Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein

Protein namanya diambil dari bahasa Yunani yaitu proteios, yang berarti

pertama. Nama ini dipilih dengan baik. Dari semua senyawa kimia, protein harus

diutamakan, karena mereka adalah substansi kehidupan. Protein membuat

sebagian besar tubuh hewan. Protein ditemukan di semua sel hidup. Protein

adalah bahan utama penyusun kulit, otot, tendon, saraf, dan darah, enzim,

antibodi, dan hormon. Secara kimia, protein adalah polimer tingkat tinggi. Protein

adalah poliamida, dan monomer adalah asam karboksilat α-amino. Sebuah

molekul protein tunggal berisi ratusan atau bahkan ribuan unit asam amino, unit-

unit ini bisa berupa dua puluh jenis berbeda. Jumlah kombinasi yang berbeda dari

molekul protein hampir tak terbatas (Morrison and Boyd, 1992).

Protein mempunyai beberapa fungsi, lima di antaranya ialah sebagai:

biokatalisator (enzim), protein cadangan, biomol petranspor bahan, struktur dan

protektif. Tetapi pada umumnya protein dikenal sebagai bagian dari makanan

yang digunakan sebagai pengganti jaringan sel. Protein dapat diklasifikasikan atas

dasar beberapa kriteria misalnya: fungsinya,kelarutan, konformasi dan lain

sebagainya. Atas dasar, fungsi protein dibagi menjadi golongan: enzim, protein

cadangan, protein transpor, protein kontraktil, toxin, hormon dan struktural. Atas

dasar kelarutannya dalam zat pelarut tertentu maka protein dibagi menjadi:

albumin, globulin, prolamin, dan glutelin. Bila ditinjau dari sudut konformasinya

maka protein bisa dibagi menjadi dua golongan yaitu: bentuk serabut atau benang

(fibrous) dan globular (Martoharsono, 2015).


Protein mencakup banyak zat, seperti enzim, hormon dan antibodi yang

diperlukan untuk organisme. Protein memiliki bentuk dan struktur yang berbeda

yang berbeda mereka dari satu sama lain. Dengan memiliki struktur yang unik,

protein dapat dilakukan fungsi mereka secara efisien. Pentingnya pemahaman

struktur protein telah memicu pengembangan database struktur protein dan alat-

alat prediksi (Fai dkk., 2012).

Protein adalah suatu peptida yang tersusun dari sedikitnya 50 residu asam

amino. Lebih dari satu rantai peptida dapat ditemukan dalam suatu struktur

protein. Atas dasar ini, protein diklasifikasikan sebagai protein monomer dan

protein multimerik. Protein monomer adalah protein yang hanya memiliki satu

rantai peptida. Sedangkan protein multimerik adalah protein yang memiliki lebih

dari satu rantai peptida. Berdasarkan komposisi kimianya protein diklasifikasikan

sebagai protein sederhana dan protein kompleks (Stoker, 2007).

Protein terdiri dari asam amino yang jumlahnya sekitar seratus pada

sitokrom C dan lebih dari seribu pada dehidrogenase. Asam amino yang satu

dengan lainnya ikat-mengikat melalui peptida, oleh karena itulah maka protein

juga dinamakan polipeptida. Berdasarkan hasil penelitian, ikatan peptida terletak

dalam satu bidang datar. Ikatan antara N dan C karbonil tidak dapat mengadakan

rotasi pada sumbunya. Atom C α dapat dengan mudah berputar pada sumbunya.

Perputaran itu sangat dipengaruhi oleh gugus R yang mungkin tergolong dalam

non-polar, hidrofobik, polar, bermuatan ataupun ukuran/diameternya. Oleh karena

itu maka polipeptida yang panjang itu bisa berkelok-kelok atau juga bisa tetap.

Protein yang diisolasi dari sel hidup ada beratus-ratus. Semuanya mengandung

unsur C, H, N, dan O dan hampir semua mengandung S. Beberapa protein juga


mengandung P, Fe, Zn dan Cu. Bilamana protein itu dihidrolisis dengan bantuan

asam maka hasilnya adalah asam amino, yang jumlahnya tergantung dari panjang

rantai, berat molekul dan lain-lain (Martoharsono, 2015).

Protein dibagi menjadi dua kelas, yaitu protein berserat yang tidak larut

dalam air, dan protein globular, yang larut dalam air atau larutan asam, basa, atau

garam. (Karena ukuran besar molekul protein, solusi ini koloid.) Perbedaan

kelarutan antara dua kelas adalah terkait dengan perbedaan dalam bentuk molekul,

yang ditunjukkan dengan cara jelas dengan nama mereka (Morrison and Boyd,

1992).

Denaturasi dapat mengubah sifat protein menjadi sukar larut dalam air.

Penggumpalan ini dapat disebabkan oleh pemanasan, penambahan asam,

penambahan enzim, dan adanya logam berat Penambahan asam asetat dilakukan

setelah pemanasan pada suhu 80°C. Pemanasan lebih lanjut dan penambahan

asam ini akan menyebabkan denaturasi rusaknya struktur protein sehingga protein

akan mengendap.. Denaturasi dapat diartikan sebagai perubahan atau modifikasi

terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein, tanpa terjadinya

pemecahan ikatan-iaktan kovalen. Karena itu denaturasi dapat pula dikatakan

sebagai suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen interaksi hidrofobik, ikatan

garam,dan terbentuknya lipatan atau wiru molekul (Triyono, 2010).

2.2 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat untuk analisa unsur-unsur berkadar

rendah secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penentuan secara kualitatif

berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum suatu unsur tertentu

pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif


berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum senyawa kompleks

unsur yang dianalisa dengan pengompleks yang sesuai. Senyawa kompleks yang

digunakan dalam penelitian ini adalah arsenazo III[2,7]. Aplikasi tersebut sesuai

dengan hukum Lambert-Beer yang melandasi penggunaan spektrofotometer, yaitu

bila suatu cahaya monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang transparan,

maka bertambah-turunnya intensitas cahaya yang ditransmisikan sebanding

dengan tebal dan kepekaan media yang digunakan (Yanlinastuti dkk., 2011).

Pengukuran konsentrasi cuplikan didasarkan pada hukum Lambert-Beer,

yang menyatakan hubungan antara banyaknya sinar yang diserap sebanding

dengan konsentrasi unsur dalam cuplikan[3,5], dengan rumus sebagai berikut

(Yanlinastuti dkk., 2011):

A = log I/Io atau A = a.b.c ................................................................................... (1)

A = absorbansi

A = koefisien serapan molar

b = tebal media cuplikan yang dilewati sinar

c = konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan

Io = intensitas sinar mula-mula

I = intensitas sinar yang diteruskan

Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya

monokromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut

diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It).

Aplikasi rumus tersebut dalam pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara

komparatif menggunakan kurva kalibrasi dari hubungan konsentrasi deret larutan

standar dengan nilai absorbansinya[6,7]. Konsentrasi cuplikan ditentukan dengan


substitusi nilai absorbansi cuplikan ke dalam persamaan regresi dari kurva

kalibrasi, dengan persamaan ini konsentrasi sampel terukur dapat ditentukan yaitu

(Yanlinastuti dkk., 2011):

Y = ax –b ………………............................................................………………. (2)

dimana : Y = absorbansi

a = konstanta

x = konsentrasi

b = kemiringan/slope

Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena

mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat

dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi . panjang gelombang pada mana

absorpsi itu terjadi, bergantung pada betapa kuat electron itu terikat dalam

molekul itu. Electron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat, dan

diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek, untuk

eksitasinya (Day dan Underwood, 1986).

Spektra serapan dapat diperoleh dengan menggunakan sampel dalam

pelbagai bentuk: gas, lapisan tipis cairan, larutan dalam pelbagai pelarut, dan

bahkan zat padat. Kebanyakan kerja analitis melibatkan larutan, dan hubungan

antara konsentrasi suatu larutan dan kemampuannya menyerap radiasi. Hubungan

antara serapan radiasi dan panjang jalan melewati medium yang menyerap mula-

mula dirumuskan oleh Bouguer (1729), meskipun kadang-kadang dikaitkan

kepada Lambert (1768). Jika suatu berkas radiasi monokromatik (yakni radiasi

dengan oanjang gelombang tunggal) diarahkan menembus medium, ternyata tiap

lapisan menyerap frksi radiasi yang sama besar (Day dan Underwood, 1986).
Berkas radiasi dikenakan pada cuplikan dan intensitas radiasi yang

ditansmisikan diukur. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan

membandingkan intensitas dari berkas radiasi yang ditransmisikan bila spesies

penyerap tidak ada dengan intensitas yang ditransmisikan bila spesies penyerap

ada. Kekuatan radiasi (yaitu intensitas) dari berkas cahaya sebanding dengan

jumlah foton per detik yang melalui tenaga yang sama dengan yang dibutuhkan

untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga, maka serapan dapat terjadi.

Kekuatan radiasi juga diturunkan dengan adanya penghamburan dan pemantulan,

namun demikian pengurang-pengurangan ini sangat kecil bila dibandingkan

dengan serapan ( Sastrohamidjojo, 1985).

Ion anorganik dari unsur seperti alkali dan alkali tanah tidak menyerap

cahaya UV-Vis, tetapi ion logam transisi melakukannya. Bahkan, banyak dari

logam transisi ini menyerap cahaya tampak, sehingga menimbulkan kompleks

berwarna. Alasannya adalah unsur transisi terletak pada tingkat d atau f yang terisi

sebagian. Ligan yang terikat pada ion logam transisi membagi subkulit d dan

subkulit f. Jika subkulit lebih rendah mengandung elektron sedangkan subkulit

atas tidak sepenuhnya diisi, penyerapan cahaya sesuai dengan perbedaan dalam

tingkat energi dapat terjadi. Namun, transisi d-d memiliki probabilitas rendah, dan

oleh karena itu absorptivitas molar adalah lebih kecil daripada pada saat

probabilitas tinggi (Kennedy, 1990).

Metode spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk menetapkan kadar

organoklorin dalam rimpang kunyit. Metode ini dididasarkan pada pembentukan

kompleks antara merkuri ion (II) tiosianat dan besi (III) dan diamati

absorbansinya pada panjang gelombang 455,5 nm. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penetapan kadar organoklorin dalam rimpang kunyit dan validasi

metode analisis spektrofotometri UV-Vis (Rahayu dkk., 2009).

Kalibrasi spektrofotometer UV/Vis dilakukan untuk mengoptimalkan

kinerjanya. Sebuah metode kalibrasi yang normal dilakukan adalah Ringbom-

Ayre yang digunakan untuk meningkatkan presisi. Dari hasil tersebut, diamati

bahwa kurva untuk kalibrasi normal memberikan hasil dengan menggunakan

model kalibrasi dengan nilai kuadrat terkecil sebagai ukuran kinerja (R2), model

linier memberikan Setidaknya R2 (0,997) yang minimal dibandingkan jumlah dari

berbagai residual sehingga meningkatkan akurasi hasil sehingga menunjang

fungsi instrumen (Adeeyinwo dkk., 2013).

Anda mungkin juga menyukai