Anda di halaman 1dari 36

Findha Yuliana Ningrum

BAB I
ANATOMI OTAK DAN FUNGSINYA

Definisi
Otak mengendalikan semua fungsi tubuh. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh.
Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan
mental. Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut
terganggu.

otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:


1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)

1. Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama
Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang
membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 1
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus
yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.
Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah :
 Lobus Frontal : bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang
punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi
dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan
itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak
kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak
kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk
logika dan berpikir rasional.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 2


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

2. Cerebellum (Otak Kecil)


Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan
gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.

3. Brainstem (Batang Otak)


Batang otak (BR AI N S T E M ) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang.
Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung,
mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting
dasar manusia yaitu F I G H T O R F L I GH T (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.

Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu,
batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur “perasaan
teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan merasa tidak nyaman atau
terancam ketika orang yang tidak Anda kenal terlalu dekat dengan anda.

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:


 Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
 Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 3


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
 Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
4. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang


otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang
berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan
mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen
limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus
dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya
adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak.

Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera,lazim disebut
sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav
Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang
diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya.
LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu
manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 4


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

SIRKULASI CAIRAN SEREBROSPINAL

Produksi

CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan empat,
dimana ventrikel lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan
30 % sisanya berasal dari struktur ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima
otak.

Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler (tela khoroidea)


yang membawa lapisan epitel pembungkus dari lapis ependima ventrikel. Pleksus
khoroid mempunyai permukaan yang berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua
ventrikel lateral memiliki permukaan 40 m2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada
pusatnya yang mengandung beberapa jaringan kapiler yang luas dengan lapisan epitel
permukaan sel kuboid atau kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang
kompleks. Beberapa komponen plasma darah melewati dinding kapiler dan epitel
khoroid dengan susah payah, lainnya masuk CSS secara difusi dan lainnya melalui
bantuan aktifitas metabolik pada sel epitel khoroid. Transport aktif ion ion tertentu
(terutama ion sodium) melalui sel epitel, diikuti gerakan pasif air untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma darah.

Sirkulasi Ventrikuler

Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem ventrikuler, dari
ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen interventrikuler) ke ventrikel tiga,
akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini keluar melalui foramina diatap ventrikel
keempat kesisterna magna.

Sirkulasi Subarakhnoid

Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan melalui pintu
tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk mencapai rongga
subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer serebral.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 5


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Absorpsi

Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui villi arakhnoid. Villa


arakhnoid adalah evaginasi penting rongga subarakhnoid kesinus venosus dural dan
vena epidural; mereka berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang terletak
antara CSS dan darah vena pada villi.

Villi merupakan katup yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu
arah. Bila tekanan CSS melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah
dari tekanan vena maka katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah
dari sinus kerongga subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di
ventrikel lateral dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus sagittal.
Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara pembentukan dan absorpsi CSS.
Derajat absorpsi adalah tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS
meningkat. Sebagai tambahan, tahanan terhadap aliran tampaknya berkurang pada
tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan normal. Ini membantu untuk
mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan aliran dan absorpsi CSS.
Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian dari villi arakhnoid,
seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf spinal; dan kepentingan
relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara
keseluruhan. Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui
otak, mirip dengan cara cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam
pergerakan dan pembuangan cairan edem serebral pada keadaan patologis.

Volume Otak

Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2 % dari berat badan total. Volume
glial sekitar 700-900 ml dan neuron-neuron 500-700 ml. Volume cairan ekstraselular
(ECF) sangat sedikit. Sebagai perkiraan, glia dan neuron mengisi 70 % kandung
intrakranial, dimana masing-masing 10% untuk CSS, darah dan cairan ekstraselular.
Perubahan otak sendiri mungkin bertanggung-jawab dalam peninggian kandung
intrakranial. Contoh paling jelas adalah pada tumor otak seperti glioma. Disamping itu,
penambahan volume otak sering secara dangkal dikatakan sebagai edema otak dimana
maksudnya adalah pembengkakan otak sederhana. Penggunaan kata edema otak harus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 6


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

dibatasi pada penambahan kandung air otak. Otak mengandung kandung air yang
tinggi: 70 % pada substansi putih dan 80% pada substansi kelabu yang lebih seluler.
Kebanyakan air otak adalah (80%) intraseluler. Volume normal cairan ekstraseluler
kurang dari 75 ml, namun bertambah hingga mencapai 10% volume intra- kranial.
Rongga ekstraseluler berhubungan dengan CSS via ependima. Air otak berasal dari
darah dan akhirnya kembali kesana juga. Relatif sedikit air otak yang berjalan melalui
jalur lain, yaitu melalui CSS.

Autoregulasi

Fenomena autoregulasi cenderung mempertahankan CBF pada tekanan darah rata-rata


antara 50-160 mmHg. Dibawah 50 mmHg CBF berkurang bertahap, dan diatas 160
mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh serebral dan peninggian TIK. Autoregulasi sangat
terganggu pada misalnya cedera kepala . Karena peninggian CBV berperan meninggikan
TIK, penting untuk mencegah hipertensi arterial sistemik seperti juga halnya mencegah
syok pada cedera kepala berat. Pengobatan hipertensi sedang yang sangat agresif atau
koreksi hipotensi yang tidak memadai bisa berakibat gawat, terutama pada pasien tua.

Hubungan antara tekanan dan voluime

Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial total tetap konstan.
Isi intrakranial utama adalah otak, darah dan CSS yang masing-masing tak dapat
diperas. Karenanya bila volume salah satu bertambah akan menyebabkan peninggian
TIK kecuali terjadi reduksi yang bersamaan dan ekual volume lainnya. TIK normal pada
keadaan istirahat adalah 10 mmHg (136 mmH2O). Sebagai pegangan , tekanan diatas 20
mmHg adalah abnormal, dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang
parah. Semakin tinggi TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya.

Konsekuensi dari lesi desak ruang

Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses atau bekuan darah,
pertama-tama ia akan menggeser isi intrakranial normal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 7


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Doktrin Monro-Kellie

Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume total
isi intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak yang
tidak ekspansil. Bila V adalah volume, maka

VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan

Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah, kompensasinya


adalah memeras CSS dan darah vena keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun
akhirnya tak ada lagi CSS atau darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme
kompensasi tak lagi efektif. Pada titik ini, TIK mulai naik secara nyata, bahkan dengan
penambahan sejumlah kecil ukuran massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya lesi massa.

Pergeseran CSS

CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga subarakhnoid
spinal melalui foramen magnum. Rongga subarakhnoid spinal bersifat distensibel dan
mudah menerima CSS ekstra. Namun kemampuan ini terbatas oleh volume CSS yang
telah ada dan oleh kecenderungan jalur CSS untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini
terjadi, produksi CSS diatas bendungan yang tetap berlangsung akan menambah
peninggian TIK.

Jalur subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau foramen magnum. Jalur CSS
intraventrikular mungkin terbendung pada ventrikel tiga atau akuaduktus yang akan
menyebabkan temuan yang khas pada sken CT dimana ventrikel lateral kolaps pada sisi
massa, sedangkan ventrikel lateral disisi berlawanan akan tampak distensi.

Pergeseran Volume Otak

Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat
terbatas. Pada tumor yang tumbuh lambat seperti meningioma, pergeseran otak
mungkin sangat nyata, terdapat kehilangan yang jelas dari volume otak, mungkin akibat
pengurangan cairan ekstraselular dan kandung lemak otak sekitar tumor.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 8


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Bagaimanapun dengan massa yang meluas cepat, otak segera tergeser dari satu
kompartemen intrakranial ke kompartemen lainnya atau melalui foramen magnum.

Bila massa terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK mulai
meningkat. Selama fase kompensasi, terjadi penggantian volume yang hampir ekual dan
sedikit saja perubahan pada TIK. Pada titik dekompensasi, peninggian volume
selanjutnya akan menyebabkan penambahan tekanan yang makin lama makin besar.
Peninggian TIK yang persisten diatas 20 mmHg tampaknya berhubungan dengan
peninggian tahanan aliran CSS. Hasil CT menampakkan bagian yang tahanannya
meningkat adalah pada tentorium. Karenanya temuan CT yang menampakkan obliterasi
sisterna perimesensefalik merupakan bukti penting bahwa TIK meninggi atau pertanda
bahwa bahaya segera datang.

Perlu disadari bahwa segala sesuatu yang mencegah atau menghalangi pergeseran
volume kompensatori akan menyebabkan peningkatan TIK yang lebih segera. Misalnya
tumor fossa posterior adalah merupakan lesi massa sendiri, namun juga memblok
aliran CSS dari ventrikel atau melalui foramen magnum. Karenanya volume CSS
bertambah dan kompensasi untuk massa tumornya sendiri akan terbatas. Selanjutnya
penderita dengan massa yang terus meluas akan mendadak sampai pada titik
dekompensasi bila aliran vena serebral dibatasi oleh peninggian tekanan vena jugular
akibat kompresi leher atau obstruksi pernafasan.

Perubahan volume sendiri bersifat penjumlahan. Efek tumor otak akan sangat
meningkat oleh edema otak. Pada banyak keadaan klinis, perubahan volume sangat
kompleks. Ini terutama pada cedera kepala dimana mungkin terdapat bekuan darah,
edema otak serta gangguan absorpsi CSS akibat perdarahan subarakhnoid atau
perdarahan intraventrikuler. Mungkin dapat ditambahkan vasodilatasi akibat hilangnya
autoregulasi atau hiperkarbia.

Walau urut-urutan kejadian berakibat perubahan yang terjadi dengan peninggian TIK
progresif karena sebab apapun, hubungan antara tingkat TIK dan keadaan neurologik
juga tergantung pada tingkat perubahan dan adanya pergeseran otak. Tumor tumbuh
lambat seperti meningioma mungkin tumbuh hingga ukuran besar tanpa adanya tanda

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 9


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

peninggian TIK. Sebaliknya hematoma ekstradural akut yang lebih kecil mungkin
menyebabkan kompresi otak yang berat dan cepat.

Untuk lesi yang membesar cepat seperti hematoma epidural, perjalanan klinik dapat
diprediksi dari hubungan volume-tekanan yang sudah dijelaskan terdahulu. Pada tahap
awal ekspansi massa intrakranial, perubahan TIK sedikit dan pasien tetap baik dengan
sedikit gejala. Bila massa terus membesar, mekanisme kompensasi berkurang dan TIK
meningkat. Pasien mengeluh nyeri kepala yang memburuk oleh faktor-faktor yang
menambah TIK seperti batuk, membungkuk atau berbaring terlentang, dan kemudian
menjadi mengantuk. Penderita menjadi lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran
batang otak menyebabkan peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi
menjadi lambat.

Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil
tak berreaksi dan berdilatasi, serta tak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang
otak berhenti. Tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi menjadi lambat dan tak
teratur serta akhirnya berhenti.

TIK DAN Pergeseran Otak

Pada kenyataannya, banyak dari akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat
pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri.

Transtentorial

Lateral

Massa yang terletak lebih kelateral menyebabkan pergeseran bagian medial lobus
temporal (unkus) melalui hiatus tentorial serta akan menekan batang otak secara
transversal.

Saraf ketiga terkompresi menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral. Penekanan pedunkel


serebral menyebabkan hemiparesis kontralateral. Pergeseran selanjutnya menekan
pedunkel serebral yang berseberangan terhadap tepi tentorial menyebabkan
hemiparesis ipsilateral hingga terjadi kuadriparesis. Sebagai tambahan, pergeseran

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 10


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

pedunkel yang berseberangan pada tepi tentorial sebagai efek yang pertama akan
menyebabkan hemiparesis ipsilateral. Indentasi pedunkel serebral ini disebut
'Kernohan's notch'. Arteria serebral posterior mungkin tertekan pada tepi tentorial,
menyebabkan infark lobus oksipital dengan akibat hemianopia.

Sentral

Bila ekspansi terletak lebih disentral seperti tumor bifrontal, masing-masing lobus
temporal mungkin menekan batang otak. Kompresi tektum berakibat paresis upward
gaze dan ptosis bilateral.

Tonsilar

Mungkin merupakan tahap akhir kompresi otak supra-tentorial progresif, dan


menampakkan tahap akhir dari kegagalan batang otak. Kadang-kadang pada tumor
fossa posterior, herniasi tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis, suatu refleks
dalam usaha mengurangi tekanan pada medulla. Kesadaran mungkin tidak terganggu,
namun gangguan respirasi terjadi berat dan cepat.

Subfalsin

Pergeseran permukaan medial hemisfer (girus singulata) didekat falks mungkin


menekan arteria serebral anterior menimbulkan paralisis tungkai kontralateral. Ini
jarang ditemukan berdiri sendiri.

Gambaran Klinik (Triad Klasik)

Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Namun demikian, dua pertiga pasien dengan lesi desak
ruang memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan sisanya umumnya dua.
Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk peninggian tekanan, kecuali
edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan masing-masing berdiri sendiri
dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat dugaan adanya peninggian TIK.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 11


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Simtomatologi peninggian TIK tergantung lebih banyak pada penyebab daripada tingkat
tekanan yang terjadi. Tak ada korelasi yang konsisten antara tinggi tekanan dengan
beratnya gejala.

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENGIHATAN

Nervus opticus

Diskus opticus (papilla n. opticus) merupakan bagian dari nervus opticus yang
terdapat intraokuler dimana dapat dilihat dengan pemriksaan memakai alat
oftalmoskop.

Bagian- bagian dari nervus opticus yang mempunyai panjang 50,0 mm itu adalah
sebagai berikut:

 Bagian intra okuler sepanjang 0,70 mm


 Bagian intra orbita sepanjang 33,00 mm
 Bagian intrakanalikular sepanjang 6,00 mm
 Bagian intracranial sepanjang 10,00 mm

Nervus opticus ini muncul dari belakang bola mata (orbita)melalui lubang pada
sclera dengan diameter sekitae 1,50 mm. sedang letak daro pada diskus optikusnya
berada sekitar 0,3 mm dibawah dan 1,0 mm disebelah nasal fovea sentralis.

Papil saraf opticus


Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf
optikus(optic disc). Karena ketikdakadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka
bagian retina ini tidak dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini
disebut juga sebagai blind spot, dan memiliki diameter sekitar 1,5 mm.

Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada pemeriksaan


funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah warna, batas, cup
disc ratiodan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan berwarna merah musa

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 12


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

kekuningan dengan batas yang jelas, non- elevated dan memiliki cup disc ratio kurang
dari 0,3.

Jalur optikus
Serabut- serabut nervus optikus merupakan akson dari sel- sel dalam lapisan
ganglionik retina. Mereka bersatu pada diskus optikus dan keluar dari mata, sekitar 3
atau 4mm dari sisi nasal pusatnya, sebagai nervus optikus. Serabut- serabut n. optikus
adalah bermyelin , tetapi selubung mielinnya dibentuk oleh oligodendroglia bukan oleh
sel Schwann karena n. optikus sesuai dengan traktus terdapat dalam susunan saraf
pusat. Nervus optikus meninggalkan rongga orbita melalui canalis opticus dan bersatu
dengan nervus opticus sisi lain untuk membentuk chiasma opticum.

Chiasma opticum terletak pada perbatasan dinding anterior dan dasar ventrikel
III. Pada chiasma opticum, termasuk bagian nasal macula menyilang garis tengah dan
masuk ke traktus opticus sisi kontralateral., sedangkan serabut- serabut dari bagian
temporal retina termasuk bagian temporal macula , berjalan ke posterior dalam traktus
opticus sisi yang sama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 13


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Sebagian besar serabut berakhir dengan bersinap dengan sel-sel saraf dalam
corpus geniculatum lateral. Akson sel-sel saraf dalam corpus genilatum lateral
meninggalkannya untyk membentuk radiation optica. Serabut- serabut radion optica
adalah akson sel- sel saraf corpus geniculatum lateral. Traktus berjalan ke posterior
melalui pars retro-lenticularis capsula interna dan berakhir pada korteks penglihatan
(area 17) yang terletak di bibir atas dan bawah fisura calcarina pada permukaan medial
hemisphere cerebri . korteks asosiasi penglihatan (area 18 dan 19) bertanggung jawb
untuk pengenalan obyek dan persepsi warna .

Pada penglihatan binocular , lapangan penglihatan kanan dan kiri di proyeksikan


pada kedua bagian retina. Bayangan obyek pada lapangan penglihatan kanan
diproyeksikan pada retina bagian nasal dan bagian temporal retina kiri. Pada chiasma
opticum , akson- akson dari kedua bagian retina ini bersatu membentuk tractus opticus
kiri. Neuron corpus geniculatum lateralsekarang memproyeksikan seluruh lapangan
penglihatan kanan ke korteks penglihatan hemisphere kiri. Dan lapangan penglihatan
kiri ke korteks penglihatan hemisphere kanan. Kuadran bawah retina (lapangan
penglihatan atas) diproyeksikan ke dinding bawah fissure calcarina, sedangkan kuadran
atas retina ( lapangan penglihatan bagian bawah) diproyeksikan ke dinding atas fissure.
Jika tidak ada penyakit intraocular, kerusakan penglihatan pada satu mata selalu
menandakan lesi pada bagian orbita , foramen atau cranial dari saraf opticus. Jika pusat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 14


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

chiasma opticum mengalami kerusakan sehingga serat yang menyebrang jadi terganggu
missal karena tumor hipofise, hasilnya adalah hemianopsia bitemporal. Biasanya, serat
yang datang dari separuh bawah retina dan mengisi bagian ventral chiasma adalah yang
pertama-tama rusak. Menjelaskan mengapa hemianopia dimulai pada kuadran atas
bitemporal dari lapangan pandang. Berlawanan dengan heteronimitas dari lesi chiasma
, lesi yang mencederai traktus opticus menghasilkan hemianopia homonimus. Sebagai
contoh, lesi pada traktus opticus kanan mengganggu impuls yang berasal dari separuh
kanann kedus retina. Akibatnya kerusakan penglihatan melibatkan kedua separuh kiri
dari lapang pandang.

Kelainan lapangan penglihatan yang dihubungkan dengan lesi-lesi pada lintasan


penglihatan :
1. Buta sirkumferensial sisi kanan akibat neuritis retrobulbar
2. Buta total mata kanan akibat pemotongan n.opticus kanan.
3. Hemianopsia nasalis kanan akibat lesi parsial chiasma opticum kanan.
4. Hemianopsia bitemporalis akibat lesi total chiasma opticum.
5. Hemianopsia temporalis kiri dan hemianopsia nasalis kanan akibat lesi pada
tractus opticus kanan.
6. Hemianopsia nasalis kanan dan temporalis kiri akibat lesi pada radiation optica
kanan.
7. Hemianopsia temporalis kiri dan nasalis kanan akibat lesi pada korteks
penglihatan kanan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 15


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

BAB II
SPACE OCCUPYING LESSION

A. Definisi
Space Occupying Lession merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses
otak dan tumor intra kranial. ( Long, C 1996 ; 130 )

Space occupying lesion(SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati


ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan
tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan
meningkatkan tekanan intracranial.

Tekanan intracranial adalah tekanan dalam ruang tengkorak. Dimana ruang


tengkorak terdiri atas (2-10%), cairan serebrospinal (9-11%) dan jaringan otak (s.d
88%).(tarwoto, 2007 : 51)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 16


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu peningkatan diatas normal


dari tekanan cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Normalnya tekanan
intracranial adalah 80-180 mm air atau 0-15 mmHg. ( Wahyu Widagdo, 2008 ; 74 )

B. Epidemiologi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 17


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

C. Etiologi
Penyebab peningkatan tekanan intracranial yaitu :
1. Space occupying lesions yang meningkatkan volume jaringan :
a. Konstusio serebri

Konstusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak


mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien
berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas.
Pasien terbaring kehilangan gerakan; denyut nadi lemah, pernapasan dangkal,
kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari.
Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam
keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama
dengan syok.
Umumnya, invidu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik
abnormal, gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK mempunyai prognosis
buruk. Sebaliknya, pasien dapat mengalami pemulihan kesadaran komplet dan
mungkin melewati tahap rangsang serebral. (Smeltzer, 2001 ; 2212)

b. Hematoma
Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial
adalah akibat paling serius dari cidera kepala. Hematoma disebut sebagai
epidural, subdural atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama
adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk
menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK. (Smeltzer, 2001 ;
2212)

c. Infark
Sebuah infark serebral adalah iskemik jenis stroke karena gangguan di
pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak. Sebuah infark otak terjadi bila
pembuluh darah yang memasok bagian dari otak tersumbat atau kebocoran
terjadi di luar dinding pembuluh. Ini kehilangan hasil suplai darah dalam
kematian yang area dari jaringan.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Cerebral_infarction)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 18


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

d. Abses
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam
jaringan otak. Ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma
intracranial atau pembedahan.; melalui penyebaran infeksi dari daerah lain
seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media,, sepsis gigi);
atau melalui penyebaran infeksi melalui penyebaran infeksi dari organ lain
(abses paru-paru, endokarditis infektif); dan dapat menjadi komplikasi yang
berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak merupakan
komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak
adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang system imunnya disupresi
baik karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak maka perlu
dilakukan pengobatan yang tepat pada otitis media, mastoiditis,sinusitis,infeksi
gigi dan infeksi sistemik. (Smeltzer, 2001 ; 2177)

e. Tumor Intrakranial
Tumor intracranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang
tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. Klien tumor intracranial datang
dengan berbagai gejala yang membingungkan oleh karena itu penegakkan
diagnosis menjadi sukar. Tumor intracranial dapat terjadi pada semua umur,
tidak jarang menyerang anank-anak dibawah usia 10 tahun, tetapi paling sering
terjadi pada orang dewasa pada usia 50-an dan 60-an. (Muttaqin,Arif.2008;474)

2. Masalah serebral :
a. Peningkatan produksi cairan serebrospinal
b. Bendungan system ventricular
c. Menurun absorbsi cairan serebrospinal
3. Edema serebral :
a. Penggunaan zat kontras yang merubah homestatis otak
b. Hidrasi yang berlebihan dengan menggunakan larutan hipertonik
c. Pengaruh trauma kepala

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 19


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

D. Patofisiologi

Peningkatan tekanan Intrakranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan


oleh beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan
intervensi pembedahan.
Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan
serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup, tidak bisa
berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan
pertukaran timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan
otak tidak dapat berkembang, tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah
cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space occupying lesion (SOL)
menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/minggu) atau secara cepat, hal ini
tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere dari otak akan
dipengaruhi, tetapi pada akhirnya kedua hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang cranial pada pertama kali
dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal.
Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun
dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan
PO2 dan pH. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih
lanjut akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan
menyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka
untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi ke
bawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai
tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral
posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal dan serabut-serabut saraf
ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme
kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan temperature
tubuh. ( Wahyu Widagdo, 2008 ; 76 )

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 20


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis peningkatan tekanan intarakranial banyak dan bervariasi


dan dapat tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator
yang paling sensitive dari semua tanda peningkatan tekanan intracranial. Trias
klasik adalah nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah.; papilaedema
yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; dan muntah
seringkali proyektil. Adanya tekanan nadi yang lebar, dan berkurangnya denyut nadi
dan pernapasan menandakan dekompensasi otak dan kematian yang mengancam.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial lainnya antara lain hipertermia,
perubahan motorik dan sensorik, perubahan berbicara, dan kejang.
(Price, 1995 :1012)
Trias klasik peningkatan tekanan intracranial :
· Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat
hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat
beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk,
membungkuk dan mengejan.
· Nausea atau muntah
Muntah yang memancar (projectile voiting) bias menyertai peningkatan
tekanan intrakarnial.
Tanda-tanda muntah, frekuensi dan karakteristiknya menyertai gejal klinis
lainnya. ( Long, C 1996 ; 134 )
· Papil edema
Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic atau
discus optic.
Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata
melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus optic.
Karena meningen memberi refleks kepada seputar bola mata,
memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan
cerebrospinal.
Karena discus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang
rusak tidak dapat mendeteksi sinar.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 21


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Ketajaman penglihatan berkurang karena titik buta membesar. ( Long, C


1996 ; 134 )

F. Klasifikasi
1. Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
a. Jinak
· Acoustic neuroma
· Meningioma
· Pituitary adenoma
· Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
· Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
· Oligodendroglioma
· Apendymoma

2. Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :


a. Tumor intradural
· Ekstramedular
· Cleurofibroma
· Meningioma intramedural
· Apendimoma
· Astrocytoma
· Oligodendroglioma
· Hemangioblastoma

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 22


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,


jejas tumor, dan meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi
tentang sistem vaskuler

2. MRI :Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang
otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang
menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan


untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosisi

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi ( EEG )Mendeteksi gelombang otak abnormal.

H. PENALATAKSANAAN
 Pembedahan,
 Radioterapi
 Kemoterapi

I. KOMPLIKASI

1. Gangguan fungsi neurologis

2. Gangguan kognitif

3. Gangguan tidur dan mood

4. Disfungsi seksual

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 23


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

BAB III

PAPILA EDEMA

A. DEFINISI

Papiledema (choked disk) adalah kongesti non inflamasi diskus optikus yang
berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranium. Papiledema akan terjadi pada
setiap keadaan yang menimbulkan peningkatan tekanan intrakranium persisten. 2
Beberapa istilah yang dapat diterangkan sama dengan papilloedema ialah

 menurut GRAEFE , (1860) dimana beliau menggunakan istilah "Stauungs


oedema"pada pembengkakan diskus optikus dengan eievasi melebihi 2 Dioptri.
Sedang
 PARSON (1908) menggunakan istilah "Papilloedema" pada kasus-kasus dengan
pembengkakan diskus optikus dengan elevasi lebih dari 2 Dioptri dan proses ini
berhubungan dengan kenaikan tekanan intra kranial.

Akhirnya istilah "Choked disc" sering dipakai untuk menerangkan bahwa terjadi
papilloedema yang berat dan disebakan oleh tekanan intra kranial yang meningkat.3

B. Etiologi 1,4

Penyebab papiledema secara umum dapat dibagi menjadi :

1. Kenaikan Tekanan Intra Kranial :

Tumor otak, terutama yang letaknya infra tentorial seperti : tumor serebrum, abses,
hematom subdura, malformasi arteriovena, tumor cerebellum (otak kecil), tumor pada
ventrikel ke-IV, tumor pada fossa cranii anterior dan medius, craniopharyngioma, dan
lain-lain.

2. Pseudo Tumor Cerebri :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 24


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Thrombosis vena intra kranial, gangguan endokrin seperti : Addison’s disease, Cushing’s
disease; abses otak, perdarahan sud arakhnoid atau perdarahan subdural,
hydrocephallus.

3. Penyakit-Penyakit Pada Orbita :

Tumor dari nervus optikus, thyroid ophthalmopathy.

4. Penyakit-Penyakit Pada Mata :

Glaukoma akut, uveitis.

5. Penyakit-Penyakit Sistemik :

Hipertensi maligna, blood dyscrasia, anemia dan pulmonary insufficiency, uremia

C. Patofisiologi

Agar papiledema dapat terjadi, maka ruang subaraknoid di sekitar saraf optikus
harus paten dan berhubungan dengan saraf optikus retrolaminar melalui kanalis
optikus tulang ke ruang subaraknoid intrakranium, sehingga peningkatan tekanan
intrakranium dapat disalurkan ke saraf optikus retrolaminar. Di sana transpor aksonal
lambat dan cepat terhambat, dan terjadi distensi akson sebagai tanda awal papil edema.
Hiperemia diskus, pelebaran telengietasia kapiler permukaan, pengaburan batas diskus
periapilar, dan hilangnya denyut vena spontan terjadi kemudian. Edema di sekitar
diskus dapat menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap isopter-isopter kecil pada
pemeriksaan lapang pandang, tetapi akhirnya akan menjadi jelas lipatan-lipatan retina
sirkumferensial disertai perubahan pada refleks membran pembatas internal (garis
paton) sewaktu retina terdorong menjauhi diskus yang terjepit; sewaktu retina
terdorong, bintik buta juga akan meluas terhadap isopter besar pada pemeriksaan
lapang pandang. Papiledema yang telah terbentuk sempurna akan disertai edema
peripapiler, lipatan koroid, perdarahan, dan bercak-bercak cotton wool. 2

Papil edema dapat terjadi apabila terdapat hipotoni okular dan tekanan intrakranial
normal, karena untuk keadaan ini, tekanan intrakranium akan tampak inggi relatif
terhadap rendahnya tekanan di dalam bola mata. Papiledema dapat berkaitan dengan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 25
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

penurunan penglihatan akut setelah dekompresi intrakranium mendadak atau


penurunan perfusi sistolik. Pada papiledema kronik, diskus yang hiperemis dan meniggi
menjadi putih abu-abu akibat gliosis astrod\sitik dan atrofi saraf disertai kontriksi
sekunder pembuluh-pembuluh darah retina. dapat muncul pembuluh darah kolateral
optikosiliaris dan eksudat halus atau drusen.2

D. Gejala Klinis 1,6

Kebanyakan gejala yang terjadi pada pasien dengan papilledema adalah akibat
sekunder dari peningkatan tekanan intrakranial yang mendasarinya.

 Sakit kepala: sakit kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial, yang


memburuk ketika bangun tidur, dapat kambuh jika batuk dan jenis manuver
valsava lainnya.
 Mual dan muntah: jika peningkatan tekanan intrakranialnya tinggi, mual dan
muntah dapat terjadi. Ini selanjutnya dapat disertai denan kehilangan kesadaran,
dilatasi pupil, dan bahkan kematian
 Gejala Visual seringkali tidak ditemukan, namun gejala-gejala berikut dapat
terjadi:
o Beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya
pengelihatan memudar keabu-abuan pada penglihatan, terutama ketika
bangun dari posisi duduk atau berbaring).
o Pengelihatan kabur, konstriksi pada lapangan pandang, dan penurunan
persepsi warna dapat terjadi.
o Diplopia dapat terkadang ditemukan jika suatu kelumpuhan saraf ketujuh
terjadi.
o Tajam pengelihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada penyakit yang
sudah lanjut.

Dapat di jumpai tanda neurologis berupa : Ataxia, hemiparese atau hemiplegia, parese
dan paralyse saraf-saraf kranial yaitu : nervus ke V, VI, VII

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 26


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

E. Pemeriksaan Fisik 4

 Riwayat penyakit pasien harus diselidiki, dan pemeriksaan fisik, termasuk tanda
vital, harus dilakukan. Terlebih lagi, tekanan darah harus diperiksa untuk
menyingkirkan hipertensi maligna.
 Pasien harus diperiksa akan adanya gangguan neurologis dan penyakit yang
berhubungan dengan demam.
 Tajam pengelihatan, pengelihatan warna, dan pemeriksaan pupil seharusnya
normal. Defek relatif aferen pupil biasanya tidak ditemukan. Defisi abduksi
sebagai akibat seunder dari kelumpuhan saraf kranialis keenam terkadang dapat
ditemukan berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
 Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan untuk
menemukan tanda-tanda berikut:
 Manifestasi awal
o Hiperemia diskus :keadaan ini merupakan tanda yang paling dini dari
adanya papiledema. Hal di atas disebabkan karena dilatasi kapiler,
sedangkan bila terdapat dilatasi dan edema bersama-sama maka akan
berwarna merah abu-abu.
o Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi dengan
pemeriksaan slit lamp biomicroscopy yang cermat dan oftalmoskopi
langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal dari diskus. Tanda kunci
terjadi ketika edema lapisan serabut saraf mulai menghambat pembuluh
darah peripapiler.
o Batas papil kabur :5,6

Kekaburan dari batas papil ini dimulai pada bagian atas dan bawah,
selanjutnya akan menjalar kebagian nasal. Sedang batas papil bagian
temporal biasanya masih baik dan paling terakhir menjadi kabur.
Akibatnya diameter diskus optikus menjadi lebih besar.

o Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling mudah


dengan cahaya bebas merah (hijau). Bentuk perdarahannya berupa flame
shaped dan punctata/bercak dan disebabkan karena tekanan intra kranial
yang meningkat pada peripapillary, dengan letak dari perdarahannya
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 27
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

pada lapisan serabut-serabut saraf di sekitar diskus. Bilamana


perdarahan di atas terlihat jelas, maka hal ini menunjukkan bahwa
papilloedema terjadi sangat cepat dan mendadak.

o Elevasi papil 5,6

Tinggi elevasi dari papil dapat ditentukan dengan membandingkan


pembuluh darah papil yang terlihat jelas dengan melihat terang pembuluh
darah retina. Elevasi ini diukur dengan Dioptri (biasanya lebih dari 2
Dioptri). Untuk menghindari akomodasi pemeriksa dianjurkan memakai
lensa positif terkuat atau negatif terlemah.

Interpretasinya :

· Pada mata yang phakia/ada lensanya, maka 3 Dioptri sesuai dengan


1,0 mm.

. Pada mata aphakia/tanpa lensa, maka 2 Dioptri sesuai dengan 1,0


mm.

o Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80% individu


dapat menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat lebih dari 200
mmHg

o Manifestasi lanjut

o Jika papilledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut saraf


akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara kasar terlihat
terangkat.
o Terjadi sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler menjadi lebih jelas,
diikuti dengan eksudat dan cotton-wool spots yang berada di atas atau di
sekitar papil. Keadaan ini disebabkan karena pembengkakan dan
degenerasi dari serabut-serabut saraf.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 28


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

o Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau,


terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton lines.
Lipatan Choroidal juga dapat ditemukan.

o Manifestasi kronis

o Jika papilledema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus


perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat pada
diskus yang sudah hilang central cup-nya.
o Seiring dengan waktu, diskus dapat mengembangkan deposit kristalin
yang mengkilat (disc pseudodrusen).

F. Pemeriksaan Penunjang 4

Pemeriksaan lab:

 Pemeriksaan darah biasanya tidak membantu dalam diagnosis papilledema. Jika


diagnosis meragukan, hitung darah lengkap, gula darah, angiotensin-converting
enzyme (ACE), Laju endap darah (LED), dan serologi sifilis dapat membantu
dalam menemukan tanda-tanda penyakit infeksi, metabolik, atau peradangan.

Pemeriksaan Pencitraan:

 Neuroimaging segera (CT scan, MRI) otak dengan kontras harus dilakukan dalam
usaha untuk mengidentifikasi adanya lesi massa SSP.
 B-scan ultrasonography dapat berguna untuk menyingkirkan disc drusen yang
tersembunyi.
 Fluorescence angiography dapat digunakan untuk mebantu menegakkan
diagnosis. Papilledema akut menunjukkan peningkatan dilatasi kapiler
peripapillar dengan kebocoran lanjut pada kontras.

Pemeriksaan lain:

o Perimetri

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 29


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

 Lapang pandang harus diperiksa. Umumnya menunjukkan pembesaran titik


buta, dan penyempitan yang konsentris lapang penglihatan terutama dalam
bentuk dan warna (merah dan hijau).1;5 Jadi yang mula-mula mengalami
perubahan adalah lapang pandang yang perifer, baru kemudian sentralnya. Pada
edema diksus yang ekstrim, suatu “pseudo“ hemianopsia bitemporal dapat
terlihat.
 Pada papilledema kronis, pembatasan lapang pandang, terutama daerah inferior,
secara bertahap dapat terjadi, ang selanjutnya dapat memburuk menjadi
kehilangan pengelihatan sentral dan kebutaan total.
 Fotografi warna

G. Diagnosa banding

 Papilitis atau Nueritis optica 1,3,7

Biasanya terjadi unilateral. Tajam penglihatan sangat terganggu secara cepat dan
berat, adaptasi sinar sangat terganggu/reaksi pupil terganggu, dan elevasi papil
kurang dari 3 Dioptri. Blind spot melebar dan terdapat central scotoma. Didapatkan
juga mild hyperfluorescein dengan atau tanpa kebocoran.

 Pseudo papiledema1

Biasanya bilateral dan congenital, tajam penglihatan menurun tapi masih dapat
dikoreksi. Seringkali pada hypermetropia dengan elevasi papil mencapai 6 Dioptri.
Tidak ditemukan adanya pembengkakan, eksudat dan perdarahan dan tidak
ditemukan kebocoran dan perembesan fluorescein diluar papil. Penyebabnya adalah
: myelinated nerve fibres, drusen, coloboma dan neoplasma pada diskus optikus.

 Stereo pada diskus optikus berguna untuk mendokumentasikan perubahan yang


terjadi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 30


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

H. Penatalaksanaan 4,5

Obat-obatan

 Terapi, baik secara medis ataupun bedah, diarahkan kepada proses patologis
yang mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan okuler.
 Terapi spesifik harus diarahkan kepada lesi massa yang mendasarinya jika
ditemukan.
 Diuretik: inhibitor carbonic anhydrase , acetazolamide (Diamox), dapat berguna
pada kasus tertentu, terutama pada kasus-kasus hipertensi intrakranial
idiopatik. (pada keberadaan trombosis sinus venosus, diuretik
dikontraindikasikan. Pada keadaan ini, evaluasi oleh seorang ahli hematologis
direkomendasikan.)
 Penurunan berat badan direkomendasikan pada kasus hipertensi intrakranial
idiopatik.
 Kortikosteroid mungkin efektif dalam kasus yang berkaitan dengan keadaan
peradangan (contoh, sarcoidosis).

Pembedahan:

 Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat.


 Lumboperitoneal shunt atau ventriculoperitoneal shunt dapat digunakan untuk
memintas LCS.
 Dekompresi selubung saraf optik dapat dilakukan untuk menghindari gejala
okuler yang meburuk dalam kasus hipertensi intrakranial idiopatik yang tidak
terkontrol dengan obat-obatan. Prosedur ini kemungkinan tidak akan
menghilangkan sakit kepala persisten yang terjadi.

Diet:

 Pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli gizi dalam kasus hipertensi
intrakranial idiopatik mungkin diperlukan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 31


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

I. Prognosis 1,5,7

Prognosis dari papilledema sangat tergantung pada penyebabnya. Kebanyakan


pasien yang terkena tumor otak metastase prognosisnya sangat buruk; pada penyakit
obstruksi ventrikuler dapat dibuat pintasan dengan sukses; pada pasien dengan
pseudotumor biasanya dapat diobati dengan cukup baik. Diagnosis papilledema
memerlukan pejajakan yang serius sampai keadaan patologi yang paling buruk dapat
disingkirkan. Dimana, konsultasi neurologis, bedah saraf, atau neuroradiologis biasanya
diperlukan. Namun demikian, setelah masalahnya dapat dikurangi menjadi hanya
papilledema saja, ahli penyakit mata dapat menentukan penatalaksanaan yang terbaik
yang perlu dilakukan. Sangat sering terjadi, kebutaan permanen terjadi pada kondisi
yang relatif ringan seperti hipertensi intrakranial idiopatik karena kurangnya
keterlibatan ahli penyakit mata.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 32


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

BAB IV

KESIMPULAN

1. Space occupying lesion(SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang
dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan
tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan
meningkatkan tekanan intracranial.
2. Trias klasik peningkatan tekanan intracranial :Nyeri kepala,Nausea atau
muntah,Papil edema.
3. Papiledema adalah suatu pembengkakan yang bersifat non-inflamasi dari diskus
optikus, yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
4. Penyebab papiledema secara umum diantaranya kenaikan tekanan intrakranial ,
penyakit-penyakit pada orbita, penyakit-penyakit pada mata seperti glaucoma
akut, uveitis dan penyakit-penyakit sistemik seperti hypertensi maligna, blood
dyscrasia, anemia, pulmonary insufficiency, dan uremia
5. Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosa papiledema diantaranya
pemeriksaan Ophtalmoskopi. Pada panderita papiledema akan didapatkan
kelainan : HIPEREMIPAPIL , BATAS PAPIL KABUR , ELEVASI PAPIL ,
PERDARAHAN, EKSUDAT, MACULAR STAR/FAN SHAPED , PEMBENDUNGAN VENA
, PULSASI VENA, PHYSIOLOGIC CUP, BILATERAL.
6. Diagnosa banding papiledema adalah Papilitis dan Pseudopapiledema
7. Gejala yang dikeluhkan seorang penderita dengan papiledema adalah ringan
sekali atau tanpa disertai keluhan sama sekali. Keluhan dapat berupa sakit
kepala, muntah-muntah dan gangguan dalam berjalan, gangguan penglihatan
yaitu tiba-tiba mata menjadi kabur dan dalam tiga sampai lima detik penderita
sudah membaik lagi. Jika proses sudah berjalan lama, maka gangguan
penglihatannya sangat berat dan nyata.
8. Terapi selalu ditujukan pada penyebabnya yaitu dengan menurunkan tekanan
intra kranial. Setelah penyebab papiledema telah dihilangkan, maka papiledema

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 33


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

akan mereda dengan batas papil mulai jelas kembali bahkan kadang-kadang
tanpa meninggalkan bekas.
9. Papiledema yang telah lama mempunyai prognosa yang jelek bagi penglihatan
karena timbulnya penyempitan konsentris dari lapang penglihatan yang
progresif. Papiledema dengan elevasi lebih dari 5 Dioptri, disertai dengan
perdarahan dan eksudat yang banyak akan memperjelek prognosa penglihatan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 34


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

DAFTAR PUSTAKA

1. Diunduh dari: http://www. portalkalbe.com/files/cdk/08papiledema016


diakses tanggal 10 Juli 2012

2. VAUGHAN, D : Oftalmologi Umum. Edisi Keempat belas , Penerbit Widya Medika,


Jakarta : 271-282, 2000.

3. Ilyas, Sidarta : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 179-183, 2006

4. Diunduh dari : http://jurnalkesehatanmu.blogspot.com/2009/07/askep-space-


occupying-lession-sol.html diakses tanggal 10 juli 2012

5. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1989/1/bedah-
iskandar%20japardi5.pdf diakses tanggal 10 juli 2012

6. Diunduh dari : http://www.thebiomedicapk.com/articles/31.pdf diakses tanggal


10 juli 2012

7. Diunduh dari: http://e-medicine.com /Papilledema diakses tanggal 10 Juli 2012

8. Diunduh dari : http://www.zulkiflithamrin. blogspot.com diakses tanggal 11 Juli


2012

9. Diunduh dari : http://www.wordpress.com/papilledema diakses tanggal 12


Juli2012

10. Diunduh dari: http://www.eyeweb.org/papilledema diakses tanggal 11 Juli2012

11. Diunduh dari: http://www.institutoalcon.org diakses tanggal 15 Juli 2012

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 35


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus
Findha Yuliana Ningrum

Tambahan :

Uji defek aferen pupil (pupil marcus gunn) ,(untuk fungsi macula dan saraf optic):

uji untuk mengetahui apakah serabut aferen penglihatan berfungsi baik dengan
melihat reaksi pupil langsung atau tidak langsung pada kedua mata.pemeriksaan
dilakukan dikamar gelap. Pada waktu istirahat kedua pupil mempunyai ukuran yang
sama.

Pada mata normal bila disinari dengan sentolop akan terjadi miosis pada kedua
pupil akibat reaksi langung dan konsensual pada mata yang tidak disinari. Setiap mata
menunjukkan tenaga pupilomotor.

Dilakukan penyinaran pada mata dan kemudian sentolop dipindahkan ke mata


yang lain dengan cepat. Pada keadaan normal kedua pupil akan mengecil bila disinari.
Kemudian satu mata disinari mata akan memberikan refles miosis langsung dan
konsensual pada mata lainnya. Sinar diarahkan pada mata sebelahnya , terdapat 3
kemungkinan :

1. pupil ukuran tidak berubah , yang berarti fungsi penglihatan kedua mata sama
baik atau saraf optic dan macula normal
2. pupil yang disinari terakhir miosis yang berarti fungsi makula dan saraf optic
mata pertama kurang disbanding terakhir . pada keadaan ini terjadi pula
miosis pada mata pertama .
3. pupil yang disinari terakhir midriasis : fungsi mata terakhir kurang
disbanding mata pertama atau sebelahnya. Pada keadaan ini terjadi pula
midriasis mata pertama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 36


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kudus

Anda mungkin juga menyukai