Anda di halaman 1dari 8

PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA

PUSAT PERTUMBUHAN (STUDI KASUS: KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA


BARAT)

Fian Farizal, Agustina Nurul Hidayanti, Teguh Kumcoro


Jurusan Teknil Planologi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Malang
Jl. Bendungan Sigura-Gura Nomor 2 Malang 65145, Indonesia
email: aing_mylove@yahoo.com

ABSTRAK
Pertumbuhan tidak terjadi pada sembarang tempat dan tidak muncul bersama-sama. Pertumbuhan
muncul pada titik-titk tertentu dengan variabel dan intensitas yang berbeda. Untuk mengkaji hal itu, penelitian
ini bertujuan menentukan kawasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pusat pertumbuhan
dengan mengambil lokasi di Kabupaten Bima. Metode yang dipakai untuk pengumpulan data melalui survey
primer dan skunder. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif, Sturgess, Rumus Gravitasi,
Konsentrasi, Distribusi Kuosien, dan Asosiasi terhadap pusat pertumbuhan eksisting berdasarkan indikator
teori meliputi keterkaitan, skala usaha, aglomerasi dan pengaruh, indikator yang disesuaikan dengan konteks
Kabupaten Bima, dan Kawasan lain yang berpotensi menjadi Pusat Pertumbuhan dengan indikator keterkaitan,
skala usaha, aglomerasi dan pengaruh, indikator yang disesuaikan dengan konteks Kabupaten Bima.
Pengembangan Kutub Pertumbuhan menggunakan aksesibilitas, penduduk dan fasilitas.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pusat pertumbuhan eksisting tidak ada yang memenuhi
indikator teori, pusat pertumbuhan yang sesuai dengan konteks Kabupaten Bima adalah Tente, Tawali, dan
Rato. Pusat pertumbuhan yang berpotensi berdasarkan parameter lokal adalah Kore, Maria, O’o, dan Sumi.

Kata kunci: Faktor, Pusat pertumbuhan

ABSTRACT

Many reasons had been delivered for split policy implementation on a regon. Started from economic
Growth does not appear everywhere and all at once; it appear in points or development poles with variable
intensities. Base on the focus point, this research purposed to find the location and factor of that’s topic where
take place in Bima Regency. The method use are qualitative and quantitative analysis, Sturgess Formula,
Gravitate Formula, Concentration, Distribution Quotient, and Association to measure the existing growth pole
by theory parameters, local factors parameters, and the potential growth poles in Bima Regency by using
forward and backward linkages, economic of scale, agglomeration, and labour contribution. Meanwhile, the
potential growth poles developing in the future use accessibility, social facility, and population.
Result showing that the factor creating growth pole in Bima Regency are forward and backward
linkages with 2 chain linkages until to the propulsive industry, economic of scale with regional Sumbawa Island
oriented, , agglomeration with 10 industry in minimal size, and the impact by labour contribution with more
than 10.000 person. The result also showing that there’s no existing growth pole matching with the parameters
of theory. The existing growth pole matching with the local parameters are Tente, Tawali, and Rato. The other
potential growth poles in Bima Regency base on local parameter are Kore, Maria, O’o, and Sumi.

Keyword: Factor, Growth pole

PENDAHULUAN
Berkaitan dengan tingkat pelayanan ada terutama masih tingginya mobilitas penduduk
terhadap publik dari suatu pusat pertumbuhan, yang berasal dari Kabupaten Bima menuju Kota
maka sejalan dengan pendapat Perroux yang Bima dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-
menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi hari. Aktivitas ini secara tidak disadari akan
pada semua wilayah akan tetapi terbatas hanya menyebabkan beban Kota Bima bertambah.
pada beberapa tempat dengan variabel yang Kabupaten Bima sebagian besar merupakan
berbeda-beda intensitasnya maka riset yang daerah dataran tinggi dan berbukit dengan sedikit
berlokasi di Kabupaten Bima berusaha untuk lembah. Kondisi topografi yang seperti ini
mengakomodasi potensi dan permasalahan yang menyebabkan kegiatan yang ada di Kabupaten

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011 39


PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA PUSAT PERTUMBUHAN (STUDI
KASUS: KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT)

Bima cenderung bergerak ke arah Kota Bima dipakai meliputi persiapan penyusunan,
yang sebagian besar memiliki kontur datar. pengumpulan data dan analisa data.
Beberapa penyebab terjadinya konsentrasi
kegiatan pada Kota Bima antara lain, pertama A. Persiapan Penyusunan
dari segi sejarah pusat kegiatan kerajaan berada
di Kota Bima. Dengan pola semacam ini Tahapan ini dilakukan sebagai langkah
kecenderungan pergerakan massa akan lebih awal sebelum dilakukan survey dalam penelitian
besar. Kedua, pemekaran wilayah antara dan diharapkan mampu menunjang pelaksanaan
Kabupaten Bima dan Kota Bima baru saja penelitian tersebut. Sebagian besar materi dalam
dilakukan dengan mengacu pada Undang- tahapan ini diperoleh dari buku teks (text book),
Undang No.13 tahun 2002 lalu. Kondisi yang diktat kuliah, dan skripsi. Beberapa hal yang
baru ini masih sangat melekat pada masyarakat dilakukan adalah:
bahwa kegiatan yang paling menguntungkan 1. Menyusun proposal penelitian dengan titik
masih di pusat kota. Diharapkan Kabupaten Bima berat materi ditujukan pada latar belakang
yang sebagian besar daerahnya masih terdapat penelitian, rumusan masalah, tujuan dan
tanah pertanian, maka titik berat pembangunan sasaran yang ingin dicapai, dasar teori yang
dan pengembangan wilayahnya ada baiknya mendukung, variabel penelitian, kerangka
diarahkan untuk mendukung sepenuhnya bagi pikir, dan kerangka teori.
pertumbuhan pertanian. 2. Menyusun rancangan survey (design survey)
Untuk menunjang pertumbuhan pertanian dengan fokus materi uraian sasaran, teori,
di wilayah Kabupaten Bima, Pemerintah Daerah variabel, bentuk data, sumber data, dan tahun
segera memikirkan model pertumbuhan yang data. Tampilan rancangan survay ini lebih
sesuai dengan potensi yang ada. Akumulasi akhir baik dalam format tabel.
yang diharapkan dari adanya arahan mengenai
pertumbuhan pertanian adalah terciptanya suatu B. Pengumpulan Data
wilayah yang mandiri, semangat kerjasama yang Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan
tinggi antar masyarakat yang pada akhirnya akan langsung pada lokasi yang diteliti. Populasi dipilih
mampu mempengaruhi dan mampu merubah pola secara langsung32. Data yang diperlukan pada
pikir masyarakat di Kabupaten Bima bahwa penelitian ini meliputi:
daerahnya akan mampu melayani setiap 1. Data Primer
kebutuhan masyarakatnya sehingga kesejahteraan Cara yang dipakai untuk memperoleh data
dapat tercipta. Pusat pertumbuhan yang terdapat primer pada penelitian ini melalui observasi yaitu
di Kabupaten Bima menurut Rencana Tata Ruang pengamatan langsung pada lokasi yang dijadikan
Wilayah Kabupaten Bima pasal 26 terletak di objek penelitian. Kegiatan yang dilakukan
kawasan perkotaan Tente, Naru, Rato, dan meliputi tanya-jawab dan pemotretan lokasi.
Tawali. Pusat-pusat pertumbuhan ini diharapkan
akan mampu merangsang dan mendorong 2. Data Sekunder
pertumbuhan bagi daerah sekitarnya1. Hubungan a. Penelitian literatur: membaca dan
yang sinergis, harmonis, saling percaya dan kerja mengeksplorasi buku-buku teks, jurnal
sama yang terjalin dengan baik antara Pemerintah dan referensi lainnya yang berkesesuaian
Kabupaten Bima, Pemerintah Kota Bima, dan dengan tema untuk mencari teori-teori
seluruh lapisan masyarakat akan mendukung dan mencocokan dengan tujuan dan
terciptanya Bima yang maju dan kompetitif di sasaran penelitian.
masa yang akan datang dalam menghadapi b. Mencari dan mengumpulkan data-data
tantangan global. pada instansi
Pemerintah/BUMN/Perusahaan yang
METODE PENELITIAN
berkaitan dengan tema penelitian.
Metodologi adalah ilmu tentang metode;
uraian tentang metode. Sedangkan metode adalah C. Analisa Data
cara yang teratur yang digunakan untuk suatu 1. Analisa Keterkaitan
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang Analisa keterkaitan adalah analisa yang
dikehendaki31. Dalam penelitian ini, metode yang dipakai untuk mengetahui hubungan dari produk
yang dihasilkan pada Pusat Pertumbuhan dalam
kaitannya ke depan (forward lingkages) dan
1
Pemerintah Kabupaten Bima. 2007. Peraturan Daerah Nomor 11
Tahun 2007 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Hal 12.
31 32
Tim Penyusun Kamus. op.cit. Hal.740. Singarimbun dan Effendi (ed). op.cit. Hal. 169.

40 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011


Fian Farizal, Agustina Nurul Hidayanti, Teguh Kumcoro

kaitan ke belakang (backward lingkages)43. C = --------------


Selain itu analisa keterkaitan juga untuk 2
mengetahui keterkaitan antar Pusat Pertumbuhan
yang ada di Kabupaten Bima. Analisa keterkaitan Keterangan:
ini menggunakan Metode deskriptif kualitatif. X : Nilai mutlak persentase luas area per
Perhitungan keterkaitan industri menggunakan kecamatan.
skala kuantatif. Untuk indikator teori, industri Y : Nilai mutlak persentase jumlah
yang memiliki minimal 4 rantai keterkaitan diberi (industri).
nilai 3 dan industri yang memiliki kurang dari 4
rantai keterkaitan diberi nilai 0. Untuk konteks b. Distribution Qoutient
Kabupaten Bima, industri yang memiliki minimal Metode ini untuk menentukan pola
2 rantai keterkaitan diberi nilai 3 dan industri penyebaran aktivitas. Makin tinggi Distribution
yang memiliki kurang dari 2 rantai keterkaitan Qoutient maka makin terkonsentrasi pula
diberi nilai 0. aktivitas tersebut. Rumus metode ini:
Y
2. Analisa Skala Usaha DQ = ----
Analisa Skala Usaha menggunakan metode X
deskripsi kualitatif. Metode deskripsi kualitatif Keterangan:
untuk menilai pasar yang terlayani yaitu pasar Y : Industri
internasional dan nasional. Perhitungan pangsa X : Luas area
pasar menggunakan skala kuantatif. Untuk
indikator teori, industri yang memiliki pangsa c. Asosiasi
pasar internasional dan nasional diberi nilai 3 dan ∑
industri yang tidak memiliki pangsa pasar
internasional dan nasional diberi nilai 0. Untuk Keterangan:
konteks Kabupaten Bima, industri yang memiliki La : Besaran asosiasi.
pasar se-Pulau Sumbawa diberi nilai 3 dan ∑ [ X-Y] : Total nilai mutlak persentase
industri yang tidak memiliki pasar se-Pulau luas area dan persentase jumlah
Sumbawa/lokal diberi nilai 0. (industri).
2 : Ketetapan bilangan pembagi.
3. Analisa Aglomerasi
Analisa Aglomerasi menggunakan Metode 4. Analisa Pengaruh
Jumlah Industri dan Metode Konsentrasi, Analisa ini diukur dari pengaruh yang
Distribution Qoutient dan Asosiasi. Metode disebabkan aktivitas perusahaan propulsif bagi
Jumlah Industri untuk mengetahui jumlah kawasan sekitarnya dengan mengukur jumlah
industri yang ada pada pusat pertumbuhan tenaga kerja yang terserap pada perusahaan
menggunakan Metode deskripsi kualitatif. tersebut. Pada analisa ini menggunakan metode
Metode Ukuran Konsentrasi, Dekonsentrasi, dan deskriptif kuantitatif. Perhitungan pangsa pasar
Asosiasi untuk mengetahui lokasi kegiatan menggunakan skala kuantatif. Untuk indikator
industri terdistribusi pada komunitas dalam suatu teori, industri yang memiliki tenaga kerja
wilayah. Metode ini berguna untuk mengetahui >10.000 jiwa diberi nilai 3 dan industri yang
lokasi kegiatan yang meliputi industri memiliki tenaga kerja <10.000 jiwa diberi nilai 0.
terdistribusi pada komunitas dalam suatu Untuk konteks Kabupaten Bima, industri yang
wilayah. Metode ini meliputi44: memiliki tenaga kerja >100 jiwa diberi nilai 3
dan industri yang memiliki tenaga kerja <100
a. Konsentrasi jiwa diberi nilai 0.
Metode ini untuk mengetahui
pendistribusian aktivitas pada suatu wilayah. HASIL DAN PEMBAHASAN
Indeks yang dipakai 0 – 100. Makin besar nilai C
maka makin terkonsentrasi pula aktivitas A. Gambaran Lokasi Penelitian
tersebut. Rumus metode ini:
Lokasi penelitian pada penulisan skripsi
ini meliputi kawasan perkotaan yang ada di
∑ [ X-Y]
Kabupaten Bima. Kawasan perkotaan yang ada
meliputi Naru, Tente, Tawali, dan Rato dan Pusat
43
Rudi Wibowo & Soetriono. op.cit. Hal. 128. Petumbuhan lainnya. Untuk lebih jelasnya
44
Kelompok 4. 2009. Laporan Studio Perencanaan Wilayah Sistem perhatikan Gambar 1.
Perkotaan Kabupaten Banyuwangi. Malang: Jurusan Planologi
ITN Malang. Hal. 32.

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011 41


PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA PUSAT PERTUMBUHAN (STUDI
KASUS: KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT)

5. Cenggu: kain tenun, kripik singkong, kripik


pisang, dan anyaman pandan.
6. Dena: penggilingan daging, kripik pisang,
kripik singkong, furnitur dari kayu, dan
anyaman bambu.
7. Karumbu: pengasinan ikan, abon kijang,
pengeringan cumi, dan es batu.
8. Kore: abon sapi, madu, kripik pisang, dan
gula merah
9. Labuan Kananga: abon sapi, madu, dan kain
tenun.
10. Maria: kain tenun, sambal jeruk, dan
Gambar 1. Lokasi Penelitian anyaman pandan.
11. Nipa: dodol, abon sapi, dan gula merah.
B. Batas Administrasi 12. O’o : madu dan kain tenun.
13. Sumi: pengeringan cumi, pengasinan ikan,
Tabel 1.
furnitur dari kayu, kain tenun, dan batu bata.
Luas Wilayah Pusat Pertumbuhan
Luas area 14. Tangga: anyaman bambu, gerabah, dan
No Kota Kecamatan anyaman pandan.
(Km2)
1 Naru 451 Tabel 3. Pusat Pertumbuhan Eksisting
2 Tente 101,41 Menggunakan Indikator Teori
3 Tawali 189,09 (2)
4 Rato 75,25
5 Cenggu 152,30 (A) (B) (C)
(1) (3) (4)
6 Dena 283,18
7 Karumbu 225,27 (A1) (A2) (B1) (C1)
8 Kore 244,53
9 Labuan Kananga 374,12 Naru 0 0 0 0 0 0
10 Maria 392
Tente 0 0 0 0 0 0
11 Nipa 255,50
12 O’o 406 Tawali 0 0 0 0 0 0
13 Sumi 720
Rato 0 0 0 0 0 0
14 Tangga 505
Jumlah 4374,65 Keterangan:
Sumber : Kecamatan dalam Angka 2009 (1) : Pusat pertumbuhan
(2) : Teori
(3) : Total
C. Jenis Industri (4) : Indeks
(A) : Industri kunci
Jenis industri yang terdapat di Kabupaten
(B) : Polarisasi
Bima merupakan industri yang termasuk dalam (C) : Perusahaan propulsif
kategori industri mikro dan kecil. Proses (A1) : Keterkaitan
pertumbuhan ekonomi telah mengarah pada (A2) : Skala usaha
proses keseimbangan dan keterkaitan yang erat (B1) : Aglomerasi
antara sektor riil dengan sektor industri. Kegiatan (C1) : Pengaruh
produksi barang pada manufaktur dan jasa yang Sumber: Hasil Analisa
telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
ditunjang oleh sektor finansial sebagai fasilitator Berdasarkan analisa Pusat Pertumbuhan
dan dinamisator. Eksisting menggunakan Indikator Teori, maka
Industri-industri yang terdapat di diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa tidak
Kabupaten Bima meliputi: ada industri di pusat pertumbuhan manapun yang
1. Tente: furnitur dari kayu, garam rakyat, kain memiliki 4 rantai keterkaitan sehingga semua
tenun, batu bata, dan barang dari semen. pusat pertumbuhan diberi nilai 0. Pusat
2. Naru: es batu, pengeringan cumi, pengasinan pertumbuhan eksisitng tidak ada satupun yang
ikan, furnitur dari kayu, kain tenun, dan batu memiliki pasar internasional dan nasional
bata. sehingga semua pusat pertumbuhan diberi nilai 0.
3. Tawali: pengasinan ikan, dodol, pengolahan Syarat aglomerasi yang ditetapkan sebanyak 500
madu, anyaman bambu, furnitur dari kayu. unit industri juga tidak terpenuhi sehingga
4. Rato: gerabah, pandai besi, anyaman rotan, seluruh pusat pertumbuhan diberi nilai 0. Jumlah
anyaman bambu, dan pengolahan madu. tenaga kerja yang terserap pada setiap pusat
pertumbuhan tidak mencapai 100.000 jiwa maka

42 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011


Fian Farizal, Agustina Nurul Hidayanti, Teguh Kumcoro

semua pusat pertumbuhan diberi nilai 0. Untuk Tabel 4. Indeks Pusat Pertumbuhan Eksisting
mendapatkan klasifikasi maka dipergunakan (2)
(A) (B) (C) (3) (4)
sesuai dengan tujuan penelitian, jumlah kelas (1)
(A1) (A2) (B1) (C1)
Tingkat Kesesuaian hanya ada dua untuk
mengetahui kawasan yang sesuai atau tidak Naru 3 0 3 0 6 16.67
Tente 3 3 3 3 12 33.33
sesuai. Setelah memperoleh nilai, selanjutnya Tawali 3 0 3 3 9 25
dihitung interval (I). Perhitungannya sebagai Rato 3 0 3 3 9 25
berikut: Jumlah 36 100
Selanjutnya dihitung interval kelas (I): Keterangan:
(1) : Pusat pertumbuhan
I = (2) : Teori
(3) : Total
(4) : Indeks
I = (A) : Industri kunci
(B) : Polarisasi
= (C) : Perusahaan propulsif
(A1) : Keterkaitan
= 0 (A2) : Skala usaha
(B1) : Aglomerasi
(C1) : Pengaruh
Jadi, berdasarkan analisa Pusat
Sumber: Hasil Analisa
Pertumbuhan Eksisting menggunakan Indikator
Teori yang dikemukakan oleh Franςois Perroux. Untuk memperoleh jumlah kelas, maka
Dikutip oleh H. Rahardjo, Perroux menyatakan, dipergunakan Rumus Sturgess, yaitu:
“Growth does not appear everywhere and all at K = 1 + 3,3 log Π
once; it appear in points or development poles, K = 1 + 3,3 log 4
with variabel intensities; it spreads along diverse K = 1 + 3,3 (0.60)
channels and with variying terminal effect for the K = 1 + 1.98
whole of the economic. In terms of geographic K = 2.98 (dibulatkan)
space dominant and propulsive industries make K=3
the agglomerations where they are located the
poles of their regions”45, dimana aspek utamanya Selanjutnya dihitung interval kelas (I) :
adalah industri kunci dan polarisasi, maka I =
diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa pusat
pertumbuhan eksisting di Kabupaten Bima tidak
sesuai dengan indikator teori tersebut. I =

D. Analisa Pusat Pertumbuhan Eksisting =


menggunakan Indikator yang Disesuaikan
dengan Konteks Kabupaten Bima = 2

Berdasarkan tahapan analisa diatas, maka Maka klasifikasi kelas dan nilainya sebagai
selanjutnya menentukan pusat pertumbuhan berikut:
eksisting yang ada di Kabupaten Bima yang 6 –8 : Tidak berpotensi
sesuai dengan konteks lokal. Untuk mendapatkan 9 – 11 : Berpotensi
klasifikasi kesesuaian parameter dengan 12 – 13 : Sangat berpotensi
disesuaikan dengan konteks lokal, maka Tabel 5. Klasifikasi Pusat Pertumbuhan
dipergunakan perhitungan indeks. Untuk pusat No Pusat Pertumbuhan Klasifikasi
pertumbuhan yang sesuai dengan parameter lokal 1 Naru Tidak Berpotensi
2 Tente Sangat Berpotensi
diberi nilai 3 sedangkan yang tidak sesuai diberi 3 Tawali Berpotensi
nilai 0. Setelah memperoleh nilai, selanjutnya 4 Rato Berpotensi
dihitung interval (I) dari masing-masing pusat Sumber: Hasil Analisa
pertumbuhan. Perhitungannya sebagai berikut:
Jadi, berdasarkan perhitungan diatas,
pusat pertumbuhan sangat berpotensi menjadi
pusat pertumbuhan dengan menggunakan
parameter yang disesuaikan dengan konteks
Kabupaten Bima yang terdiri dari keterkaitan ke
45
H. Rahardjo. op.cit. hal. 59
depan (forward linkage) dan keterkaitan ke

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011 43


PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA PUSAT PERTUMBUHAN (STUDI
KASUS: KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT)

belakang (backward linkages) dengan 2 rantai (2)


(A) (B) (C) (3) (4)
keterkaitan. Jumlah 2 rantai keterkaitan, yaitu (1)
(A1) (A2) (B1) (C1)
jika suatu industri memiliki keterkaitan ke depan Karumbu 3 0 3 0 6 8.33
(forward linkage) atau ke belakang (backward Kore 3 0 3 3 9 12.5
Labuan
linkages) dengan industri lainnya saling Kananga
3 0 3 0 6 8.33
menggunakan produksi masing-masing industri Maria 3 0 3 3 9 12.5
Nipa 3 0 3 0 6 8.33
sebanyak dua kali keterkaitan sampai pada O’o 3 0 3 3 9 12.5
industri kunci; skala usaha yang meliputi pangsa Sumi 3 0 3 3 9 12.5
Tangga 3 0 3 0 6 8.33
pasar regional Pulau Sumbawa; aglomerasi Jumlah 72 100
dengan jumlah industri minimal ≥10 unit; dan Keterangan:
pengaruh yang ditimbulkan bagi kawasan (1) : Pusat pertumbuhan
disekitarnya dengan indikator jumlah tenaga (2) : Teori
kerja yang terserap >10.000 jiwa adalah Tente. (3) : Total
Pusat pertumbuhan eksisting lainnya yang (4) : Indeks
(A) : Industri kunci
berpotensi menjadi pusat pertumbuhan adalah
(B) : Polarisasi
Tawali dan Rato. (C) : Perusahaan propulsif
(A1) : Keterkaitan
E. Analisa Kawasan Lain yang Berpotensi (A2) : Skala usaha
sebagai Pusat Pertumbuhan (B1) : Aglomerasi
Menggunakan Indikator yang (C1) : Pengaruh
Disesuaikkan dengan Konteks Kabupaten Sumber: Hasil Analisa
Bima
Perhitungan banyaknya kelas untuk
Berdasarkan tahapan-tahapan analisa kawasan lain di Kabupaten Bima menggunakan
diatas, maka diperoleh hasil yang menunjukkan indikator yang disesuaikan dengan konteks lokal
bahwa kawasan-kawasan lain di Kabupaten Bima sebagai berikut:
yang berpeluang menjadi pusat pertumbuhan K = 1 + 3,3 log Π
menggunakan indikator yang disesuaikan dengan K = 1 + 3,3 log 10
konteks lokal, yaitu keterkaitan ke depan K = 1 + 3,3 (1)
(forward linkage) dan keterkaitan ke belakang K = 1 + 3,3
(backward linkages) dengan 2 rantai keterkaitan. K = 4,3 (dibulatkan)
Jumlah 2 rantai keterkaitan yaitu jika suatu K=4
industri memiliki keterkaitan ke depan (forward Selanjutnya dihitung interval kelas (I) :
linkage) atau ke belakang (backward linkages) I =
dengan industri lainnya saling menggunakan
produksi masing-masing industri sebanyak dua
kali keterkaitan sampai pada industri kunci; skala I =
usaha yang meliputi pangsa pasar regional Pulau
Sumbawa; aglomerasi dengan jumlah industri =
minimal ≥10 unit; dan pengaruh yang
ditimbulkan bagi kawasan di sekitarnya dengan = 1,5 (dibulatkan)
indikator jumlah tenaga kerja yang terserap = 2
>10.000 jiwa. Kawasan-kawasan tersebut Maka klasifikasi kelas dan nilainya adalah:
kemudian dihitung dengan menggunakan 6 –8 : Tidak berpotensi
perhitungan indeks dan dihitung klasifikasinya 9 – 11 : Berpotensi
menggunakan Rumus Sturgess. Untuk 12 – 14 : Sangat berpotensi
memudahkan perhitungan, kawasan yang 15 – 17 : Sangat sangat berpotensi
Tabel 7. Klasifikasi Kawasan Lain
memenuhi indikator lokal diberi nilai 3
yang Berpotensi Menjadi Pusat Pertumbuhan
sedangkan yang tidak memenuhi indikator lokal No Pusat Pertumbuhan Klasifikasi
diberi nilai 0. Setelah memperoleh nilai, 1 Cenggu Belum Berpotensi
selanjutnya dihitung banyak kelas (K) dan 2 Dena Belum Berpotensi
3 Karumbu Belum Berpotensi
interval kelas (I). Perhitungannya pada Tabel 6. 4 Kore Berpotensi
Tabel 6. Indeks Kawasan Lain di Kabupaten Bima 5 Labuan Kananga Belum Berpotensi
Menggunakan Indikator yang Disesuaikan 6 Maria Berpotensi
(2) 7 Nipa Belum Berpotensi
(B) (C) (3) (4)
8 O’o Berpotensi
(1) (A)
9 Sumi Berpotensi
(A1) (A2) (B1) (C1)
10 Tangga Belum Berpotensi
Cenggu 3 0 3 0 6 8.33 Sumber: Hasil Analisa
Dena 3 0 3 0 6 8.33

44 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011


Fian Farizal, Agustina Nurul Hidayanti, Teguh Kumcoro

masing industri sebanyak dua kali keterkaitan


Jadi, kawasan lain di Kabupaten Bima yang sampai pada industri kunci; skala usaha yang
berpotensi menjadi pusat pertumbuhan baru yang meliputi pangsa pasar regional Pulau
berdasarkan pada indikator yang disesuaikan Sumbawa; aglomerasi dengan jumlah
dengan konteks Kabupaten Bima, yaitu Kore, industri minimal ≥ 10 unit; dan pengaruh
Maria, O’o, dan Sumi. yang ditimbulkan bagi kawasan disekitarnya
dengan indikator jumlah tenaga kerja yang
KESIMPULAN terserap >10.000 jiwa.
Berdasarkan tahapan analisa tentang Pusat 2. Berdasarkan analisa tentang Kawasan Lain
Pertumbuhan Eksisting dengan menggunakan yang Berpotensi menjadi Pusat Pertumbuhan
indikator teori Kutub Pertumbuhan (Growth dengan menggunakan indikator yang
Pole) Franςois Perroux, seperti yang dikutip oleh disesuaikan dengan konteks Kabupaten Bima
H. Rahardjo, Perroux menyatakan: adalah Kore, Maria, O’o dan Sumi.
“Growth does not appear everywhere and all at Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi
once; it appear in points or development poles, terbentuknya pusat pertumbuhan di
with variabel intensities; it spreads along Kabupaten Bima adalah keterkaitan ke depan
diverse channels and with variying terminal (forward linkage) dan keterkaitan ke
effect for the whole of the economic. in terms of
belakang (backward linkages) dengan 2
geographic space dominant and propulsive
industries make the agglomerations where they rantai keterkaitan. Jumlah 2 rantai keterkaitan
are located the poles of their regions”46. yaitu jika suatu industri memiliki keterkaitan
Berdasarkan teori di atas maka dapat ke depan (forward linkage) atau ke belakang
disimpulkan bahwa Pusat Pertumbuhan eksisting (backward linkages) dengan industri lainnya
yaitu Naru, Tente, Tawali dan Rato tidak sesuai saling menggunakan produksi masing-
dengan kriteria teori yang digunakan. Teori masing industri sebanyak 2 kali keterkaitan
Perroux menyatakan konsep utama pusat sampai pada industri kunci; skala usaha yang
pertumbuhan meliputi aspek industri kunci dan meliputi pangsa pasar regional Pulau
polarisasi. Indikator yang dipakai meliputi Sumbawa; aglomerasi dengan jumlah
keterkaitan ke depan (forward linkages) dan industri minimal ≥ 10 unit; dan pengaruh
keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang dutimbulkan bagi kawasan disekitarnya
industri yang diukur melalui 4 rantai keterkaitan dengan indikator jumlah tenaga kerja yang
yaitu jika suatu industri memiliki keterkaitan ke terserap >10.000 jiwa.
depan (forward linkage) atau ke belakang
(backward linkages) dengan industri lainnya SARAN
saling mempergunakan produksi masing-masing Rekomendasi meliputi:
industri sebanyak empat kali keterkaitan sampai 1. Teori yang dikemukakan oleh Franςois
pada industri kunci; skala usaha yang diukur Perroux mengenai pusat pertumbuhan seperti
melalui pangsa pasar nasional dan pasar yang dikutip oleh H. Rahardjo, Perroux
internasional; aglomerasi yang diukur melalui menyatakan:
jumlah industri minimal 500 unit; dan pengaruh “Growth does not appear everywhere
yang ditimbulkan yang diukur melalui jumlah and all at once; it appear in points or
tenaga kerja yang terserap >10.000 jiwa. development poles, with variabel
1. Berdasarkan analisa tentang Pusat intensities; it spreads along diverse
Pertumbuhan dengan indikator yang channels and with variying terminal
disesuaikan dengan konteks Kabupaten Bima effect for the whole of the economic. In
maka pusat pertumbuhan eksisting yang terms of geographic space dominant and
sesuai dengan konteks Kabupaten Bima propulsive industries make the
adalah Tente, Tawali, dan Rato. Indikator agglomerations where they are located
yang dipakai yaitu keterkaitan ke depan the poles of their regions”.
(forward linkage) dan keterkaitan ke Aspek yang telah diteliti pada teori ini adalah
belakang (backward linkages) dengan 2 industri kunci dan polarisasi. Diperlukan
rantai keterkaitan. Jumlah 2 rantai keterkaitan studi lanjutan mengenai aspek lain pada teori
yaitu jika suatu industri memiliki keterkaitan yang dikemukan oleh Perroux seperti pola
ke depan (forward linkage) atau ke belakang penyebaran pusat pertumbuhan dan lokasi
(backward linkages) dengan industri lainnya yang tepat bagi pusat pertumbuhan. Teori
saling menggunakan produksi masing- yang dikemukan oleh Golany yang telah
diteliti adalah skala industri kunci.
46
Diperlukan penelitan lebih lanjut dari teoti
Ibid.

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011 45


PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA PUSAT PERTUMBUHAN (STUDI
KASUS: KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT)

Golany mengenai ukuran, populasi dan


fasilitas pada pusat pertumbuhan.
2. Diperlukan studi lanjutan mengenai aspek-
aspek lain pada pusat pertumbuhan yang
diuraikan pada teori lain seperti yang
dikemukakan oleh Fox, yaitu hubungan pusat
pertumbuhan dengan ekonomi nasional dan
populasi; Rondinelli mengenai bentuk
investasi yang tepat bagi pusat pertumbuhan.
Juga teori-teori lain mengenai Pusat
Pertumbuhan pada lokasi-lokasi yang
berbeda sehingga diperoleh gambaran yang
menyeluruh mengenai pusat pertumbuhan
dalam rangka memperkaya khazanah
keilmuan perencanaan wilayah.

DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, H. Rahardjo. 2005. Dasar-Dasar
Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Golany, Gideon. 1976. New Town Planning:
Principles and Practise. A Willey
Interscience. Canada: John Willey & Sons
Inc.
Kelompok 4. 2009. Laporan Studio Perencanaan
Wilayah Sistem Perkotaan Kabupaten
Banyuwangi. Malang: Jurusan Planologi
ITN Malang.
Pemerintah Kabupaten Bima. 20007. Peraturan
Daerah Nomor 11 Tahun 2007 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah.
Singarimbun & Effendi (ed). op.cit.
Tim Penyusun Kamus. op.cit.
Wibowo, Rudi & Soetriono. op.cit.

46 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

Anda mungkin juga menyukai