Anda di halaman 1dari 34

BAB II

DASAR TEORI

Batuan sedimen karbonat, seperti yang kita ketahui memiliki unsur kimia

CaCO3, dimana unsur ini hanya bisa terbentuk pada daerah laut dengan syarat-

syarat seperti salinitas, suplai cahaya matahari, kekeruhan, keadalaman dan arus

air laut yang tenang dan batas zona akhir terbentuknya unsur karbonat, atau yang

disebut sebagai zona CCD (Carbonate Compensation Depth), karena hal ini

sangat berperan dalam pembentukan batuan sedimen karbonat.

2.1. Batuan Karbonat

Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih

dari 50 % yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau

karbonat kristalin hasil presipitasi langsung (Reijers & Hsu, 1986). Sementara itu,

(Bates & Jackson, 1987) mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang

komponen utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari

50 %. Sedangkan batugamping menurut definisi (Reijers & Hsu, 1986) adalah

batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %, sehingga tidak semua

batuan karbonat adalah batugamping, namun batugamping merupakan bagian dari

kelompok batuan karbonat.

2.2. Genesa Batuan Karbonat

Batuan karbonat terbentuk melalui proses biologis, biokimia dan presipitasi

anorganik larutan CaCO3 di dalam suatu cekungan (Scoffin, 1987). Menurut

(Pirson, 1958), batuan karbonat terbentuk pada lingkungan laut dangkal, dimana

pada lingkungan tersebut tidak terjadi pengendapan material asal daratan. Hal ini

memungkinkan pertumbuhan organisme laut misalnya koral, ganggang, bryozoa,

6
7

dan sebagainya. Cangkang-cangkang dari organisme tersebut mengandung

mineral aragonit yang kemudian berubah menjadi mineral kalsit. Proses

pembentukan batuan karbonat akan terus berlangsung, bila keadaan laut relatif

dangkal. Hal ini dapat terjadi bila ada keseimbangan antara pertumbuhan

organisme dan penurunan dasar laut tempat terbentuknya batuan tersebut,

sehingga dapat menghasilkan batuan karbonat yang tebal.

Sementara menurut (Landes, 1959), selain dipengaruhi oleh lingkungan laut

dangkal dan tanpa adanya pengendapan material asal daratan, pembentukan

batuan karbonat membutuhkan lingkungan pengendapan dengan syarat-syarat

khusus sebagai berikut:

1. Dasar laut yang relatif datar dan stabil.

2. Kedalaman laut yang dangkal.

3. Suhu air yang relatif hangat (± 38° C).

4. Ombak yang tidak begitu besar.

5. Tidak ada arus yang besar dan kuat.

6. Kegaraman air laut sekitar 13% (permil).

Gambar 2.1. Ilustrasi kondisi ideal pembentukan batuan karbonat


(James & Bourque, 1992 dalam Rizqi Amelia Melati, 2011)
8

Syarat-syarat kondisi yang ideal untuk pembentukan batuan karbonat antara lain

sebagai berikut:

a. Jernih

Batuan karbonat dihasilkan dari sekresi organisme laut dan presipitasi dari

air laut secara kimiawi. Hal ini mengandung arti bahwa pembentukan

batuan karbonat juga tergantung pada organisme. Sementara organisme laut

membutuhkan kondisi laut yang jernih agar sinar matahari dapat masuk

tanpa terganggu.

b. Dangkal

Dangkal disini diartikan sebagai batas sinar matahari dapat masuk ke laut.

Batas ini sering disebut zona fotik yaitu zona yang dapat ditembus oleh

matahari sebagai syarat utama untuk melakukan proses fotosintesis oleh

organisme. Batas kedalaman yang harus diperhatikan adalah carbonate

compensation depth (CCD) yaitu batas kedalaman untuk mineral karbonat

terendapkan.

c. Hangat

Organisme karbonat biasanya hidup pada temperatur ± 36° C. Kondisi yang

hangat ini berhubungan dengan syarat kedalaman yang masib bisa ditembus

oleh sinar matahari.

d. Salinitas

Batuan karbonat memiliki kisaran salinitas antara 22% - 40% namun

terbentuk pada kisaran 25% - 35%. Oleh sebab itu, lingkungan laut
9

merupakan kondisi dengan salinitas yang relatif tinggi sehingga batuan

karbonat dapat terbentuk dengan baik.

2.3. Mineralogi Batuan Karbonat

Pembentukan mineral karbonat tidak lepas dari kondisi air (tawar dan asin)

dimana batuan karbonat tersebut terbentuk. Walaupun mineral karbonat dapat

terbentuk pada air tawar dan laut, namun informasi banyak diperoleh dari kondisi

air laut.

Terdapat variasi kedalaman laut (hingga ribuan meter) dimana mineral-mineral

karbonat dapat terbentuk, namun produktifitas terbentuknya mineral karbonat

hanya pada wilayah dimana cahaya matahari dapat tembus (Light saturation

zone). Tingkat produktifitas mineral karbonat paling tinggi yaitu pada kedalaman

0–20 meter (Gambar 2.2) dimana cahaya matahari efektif menembus kedalaman

ini.

Gambar 2.2. Penampang yang memperlihatkan hubungan produksi mineral


karbonat terhadap kedalaman laut, Modifikasi (Tucker & Wright, 1990)

Selain kedalaman laut, produktifitas mineral karbonat juga ditentukan oleh

organisme penyusun batuan karbonat. Beberapa jenis organisme mempunyai

komposisi mineral karbonat yang tertentu seperti koral yang umum dijumpai
10

sebagai penyusun batuan karbonat modern memiliki komposisi mineral aragonit,

sedangkan organisme lainnya seperti algae, foraminifera umumnya tersusun oleh

mineral kalsit (Tabel 2.1).

Tabel 2.1.Komposisi mineral setiap organisme yang umum dijumpai pada batuan
karbonat modern. (Sumber: Flügel, 1982 modifikasi)

Indikasi organisme tersebut sebenarnya juga menjadi indikasi lingkungan

pengendapan yang paling baik. Hal ini juga berlaku jika ditinjau dari segi

mineralogi organisme tersebut. Koral misalnya yang berkomposisi aragonit,

dimana aragonit hanya ditemukan pada kedalaman hingga 2000 meter, maka

dapat dikatakan bahwa koral yang menyusun batuan karbonat umumnya pada

lingkungan laut dangkal.


11

2.3.1. Mineral Utama Penyusun Batuan Karbonat

Menurut Milliman (1974), Folk (1974) dan Tucker dan Wright (1990)

mengungkapkan bahwa mineral karbonat yang penting menyusun batuan karbonat

adalah aragonit (CaCO3), kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Selain

mineral utama tersebut beberapa mineral sering pula dijumpai dalam batuan

karbonat yaitu magnesit (Mg CO3), Rhodochrosite (MnCO3) dan siderit (Fe CO3).

Tabel 2.2. Sifat petrografis mineral pembentuk batuan karbonat (Flügel (1982)

Jenis mineral yang umum dijumpai tersebut mempunyai karakteristik yang

tidak jauh berbeda seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Walaupun

ketiganya umum dijumpai pada batuan karbonat namun yang paling umum adalah

kalsit khususnya untuk batuan-batuan tua. Hal ini disebabkan karena adanya

perubahan atau diagenesa dimana mineral aragonit cenderung berubah menjadi

kalsit, seperti yang terlihat pada tabel 2.3.


12

Tabel 2.3. Komposisi Kimia dan Mineral Karbonat yang Umum Dijumpai (Sam Boggs,
1978)
MINERAL RUMUS KIMIA SISTEM KRISTAL
Aragonit CaCO3 Orthorombik
Kalsit CaCO3 Heksagonal(rombohedral)
Dolomit CuMg(CO3)2 Heksagonal(rombohedral)
Magnesit MgCO3 Heksagonal(rombohedral)
Ankerit Ca(FeMg)(CO3)2 Heksagonal(rombohedral)
Siderit FeCO3 Heksagonal(rombohedral)

Ketiga mineral utama tersebut mempunyai lingkungan pembentukan

tersendiri. Mineral aragonit terbentuk pada lingkungan yang mempunyai

temperatur tinggi dengan penyinaran matahari yang cukup, sehingga batuan

karbonat yang tersusun oleh komponen dengan mineral aragonit merupakan

produk laut dangkal dengan kedalaman sekitar 2000 meter, namun perkembangan

maksimum adalah hingga kedalaman 200 meter. Sedangkan mineral kalsit

merupakan mineral yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan kulit bumi.

Mineral kalsit tersebut masih bisa ditemukan hingga kedalam laut mencapai 4500

meter (Gambar 2.3).

Dolomit adalah mineral karbonat yang stabil dalam air laut dan dekat

permukaan. Dolomit menurut sebagian ahli merupakan batuan karbonat yang

terbentuk oleh hasil diagenesa batuan yang telah ada. Dengan demikian maka

dolomit hanya umum dijumpai pada daerah evaporasi atau transisi.

Wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada

kedalaman sekitar 600 meter disebut lysocline dan pada kedalaman sekitar 2000

meter merupakan zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai

Aragonite Compensation Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut


13

pada kedalaman sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak

ditemukan lagi mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD)

(Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Diagram yang memperlihatkan posisi relatif mineral aragonit dan kalsit
terhadap kedalaman air laut dan tingkat solubilitas mineral yang ditunjukkan oleh garis
ACD dan CCD pada daerah tropis. Pembagian zona menjadi 4 zona yaitu zona presipitasi
(I), zona dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan
lagi mineral karbonat (IV) (Sam Boggs 2nd, 1978)

Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh karena perbedaan

sinar matahari yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh temperatur air laut,

kandungan Mg2+, saturasi dari konsentrasi (CO3)2- serta fisiologi biotanya

(Tucker dan Wright, 1990).

Diagram yang diperlihatkan pada (gambar 2.3) di atas secara berangsur

berubah atau mendangkal seiring dengan perubahan latitude, dimana semakin ke

arah kutub, maka zona-zona tersebut semakin mendangkal (Gambar 2.4 dan

gambar 2.5). Perubahan tersebut terjadi oleh perbedaan cahaya matahari yang bisa

masuk kedalam air laut. Kedalaman air laut yang bisa tertembus oleh sinar
14

matahari semakin tinggi pada posisi dekat dengan equator atau khatulistiwa. Oleh

karena itu pada daerah-daerah equatorial merupakan wilayah yang menjadi tempat

berkembangnya terumbu modern yang baik. Sebaliknya zona yang menjauh dari

daerah equatorial maka kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya matahari

semakin dangkal sehingga semakin kurang baik perkembangan terumbunya.

Gambar 2.4. Diagram yang memperlihatkan posisi relatif zona presipitasi (I), zona
dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi
mineral karbonat (IV) terhadap latitude (Sam Boggs 2nd, 1978)

Gambar 2.5. Deposit karbonat di lingkungan laut dangkal (jaman kuarter)


adalah berkonsentrasi terutama di daerah utara dan selatan khatulistiwa,
antara 30° N dan 30° S. (Menurut Wilson (1975) dalam Flugel (1982))
15

Khusus untuk daerah tropis, pembagian zona tersebut CCD mencapai kedalaman

laut sekitar 4500-an meter atau hingga laut dalam (deep sea). Jika zona-zona

tersebut diintegrasikan dengan panampang lingkungan pengendapan laut secara

dua dimensi (Gambar 2.6), maka zona dimana masih bisa ditemukan adanya

mineral kalsit termasuk kedalam laut dalam (deep sea) pada zona III.

Gambar 2.6. Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat
terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern (Sam Boggs, 1978)

2.4. KOMPOSISI PENYUSUN BATUAN KARBONAT

Pada umumnya, selain mengandung mineral karbonat dalam jumlah yang

sangat melimpah seperti aragonite, kalsit, dolomit, magnesit dan siderit, batuan

karbonat juga memiliki 2 komponen penyusun utama, yaitu:

a. Material yang diendapkan di tempat (in situ) langsung dari larutan dan

berfungsi sebagai semen (sparit).

b. Material yang ditransport ke tempat pengendapan dalam keadaan padat

(ex situ). Material ini dibagi menjadi dua berdasarkan ukurannya yaitu

material yang berukuran lempung atau lanau disebut sebagai lumpur


16

karbonat (mikrit/matrik karbonat) serta material yang berukuran pasir

atau lebih besar disebut butir atau partikel.

Penyusun batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun

batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain, matriks dan

semen.

1. Non Skeletal grain, terdiri dari :

a. Ooid dan Pisoid

Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu

atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun

biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki

ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid.

b. Peloid

Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau meruncing

yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1-0,5

mm. Kebanyakan peloid ini berasal dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut

pellet (Tucker 1991).

c. Agregat dan Intraklas

Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang

tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat

material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah

terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur

pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).

2. Skeletal Grain
17

Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari

seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro.

Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam

batugamping (Sam Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga

merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang

waktu geologi (Tucker, 1991).

3. Lumpur Karbonat atau Mikrit

Mikrit merupakan matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada batugamping

hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4

mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak

homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas

antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur.

Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar

yang kasar (Tucker, 1991).

4. Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi

rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa

kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat. (gambar 2.7)

Gambar 2.7. Komposisi Penyusun Batu Karbonat


(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)
18

2.5. Klasifikasi Batuan Karbonat

Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi

deskriptif dan klasifikasi genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan klasifikasi

yang didasarkan pada sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan

secara langsung, seperti fisik, kimia, biologi, mineralogi atau tekstur. Klasifikasi

genetik merupakan klasifikasi yang lebih menekankan pada asal usul batuan.

Parameter sekunder yang digunakan antara lain porositas, sementasi, tingkat

abrasi atau kebundaran butiran, penambahan unsur nonklastik dan sebagainya.

Klasifikasi Grabau (1904)

Menurut klasifikasi Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi 5 macam seperti

pada gambar 2.8 , yaitu:

a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar daripada

pasir (>2 mm).

b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir

(1/16-2 mm).

c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari

pasir(<1/16 mm).

d. Calcipuluerite, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti

batugamping kristalin.

e. Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu

seperti terumbu dan stromatolite.


19

Gambar 2.8. perbandingan skala Wentworth dan terminologi Grabau untuk


penamaan batuan karbonat (Colin J.R. Braithwaite, 2005)

Klasifikasi Folk (1959)

Parameter utama yang dipakai pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi.

Folk menyatakan bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat

disebandingkan dengan proses pengendapan batupasir atau batulempung. Menurut

Folk ada 3 macam komponen utama penyusun batugamping yaitu:

a. Allochem, yaitu material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau

biokimia yang telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan butiran

pasir atau gravel pada batuan asal daratan. Allochem ada 4 macam yaitu

intraclast, oolite, pellet dan fosil.

b. Microcrystalline calcite ooze (micrite), yaitu material karbonat yang

berdiameter 1-4 mikron, translucent, dan berwarna kecoklatan (dalam sayatan

tipis). Sedangkan dalam handspecimen, micrite bersifat opak dan dull, berwarna

putih, abu-abu, abu-abu kecoklatan atau hitam. Micrite analog dengan lempung

pada batulempung atau matrik lempung pada batupasir.

c. Sparry calcite (sparite), yaitu komponen yang berbentuk butiran atau kristal

yang berdiameter >/= 4 mikron (4-10 mikron) dan memperlihatkan kenampakan


20

yang jernih dan mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai pore filling cement.

Sparite analog dengan semen pada clean sandstone. Berdasarkan perbandingan

relatif antara allochem, micrite dan sparite serta jenis allochem yang dominan.

Prosedur pemberian nama batuan menurut Folk adalah:

1. Jika intraclast > 25% intraclastic rock

2. Jika intraclast =/< 25%, lihat prosentase oolite-nya

3. Jika oolite >25% oolitic rock

4. Jika intraclast =/<25% dan oolite =/<25%, lihat perbandingan antara fosil

dengan pelet, yaitu:

a) fossil : pellet > 3:1 biogenic rock,

b) fossil : pellet < 3:1 pellet rock,

c) fossil : pellet = 3:1 – 1:3 biogenic pellet rock.

Kelemahan utama dari klasifikasi ini adalah tidak dapat menjelaskan batuan

karbonat yang kompleks. Sebagai contoh ketika dalam suatu batuan terdapat a%

pecahan cangkang Pelecypoda, b% Ostrakoda utuh, c% Glaukonit, maka sulit

ditentukan nama batuan tersebut.

Aturan penamaan batuan adalah sebagai berikut: kata pertama adalah jenis

allochem yang dominan dan kata kedua adalah jenis orthochem yang dominan,

contoh: intrasparite, biomicrite, dll.


21

Gambar 2.9. Klasifikasi Folk,(after Folk 1959)

Keterangan:

Tipe 1, sparry allochemical rocks, terutama tersusun atas allochem yang

tersemenkan oleh sparry calcite cement.

Tipe 2, microcrystalline allochemical rocks, mengandung allochem, tetapi arus

yang bekerja tidak cukup kuat sehingga microcrystalline ooze tidak tercuci

dan terendapkan sebagai matriks sparry calcite jarang terbentuk karena tidak

ada pori tempat terbentuknya.

Tipe 3, microcrystalline rocks kebalikan dari tipe 2, lingkungan pengendapan

tidak berarus kuat sehingga presipitasi dari microcrystalline ooze sangat cepat

dan jarang dijumpai allochem.

Klasifikasi Dunham (1962)

Dunham membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur deposisi

batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan batugamping,

meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi). Ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian batugamping berdasarkan

tekstur deposisinya, yaitu:


22

1. Derajat perubahan tekstur pengendapan

2. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi

3. Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat

Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan

batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone,

grainstone, dan boundstone. Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan

tekstur deposisi disebut crystalline carbonate. Fabrik (supportation) grain-

supported (butiran yang satu dengan yang lain saling mendukung) dan mud-

supported (butiran mengambang di dalam matrik lumpur karbonat) digunakan

untuk membedakan antara wackestone dan packestone. Dunham tidak

memperhatikan jenis butiran karbonatnya seperti klasifikasi Folk. Batas ukuran

butir yang digunakan oleh Dunham untuk membedakan antara butiran dan lumpur

karbonat adalah 20 mikron (lanau kasar). Klasifikasi batugamping yang

didasarkan pada tekstur deposisi dapat dihubungkan dengan fasies terumbu

dengan tingkat energi yang bekerja, sehingga dapat untuk interpretasi lingkungan

pengendapan. Klasifikasi ini memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:

Kelebihan :

a. Sangat mudah digunakan, karena tidak perlu menentukan jenis butiran

secara detail. Jenis butiran tidak mempengaruhi penamaan batuan,

(gambar 2.10).

b. Dapat digunakan untuk menentukan tingkat diagenesa, karena klasifikasi

ini berdasarkan pada fabric sehingga sparit tidak perlu di deskripsi.

Kekurangan :
23

Pada sayatan tipis tidak mudah membedakan fabric batuan karena pada sayatan

tipis hanya memberikan gambaran 2 dimensi.

Gambar 2.10. Klasifikasi Dunham (Dunham, 1962 Vide Rizqi Amelia Melati, 2011)

Mudstone – batuan karbonat, yang mengandung butiran kurang dari 10%,

sinonim dengan kalsilutit, hanya saja tidak menyebutkan secara spesifik

komposisi mineralogi.

Wackestone – batuan karbonat yang mud supported mengandung lebih dari

10% butiran tetapi antar butirannya tidak saling bersinggungan, butiran

kasar mengambang dalam matriks.

Packstone - Batuan karbonat, grain supported, terdapat kandungan lumpur

dan antar butiran saling bersinggungan.

Grairtstone - Batuan karbonat, tidak terdapat lumpur, grain supported, dan

antar butir saling bersinggungan.

Boundstone - Batuan karbonat, mengalami pengikatan material organik

sewaktu pengendapan yang mengindikasikan asal-usul komponen yang

direkatkan bersama selama proses deposisi.

Crystalline carbonates - Batuan karbonat, tidak menunjukkan tekstur

deposisi, dimasukkan dalam klasifikasi sendiri.


24

Klasifikasi Embry and Klovan (1971)

Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan

pengembangan dari klasifikasi Dunham (1962) yaitu dengan menambahkan

kolom khusus pada kolom boundstone, menghapus kolom crystalline carbonate,

dan membedakan % butiran yang berdiameter </= 2 mm dari butiran yang

berdiameter > 2mm. Dengan demikian klasifikasi Embry and Klovan seluruhnya

didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas di dalam ukuran butir yaitu

ukuran grain =/>0,03–2 mm dan ukuran lumpur karbonat <0,03 mm. Berdasarkan

cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batugamping menjadi dua kelompok,

yaitu batugamping allochtonous dan batugamping autochtonous. Batugamping

autochtonous adalah batugamping yang komponen penyusunnya berasal dari

organisme yang saling mengikat selama pengendapannya. Batugamping ini dibagi

menjadi 3 yaitu: bafflestone (tersusun oleh biota berbentuk cabang), bindstone

(tersusun oleh biota berbentuk menegak atau lempengan) dan framestone

(tersusun oleh biota berbentuk kubah atau kobis). Batugamping allochtonous

adalah batugamping yang komponennya berasal dari sumbernya oleh fragmentasi

mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali sebagai

partikel padat. Batugamping ini dibagi menjadi 6 macam yaitu: mudstone,

wackestone, packetone, grainstone, floatstone dan rudstone. Dengan demikian

klasifikasi Embry & Klovan sangat tepat untuk mempelajari fasies terumbu dan

tingkat energi pengendapan.

Tambahan pada klasifikasi ini yaitu dengan membagi lagi kelompok boundstone

menjadi 5 yaitu:
25

Floatstone, batugamping dengan komponen yang lebih besar dari 2 mm dengan

komposisi lebih besar dari 10%, matriks supported.

Rudstone, batugamping dengan komponen yang lebih besar dari 2 mm dengan

komposisi lebih besar dari 10%, komponen supported.

Bqfflestone, terbentuk akibat perilaku organisme seperti baffle , berdasarkan atas

komponen terumbu yang merupakan perangkap sedimen dan menghapus kolom

crystalline carbonates.

Bindstone, terbentuk akibat organisme yang terjebak dan terjepit selama proses

deposisi.

Framestone, terbentuk oleh aktivitas organisme yang membentuk kerangka yang

keras.

Gambar 2.11. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry
dan Klovan(After Dunham, 1962 dan Embry & Klovan 1971)

Klasifikasi Plumpey Et Al (1962)

Klasifikasi batuan karbonat menurut Plumpey et al, (1962) pada penelitian

digunakan untuk mengetahui kondisi energi ketika fasies batuan karbonat

diendapkan, dimana klasifikasi ini adalah klasifikasi batuan karbonat yang


26

berdasarkan endeks energi, yang mana indeks energi merupakan salah satu

parameter penting di dalam menentukan lingkungan pengendapan batuan

karbonat. Pembagian indeks energi tersebut adalah sebagai berikut (lampiran 1) :

a. Indeks energi I

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang tenang (quiet

water), dicirikan oleh kandungan lumpur karbonatnya yang dapat mencapai

50%, keadaan fosil-fosilnya masih dalam keadaan yang utuh, walaupun

jarang fosil tersebut dijumpai.

b. Indeks energi II

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang sedikit

bergelombang (intermittently agitated), dicirikan oleh kandungan lumpur

kurang dari 25%, fosil-fosil yang dijumpai masih dalam jumlah yang sedikit

dan keadaan fosilnya masih dalam kondisi yang reatif baik.

c. Indeks energi III

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang

lemah (slighty agitated), dicirikan oleh kandungan butirannya yang dapat

mencapai 50% dengan kandungan fosilnya yang menunjukkan gejala abrasi.

d. Indeks energi IV

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang

sedang (moderately agitated), dicirikan oleh kandungan butirnya yang

mencapai lebih dari 50% dengan keadaan fosilnya pada umumnya telah

pecah-pecah.
27

e. Indeks energi V

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang

kuat (strongly agitated). Dicirikan oleh kandungan lumpurnya yang kurang

dari 5%. Keadaan fosilnya sebagian besar telah pecah-pecah. Dapat pula

batuan karbonat ini tersusun oleh organisme yang tumbuh dan berkembang

di daerah tersebut, seperti koloni koral, ganggang, stromatoporoid dan

lainnya.

Dari beberapa klasifikasi diatas, dalam pembahasan ini menggunakan

klasifikasi Grabau (1904) untuk penamaan sampel di lapangan dan Dunham

(1962) untuk penamaan pada sayatan tipis sampel batuan yang berdasarkan

tekstur pengendapannya, Klasifikasi Pumpley Et Al (1962) untuk mengetahui

kondisi energi ketika fasies batuan karbonat diendapkan, karena pada daerah

penelitian sangat mudah dikenali dengan menggunakan klasifikasi ini.

2.6. Fasies Karbonat

Pengertian Fasies menurut beberapa ahli :

Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi

karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi

memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang ada di bawah,

atas dan di sekelilingnya.

Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-

fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki

arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang

sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas
28

sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan

James, 1992).

Menurut Selley (1985, dalam Rizqi Amelia Melati 2011), fasies sedimen

adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan

batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola

arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan

sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan

pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang

merangkum hasil interpretasi dari berbagai data di atas.

Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu

lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi,

geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.

Fasies menurut Gressly (1938), Tiechert (1958), serta Krumbein dan Sloss

(1963), di artikan sebagai tubuh batuan yang memiliki sifat-sifat spesifik antara

lain warna, perlapisan komposisi, tekstur, fosil dan struktur sedimen, sedangkan

menurut Middleton (1978) dalam Suhendra (2010) fasies adalah kumpulan dari

sifat-sifat dari batuan. Pembagian fasies berdasarkan atas beberapa aspek yaitu :

a. Produk batuan

b. Genesa atau proses terbentuknya batuan

c. Lingkungan dimana batuan terbentuk

d. Aspek tektonik

Menurut Hukum Walter (Walter Law’s of Facies, 1984) variasi sedimen

untuk fasies yang sama adalah sama, sedimen pada fasies yang berbeda terletak
29

sebelah menyebelah. Kontak antar fasies bisa meliputi :

- Kontak non erosional, apabila fasies berkembang dan diikuti dengan fasies

yang lain sesuai dengan waktu.

- Kontak tegas, apabila erosi tidak ada / tidak berarti, dimana fasies terbentuk

dalam lingkungan pengendapan yang luas dengan dimensi yang besar.

Assosiasi fasies yaitu kumpulan fasies yang terbentuk bersama-sama dan

mempunyai hubungan, baik genesa maupun lingkungannya. Analisa fasies secara

vertikal dan teratur disebut sekuen.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan perubahan fasies :

Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi sangat berpengaruh dalam distribusi dan perubahan fasies,

yang disebabkan oleh terjadinya progradasi.

- Suplai Material

Berpengaruh dalam pembentukan ketebalan fasies dan macam material

sedimennya.

- Iklim

Iklim secara luas memberikan perbedaan “source area” dan lingkungan

pengendapan.

- Tektonik

Tektonik merupakan penyebab perubahan fasies secara lokal yang disebabkan

oleh gerak-gerak vertikal dan kemiringan sesar blok.

- Perubahan Permukaan Air Laut

Perubahan permukaan air laut (trangresi atau regresi) akan menyebabkan


30

terjadinya perubahan kedalaman air laut, sehingga sedimen yang dihasilkan

menjadi berbeda.

- Aktifitas Biologis

Sedimen organik dapat berupa pertumbuhan koral dan organisme lainnya yang

membentuk lapisan cukup tebal. Dengan adanya arus dan erosi, maka akan

terendapkan organisme yang telah mati.

- Komposisi Kimia Air

Salinitas dan komposisi kimia air laut dan danau bervariasi dari tempat yang satu

dengan tempat yang lain sepanjang waktu geologi.

- Vulkanisme

Aktifitas volkanisme pengaruhnya lokal, terutama pada sedimen intrabasinal.

Adanya gunung-gunung api dan munculnya pulau-pulau adalah penyebab

perubahan lingkungan secara cepat.

Fasies Model Wilson ( 1975 )

Wilson (1975) mengemukakan suatu penampang fasies karbonat yang ideal

dengan memperlihatkan jalur fasies secara standar dan interpretasi lingkungan

pengendapan pada tepi paparan berdasarkan kemiringan, umur geologi, energi air,

dan iklim adalah sebagai berikut (lampiran 2):

1. Basin Fasies

Lingkungan basin fasies merupakan lingkungan yang terlalu dalam dan gelap

bagi kehidupan organisme benthonik dalam menghasilkan karbonat, sehingga

adanya karbonat hanya tergantung kepada pengisian oleh material yang berukuran

butir sangat halus dan merupakan hasil runtuhan planktonik.


31

2. Open Shelf Fasies

Open shelf fasies merupakan lingkungan air yang mempunyai kedalaman dari

beberapa puluh meter sampai beberapa ratus meter, umumnya mengandung

oksigen, berkadar garam yang normal dan mempunyai sirkulasi air yang baik.

3. Toe of Slope Karbonat Fasies

Toe of Slope Karbonat Fasies merupakan lingkungan yang berupa lereng

cekungan bagian bawah, dengan material-material endapannya yang berasal dari

daerah-daerah yang dangkal. Kedalaman, kondisi gelombang, dan kandungan

oksigen masih serupa dengan fasies 2.

4. Fore Slope Fasies

Fore Slope Fasies merupakan lingkungan yang umumnya terletak diatas bagian

bawah dari "oxygenation level" sampai diatas batas dasar yang bergelombang,

dengan material endapannya yang berupa hasil rombakan.

5. Organic ( ecologic ) Reef Fasies

Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari ekologinya

bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme,

banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas permukaan

dan terjadinya sedimentasi.

6. Sand on Edge of Platform Fasies

Sand on Edge of Platform Fasies merupakan daerah pantai yang dangkal, daerah

gosong-gosong pada daerah pantai ataupun bukit-bukit pasir. Kedalamannya

antara 5-10 meter sampai diatas permukaan laut, pada lingkungan ini cukup

memperoleh oksigen, akan tetapi jarang dijumpai kehidupan organisme laut.


32

7. Open Platform Facies

Open Platform Facies terletak pada selat, danau dan teluk dibagian belakang

daerah tepi paparan. Kedalamannya pada umumnya hanya beberapa puluh meter

saja, dengan kadar garam yang bervariasi dan sirkulasi airnya sedang.

8. Restricted Platform Facies

Restricted Platform Facies merupakan endapan sedimen yang halus yang terjadi

pada daerah yang dangkal, pada telaga ataupun danau. Sedimen yang lebih kasar

hanya terjadi secara terbatas yaitu pada daerah kanal ataupun pada daerah pasang

surut. Lingkungan ini terbatas untuk kehidupan organisme, mempunyai salinitas

yang beragam, kondisi reduksi dengan kandungan oksigen, sering mengalami

diagenesa yang kuat.

9. Platform Evaporite Facies

Platform Evaporite Facies merupakan lingkungan supratidal dengan telaga

pedalaman dari daerah ambang terbatas atau " restricted marine " yang

berkembang kedalam lingkungan evaporite (sabkha, salinitas dan bergaram).

Mempunyai iklim panas dan kering, kadang-kadang terjadi air pasang. Proses

penguapan air laut yang terjadi akan menghasilkan gypsum dan anhidrit.

2.7. Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen

beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme

pengendapan tertentu (Gould, 1972). Interpretasi lingkungan pengendapan dapat

ditentukan dari struktur sedimen yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut

digunakan secara meluas dalam memecahkan beberapa macam masalah geologi,


33

karena struktur ini terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan, sehingga

struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan

pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh

mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu.

Beberapa aspek lingkungan sedimentasi purba yang dapat dievaluasi dari

data struktur sedimen di antaranya adalah mekanisme transportasi sedimen, arah

aliran arus purba, kedalaman air relatif, dan kecepatan arus relatif. Selain itu

beberapa struktur sedimen dapat juga digunakan untuk menentukan atas dan

bawah suatu lapisan.

Didalam sedimen umumnya turut terendapkan sisa-sisa organisme atau

tumbuhan, yang karena tertimbun, terawetkan dan selama proses diagenesis tidak

rusak dan turut menjadi bagian dari batuan sedimen atau membentuk lapisan

batuan sedimen. Sisa-sisa organisme atau tumbuhan yang terawetkan ini

dinamakan fosil. Jadi fosil adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan zaman lampau.

Dapat berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang kerang, tulang atau

gigi maupun jejak ataupun cetakan.

Dari studi lingkungan pengendapan dapat digambarkan atau direkontruksi

geografi purba dimana pengendapan terjadi.

Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia

dan biologi pada tempat dimana material sedimen terakumulasi. (Krumbein dan

Sloss, 1963) Jadi, lingkungan pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat

terkumpulnya material sedimen yang dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan

biologi yang dapat mempengaruhi karakteristik sedimen yang dihasilkannya.


34

Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat, transisi,

dan laut. Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan endapan

danau, ditransport oleh air, juga dikenal dengan endapan gurun dan glestsyer yang

diendapkan oleh angin yang dinamakan eolian. Endapan transisi merupakan

endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut seperti delta, lagoon, dan

litorial. Sedangkan yang termasuk endapan laut adalah endapan-endapan neritik,

batial, dan abisal.

Contoh Lingkungan Pengendapan Pantai : Proses Fisik : ombak dan akifitas

gelombang laut, Proses Kimia : pelarutan dan pengendapan dan Proses Biologi :

Burrowing. Ketiga proses tersebut berasosiasi dan membentuk karakteristik pasir

pantai, sebagai material sedimen yang meliputi geometri, tekstur sedimen, struktur

dan mineralogi.

Parameter Lingkungan Pengendapan

Parameter fisik meliputi elemen static dan dinamik dari lingkungan

pengendapan.

1. Elemen fisik

- Elemen fisik statis meliputi geometri cekungan (Basin); material yang

diendapkan seperti kerakal silisiklastik, pasir, dan lumpur; kedalaman air;

suhu; dan kelembapan.

- Elemen fisik dinamik adalah faktor seperti energi dan arah aliran dari

angin, air dan es, air hujan, dan hujan salju.

2. Parameter kimia termasuk salinitas, pH, Eh, dan karbondioksida dan oksigen

yang merupakan bagian dari air yang terdapat pada lingkungan pengendapan.
35

3. Parameter biologi dari lingkungan pengendapan dapat dipertimbangkan untuk

meliputi kedua-duanya dari aktifitas organisme, seperti pertumbuhan tanaman,

penggalian, pengeboran, sedimen hasil pencernaan, dan pengambilan dari silika

dan kalsium karbonat yang berbentuk material rangka. Dan kehadiran dari sisa

organisme disebut sebagai material pengendapan.

Lingkungan pengendapan karbonat menurut Friedman dan Reeckmann


(1982)
A. Peritidal (tidal flat)
Peritidal dibagi menjadi 3 sub-lingkungan antara lain supratidal, intertidal

dan subtidal (gambar 2.12).

a. Supra tidal
1. Merupakan lingkungan yang terletak di atas batas pasang tertinggi

2. Merupakan lingkungan yang berkembang di atas pengaruh laut normal

yang jarang terairi. Terdiri atas sub-lingkungan : sabkha, salt marsh,

brindpond, coastal pond.

3. Sifat endapan tergantung pada iklim

4. Peloidal wackstone biasa dijumpai

5. Fauna terbatas seperti gastropoda, algae, foraminifera, dan ostracoda.

6. Adanya air asin dan air tawar menjadikan supra tidal zona penting

untuk terjadinya alterasi diagenetik awal

7. Energi rendah

b. Inter tidal
1. Merupakan lingkungan terletak antara pasang rata-rata tertinggi dan

terendah, dimana perubahan yang teratur antara pasang dan surut

terjadi.
36

2. Proses sedimentasi terjadi sacara ritmik yang mencerminkan proses

pasang surut periodik

3. Kehidupan cukup melimpah tetapi dengan kondisi ekstrim karena biota

harus beradaptasi dengan pasang surut, suhu, ph, salinitas dan kimia

air yang berfariasi.

4. Iklim mempunyai pengaruh penting, sebagai contoh algae mats hanya

dapat terbentuk di daerah arid

5. Terdiri dari sub-lingkungan : fore shore, beach, tidal channel, levee,

mangrove, swamp dan beach ridge.

6. Merupakan zona untuk terjadinya alterasi diagenetik awal termasuk

pembentukan dolomite dan evaporit.

7. Litologi yang dijumpai : oolitic grainstone, bioklast grainstone,

interclast strom deposited.

8. Merupakan zona dengan tingkat energi tinggi, tergantung terhadap

pengaruh pasang surut, arus angin, arus, dan ada tidaknya barrier.

Porositas biasanya lebih baik dibandingkan pada supratidal.

9. Litologi yang dijumpai : wackstone, packstone hingga grainstone.

c. Subtidal

1. Merupakan daerah yang terletak pada pasang surut rendah.

2. Umumnya merupakan zona dengan energi rendah, dengan aktivitas

arus dan gelombang yang tinggi, tingkat energi masih tinggi dan

sedimen yang dijumpai sama dengan zona intertidal.


37

3. Merupakan zona dimana koral tumbuh, ooid terbentuk, pembentukan

channel, delta dan bioclastic shoal.

4. Merupakan lingkungan penting untuk pengendapan karbonat

5. Mikrofauna beraneka ragam tergantung pada salinitas air

6. Litologi yang dijumpai : wackstone, packstone hingga grainstone.

B. Kompleks tepian paparan (shelf margin)


1. Dicirikan dijumpai pasir karbonat dan terumbu

2. Terumbu di jumpai di tepian paparan, dimana kerangkanya yang di

rigid mampu menahan aksi gelombang dan bahkan adanya aksi

gelombang, biota tersebut mendapat nutrisi dari laut dalam.

Ada 3 tipe organik build up :

a. Tipe 1- downslope lime-mud accumulation


1) Terbentuk oleh akumulasi lumpur karbonat dan rombakan organik

yang bergerak menuruni lereng

2) Membentuk endapan lumpur bioklastik atau mounds belt yang

linier pada lereng depan dari tepian paparan (sejajar sumbu gawir)

b. Tipe 2 – knoll reefs sepanjang profil dengan lereng landai


1) Tepian paparan tersusun oleh mounds, organik frame building dan

kelompok terpisah atau organisme yang berkembang diatas wave

base dan akumulasi rombakan.

c. Tipe 3 – frame built organic reefs


1) Tepian paparan berupa frame-constructed reefs seperti kumpulan

koral-algae dengan kehidupan sessile yang berkembang diatas

wave base
38

2) Tepian paparan biasanya mempunyai lereng curam dan talus derbis

3) Pasir karbonat berasal dari terumbu atau hewan dan tumbuhan

yang hidup di tepian paparan dan terakumulasi sepanjang daerah di

tepian paparan dan terakumulasi sepanjang daerah antar tepian

paparan dan slope.

C. Lereng (slope)
a. Terletak di atas batas bawah air yang teroksigen dan diatas sampai di

bawah wave base

b. Kemiringan lereng sekitar 400 dan biasanya tidak stabil

c. Proses deposisi : didominasi oleh transportasi sedimen dari tepian

paparan kearah laut oleh proximal turbidity atau high density sediment

gravity flow dan slide/slump

d. Partikel berbutir halus terendapkan secara suspensi membentuk lapisan

tipis mudstone sementara slump, derbis flow dan arus turbidit

mengendapkan sedimen berbutir kasar, seperti breksi, konglomerat,

atau pasir karbonat

e. Pola fasies dipengaruhi oleh relief tepian paparan

D. Basin
a. Kadalaman mencapai ratusan meter dan berada dibawah wave base

b. Kolom air teroksigensi, salinitas air laut normal dan sirkulasi arus baik

tetap lemah

c. Didominasi oleh partikel yang berbutir sangat halus yang berasal dari

cangkang mikroorganisme planktonik yang akan membentuk chalk

pada saat terlitifikasi.


39

d. Fauna bentos laut dalam hadir dan terawetkan dalam bentuk fosil utuh

atau pecah. Burrow melimpah dan perlapisan nodular umumnya

dijumpai

Gambar 2.12. Penampang ideal lingkungan pengendapan batuan karbonat (Friedman &
Reeckmann, 1982 dalam Carla Goncalves 2013)

Anda mungkin juga menyukai