Anda di halaman 1dari 7

IDENTIFIKASI

GUGUS

FUNGSI

OBAT

DAN

PLASTIK

FOTOCOPY

MENGGUNAKAN FT-IR DENGAN METODE TRANSMISI DAN REFLEKTANSI


Afi Fitriyaningsih, Affrin Selviana Ningtyas, Febri Rahmawati, Noor Afifah, Siti Khomsatun,
Utami Novita Sari, , Yoseanno Widi A.A.,
Gedung D8, Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Gugus fungsional (istilah dalam kimia organik) adalah kelompok gugus khusus pada atom dalam
molekul, yang berperan dalam member karakteristik reaksi kimia pada molekul tersebut. Polimer
didefinisikan sebagai makro molekul yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil
dan sederhana yang setara dengan monomer, yaitu bahan pembuat polimer. Metode identifikasi
yang digunakan adalah spektrofotometer infrared dengan menggunakan instrumen Fourier
Transform Infrared(FT-IR). Sampel yang digunakan, obat A dan plastik indomaret. Pada obat A
terdapat puncak 3326,05 cm-1yang melebar yang menunjukkan gugus hidroksil (O-H). Puncak
1655,01 cm-1 yang menunjukkan gugus karbonil (C=O). Terdapat gugus C-O yang ditunjukkan
pada puncak 1258,18 cm-1. Dan terdapat gugus C-Cl yang ditunjukkan pada puncak 686,38 cm -1.
Sedangkan plastik indomaret mempunyai puncak serapan pada daerah bilangan gelombang
2921,25 cm-1; 1463,53 cm-1; 875,19 cm-1;718,84 cm-1. Puncak 2921,25 cm-1menunjukkan serapan
gugus C-H. Puncak 1463,53 cm-1menunjukkan serapan gugus C=C. Penggunaan FT-IR dengan
menggunakan metode transmisi lebih baik daripada metode reflektansi.
Kata kunci: gugus fungsi, polimer, FT-IR.

PENDAHULUAN
Plastik merupakan salah satu bahan polimer kimia yang banyak digunakan dalam
kehidupan manusia, hal ini dikarenakan plastik memiliki keunggulan dibandingkan bahan
polimer lain diantaranya ringan namun kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif lebih
murah. Dengan meningkatnya kebutuhan plastik mengaki- batkan peningkatan jumlah limbah
plastik. Sampah plastik merupakan produk polimer sintesis yang tidak dapat terdegradasi secara
alamiah oleh mikroba. Agar proses biodegradasi terhadap polimer bisa terjadi, maka polimer
tersebut terhadap mikroba, dan kedua dengan menambahkan aditif atau gugus yang
biodegradabel ke dalam polimer sintetis. Proses pembuatan polimer biodegradabel dengan cara
pertama telah banyak dilakukan tapi hasilnya kurang kompetitif secara ekonomi karena harga
monomer yang mahal serta ketersediaanya juga terbatas (Deswita dkk, 2007).

Untuk mendapatkan poliuretan yang mudah terbiodegradasi dapat dilakukan dengan


menggunakan amilosa dan hasil hidrolisisnya. Amilosa dan hasil hidrolisis amilosa masingmasing memiliki gugus hidroksil yang cukup reaktif sehingga dapat berfungsi sebagai sumber
poliol yang kompetitif untuk bereaksi dengan senyawa isosianat membentuk poliuretan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa polimer poliuretan sintetik yang sukar
terbiodegradasi apabila mengandung monomer alam atau komponen utamanya berupa bahan
alam ternyata dapat terbiodegradasi. Dengan adanya amilosa dalam sintesis poliuretan ternyata
dapat menurunkan derajat kristalinitas produk poliuretan. Dengan kata lain penambahan amilosa
dapat meningkatkan jumlah daerah amorf poliuretan. Dengan bertambahnya jumlah amorf
diharapkan akses mikroor-ganisme terhadap poliuretan dalam proses biodegradasi akan
meningkat pula.
Polimer didefinisikan sebagai makromolekul yang dibangun oleh pengulangan kesatuan
kimia yang kecil dan sederhana yang setara dengan monomer, yaitu bahan pembuat polimer.
Akibatnya, molekul-molekul polimer umumnya mempunyai massa molekul yang sangat besar.
Hal inilah yang menyebabkan polimer memperlihatkan sifat sangat berbeda dari molekulmolekul biasa meskipun susunan molekulnya sama. Proses pembentukan polimer dari
monomernya disebut dengan polimerisasi. Polimerisasi tersebut akan menghasilkan polimer
dengan jumlah susunan ulang yang tertentu. Jumlah susunan ulang pada hasil proses polimerisasi
dikenal sebagai derajat polimerisasi (Cowd, 1991).
Polimer alam, seperti halnya lignin dan polisakarida, dapat terdegradasi menjadi molekulmolekul yang lebih sederhana. Produk degradasi ini selanjutnya dapat dipergunakan oleh
organisme hidup sebagai sumber energi atau untuk mensintesis senyawa-senyawa baru (termasuk
biopolimer) (Schnabel, 1981).
Mekanisme umum degradasi polimer menjadi molekul yang sederhana dapat dijelaskan
secara kimiawi. Organisme hidup mempunyai kemampuan untuk mempro-duksi bermacammacam enzim yang dapat menghancurkan struktur biopolimer. Kerja suatu enzim sebagai
katalisator dalam merombak struktur polimer merupakan kerja yang spesifik, artinya suatu enzim
tertentu hanya memiliki kemampuan untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia tertentu pula.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini,
metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri (Basset,1994).
Salah satu metode spektroskopi yang sangat popular digunakan adalah metode
spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared), yaitu metode spektroskop iinfra merah modern

yang dilengkapi dengan teknik transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil
spektrumnya. Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi
absorbsi,

yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi

inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika
dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi
vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipole selama bervibrasi (Chatwal, 1985).
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier TrasformInfra Red) adalah sama dengan
Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya
sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh. Dasar pemikiran dari Spektrofotometer
FTIR adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph
Fourier(1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis. Atom - atom dalam suatu molekul
tidak diam melainkan bervibrasi. Bila radiasi infra merah yang kisaran energinya sesuai dengan
frekuensi vibrasi rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari ikatan kovalen
dalam kebanyakan molekul dilewatkan dalam suatu cuplikan, maka molekul-molekul akan
menyerap energy tersebut dan terjadi transisi diantara tingkat energy vibrasi dasar dan tingkat
vibrasi tereksitasi (Hendayana, dkk., 1994).
Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier
Transform Infra Red (FT-IR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur
dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia.
Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat
Kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh
oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standard karena resolusinya lebih
tinggi (Kroschwitz, 1990).

Gambar 1. Proses perubahan sinyal pada system peralatan spektroskopi FTIR Glukosa,
adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar
cahaya terpolarisasi kea rah kanan. Fruktosa merupakan suatu ketoheksosa yang mempunyai

sifat memutar cahaya terpolarisasi kekiri dan karenanya disebut juga levulosa. ( Poedjiadi ,
2006)
METODE PENELITIAN
Alat: seperangkat alat FTIR, spatula,
Bahan: Plastik fc, Sampel B
Cara Kerja:
Menyalakan tombol ON pada instrumen FTIR, menyalakan computer dan CPU. Buka
software Spectrum 10 dan klik connect. Pada sampel id mengisi nama kelompok dan deskripsi
sampel pada Tabel. Kemudian klik Add untuk menambahkan sampel lain.
1. Metode Reflektansi
2. dan klik background, .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu senyawa
dengan FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy). Spektro infrared dapat digunakan
untuk mempelajari sifat - sifat bahan, dimana struktur zat yang diuji dapat diamati pada
spectrogram panjang gelombang vs transmitansi / absorbansi yang sangat spesifik dan
merupakan sidik jari suatu molekul. Spektrogram zat yang diuji dibandingkan dengan
spectrogram dari bahan yang sudah diketahui spektranya.
Jika seberkas sinar inframerah dilewatkan pada suatu sampel polimer, maka beberapa
frekuensinya diabsorpsi oleh molekul sedangkan frekuensi lainnya ditransmisikan. Transisi yang
terlibat pada absorpsi IR berhubungan dengan perubahan vibrasi yang terjadi pada molekul. Jenis
ikatan yang ada dalam molekul polimer (C-C, C=C, C-O, C=O) memiliki frekuensi vibrasi yang
berbeda. Adanya ikatan tersebut dalam molekul polimer dapat diketahui melalui identifikasi
frekuensi karakteristik sebagai puncak absorpsi dalam spektrum IR. (Eli Rohaeti, 2005).
Berdasarkan hasil analisis serapan IR obat B menggunakan FT-IR dengan metode
transmisi dan reflektansi adalah untuk mengidentifikasi gugus fungsinya. Perbandingan pola
spektrum obat B dengan metode transmisi dan reflektansi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan spektrum FT-IR obat B metode transmisi (jingga) dan


reflektansi (ungu)

Gambar 3 menunujukkan pola spektrum FT-IR obat B dengan metode transmisi dan
1
reflektansi pada rentang bilangan gelombang ( ) 500 4000 cm-1. Dari data diatas dapat
dilihat bahwa spektrum FT-IR metode transmisi dan reflektansi pada bilangan gelombang 3000
3500 cm-1 terdapat perbedaan %T yang sangat signifikan. Pada metode transmisi %T lebih kecil
daripada metode reflektansi.
Pada bilangan gelombang 3326,05 cm-1 terdapat puncak yang melebar dengan persen
transmisi sebesar 5% untuk metode transmisi dan 96% untuk metode reflektansi. Ini
menunjukkan bahwa pada obat A terdapat gugus hidroksil (O-H). Dan pada bilangan gelombang
1655,01 cm-1 terdapat puncak yang menunjukkan obat A mengandung gugus karbonil (C=O).
Terdapat gugus C-O yang ditunjukkan pada puncak di bilangan gelombang 1258,18 cm -1. Serta
terdapat gugus C-Cl yang ditunjukkan pada puncak di bilangan gelombang 686,38 cm-1.
Dan perbandingan pola spektrum FT-IR dengan metode transmisi dan reflektansi pada
plastik indomaret disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan pola spektrum FT-IR plastik indomaret metode transmisi


(kuning) dan metode reflektansi (hijau)
Gambar 4 menunjukkan bahwa plastik indomaret mempunyai puncak serapan pada
daerah bilangan gelombang 2921,25 cm-1; 1463,53 cm-1; 875,19cm-1;718,84 cm-1. Pada Gambar 4
puncak 2921,25 cm-1menunjukkan serapan gugus C-H. Puncak 1463,53 cm -1menunjukkan
serapan gugus C=C. Dari data tersebut, plastik indomaret mengandung gugus alkena (C=C) dan
C-H.
Pada Gambar 3 dan 4 juga menunjukkan bahwa penggunaan FT-IR dengan menggunakan
metode transmisi lebih baik daripada metode reflektansi. Karena %T pada metode transmisi lebih
kecil daripada %T metode reflektansi. Sehingga nilai absorbansi dengan metode transmisi lebih
besar daripada metode reflektansi. Yang menyebabkan puncak-puncak pada metode transmisi
lebih jelas daripada metode reflektansi. Namun, untuk preparasi sampel dengan metode
reflektansi lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan metode transmisi.

KESIMPULAN
Hasil identifikasi gugus fungsi dengan FT-IR obat A menunjukkan adanya gugus karbonil
(C=O), hidroksil (O-H), C-O, dan C-Cl. Sedangkan pada plastik indomaret terdapat gugus
alkena (C=C) dan C-H. Pada penggunaan FT-IR dengan metode transmisi hasil spektrumnya
lebih baik dan jelas dibandingkan dengan metode relfektansi. Sedangkan untuk preparasi sampel
dengan metode reflektansi lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan metode transmisi.
DAFTAR PUSTAKA
Bruice, P. Y. 2001. Organic Chemistry. NewJersey: Prentice Hall Inter-national, Inc.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Deswita, Aloma K.K. Sudirman. dan Indra Gunawan., 2007, Modifikasi Polietilen
sebagai Polimer Komposit Biodegradabel untuk Bahan Kemasan, Jurnal Sains Materi Indonesia,
Tangerang.
Eli Rohaeti (2005), Kajian tentang sintesis poliuretan dan karakterisasinya, Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, FMIPA UNY, Yogyakarta, K1
K9.
Hendayana, Sumar.,dkk. 1994. Kimia AnalitikInstrumen. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis. Canada: John Wiley and
Sons, Inc
Poedjiadi,Anna.2006.Dasar - Dasar Bioki-mia. Jakarta: Universitas Indonesia
Schnabel, W. (1981), Biodegradation, dalam Polymer Degradation, Principles and
Practical Applications, Macmillan Publishing Co, Inc., New York, 154 176.

Anda mungkin juga menyukai