Anda di halaman 1dari 3

Desa Lalang

Desa Lalang terletak di Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Desa
Lalang memiliki luas sekitar 4,06 km² dan pada tahun 2020, jumlah penduduknya sekitar 6.869
jiwa. Mayoritas penduduk Desa Lalang bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani.
Selain itu, ada juga sebagian penduduk yang bekerja sebagai pedagang, pengusaha kecil, atau
buruh pabrik. Desa Lalang memiliki beberapa sarana dan prasarana seperti sekolah dasar, masjid,
puskesmas, dan pasar tradisional. Desa ini juga dilintasi oleh jalan nasional yaitu Jalan Gatot
Subroto yang menghubungkan Kota Medan dengan kota-kota di sekitarnya. Desa Lalang juga
merupakan pintu gerbang sebelah barat Kota Medan yang dilintasi oleh jalan raya Lintas
Sumatera. Karenanya, Desa Lalang menjadi jalur transportasi yang dapat menghubungkan ke
berbagai tempat yang ada di Kota Medan maupun luar kota yang ada di Sumatera Utara, seperti
Aceh, Langkat, Deli Serdang, Binjai, dan daerah lainnya.
Letak geografisnya yang dilintasi oleh jalan nasional dan merupakan pintu gerbang penghubung
kota Medan dengan daerah lainnya menyebabkan volume kendaraan yang melintas melalui Desa
Lalang terus meningkat seiring berjalannya waktu. Volume kendaraan yang terus meningkat ini
lantas menimbulkan masalah kemacetan di wilayah Desa Lalang. Masalah kemacetan ini
tentunya memberikan dampak buruk dalam berbagai sektor bagi pemerintah dan masyarakat
secara keseluruhan. Dampak buruk tersebut misalnya seperti penurunan produktivitas
perpindahan barang dan jasa, peningkatan polusi udara, serta peningkatan potensi kecelakaan
lalu lintas saat berkendara.

3.1 Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)


Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan
masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan
perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan ini semakin meluas dan diakui
kegunaannya ketika paradigma pembangunan berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan
pembangunan di negara-negara sedang berkembang. Dalam paradigma pembangunan
berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam proses pembangunan. Manusia dalam
proses pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif ikut serta
dalam perencanaa, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan. Metode dan
pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah metode dan
pendekatan yang partisipatif.
Metode PRA mulai menyebar dengan cepat pada tahun 1990-an yang merupakan bentuk
pengembangan dari metode Pemahaman Cepat Kondisi Pedesaan (PCKP) atau Rapid Rural
Appraisal (RPA) yang menyebar pada tahun 1980-an. Kedua metode tersebut saling
berhubungan etar dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya dan bisa saling
melengkapi. Namun dalam perkembangannya, metode PRA banyak digunakan dalam proses
pelaksanaan program pembangunan secara partisipatif, baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun pengawasannya.
3.2 Tujuan Penerapan PRA
Pada intinya PRA adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan masyarakat
desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi
dan kehidupan desa, serta membuat rencana dan tindakan nyata (Chambers dalam Sitorus, 2016).
Beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam metode PRA anatar lain adalah : saliang
belajar dan berbagi pengalaman, keterlibatan semua anggota kelompok dan informasi, orang
luar sebagai fasilitator, konsep triangulasi, serta optimalisasi hasil, orientasi praktis dan
keberlanjutan program (Rochdyanto dalam Sitorus, 2016). Metode tersebut dipandang telah
memiliki teknis-teknis yang dijabarkan cukup operasional dengan konsep bahwa keterlibatan
masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh kegiatan. Pendekatan PRA memang bercita-cita
menjadikan masyarakatmenjadi peneliti, perencana, dan pelaksana pembangunan dan bukan
sekedar obyek pembangunan. Tekanan aspek penelitian bukan pada validitas data yang
diperoleh, namun pada nilai praktis untuk pengembangan program itu sendiri. Penerapan
pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang lebih besar dan lebih terarah untuk
melibatkan masyarakat. Selain itu melalui pendekatan PRA akan dapat dicapai kesesuaian dan
ketepatgunaan program dengan kebutuhan masyarakat sehingga keberlanjutan (sustainability)
program dapat terjamin.
3.3 Teknik Teknik PRA
Teknik-teknik PRA adalah alat-alat untuk melakukan kajian keadaan desa. Teknik-teknik ini
berupa alat visual (gambar atau bentuk yang dapat dilihat) yang dipergunakan sebagai media
diskusi masyarakat tentang keadaan diri mereka sendiri dan lingkungannya. Alat-alat visual ini
merupakan media belajar bersama yang dipergunakan baik untuk masyarakat (petani) yang buta
aksara ataupun melek aksara. Kajian desa dapat dilakukan sebagai penjajagan kebutuhan dan
perencanaan kegiatan, atau dapat juga untuk pemantauan dan evaluasi kegiatan. Teknik-teknik
kajian desa atau teknik-teknik PRA selama ini lebih banyak dipergunakan untuk perencanaan
kegiatan / program. Hal ini terjadi karena keterampilan untuk melakukan modifikasi
(penyesuaian) teknik-teknik PRA bagi kebutuhan lain, belum banyak dimiliki para pemandu.
3.3.1 Pemetaan Wilayah Desa
Pembuatan pemetaan desa dalam program PRA pada esensinya bertujuan untuk memfasilitasi
masyarakat dengan melakukan pengkajian. Bentuk pengkajian di sini berupa pengkajian kondisi
desa, mengkaji SDM dan SDA serta mengkaji sebab akibat masalah yang terjadi di desa tersebut.
Secara tidak langsung, pemetaan desa juga dapat menjadi ajang untuk memfasilitasi masyarakat
dalam mengungkap batas wilayah, menggali potensi sumber daya desa dan mengungkapkan
lokasi sumber daya desa.
Peta desa menjadi salah satu sumber informasi untuk membuat program PRA. Peta desa akan
diperoleh di kantor kelurahan desa, umumnya di pasang di dinding kelurahan. Peta yang
digunakan dalam PRA adalah peta yang dibuat oleh masyarakat. Masyarakat yang membuat peta
tersebut berdasarkan informasi dan kondisi permasalahan yang ada di sana. Bentuk peta desa
dapat berbentuk peta hidrologi, topografi dan peta rencana kawasan. Tidak hanya itu, ada juga
peta sosial yang menunjukkan penyebaran penduduk. Peta sosial ini sering digunakan untuk
menunjukkan penyebaran macam-macam suku dan bahasa.
Teknik pembuatan peta desa sengaja dibuat oleh masyarakat sebagai media untuk
mengambarkan kondisi suatu wilayah lingkungan. Misalnya menggambarkan hasil panen
pertanian, menggambarkan jenis tanah dan sebagainya. Pembuatan peta ini pun dapat dibuat
dalam bentuk sketsa
3.3.2 Analisis Pohon Masalah
Analisis pohon masalah dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan masalah terkait kondisi
sarana dan prasarana desa sekaligus perkembangan pemanfaatan biogas di Desa Kalipucang.
Analisis pohon masalah digunakan untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu permasalahan
(Asmoko, 2012). Langkah-langkah untuk membuat pohon masalah yaitu: Pertama, penentuan
permasalahan utama terkait kondisi pariwisata yang terdapat di Desa dengan melakukan survei
primer disertai dengan wawancara bersama beberapa perangkat desa; Kedua, penyusunan
diagram alir dalam bentuk diagram pohon dengan poin utama berupa permasalahan utama, panah
ke bawah menunjukkan penyebab dari permasalahan utama dan panah ke atas menunjukkan
akibat apabila permasalahan utama tidak segera diselesaikan.
3.3.3 Wawancara Semi Terstruktur
Dalam metode penelitian ilmiah terdapat teknik penelitian yang paling umum dikenal yaitu
wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah kegiatan tanya jawab sistematis
dengan warga masyarakat yang dipilih. Dalam penelitian, kegiatan ini bertujuan untuk
mengumpulkan data dari masyarakat. Dalam penerapan PRA, teknik wawancara semi terstruktur
juga dapat dipergunakan. Bentuk dan proses wawancara dapat dijadikan lebih partisipatif dengan
memberikan kesempatan seluasluasnya kepada masyarakat yang diwawancarai untuk
mengemukakan pendapatnya. Caranya dengan membuat pertanyaan-pertanyaan semi terbuka,
artinya pertanyaan tidak ditentukan pilihan jawabannya, dan pertanyaan dapat diubah dan
dikembangkan berdasar jawaban orang yang diwawancarai. Dalam PRA wawancara semi
terstruktur lebih banyak digunakan untuk mewawancarai keluarga petani, meskipun juga dapat
diunakan untuk wawancara kelompok dan individu. Proses wawancara diawali dengan membuat
kesepakatan terlebih dahulu dengan informan penelitian mengenai waktu untuk dapat melakukan
wawancara. Wawancara dilakukan dengan menyampaikan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat dalam pedoman wawancara. Peneliti juga menambahkan beberapa pertanyaan diluar
pertanyaan yang terdapat di pedoman wawancara untuk semakin memperdalam penelitian.
Informasi dari wawancara dengan informan direkam oleh peneliti menggunakan alat perekam
suara pada ponsel, disamping itu peneliti juga melakukan pencatatan hal-hal penting yang
disampaikan oleh informan dalam wawancara. Wawancara pada setiap subjek penelitian
berbeda-beda, ada yang satu kali wawancara dan ada yang lebih dari satu kali wawancara
tergantung kejelasan informasi yang diberikan dan data yang dibutuhkan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai