Anda di halaman 1dari 12

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Semen
Semen yang digunakan dalam industry perminyakan adalah semen Portland, kemudian
dikembangkan oleh Joseph Aspdin tahun 1824. Disebut Portland karena asal mula bahannya
berasal dari pulau Portland Inggris. Semen ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan
mengeras apabila bertemu atau bercampur dengan air (Amin, 2014a).

3.2 Fungsi Semen

Penyemenan adalah proses pendesakan bubur semen ke dalam casing dan naik ke
annulus yang kemudian didiamkan sampai semen tersebut mengeras hingga melekatkan casing
pada formasi. Secara lebih spesifik, fungsi penyemenan dalam suatu pemboran adalah:
a. Melindungi casing / liner dari tekanan yang datang dari bagian luar casing yang dapat
menimbulkan collapse (remuk)
b. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke formasi yang
lain
c. Melindungi casing dari fluida yang bersifat korosif

Untuk memenuhi Fungsi-fungsi tersebut di atas, maka semen pemboran harus memenuhi
beberapa syarat (Amin, 2014a):
a. Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau strength yang cukup besar
dalam waktu tertentu
b. Semen harus memberikan daya ikat casing dengan formasi yang cukup baik
c. Semen tidak boleh terkontaminasi dengan fluida formasi ataupun dengan fluida
pendorong
d. Semen harus impermeable (permeabilitas harus nol)
3.3 Klasifikasi Semen
API telah melakukan mengklasifikasikan semen kedalam beberapa kelas guna
mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan, pengklasifikasian ini
berdasarkan pada kondisi sumur, temperature, tekanan dan kandungan yang terdapat pada fluida
formasi. Klasifikasi semen yang dilakukan API terdiri dari (Rabia, n.d.):
a. Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan) sampai 6.000 ft. semen ini
terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja, dan mirip dengan semen ASTM C-150 tipe
I.
b. Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan tersedia dalam jenis
yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi (moderate dan high sulfate
resistant)
c. Kelas C
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan mempunyai sifat high-
early strength (proses pengerasannya cepat) semen ini tersedia dalam jenis moderate dan
high sulfate resistant.
d. Kelas D
Semen kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 12.000 ft, dan untuk
kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia juga
dalam jenis moderate dan high sulfate resistant
e. Kelas E
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 14.000 ft, dan untuk
kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia juga
dalam jenis moderate dan high sulfate resistant
f. Kelas F
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 10.000 ft sampai 16.000 ft, dan untuk
kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi. Semen ini tersedia
dalam jenis high sulfate resistant.
g. Kelas G
Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8.000 ft, dan merupakan semen
dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat dipakai untuk sumur

3.4 Operasi penyemenan


Di dalam operasi penyemanan berdasarkan kebutuhannya, penyemenan dapat di bagi
menjadi dua bagian dan tahapan yaitu primary cementing dan secondary cementing. Berdasarkan
fungsi di setiap tahapan penyemenan dalam rangkaian casing terbagi menjadi empat jenis, yaitu
penyemenan conductor casing, surface casing, intermediatecasing dan production casing
(Bourgoyne Jr et al., 1986).

3.4.1 Primary Cementing


Primary Cementing dilakukan pemompaan bubur semen ke dalam anulus diantara casing
dan dinding lubang.Primary Cementing menggunakan semen sebagai bahan penyekat yang
bertujuan untuk melindungi casing dari kontak fisik dengan fluida dan gas di formasi yang
bersifat merusak casing, melindungi tekanan yang menyebabkan collapse dan mengontrol zona
bertekanan tinggi di belakang casing yang menyebabkan terjadinya blow out. Secara ringkas
Primary Cementing merupakan cara yang efektif dan efisien untuk mengisolasi lapisan.
Sehingga pemboran dapat di lanjutkan sampai pada kedalaman yang di inginkan.

Gambar 2.1 Ilsutrasi Primary Cementing


3.4.3 Penyemenan Casing

Penyemanan casing pada dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis dan fungsi casing
yang akan disemen (Adams and Charrier, 1985).
Conductor
Casing

Surface
Casing

Intermediate
Casing

Production
Casing

Gambar 2.2 Ilustrasi Penyemenan Casing

a. Penyemenan conductor casing


Bertujuan untuk mencegah runtuhnya formasi karena kedalaman masih tergolong
dangkal dan formasi masih dalam keadaan belum padat.

b. Penyemenan surface casing


Bertujuan untuk melindungi air tanah agar tidak tercemar oleh lumpur pemboran
yang mengandung bahan kimia dan minyak, sebagai tempat dudukan BOP (Blow Out
Preventer). Untuk mencegah masuknya shallow gas pada kedalaman yang dangkal,
karena jika gas tersebut masuk maka akan banyak pertimbangan dalam melakukan
pengendalian sumur yang terlalu dini.

c. Penyemenan intermediate casing


Bertujuan untuk menutup tekanan formasi abnormal atau mengisolasi daerah lost
circulation dan sebagai pencegah runtuhnya lubang sumur akibat formasi yang
berpasir maupun kubah garam.
d. Penyemenan production casing dan liner
Bertujuan untuk mencegah terjadinya aliran fluida formasi yang tidak di inginkan,
yang akan masuk ke sumur. Selain itu untuk mengisolasi zona produktif yang akan
diproduksikan dan juga untuk mencegah terjadinya korosi pada casing. Untuk
penyemenan liner pada casing produksi dilakukan tidak mencapai surface dan hanya
pada zona produksi.

3.5 Peralatan Cementing

peralatan cementing yang di digunakan dalam proses penyemenan dibagi menjadi dua
kelompok utama yaitu Peralatan di atas permukaan (surface equipmnet) dan Peralatan di bawah
permukaan (subsurface equipment).

3.5.1 Peralatan di Atas Permukaan

Peralatan cementing yang berada di permukaan memiliki fungsi untuk membuat dan
mengalirkan bubur semen dari permukaan ke dalam lubang sumur atau anulus. Peralatan tersebut
yaitu (Funkhouser and Norman, 2010) :
a. Cementing unit
Adalah suatu unit pompa yang terpasang pada truk serta memiliki fungsi untuk
memompakan bubur semen dan lumpur pendorong dalam proses cementing. Terdiri
dari Tangki semen yang berfungsi untuk menyimpan semen kering, Hopper dan Jet
mixer untuk mencampurkan serta mengaduk semen,air dan additive. Lalu
memompakan bubur semen yang sudah siap dengan pompa.
Gambar 2.3 Cementing Unit

b. Flow Line
Merupakan pipa yang terhubung dengan pompa semen dan cementing head yang
berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang telah siap untuk di pompakan dari
cementing unit ke cementing head yang selanjutnya ditekan oleh top plug.
c. Cementing Head
Berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke lubang bor, Peralaan ini
di pasang di ujung casing teratas. Cementing head yang banyak digunakan adalah
plug container yang sudah terpasang langsung top plug dan bottom plug. Jenis
cementing head ini di hubungkan dengan beberapa saluran. Yaitu, saluran bubur
semen untuk memompakan bubur semen dan Saluran lumpur pendorong untuk
mendorong semen hingga sampai ke annulus.

Gambar 2.4 Cementing Head

3.5.2 Peralatan di Bawah Permukaan

Peralatan penyemenan yang berada di bawah permukaan memiliki peran untuk menjaga
agar lubang sumur tetap kokoh dan nantinya akan disemen. Ada beberapa peralatan yang
berfungsi untuk memperkuat rangkaian casing dan menjaga agar proses penyemenan dapat
berjalan lancar dan maksimal. Peralatan penyemenan di bawah permukaan yaitu :
a. Casing
Merupakan pipa baja berbentuk silinder dengan ketebalan dan diameter tertentu untuk
menjadi sekat antara formasi dan lubang bor. Fungsi casing digunakan untuk melindungi
lubang bor dari pengaruh fluida formasi dan tekanan di sekitarnya, melindungi lubang
bor dari keruntuhan dan memisahkan formasi produktif.

Gambar 2.5 Casing

b. Casing Shoe
Casing shoe adalah alat yang di pasang pada ujung rangkaian casing. Bentuknya seperti
casing pendek yang ujungnya membentuk kubah dengan lubang ditengahnya.
Kegunaannya adalah untuk menuntun rangkaian casing agar tidak tersangkut disaat
menurunkan rangkaian casing ke dasar lubang (Amin, 2014b).

Gambar 2.6 Casing Shoe

c. Shoetrack
Shoetrack merupakan casing pertama, yang ditempatkan antara casing shoe dengan
casing collar. Biasanya menggunakan satu hingga dua buah casing.
d. Float Collar
float collar adalah pipa pendek yang dipasang di atas Shoetrack. Alat ini berfungsi
menahan cementing plug atau tempat landing peralatan lainya saat melakukan
penyemenan.

Float Collar

Gambar 2.7 Float Collar

e. Centralizer dan Scratcher


Centralizer merupakan alat yang dipasang untuk memusatkan rangkaian casing berada di
tengah-tengah lubang bor, agar mendapatkan ketebalan semen yang sama di setiap
rangkaian. Sedangkan Scratcher merupakan peralatan yang digunakan diluar body casing
yang berfungsi untuk mengikis mud cake pada dinding lubang. Mud cake harus di kikis
agar tidak ada celah yang menyebabkan ikatan bubur semen antar casing dengan lubang
tidak merekat kuat.
Gambar 2.8 Centralizer dan Scratcher

f. Top Plug dan Bottom Plug


Top plug berfungsi sebagai pemisah bubur semen dari lumpur pendorong agar tidak
terjadi kontaminasi. Sedangkan bottom Plug berfungsi untuk mencegah adanya
kontaminasi bubur semen dengan lumpur atau spacer dibawah bottom Plug. Bottom Plug
memiliki membran yang akan pecah saat menerima tekanan tertentu, sehingga semen
akan mengalir keluar dan terdorong keluar mengisi rongga annulus agar formasi dan
casing merekat.

Gambar 2.9 Top Plug dan Bottom Plug

3.6 Rumus Perhitungan Kapasitas Bubur Semen


Dalam melakukan proses penyemenan ada beberapa parameter yang perlu untuk dihitung
terlebih dahulu, berikut penjelasan dan rumus perhitunganya :

a. Menghitung Kapasitas Lubang sumur


Menghitung kapasitsas lubang sumur dilakukan untuk mencari seberapa banyak volume
pada lubang sumur (open hole) (Lapeyrouse, 2002).
𝐼𝐷 𝑂𝑝𝑒𝑛 𝐻𝑜𝑙𝑒 2
V1 = × 𝑇𝑉𝐷 (Persamaan 2.1)
1029.4

Keterangan :
V1 : Kapasitas Volume Lubang Sumur, bbl
ID open Hole2 : diameter lubang sumur, Inci
TVD : True Vertical Depth, ft
b. Menghitung Kapasitas Casing
Menghitung Kapasitas casing dilakukan untuk mencari seberapa banyak kapasitas
volume casing.
𝐼𝐷 𝐶𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔2
𝑉2 = × 𝐶𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ (Persamaan 2.2)
1029.4

Keterangan :
V2 : Kapasitas Volume Casing, bbl
ID Casing2 : Diameter dalam casing, Inci
Casing Depth : Kedalaman Casing di dalam sumur, ft

c. Menghitung Kapasitas Annular


Menghitung kapasitas annular dilakukan untuk mencari seberapa banyak kapasitas
volume pada annulus.
𝐼𝐷 𝑂𝑝𝑒𝑛 𝐻𝑜𝑙𝑒 2 − 𝑂𝐷 𝐶𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔2
𝑉3 = × 𝐶𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ (Persamaan 2.3)
1029.4

Keterangan :

V3 : Kapasitas Annular, bbl

ID open Hole2 : diameter lubang sumur, Inci

OD Casing2 : Diameter luar casing, Inci

d. Volume shoe track cement

Menghitung kapasitas shoe track cement dilakukan untuk mencari seberapa banyak
kapasitas volume pada shoe track cement.

𝐼𝐷 𝐶𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔2
𝑉4 = × 𝑆ℎ𝑜𝑒 𝑇𝑟𝑎𝑐𝑘 𝐶𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ (Persamaan 2.4)
1029.4

Keterangan :
V4 : Kapasitas shoe track cement, bbl
ID Casing2 : diameter lubang sumur, Inci

e. Volume Rat Hole


Menghitung kapasitas rat hole dilakukan untuk mencari seberapa banyak kapasitas
volume pada rat hole.
𝐼𝐷 𝑂𝑝𝑒𝑛 𝐻𝑜𝑙𝑒 2
𝑉5 = × 𝑇𝑉𝐷 − 𝑅𝑎𝑡 𝐻𝑜𝑙𝑒 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ (Persamaan 2.5)
1029.4

V5 : Volume Rat Hole, bbl


ID open Hole2 : diameter lubang sumur, Inci

f. Total Volume semen di Dalam sumur =


V3 + V4 + V5 ,bbl (Persamaan 2.6)

2.7 Rumus Perhitungan Jumlah Sak Semen

Menghitung jumlah sak semen yang digunakan dilakuikan dengan cara sebagai berikut
(Lapeyrouse, 2002) :

a. Menghitung kapasitas annulus (ft3/ft) (Persamaan 2.7)


ID open hole2, in – OD casing2, in ÷ 183.35

b. Menghitung kapasitas casing (ft3/ft) (Persamaan 2.8)


ID casing2, in ÷ 183.35

c. Menghitung jumlah sak pada annulus (sak)


Kedalaman yang disemen, ft × kapasitas annulus, ft3/ft × Saefty Factor × Yield of cement,
ft3/sak (Lead/Tail) (Persamaan 2.9)

d. Menghitung jumlah sak pada float collar ke float shoe (sak)


Kedalaman float collar ke float shoe, ft × Kapasitas casing, ft3/ft × Safety Factor × Yield
of cement, ft3/sak (Tail) (Persamaan 2.10)

e. Menghitung jumlah sak pada rat hole (sak)


Kedalaman float shoe ke dasar sumur, ft × Kapasitas annulus, ft3/ft × Safety Factor ×
Yield of cement, ft3/sak (Tail) (Persamaan 2.11)

f. Menghitung total sak semen yang digunakan (sak)


Sak semen pada annulus lead + Sak semen pada annulus tail + Sak semen pada float
collar – shoe + sak semen pada rat hole (Persamaan 2.12)

2.8 Menghitung Mixing Volume

Menghitung volume mixing dilakukan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut


(Hidayat, 2014):

a. Menghitung banyak air yang digunakan (bbl) (Persamaan 2.13)


(Konsentrasi air × Jumlah Sak Semen) ÷ 42
Keterangan :
Konsentrasi air yang digunakan, gal/sak
Jumlah sak semen yangdigunakan, sak
42 merupakan ketentuan, gal/bbl

b. Menghitung kebutuhan zat additive padatan (Persamaan 2.14)


%BWOC × Berat Semen × Jumlah sak semen
Keterangan :
%BWOC (By Weight On Cement) konsentrasi zat additive dari berat semen, %
Berat semen per sak, lb/sak
Jumlah sak semen yang digunakan, sak

Anda mungkin juga menyukai