Anda di halaman 1dari 28

Puasa Itu...

Itu Puasa
Dalam hidup ini kita punya ruang untuk bercinta secara pribadi dengan istri, dengan suami,
dengan anak dan seluruh keluarga, teman-teman seklub, seorganisasi, sekelompok dan lain
sebagainya. Semua kejadian dalam hidup adalah ruang-ruang percintaan, sampai cinta
sebangsa dan sebagainya.

Nah, puasa adalah satu peluang yang luar biasa dimana seorang individu memiliki peluang
untuk bercinta dengan Allah swt.

Anda tinggal mencari cara-cara pandang untuk menemukan dan menghayati betapa dahsyat
dan beruntungnya kita mendapatkan peluang untuk bercinta secara pribadi dengan Allah
swt.

Kenapa bercinta secara pribadi?

Allah mengatakan puasa itu milik-Ku dan Aku yang akan menyediakan balasan-balasan
untuk orang yang bercinta dengan-Ku.

Karena memang tidak mungkin puasa itu tidak private karena tidak seorangpun tahu kita
berpuasa atau tidak. Kita bisa curi-curi minum dimana-mana. Kita juga tidak bisa mengawasi
bapak kita, istri kita, anak kita, saudara kita, siapapun.

Kita juga berbuka puasa bersama dengan orang-orang yang kita tidak bisa cek dia mereka
berpuasa atau tidak. Oleh karena itu, ini benar-benar sebuah ruang dimana kita berhadapan
langsung secara pribadi dengan Allah swt dan tinggal anda punya ilmu nggak untuk
memanfaatkan itu semua.

Kalau anda becinta suami istri berarti ada take and give, fifty-fifty. Tapi kalau dengan Allah
kan tidak mungkin fifty-fifty. Pasti anda hanya akan ngasih paling banyak sepuluh persen
tetapi Allah yang lebih memiliki kekayaan dan keluasan ruang untuk memberi kita sembilan
puluh persen.

Jadi barangsiapa tidak memanfaatkan peluang percintaan pribadi dengan Allah ini, dia harus
mengulang cara berpikir hidupnya. (01.50)

Semua Ustadz, semua Kiai, semua Ulama, dan semua umat Islam sudah pernah
mengucapkan dan mendengarkan bahwa kalau kita menjalani puasa Ramadhan, maka
seluruh dosa-dosa kita sebelumnya akan diampuni oleh Allah.

1
Pengampunan Allah kepada kita di masa yang lalu, dosa-dosa sebelum kita berpuasa itu
berbanding lurus dengan apa yang Allah menyebut sebagai kondisi atau syarat: Imanan wa
ihtisaban.

Jadi pertama, puasa itu kita lakukan dengan landasan iman. Iman ini kita pahami secara
intelektual, secara spiritual, secara hati, secara perasaan, secara apapun saja.

Kemudian Ihtisaban ini kita pahami benar-benar dengan logika, dengan kalkulasi.

Jadi, kita berpuasa dengan melihat kembali lajur-lajur administrasi dari hidup kita. Jadi
margin dosa kita seberapa, jenis-jenis dosa kita apa saja, kesalahan-kesalahan hidup kita apa
saja. Kesalahan yang sifatnya keliru atau khilaf atau salah atau dosa atau dosa besar kan ada
kalkulasinya masing-masing.

Terus margin pahala, margin plus-plusnya hidup kita berapa.

Nah, kalau ihtisaban atau kita mengaudit diri kita selama kita berpuasa itu... itu kan
memproduk satu keputusan untuk menjalani sesuatu yang baru sama sekali berdasarkan
ihtisaban itu tadi.

Nah, kalau ihtisaban atau perhitungan hidup ini benar-benar kita lakukan selama berpuasa
sehingga selesai berpuasa kita menjalankan sesuatu yang baru sama sekali itu namanya:
Taubah Nasuha.

Sehingga kalau orang bertaubah nasuha, ya sudah pasti dia diampuni dosa-dosanya. (03.40)

Menjadi pengetahuan sehari-hari setiap orang di kota atau didesa, dimasa lalu atau dimasa
kini dikalangan umat Islam bahwa kalau Ramadhan tiba, Setan dibelenggu.

Ya kita kan belajar, kita kan berkembang ilmunya sehingga ada bahasa yang berkembang,
ada retorika, ada uslub dalam bahasa Arab, ada susastra dalam bahasa Indonesia. Bahasa
bukan hanya gramar, bahasa juga ada literature. Berarti Setan dibelenggu itu kan
pemaknaan substansialnya adalah, bahwa pekerjaan puasa itu merupakan metodologi
untuk membelenggu Setan.

Siapakah yang membelenggu Setan?

Lho kita kan Khalifahnya Allah, ya masa Tuhan yang suruh kerjain semuanya. Kita dikasih
metodenya, kita yang mengerjakannya. Kita yang membelenggu Setan. Nah sekarang tinggal
pandangan kita mengenai Setan mari kita perpanjang, mari kita perluas, mari kita perdalam.

2
Setan itu bukan sesuatu diluar diri kita, sebuah bentuk fisik, jasad. Setan itu kan bisa
frekuensi, sel, virus, kuman. Bisa koordinat-koordinat dari satu keadaan, bisa atmosfer.
Anda memahaminya dengan Nano Tekhnologi, misalnya.

Jadi Setan itu satu potensialitas yang terus menerus harus diselidiki yang membikin manusia
sedemikian rupa kehilangan keseimbangannya, dan ini sangat luas. Ketidak seimbangan dan
keseimbangan dalam diri manusia itu begitu luasnya sehingga puasa itu membuat kita
memiliki jarak untuk mencoba menghitung kembali faktor apa saja, frekuensi yang mana
saja yang selama ini menciptakan ketidak seimbangan dalam hidup kita sehingga produknya
adalah produk kejahatan, keburukan, maksiat, destruksi dan lain sebagainya.

Sehingga puasa adalah suatu disain antivirus. (05.35)

Puasa itu kalau kita cari definisinya atau batas parameternya, itu sangat banyak, tergantung
darimana kita melihatnya.

Puasa adalah anda berhak melakukan sesuatu tetapi anda tidak melakukannya pada batas
waktu tertentu. Anda berhak makan, tapi anda bersepakat sama Allah untuk tidak makan
dari pagi sampai sore.

Atau puasa adalah kesadaran untuk memahami segmen. Ini bisa terjadi di perusahaan.
Fokus produk saya adalah ‘x’, segmen saya ‘y’. Itu puasa.

Jadi sesungguhnya puasa itu pekerjaan sehari-hari. Setiap hari, disegala macam pekerjaan,
itu kita memerlukan puasa.

Bersuami istri, harus berpuasa. Setiap laki-laki ingin menyetubuhi semua wanita, maunya.
Tapi dia berpuasa, dia fokus hanya kepada istri.

Ada ‘Diivision of Labour’ dalam pemerintahan, bahwa kalau depag itu harus berpuasa tidak
mengerjakan selain di koridor depag. Demikian juga departemen yang lain.

Dan segala sesuatu.

Baju kita pakai dengan metode puasa karena kalau kita mau pakai semua baju kita jadi
orang gila.

Apa saja puasa. Apa saja kalau tidak pakai metode puasa dia bunuh diri.

Kalau dalam sepakbola anda melanggar puasa berarti offside, outball, kartu kuning, kartu
merah.

3
Jadi puasa itu sebenarnya pekerjaan yang sama sekali tidak khusus, pekerjaan sehari-hari
dan dia adalah hakekat hidup utama manusia.

Barangsiapa faham puasa dia akan jaya dan selamat. Barangsiapa tidak faham dan menolak
puasa, semakin dia menolak semakin cepat kehancurannya. (07.25)

Puasa Ramadhan itu kan pembelajaran, juga dzikir.

Pembelajaran itu artinya, kita mencoba merekapitulasi kembali disain nilai puasa itu apa
sebenarnya dalam hidup. Atau laboratorium, kita berlatih kembali untuk berpuasa supaya
dalam aplikasi kehidupan kita yang bermacam-macam kita tetap setia kepada prinsip puasa.

Kalau dalam ilmu kedokteran, itu namanya dosis. Orang menentukan dosis itu berdasarkan
batas kesehatan. Overdosis menjadi tidak sehat, underdosis menjadi tidak sehat. Dan untuk
menentukan batas dosis itu.... itu namanya puasa.

Rasulullah itu hanya makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Jangan
difikir itu ilmu tentang makan, itu juga ilmu tentang puasa. Jangan difikir ilmu tentang
cahaya itu hanya ilmu tentang cahaya, ilmu tentang cahaya adalah ilmu tentang kegelapan.
Ilmu tentang kegelapan adalah ilmu tentang cahaya karena anda tidak mungkin memahami
cahaya tanpa memahami kegelapan. Dan sebaliknya , tidak mungkin anda memahami
kegelapan tanpa memahami cahaya.

Maka, Rasulullah hanya makan ketika lapar, itu dia mempuasakan ilmunya mengenai
kesehatan, sehinga dia menahan diri untuk tidak makan kalau tidak benar-benar pada detik
yang pas ketika dia memang membutuhkan makan secara medis. Dan begitu frekuensi atau
jumlah makanan mulai punya potensi tidak terlalu positif terhadap badan, maka Rasulullah
mempuasainya lagi dengan berhenti sebelum kenyang. Itu ilmu puasa, bukan hanya ilmu
makan.

Jadi, ilmu kesehatan itu juga ilmu puasa. (09.18)

Ada pelajaran dari Nabi Zakaria yang untuk menunggu-nunggu putranya itu beliau
dianjurkan untuk berpuasa omong.

Jadi, dengan prinsip puasa adalah menahan diri dan tidak melakukan hal-hal yang
sebenarnya kita berhak melakukan, kita bisa mengambil keputusan untuk melakukan puasa
yang bermacam-macam.

4
Kalau kita suka soto, coba saja kita tidak makan soto enam bulan. Kalau kita tidak suka
pecel, coba kita makan pecel enam bulan. Supaya anda jadi orang sakti, sebab kalau hanya
bisa melakukan yang diinginkan, itu bayi juga bisa. Kalau mau be’ol... be’ol, mau kencing...
kencing, mau teriak... teriak, itu bayi.

Kalau anda ingin jadi orang dewasa, anda berlatih untuk melakukan sesuatu yang mungkin
tidak disukai asal itu benar dan anda tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya anda sangat
sukai.

Puasa bicaranya Nabi Zakaria itu pasti ada disain atau ada goal terhadap dimensi-dimensi
yang berbeda. Orang yang puasa berbicara itu dia sebenarnya dia melakukan satu
perombakan yang luar biasa di dalam fikiran dan hatinya sehingga terlatih untuk tidak
mengeluarkan satu kata sebelum matang perhitungannya, bahwa satu kata itu memang
pantas diucapkan pada momentum tertentu, pada responden tertentu.

Dan kalau hitungan itu tidak dengan prinsip puasa, seperti zaman sekarang ini, semua orang
ngomong tidak hitung waktu, tidak hitung momentum, sms bertebaran kemana-mana tidak
dihitung sehingga yang terjadi adalah inflasi informasi, inflasi psikologi, stress dan lain
sebagainya. (11.10)

Ya kita menjalankan puasa ini, ya ada dimensi yang spiritual sekali, ada dimensi yang isyiq.

Isyiq itu keasyikan yang sangat intrinsik sifatnya didalam jiwa manusia. Tapi juga ada yang
intrinsik, keasyikan diluar. Ada keindahan bulan Ramadhan, ada lagu-lagu yang menghias,
ada album Ramadhan, ada jajan-jajan di pinggir jalan.

Itu semua sah asal ditempatkan pada tempat yang tepat, baik di dalam tata nilai di dalam
diri manusia atau didalam tatanan kebudayaan dimana manusia hidup, maka tidak ada
masalah.

Tetapi mungkin kita punya kelemahan-kelemahan.

Misalnya, “Lho, kalau masuk bulan Ramadhan ini budget rumah tangga meningkat,”
mestinya puasa itu penurunan kebutuhan jasad, tapi meningkat dimana-mana, sehingga
pertimbangan-pertimbangan kenegaraan saja dihitung berdasarkan kepastian bahwa begitu
memasuki bulan Ramadhan itu tidak boleh ada masalah ekonomi di negara ini, karena
begitu rupa di bulan Ramadhan itu, kita sangat butuh keamanan ekonomi dan mungkin
konsumsi yang lebih besar.

Ya, kalau sehari-hari budaya puasa, keasyikan berpuasa dan menikmati secara manusiawi
berpuasa itu ya kadang-kadang kita iseng ngomong, “Yuk! Yuk! Kita ngopi-ngopi dulu sambil

5
nunggu buka puasa.” Kadang-kadang, “Yuk kita main gaple. Ini rokoknya cukup nggak ini
sampai nanti saat berbuka,” dstnya.

Tentu saja itu semua tidak akan kita lakukan, tapi ngomong-ngomong seperti itu
sesungguhnya adalah cara kita untuk menikmati puasa dan mengejek diri kita agar supaya
kelaparan itu bisa menjadi kenikmatan selama kita berpuasa. (13.03)

Berpuasa itu kalau kita kembangkan dia sebagai ilmu dan keperluan untuk menata dan
mematangkan perilaku kehidupan, tidak hanya individu - termasuk juga sosialitas, institusi,
perusahaan, kenegaraan, dstnya itu bisa kita simulasikan atau kita animasikan di dalam
konteks bahwa puasai itu tidak hanya urusan mulut. Puasa itu juga urusan telinga, mata.

Jadi, kita dengan Ramadhan yang terus menerus setiap tahun satu kali itu sebenarnya
adalah ‘quick course’, kursus kilat sebulan untuk meningkatkan kemampuan kita mengukur
seberapa banyak sih kita harus mendengar, dan seberapa banyak kita sebaiknya ngomong,
apa yang perlu kita lihat dan apa yang tidak perlu kita lihat. Berapa persen mata kita ini kita
atur dengan prinsip puasa bahwa tidak semua hal boleh kita lihat, bahwa tidak semua hal
tepat kita lihat, bahkan tidak semua hal boleh kita ijinkan mata kita untuk menyaksikannya.
Bahkan telinga juga kita pilih, apa yang sebaiknya kita dengarkan - apa yang sebaiknya tidak
kita dengarkan.

Nanti kalau ini, perhitungan masing-masing dari mata dan telinga ini sudah lumayan matang
dan berkembang, baru kita hitung lagi, sebenarnya mendengar dengan bicara itu lebih
banyak mana. Mendengar dengan melihat itu lebih penting mana. Kalau kata Allah sih lebih
penting mendengar. Jadi kalau ada pemimpin buta, masih tidak apa-apa. Tapi kalau
pemimpin tuli, ya itu lebih bahaya.

Jadi, sebenarnya puasa ini sebuah universitas yang luar biasa dan kita nggak perlu baca
macam-macam asalkan ingat kita punya mata, ingat hidung, ingat mulut, ingat tangan, ingat
kaki kita kaitkan dengan prinsip puasa itu kita sudah jadi pendekar kehidupan yang luar
biasa. (14.55)

Kalau berbicara mengenai manajemen qalbu, yang pertama harus kita perjelas adalah:
qalbunya ini yang memanage atau yang dimanage. Kalau dalam tafsir yang saya coba cari
melalui An-nur 35, maka kita mendapatkan satu formasi seperti ini:

6
Bawa jasad kita, itu namanya miskhat. Di dalam miskhat itu ada sumber cahaya namanya
misbah, itu namanya hati. Nah kemudian ada zujajah, itu akal, dengan software berasal dari
gelombang elektromagnetiknya Tuhan, dia menghasilkan satu operating system yang
namanya berfikir. Nah, siapa yang memanage?

Qalbu ini, kalau menurut Alquran tadi, almisbahu fi zujajah. Jadi, akal atau mekanisme
berfikir itu merupakan helmnya hati. Hati ini harus dihelm-i, harus dilindungi karena dia ini
tidak punya batas hati ini. Katakan sama hati, “Mau nggak uang satu triliun?” – Mau!
“Sepuluh triliun?” – Mau! Berapapun hati itu mau. Tapi kalau anda pakai otak, anda pakai
akal, akal yang mengerti berapa yang anda butuhkan.

Hati ini begitu sucinya dan karena dia tidak terbatas, maka dia punya kans untuk bertemu
dengan Allah. Tetapi dalam batas waktu dimana akhirat belum datang, dia butuh dihelm-i
oleh akal fikiran agar supaya hati tidak kesusu ketemu dengan Allah. Maka, itu yang disebut
manajemen qalbu. Yang memanage adalah akal fikiran.

Maka jangan hanya ngurusin hati, karena yang nomor satu adalah cara dan metode untuk
mengurusi hati, yaitu dengan cara mencari ilmu sebanyak-banyaknya melalui akal fikiran,
baru hati kita bisa termanage. (16.48)

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tidurnya orang berpuasa itu berpahala. Ya, kita
bersabar untuk mencoba mengepung masalah ini dari berbagai sudut secara singkat.

Pertama. Pasti tidak ada tidur adalah baik. Segala sesuatu itu, baik dan buruk tergantung
ruangnya, waktunya, konteksnya, suasananya, dstnya. Sama dengan makan dalam keadaan
sangat kenyang, ya makan itu nggak baik. Dalam keadaan sangat lapar, tidak makan ya ndak
baik. Tidur juga begitu.

Setiap subuh kita mendengar ‘ash-sholatu khairu minannaum’ – sholat itu lebih baik dari
tidur. Berarti tidur itu baik, cuma sholat lebih baik. Nah cuma masalahnya tidur yang
bagaimana yang baik.

Saya ngantor, puasa Ramadhan, jam setengah sepuluh ngantuk saya tidur, terus saya
digertak sama bos saya, terus saya bilang, “Lho, pak. Tidurnya orang berpuasa itu
berpahala.” Boleh ngomong begitu, tapi harus siap untuk memperdebatkan konteksnya.
Sebab yang disebut tidur juga tidak hanya bahwa anda memejamkan mata terus
menghilangkan kesadaran. Tidur itu bermacam-macam. Tidur itu luar biasa banyak ilmunya.

Bahwa saya kemarin itu tidur sampai enam jam, biasanya dua jam, itu saya dapat pahala
karena ketika saya tidur itu banyak orang mencuri – lha saya tidak. Jadi kadang-kadang tidur
itu memang menguntungkan. Tapi begitu saya berada dalam satu komitmen untuk tidak

7
tidur pada jam tertentu, misalnya karena kantor dan lain sebagainya, maka begitu saya tidur
pada saat itu, tidak bisa kita sebut baik.

Jadi disini ini peluang bagi kita untuk memasuki pintu makna tidur ini secara seluas-luasnya
dan ini tidak bisa kita bicarakan dalam waktu satu dua menit.

Tapi, tidurpun ternyata adalah satu ilmu yang luar biasa. (18.40)

Tidak ada makan yang lebih nikmat dibanding makannya orang berbuka puasa. Selama ini
kebudayaan kita dan pemikiran kita mengenai puasa memang baru disitu letaknya. Bahwa
berbuka puasa itu kan... wah itu kaya hari rayanya puasa kan, gitu kan.

Sebenarnya kalau kita mau agak lebih ngeyel sedikit dan ingin meningkatkan ilmu kita bisa
melihat berbuka puasa itu sebagai sebuah pengabdian dan toleransi. Sebab kalau anda
memang sudah terbiasa berpuasa dalam kehidupan, lha kalau cuma maghrib saja kan kita
mampu. Lha mau isya bukanya kita juga mampu. Saya waktu kecil, saya berbuka jam
sepuluh malam. Tetapi saya mau takjil waktu dung maghrib untuk membatalkan puasa saya,
karena saya mencintai Allah, karena saya mencintai ibu saya.

Jadi sebenarnya, kalau kita mau mencari nilai-nilai yang dilain segi dari tradisi kita sehari-
hari, sesungguhnya hidup kita akan memiliki dialektika untuk semakin matang.

Kita lomba marathon. Kalau takaran kita, kuda-kuda batin kita hanya sampai kepada garis
finish, maka kita akan berpesta pora begitu bisa mencapai garis finish. Tapi kalau sejak awal
kuda-kuda batin anda, anda memohon energi dari Allah dan menggali energi dalam diri kita
untuk satu kilometer sesudah garis finish, maka anda begitu ketemu garis finish, anda tidak
kaget, anda tidak berfoya-foya, anda tidak melonjak-lonjak. Dan sebenarnya anda lebih
matang daripada sekedar seorang juara yang mencapai garis finish.

Itulah orang yang puasanya melampaui buka, meskipun, ketika maghrib tiba, dia tetap
mencintai Allah, menghormati Allah, menghormati ibunya yang memasak dengan memakan
takjil. (21.30)

Bulan Ramadhan itu oleh Allah memang dikhusukan. Jadi satu tahun itu ada satu bulan
Ramadhan.

8
Sudah pasti itu masalah pendidikan. Itu seperti tentara jam sekian sampai jam sekian harus
apel, jam sekian sampai jam sekian boleh olahraga, jam sekian-jam sekian boleh tidur, dan
itu tentu sudah pasti masalah pelatihan.

Artinya, kalau Ramadhan itu adalah bulan pelatihan, maka sesungguhnya puasa, yang sejati,
itu harus diaplikasikan di dalam kehidupan terus menerus, kapan saja tanpa menunggu
bulan Ramadhan. Sebab kalau kita nggak diingetin ya memang kita memang sudah terbukti
kita ini aksaruhum la ya’qilun, aksaruhum la tafakkarun, aksaruhum la yafqahun.

Kebanyakan manusia, menurut Allah, memang malas berfikir, kebanyakan manusia malas
merenung, malas untuk menganalisis segala sesuatu, termasuk mentafakkuri dirinya sendiri
sehingga kalau nggak diingetin... itu kaya kentongan lah: tong tong tong tong tong tong....
bangun, tong tong tong tong tong tong tong... makan.

Jadi memang Allah, memang menciptakan makhluk yang memang harus dijewer terus
menerus seperti ini. Wong dijewer saja masih ndak puasa, apalagi nggak dijewer. Begitu.

Jadi, sekali lagi Ramadhan itu sebenarnya harus kita fahami sebagai jam-jam pelatihan, jam-
jam training, jam-jam pendidikan. Nah, praktek puasa yang sebenarnya adalah seluruh
kehidupan ini. Di segala bidang, termasuk di dalam bulan Ramadhan.

Oleh karena itu, indah sekali kalau sejak kecil anak-anak tidak hanya dibiasakan untuk
berpuasa dalam arti tidak makan minum ketika siang hari. Dicicil sedikit demi demi sedikit
sehingga anak-anak itu memahami bahwa puasa itu adalah prinsip hidup sehari-hari. (22.23)

Banyak teman-teman yang mencoba mencerdasi kebiasaan masyarakat untuk menyebut


‘Bulan Suci Ramadhan’. Ini kita tidak sedang akan berdebat, kita mencoba mempetakan saja.

Jadi kalau ada orang bilang, “Wah, saya minta tolong dikasih hari yang baik untuk pindah
rumah,” terus ada Kiai atau tokoh masyarakat yang, “Ooo anu aja, disamakan dengan hari
hijrahnya Rasul,” atau, “Anu aja, pas Senin Legi,” dsbnya.

Selama saya ditanya orang hari apa yang baik untuk pindah rumah, untuk akad nikah, untuk
segala macam, saya bilang, “Saya tidak berani menuduh ada harinya Allah yang tidak baik.”
Kalau saya menyebut ada satu hari yang baik, itu sebenarnya saya sedang menuduh ada hari
yang tidak baik, dan saya tidak pernah berani menuduh ada bagian dari waktu yang
diberikan oleh Allah ini yang tidak baik.

Jadi kalau saya menyebut ‘Bulan Suci Ramadhan’, saya tidak berani menyebut bahwa yang
tidak Ramadhan tidak suci. Ya daripada kita berdebat mengenai Rajab ndak suci, Maulud

9
ndak suci. Emang ada bulan Maulud yang ndak suci, bulan Jumadil Awal ndak suci, hanya
Ramadhan yang suci?

Daripada kita berdebat mending kita cari pemaknaan yang lebih substansial bahwa suci
tidak suci itu bukan waktu dan ruangnya. Suci dan tidak suci itu urusan pelakunya,
manusianya. Begitu manusia me-Ramadhankan dirinya, maka dia memasuki kesucian.

Di bulan apapun, siang atau malam, asalkan dia me-Ramadhankan dirinya, dia memakai
prinsip-prinsip puasa didalam menjalani hidupnya, maka dia sedang memasuki areal-areal
kesucian. (24.16)

Jadi, kan kita ini punya kesenangan untuk menikmati hidup ini, termasuk ketika kita
memakai busana muslim itu juga kita budayakan, kita nikmati sebagai penampilan budaya,
dsbnya. Terus ada peragaan busana muslim.

Dan kata-kata itu kan bohong.

Peragaan busana ya peragaan busana, lha nggak usah manusia wong peragaan busana kok.
Lha kalau kalau peragaan busana ya sudah, dibeber-beber itu bajunya, gitu. Tapi itu kan
harus pakai orang.

Nah itu yang sebenarnya syubhat, dalam arti harus dihitung betul, bahwa yang namanya
fashion show, peragan busana, sebenarnya itu kan fenomena industri Barat.

Saya tidak anti Barat. Tetapi, kenapa Allah sangat menghormati wanita? Artinya tidak
dietrek-etrek, tidak diecer-ecerkan, tidak diboros-boroskan.

Semakin anda mencintai suatu barang, semakin anda memegang erat barang itu. Kalau
wanita kita etrek-etrek, kita pamer-pamerkan, kita show-showkan, itu berarti kita semakin
tidak menghormati wanita. Kan begitu sebenarnya. Aslinya.

Jimat itu kan ndak mungkin kok cangking, jimat itu kan mesti kamu simpan di dalam kantong
yang kamu jahit, misalnya karena..... Saya ndak mengatakan jimat boleh atau ndak boleh.
Tapi saya hanya ingin mengatakan mengenai sesuatu yang dihormati. Hal-hal semacam itu
sebenarnya harus kita hitung kembali berdasarkan mudharat – manfaatnya industri,
berdasarkan mudharat – manfaatnya apa yang disebut busana muslim... bisa merasa sedang
menjadi orang alim dengan penampilan-penampilan simbolik, tapi sesungguhnya kalau kita
perdalam sedikit, sesungguhnya jangan-jangan kita sedang melakukan eskalasi perusakan-
perusakan tertentu kedalam tubuh umat Islam sendiri.

Wallahu a’lam, saya cuman mengingatkan sebagai orangtua. (26.08)

10
Sejumlah Ustad atau Ulama itu memberi orientasi pemaknaan puasa sebagai salah satu cara
untuk mengingatkan manusia agar tidak melakukan akumulasi-akumulasi atau
penumpukan-penumpukan atas harta, kekuasaan, dsbnya. Dan itu sangat positif.

Kalau kita cari rumus-rumus dasarnya, aslinya puasa itu kalau saya menggambarkan kan
dilambangkan oleh air khamr, oleh air arak. Kalau sholat itu dilambangkan oleh air hujan.
Puasa itu khamr, ada peragian ruhani. Jiwa menjadi lembut, hati menjadi lembut, dsbnya,
sehingga kita hanya mensisakan diri hanya pada faktor-faktor yang penuh cinta saja kepada
Allah dan alam semesta.

Nah terus, kalau zakat, itu adalah air susu dimana tidak ada kambing yang menyusu susunya
sendiri. Kambing itu selalu menyediakan puting susunya untuk diperah oleh faktor-faktor
lain, oleh makhluk yang lain, oleh anaknya atau oleh kambing-kambing yang lain atau oleh
pemilik kambing. Sehingga kalau kita berpuasa, itu sesungguhnya kita sedang melatih diri
untuk menemukan kenikmatan untuk tidak kaya. Karena orang sangat tidak percaya kepada
ketidakpunyaan, orang sangat tidak percaya kepada kemiskinan, orang sangat tidak percaya
kepada... kepada tidak makan.

Padahal tidak makan itu, kadang-kadang, pada momentum tertentu lebih sehat daripada
makan. Sehingga sebenarnya puasa ini bener-bener apa namanya, sangat menjadi
pelajaran, tidak hanya untuk kehidupan individu didalam mengolah hidupnya,tapi juga
untuk mengambil policy-policy didalam uusan pasar modal, didalam urusan aplikasi-aplikasi
pembangunan, dsbnya. (28.00)

Setiap memasuki Ramadhan itu kita selalu mendengar kalimat-kalimat indah mengenai:
Sedih meninggalkan Ramadhan dan kangen untuk berjumpa kembali dengan Ramadhan.

Kita bisa menciptakan Ramadhan di bulan apapun saja.

Tapi, Ramadhan adalah sebuah areal waktu tersendiri yang berbeda dengan bulan-bulan
lainnya. Sama dengan batu hitam yang terletak di pojok Ka’bah, itu berbeda dengan batu
hitam di gunung Lawu atau di tempat-tempat yang lain.

Nah, kita kangennya tidak sama Ramadhan, kita kangennya tidak sama Hajar Aswad, kita
tidak kangennya sama Ka’bah. Tapi Ka’bah, Ramadhan, dan Hajar Aswad itu merupakan
jembatan kita untuk berjumpa dengan yang sesungguhnya kita rindui, sesungguhnya kita
kangeni. Kan begitu. Yaitu Allah swt.

11
Jadi, kalimat, “Aku bersedih meninggalkan Ramadhan. Aku bersedih ditinggalkan Ramdhan
dan aku rindu untuk bertemu denganmu kembali,” sesungguhnya kan kita ucapkan kepada
Allah. Dan itu hanya bisa diselami, dihayati, dirasakan kenikmatannya untuk orang yang
memang berjumpa dengan Allah di dalam percintaan private dengan Allah selama bulan
Ramadhan. Karena di dalam syariat puasa ada sunnah-sunnah untuk bertafakkur, untuk
beriktikaf, untuk tadarus, untuk segala macam, untuk menambah agar supaya kita
terdorong dengan sendirinya untuk makin bercinta dengan Allah swt.

Jadi sesungguhnya, benar bahwa kita sedih meninggalkan Ramadhan. Dan supaya kita tidak
sedih mari kita ciptakan Ramadhan setelah Idul Fitri. Kita sedih meninggalkan Ka’bah, oleh
karena itu mari kita bangun Ka’bah di dalam kalbu kita. (29.50)

Kita itu merasa lapar ketika menjalani puasa di bulan Ramadhan, salah satu sebabnya
karena kita sedang menghitung waktu, kita sedang ingat kepada jam lima sore menjelang
buka. Kalau kita fokus kepada waktu yang sedang kita pijak, itu tidak ada lapar.

Artinya, puasa itu sedang melatih kita untuk fokus kepada ruang dan waktu, fokus kepada
rakaat yang sedang kita jalani, fokus kepada tugas yang sedang kita sangga. Kebanyakan
orang memang fikirannya, hatinya dan kakinya itu tidak menyatu. Kakinya baru
menginjakkan pasar, hatinya sudah mikir laba, fikirannya juga sudah entah mengembara
kemana.

Kita baru pacaran, itu kita sudah berfikir untuk mencium, hati kita sudah mengembara
sampai jauh ke depan. Kita tidak fokus.

Sebenarnya kita menjalani ruang dan waktu itu kalau fokus pada satu titik, maka
produktifitasnya dan manfaat yang bisa tergali dari situ sangat maksimal. Tapi kita tidak
terbiasa untuk itu karena... karena kita selalu memecah-mecah fikiran kita, hati kita, dan
langkah-langkah hidup kita.

Puasa ini insyaallah membuat kita menikmati jam delapan pagi ketika jam delapan pagi,
menikmati jam sepuluh pagi ketika jam sepuluh pagi. Menemukan hikmah jam duabelas
siang ketika jam duabelas siang.

Kalau jam duabelas siang anda membayangkan jam lima sore, mampuslah kita. Laparlah
perut kita. (31.42)

12
Sejak kecil kita, di desa, di kota, di wilayah urban, di pinggiran metropolitan, atau dimana
saja, ada satu tradisi yang sama bahwa menjelang hari raya kita sangat ingin membelikan
baju-baju baru untuk anak-anak kita. Mungkin kita sendiri juga masih suka beli baju baru.

Dan ini jangan dikecam, ini jangan disalahkan. Karena itu juga kentongan. Itu juga alat untuk
mengingatkan bahwa manusia itu tiap hari harus memperbaharui bajunya.

Baju itu, kalau dalam Alquran, itu lambang martabat hidup. Jadi, misalnya suamimu adalah
baju bagimu. Suami adalah baju bagi istri, istri adalah baju bagi suami. Karena orang yang
tidak berpakaian itu dia kehilangan martabat.

Artinya, suami menciptakan martabat bagi istri, istri juga membungkuskan martabat bagi
suami. Sehingga kalau kita berpuasa dan menjalankan hari raya beli baju baru sesungguhnya
kita sedang mencari martabat baru, kita sedang mencoba membangun derajat baru.

Bedanya derajat dan martabat adalah, kalau derajat bersifat vertikal – martabat bersifat
horisontal. Martabat itu artinya tariqat atau jalan linking up anda kepada Allah itu
sedemikian rupa meningkatnya sehingga anda memiliki darojah, kata Allah.

Tapi kalau martabat itu dari kata tertib, tartib. Ta’, ra, ba. Integritas anda terhadap
ketertiban lingkungan, ketertiban bernegara, hukum, kebudayaan, moral, dstnya itu
membikin anda punya martabat.

Nah, kita punya baju derajat, kita punya baju martabat, jadi, setiap kali kita mau
membelikan baju, kita berdoa, “Ya Allah, anugerahilah anakku dan semua yang aku belikan
baju baru ini dengan martabat yang baru dan derajat yang baru. (33.33)

Salah satu idiomatik pemahaman mengenai puasa adalah bahwa orang yang berpuasa itu
menjadi bayi lagi sehingga hari raya Idul Fitri itu sebenarnya adalah ‘birthday’.

Ini juga kentongan, ini juga cara kita untuk berlatih. Karena sesungguhnya setiap orang itu
tidak... tidak pernah tidak lahir kembali.

Ketika kita belum mengerti ini alif, ini ba. Ketika kita sebelum mengerti ini A, ini B, ini C, ini
D... kita menjadi lahir ketika kita tahu ini A. Anak saya yang berumur dua tahun saya ajak
kemana saja, mau ke mall, mau ke air terjun, mau ke gunung, mau kemana dia tidak
memiliki persepsi, perumusan, deskripsi atau apapun yang menyangkut gunung dan apapun
yang dia lihat. Tapi begitu dia memahami, “O, itu gunung. O, itu sungai,” dia lahir. Jadi
sesungguhnya setiap masuknya file baru di dalam syaraf otak manusia itu sebuah kelahiran
baru.

13
Oleh karena itu definisi mati bukan berhentinya jantung, tapi berhentinya fungsi syaraf
kesadaran, syaraf analisis, syaraf penyerapan terhadap kiri kanannya. Begitu itu tidak
berfungsi, maka seseorang dinyatakan mati di dalam kedokteran.

Setiap hari kita lahir. Dan kalau orang yang tidak pernah lahir - mustahil dia ndak pernah
lahir, dia pasti memiliki ilmu baru, pemahaman baru tiap hari – tapi kalau orang menyadari
dia harus lahir lagi, harus lahir lagi, maka dia akan sangat banyak ilmunya.

Dan orang yang paling banyak ilmunya dan orang yang paling matang adalah orang yang
paling rajin membunuh dirinya, kemudian untuk bisa melahirkan dirinya kembali.
Membunuh tentu tidak dalam arti fisik. Tapi membunuh kesadaran lama, dengan
melahirkan kesadaran baru. (35.25)

Lailatul qadar itu malam prerogatif. Jadi itu hak prerogatifnya Allah.

Allah menciptakan sesuatu, yang khusus, yang boleh dikatakan melanggar tradisinya sendiri.
Tapi pelanggaran ini demi untuk memberi anugerah yang plus kepada manusia. Itu adalah
malam dimana Tuhan menunjukkan kemurahan-Nya dan kekuasan-Nya sekaligus untuk
memberikan apa saja yang Dia mau untuk manusia yang dicintainya dan membuktikan
setoran-setoran yang menarik dan memikat hatinya Allah. Nah, maka disebut ‘Lailatul
Qadar’.

Nah, lailatul qadar ini selalu diperdebatkan malam selikur, atau malam ganjil, dstnya. Ini
panjang... panjang lebar kalau kita uraikan. Tapi sesungguhnya terserah-serah Allah. Dan
anda bisa menciptakan malammu sendiri, menciptakan siangmu sendiri, sehingga malam
lailatul qadar itu tidak bisa dibantah seratus persen bahwa dia juga bisa diberikan Allah
kapan saja.

Ciptakan saja setoran-setoran yang memikat hatinya Allah, maka engkau akan mendapatkan
anugerah prerogatif itu dari Allah swt. Anytime, kapan saja.

Bahwa itu selalu disebut pada malam ganjil, kalau anda fokus kepada Allah, dan Allah itu
satu tapi mengepung bermilyar-milyar makhluk. Jadi fokus anda pada Satu, Satu, Satu. Qul
huwallahu ahad, qul huwallahu ahad.

Nah kalau seluruh perilaku dan harta benda anda itu anda arahkan ke Satu, alias Si Maha
Ganjil ini, maka dengan sendirinya pintu-pintu qadar akan terbuka bagimu. (37.15)

14
Makna puasa secara umum atau secara mendasar, atau kita sebut saja makna universalnya,
artinya belum makna syar’inya atau belum makna keagamaan. Makna puasa universal itu
adalah bahwa anda atau kita bersedia tidak menikmati apa yang sebenarnya berhak anda
nikmati.

Anda boleh makan, anda siap tidak makan. Anda berhak untuk minum, tapi anda rela untuk
tidak minum. Anda punya hak asasi untuk menjadi sesuatu dengan jabatan tertentu, tapi
karana anda punya pertimbangan yang bermacam-macam, mudharat – manfaatnya, maka
anda ikhlas untuk tidak mengambil jabatan itu. Anda berhak untuk marah karena anda
berada dalam kebenaran, misalnya anda disakiti, dianiaya, misalnya... tapi anda ridha untuk
tidak marah, anda memaafkan, semua itu adalah hakekat puasa.

Jadi anda ngalah, anda tidak melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak dosa kalau anda
lakukan. Anda siap, ikhlas, dan tidak ada masalah untuk tidak mengerjakan, menikmati,
mengambil, menumpuk, atau apapun yang sesungguhnya hukum apapun, nilai dan
moralitas apapun memperkenankan anda untuk menikmati itu semua.

Jadi puasa itu mengandung kemuliaan yang luar biasa karena anda bersedia untuk tidak
menikmati hak-hak anda pada momen tertentu, konteks tertentu, dan situasi tertentu.

Itulah makna universal puasa. (39.49)

....... dan pembatasan itulah hakikat puasa. Jadi, disamping kita melakukan puasa sebagai
kepatuhan kepada perintah Allah swt, sesungguhnya pada sebelas bulan sesudah
Ramadhan, itu diseyogyakan, alangkah indahnya kalau kita juga mencari bentuk-bentuk
puasa dalam berbagai macam jenis yang munculnya tidak karena Allah nyuruh, tidak karena
siapapun memberi contoh tapi karena kita memiliki kesadaran bahwa kita harus melakukan
pembatasan-pembatasan dan itulah puasa inisiatif kita sendiri. (41.00)

Puasa sehari-hari, yang saya maksud adalah puasa yang kita ambil dari wacana puasa resmi
di dalam syariat tapi kita kembangkan dengan kreatifitas, dengan ilmu, dengan inisiatif-
inisiatif untuk menemukan makna puasa di dalam kehidupan yang nyata.

Karena pastilah puasa Ramadhan itu hanya training dari Allah agar supaya kita menemukan
puasa yang sesungguhnya, puasa yang real, puasa yang sejati baik di dalam kehidupan
pribadi maupun barangkali puasa-puasa di dalam sistem sosial, puasa-puasa di dalam

15
strategi kemasyarakatan, di dalam aturan-aturan kenegaraan. Kan disitu banyak sekali
unsur-unsur puasa.

Kalau yang paling sederhana misalnya, kita bisa puasa, misalnya saya suka sekali rawon, tapi
karena saya ingin melatih diri saya agar saya tidak mudah dikendalikan oleh nafsu, maka
saya... pada suatu saat saya bertekad, “Saya tidak akan makan rawon selama tiga bulan.
Atau enam bulan. Atau setahun.”

Sebaliknya, agar saya juga mampu berlatih untuk memaksa diri saya, mengendalikan diri
saya agar patuh kepada iman saya dan kesadaran saya, maka saya tidak suka pecel - malah
saya paksa untuk makan pecel diri saya ini selama enam bulan atau setahun. Dengan begitu
saya melatih diri saya untuk tidak dibawahi oleh selera saya dan kesenangan saya, tetapi
saya diletakkan oleh kesadaran saya di dalam satu tingkat supremasi terhadap nafsu saya,
terhadap keinginan saya, terhadap kenikmatan saya dan selera saya.

Jadi saya unggul atas diri saya sendiri. (43.35)

Tanda-tanda atau ciri-ciri anak kecil, mungkin bahkah remaja, apalagi bayi ialah mereka
tidak memiliki kontrol terhadap keinginan mereka. Mereka mau kencing, kencing, terutama
bayi ya... anak-anak kecil. Mau be’ol, be’ol.

Belum ada pada mereka satu frame nilai untuk berfikir dan menata dimana dan kapan harus
kencing, dimana dan kapan harus buang air besar, makannya harus bagaimana, makan apa,
jam berapa, dsbnya.

Anak kecil itu menuruti saja apa yang dia inginkan, jadi dia alamiah sekali. Oleh karena itu
dia dilindungi oleh orang-orang dewasa karena dia masih memiliki hak untuk seperti itu.

Tapi begitu kita mulai dewasa, begitu kita mulai berada pada tahap-tahap sesudah remaja,
maka kita mulai harus memakai prinsip-prinsip puasa dimana kita tidak otomatis dan
alamiah, natural saja menuruti apa yang kita inginkan. Kita mengenal perhitungan, kita
mengenal sopan santun, kita mengenal dialektika hubungan sosial, kita mengenal tata nilai-
tata nilai yang bermacam-macam di sekitar kita, sehingga begitu banyak hal yang harus kita
pertimbangkan kembali untuk kita lakukan.

Itulah tanda-tanda orang dewasa.

Jadi, kedewasaan sebenarnya berbanding lurus dengan kemampuan berpuasa. Semakin


orang matang ilmu dan prinsip puasanya, semakin dia dewasa. Semakin seseorang
melampiaskan keinginannya, maka dia semakin kanak-kanak. Semakin bayi. (46.15)

16
Kita semua pasti pernah mendengar kata pendekar atau kependekaran. Itu berasal dari
dunia persilatan, dunia beladiri, dunia gerak badan. Dunia pengolahan jasad, tapi juga
terkait dialektis dengan pengolahan batin.

Tanda seorang pendekar adalah bahwa dia menguasai bagaimana kaki, tangan dan seluruh
anggota badan pada momentum yang diperlukan dibengkokkan, digerakkan atau
dilemparkan, atau di... atau dipukulkan atau ditangkiskan, dsbnya, pada disiplin sudut
tertentu, kemiringan berapa, jangkauannya seberapa. Kompoisisi antara tangan... eh, lengan
dengan bagian depan tangan atau pangkal tangan itu tertentu komposisi. Termasuk dengan
disiplin dari seluruh kuda-kuda dari komprehensi seluruh badan.

Jadi, pendekar adalah orang yang mengerti batas-batas. Miringnya seberapa, tegaknya
seberapa, kapan dia tegak, kapan sebuah tangan dilemparkan, kapan kaki dikokohkan,
dsbnya.

Itu semua adalah disiplin puasa.

Sebab kalau saya atau anak kecil itu, kalau bergerak, itu karena menuruti keinginan untuk
bergerak sehingga tidak mengerti batas-batasnya sehinga tidak memiliki akurasi ilmu silat.

Jadi sebenarnya ilmu silat dan kependekaran itu nomor satu yang paling utama pada dia
adalah ilmu puasa, yaitu ilmu batas-batas. Justru dengan batas itu dia memiliki efektifitas
dan akurasi. (48.49)

Sudah pernah saya kemukakan bahwa puasa itu bisa berasal dari perintah Allah yang kita
patuhi, tapi juga berasal dari nurani dan kesadaran kita.

Anda pulang dari pasar, menemukan ada seorang anak ditabrak sepeda, misalnya, terus
anda lewat saja. Dan anda tidak akan ditangkap polisi, tidak akan dianggap melanggar
hukum negara atau hukum apapun yang berlaku di masyarakat hanya karena anda tidak
menolong seorang anak yang terjatuh ditabrak oleh sepeda atau motor. Tetapi anda
bersalah secara akhlak, bersalah secara moral.

Sesungguhnya tidak ada rumus apapun yang mewajibkan anda untuk menolong dia. Tapi
kalau anda berhenti dan menolong anak kecil yang ditabrak motor atau sepeda itu... itu
namanya anda melakukan kebaikan yang namanya ihsan.

Jadi, kebaikan yang sesungguhnya bukan kewajiban anda, tapi anda bersedia melakukannya
sebagaimana fardhu kifayah. Artinya anda membereskan dosanya banyak orang karena
anda wakili melakukan sesuatu hal, misalnya takziah kepada orang meninggal dstnya.

17
Jadi, ihsan itu munculnya dari kemuliaan hati. Dan ini paralel dengan hakikat puasa. Kalau
anda merasa cukup dengan puasa Ramadhan, maka baik... tapi tingkat kebaikan anda belum
sampai ke kadar ihsan. Belum sampai ke kemuliaan dan belum sampai kepada level yang
tinggi dari makna puasa yang sesungguhnya. (51.25)

Allah mengatakan puasa itu untukku. Begitu informasi mengenai puasa Ramadhan dari
agama yang kita anut.

Sekarang coba berfikir, simple saja.

Puasa itu ibarat tempat. Tempat itu untuk Allah. Kalau anda ngomong bakul, bakul itu untuk
nasi. Jadi bakul itu penuh nasi. Kalau puasa itu sebuah tempat dan Allah mengatakan puasa
itu untukku, maka tempat itu dipenuhi oleh Allah.

Dan apakah gerangan atau siapakah gerangan tempat puasa itu? Tidak ada lain adalah orang
yang sedang berpuasa.

Orang yang sedang berpuasa itu merupakan satu wadah dimana Allah memenuhinya. Jadi
selama anda berpuasa, anda dipenuhi oleh Allah. Selama anda menjalankan syariat puasa,
selama anda merasakan lapar dan haus, selama anda menikmati kerelaan untuk tidak
menikmati sesuatu - konsumsi, maka konsumsi yang anda tolak itu digantikan oleh Allah.
Maka, kalau engkau berpuasa, dirimu penuh Allah.

Diri penuh Allah itu maksudnya, detak jantungmu betul-betul dikaribi oleh Allah dan sangat
dekat dengan takdir Allah. Semua aliran darahmu, semua hangatnya tubuhmu, semua gejala
dan realitas di dalam dirimu secara jasad maupun ruhani, karena engkau berpuasa, maka
Allah lah yang ada di dalam dirimu itu.

Jangan membayangkan secara jasad. Allah itu sangat lembut sehingga Dia sangat mungkin
dan sangat real untuk berada di dalam dirimu. Bahkan Ia mengatakan di dalam situasi
normal, “Aku ini lebih dekat dari urat lehermu.” (54.02)

Mungkin karena kita ini hidupnya memang selalu cari laba - ‘golek bathi’ - cari keuntungan.
Maka, indikator agama itu selalu kita letakkan pada kepentingan laba.

Jadi kalau kita sholat itu yang kita bayangkan pahalanya berapa. Para Kiai, para Ustad
bahkan memberi gambaran, kalau engkau berada pada shaft terdepan nanti kamu dapat
onta, belakangnya dapat kerbau, belakangnya dapat kambing. ‘mBuri dhewe oleh cipret’.

18
Nah, puasa tidak bisa begitu.

Puasa Ramadhan itu milik Allah, jadi jangan berfikir mengenai pahala. Meskipun, kalau
engkau mengerti perilaku dan kemuliaan Allah, ketika Allah mengatakan puasa itu untuk
dirinya, dan kalau engkau rela bahwa puasamu yang sengsara itu untuk diri Allah, maka
sesungguhnya Allah akan memberimu laba berlipat-lipat, berlimpah-limpah tidak karu-
karuan.

Jadi, katakanlah, e.... kalau sholat sehari lima kali anda membutuhkan setengah jam, tapi
kalau puasa itu setengah hari, duabelas jam. Dari shubuh sampai maghrib. Jadi, kalau
dihitung secara satuan waktu, maka puasa adalah ibadah yang luar biasa, dimana Allah
bersamamu selama panas-panasnya hari, Allah ada bersamamu sesudah engkau makan
sahur, sholat subuh, sampai nanti engkau berbuka pada waktu maghrib, Allah senantiasa
bersamamu. Tinggal engkau memohon setelah maghrib, kemudian isya’, tarawih, dstnya...
tinggal engkau mohon untuk jangan sampai Allah meninggalkanmu dan tetap bersamamu
sehingga Allah adalah pihak yang selalu bersamamu, akrab denganmu siang - malam selama
bulan Ramadhan. (56.40)

Puasa dan Tahlil. Bukan tahlilan. Tahlilan itu istilah budaya, kalau tahlil istilah agama. Tahlil
itu ‘laa ilaha illallah’. Pasti anda semua hafal. Kalau tahmid ‘alhamdulillah’, kalau tasbih
‘subhanallah’, kalau istighfar ‘astaghfirullah’, kalau ta’awudz ‘audzubillahi misasysyaithanir
rajim’, dsbnya, semua kalimah-kalimah thayibah itu.

Nah, hubungannya apa puasa sama tahlil?

Dalam nomor-nomor yang lain saya pernah mengatakan bahwa selama engkau berpuasa
dirimu dipenuhi oleh Allah. Kau sadar atau tidak sadar, Allah sendiri yang berniat untuk
memenuhi dirimu selama engkau berpuasa dengan ucapan Allah, “Puasa itu untukku.”

Tentu saja, lebih besar mana yang diisi dan isinya itu tidak usah dipersoalkan. Karena ini
masalah ruhani. Sebagaimana Bima dengan Dewa Ruci, belajarlah wayang untuk mengerti
itu.

Tapi hubungannya dengan tahlil yang saya maksud adalah:

Ada sebuah wirid dengan ucapan ‘laa ilaha illallah’. Anda memasukkan semuanya yang ke
dalam diri anda itu hanya unsur-unsur yang bersifat Allah. Dan semua yang bukan Allah
anda keluarkan. Maka, anda melakukan wirid ketika menarik nafas panjang hatimu
mengucapkan ‘illallah, illallah, illallah’... mka, hanya Allah yang ada di dalam dirimu, Allah
yang mengendalikan semua mekanisme dan metabolisme badanmu sampai niat hatimu dan
berlangsungnya akal fikiranmu. Kemudian engkau hembuskan nafas ‘la ilaha’. Berarti, semua

19
yang ‘la ilaha’, semua yang tidak tuhan, yang bukan tuhan keluar dari dirimu, sehinga hanya
Allah yang menghuni batinmu. (59.18)

Saya itu banyak belajar dari anak saya yang tidak pernah melewatkan hari dan malam tanpa
mengupdate ilmu pengetahuan. Dan salah satunya dia menginformasikan kepada saya
bahwa ada penelitian, yang hasilnya adalah ketakjuban terhadap syariat puasa.

Salah satu poin-poinnya adalah:

Badan itu kalau kita laparkan, asal jangan sampai kelaparan. Badan itu kalau kita laparkan,
kita biarkan dia mengalami penderitaan sampai kadar tertentu yang terukur, maka yang
terjadi adalah sel-sel jasad kita, sel-sel badan atau tubuh kita melakukan penguatan diri.

Jadi semakin anda sering lapar, semakin kuat tubuh anda. Semakin anda membiasakan diri
untuk sesering mungkin lapar - tapi jangan sampai kelaparan – maka, dalam tanda petik,
sakti mandraguna badan anda.

Pantas Rasulullah menasihati kita, “Makanlah, hanya ketika lapar. Dan berhentilah makan,
sebelum kenyang.”

Saya, alhamdulillah berpuluh-puluh tahun itu sangat sering kelaparan, meskipun,


motivasinya bukan untuk supaya menguatkan badan saya, tapi karena memang kurang
makan. Dan pada waktu itu memang agak lumayan itu kekurangan saya di bidang ekonomi.
Jadi, alhamdulillah hikmahnya adalah... semakin tua alhamdulillah semakin, rasanya
semakin kuat sel-sel badan saya. Mudah-mudahan ini benar. Tetapi... Penelitian itu pasti
benar. Yang mudah-mudahan benar adalah badan saya. (1.01.51)

Puasa itu pekerjaan bermilenium-milenium lamanya sejak dahulu kala.

Tetapi sampai hari ini dia tetap merupakan misteri yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan
yang paling mutakhirpun. Bahkan ilmu yang paling update itu semakin takjub dan semakin
tidak mengerti terhadap misteri puasa.

Jadi, agak bertentangan dengan teori jasad bahwa sesuatu yang mengurangi konsumsi
malah menjadi semakin kuat, karena seharusnya logikanya adalahsemakin banyak dia
disuply, semakin dia kuat. Tapi ini justru dengan membatasi suply, membatasi konsumsi,
membatasi pemenuhan-pemenuhan jasadiah itu justru hasilnya adalah penguatan-
penguatan. Sehingga sesungguhnya ilmu manusia, ilmu kedokteran, baik yang modern

20
maupun yang post modern, termasuk yang alternatif dari wilayah-wilayah manapun, dari
daerah manapun, dari negara manapun sesungguhnya sedang memiliki cakrawala didepan
mereka, yaitu rahasia puasa.

Dan rahasia itu menjadi begitu kuatnya karena Allah tidak mengijinkan tafsir terhadap
ajaran agamanya Allah yang kemudian menjadi agama yang bermacam-macam itu tidak
satupun yang diperkenankan Allah untuk bebas dari nilai puasa. Semuanya, agama-agama
itu, sangat concern terhadap nilai puasa, karena sesungguhnya puasa adalah ufuk ilmu masa
depan manusia. (1.04.28)

Kutiba Puasa – Puasa Kutiba

Ini judul, yang berasal dari statement dan perintah Allah: ‘Ya ayyuhalladzina amanu kutiba
‘alaikumusshiam, kama kutiba ‘alalladzina min qablikum la’allakum tattaqun’.

Ini, sangat panjang kalau kita jelaskan.

Jadi, katakanlah ada titik berat pada ‘orang-orang beriman’, kemudian ada titik berat pada
‘kutiba’, ada titik berat pada efeknya puasa, yaitu ‘takwa’.

Kapan-kapan kita persoalkan kenapa yang diperintah Allah orang yang beriman, bukan
semua manusia. Tapi pada nomor ini, kata ‘kutiba’ itu sering diasosiasikan dan disepakati
oleh para Ulama sebagai berasosiasi terhadap perintah. Jadi, kutiba itu aslinya kan:
dituliskan. Tetapi disitu dimaksudkan diperintahkan.

Sesungguhnya dituliskan, diperintahkan... apapun saja kalau dari Allah itu tetap merupakan
keniscayaan. Sehingga ada atau tidak agama, ada atau tidak perintah Allah secara literer,
kalau manusia menggunakan akal, kalau manusia menggunakan kesadarannya, kalau
manusia mengerti struktur bekerjanya otak yang delapan persen maupun yang
sembilanpuluh dua persen, sesungguhnya sudah ‘kutiba’ di dalam kesadaran, sudah tertulis
di dalam kesadarannya, sudah diwajibkan secara alamiah dan natural di dalam logika-logika
akal sehatnya bahwa puasa itu diperlukan oleh manusia sejak jaman Nabi Adam sampai
manusia yang terakhir kelak, kita tidak tahu pada abad berapa.

Tapi, puasa adalah keniscayaan di dalam kehidupan. (1.07.05)

Puasa Para Amanu

21
Amanu itu dari kata amana, yu’minu. Padaposisi tertentu dari tensesnya maka dia disebut
amanu, yaitu orang-orang yang beriman.

Nah, ini dikhususkan oleh Allah untuk menjadi objek dari perintah puasa.

Jadi, Allah tidak memerintahkan puasa kepada semua manusia, dalam arti ilmu ya, tidak
memerintahkan kepada kategori-kategori yang lain. Tidak ‘ya ayyuhalladzina aslamu, ya
ayyuhalladzina jahadu’ dstnya... tapi ‘ya ayyuhalladzina amanu’.

Jadi, berarti puasa itu satu sistem ilmu, satu strategi batin, satu pengolahan jasad, satu
bentukan tariqat sedemikian rupa yang modulasinya hanya bisa ditemukan oleh orang-orng
yang sudah mengolah apa yang disebut iman itu.

Artinya, ini bukan soal hukum. Ini soal ilmu.

Jadi, hanya orang-orang yang memproses dirinya di dalam apa yang disebut iman itu, maka
dialah yang compatible terhadap sistem puasa. Puasa ini satu software, satu... satu... apa
ya... satu... satu mesin dimana yang bisa loading, yang bisa compatible terhadap itu adalah
orang-orang yang memang memiliki jam terbang iman.

Nah, jam terbang iman ini bisa kita uraikan dan perdebatkan sangat panjang lebar. Tapi,
saya kira harus menjadi PR kita bersama, bahwa iman itu sesuatu yang tertentu dengan jam
tertentu, maka barulah dia bisa compatible dengan makna puasa. (1.09.40)

Jam Terbang Iman

Kalau pilot itu kebanggaannya adalah keunggulan jam terbangnya. Jadi, jumlah jam dimana
dia mengendalikan pesawat.

Nah, iman adalah indikator karakter yang oleh Allah ditimpa kewajiban puasa. Jadi, iman ini
satu satuan tersendiri. Kalau saya sebut jam terbang iman itu, sebagaimana pilot, bukan soal
berapa ribu jam dia pernah terbang. Tapi berapa ribu jam dia pernah mengalami susah
senangnya terbang, dinamika pengalamannya selama terbang, bagaimana mengendalikan
ketika takeoff, bagaimana menghadapi bahaya-bahaya ketika diatas. Misalnya bahaya yang
tidak ditangkap oleh radar. Bagaimana seorang pilot menghadapi awan yang padat, awan
yang ‘telo ta tape’, kalau bahasa Jawanya. Kemudian yang paling serem adalah bagaimana
mengendalikan pesawat di dalam satu tingkat stabilitas untuk bisa mendarat dengan baik.

Nah, jam terbang iman yang saya maksudkan adalah, seseorang yang telah mengalami jatuh
bangun di dalam perhubungannya dengan Allah. Kadang turun, kadang naik. Kadang
percaya, kadang kurang percaya. Kadang khusnudzan, kadang suuddzan. Kadang semangat,
kadang loyo. Kadang optimis, kadang putus asa. Begitulah jarak antara dia dengan Tuhan.

22
Nah, orang yang memiliki pengalaman keimanan dengan dinamika yang luar biasa inilah
yang oleh Allah disuruh berpuasa.

Jadi, puasa kita sebenarnya tidak akan memiliki kualitas apa-apa kalau kita tidak mengingat
dan menyentuhkannya dengan pengalaman-pengalaman yang luar biasa selama kita
mempertahankan, membangun iman kita di dalam berbagai macam pengalaman hidup.
(1.12.18)

Puasa Jauh Sebelum Islam

Dalam pengertian sejarah, bahwa Islam itu dikenal oleh anda itu sejak Rasulullah
Muhammad saw. Sesungguhnya tidak fair kalau Islam hanya sesudah Muhammad karena
Nabi Isa juga beragaa Islam, bahkan sampai Nabi Adam, jauh sebelumnya juga beragama
Islam.

Tapi itu bukan masalah kita pada nomor ini.

Yang saya maksudkan adalah, Allah berfirman, “Wahai orang yang beriman telah diwajibkan
atasmu puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu.”

Allah ini tidak menentukan abad berapa, satuan waktunya bagaimana. Dia Cuma
mengatakan, “Kama kutiba ‘alalladzina min qablikum....” Jadi ini sangat-sangat relatif secara
waktu. Dan kenapa dibikin relatif oleh Allah?

Karena kita membutuhkan diskusi, karena kita membutuhkan dialektika yang terus
menerus, membutuhkan pencarian terus menerus.

Maka, mari kita pahami bersama-sama bahwa sesungguhnya pengalaman puasa itu sudah...
barangkali jauh lebih bagus dialami dan dilakukan jauh sebelum yang kita sebut Islam
datang itu.

Sebagaimana anda juga puasa Daud, sebagaimana juga di zaman Nabi Nuh, zaman Nabi Hud
pastilah mereka juga sudah mengalami puasa-puasa.

Artinya, puasa itu adalah: Kekayaan peradaban yang memang sudah disetup oleh Allah sejak
awal mula kehidupan manusia. Bahkan peristiwa-peristiwa Adam dengan anak-anaknya,
bahkan Adam sendiri ketika masih di Surga itu pun dia sudah diajari puasa. Yaitu untuk tidak
menyentuh, mengambil, memakan, menikmati salah satu yang ada ... buah yang ada di
Surga. Itu adalah awal mula pelajaran puasa.

Bahkan Adam pun sudah mengalami Ramadhan di Surga. (1.14.54)

23
Yuk, kita bikin gambar sederhana.

Sudah berkali-kali kita ketahui bahwa yang diperintahkan untuk berpuasa adalah orang
beriman.

Kita berangkat dari ilmu kata, dari kosakatanya dan dari epistimologi.

Ya ayyuhalladzina amanu. Amanu, orang yang beriman. Jadi iman itu satu kata kerja, iman
itu satu metodologi, iman itu satu adverb, verb bahkan. Dia adalah sebuah pekerjaan,
sebuah proses, sebuah... apa namanya, sebuah etos kerja iman itu. Pelakunya namanya
mukmin. Tujuannya adalah tercapainya aman. Kalau anda bernegara, aman itu ya aman
berasnya, aman pendidikannya, aman teritorialnya, aman apanya... segala macam yang
menjadi tanggung jawab negara. Nah, orang yang menegakkan iman atau mengerjakan
tegaknya iman itu namanya mukmin, tujuannya adalah aman. Dan agar supaya tercapai
keamanan maka selalu mohon kepada Allah, dan di, “Amiiiiin,” oleh para jamaah.

Karena kata amin itu sesungguhnya adalah pendalaman estetik dari struktur kata: iman,
aman, mukmin.

Jadi, sebenarnya untuk memahami agama sangat simpel. Dari kosakata saja. Dipelajari agak
sedikit tidak malas, maka kita akan melihat satu gambaran betapa dahsyatnya Tuhan itu
mengatur segala sesuatu.

Anda adalah seorang mukmin, anda adalah penegak keamanan di dalam skala tanggung
jawab anda masing-masing. (1.17.31)

Ahli Puasa

Kata ahli bisa anda ambil dari pengertian bahasa Indonesia yaitu pakar, keahlian,
kesanggupan yang tingkat tinggi terhadap sesuatu. Atau ahli dari kata aslinya, yaitu bahasa
Arab. Ahli itu artinya house, tuan rumah.

Jadi, kalau anda ahli puasa itu artinya anda adalah tuan rumah puasa.

Di dalam diri anda itu ada puasa dan anda tuan rumahnya. Atau puasa adalah rumah anda.
Itu timbal balik ruhaniah yang bisa terjadi kapan saja. Nah, yang saya maksud ahli puasa
diluar atau diatas ilmu bahasa adalah, orang yang telah memiliki pengalaman yang
mencukupi untuk memenuhi syarat kriteria dari keimanan atau kemukminan.

24
Menurut Rasulullah, orang mukmin adalah: Kalau ada di sekitarmu, apa dalam skala kecil
atau skala besar, kalau ada orang mukmin, maka di sekitar dia amanlah harta semua orang,
amanlah nyawa semua orang dan amanlah kehormatan semua orang.

Orang yang sudah mampu mengamankan kiri kanannya, ndak korupsi dia, ndak nyolong,
tidak menyakiti orang dan tidak membunuh orang, itu berarti dia adalah seorang mukmin
yang memenuhi syarat berdasarkan kriteria yang disebutkan oleh utusan Allah yang
namanya Muhammad saw.

Nah, orang yang telah memenuhi pengalaman dan penjaminan terhadap lingkungannya atas
harta orang lain, nyawa orang lain dan kehormatan orang lain itulah yang disebut ahli puasa.

Orang yang masih hanya menikmat-nikmati, menurut-nuruti keinginan maka dia bukanlah
ahli puasa karena dia masih sangat bisa mengancam harta orang lain, mengancam nyawa
orang lain dan kehormatan orang lain. (1.20.09)

Ujungnya orang berpuasa atau targetnya atau produknya orang yang berpuasa, orang yang
melakukan satu sistem, satu strategi batin, satu cara untuk mengolah sesuatu yang disebut
puasa, itu ujungnya adalah: Takwa.

Ujungnya adalah anda yang berpuasa menjadi memiliki keadaan takwa. Anda adalah
manusia yang berkeadaan takwa, yang berkondisi takwa.

Tapi ‘la’allakum’.

Artinya, la’allakum itu... mudah-mudahan engkau menjadi bertakwa.

Nah, mudah-mudahan inilah kehidupan. Mudah-mudahan inilah yang menjadi tugas


manusia tetapi terus dibimbing oleh Tuhan. Sehingga engkau sendirilah yang membuat
dirimu nanti akan bertakwa atau tidak berdasarkan salah satu caranya adalah metode puasa
tadi itu.

Nah, la’allakum tattaqun. Dengan puasa kita punya harapan dan kans untuk menjadi
berkeadaan takwa.

Nah, takwa ini tingkat tinggi. Di bawah takwa ada level namanya akhlak atau moral, di
bawah akhlak ada level namanya hukum atau fikih.

Kan anda ini untuk tidak mencuri ayam atau tidak membunuh orang kan tidak harus ‘mbaca’
pasal-pasal hukum dulu. Kan cukup dengan nurani anda dan kesadaran anda. Sepanjang
anda punya moral, anda punya nurani maka anda bisa tidak memerlukan hukum untuk tidak

25
berbuat buruk. Maka hukum itu sebenarnya hanya diperlukan oleh, eh atau untuk orang-
orang yang sebenarnya agak kurang bernurani dan kurang bermoral.

Nah, takwa itu tertinggi.

Kalau orang sudah bertakwa, mustahil ia melanggar hukum. Kalau orang sudah bertakwa,
mustahil ia menyakiti orang lain atau merugikan siapapun saja di dalam kehidupan.
(1.22.45)

Puasa dan Budaya Suplemen

Budaya suplemen itu satu kebiasaan pada manusia untuk cenderung tergantung kepada
suplemen, tergantung pada hal-hal yang bgerasal dari luar dirinya.

Untuk tenang hidupnya dia harus dapat gaji tetap, untuk bahagia dia harus punya mobil
merk tertentu, harus punya rumah yang sudah beres kreditnya. Untuk supaya dia bisa sholat
khusyu’ dia perlu kursus, untuk supaya dia sehat dia butuh suply-suply atau suplemen-
suplemen dari luar.

Tidak salah suplemen sepanjang memang secara rasional itu dibutuhkan oleh kondisi badan.
Tetapi yang dilupakan oleh budaya suplemen adalah pendidikan internal. Pendidikan agar
manusia menumbuhkan kemampuannya sendiri di dalam dirinya sendiri secara ruhani,
intelektual, mental maupun jasad. Agar supaya dia berkurang ketergantungannya terhadap
suplemen-suplemen dari luar.

Puasa adalah satu pendidikan yang sangat efektif, bahkan terkadang sangat radikal untuk
menumbuhkan kekuatan dari dalam diri anda.

Bahkan di dalam ilmu kesehatan sangat jelas, betapa puasa itu menumbuhkan kemampuan-
kemampuan untuk sehat yang diproduk sendiri oleh badan kita sendiri berdasarkan
sunnatullah. Karena Allah sudah menyediakan antibodi, Allah sudah menyediakan
keseimbangan, Allah sudah menyediakan keseimbangan antara yusri dengan usri dengan
yusra. Antara kesulitan dengan kemudahan. Antara pulut dengan cairan untuk
menghilangkan pulut dsbnya.

Jadi, puasa sesungguhnya adalah penumbuhan kekuatan sejati di dalam diri manusia.
(1.25.21)

26
Kita ini terlanjur mengira diri kita ini orang modern. Dan orang modern itu paling romantis
sama kemerdekaan.

Kalau sudah sama kata kemerdekaan itu, hwadah, melebihi Tuhan. Pokoknya kemerdekaan,
kemerdekaan, kebebasan, kebebasan itu makanan yang paling enak bagi orang modern.

Dan kalau kita melihat dari mata pandang puasa, itulah kebodohan yang sebodoh-
bodohnya.

Manusia itu ndak kuat untuk merdeka.

Anda itu mau... maunya pakai baju sak mall. Tapi kan bisanya cuma pakai baju satu, kaos
satu. Kemampuan anda cuma begitu. Anda mau pakai sepuluh lapis baju sudah ndak kuat,
anda maunya kawin sama seribu wanita, duabelas ribu bidadari, tapi anda kuatnya cuma
satu. Anda maunya hidup seribu tahun lagi, tapi anda tidak punya kekuatan untuk
menentukan hidup anda.

Jadi, sesungguhnya di bidang apa saja itu prinsip yang utama itu bukanlah kemerdekaan.
Tetapi kepandaian untuk peka dan ‘titen’ terhadap keterbatasan.

Puasa, itu sangat melatih kita untuk belajar memahami keterbatasan-keterbatasan hidup.

Sesungguhnya semua ilmu-ilmu tinggi itu adalah ilmu mengenai batas-batas. Apa saja.
Olahraga, ilmu silat, ilmu sosial, itu semua... atau ilmu pasti atau apapun saja, itu semua
adalah rumusan mengenai batas-batas.

Sehingga ilmu yang terpenting di dalam kehidupan ini bukanlah kemerdekaan, tetapi ilmu
batas.

Kita merdeka, untuk mengetahui batas. Kita merdeka, untuk berhenti pada batas. (1.27.58)

Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan yang sudah disetup oleh jiwa manusia yang
memiliki keseimbangan dan kecerahan batin, mental, intelektual dan spiritual sebagai bulan
yang sangat membahagiakan, bulan yang sangat ngangeni, bulan yang sangat memiliki janji-
janji pencerah terhadap batin dan seluruh kehidupan kita.

Tetapi kita gagal untuk membangun bulan Ramadhan yang cerah seperti itu.

Yang kita alami adalah Ramadhan yang sangat mencemaskan. Ramadhan dimana konsumsi
makanan jauh lebih tinggi daripada bukan Ramadhan. Ramadhan dimana tingkat
kemunafikan jauh lebih tinggi daripada diluar bulan Ramadhan. Ramadhan dimana kepura-
puraan, hipokris, budaya lamis, akting, pura-pura alim dan berbagai macam yang lain dari
kecenderungan-kecenderungan kehidupan manusia di dalam bulan Ramadhan.

27
Saya pribadi selalu sangat cemas begitu memasuki Ramadhan.

Mungkin saya salah, mungkin saya curiga dan saya berprasangka buruk. Tetapi andaikan aku
diperkenankan untuk masuk ke dalam gua yang kedap suara selama bulan Ramadhan, maka
daripada aku nonton ini – itu, dari pada aku mendengar ini – itu selama bulan Ramadhan,
“Ya, Allah perkenankan aku berada di dalam gua-Mu yang kedap suara dimana serpihan-
serpihan dan desiran-desiran para Malaikat serta suara-Mu sendiri saja, Ya Allah... yang
mampir di telingaku dan menusuk ke dalam kalbuku.” (1.30.39)

28

Anda mungkin juga menyukai