji yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik
diri. Menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak

b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang energi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi
tidur).

IV. Diagnosa Keperawatan


Isolasi sosial

V. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Untuk Klien
Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
4) Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya.
b. Untuk Keluarga
1) Mendiskusikan faktor – faktor yang melatar belakangi terjadinya isolasi
sosial
2) Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
3) Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4) Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap.

VI. Strategi Pelaksanaan


SP pada Pasien SP pada Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi 1. Diskusikan masalah yang
pasien : siapa yang serumah, siapa dirasakan keluarga dalam merawat
orang terdekat, yang tidak dekat, pasien
dan apa sebabnya. 2. Jelaskan pengertian isolasi social,
2. Mendiskusikan dengan pasien tanda dan gejala serta proses
tentang keuntungan punya teman terjadinya isolasi social
dan bercakap – cakap 3. Jelaskan cara merawat pasien
3. Mendiskusikan dengan pasien dengan isolasi social
tentang kerugian tidak punya 4. Latih dua cara merawat : cara
teman dan tidak bercakap – cakap berkenalan, berbicara saat
4. Masukkan pada jadwal kegiatan melakukan kegiatan harian
untuk latihan berkenalan 5. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberikan pujiaan
saat besuk
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan berkenalan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
(berapa orang, serta beri pujian) merawat/melatih pasien
2. Latih cara berbicara saat melakukan berkenalan dan berbicara saat
kegiatan harian (latih 2 kegiatan) melakukan kegiatan harian, beri
3. Masukkan pada jadwal kegiatan pujian
untuk latihan berkenalan 2-3 orang 2. Jelaskan kegiatan rumah tangga
pasien, perawat dan tamu, berbicara yang dapat melibatkan pasien
saat melakukan kegiatan harian berbicara (makan, sholat bersama)
di rumah
3. Latih cara membimbing pasien
berbicara dan memberi pujian
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal saat besuk
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
berkenalan (berapa orang) dan merawat/melatih pasien
bicara saat melakukan kegiatan berkenalan dan berbicara saat
harian. Beri pujian melakukan kegiatan harian, beri
2. Latih cara berbicara saat melakukan pujian
kegiatan harian (2 kegiatan baru) 2. Jelaskan cara melatih melakukan
3. Masukan pada jadwal kegiatan termasuk minum obat (discharge
untuk latihan berkenalan 4-5 orang, planning)
berbicara saat melakukan kegiatan 3. Menjelaskan follow up pasien
harian setelah pulang
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
berkenalan, bicara saat melakukan merawat/melatih pasien
kegiatan harian, beri pujian berkenalan dan berbicara saat
2. Latih cara bicara social : meminta melakukan kegiatan harian/ RT,
sesuatu, menjawab pertanyaan berbelanja, beri pujian
3. Masukkan pada jadwal kegiatan 2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
untuk latihan berkenalan >5 orang, tanda kambuh dan rujukan.
orang baru, berbicara saat 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
melakukan kegiatan harian dan jadwal kegiatan dan memberikan
sosialisasi pujian
SP 5 – 12 SP 5 – 12
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
berkenalan, bicara saat melakukan merawat/melatih pasien
kegiatan harian dan sosialisasi. Beri berkenalan, berbicara saat
pujian melakukan kegiatan harian/ RT,
2. Latih kegiatan harian berbelanja dan kegiatan lain serta
3. Nilai kemampuan yang telah follow up, beri pujian
mandiri 2. Nilai kemampuan keluarga
4. Nilai apakah isolasi sosial teratasi merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan control ke RSJ/PKM

Contoh Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial


Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Saya Jumiati Akbariah Saya senang dipanggil Jumi Saya mahasiswa keperawatan
UMB, saya yang akan membantu merawat ibu dari sekarang sampai 2 minggu
kedepan
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S... hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman ibu S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Mau berapa lama S...? Bagaimana kalau 15 menit”
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang
lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang
dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. (2007). Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor.

Depkes RI. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Depkes RI.

Iyus Yosep. (2011). Keperawatan jiwa. Bandung: PT Refika Adimata .

https://agungmajestic.files.wordpress.com/2011/10/lp-menarik-diri (diakses pada 14


Januari 2017)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurulitaaf-6727-2-babii.pdf
(diakses pada 15 Januari 2018)
Surabaya, Januari 2018
Preseptor Akademik Preseptor Klinik,

(…………….…………..…) (……………………………..…)

Anda mungkin juga menyukai