Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEJARAH

1. MUSEUM BALAPUTRADEWA

A. Pendahuluan

Museum Balaputradewa terletak di Km 6,5 tepatnya di Jl. Srijaya Negara I No. 288,
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Lokasi museum ini dibeli oleh Gubernur
Sumsel pada tahun 1976 untuk dijadikan museum. Museum Balaputradewa
dibangun pada tahun 1978 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 5 November
1984. Awalnya museum ini bernama Museum Negeri Provinsi Sumatera Selatan
namun setelah keputusan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
1223/1999 tanggal 4 April 1990 nama museum diganti menjadi Museum Negeri
Sumatera Selatan Balaputradewa.

Museum Balaputradewa memiliki sekitar 3580 buah koleksi yang terdiri dari
barang-barang tradisional Palembang, binatang awetan dari berbagai daerah di
Sumatera Selatan, beberapa miniature rumah pedalaman, replica prasasti dari arca
kuno yang pernah ditemukan di Bukit Siguntang, batu-batu ukir raksasa dari jaman
Megalitikum, dan masih banyak lagi.

Koleksi di Museum Balaputradewa dibagi menjadi 10 macam kategori yaitu


histografi atau historika (cerita-cerita), etnografi, feologi, keramik, alat-alat
teknologi modern, seni rupa (berupa ukiran), flora fauna (biologika) dan geologi
serta terdapat rumah limas juga rumah Ulu Ali. Koleksi-koleksi di Museum
Balaputradewa ditempatkan pada 3 buah ruang pameran yang dikelompokan
menjadi ruang pamer zaman prasejarah, kesultanan Palembang Darussalam dan
masa perang kemerdekaan serta tambahan Rumah Limas (rumah/bangunan khas
Palembang).
B. Pembahasan

Relife kehidupan masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan.

Balaputradewa sendiri adalah nama seorang raja dari Kerajaan


Sriwijaya. Balaputradewa memerintah pada abad VIII-IX masehi. Balaputradewa
adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Sriwijaya karena di masa
pemerintahan beliaulah Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya sebagai
sebuah Kerajaan Maritime yang berkuasa hampir diseluruh Nusantara hingga
mencapai Thailand, India, Filipina dan China.

Memasuki pintu depan museum Balaputradewa kita akan langsung disuguhi


dengan gambar atau relief kehidupan masyarakat Palembang yang dipanjang persis
di depan dinding ruang masuk museum. Relief kehidupan masyarakat Palembang
tersebut menceritakan ada putri Palembang sedang menari Gending Sriwijaya yaitu
tarian khas Palembang yang sering ditampilkan untuk menyambut tamu, tari
Gending Sriwijaya sendiri pertama kali diperkenalkan pada 12 Agustus
1945. Kemudian pada relief ada pula rumah Bari yaitu rumah lama khas
Palembang. Ada pula gambar rumah Limas yaitu rumah adat Palembang dimana
di atasnya ada ornament tanduk kambing. Digambarkan pula pada relief tersebut
orang yang sedang bertenun songket. Lalu ada juga sungai musi yaitu sarana
transportasi utama di Palembang. Di gambarkan juga Jembatan Ampera yang
dibangun oelh bantuan Jepang tahun 1963 selesai 1965, jembatan Ampera sendiri
memiliki panjang 1717 meter. Dari gambar relief tersebut diceritakan pula bahwa
dahulu di Palembang terdapat banyak sekali sungai, diperkirakan di Palembang
dahulu terdapat 117 Sungai tapi sekarang hanya tinggal 17 sungai yang masih
mengalir, oleh karena itulah Belanda member julukan pada Palembang sebagai
Venesia dari Timur Jauh. Ternyata dari gambar relief juga menceritakan bahwa
dahulu Palembang adalah tempat menambang emas. Lalu dari gambar relief
membahas karena Palembang banyak terdapat rawa sehingga membuat rakyatnya
membuat rumah panggung agar bisa tinggal di atas rawa. Dan relief gambar juga
membahas dahulu wanita Palembang tidak memakai selendang melainkan
memakai Tudung Saji.

Kebudayaan Palembang mengenal alat-alat yang digunakan saat melamar


yaitu sena, nampar, bakul kecil dan bakul besar. Keseniaan Palembang memiliki
kemiripan dengan Arab. Sedangkan songket memiliki makna yang berbeda-beda
yaitu songket yang memiliki kekhasan mirip china dinamakan Bunga Cina dan
songket yang memiliki kekhasan mirip arab dinamakan Bunga Pacik. Songet yang
asli biasanya terbuat dari benang Masjanup dan memiliki nilai seni tinggi dan
harganya mahal. Dan pakaian pengantin khas Palembang banyak dibuat di daerah
Tanjung Baru.

C. Mengenal Hasil Cipta Mahakuasa

Gambar 4. Taman di tengah-tengah Museum Balaputradewa.

Di dalam museum Balaputradewa juga terdapat peninggalan yang berasal


dari alam yaitu: 1) gading gaja yaitu tulang gigi seri bagian atas pada gaja yang
memanjang menjadi taring, ditemukan di Pulau Bangka dimana diperkirakan fosil
tersebut sudah berumur lebih dari 1000 tahun; 2) Kayu sungkai yaitu sisa bahan
organic dari kayu sungkai yang terawetkan secara alami, kayu tersebut banyak
tumbuh di daerah OKU dimana umurnya diperkirakan lebih tua dari masa
Holosen. Lalu ada pulau pengetahuan tentang batu atau bahan-bahan kimia seperti:
1) Cassiterte (SnO2) yaitu batu timah; 2) Hematite (Fe2O3) yaitu mineral pada besi
merah; 3) Monazite (Xenotime) yaitu bahan tambang; dan 4) Lumite (Ce, Le, T, Th).

Terdapat pula tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh di Sumsel yaitu: 1)


Nanas (Ananascomosus) yaitu tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan; 2)
Tembesu (Fagrae spp.) yaitu pohon yang tumbuh liar dan banyak hidup di Sumatera
dan Malaysia; 3) Kopi (coffea) dimana yang banyak tumbuh di Sumsel adalah kopi
arabika dan robusta; 4) Lada (Pipesnigrum) yaitu termasuk dalam suku puperaceae
dimana biji lada memiliki kandungan alkaloid paperin dari piperidin yang berguna
bagi pembuatan heliotropin.
D. Mengenal Prasasti dari Masa Sriwijaya

Gambar 5. Penunjuk arah di Museum Balaputradewa.

Terdapat 5 buah relpika prasasti yang pernah ditemukan di wilayah Sumsel


yang berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya yaitu: 1) Prasasti Kedukan Bukit (1920);
2) Prasasti Talang Tuo; 3) Prasasti Kota Kapur; 4) Prasasti Telaga Batu; 5) Prasasti
Boombaru.

Prasasti dari kerajaan Sriwijaya ada yang mencerikan raja yang membawa
pasukan wdan mendirikan kerajaan Sriwijaya. Ada pula yang menceritakan pelayan
dari yang tertinggi sampai terendah harus berbakti pada raja (Telaga Batu). Nama
prasasti dari kerajaan Sriwijaya biasanya memakan huruf palawa dan bahasa Melayu
Kuno.

E. Kisah dari Tiap Ruang Pameran


Gambar 6. Ruang Pamer Kehidupan Pra Sejarah.

Ruang pamer 1 secara keseluruhan menceritakan tentang masa kehidupan di


jaman pra sejarah (kehidupan manusia purba). Di ruang pamer 1 telihat berbagai
lukisan dan berbagai situs peninggalan hewan-hewan purba yang disebut
Vitron. Kemudian ada pula yang menceritakan manusia purba pertama di pulau
Jawa yaitu Pithecanthropus erectus yaitu manusia purba yang berjalan tegak
ditemukan oleh Eugene Dubois. Terdapat pula beraneka ragam binatang yang
terdapat di daerah Sumsel yang telah diawetkan dengan cara membuang isi dalam
tubuhnya kemudian diisi dengan kapas seperti: buaya, beruang; macan; beruk;
semuni; biawak; kuskus; tringgiling dan masih banyak lagi. Terdapat pula kerangka
masuia purba yang ditemukan di gua harimau (OKU). Ada pula miniature gua putrid
yang merupakan situs tempat ditemukannya kerangka manusia pra sejarah. Selain
gua putrid ternyata gua harimau adalah situs tempat ditemukannya masuia purba
dengan jumlah yang terbanyak dan terlengkap se Indonesia bahkan Asia Tenggara,
di Gua Harimau pula ditemukan luksian yang diperkirakan dari masa pra sejarah
(purba) dimana dengan ditemukannya lukisan gua jaman pra sejarah di Gua Harimau
menjadikan tempat tesebut sebagai gua kedua atau yang pertama di Sumatera tempat
ditemukannya lukisan gua dari jaman purba setelah dua di daerah Sulawesi.

Gambar 7. Miniatur Gua Putri (OKU) tempat ditemukannya kerangka manusia


purba di Sumsel.

Selain itu di ruang pamer 1 juga dipamerkan batu-batu raksasa dari jaman
Megalitikum, batu-batu megalit tersebut kebanyakan ditemukan di daerah daataran
tinggi Basemah (Pasemah) yaitu Bengkulu, Muaraenim, Lahat dan
Pagaralam. Batu-batu megalitikum tersebut membuktikan bahwa dahulu teknologi
masa lalu/peradaban nenek moyang kita sudah sangat maju dan berkembang tidak
kalah dengan bangsa lain sehingga kita sebagai generasi penerusnya harus bangga
dengan apa yang telah nenek moyang kita tinggalkan untuk kita maka dari itu kita
harus senantiasa merawat dan menghargainya.
Gambar 8. Fasilitas baru di Museum Balaputradewa.

Gambar 9. Kerangka manusia purba yang ditemukan di Gua Pondok Salabe


(OKU).

Gambar 10. Wajah baru dari Museum Balaputradewa.


Gambar 11. Salah satu arca megalitikum dari masa pra sejarah yang ditemukan di
dataran tinggi Basemah.

Arca megalith ini menampilkan bentuk seorang laki-laki perkasa. Bentuk


mata bulat dan besar, tulang hidung besar dan lebar, demikian pula mulut dan
kedua bibir. Tulang rahang dan tulang dagu sangat menonjol. Telingan dan leher
juga digambarkan besar. Sama halnya dengan arca-arca primitive dari daerah
Pasemah yang lain, yang menggambarkan serba besar pada bagian-bagian tubuh
tertentu. Arca megalith ini berasal dari abad pertama masehi.

Gambar 12. Arca Buddha ditemukan di Desa Tingkip, Musi Rawas, Sumsel.
Berdiri di atas asana berbentuk Padmasamaganda mengenakan jubah tipis polos,
serta memperlihatkan sikap tangan Witarkamudra yang melambangkan sang
Buddha sedang mengajar. Berdasarkan kehalusan seni dan gaya pahatan yang
ditampilkan arca ini mengikuti gaya seni Dwarawati tetapi produksi lokal jaman
Sriwijaya.
Gambar 13. Batu Gajah ditemukan di Desa Kotaraya, Pagaralam pada tahun
1930an.

Oleh Van den Hoop arkeolog asal Belanda pada tahun 1930an Batu Gajah
ini dibawah dari Pagaralam ke Palembang. Arca Batu Gajah tidak hanya bernilai
Profan, namun lebih cenderung kepada hal-hal yang bernilai sakral, keberadaan
arca ini menjadi bukti akan tingginya tingkat teknologi seni pahat yang dicapai
masyarakat pada masa Megalitikum. Selain itu Batu Gajah adalah salah satu benda
yang dianggap sebagai korban/bukti dari kutukan “Si Pahit Lidah”, Legenda Si
Pahit Lidah menceritakan seseorang yang dapat mengutuk orang lain menjadi batu.

Di bagian lain luar ruang pamer menampilkan jenis arca yang diperoleh dari
daerah Pagaralam sebanyak 8 buah yang berasal dari jaman pra sejarah sekitar 2000
tahun yang lalu. Terdapat sebuah arca berbentuk patung kepala Budha yang berasal
dari daerah Pagaralam, terdapat juga arca berbentuk lembuh yang dikeraskan dimana
hewan ini dianggap sebagai kendaraan Dewa Shiwa, kemudian terdapat sebuah
patung berupa wadah panjang yang digunakan untuk meletakkan tulang manusia
ataupun tulang-tulang penduduk setempat yang telah mati dimana menurut sumber
cara tersebut dilakukan oleh para penganut Animisme pada masa dahulu kalah,
selanjutnya terdapat patung gajah yang dinamakan Ganesha berupa gajah menutup
kedua telinganya dimana patung ini memiliki bobot 5 ton yang di dapatkan di daerah
Pagaralam dan terakhir terdapat sebuah patung anak muda yang sedang menaiki
seekor binatang. Adapun secara keseluruhan arca-arca Agama Budha yang terdapat
di Museum Balaputradewa adalah:

1. Prasasti Arca Nanda


2. Arca Makara
3. Arca Perwujudan 1
4. Arca Perwujudan 2
5. Arca Perwujudan 3
6. Arca Siwamahaguru
7. Fragmen prasasti batu-batu Bumi Ayu
Gambar 14. Animasi Sultan Palembang yang menyambut tamu berkunjung ke
ruang pamer sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam.

Di ruang pamer ke 2 menyajikan peninggalan arca-arca dari masa kerajaan


Sriwijaya hingga peninggalan dari kerajaan Palembang Darussalam. Dari masa
kerajaan Sriwijaya terdapat replica prasasti Kedukan Bukit ditemukan pada 29
Desember 1920 yang mengisahkan tentang seorang raja yang membawa pasukan
sebanyak 2 laksa atau sekitar 2000 orang. Terdapat juga replica prasasti Telaga Batu
ditemukan pada tahun 1935 yang di atasnya terdapat 7 buah kepala ular
kobra. Kemudian ada pula replica prasasti Talang Tuo ditemukan pada 17
Desember 1920 yang mengisahkan bahwa sang raja membangun sebuah taman yang
bernama Sedi Kosetr. Masih banyak lagi prasasti-prasasti yang ditemukan di Pulau
Bangka pada tahun 1920an. Di museum ini juga terdapat prasasti Boom Baru
ditemukan 1950 yang bertuliskan huruf palawa bahasa Sangsekerta. Sangat menarik
melihat prasasti-prasasti tersebut karena prasasti itu adalah salah satu bukti nyata
bahwa dahulu memang pernah ada Kerahaan Sriwijaya yang tersohor itu dan lewat
prasasti ini kita dapat mengetahui sepenggal kisah yang disampaikan dari masa
kerjayaan Sriwiaya dahulu.

Di sudut lain dari ruang pamer 2 terdapat berbagai arca peninggalan dari
jaman Agama Hindu yang ditemukan di Bumi Ayu seperti arca Awalokiteswara, lalu
terdapat sebuah wadah guci yang mengisahkan bahwa manusia terdiri dari 4 unsur
yaitu api, air, udara dan tanah dimana pada masa lalu tubuh manusia yang sudah
meninggal dibakar dan abunya dimasukan ke dalam guci tersebut yang diberi nama
Bua Bua. Di sisi lain terdapat lukisan suasana Palembang pada masa Kerajaan
Sriwijaya saat berjaya di abad ke 7 Masehi sampai pertengahan abad 14 Masehi. Di
saat masa kehancuran Sriwijaya, kota Palembang menjadi tempat atau kota tak
bertuan maka datanglah 4 orang perompak dari Cina yang dipimpin oleh Lio
Tauming namun saat itu walaupun dengan kekuatan seadanya tetap dapat digempur
oleh Pangeran Ario Damar untuk mempertahankan kota Palembang dan akhirnya
berhasil. Ario Damar adalah seorang pangeran yang berasal dari
Majahpahit. Pangeran Ario Damar terkenal dengan nama Raden Patah. Raden
Patah ketika mengetahui ayahnya menjadi seorang raja di Majahpahit membuat ia
berniat kembali ke Majahpahit untuk memberitahukan kepada ayahnya tentang
keadaan di Sriwijaya namun menjadi sia-sia karena ayahnya telah meninggal dunia
terlebih dahulu kemudian Raden Patah bertemu dengan Wali Songo. Pada masa
pendudukan Belanda di Palembang, daerah yang dahulu dipertahankan oleh Raden
Patah dari serangan perompak Cina dibumi hanguskan oleh Belanda, daerah tersebut
dahulu di masa Kesultanan Palembang Darussalam dikenal dengan nama Kuto
Gawang dan sekarang menjadi Pabrik Pupuk Sriwijaya. Adapun peninggalan masa
Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam di Palembang adalah:

1. Manik-manik
2. Umpak batu
3. Arca tablet tanah liat
4. Kapak arca Awaloketiswara
5. Fregmen acra perunggu
6. Kaki arca
7. Dan lukisan abad 17 yang mengisahkan perang antara Kesultanan Palembang
Darussalam melawan Tentara Kolonial Belanda di depan Keraton Kuto Gawang
(sekarang Pabrik Pupuk Sriwijaya)

Gambar 15. Arca Awalokiteswara.

Arca ini aslinya terbuat dari batuan andesit, ditemukan di daerah Musi Ulu
Palembang. Arca digambarkan dalam posisi berdiri di atas asana tetapi sudah
hilang dan jari-jari kaki lurus ke depan. Mempunyai empat buah tangan, tiga di
antaranya telah patah, yang tersisa hanya tangan kiri belakang membawa sesuatu
yang tidak jelas. Menggunakan jubah, rambut ikal keriting, mata setengah tertutup,
hidung mancung, mulut seolah tersenyum dan lubang telinga pangan. Perhiasan
berupa upawita lebar yang berbentuk pita di atas bahunya. Ikat perut berbentuk
gasper juga berbentuk pita. Mahkota yang dikenakan diikat di kepala bagian
belakang dan pada mahkota tersebut terdapat arca Amithaba dalam posisi duduk di
atas padmasana. Pada bagian punggung arca ini terdapat prasasti pendek dengan
bahasa Sansekerta dan huruf jawa kuno, berbunyi: “accarya,, dan seterusnya”.
Arca ini diperkirakan berasal dari abad 9 Masehi.
Gambar 16. Diorama

Diaroma ini menggambarkan Keraton Kuto Gawang berdasarkan hasil


lukisan sketsa Joan van der Laen yang dibuat tahun 1659. Keratin dilukiskan
menghadap ke arah Sungai Musi (ke selatan) dengan pintu masuk melalui Sungai
Rengas. Disebelah timurnya berbatasan dengan Sungai Taligawe dan disebelah
baratnya berbatasan dengan Sungai Buah. Dalam gambar sketsa tampak Sungai
Taligawe, Sungai Rengas dan Sungai Buah tampak terus ke utara dan satu sama
lain tidak bersambung. Sebagai batas kota sisi utara adalah kayu besi dan kayu
unglen. Ditengah benteng tampak berdiri megah bangunan keraton yang letaknya
di sebelah barat Sungai Rengas. Keraton Kuto Gawang ini didirikan oelh Ki Gede
ing Suro pada awal abad ke 17 Masehi. Sekarang lokasi eks Keraton Kuto Gawang
telah berdiri Pabrik Pupuk Sriwijaya.

Gambar 17. Benda-benda budaya khas Palembang.


Gambar 18. Benda-benda kerajinan khas Palembang.

Gambar 19. Tampak foto seseorang dan alat pemintal benang.

Gambar 20. Songket khas Palembang.

Peninggalan kebudayaan dari masa kesultanan Palembang Darussalam, disalah satu


sisi diruang pamer 2 memajang lukisan seseorang bernama Sultan Mahmud
Badaruddin atau Joyo Wikromo atau Sultan Mahmud Badaruddin I pendiri daerah
di pinggir Sungai Musi yang sekarang dikenal dengan nama Benteng Kuto Besak
dan terlihat pula gambar Masjid Agung Palembang yang dibangun kurang lebih
selama 10 tahun dari tahun 1738 sampai 1746.
Gambar 21. Benda-benda sisi peninggalan masa kolonial Belanda di ruang pamer
masa kemerdekaan.

Gambar 22. Kitab-kitab jadul peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam.

Ruang pamer 3 menampilkan kumpulan koleksi-koleksi peninggalan pada


masa perang mempertahankan kemerdekaan. Di ruang pamer masa kemerdekaan
banyak terdapat benda-benda dari masa kolonial Belanda saat menjajah di wilayah
Palembang dan Sumatera Selatan. Di anatarnya ada uang atau koin mata uang dari
jaman Belanda, Jepang hingga awal kemerdekaan Indonesia. Kemudian ada benda-
benda kuno seperti radio, piringan hitam, pedang, pistol, pakaian, topi, meriam dan
masih banyak lagi.
Gambar 23. Rumah Limas khas Palembang.

Kemudian di bagian paling belakang dari Museum Balaputradewa kita dapat


singgah ke Rumah Limas. Rumah Limas di Museum Balaputradewa adalah rumah
yang dahulu dimiliki oleh orang arab bernama Sarip Abdurahman Al Habsi (Arif)
yang diangkat oleh Belanda menjadi seorang Kapitan. Rumah Limas tersebut
dibangun pada tahun 1836 Masehi lalu kemudian dijual kepada Pangeran
Betung. Rumah Limas tersebut masih sangat lengkap dengan berbagai macam
perabotan yang khas Palembang seperti kursi, lemari, lampu-lampu gantung, dan
lainnya. Rumah Limas tersebut terdiri dari 4 buah lantai atau biasa disebut
berkilat. Rumah Limas tersebut sudah 3 kali berpindah. Langit-langit Rumah Limas
dihiasi dengan lampu-lampu stolop dengan menggunakan lilin dan air sehingga
terlihat efek pelangi. Terdapat tanduk rusa sebagai gantungan pakaian, lemari
gerobok leket, pintu yang tidak menggunakan engsel dan umumnya Rumah Limas
menghadap kea rah Sungai.

Rumah Bergajah yaitu tempat orang-orang terhormat. Lalu terdapat Rumah


Hulu/Rumah Anti Gempa yaitu rumah yang tiangnya tidak ditanam namun hanya
menggunakan batu yang dijadikan sebagai penyanggah dan lantainya menggunakan
bambu. Rumah ini memiliki bobot yang ringan, dinding yang bisa dibuka dan tidak
memiliki jendela. Rumah ini sendiri ditemukan di daerah Asam Kelat.

Terdapat pula Gedung 3 Manusia dan Lingkungannya. Pada gedung tersebut


terdapat berbagai jenis alat transportasi seperti Liu-liu, gerobak, rakit dan perahu
serta ada Jali yaitu kelombu yang berbentu burung-burungan dimana biasanya joli-
joli ini diberikan untuk pengantin wanita sebagai lamaran juga ditambah dengan
sena/nampa dan songket. Di sini juga terlihat keranda berwarna hijau, ada juga
patung seorang ibu tua yang sedang menganyam songket dan songket tersebut hanya
boleh dipakai oelh seorang wanita yang sudah mempunyai suami. Hasil dari
tenunan patung ibu tua itu terpajang disebelah patung tersebut diantaranya adalah
songket bunga pacar, songket naga, songket beraung dan berbagai aksesoris
pengantin khas Sumsel seperti kalung dan gelang dari Tanjung Batu, Batik Pale,
Batik Supri dan lainnya. Kemudian yang terakhir di dalam Rumah Limas juga
terdapat 7 keranda orang meninggal (tudung) berwarna hitam.

Gambar 24. Galeri atau Ruang Pamer Kebudayaan Malaka.

Tambahan, di Museum Balaputradewa sekarang terdapat ruang khusus


pertukaran budaya antara Kesultanan Malaka (Malaysia) dan Palembang
(Indonesia). Ruang pamer (Galeri) kebudayaan Malaka ini baru dibuka sekitar tahun
2011 saat Sultan Malaka berkunjung ke Palembang. Ruang pamer kebudayaan
Malaka didedikasikan kepada masyarakat Palembang karena adanya keterikatan
batin dan budaya antara masyarakat Malaka dan Palembang. Sultan Iskandar Syah
yang lebih dikenal dengan nama Parameswara di Palembang merupakan sultan
pertama dan pendiri kerajaan Malaka, Sultan Iskandar Syah atau Parameswara
adalah orang Palembang asli yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Sriwijaya,
saat Sriwijaya hancur pada abad ke 14 Masehi dan akan diduduki oleh kerajaan
Majahpahit beliau (Parameswara) melarikan diri ke Semenanjung Malaka (Malaya),
kemudian di Malaka Parameswara menikah dengan penduduk setempat lalu masuk
Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Syah, Iskandar Syah lalu mendirikan
sebuah kerajaan di tanah barunya tersebut dengan nama Kesutanan Malaka. Itulah
sedikit kisah dari berdirinya Kerajaan Malaka di Semenanjung Malaya, oleh alasan
itulah mengapa Sultan Malaka berkunjung ke Palembang lalu kemudian membuka
Galeri Kebudayaan Malaka di Museum Balaputradewa agar para generasi muda di
Palembang dan di Malaka sadar dan mengetahui bahwa antar kedua tempat tersebut
memiliki ikatan batin dan budaya yang sangat erat dari diri leluhur mereka yaitu
sang raja terakhir Sriwijaya dan raja pertama di Malaka “Sang Mulia Baginda Sultan
Iskandar Syah atau Sri Baginda Parameswara”
F. Penutup

Gambar 25. Rumah Limas khas Palembang jadikan gambar di mata uang 10 ribu
rupiah.

Secara keseluruhan koleksi Museum Balaputradewa terdiri dari prasasti


peninggalan kerajaan Sriwijaya, benda-benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya,
benda-benda peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam, sejarah perang
kemerdekaan di Sumatera Selatan dan benda-benda kebudayaam dari Sumatera
Selatan. Dari koleksi-koleksi yang ada di Museum Balaputradewa memperlihatkan
bahwa Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat Agama Budha yang terkemuka di
dunia pada masa jayanya. Begitu banyak arca yang menggambarkan Budha yang
ditemukan di provinsi Sumatera Selatan yang kemudian menjadi bagian koleksi
Museum Balaputradewa. Di bagian belakang museum terdapat bangunan khas
Palembang yaitu Rumah Limas. Di bagian samping ruang pamer terdapat patung-
patung yang mengambarkan budha dari berbagai situs dan diduga merupakan situs
Kerajaan Sriwijaya. Salah satu patung atau arca yang paling terkenal dan sangat
menarik perhatian pengunjung adalah patung orang menaiki gajah yang merupakan
peninggalan era megalitikum di Sumatera Selatan tepatnya dari dataran tinggi
Basemah/Pasemah (Pagaralam, Lahat, Oku, Bengkulu/curup). Masyarakat setempat
menganggap bahwa patung orang menunggang gajah tersebut adalah salah satu
kutukan yang benar-benar terjadi dari kisah legenda masyarakat setempat yaitu
Legenda Si Pahit Lidah. Legenda Si Pahit Lidah mengisahkan bahwa siapa saja
yang dikutuk olehnya akan menjadi batu.
Gambar 26. Beberapa arca megalitikum yang pernah di temukan di Sumsel,
dipajang di pintu masuk Museum Balaputradewa.

2. MUSEUM TAMAN PURBAKALA SRIWIJAYA


A. Pengertian

Pendopo utama berbentuk bangunan Limasan di tengah-tengah pulau Nangka. Pendopo ini menyimpan
replika Prasasti Kedukan Bukit.

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya atau sebelumnya dikenal dengan nama Situs
Karanganyar adalah taman purbakala bekas kawasan permukiman dan taman yang dikaitkan
dengan kerajaan Sriwijaya yang terletak tepi utara Sungai Musi di kota Palembang, Sumatra
Selatan. Di kawasan ini ditemukan jaringan kanal, parit dan kolam yang disusun rapi dan
teratur yang memastikan bahwa kawasan ini adalah buatan manusia, sehingga dipercaya
bahwa pusat kerajaan Sriwijaya di Palembang terletak di situs ini. Di kawasan ini ditemukan
banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat
permukiman dan pusat aktivitas manusia.
Lokasi Sunting
B. Lokasi
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya terletak di sebelah barat daya pusat kota Palembang (warna hijau). Situs ini
membentuk poros yang menghubungkan Bukit Seguntangdan tepian Sungai Musi.

Secara administratif, situs Karanganyar terletak di Jalan Syakhyakirti, Kelurahan


Karanganyar, Kecamatan Gandus, Palembang. Terletak pada dataran aluvial pada
meander Sungai Musi berhadapan dengan pertemuan sungai Musi dengan sungai Ogan dan
Kramasan. Belahan utara Sungai Musi sudah sejak lama diketahui sebagi lokasi sejumlah
situs arkeologi yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-15 masehi, di antaranya adalah situs
Kambang Unglen, Padang Kapas, Ladang Sirap, dan Bukit Seguntang yang terletak dekat
dengan situs Karanganyar.
Situs Karanganyar pada umumnya memiliki ketinggian kurang dari 2 meter dari
permukaan sungai Musi. Berada sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota
Palembang, tepatnya di sebelah selatan Bukit Seguntang. Taman Purbakala ini dapat dicapai
dari pusat kota Palembang dengan kendaraan umum dengan jurusan Tangga Buntung-
Gandus.

Situs Karanganyar terbagi atas tiga subsitus, yaitu subsitus Karanganyar 1, 2, dan 3.
Yang terbesar adalah subsitus Karanganyar 1 berupa sebuah kolam berdenah empat persegi
panjang membujur arah utara-selatan berukuran 623 x 325 meter. Di tengah kolam ini
terdapat dua pulau, yaitu Pulau Nangka dan Pulau Cempaka. Pulau Nangka berukuran 462 x
325 meter, sedangkan Pulau Cempaka berukuran 40 x 40 meter. Pulau Nangka dikelilingi
parit-parit berukuran 15 x 1190 meter. Subsitus Karanganyar 2 terletak di sebelah barat daya
kolam 1 dan merupakan kolam kecil, ditengahnya terdapat pulau kecil berdenah bujur
sangkar dengan ukuran 40 x 40 meter. Subsitus Karanganyar 3 berada di sebelah timur
subsitus Karanganyar 1 dengan denah bujur sangkar berukuran 60 x 60 meter.

Ketiga subsitus tersebut dihubungkan oleh parit yang berjumlah tujuh buah. Parit 1
merupakan parit terpanjang, yaitu 3 kilometer dengan lebar 25 sampai 30 meter. Parit ini oleh
penduduk setempat dinamai parit Suak Bujang. Sejajar dengan parit 1 terdapat parit 2 dengan
panjang 1,6 kilometer. Parit ini terletak di sebelah selatan subsitus Karanganyar 1 dan 3.
Ujung parit ini berasal dari subsitus Karanganyar 2, sedangkan ujung timurnya bernuara di
sungai Musi. Parit 1 dan 2 dihubungkan dengan parit 3 yang terletak di antara subsitus 1 dan
3. panjang parit 3 sekitar 700 meter membujur utara-selatan. Masih ada parit lain yang sejajar
dengan parit 3, yaitu parit 4 dan 5 yang terletak di sebelah barat subsitus 1. Ujung selatan
parit 4 dan 5 berakhir di parit 2. Dari parit 2 terdapat dua buah parit yang ujung selatannya
bermuara di sungai Musi, yaitu parit 6 dan 7.
C. Temuan purbakala Sunting

Pulau Cempaka, pulau buatan berbentuk bujur sangkar di tengah-tengah kolam.

Di lokasi yang dipercaya sebagai sisa taman kerajaan masa Sriwijaya ini dijumpai
artefak yang menampakkan aktivitas keseharian masyarakatnya, seperti manik-manik,
struktur batu bata, damar, tali ijuk, keramik, dan sisa perahu. Temuan-temuan tersebut
diperoleh saat pembangunan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya maupun melalui kegiatan
penyelamatan temuan di sekitar kawasan ini. Rekonstruksi atas fragmen keramik yang
banyak ditemukan memperlihatkan adanya penggunaan, tempayan, guci, buli-buli, mangkuk,
dan piring. Sedangkan berdasarkan rekonstruksi dari sisa gerabah menunjukkan pemanfaatan
berbagai bentuk tungku atau anglo, kendi, periuk, tempayan, pasu, dan bahkan genteng.
Kumpulan temuan-temuan ini menunjukkan betapa padatnya aktivitas keseharian masyarakat
yang hidup di kawasan ini pada masa lalu.

Situs ini utamanya menampilkan struktur bangunan air berupa kolam, pulau buatan, dan
parit yang keberadaannya menjadi bukti kehadiran manusia yang menetap dalam jangka
waktu yang cukup lama. Diperkirakan penduduk yang dulu menghuni kawasan Karanganyar
menggali kanal atau parit seperti parit Suak Bujang, baik untuk saluran drainase tata air
penangkal banjir maupun sebagai sarana transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah
pedalaman di sekitar situs dengan sungai Musi.

Pada tahun 1985 dilakukan penggalian arkeologi dan berlanjut pada tahun 1989. Dari
penggalian ini ditemukan banyak temuan pecahan tembikar, keramik, manik-manik, dan dan
struktur bata. Berdasarkan hasil analisis keramik-keramik China yang ditemukan di kawasan
ini berasal dari dinasti Tang (abad VII-X M), song (abad X-XII M), Yuan (abad XIII-XIV
M), dan dinasti Qing (abad XVII-XIX M) yang umumnya terdiri dari tempayan, buli-buli,
pasu, mangkuk, dan piring. Sedangkan penggalian yang dilakukan di Pulau Cempaka berhasil
menampakkan kembali sisa bangunan berupa struktur bata pada kedalaman 30 cm dengan
orientasi timur-barat. Selain jejaring kanal, kolam dan struktur bata, di situs ini tidak
ditemukan bekas peninggalan bangunan candi atau bekas istana yang signifikan. Hal ini
berbeda dengan situs Muaro Jambi yang memiliki peninggalan berupa bangunan candi
berbahan bata merah. Para ahli arkeologi berpendapat bahwa sedikitnya temuan bangunan
karena lokasi situs ini. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang berada di tepian sungai
dan hutan lebat di Sumatra. Karena tidak terdapat gunung berapi yang menyimpan batu,
bangunan peribadatan, istana, dan rumah-rumah penduduk dibuat dari kayu atau bahan bata.
Akibatnya, bangunan cepat rusak hanya dalam hitungan paling lama 200 tahun. Ditambah
lagi dengan tingginya tingkat kelembaban serta kemungkinan banjir rutin dari luapan sungai
Musi di dekatnya yang dengan mudah dapat merusak bangunan kayu dan bata.
Pembangunan taman purbakala Sunting

Berdasarkan interpretasi dan temuan dari foto udara tahun 1984 menunjukkan bahwa
situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta
pulau buatan yang disusun rapi. Dapat dipastikan situs ini adalah buatan manusia. Bangunan
air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang,
serta parit dengan luas areal meliputi 20 hektare. Serangkaian kanal, pulau buatan, dan
bagian-bagian lainnya menampilkan situs Karanganyar sebagai karya arsitektur lansekap
yang berkaitan dengan bangunan air.

Oleh pemerintah Sumatra Selatan kawasan ini dipugar, kanal-kanalnya dirapikan untuk
dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya yang diresmikan oleh presiden Soeharto pada
tanggal 22 Desember 1994. Di dalam taman purbakala ini terdapat Museum Sriwijaya, yaitu
pusat informasi mengenai situs dan temuan Sriwijaya di Palembang. Pada bagian tengah situs
ini terdapat pendopo berarsitektur rumah limas khas Palembang yang ditengahnya disimpan
replika Prasasti Kedukan Bukit dalam kotak kaca. Prasasti ini menceritakan mengenai
perjalanan Siddhayatra Dapunta Hyang yang dianggap sebagai tonggak sejarah berdirinya
kemaharajaan Sriwijaya. Setelah lebih dari satu dasawarsa didirikan, fungsi Taman Purbakala
Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Informasi Sriwijaya dan sebagai daya tarik wisata budaya
di Palembang masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian besar masyarakat
Palembang sekarang masih belum mengetahui keberadaan taman purbakala ini sebagai
peninggalan masa Sriwijaya, apalagi sebagai pusat informasi tentang Sriwijaya. Selama ini
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan
masyarakat. Sayang sekali kini kompleks taman purbakala ini terbengkalai dan

Anda mungkin juga menyukai