Anda di halaman 1dari 79

PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN

DAN CETAKAN SAMPEL

CHAPTER 2

Semen Portland
Tersusun atas 3 mineral utama, yaitu :
Tricalcium Silicate (C3S)

Dicalcium Silicate (C2S)

Tricalcium Aluminate (C3A)

Tricalcium Aluminoferite (C3AF)

Bahan Dasar Semen


Portland

Calcareous
(limestone, marl, karang-karangan yang

mengandung CaCO3 dan CaO)

Argillaceous
(clay, shale, slate, ash yang mengandung

SiO2, Al2O3 dan Fe2O3)

Tahapan Pembuatan Semen


Portland

Proses Peleburan
Dry Process
Wet Process

Proses Pembakaran
Proses Penggilingan
Proses Pembakaran

Proses Peleburan

Dry Process
Material

semen dihancurkan bersamaan


hingga berukuran 100-200 mesh agar
kontak antar partikel dapat maksimal.

Proses Peleburan

Wet Process
Material calcareous dicampur air agar

kerikil-kerikilnya keluar. Kemudian kedua


material mentah ini digiling dalam wet
grinding mill

Proses Pembakaran

campuran masuk ke dalam rotary kiln


dan dipanaskan perlahan-lahan melalui
beberapa proses temperatur seperti
berikut (API Spec. 10A, Material and
Testing for Well Cement)

Tahapan Temperature

100 oC = pembebasan air bebas


200 oC = dehidroksilasi mineral-mineral clay
900 oC = kristalisasi mineral-mineral clay
yang mengalami dehidroksilasi dan
dekomposisi CaCO3.
9001200 oC = reaksi antara CaCO3 atau
CaO dengan aluminosilicates.
12501280 oC = mulai terbentuk fasa liquid.
>1280 oC = fasa liquid terus terbentuk,
komponenkomponen semen terjadi.

Proses Pendinginan

Bila laju pendinginan lambat, akan


dihasilkan produk yang baik dimana terjadi
proses kristalisasi dari clinker akan
meningkatkan kekuatan semen.

Bila pendinginan cepat akan dihasilkan


produk seperti gelas yang mempersulit
clinker digiling, ini dapat mengakibatkan
kekuatan semen cepat naik tetapi tidak
lama.

Proses Penggilingan

Selama
proses
penggilingan
ini
biasanya ditambahakan gypsum sekitar
3 5 % untuk mengontrol pembebasan
CaO guna menghindari flash setting.
Bubuk semen yang dihasilkan kemudian
ditempatkan di silo-silo dan dipak.

Klasifikasi Semen
Portland

Kelas A : Digunakan untuk penyemenan selubung sampai


kedalaman 1830 meter (6000 ft) dengan temperatur 170 F
dan WCR = 0,46. Apabila sifat-sifat khusus dari formasi
tidak disyarat.

Kelas B : Digunakan untuk sumur sampai kedalaman 1830


meter (6000 ft) dengan temperatur 170 F dan WCR = 0,46.
Apabila kondisi formasi membutuhkan tahan sulfat sedang
sampai tahan sulfat tinggi.

Kelas C : Digunakan pada sumur dengan kedalaman 1830


meter (6000 ft) dengan temperatur 170 F dan WCR = 0,56.
Apabila kondisi membutuhkan sifat kekuatan awal yang
tinggi.

Kelas D : Digunakan untuk sumur dengan


kedalaman 1830 meter (6000 ft) sampai kedalaman
3050 meter (10000 ft) dengan temperatur 230 F
dan WCR = 0,38.

Kelas E : Digunakan untuk sumur


kedalaman 3050 meter (10000 ft)
kedalaman 4270 meter (14000 ft)
temperatur 290 F dan WCR = 0,38 dan
tinggi.

dengan
sampai
dengan
tekanan

Kelas F : Digunakan untuk sumur


kedalaman 3050 meter (10000 ft)
kedalaman 4880 meter (16000 ft)
temperatur 320 F dan WCR = 0,38 dan
tinggi.

dengan
sampai
dengan
tekanan

Kelas G dan H : Digunakan sebagai semen


pemboran dasar untuk kedalaman 2440 meter (8000
ft) dan WCR = 0,44. Dapat digunakan dengan
akselerator dan retarder untuk memperoleh batas
jangkauan kedalaman sumur dan suhu yang lebuh
luas.

Kelas J : Digunakan untuk semen dasar pemboran


untuk kedalaman 3660 meter (12000 ft) samapai
kedalaman 4880 meter (16000 ft) pada kondisi suhu
dan tekanan yang amat tinggi atau dapat digunakan
dengan penambahan akselerator dan retarder untuk
memperoleh batas jangkauan sumur dan suhu yang
lebih besar.

Syarat Semen Agar Berfungsi


dengan Baik

Semen slurry harus dapat dipompa sampai ke tempat tertentu (mempunyai


rheology yang baik).
Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau strength yang
cukup besar dalam waktu tertentu (dapat dipompa selama kurang lebih 6 jam
500 psi).
Semen harus memberikan daya ikat casing dengan formasi yang cukup atau
baik.
Semen tidak boleh terkontaminasi dengan kotoran (cairan formasi) maupun
cairan pendorong semen.
Semen harus stabil atau tidak mudah berubah strength-nya setelah beberapa
waktu dari penempatannya.
Semen harus impermeable (permeabilitas nol) yaitu tidak dapat mengalirkan
dan dialiri fluida, karena digunakan untuk menyekat dinding lubang pemboran
sehingga semen tidak mudah terkorosi akibat kontaminasi fluida formasi.
Semen harus tahan terhadap sulfate yang sering terdapat dalam cairan
formasi.
Mempunyai thickening time yang sesuai dengan target penyemenan sumur.

Tahapan Penyemenan

Tahap I : Melakukan pemboran dengan menggunakan bit


atau mata bor pada kedalaman tertentu. Selanjutnya dengan
memompakan lumpur buatan yang telah dicampur additive
tertentu yang dapat mengangkat cutting, mempertahankan
formation pressure, mempertahankan integritas bore hole.
Tahap II : Pemasangan casing kedalam lubang bor (run
casing).
Tahap III : Selanjutnya memompakan spacer ke dalam
lubang bor. Spacer ini berfungsi sebagai pemisah antara
lumpur dan semen, pengangkat lumpur.
Tahap IV : Memompakan semen kedalam sumur.
Tahap V : Displacement yaitu memompakan air atau fluida
ke dalam lubang sumur sampai semen mencapai kedalaman
annulus tertentu.

DENSITAS SEMEN PEMBORAN

CHAPTER 3

Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai


perbandingan antara jumlah berat bubuk semen, berat
air pencampur dan berat additive terhadap jumlah
volume bubuk semen, volume air pencampur dan
volume additive.

Densitas suspensi semen yang rendah sering


digunakan dalam operasi primary cementing dan
remedial cementing, guna menghindari terjadinya
fracture pada formasi yang lemah.

Sedangkan densitas suspensi semen yang tinggi


digunakan bila tekanan formasi cukup besar atau
formasi sloughing (tanggal), dimana densitas
maksimum dapat dicapai dengan semen murni
menggunakan water content minimum yang diinginkan
antara 17,5 19 lb/gal.

Kegiatan Penyemenan

Primary Cementing
Poor Boy
Stinger
Perkins
Single Stage Cementing
Multi Stage Cementing

Secondary Cementing
Squeeze Cementing
Re-Cementing
Plug Back Cementing

Primary Cementing

Primary cementing adalah penyemenan yang


langsung dilakukan setelah rangkaian casing
diturunkan ke dalam lubang sumur.

Fungsi dari primary


sebagai berikut :

cementing

adalah

Semen melekatkan casing keformasi


Melindungi casing dari cairan korosif
Mencegah hubungan formasi dibelakang casing
Menutupi formasi yang membahayakan

Semen melekatkan casing keformasi

Melindungi casing dari cairan korosif

Mencegah hubungan formasi dibelakang


casing

Menutupi formasi yang membahayakan

Macam Primary
Cementing

Poor Boy

Yaitu penyemenan dengan menggunakan tubing


sebagai pengantar cement slurry kedalam lubang
sumur, biasanya dipakai untuk penyemenan stove
pipe dan conductor casing.

Pada stove pipe dengan memasang pipa tubing


pada annulus lubang yang pertama dibor dengan
stove pipe

conductor casing dengan memasukkan pipa tubing


kedalam casing dan digantung dengan cementing
head.

Penyemenan dengan Stinger

Yaitu penyemenan dengan menggunakan


stinger dan drill pipe (DP), sedangkan shoe
yang dipakai adalah duplex shoe.

Biasanya
dipakai
conductor casing

karena casing ini memiliki ukuran diameter


besar sehingga dengan sistem ini diperlukan
volume displacement sedikit (sepanjang DP)
dan waktunya lebih cepat.

untuk

penyemenan

Penyemenan Perkins

Yaitu penyemenan dengan menggunakan


bottom plug dan top plug, pada ujung casing
dipasang float shoe dan float collar.

Pada puncak casing dipasang


container atau cementing head.

Biasanya untuk penyemenan surface


casing, intermediate casing dan production
casing.

plug

Penyemenan Single Stage Cementing

Umumnya
digunakan
untuk
melakukan
penyemenan terhadap conductor casing dan
surface casing.

Sejumlah lumpur disiapkan dan dipompakan ke


dalam casing.

Perlu dicatat pula bahwa seluruh bagian internal


dari peralatan casing, termasuk float shoe,
wiper plug, dan lain sebagainya merupakan
perlatan yang dengan mudah hancur bila dibor.

Penyemenan Multi Stage Cementing

Kegunaan Multi Stage Cementing :


Mengurangi tekanan total pemompaan.
Mengurangi tekanan total hidrostatis

pada
formasi-formasi lemah sehingga tidak terjadi
atau terbentuk rekahan.
Memungkinkan
pemilihan
penyemenan
daripada formasi.
Memungkinkan penyemenan keseluruhan total
panjang casing.
Memastikan penyemenan efektif di sekeliling
shoe dari rangkaian casing sebelumnya.

Pada multi stage cementing sebuah stage


cementer dipasang pada posisi tertentu pada
rangkaian casing.

Tahap pertama penyemenan ditujukan


sebagai operasi tahap tunggal, akan tetapi
bagian top kolom semen berakhir tepat
dibawah stage cementer.

Tahap kedua diawali dengan menjatuhkan


sebuah opening bomb dari permukaan
sehingga memungkinkan untuk jatuh pada
opening seat pada stage collar.

Saat bomb telah ditempatkan, tekanan


pemompaan sebesar 1200-1500 psi diatas
tekanan
sirkulasi
diterapkan
pada
penyeretan pin penahan dan memungkinkan
sebuah bottom sleeve bergerak turun.

Gerakan sleeve akan membuka terminal,


sehingga menetapkan hubungan antara
bagian internal casing dengan annulus.

Lumpur kemudian disirkulasikan guna


mengkondisikan sumur yang ditujukan untuk
memulai tahap kedua.

Volume semen yang diperlukan untuk tahap


kedua lalu dipompakan dan diikuti dengan
sebuah closing plug.

Bubur semen melewati terminal dari stage


cementer dan akan ditempatkan pada annular
area.

Jika plug telah mencapai stage cementer maka


tekanan sebesar 1500 psi diatas tekanan yang
diperlukan
untuk
mesirkulasikan
semen
diterapkan pada closing plug sehingga
mendorong upper sleeve turun dan dengan
demikian akan menutup terminal dan menyekat
ruang antara casing dengan annulus.

Macam Secondary Cementing

Squeeze Cementing

Penyemenan dengan cara menekan


slurry ke zona yang ingin disemen.

Tujuan :
Menutup formasi yang sudah tidak produktif.
Menutup zona loss circulation.
Mengurangi WOR, GOR, WGR
Memperbaiki kebocoran yang terjadi pada

casing.
Memperbaiki primary cementing

Jenis Squeeze
Cementing

Berdasarkan Tekanan
High Pressure Squeeze Cementing (HPSC)
Low Pressure Squeeze Cementing (LPSC)

Teknik Pemompaan
Running Squeeze
Hesitation

Metode Pemompaan
Brandenhead Squeeze Method
Packer Squeeze Method

Berdasarkan Tekanan

High Pressure Squeeze Cementing (HPSC)


Digunakan untuk membesarkan fract
Digunakan ketika ada mud cake dengan Brine

Low Pressure Squeeze Cementing (LPSC)


Digunakan saat tidak ada mud cake atau pengotor dilubang

fract
Material semen LPSC berukuran lebih besar.
Kriteria LPSC yang berhasil menurut API :
Fluid loss (50 200 cc)
Water Solid Ratio (0.4%)
Karakteristik Formasi
Squeeze Pressure

Penentuan HPSC atau


LPSC

Melakukan Injectivity Test

Penginjeksian fluida berupa air kemudian amati


volume fluida yang kembali, apakah terdapat
mud cake yang terangkat kepermukaan atau
tidak.

Alasan dilakukan Injectivity Test


Untuk memastikan lubang perforasi
Untuk mempertikarakan volume injeksi semen slurry
Untuk memperkirakan tekanan squeeze

Teknik Pemompaan

Running Squeeze
Pemompaan semen secara lambat, akan tetapi

dilakukan secara continue hingga final squeeze


pressure tercapai.

Hesitation
Pemompaan semen dgn volume dan interval

waktu tertentu, biasanya volume 0.25-0.5 bbl dan


interval waktu 10-15 menit
Dengan tujuan agar semen terhidrasi

Metode Pemompaan

Brandenhead Squeeze Method


Penyemenan yg dilakukan dengan cara :
Pemasangan Bridge Plug
Running DP
Injeksi Semen
Tutup Pipe RAM sehingga sumur menjadi vacum
Berikan tekanan untuk mendorong semen.

Packer Squeeze Method


Sama seperti brandenhead squeeze method,

namun pipe RAM diganti dengan retainer

Pemeriksaan terhadap Squeeze

Untuk mengetahui squeeze berhasil atau tidak


dengan menggunakan Pressure Test melalui
pembacaan differential pressure

Pressure Test, ada 2 cara :


Positive Test
Menutup BOP (Blind RAM) kemudian ditekan lalu baca
differential pressure pada gauge
Negative Test
Kurangi PH dari casing, kemudian ganti dengan PH
oil/diesel.

Re-Cementing

Re-Cementing
dilakukan
untuk
menyempurnakan primary cementing yang
gagal dan untuk memperluas perlindungan
casing di atas top semen.

Sebelum dilakukan Re-cementing perlu


dilakukan perforasi agar semen dapat
mengisi atau menyempurnakan primary
cementing

Plug Back Cementing

Penyemenan dgn tujuan menutup sumur

Tujuan :
Menutup atau meninggalkan sumur.
Menutup zona air di bawah zona minyak agar water-oil ratio

berkurang pada open hole completion.


Menutup lost circulation zone
Tempat dudukan whip stock

Metode yang dipakai dalam plug back cementing :


Dum Bailer Cementing
Balance Plug

Dum Bailer Cementing

Menggunakan sebuah bak (bridge plug) yang


dipasang kelubang sumur, lalu mensirkulasi
semen

Kelebihan :
Tingkat akurasi tinggi
Mengurangi kontaminasi semen

Kekurangan :
Volume semen yg diturunkan sedikit
Tidak cocol untuk sumur dalam

Balance Plug

Dengan cara mensirkulasi semen dan


spacer hingga mencapai ketinggian
fluida yang sama.

Additif

Extender, menurunkan harga densitas


dari semen pemboran

Weighting Agent Material, menaikkan


harga densitas dari semen pemboran

EXTENDER

Extender adalah additive untuk menaikkan


volume dari suspensi semen.

Pada umumnya penambahan extender diiringi


penambahan air sehingga densitas dari
suspensi semen akan mengalami penurunan.

Bahan-bahan yang termasuk extender yaitu


Bentonite, Pozzolan, Diatomacheous earth,
Gilsonite, Expanded perlite.

Weighting Agent
Material

Weight material ditambahkan dalam bubur


semen bila akan menyemen formasi
bertekanan tinggi

Bahan-bahan yang termasuk weighting


agent material yaitu Ilmenite, Barite, Pasir,
Densified cement, Sodium chlorida.

RHEOLOGY SUSPENSI SEMEN

CHAPTER 4

Semen pemboran tergolong kedalam tipe


fluida non-newtonian

Yang dimaksud dengan fluida Non Newtonian


adalah fluida yang mempunyai viscositas
tidak konstan, bergantung pada besarnya
geseran (shear rate) yang terjadi.

Berikut ini adalah beberapa istilah yang selalu


diperhatikan dalam penentuan rheologi suatu
semen pemboran :
Viscositas Plastic
Yield Point
Gel Strength

THICKENING TIME

CHAPTER 5

Thickening time adalah waktu yang diperlukan


suspensi semen mencapai konsistensi 100 UC
(Unit of Consitensy).

Thickening time suspensi semen dirancang


untuk melampaui waktu pemompaan dan waktu
kerja sesuai dengan kebutuhan operasional,
Sehingga thickening time sering juga disebut
dengan pumpability.

Waktu pemompaan harus lebih dari thickening


time, karena bila tidak akan menyebabkan
suspensi semen akan mengeras terlebih dahulu
sebelum suspensi semen mencapai target yang
diinginkan.

Untuk memperpanjang atau memperlambat


thickening time perlu ditambahkan retarder
ke dalam suspensi semen.

Sedangkan pada sumur-sumur yang


dangkal maka diperlukan thickening time
yang tidak lama, untuk mempersingkat
thickening time, maka dapat ditambahan
accelerator ke dalam suspensi semen.

RETARDER

Retarder adalah additive yang berfungsi untuk


memperlambatkan atau memperpanjang thickening time.

Selain karena untuk sumur yang dalam penambahan


retarder ini juga untuk menyemen pada formasi yang
memiliki temperatur tinggi atau pada saat penambahan
additive lain ke dalam suspensi semen banyak air yang
terisap oleh additive tersebut sehingga thickening time
singkat.

Yang termasuk dalam golongan retarder adalah Calcium


ligno sulfonate, CMC (Carboxy Methyl Cellulose) dan
garam NaCl

ACCELERATOR

Accelerator adalah additive yang digunakan


untuk mempercepat thickening time, pada
umumnya accelerator ditambahkan bila
penyemenan dilakukan pada sumur yang
dangkal.

Yang termasuk dalam golongan extender


adalah Calcium chlorida, Natrium chlorida
dan Densified cement.

FREE WATER

CHAPTER 6

Free water adalah air bebas yang terpisah dari


suspensi semen.

Apabila harga free water ini terlalu besar


melebihi batas air maksimum maka akan terjadi
pori-pori pada semen. Ini akan mengakibatkan
semen mempunyai permeabilitas besar.

Water cement ratio adalah perbandingan air


yang dicampur terhadap bubuk semen sewaktu
suspensi semen dibuat. Jumlah air yang
dicampur tidak boleh lebih atau kurang, karena
akan mempengaruhi baik buruknya ikatan
semen nantinya.

Pada umumnya perbandingan berat air dengan


semen berkisar antara 0,4 sampai 0,6 untuk
membuat suspensi konvensional.

Striebel dan Czernin dalam hasil penelitiannya


menunjukkan bahwa WCR sebesar 0,25 sampai
0,26 adalah merupakan kebutuhan minimum
suspensi semen untuk melakukan hidrasi komplit
dari jenis semen portland, dengan istilah
chemically-bund-water.

Karena secara hukum fisika, air mempunyai dua


kutub elektron maka dibutuhkan air sebanyak 0,15
untuk memberikan peluang pada elektron-elektron
untuk mengarahkan dirinya sesuai dengan
kebutuhan.

Sehingga air minimum total sebanyak 0,4.


Dimana ini bertujuan untuk memberi efek
pada suspensi semen untuk tetap dapat
dipompakan
(viskositasnya
rendah)
sehingga konsekuensinya batuan semen
yang terbentuk akan mempunyai porositas
dan permeabilitas yang relatif besar.

Batasan jumlah air dalam suspensi semen


didefinisikan sebagai kadar minimum dan
kadar maksimum.

Kadar Minimum Air

Kadar minimum air adalah jumlah air yang dicampurkan


tanpa menyebabkan konsistensi suspensi semen lebih dari
30 Uc selama 20 menit pertama pada temperatur 80 oF
(27 oC).

Bila air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar


minimumnya, maka akan terjadi gesekan (friksi) yang
cukup besar di annulus sewaktu suspensi semen
dipompakan dan juga akan menaikkan tekanan di annulus.

Kadar air yang normal adalah bila konsistensi semen


menunjukkan angka sekitar 11 Uc.

Kadar Maksimum Air

Kadar maksimum air yang diberikan setiap kelas semen


adalah sebanding dengan jumlah sisa partikel semen dalam
suspensi hingga initial set terjadi.

Laju pengendapan untuk kelas-kelas semen sebagian besar


tergantung pada luas permukaan, komposisi kimia dan WCR.

Berdasarkan anggapan ini, maksimum water content ratio


semen ditetapkan sebagai kuantitas (jumlah) maksimum air
yang dicampur dengan semen tanpa menyebabkan
pemisahan lebih dari 3,5 ml air bebas ketika 250 slurry
didiamkan selama 2 jam pada temperatur ruang pada
sebulah silinder.

FILTRATION LOSS

CHAPTER 7

filtration loss adalah peristiwa hilangnya


cairan dari suspensi semen ke dalam
formasi permeabel yang dilaluinya.

Filtrat yang hilang tidak boleh terlalu


banyak, karena akan menyebabkan
suspensi semen kekurangan air. Kejadian
ini disebut dengan flash set.

Bila suspensi semen mengalami flash set


maka akan mengakibatkan naiknya
viskositas suspensi dan pembentukkan
filtrat cake dengan cepat.

Hal ini akan menimbulkan friksi di annulus,


menurunnya final strength semen dan juga
dapat mengakibatkan pecahnya formasi dan
lost circulation.

Pengontrolan fluid loss merupakan bagian yang


penting selama squeezing. Hal ini untuk
menghindari dehidrasi suspensi semen yang
terlalu cepat dalam pipa dan untuk memberikan
distribusi suspensi semen yang seragam ke
dalam semua lubang perforasi.

Tentu saja sejumlah water lost diinginkan jika


suspensi semen membentuk filter cake yang
diinginkan untuk menyumbat lubang perforasi.

Additif

Pada aplikasinya dilapangan, untuk


mengurangi filtration loss ditambahkan
low filtration loss additive.

Sedangkan apabila friksi telah timbul


pada annulus maka ditambahkan friction
reducer.

Low filtration loss


additive

Menambahkan material-material yang membentuk film


yang dapat menutup permukaan formasi yang porous
dan permeabel.
Menambahkan material-material yang bila bertemu
dengan air akan membentuk emulsi, yang dapat
menghambat aliran masuk ke dalam formasi tersebut.
Menambahkan
material-material
yang
dapat
menyumbat pori-pori formasi.
Material-material yang dimaksud tersebut umumnya
adalah bentonite, latex, CMHEC dan organic polymer.

Friction reducer

Bahan ini digunakan untuk mengurangi


tahanan terhadap aliran bubur semen
sampai ke tempat yang diinginkan.
Diusahakan agar aliran berbentuk turbulent
dengan jalan memperbesar reynold number.

Additive jenis ini antara lain organic


dispersant (menyebabkan aliran turbulent
pada rate yang rendah), garam, calcium
lignosulfonate dan cellulose material yang
bermolekul tinggi.

COMPRESSIVE STRENGTH

CHAPTER 8

Strength pada semen dibagi dua, yaitu


compressive strength dan shear bond strength.

Compressive strength didefinisikan sebagai


kekuatan semen dalam menahan tekanantekanan yang berasal dari formasi maupun
casing sampai saat mulai pecah yang
disebabkan oleh tekanan fluida baik pada
waktu produksi, injeksi ataupun pada waktu
perekahan.

Pada situasi normal, semen akan mendapat


gaya compressive yang menahan tekanantekanan dari arah horizontal

Nilai compressive sangat dipengaruhi oleh


beberapa faktor, yaitu :
temperatur pengkondisian.
tekanan pengkondisian.
lama waktu pengerasan.
kadar air semen (WCR).
kehalusan butiran semen.

Pada temperatur tinggi, harga compressive


strength semen dipengaruhi oleh kehalusan
bubuk silika yang ditambahkan.

Semen atau casing menerima beban


compressive strength dan tensile yang
sangat tinggi dari batuan di sekitarnya.
Setelah pemboran, kondisi batuan tidaklah
stabil.

Batuan mempunyai yield di bawah kondisi


strain tektonis dan ini diterimakan kepada
semen dan casing.

Menurut Cheatam, semen dalam annulus di


antara lapisan garam dan casing menerima
kompresi oleh tekanan lapisan garam.

Hal ini akan mengurangi pemancaran stress


ke casing.

Pengurangan ini besarnya sekitar 5 % untuk


casing 8 5/8 in di lubang 12 in.

Untuk mencapai hasil penyemenan yang


diinginkan maka strength semen harus :
Melindungi dan menyokong casing.
Menahan tekanan hidrolik yang tinggi tanpa

terjadi perekahan.
Menahan goncangan selama operasi
pemboran dan produksi.
Menyekat lubang dari fluida formasi yang
korosif.
Menyekat antar lapisan yang permeabel.

Becker dan Peterson, 1963 menyatakan


bahwa shear bond Strength dipengaruhi
oleh gaya adhesi (sifat kebasahan
permukaan), derajat hidrasi semen. Berlaku
secara umum bahwa kuat tarik semen
besarnya sekitar 1/12 dari compressive
strength.

Mengikuti anggapan ini, Farris menyimpulkan


bahwa compressive strength yang paling
rendah (100 psi) diperlukan untuk
mendukung casing.

SHEAR BOND STRENGTH

CHAPTER 9

Shear bond strength didefinisikan sebagai


kekuatan semen dalam menahan tekanan
tekanan yang berasal dari berat casing atau
menahan tekanan tekanan dalam arah
yang vertikal.

Pengukuran shear bond strength ini


dilakukan karena pada saat pengukuran
compressive strength tidak menunjukkan
harga shear bond strength dari ikatan antara
semen dengan casing atau semen dengan
formasi batuan.

Ikatan semen yang baik adalah tujuan utama dari


penyemenan primer.

Bearden dan Lane (1961) merancang percobaan


sederhana untuk menentukan shear bond
strength semen pada pipa.

Mereka menyimpulkan bahwa shear bond


strength sangat tergantung dari berbagai faktor,
yaitu :
Kenaikkan tensile strength
komposisi semen
temperatur dan tekanan pengkondisian serta waktunya
kekasaran permukaan casing
hadirnya pengotor lumpur atau minyak

LUAS PERMUKAAN BUBUK


SEMEN

CHAPTER 10

Sifat fisik batuan apabila ditambahkan suatu


liquid mempunyai sifat fisik yang berbeda
sebelum ditambahkan dengan liquid
tersebut, hal ini disebabkan karena suatu
padatan mempunyai densitas yang lebih
besar dari pada liquid

sehingga mengakibatkan adanya perbedaan


sifat fisik setelah ditambahkan dengan liquid,
oleh karena itu penting untuk dilakukannya
suatu pengujian luas permukaan butir
padatan

Pengujian luas permukaan bubuk semen


sangat berpengaruh pada kekuatan suspensi
semen dalam menahan tekanan formasi dan
tekanan casing.

Semakin besar luas permukaan bubuk suatu


semen, maka ukuran partikel semen semakin
kecil dan semen tersebut semakin kompak.

Dengan demikian semakin besar pula


kemampuan semen tersebut untuk menahan
tekanan.

Anda mungkin juga menyukai