Anda di halaman 1dari 151

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KETERAMPILANDENGAN MENGGUNAKAN

MODEL PEMBELAJARAN TRAINING WITHIN INDUSTRY (TWI)

Muhammad Yasser Arafat


Universitas Negeri Gorontalo
email: muhammadyasser@ung.ac.id

Abstrak
Perbedaan tingkat kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang
disajikan oleh instruktur/gurumerupakan salah satu kendala dalam proses belajar
mengajar pada pendidikan nonformal.Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat
keheterogenan peserta didik yang disebabkan oleh perbedaan umur, tingkat
pendidikan, serta disiplin ilmu pendidikan yang pernah didapatkan sebelumnya.
Salah satu solusi masalah tersebut adalah penggunaan model pembelajaran yang
sesuai untuk mempermudah penyajian materi agar dapat diterima secara universal
oleh keterogenan peserta didik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
pengaruh penggunaan model pembelajaran Training Within Industry (TWI)
terhadap hasil belajar keterampilan (skill) pada peserta didik pendidikan nonformal
dengan peserta didik yang heterogen. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan rancangan penelitian Quasi Experimental yakni rancangan
kelompok kontrol dan eksperimen (pretest dan post test) tidak ekuivalen
(nonequivalent (pre test and post test) control-group Design). Data penelitian
diperoleh dengan melakukan tes dan observasi terhadap 31 peserta didik sebagai
subjek penelitian. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan teknik statistik
non parametrik Mann Withney.Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh
model pembelajaran TWI terhadap peningkatan keterampilan peserta didik. Hal ini
dapat dilihat dari perbedaan yang signifikan hasil belajar keterampilan (skill)
peserta didik dengan probablitas signifikan (p) sebesar 0,000 antara yang
menggunakan model pembelajaran TWI dan model pembelajaran mandiri (model
belajar yang digunakan sebelumnya). Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan
kepada instruktur/guru untuk menggunakan dan mengembangkan model
pembelajaran TWI dalam upaya meningkatan hasil belajar keterampilan (skill)
peserta didik yang heterogen.
Kata kunci: Training Within Industry, hasil belajar keterampilan

PENDAHULUAN Latar belakang peserta didik pada


Pendidikan berlangsung pada tiga pendidikan nonformal memiliki tingkat
tempat yakni pendidikan di lingkungan heterogen yang tinggi merupakan salah
keluarga (informal), pendidikan di satu kendala dalam proses belajar
lingkungan masyarakat (nonformal) dan mengajar. Perbedaan umur, jenjang
pendidikan di lingkungan sekolah (formal) pendidikan, serta disiplin ilmu pendidikan
(Sukmadinata, 2011:1). Hal ini dipertegas yang pernah didapatkan akan berpengaruh
dalam Undang-Undang Republik Indonesia terhadap tingkat kemampuan peserta didik
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem menyerap materi yang disajikan oleh
Pendidikan Nasional pasal 13 bahwa jalur instruktur (guru). Olehnya itu, kemampuan
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, instruktur dalam menyampaikan materi
nonformal, dan informal yang dapat saling serta penggunaan model-model
melengkapi dan memperkaya. pembelajaran yang cocok untuk dapat
Pendidikan nonformal membuka diterima secara universal oleh
ruang bagi masyarakat yang memiliki latar keheterogenan peserta didik sangat
belakang jenjang pendidikan yang berbeda- diperlukan. Penggunaan model belajar
beda, umur yang beragam dan tidak yang tidak cocok akan berdampak pada
mampu menempuh pendidikan formal ketercapaian kompetensi sebagai tujuan
untuk meningkatkan kompetensi pembelajaran tidak tercapai dengan
(keterampilan) dalam satu kelas maksimal.
pembelajaran. Hal ini mengakibatkan Nolker & Schoenfeldt dalam Wena
tingkat heterogen peserta didik pada (2012:101) mengemukakan bahwa salah
pendidikan nonformal sangat tinggi. satu model dan strategi pembelajaran untuk

Volume 8 Nomor 3 September 2017 309


mengajarkan keterampilan dasar kerjuruan model pembelajaran dalam
adalah model pembelajaran Training Within menyajikan materi dengan kondisi
Industry (TWI) yang terdiri dari lima peserta didik yang heterogen dalam
prosedur pengajaran praktik yang harus rangka peningkatan hasil belajar
dilakukan yakni, (1) tahap persiapan, (2) keterampilan (skill).
tahap peragaan, (3) tahap peniruan, (4) 2. Bagi lembaga-lembaga pendidikan
tahap praktik dan (5) tahap evaluasi. nonformal, dapat dijadikan sebagai
Beberapa penelitian model salah satu landasan pengambilan
pembelajaran Traning Within Industry (TWI) kebijakan dalam rangka peningkatan
telah dilakukan, yaitu (1) Farid (2012), mutu pendidikan dan pelatihan di
melakukanpengembangan bahan ajar pendidikan nonformal
praktikum elektronika digital berbasis 3. Dapat dijadikan bahan referensi bagi
strategi Training Within Industry (TWI), (2) peneliti lain untuk mengembangkan
Sugiarto (2011) mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait dengan
rancangan pelaksanaan pembelajaran dan model pembelajaran Training Within
lembar kerja mata kuliah praktik kayu Industry (TWI) di pendidikan
menggunakan pendekatan pembelajaran nonformal.
model Training Within Industry (TWI), dan
(3) Sumaryoto (2008) PEMBAHASAN
meningkatkanprestasi belajar peserta Kajian Teori
didikmeneliti dengan pendekatan Usaha untuk mengatasi berbagai
pengajaran model Training Within Industry. masalah problematika dalam pelaksanaan
Mencermati permasalahan di atas pembelajaran tentu diperlukan model-
serta pentingnya kompetensi (keterampilan) model pembelajaran yang dipandang
yang harus dimiliki peserta didik sebagai mampu mengatasi kesulitan pengajar
output. Maka model belajar pada melaksanakan tugas mengajar dan juga
pendidikan nonformal harus tepat. Olehnya kesulitan belajar peserta didik.
itu, penelitian ini akan meneliti pengaruh Uno (2011:9) menjelaskan bahwa
menerapkan model pembelajaran Training kriteria pemilihan strategi pembelajaran
Within Industry (TWI) terhadap hasil belajar hendaknya dilandasi prinsip efisiensi dan
keterampilan pada pendidikan nonformal. efektifitas dalam mencapai tujuan
Tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan
Tujuan penelitian ini adalah peserta didik. Pengajar haruslah berpikir,
meningkatnya hasil belajar keterampilan strategi atau model pembelajaran yang
peserta didik pada pendidikan nonformal manakah yang paling efektif dan efisien
dengan menggunakan model pembelajaran dapat membantu peserta didik dalam
Trining Within Industry (TWI) mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Masalah Pemilihan strategi atau model
Masalah umum yang akan pembelajaran yang tepat diharapkan agar
diungkap pada penelitian ini adalah peserta didik dapat melaksanakan kegiatan
keefektifan model pembelajaran Training pembelajaran secara optimal.
Within Industry (TWI) dalam meningkatkan 1) Model
hasil belajar keterampilan peserta didik. Model diartikan sebagai kerangka
Permasalahan tersebut dirumuskan ke konseptual yang digunakan sebagai
dalam pertanyaan, apakah ada perbedaan pedoman dalam melakukan kegiatan.
hasil belajar keterampilan (skill) peserta Pribadi (2011:86) mengemukakan
didik antara yang menggunakan model pengertian model sebagai sesuatu yang
pembelajaran Training Within Industry menggambarkan adanya pola berpikir.
(TWI) dan model pembelajaran mandiri. Sebuah model biasanya menggambarkan
Manfaat keseluruhan konsep yang saling berkaitan.
Hasil penelitian ini dapat Model juga dapat dipandang sebagai upaya
memberikan manfaat dalam rangka upaya mengkonkretkan sebuah teori sekaligus
peningkatan mutu pembelajaran di juga merupakan sebuah analogi dan
pendidikan nonformal. Adapun manfaat representasi dari variabel-variabel yang
penelitian ini adalah sebagai berikut. terdapat di dalam teori tersebut.
1. Bagi instruktur (guru), model Model dapat dipahami sebagai (1)
pembelajaran Training Within Industry suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi
(TWI) dapat dijadikan salah satu atau analogi yang dipergunakan untuk

310 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


membantu proses visualisasi sesuatu yang suatu objek (pengetahuan, sikap, atau
tidak dapat dengan langsung diamati, (3) keterampilan) tertentu.
suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, Berpijak dari beberapa pendapat di
dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk atas, dapat dikemukakan bahwa belajar
menggambarkan secara matematis suatu umumnya diartikan sebagai sebuah proses
objek atau peristiwa, (4) suatu desain atau interaksi yang dilakukan seseorang
sederhana dari suatu sistem kerja, suatu dalam memperoleh sesuatu yang baru
terjemahan realitas yang sederhana, (5) dalam bentuk perubahan perilaku sebagai
suatu deskripsi dari suatu sistem yang hasil dari pengalaman-pengalaman yang
mungkin atau imajiner, dan (6) penyajian diperoleh dari belajar. Perubahan perilaku
yang diperkecil agar dapat menjelaskan tersebut akan tampak dalam penguasaan
dan menunjukkan sifat bentuk aslinya peserta didik terhadap pola-pola tanggapan
(Kamaruddin dalam Sagala, 2006:175). baru terhadap lingkungannya yang berupa
2) Belajar keterampilan (skill), sikap atau pendirian
Belajar adalah kegiatan yang (attitude) dan pengetahuan (knowledge).
dilakukan oleh sesorang agar memiliki 3) Pembelajaran
kompetensi berupa keterampilan dan Gagne (1977:1) mendefinisikan
pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga istilah pembelajaran sebagai a set of events
dapat dipandang sebagai sebuah proses embedded in purposeful activities that
elaborasi dalam upaya pencarian makna facilitate learning. Pembelajaran adalah
yang dilakukan oleh individu. Proses belajar serangkaian aktivitas yang sengaja
pada dasarnya dilakukan untuk diciptakan dengan maksud untuk
meningkatkan kemampuan atau memudahkan terjadinya proses belajar
kompetensi personal (Pribadi, 2011:6). mengajar.
Lebih lanjut Bistari (2012:60) Pribadi (2011:56) mengemukakan
mengungkapkan bahwa belajar adalah bahwa pembelajaran didefinisikan sebagai
suatu proses mengasimilasi dan sebuah aktivitas untuk memfasilitasi proses
menghubungkan pengalaman yang dimiliki belajar, dapat dipandang sebagai sebuah
dengan bahan yang dipelajari sehingga sistem. Dalam konteks ini, pembelajaran
pengertiannya berkembang. memiliki komponen-komponen yang saling
Sanjaya (2011:107) mengartikan berinteraksi untuk mencapai tujuan.
belajar adalah proses berpikir dimana Selanjutnya Miarso (2005:144)
belajar berpikir menekankan kepada proses memaknai istilah pembelajaran sebagai
pencarian dan menemukan pengetahuan aktivitas atau kegiatan yang berfokus pada
melalui interaksi antara individu dengan kondisi dan kepentingan pembelajaran
lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir (learner centered). Istilah pembelajaran
proses pendidikan dan pelatihan tidak digunakan untuk menggantikan istilah
hanya menekankan kepada akumulasi mengajaran yang lebih bersifat sebagai
pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang aktivitas yang berfokus pada guru (teacher
diutamakan adalah kemampuan peserta centered). Oleh karenanya, kegiatan
didik untuk memperoleh pengetahuannya pengajaran perlu dibedakan dari kegiatan
sendiri. pembelajaran.
Woolfolk dalam Bistari (2012:59) Lebih lanjut, Miarso menyatakan
mengemukakan bahwa belajar memiliki arti bahwa pengajaran merupakan istilah yang
(1) to gain knowledge, comprehension, or diartikan sebagai penyajian bahan ajaran
mastery of trough experince of study, (2) to yang dilakukan oleh seorang pengajar.
fix in the mind or memory, memorize, (3) to Berbeda dengan istilah pengajaran,
acquire trough experience, (4) to became kegiatan pembelajaran tidak harus
inform of to find out. Belajar memiliki diberikan oleh pengajar karena kegiatan itu
pengertian memperoleh pengetahuan atau dapat dilakukan oleh perancang dan
menguasai pengetahuan melalui pengembang sumber belajar
pengalaman, mengingat, menguasai Bistari (2012:60) mengartikan
pengalaman, dan mendapatkan informasi pembelajaran merupakan upaya penataan
atau menemukan. Selanjutnya Uno lingkungan yang memberi nuansa agar
(2011:194) mengemukakan bahwa belajar program belajar tumbuh dan berkembang
diartikan sebagai proses perubahan secara optimal. Proses pembelajaran
perilaku sesorang setelah mempelajari bersifat eksternal yang sengaja

Volume 8 Nomor 3 September 2017 311


direncanakan dan bersifat rekayasa Pemilihan metode pembelajaran yang tepat
perilaku. dapat membantu peserta didik mencapai
Dick & Carey dalam Pribadi tujuan pembelajaran atau melakukan
(2011:11) mendefinisikan pembelajaran internalisasi terhadap isi atau materi
sebagai rangkaian peristiwa atau kegiatan pembelajaran.
yang disampaikan secara terstruktur dan Uno (2011:1) mengutip beberapa
terencana dengan menggunakan sebuah definisi model dan strategi pembelajaran
atau beberapa jenis media. Proses dari beberapa pakar pembelajaran
pembelajaran mempunyai tujuan agar (instructional technology), diantaranya
siswa dapat mencapai kompetensi seperti adalah sebagai berikut: (a) Kozna (1989)
yang diharapkan. Usaha untuk mencapai secara umum menjelaskan bahwa strategi
tujuan tersebut, proses pembelajaran perlu pembelajaran dapat diartikan sebagai
dirancang secara sistematik dan sistemik. setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang
Proses perancangan aktivitas pembelajaran dapat memberikan fasilitas atau bantuan
disebut dengan istilah desain sistem kepada peserta didik menuju tercapainya
pembelajaran. tujuan pembelajaran tertentu, (b) Gerlach
Aktivitas pembelajaran akan dan Ely (1980) menjelaskan bahwa strategi
memudahkan terjadinya proses belajar pembelajaran merupakan cara-cara yang
apabila mampu mendukung peristiwa dipilih untuk menyampaikan metode
internal yang terkait dengan pemrosesan pembelajaran dalam lingkungan
informasi. Pemrosesan informasi yang baik pembelajaran tertentu. Selanjutnya
dapat mengarahkan kepada terjadinya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi
proses belajar mengajar yang efektif dan pembelajaran dimaksud meliputi sifat
efisien. lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran
Menyimpulkan beberapa pendapat yang dapat memberikan pengalaman
di atas dapat dikemukakan bahwa belajar peserta didik, (c) Dick dan Carey
pembelajaran adalah proses yang sengaja (1990) menjelaskan bahwa strategi
dirancang untuk menciptakan terjadinya pembelajaran terdiri atas seluruh
aktivitas belajar dalam diri individu. komponen materi pembelajaran dan
Pembelajaran merupakan sesuatu hal yang prosedur atau tahapan kegiatan belajar
bersifat eksternal dan sengaja dirancang yang/atau digunakanoleh guru dalam
untuk mendukung terjadinya proses belajar rangka membantu peserta didik mencapai
internal dalam diri individu. tujuan pembelajaran tertentu. Menurut
4) Model Pembelajaran mereka strategi pembelajaran bukan hanya
Sagala (2006:176) menjelaskan terbatas prosedur atau tahapan kegiatan
bahwa model pembelajaran dapat dipahami belajar saja, melainkan termasuk juga
sebagai kerangka konseptual yang pengaturan materi atau paket program
mendekripsikan dan melukiskan prosedur pembelajaran yang akan disampaikan
yang sistematik dalam mengorganisasi kepada peserta didik, (d) Gropper (1990)
pengalaman belajar dan pembelajaran mengatakan bahwa strategi pembelajaran
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan merupakan pemilihan atas berbagai jenis
berfungsi sebagai pedoman bagi latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan
perencanaan pengajaran bagi pengajar pembelajaran yang ingin dicapai. Ia
dalam melaksanakan aktivitas menegaskan bahwa setiap tingkah laku
pembelajaran. yang diharapkan dapat tercapai oleh
Model pembelajaran pada peserta didik dalam kegiatan belajarnya
dasarnya dapat diartikan sebagai cara-cara harus dapat dipraktikkan.
yang perlu dipilih dan digunakan untuk Menyimpulkan beberapa pendapat
mengoptimalkan ketercapaian tujuan di atas dapat dikemukakan bahwa model
pembelajaran. Model pembelajaran pembelajaran merupakan suatu pola yang
merupakan serangkaian cara untuk telah dirancang dengan baik, memiliki
mengoptimalkan proses dan hasil belajar efisiensi dan efektifitas, dapat
peserta didik (Moedzakir, 2010:85). Sejalan diimplementasikan dengan mudah dan
dengan yang diungkapkan Smaldino dalam praktis sehingga dapat digunakan untuk
Prbadi (2011:42) bahwa model mengoptimalkan ketercapaian tujuan
pembelajaran adalah proses atau prosedur pembelajaran.
yang digunakan oleh guru atau instruktur 5) Model Pembelajaran Training Within
untuk mencapai tujuan atau kompetensi. Industry (TWI) sebagai Model

312 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Pembelajaran pada pendidikan menekankan bahwa peserta didik mungkin
nonformal bisa melakukan pada langkah pertama dan
Allen dalam Huntzinger (2002:8) kedua. Namun, pelajaran tersebut tidak
mengemukakan empat langkah dalam berarti jika tidak dapat diaplikasikan. Pada
proses pembelajaran Training Within tahap ini juga dilakukan evaluasi, (4)
Industry (TWI). Langkah-langkah tersebut pengujian, pada tahap ini peserta didik
adalah sebagai berikut; (1) persiapan, yaitu melakukan pekerjaan sendiri untuk diuji
menciptakan dalam pikiran peserta didik dengan pengawasan instruktur. Jika
hubungan antara masa lalu mereka, peserta didik tidak dapat melakukan
pengalaman dengan pelajaran. Instruktur pekerjaan secara independen maka
sebaiknya mampu membawa para peserta diasumsikan instruktur tidak menggunakan
didik untuk dapat mengaitkan hal tersebut, dengan tepat metode pengajaran. Allen
(2) presentasi, yaitu menanamkan menekankan bahwa jika setiap langkah
pengetahuan kepada peserta didik, (3) pelajaran dengan hati-hati dikembangkan
aplikasi, yaitu menetapkan apakah dan benar diajarkan, pelajar tidak akan
pelajaran tersebut dapat dilakukan. Allen gagal dalam langkah tes.

Tabel 1. Proses Model Pembelajaran Training Within Industry(TWI) Menurut


Allen; Huntzinger (2002:8)
Steps Function Description
1 Preparation To make the learners think about certain thing to aid him in
comprehending the new thing to be tought
2 Presentation To add the new idea to these already in the learner’s mind
3 Application To train the learner in actually applying what was presented
to them ini the preceding step and to check the degree which
it was learned
4 Testing To inspect the result of the teaching by testing the ability of
the learner to do the new idea alone.

Lebih rinci Nolker & Schonfeldt beberapa kelemahan model Training Within
dalam Wena (2012:101) mengemukakan Industry (TWI), antara lain (1) tidak
bahwa pengajaran praktik dasar kejuruan sepenuhnya dapat membekali kemampuan
yang umum digunakan adalah model atau keterampilan guna menghadapi situasi
Training Within Industry (TWI) meliputi (1) krisis dalam profesi, (2) menyebabkan
tahap persiapan, (2) tahap peragaan, (3) peserta didik tergantung pada pengajar, (3)
tahap peniruan, (4) tahap praktik, dan (5) merintangi perkembangan kemampuan
tahap evaluasi. Namun penggunaan model untuk bekerja sama, dan (4) tidak
tersebut memiliki beberapa kekurangan mengetengahkan problem-problem
untuk diterapkan. Nolker & Schonfeldt komplek yang jangkauannya melampaui
dalam Wena (2001:6) mengemukakan batas-batas bidang profesi sendiri.
Tahap
Persiapan

Tahap
Peragaan

Gambar 1. Model Pembelajaran Training


Model Belajar Within Industry (TWI) (diadaptasi dari Wena,
Training Within Tahap
Peniruan 2012:105)
Industry (TWI)

Tahap
Praktik

Tahap
Evaluasi

Volume 8 Nomor 3 September 2017 313


 Tahap Persiapan yang telah diperagakan oleh instruktur.
Wena (2001:4) menjelaskan bahwa Kegiatan peniruan yang dilakukan peserta
tahap persiapan secara garis besar adalah didik harus ditata dan diorganisasikan ke
mempersiapkan lembar kerja, menjelaskan dalam kegiatan belajar praktik sehingga
tujuan pembelajaran dan pelatihan, peserta didik betul-betul mampu memahami
menjelaskan arti pentingnya pencapaian dan melakukan kegiatan kerja sesuai
tujuan pembelajaran, membangkitkan minat dengan tujuan pengajaran dan pelatihan
peserta didik, menilai dan menetapkan praktik. Instruktur pada tahap ini harus
kemampuan awal peserta didik. Secara memperhatikan langkah-langkah kerja yang
pokok kegiatan guru pada tahap ini adalah dilakukan oleh peserta didik, mengawasi
merencanakan, menata dan proses kerja peserta didik dan bila terdapat
memformulasikan kondisi-kondisi hal-hal yang tidak sesuai, maka dilakukan
pengajaran dan pelatihan, sehingga ada pengulangan kerja sampai peserta dapat
kaitannya secara sistematis dengan melakukan tugas kerja dengan benar.
metode yang akan diterapkan.  Tahap Praktik
 Tahap Peragaan Peserta didik mengulangi aktivitas
Tahap ini, instruktur sudah mulai kerja yang baru dipelajari sampai
memasuki tahap implementasi. keterampilan kerja yang dipelajari tersebut
Penggunaan metode pengajaran dan betul-betul dikuasai sepenuhnya. Hal
pelatihan harus mulai dipertimbangkan. penting yang perlu diperhatikan instruktur
Tahap ini strategi penyampaian harus dalam tahap ini adalah pengaturan strategi
disesuaiakan dengan perangkat pengajaran pengelolahan dan pengorganisasian
yang digunakan. Konsep materi mesti pengajaran dan pelatihan praktik sehingga
dipahami oleh peserta didik yang dibuktikan peserta didik betul-betul mampu melakukan
dengan respon umpan balik. Langkah kegiatan belajar praktik secara optimal.
selanjutnya pada tahap ini adalah instruktur  Tahap Evaluasi
memperagakan secara nyata pekerjaan Kegiatan evaluasi dilaksanakan
yang harus dipelajari, menjelaskan cara setelah selesai kegiatan proses belajar
kerja yang baik, memperhatikan posisi kerja mengajar. Evaluasi ini dimaksudkan untuk
sedemikian rupa sehingga peserta didik mengukur ketercapain tujuan pembelajaran
dapat mengikuti proses kerja yang sama yang dirumuskan sebelumnya. Tahap
dengan sudut pandang dan cara kerja evaluasi merupakan tahap akhir dari model
instruktur. pembelajaran Training Within Industry
 Tahap Peniruan (TWI).Secara umum proses belajar
Setalah tahap peragaan mengajar dengan menggunakan model
dilaksanakan secara seksama, maka baru pembelajaran Trining Within Industry (TWI)
dilanjutkan dengan tahap peniruan. Peserta dapat dilihat sintaks model pembelajaran
didik pada tahap peniruan melakukan Trining Within Industry (TWI) pada tabel
kegiatan kerja menirukan aktivitas kerja berikut.

Tabel 2. Sintaks Model Pembelajaran Training Within Industry


(diadaptasi dari Wena, 2012:104)
Tahap Kegiatan guru/Instruktur Kegiatan peserta didik
1. persiapan 1. Merumuskan tujuan pembelajaran 1. Menyimak,
2. Menganalisis karakteritik peserta memperhatikan,
didik (kompetensi awal) menelaah, penjelasan
3. Mengatur alokasi waktu instruktur
4. Menyampaikan materi unit 2. Menjawab pertanyaan
kompetensi memelihara/servis yang diajukan instruktur
engine dan komponen- 3. Mendiskusikan dan
komponennya bertanya tentang materi yg
5. Menyiapkan lembar kerja (job disampaikan
sheet)
6. Menjelaskan tentang aspek yang
ada pada lembar kerja (job sheet)
termasuk keselamatan kerja
7. Memberi kesempatan tanya jawab
2. Peragaan 1. Menyajikan perangkat 1. Menyimak,

314 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


pembelajaran (media) memperhatikan,
2. Memperagakan cara memilih alat menelaah, penjelasan
yang sesuai instruktur
3. Mempergakan cara menggunakan 2. Megikuti arahan instruktur
alat 3. Mempelajari peragaan
4. Memperagakan langkah-langkah yang dilakukan oleh
kerja sesuai dengan lembar kerja instruktur
(job sheet) 4. Bertanya jika terdapat hal
5. Memberi kesempatan tanya jawab yang kurang dipaham
5. Peniruan 1. Membimbing melakukan peniruan 1. Melakukan penruan
2. Mengevaluasi cara kerja peserta proses kerja
didik 2. Memperhatikan
kekurangan-kekurangan
yang masaih ada
3. Bertanya jika terdapat hal
yang kurang dipaham
4. Praktik 1. Menata alat dan bahan 1. Melakukan praktik sesuai
2. Membimbing peserta didik dalam dengan tugas yang ada
praktik serta keselamatan kerja dengan bimbingan
3. Mengavaluasi hasil praktik instruktur
4. Memberikan hasil evaluasi 2. Memperhatikan,
mencermati hasil evaluasi
praktik yang diberikan
instruktur
5. Evaluasi 1. Mengevaluasi secara menyeluruh 1. Memperhatikan
proses pembelajaran kesalahan-kesalahan yang
2. Memberikan balikan hasil evaluasi. masih ada
2. Mencermati dan
memperhatikan hasil
evaluasi

Metodologi Kelompok A X1 O1 Y1
Penelitian ini menggunakan Kelompok B X2O2 Y2
pendekatan kuantitatif yang akan melihat
pengaruh penggunaan model pembelajaran Gambar 2. Rancangan penelitian Quasi
Trining Within Industry (TWI) terhadap hasil Experimental
belajar keterampilan peserta didik.
Rancangan penelitian menggunakan Quasi Hasil Penelitian
Experimental yakni rancangan kelompok Hasil belajar keterampilan (skill)
kontrol dan eksperimen (pre test dan post diukur dengan menggunakan lembar
test) tidak ekuivalen (nonequivalent (pre observasi yang terdiri dari 10 aspek yang
test and post test) control-group Design) diamati dengan skor tiap aspek minimal 1
Creswell (2010:242) yang divisualisasikan dan maksimal 4. Skor tiap aspek tersebut
pada Gambar 2. akan dijumlahkan dan menjadi skor total.
Hasil belajar keterampilan (skill)
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3 Data Hasil belajar Keterampilan kelompok kontrol dan eksperimen
Kelompok Kontrol Kelompok eksperimen
No Nama Nama
pretes postes pretes postes
Mahasiswa Mahasiswa
1 Assa’at K 31 37 Andik Susanto 30 32
2 Febri Harianto 29 38 MuhIndrarta D 30 31
3 Aldi Pratama 28 36 Andri Dwi C 28 33
4 Arief Sugiarto 30 38 Arif Prasetio W 30 31
5 Andrianto 28 34 Heru Susanto 29 33
6 Tomas Roben 29 36 Dera H 29 32

Volume 8 Nomor 3 September 2017 315


7 Slamet R 28 38 Dafit Ardi 29 35
8 Fiangga P 30 36 Friendi Trian Y 28 34
9 M Masrur K 24 38 Nur Hidayat 30 32
10 Dadi Irawan 26 37 Suprianto 24 31
11 Muh. Hanafi 25 37 Hidayatullah 25 33
12 Feri Firman H 27 36 Riyan Fajar 25 32
13 Ahmad Dani B 23 36 Achmad Nur R 29 30
14 Rama Agus S 26 37 Moch Ar Andi 24 29
15 Muh Soleh 26 36 Dodik Prasetyo 26 32
16 Muh Prasojo 25 32

Hasil belajar keterampilan diperoleh dengan menggunakan lembar observasi


keterampilan sebelum proses belajar mengajar berlangsung pada kelompok eksperimen dan
kontrol. Deskripsi hasil pretes keterampilan kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada
Tabel 4.

Tabel 4. Deskripsi Hasil Belajar Keterampilan Kelompok Eksperimen dan Kelompok


Kontrol pada Pretes
Std.
N Range Min Max Mean Variance
Deviation
pretes keterampilan
15 8 23 31 27.33 2.320 5.381
eksperimen
pretes keteramilan
16 6 24 30 27.56 2.308 5.329
control
Valid N (listwise) 15

Hasil belajar keterampilan diperoleh dengan menggunakan lembar observasi


keterampilan setelah proses belajar mengajar berlangsung pada kelompok eksperimen dan
kontrol. Deskripsi hasil belajar keterampilan pada postes pada kelompok eksperimen dan
kontrol dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Deskripsi Hasil Belajar Keterampilan Kelompok Eksperimen dan Kelompok


Kontrol pada Postes
Std.
N Range Min Max Mean Variance
Deviation
postes keterampilan 15 4 34 38 36.67 1.113 1.238
eksperimen
postes ketrampilan 16 6 29 35 31.94 1.482 2.196
control
Valid N (listwise) 15

Uji Normalitas
Penetapan data berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat pada nilai Kolmogrov-
Smirnov dan Shapiro Wilk. Data berdistribusi normal jika nilai sig (p) > 0,05 sebaliknya data
tidak berdistribusi normal jika nilai sig (p) < 0,05. Bedasarkan Hasil uji normalitas, data pretes
dan postes pada kelas pada kontrol dinyatakan normal. Data pretes untuk kelas ekperimen
berdistribusi normal sedangkan data postes kelas eksperimen tidak berdistribusi normal dengan
nilai sig (p) = 0,025 sebagaimana yang nampak pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Kelas
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
pretes eksperimen .146 15 .200 .968 15 .829
keterampilan kontrol .233 16 .020 .841 16 .010
postes eksperimen .208 15 .080 .861 15 .025
*
keterampilan kontrol .171 16 .200 .963 16 .719

316 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Uji Homogenitas Exact Sig. b
.000
Pengujian ini menggunakan Test of [2*(1-tailed Sig.)]
Homogeneity of Variances. Jika nilai
Levene Statistic dengan sig (p) > 0,05 Tabel 4.15 menunjukkan nilai hasil
maka data dinyatakan homogen. Hasil uji belajar postes keterampilan memiliki nilai
homogenitas data pretes dan postes pada Mann Whitney = 1.500 dan Asymp. sig. (2-
kelas eksperimen dan kontrol dinyatakan tailed) 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan
homogen sebagaimana yang nampak pada H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat
Tabel 7. disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Data yang signifikan hasil belajar keterampilan
dengan Test of Homogeneity (skill) peserta didik antara yang
of Variances menggunakan model pembelajaran
Levene df1 df2 Sig. Training Within Industry (TWI) dan model
Statistic pembelajaran mandiri.
pretes
.124 1 29 .728
keterampilan SIMPULAN
postes Berdasarkan penelitian yang telah
.406 1 29 .529
keterampilan dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
Uji Hipotesis hasil belajar keterampilan (skill) peserta
Ada perbedaan hasil belajar didik antara yang menggunakan model
keterampilan (skill) peserta didik antara pembelajaran Training Within Industry
yang menggunakan model pembelajaran (TWI) dan model pembelajaran mandiri di
Training Within Industry (TWI) dan model pendidikan formal. Hal ini disebabkan
pembelajaran mandiri pada pendidikan penggunaan model pembelajaran TWI
formal. Hipotesis statistik dirumuskan berorientasi pada praktik yang menekankan
sebagai berikut: aspek penguasaan keterampilan. Sejalan
H0: µ1 = µ2 dengan yang diungkapkan oleh Nolker &
H1: µ1 ≠ µ2 Schoenfeldt; Wena (2011:100) bahwa
H0 = Tidak ada perbedaan hasil belajar Training Within Industry (TWI) merupakan
keterampilan (skill) peserta didik salah satu model atau strategi
antara yang menggunakan model pembelajaran yang cocok digunakan untuk
pembelajaran Training Within mengajarkan keterampilan dasar kejuruan
Industry (TWI) dan model Berdasarkan kesimpulan hasil
pembelajaran mandiri. penelitian maka disarankan sebagai
H1 = Ada perbedaan hasil belajar berikut:
keterampilan (skill) peserta didik 1. Bagi instruktur(guru), disarankan untuk
antara yang menggunakan model menggunakan model pembelajaran
pembelajaran Training Within Training Within Industry (TWI) dalam
Industry (TWI) dan model menyajikan materi dengan kondisi
pembelajaran mandiri peserta didik yang heterogen di
Data hasil belajar keterampilan (skill) pendidikan nonformal dalam rangka
tidak berdistribusi normal sehingga peningkatan hasil belajar keterampilan
dianalisis dengan menggunakan analisis (skill).
nonparametrik Mann Whitney yang dapat 2. Bagi lembaga pendidikan nonformal
dilihat pada Tabel 8. dengan peserta didik yang cendrung
heterogen disarankan hasil penelitian
Tabel 8. Uji beda (Mann Withney) hasil ini dijadikan sebagai salah satu
belajar keterampilan kelompok landasan pengambilan kebijakan
ekperimen dan kelompok kontrol pada penggunaan model pembelajaran
postes yang tepat dalam rangka peningkatan
postes mutu pendidikan dan pelatihan
keterampilan 3. Bagi peneliti lain, disarankan untuk
Mann-Whitney U 1.500 meneliti dan mengembangkan model
Wilcoxon W 137.500 pembelajaran Training Within Industry
Z -4.727 (TWI) yang lebih komprehensif.
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Sehingga hasil belajar dapat
ditingkatkan pada tiga aspek yakni

Volume 8 Nomor 3 September 2017 317


peningkatan pada hasil belajar Kamdi, W. 2010. Implementasi Project-
pengetahuan (knowladge), Based Learning Di Sekolah
peningkatan pada hasil belajar sikap Menengah Kejuruan. Kamdi. Jurnal
(attitude), dan peninkatan pada hasi Pendidikan Dan Pembelajaran (Jpp),
belajar keterampilan (skill). (Online), Volume 17, Nomor 1,
(http://journal.um.ac.id/index.php/pen
DAFTAR PUSTAKA didikan-dan-
Alifuddin, M. 2011. Kebijakan Pendidikan pembelajaran/article/view/3229),
Nonformal Teori, Aplikasi dan diakses 23 Maret 2013.
Implikasi. Jakarta: Magna Script Miarso, Y. 2005. Menyemai Benih
Publishing. Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Ambibi dan Wena, M. 2003. Penerapan Penerbit Kencana.
Metode Training Within Industry Moedzakir, D. M. 2010. Metode
(TWI) pada Matadiklat Praktik Kerja Pembelajaran untuk Program-
Kayu pada Jurusan Teknik Program Pendidikan Luar Sekolah.
Bangunan di SMK. Malang: Lemlit Malang: Penerbit Universitas Negeri
UM. Malang (UM Press).
Bistari. 2012. Pengembangan Model Muhsin. E, Purba. J, & Munawar. W. 2008.
Pembelajaran Kontekstual untuk Pengembangan Model Pembelajaran
Meningkatkan Kemandirian Belajar Menggunakan Pendekatan
Mahasiswa: Studi Kasus Kontekstual (Ctl) Pada Program
Pengembangan Model di Prodi Diklat Produktif Teknik Mesin
PendidikanMatematika Pontianak. Perkakas. Curriculum Development
Disertasi. Tidak diterbitkan. Bandung: And Instructional Journal, (Online),
Universitas Pendidikan Indonesia. Volume 4, Nomor 12,
Creswell, J. W. 2009. Research Design (http://jurnal.upi.edu/cdid/view/3/
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, engembangan20model%20pembelaj
dan Mixed. Terjemahan Fawaid, M. aran
2010. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. %20menggunakanpendekatan%20ko
Farid, B. I. 2012. Pengembangan Bahan ntekstual%20(ctl)%20pada%20progr
Ajar Praktikum Elektronika Digital am%20diklat%20produktif%20teknik
Berbasis Strategi Training Within %20mesin%20perkakas), diakses 23
Industry (TWI). Skripsi tidak Maret 2013.
diterbitkan. Malang: Universitas Mursid. 2013. Pengembangan Model
Negeri Malang. Pembelajaran Praktik Berbasis
Gagne, R. M. 1977. The Conditions of Kompetensi Berorientasi Produksi,
Learning. United States of America: Cakrwala Pendidikan Jurnal Ilmiah
Rinehart and Winston, inc. Pendidikan, NO 1, Februari 2013,
Gorham, J., Richmond, V. P. & Wrench, J. (http://journal.uny.ac.id/index.php/cp/
S. 2009. Communication, Affect, & article/view/1257/ pdf), diakses 22
Learning in the Classroom. Agustus 2013.
California: The United States of Nisfiannoor, M. 2009. Pendekatan Statistik
America. Modern untuk Ilmu Sosial. Jakarta:
Hidayat. 2009. Pengembangan Model Salemba Humanika.
Pembelajaran Keterampilan Pribadi, B. A. 2011. Model Desain Sistem
Fungsional pada Pendidikan Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Kesetaraan Program Paket B untuk Proyatno, Judawati, Agus Utomo, dan
Peningkatan Kemandirian Warga Suharno. 1999. Penerapan
Belajar :Studi pada PKBM Al-Salaam Pembelajaran Pratik Kayu dengan
dan PKBM Citra di Kabupaten Metode Training Within Industry pada
Purwakarta. Disertasi tidak Matakuliah Praktik Kerja Kayu pada
diterbitkan. Bandung: Universitas Jurusan Pendidikan Teknik
Pendidikan Indonesia. Bangunan. Malang: Proyek Due-Like
Huntzinger, J. 2002. The Roots of Lean. FT UM.
Training Within Industry: The Origin Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna
of Kaizen, (Online), (http://www.lean- Pembelajaran untuk Membantu
promotion.com/RootsofLean.pdf), Memecahkan Problematika Belajar
diakses 20 Januari 2013. dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

318 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Bangunan Pada Mata Diklat Kerja
Berorientasi Standar Proses Batu Di Smk Negeri 1 Balikpapan.
Pendidikan. Jakarta: Kencana. Skripsi tidak diterbitkan. Malang
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Universitas Negeri Malang.
yang Mempengaruhinya. Jakarta: Suparno. 2009. Pengembangan Bahan Ajar
PT. Rineka Cipta Praktik Kejuruan Inovatif Untuk
Sugiharto. 2011. Pengembangan Meningkatkan Kemampuan Kognitif
Rancangan Pelaksanaan Dan Psikomotorik Siswa Sekolah
Pembelajaran Dan Lembar Kerja Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan
Mata Kuliah Praktik Kayu Teknik Bangunan. Bangunan (Jurnal
Menggunakan Pendekatan Berkala Jurusan Teknik Sipil UM),
Pembelajaran Model Training Within (Online) Volume 16, Nomor 1
Industry (TWI) Pada Program Studi (http://journal.um.ac.id/index.php/ban
Pendidikan Teknik Bangunan gunan/article/view/3046), diakses 23
Universitas Negeri Malang. Skripsi Agustus 2013.
tidak diterbitkan. Malang: Universitas Uno, H. B. 2011. Model Pembelajaran
Negeri Malang. Menciptakan Proses Belajar
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Mengajar yang Kreatif dan
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Efektif.Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Wahidmurni, Mustikawan, A. & Ridho, A.
Alfabeta. 2010. Evaluasi Pembelajaran
Sukmadinata, N. S. 2011. Pengembangan Kompetensi dan Praktik. Yogyakarta:
Kurikulum Teori dan Praktek. Nuha Litera.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Wena, M. 2012b. Strategi Pembelajaran
Sumaryoto. 2008. Pendekatan Pengajaran Inovatif Kontenporer Suatu Tinjauan
Model Training Within Industri Untuk Konseptual Operasional. Jakarta:
Meningkatkan Prestasi Belajar Bumi Aksara.
Peserta didik Kelas X Teknik

Volume 8 Nomor 3 September 2017 319


320 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PAI DI KELAS
VI SDN N0. 90 SIPATANA MELALUI METODE RESITASI ATAU PEMBERIAN
TUGAS TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Lusiana Dunggio

Abstrak
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah prestasi belajar siswa
Kelas V SDN N0. 90 Sipatana dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam
dapat ditingkatkan melalui Melalui Metode Resitasi atau Pemberian Tugas dalam
upaya menciptakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan pada
akhirnya mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran PAI di
kelas V SDN N0. 90 Sipatana. tujuan Untuk mengetahui sampai sejauh mana
keberhasilan pembelajaran menggunakan Metode Resitasi atau Pemberian Tugas
untuk mata pelajaran PAI di Kelas V SDN N0. 90 Sipatana tahun pelajaran 2015 /
2016. Yang menjadi subjek penelitian ini adalah, siswa Kelas V SDN N0. 90
Sipatana. Penelitian ini difokuskan pada upaya untuk peningkatan hasil belajar
PAI. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Kelas V SDN N0. 90 Sipatana
dengan jumlah siswa sebanyak 21 orang. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas
ini direncanakan selama 2 bulan yakni dari bulan September sampai bulan
Oktober 2016. Hasil penelitian pada siklus I menunjukan bahwa hasil belajar masih
rendah dan siswa yang tuntas dalam pembelajaran adalah Dari 21 orang murid,
yang memperoleh nilai terbaik antara 90- 80 28,6 % berjumlah enam orang,
sedangkan yang mendapat nilai 70 10 Orang atau 47,6 % , dan yang mendapat
nilai 60 berjumlah tiga orang siswa atau 14,3% , dan terakhir yang mendapat nilai
50 dua orang siswa atau 9,5 % Pada siklus II hasil belajar telah meningkat, dimana
siswa yang tidak tuntas tidak ada lagi, dengan demikian bahwa 100% siswa telah
tuntas dalam pembelajaran.
Kata Kunci: Metode Resitasi atau Pemberian Tugas

PENDAHULUAN kelas, penggunaan metode mengajar,


Dimensi pendidikan agama Islam di strategi belajar mengajar, maupun sikap
Sekolah Dasar memiliki beberapa ciri khas, dan karakteristik guru dalam mengelola
yang mengharuskan pembelajaran proses belajar mengajar. Guru berperan
pendidikan agama Islam dengan pola sebagai pengelola proses belajar-mengajar,
kreatif dan komprehensif. Kreatif bertindak sebagai fasilitor yang berusaha
mengharuskan guru pendidikan agama mencipatakan kondisi belajar mengajar
Islam untuk menyusun rancangan yang efektif, sehingga memungkinkan
pembelajaran dengan variasi aktivitas proses belajar mengajar, mengembangkan
siswa berdasarkan pelibatan sumber bahan pelajaran dengan baik, dan
belajar secara menyeluruh. Komprehensif, meningkatkan kemampuan siswa untuk
menghendaki guru pendidikan agama Islam menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-
secara sungguh-sungguh mengevaluasi tujuan pendidikan yang harus mereka
kemampuan siswa dengan memperhatikan capai. Untuk memenuhi hal tersebut di
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. atas, guru dituntut mampu mengelola
Keduanya dimaksudkan agar siswa mampu proses belajar mengajar yang memberikan
menguasai kompetensi dasar pendidikan rangsangan kepada siswa, sehingga ia
agama Islam. mau belajar karena siswalah subyek utama
Guru memiliki peranan yang sangat dalam belajar.
penting dalam menentukan kuantitas dan Kegiatan belajar bersama dapat
kualitas pengajaran yang dilaksanakan. membantu memacu belajar aktif. Kegiatan
Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan belajar dan mengajar di kelas memang
membuat perencanaan secaraa seksama dapat menstimulasi belajar aktif. Namun
dalam meningkatkan kesempatan belajar kemampuan untuk mengajar melalui
bagi siswanya dan memperbaiki kualitas kegiatan kerjasana kelompok kecil akan
mengajarnya. memungkinkan untuk menggalakkan
Hal ini menuntut perubahan- kegiatan belajar aktif dengan cara khusus.
perubahan dalam mengorganisasikan Apa yang didiskusikan siswa dengan

Volume 8 Nomor 3 September 2017 321


teman-temannya dan apa yang diajarkan Dengan demikian ciri-ciri perbuatan
siswa kepada teman-temannya belajar adalah terdapatnya perubahan
memungkinkan mereka untuk memperoleh tingkah laku. Perubahan tersebut relatif
pemahaman dan penguasaan materi mantap, terjadi akibat interaksi dengan
pelajaran. lingkungan melalui pengalaman dan
Pembelajaran Agama Islam tidak latihan. Perubahan tingkah laku itu berupa
lagi mengutamakan pada penyerapan perubahan pengertian, pemecahan
melalui pencapaian informasi, tetapi lebih masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan,
mengutamakan pada pengembangan kebiasaan, ataupun sikap.
kemampuan dan pemrosesan informasi. Indriyo dan I Nyoman menjelaskan
Untuk itu aktifitas peserta didik perlu belajar sebagai proses perubahan yang
ditingkatkan melalui latihan-latihan atau relatif konstan dalam tingkah laku yang
tugas dengan bekerja dalam kelompok kecil terjadi, karena adanya suatu pengalaman
dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. atau latihan. Proses belajar terjadi apabila
(Hartoyo, 2000:24). terjadi adanya perubahan dalam perilaku,
Hasil observasi awal menunjukkan jika tidak diikuti oleh adanya perubahan,
siswa Kelas VI SDN N0. 90 Sipatana maka tidak dapat dikatakan sebagai
tahun pelajaran 2015/2016, yang berjumlah belajar.
21 orang yang terdiri dari : 10 orang siswa Muhammad menjelaskan secara
laki-laki dan 11 orang siswa perempuan, umum bahwa belajar sebagai proses
terdapat hanya 5 orang siswa yang perubahan perilaku, akibat interaksi individu
memiliki prestasi belajar yang baik dalam dengan lingkungan. Interaksi ini biasanya
mata pelajaran pendidikan agama Islam berlangsung karena terdapatnya faktor
yaitu dengan nilai rata-rata 7.50, kesiapan untuk melakukan, motivasi untuk
sedangkan selebihnya sekitar 15 orang melakukan, dan tujuan yang ingin dicapai.
siswa lainnya memiliki prestasi atau nilai Sehingga seseorang setelah mengalami
yang kurang bahkan rendah yaitu memiliki proses belajar akan mengalami perubahan
nilai rata-rata 6.00, sehingga diharapkan tingkah laku baik dalam aspek
melalui Melalui Metode Resitasi yang pengetahuan, keterampilan maupun aspek
dilakukan guru dapat menjadi alternatif sikapnya, misalnya dari tidak bisa menjadi
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa bisa atau dari tidak tahu menjadi tahu.
yang memiliki nilai rendah dalam mata Dari pengertian di atas dapat
pelajaran pendidikan agama Islam. dipahami bahwa perbuatan belajar
mengandung dampak perubahan dalam diri
KAJIAN PUSTAKA seseorang yang telah melakukan perbuatan
Hakekat Prestasi Belajar belajar. Perubahan ini dapat bersifat
Dalam menjalankan tugas intensional, positif aktif dan afektif-
pendidikan dan pengajaran, seorang guru fungsional.
harus dapat memantau keberhasilan yang Adapun yang dimaksud dengan
dicapai setelah selesainya proses perubahan bersifat intensional adalah
pembelajaran. Hal ini dapat dilihat pada perubahan yang terjadi karena pengalaman
hasil belajar atau prestasi yang diperoleh atau praktek yang dilakukan pelajar dengan
siswa, oleh sebab itu prestasi belajar akan sengaja atau disadari bukan kebetulan,
bayak ditentukan oleh kualitas proses perubahan bersifat positif adalah
belajar mengajar. perubahan itu bermanfaat sesuai dengan
Dalam berbagai pengertian ―belajar‖ harapan pelajar disamping menghasilkan
diantaranya diartikan oleh Moh. Uzer sesuatu yang baru yang lebih baik
sebagai proses perubahan tingkah laku dibandingkan sebelumnya, kemudian
pada diri individu berkat adanya interaksi perubahan yang bersifat aktif berarti
antara individu dan individu dengan perubahan terjadi karena usaha pelajar
lingkungannya. Dari pengertian ini belajar bukan terjadi dengan sendiri seperti dalam
adalah proses perubahan tingkah laku yang proses kematangan, adapun perubahan
relatif mantap yang ada dalam diri yang bersifat efektif berarti perubahan itu
individu/siswa atas dasar pengalaman dan memberikan pengaruh dan manfaat bagi
latihan yang berupa perubahan pengertian, pelajar, sedangkan perubahan yang
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, atau bersifat fungsional berarti perubahan yang
pun sikap. relatif tetap serta dapat direproduksi atau
dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.

322 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Dengan demikian, proses perubahan Metode ini diberikan karena dirasa
ini merupakan satu aktivitas psikis/mental bahan pelajaran terlalu banyak sementara
yang berlangsung dalam interaksi aktif waktu sedikit. Artinya, banyaknya bahan
dengan lingkungan yang menghasilkan pelajaran selesai sesuai dengan yang
perubahan-perubahan yang relatif konstan ditentukan, maka metode inilah yang
dan berbekas. Perubahan- perubahan ini biasanya guru gunakan untuk
merupakan hasil belajar yang mencakup mengatasinya. Pemberian tugas (resitasi)
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR),
Hasil belajar ranah kognitif tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas
berorentasi pada kemampuan ―berpikir‖ biasanya bisa dilaksanakan dirumah,
untuk memecahkan masalah, hasil belajar disekolah, di perpustakaan, dan di tempat
ranah afektif berhubungan dengan lainnya. Pemberian tugas (resitasi)
―perasaan‖ emosi, sistem nilai, dan sikap merangsang anak untuk aktif belajar baik
hati yang menunjukan penerimaan dan secara individual, atau dapat pula secara
penolakan terhadap sesuatu, sedangkan kelompok.
hasil belajar ranah psikomotorik Pemberian tugas (resitasi) yang
berorientasi pada keterampilan motorik dapat diberikan kepada anak didik ada
yang berhubungan dengan anggota tubuh berbagi jenis. Karena itu, tugas sangat
atau tindakan yang memerlukan koordinasi banyak macamnya, tergantung pada tujuan
antara syaraf dan otot. yang akan dicapai; seperti tugas meneliti,
Ketiga hasil belajar ini memiliki tugas menyusun laporan (lisan/tulisan),
hubungan satu dengan yang lainnya tugas motorik (pekerjaan motorik), tugas di
karena merupakan satu kesatuan. laboratorium, dan lain-lain.
Pengelompokan hasil belajar ini tentunya Ada langkah-langkah yang harus
memberi gambaran yang jelas tentang hasil diikuti dalam penggunaan metode
belajar yang diharapkan. Oleh karena itu pemberian tugas (resitasi), yaitu:
hasil belajar tersebut dapat diperoleh a. Fase Pemberian Tugas
melalui proses pembelajaran baik dilakukan Tugas yang diberikan kepada siswa
di dalam kelas maupun di luar kelas, hendaknya mempertimbangkan:
dengan demikian peserta didik diharapkan 1. Tujuan yang akan dicapai
tidak hanya mampu memahami lingkungan 2. Jenis tugas yang jelas dan tepat
kelasnya tetapi juga secara luas mampu sehingga anak mengerti apa yang
memahami lingkungan sekitarnya. ditugaskan
Terkait dengan pengertian prestasi 3. Sesuai dengan kemampuan
belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil siswa
yang dicapai melalui proses belajar 4. Ada petunjuk/sumber yang dapat
mengajar di sekolah yang dinyatakan membantu pekerjaan siswa.
dengan angka-angka atau nilai-nilai 5. Sediakan waktu yang cukup untuk
berdasarkan tes hasil mengajar. mengerjakan.
Berdasarkan pendapat tersebut b. Langkah Pelaksanaan Tugas
dapat dikatakan bahwa prestasi atau hasil 1. Diberikan bimbingan/pengawasan
belajar adalah kemampuan aktual yang oleh guru
berupa penguasaan ilmu pengetahuan, 2. Diberikan dorongan sehingga
keterampilan dan sikap yang dicapai siswa anak mau bekerja
sebagai hasil dari apa yang dipelajarinya 3. Diusahakan/dikerjakan oleh siswa
dan dapat diukur dengan tes. sendiri, tidak menyuruh orang
lain.
Metode Pemberian Tugas (Resitasi) 4. Dianjurkan agar siswa mencatat
Metode pemberian tugas (resitasi) hasil-asil yang ia peroleh dengan
adalah metode penyajian bahan dimana baik dan sistematik.
guru memberikan tugas tertentu agar siswa c. Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas Hal yang harus dikerjakan pada fase
yang dilaksanakan oleh siswa dapat ini:
dilakukan didalam kelas, dihalaman 1. Laporan siswa baik lisan/tertulis
sekolah, dilaboratorium, diperpustakaan, di dari apa yang telah
bengkel, dirumah siswa, atau dimana saja dikerjakannya.
asal tugas itu dapat dikerjakan. 2. Ada tanya jawab atau diskusi
kelas.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 323


3. Penilaian asli pekerjaan siswa a. Meminta izin kepada kepala sekolah
baik dengan tes maupun non tes serta meminta persetujuan dari guru
atau cara lainnya. di Kelas VI SDN N0. 90 Sipatana .
Fase mempertanggungjawabkan tugas b. Mengadakan kerjasama dengan
inilah yang disebut ―resitasi‖. Metode beberapa guru yang terlibat dalam
pemberian tugas (resitasi) mempunyai proses belajar mengajar untuk
beberapa kelebian dan kekurangan antara menjadi mitra pelaksanaan penelitian
lain: tindakan kelas.
a. Kelebihannya a. Melaksanakan observasi terhadap
1) Lebih merangsang siswa dalam subjek penelitian untuk menetapkan
melakukan aktivitas belajar kelompok penelitian.
individual ataupun kelompok. c. Melakukan pengkajian terhadap
2) Dapat mengembangkan masalah yang berkembang pada
kemandirian siswa diluar anak agar lebih terfokus pada
pengawasan guru. pemecahannya
3) Dapat membina tangggung jawab d. Mempersiapkan administrasi
dan disiplin siswa kegiatan belajar mengajar (KBM)
4) Dapat mengembangkan kreativitas antara lain : rencana pembelajaran
siswa. (RP), dan buku penunjang serta alat
b. Kekurangannya evaluasi.
1) Siswa sulit dikontrol, apakah benar e. Membuat lembar pengamatan yang
ia mengerjakan tugas sendiri atau diperlukan pada pelaksanaan
tugas orang lain. tindakan
2) Khusus untuk tugas kelompok, f. Menyiapkan media/alat bantu
tidak jarang yang aktif mengerjakan pelajaran.
dan menyelesaikannyaadala Tahap Pelaksanaan Tindakan
anggota tertentu saja, sedangkan Prosedur pelaksanaan kegiatan
anggota lainnya tidak berpartisipasi dilakukan melalui dua siklus, yakni :
dengan baik a. Siklus I
3) Tidak mudah memberikan tugas 1. Membuka pertemuan
yang sesuai dengan perbedaan pembelajaran.
individu. 2. Guru menjelaskan beberapa hal
4) Sering memberikan tugas yang yang berhubungan dengan materi
menoton (tidak bervariasi) dapat dengan menggunakan metode
menimbulkan kebosanan siswa. ceramah dan tanya jawab
3. Siswa dihadapkan pada peta atau
Pelaksanaan Penelitian Perbaikan atlas.
Pembelajaran 4. siswa diberi kesempatan untuk
Subjek Penelitian memahami materi yang telah
Yang menjadi subjek penelitian ini dijelaskan.
adalah, siswa Kelas VI SDN N0. 90 5. Guru membagikan LKS untuk
Sipatana . Penelitian ini difokuskan pada dikerjakan siswa
upaya untuk peningkatan hasil belajar PAI 6. Siswa menjawab pertanyaan guru
Tempat Penelitian 7. Pembahasan untuk ditarik
Penelitian tindakan kelas ini kesimpulan
dilaksanakan di kelas IV SDN 90 Sipatana 8. Menutup kegiatan pembelajaran.
dengan jumlah siswa sebanyak 21 orang. b. Siklus II
Waktu Penelitian 1. Membuka pertemuan
Pelaksanaan penelitian tindakan pembelajaran.
kelas ini direncanakan selama 2 bulan 2. Membahas hal-hal yang dianggap
yakni dari bulan Maret sampai bulan April sulit pada siklus 1
2016. 3. Guru menjelaskan beberapa hal
yang berhubungan dengan materi
Desain Prosedur Perbaikan dengan menggunakan metode
Pembelajaran Melalui Metode Resitasi yaitu
Tahap Perencanaan dengan cara tanya jawab dengan
Tahapan persiapan yang dilakukan menggunakan urutan abjad dan
dalam penelitian adalah sebagai berikut : sebagainya.

324 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


4. Siswa berdiskusi dan dipandu oleh
guru seputar materi. Tahap Analisis dan Refleksi
5. Pembahasan latihan soal dan Pada tahap ini dilakukan analisis
menarik kesimpulan untuk mengetahui proses dan hasil yang
6. Melakukan kegiatan evaluasi akhir dicapai dalam pelaksanaan kegiatan
7. Menutup kegiatan pembelajaran. pembelajaran. Sedangkan refleksi
Jika indikator kinerja telah tercapai dilakukan untuk mengukur dan
pada pelaksanaan siklus kedua, maka membandingkan hasil yang dicapai setiap
penelitian tindakan tidak dilanjutkan, tetapi siklus dengan target yang telah ditetapkan.
bila belum tercapai sasaran yang dimaksud Data yang dianalisis adalah data
maka dapat dilakukan penelitian tindakan yang diperoleh dari tahap pemantauan dan
kelas pada siklus berikutnya. evaluasi. Data dianalisis secara kualitatif
Adapun rincian pelaksanaan dan kuantitatif. Analisis data dilakukan
tindakan dalam setiap siklus dapat untuk menguji hipotesis tindakan dilakukan
digambarkan sebagai berikut : di setiap akhir sebuah siklus. Proses
A. Kegiatan Pendahuluan (+ 10 Menit) : analisis data diikuti oleh proses refleksi.
1) Memberikan salam dan mengabsen Dalam refleksi pemberian tindakan serta
siswa hasil daripada tindakan, peneliti
2) Memotivasi/memusatkan perhatian mengikutsertakan guru mitra/pengamat
siswa terhadap topik yang akan kolaborator untuk mempertajam refleksi,
dipelajari. supaya dapat diambil langkah tepat untuk
3) Menyampaikan topik dan tujuan tindakan pada siklus selanjutnya.
pembelajaran. Hasil observasi kegiatan belajar
4) Mengadakan Apersepsi. mengajar dan prestasi belajar siswa
B. Kegiatan Inti (+ 30 menit) : diperoleh dan dianalis secara kuanlitatif
1) Guru menjelaskan beberapa hal sesuai dengan skala penilaian sebagai
yang berhubungan dengan materi berikut :
dengan menggunakan metode Sangat baik = 90 – 100
Melalui Metode Resitasi yaitu Baik = 75 – 89
dengan cara tanya jawab dengan Sedang = 60 – 74
menggunakan urutan abjad dan Kurang = 40 – 59
sebagainya.. Kurang sekali = 0 – 39
2) Siswa diberi kesempatan untuk Proses analisis data diikuti oleh
memahami materi yang telah proses refleksi. Sehingga dapat diperoleh
dijelaskan. gambaran apakah tindakan pembelajaran
3) Siswa berdiskusi dan dipandu oleh yang dilakukan guru melalui Melalui
guru seputar materi Metode Resitasi dapat dinilai benar-benar
C. Kegiatan Penutup (+ 10 Menit) : dapat meningkatkan prestasi belajar yang
1) Menyimpulkan materi yang telah dimiliki siswa pada pelajaran Pendidikan
dipelajari. Agama Islam.
2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir.
3) Menutup kegiatan pembelajaran. HASIL PENELITIAN
Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan
Tahap Pemantauan dan Evaluasi Pembelajaran
Pemantauan dan evaluasi Hasil belajar siklus I
berlangsung dalam setiap siklus dengan Hasil belajar siklus I diharapkan
cara yang berbeda, jika pemantauan sesuai dengan perencanaan yang telah
dilaksanakan dengan menggunakan lembar dibuat, namun kenyataannya bahwa
pengamatan kegiatan guru dan siswa, perencanaan tersebut berbanding terbalik
maka evaluasi untuk mengetahui dengan kenyataan di kelas saat
peningkatan kemampuan siswa dilakukan mengaplikasikan Metode Resitasi sehingga
dengan menggunakan tes. Hasil dari hasil belajar belum maksimal, perhatikan
pemantauan dan evaluasi ini yang nantinya table hasil belajar siklus I dibawah ini:
akan dibahas pada tahap analisis dan
refleksi.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 325


Tabel . 1 Kemampuan Penguasaan Materi Pelajaran Agama Sebelum Perbaikan
No Nama Siswa L/P Nilai
1 Aripin Labantu P 70
2 Judith P.B Dunggio P 70
3 Julianto S. Djamalu L 80
4 Moh.Aprizal Safii L 80
5 Moh.Rifki Podungge L 70
6 Moh.Nazar Bantuu L 60
7 Noval Liputo P 70
8 Ramdan Marikar P 80
9 Rahmat Liputo P 80
10 Rizki A.Miolo P 50
11 Sultan Hasan P 70
12 Sigit P.Padjili P 70
13 Safrudin Donto L 50
14 Zulfikar R.Modelu L 70
15 Wahyu Putra Laboro L 70
16 Sutriyanti Kaiko L 60
17 Azlia S.Basalam L 80
18 Anisa Cintia Debi P 70
19 Dian Nur Rahma Antule L 70
20 Deswita Pakaya P 80
21 Marsela T.Onari P 60
Jumlah 1.390
Rerata 66,2

Dari tabel di atas, dapat diperoleh hasil bahwa kemampuan murid sekolah Dasar
Negeri 90 Sipatana dalam mata pelajaran bahasa Agama dapat dianalisis sebagai berikut. Dari
21 orang murid, yang memperoleh nilai terbaik antara 90- 80 28,6 % berjumlah enam orang,
sedangkan yang mendapat nilai 70 10 Orang atau 47,6 % , dan yang mendapat nilai 60
berjumlah tiga orang siswa atau 14,3% , dan terakhir yang mendapat nilai 50 dua orang siswa
atau 9,5 % Data ini diperoleh sebelum tindakan diberikan.

Hasil Belajar Siklus II


Implementasi Metode Resitasi lebih dioptimalkan oleh peneliti untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada siklus I yang ternyata masih rendah. Dibawah ini akan dikemukakan hasil
belajar siklus II pertemuan kedua, hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Kemampuan Penguasaan Materi Pelajaran Agama


No Nama Siswa L/P Nilai
1 Aripin Labantu P 90
2 Judith P.B Dunggio P 70
3 Julianto S. Djamalu L 90
4 Moh.Aprizal Safii L 90
5 Moh.Rifki Podungge L 90
6 Moh.Nazar Bantuu L 80
7 Noval Liputo P 90
8 Ramdan Marikar P 80
9 Rahmat Liputo P 80
10 Rizki A.Miolo P 80
11 Sultan Hasan P 70
12 Sigit P.Padjili P 90
13 Safrudin Donto L 80
14 Zulfikar R.Modelu L 70
15 Wahyu Putra Laboro L 70

326 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


16 Sutriyanti Kaiko L 80
17 Azlia S.Basalam L 80
18 Anisa Cintia Debi P 90
19 Dian Nur Rahma Antule L 90
20 Deswita Pakaya P 80
21 Marsela T.Onari P 80
Jumlah 1.720
Rerata 81,9

Dari tabel di atas, dapat diperoleh dengan demikian, secara otomatis tidak
hasil bahwa kemampuan murid sekolah diperlukan siklus berikutnya.
Dasar Negeri 90 Sipatana dalam mata
pelajaran bahasa Agama dapat dianalisis SIMPULAN
sebagai berikut. Dari 21 orang murid, yang Berdasarkan hasil penelitian dan
memperoleh nilai terbaik antara 90- 80 81 pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
% berjumlah tujuh belas orang, sedangkan secara umum tindakan pembelajaran
yang mendapat nilai 70 4 Orang atau 19 % Agama dengan Metode Resitasi dapat
, dan yang mendapat nilai 60,0 % ,Artinya, meningkatkan kemampuan siswa dalam
siswa sudah menguasai materi dengan menguasai materi tentang Kisah kaum
baik Muhajirin dan Ansar. Peningkatan ini dapat
Eksposisi ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi proses maupun hasil.
penelitian ini sudah berhasil. Hal ini ditandai a. Penerapan Metode Resitasi pada
dengan telah tercapainya indikator proses pembeljaran Agama terdapat
keberhasilan penelitian, yakni siswa yang kenaikan baik dari aktivitas guru
memiliki kemampuan penguasaan materi maupun aktivitas siswa. Dari data hasil
dan pemahaman sangat baik minimal 75%. observasi aktivitas guru membuktikan
Sementara itu, berdasarkan data yang adanya peningkatan yang signifikan
diperoleh ditunjukkan bahwa siswa yang dari siklus I ke siklus II. Terbukti pada
menguasai materi sudah di atas 70% yaitu siklus I masih terdapat 21% dengan
81.9 %. Dengan demikian, secara otomatis klasifikasi nilai C (cukup), sementara
tidak diperlukan siklus berikutnya. pada siklus II yang termasuk klasifikasi
C (cukup) 0%. Bahkan klasifikasi A
PEMBAHASAN (sangat baik) pada siklus I terdapat
Pembelajara yang dilaksanakan 28,6% dan meningkat menjadi 81 %
dalam penelitian ini adalah dengan pada siklus II.
menggunakan Metode Resitasi. Pemilihan b. Dengan diterapkannya Metode
metode ini dianggap akan dapat membantu Pemberian tugas atau resitasi, telah
kegiatan siswa untuk mempelajari materi terjadi peningkatan hasil yang cukup
yang diajarkan oleh guru. Metode ini signifikan dari hanya 6 orang siswa
memberikan kesempatan kepada siswa (28,6 %) yang mengalami ketuntasan
untuk bekerjasama teman lain dalam kelas pada siklus I, menjadi 17 orang siswa
pembelajaran. (81 %) pada siklus II. Peningkatan hasil
Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran Agama materi yang
perbaikan pembelajaran menunjukan terjadi dari siklus I ke siklus II adalah
bahwa pada siklus I, hasil belajar siswa 52,4 % , sehingga pada siklus II target
belum mencapai KKM yang diinginkan. ketuntasan belajar 75% dari jumlah
Tentunya ini sangat berdampak tidak baik siswa secara keseluruhan sudah
bagi hasil belajar siswa, dan fakta belajar tercapai.
menunjukan bahwa memang hasil belajar Saran
siswa pada siklus I masih rendah. a. Berdasarkan hasil penelitian,
Setelah berdiskusi dengan teman penerapan Metode Resitasi dalam
sejawat ditemukan beberapa kekurangan pembelajaran Kisah kaum Muhajirin
yang kemudian diperbaiki, hasilnya adalah dan Ansar dalam pelajaran Agama
kemampuan dalam penguasaan materi dapat meningkatkan kompetensi siswa.
tergolong sangat baik.yang dibuktikan Oleh karena itu, diharapkan pada guru
skor rerata kelas (81,9 %). Artinya, siswa mata pelajaran Agama di SDN No 90
sudah menguasai materi dengan baik Sipatana yang memiliki latar belakang

Volume 8 Nomor 3 September 2017 327


siswa dan kelas yang sama dengan Direktoran Jenderal Pembinaan
kondisi di kelas VI SDN No 90 Sipatana Kelembagaan Agama Islam,
untuk menerapkan model ini dalam Kebijakan Teknis Pembinaan
pembelajaran lainya umumnya Pendidikan Agama Islam pada
b. Penerapan Metode Resitasi dalam Sekolah Umum, (Jakarta, Dirjen
pembelajaran Kisah kaum Muhajirin Binbaga Islam : 1994/1995
dan Ansar pada mata pelajaran Agama Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran
memerlukan variasi media Berdasarkan Pendekatan Sistem,
pembelajaran dan menuntut Jakarta: Bina Aksara, 2000.
keterlibatan siswa secara penuh mulai Indriyo, Gitosudarmo & I Nyoman Sudita,
dari kegiatan diskusi kelompok, diskusi Perilaku Keorganisasian,
kelas, sampai dengan kerja mandiri. Yogyakarta: BPFE, 2000.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan Mulyasa, Menjadi Guru Profesional
pembelajaran hendaknya guru benar- (Menciptakan Pembelajaran Efektif
benar menyiapkan dengan baik dan Menyenangkan), Bandung :
sehingga bisa meningkatkan Remaja Rosda Karya, 2005.
kompetensi siswa secara optimal. Roestiyah, N.K., Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta : Rineka Cipta, 2001.
DAFTAR PUSTAKA Uno, Hamzah, Perencanaan Pembelajaran;
Ali, Muhammad, Guru Dalam proses Teori dan Praktek, Jakarta: Alawiyah
Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Press, 2000.
Baru Alqesindo, 2002. __________, & Abdul Karim Rauf, Desain
De Porter, Bobby, Quantum Learning, Pembelajaran. Gorontalo: Nurul
Bandung: Khalifah, 2000. Jannah, 2008.
Djamarah, Syaiful Bahri, Macam-Macam Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru
Metode Pembelajaran. (http://re- Profesional, Bandung: PT. Remaja
searchengines.com/art05-65.html), Rosdakarya, 2005.
Diakses : Gorontalo, 25 Mei 2016. Wardani, dkk., Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta : Universitas Terbuka, 2004.

328 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI
TENTANG PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PENDEKATAN INKUIRI. (SUATU
PENELITIAN DI KELAS VI SDN NO.16 KOTA BARAT).

Sartin Ismullah

Abstrak
Rumusan masalah penelitian ini adalah : apakah dengan menggunakan
pendekatan inkuiri pada pembelajaran IPA materi Pengehematan energi siswa
akan meningkat?”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa
materi tentang Pengehematan energi melalui pendekatan inkuiri. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Teknik pengumpulan data
dengan cara observasi dan wawancara. Pada pelaksanaan tindakan siklus I
menggunakan pendekatan inkuiri pemahaman siswa belum mencapai indikator.
Sehingga dilaksanakan siklus II sebagai refleksi dari siklus I. Pada siklus II terjadi
peningkatan dari pemahaman siswa yaitu dari 56.00 % meningkat menjadi 76.00
% sedangkan daya serap dari 67,00 % meningkat menjadi 77.00 % atau indikator
kinerja berhasil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan pendekatan inkuiri pada materi Hemat Energidapat meningkatkan
pemahaman siswa.
Kata Kunci: Metode Inquiri, hemat energi

PENDAHULUAN energi di kelas VI SDN No.16 Kota Barat,


Tingkat pengembangan sains dan guru kurang tepat dalam menggunakan
teknologi yang dicapai oleh suatu bangsa pendekatan dan pendekatan di dalam
biasanya dipakai sebagai tolah ukur untuk pembelajaran misalnya guru banyak
kemajuan bangsa itu. Apalagi di masa yang menggunakan pendekatan ceramah
akan datang (abad ke 22) kemajuan suatu sehingga keaktifan siswa sangat kurang.
bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan
sumber daya manusai yang dimiliki suatu KAJIAN TEORETIS
bangsa dalam menguasai ilmu Hakekat Pembelajaran IPA
pengetahuan dan teknologi. Samatowa (2002 : 23)
Kita menyadari bahwa pada mengemukakan bahwa ―dalam pendekatan
berbagai masalah dalam pendidikan pada belajar mengajar yang paling cocok dan
umumnya, pendidikan IPA khususnya paling efektif untuk menjawab tantangan
sangat kompleks. Karena itu pemikiran- budaya dan ledakan informasi ilmu
pemikiran masih terus disumbangkan untuk pengetahuan dan teknologi adalah
mencoba memecahkan permasalahan itu. pendekatan yang mencakup kesesuaian
Pendidikan IPA di sekolah dasar antara situasi belajar anak dan pendekatan
dihadapkan pada berbagai masalah seperti situasi kehidupan nyata di masyarakat.
fasilitas, buku, media dan dan sehingga Selanjutnya menemukan ciri-ciri essensial
dalam penerapannya tampak ada kurang dari situasi kehidupan yang berbeda-beda
pengertian. akan meningkatkan kemampuan nalar,
IPA membahas tentang berprakarsa dan berfikir kreatif pada anak
penghematan energi yang disusun secara didik‖.
sistematis yang di dasarkan pada hasil Selanjutnya dikatakan pula bahwa
percobaan dan pengamatan yang dilakukan model belajar yang paling cocok untuk anak
oleh manusia. Indonesia adalah belajar melalui
Untuk mencapai tujuan dan pengalaman langsung (Learning By Doing).
memenuhi pendidikan IPA itu, salah satu Model belajar ini memperkuat daya ingat
pendekatan yang cocok digunakan dalam dan biayanya sangat murah, sebab
proses belajar mengajar IPA adalah menggunakan alat-alat dan media belajar
pendekatan inkuiri, karena dalam yang ada dilakukan anak didik.
pendekatan inkuiri siswa diajak untuk dapat Senada dengan hal tersebut,
menemukan sendiri. Trisno Hadisubroto (dalam Samatowa,
Berdasarkan fakta yang ada, 2002 : 23) mengatakan bahwa pengalaman
kegiatan belajar mengajar pada langsunglah yang memegang peranan
pembelajaran IPA tentang penghematan terpenting sebagai pendorong lajunya

Volume 8 Nomor 3 September 2017 329


perkembangan kognitif anak. Pengalaman energi menggunakan pendekatan inkuiri
langsung anak yang berlangsung spontan maka pemahaman siswa akan meningkat.
sampai 12 tahun, efisiensi pengalaman Indikator kinerja
langsung tergantung pada konsistensi Indikator kinerja dalam penelitian
antara hubungan pendekatan dan bahan ini adalah untuk pemahaman siswa minimal
pelajaran yang dengan tingkat 75 % untuk setiap materi sajian.
perkembangan kognitif anak. Anak-anak Pendekatan Penelitian
akan siap untuk mengembangkan konsep Adapun penelitian ini dilaksanakan
tertentu hanya bila anak telah memiliki di SDN No.16 Kota Barat. Penelitian ini
struktur kognitif (skemata) yang menjadi dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan
persyaratannya yakni perkembangan Agustus sampai bulan Oktober 2016 .
kognitif yang bersifat hierarkis dan Pendekatan yang digunakan dalam
integrative. penelitian ini adalah pendekatan penelitian
Hakikat Pendekatan Inkuiri tindakan kelas.
Menurut Webstre (Iskandar dan Prosedur peneltian
Hidayat, 1997:68) kata inkuiri (inquiry) Penelitan ini dilaksanakan melalui
berarti pertanyaan atau penyelidikan. dua siklus yaitu siklus I dan siklus II,
Piaget memberikan definisi pendekatan dengan tahap-tahap sebagai berikut.
inkuiri sebagai yang mempersiapkan situasi 3.1.1 Tahap persiapan
bagi anak untuk melakukan sendiri 1. Mengadakan konsultasi denan guru
eksperimen. dan kepala sekolah dalam rangka
Menurut Kuslan dan Stone penelitan
(Iskandar dan Hidayat, 1997:68) 2. Menyiapkan administrasi
mendefinisikan pendekatan inkuiri sebagai pembelajaran
pengajaran dimana guru dan murid-murid 3. Penyusunan instrumen pemantau
mempelajari, peristiwa-peristiwa ilmiah atau alat evaluasi.
dengan pendekaan dan jiwa para ilmuan. 3.1.2 Tahap pelaksanaan
Sedangkan Naution dan budiastra 1. Melaksanakan kegiatan belajar
(2000: 5.9) menyatakan bahwa pendekatan mengajar
inkuiri adalah suatu pendekatan yang 2. Menetapkan cara penerapan
menggunakan cara bagaimana atau jalan pendekatan inkuiri
yang harus ditempuh oleh murid dengan 3. Memantau pelaksanaan tindakan
bimbingan guru untuk sampai pada 4. Melaksanakan refleksi
penemuan-penemuan dan bukan 3.1.3 Tahap pemantau dan evaluasi
penemuan itu sendiri. 1. Melakukan pemantauan terhadap
2 Pembelajaran IPA SD dengan pemahaman siswa melalui
pendekatan inkuiri pendekatan inkuiri
Menurut dahar dan Liliassari 2. Menetapkan kriteria keberhasilan
(Iskandar dan Hidayat, 1997:69) unutk yang dicapai siswa
siswa SD guru membimbing penuh langkah 3. Melakukan tindakan pada tahap
demi langkah menuju kesimpulan, karena berikutnya
itu dianjurkan agar mengajukan pertanyaan Teknik pengumpulan data
yag meminta murid berpiki tingkat tinggi. Teknik pengumpulan data
Dalam kelas, pendekatan inkuiri dapat Untuk mencari data dalam
dilaksanakan dengan berbagai cara, setiap penelitian ini, peneliti menggunakan
cara mempunyai lima karakteristik yaitu: beberapa teknik pengumpulan data antara
1. situasi yang menyediakan stimulus lain:
untuk inkuiri 1. Observasi
2. masalah yang akan dicari merupakan teknik pengumpulan
pemecahannya data yang dilakukan dengan cara
3. perumusan masalah mengamati dan mencatat hal-hal penting
4. pencarian pemecahan masalah yang terjadi pada saat proses kegiatan
5. kesimpulan yang diperoleh sebagai belajar mengajar berlangsung.
hasil penyelidikan. 2. Wawancara
Hipotesis tindakan Teknik pengumpulan data yang
Adapun hipotesis tindakan dalam dilakukan dengan mengadakan
penelitian ini berbunyi ―jika pada pembicaraan atau tanya jawab antara
pembelajaran IPA materi Pengehematan

330 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


peneliti dengan guru maupun peneliti menitik beratkan pada permasalahan guru
dengan siswa kelas IV. dalam meningkatkan pemahaman siswa
Instrumen penelitian melalui pendekatan inkuiri di kelas VI SDN
Adapun instrumen penelitian No.16 Kota Barat.
yanmg digunakan dalam mengumpul data
adalah: HASIL PENELITIAN
1. Pedoman observasi Pada bab terdahulu telah
2. Pedoman wawancara dikemukakan bahwa penelitian tindakan
3. Tes kelas ini dilaksanakan di SDN No.16 Kota
Teknik Analisis Data Dan Refleksi Barat pada mata pelajaran Ilmu
Analisis data untuk pengajuan Pengetahuan Alam dengan fokus penelitian
hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah meningktkan pemahaman belajar
dilaksanakan secara kualitatif dengan siswa pada pembajaran IPA melalui
memperlihatkan hasil-hasil yang pendekatan inkuiri. Dari hasil observasi dan
dilaksanakan siswa dalam melakukan refleksi dalam penelitian tindakan kelas ini
pendekatan inkuiri yang dilaksanakan diperoleh deskripsi data sebagai berikut.
secara bertahap dan hasil 4.1.1 Siklus I
berkesinambungan pada setiap kegiatan. Pelaksanaan tindakan pada siklus
Analisis data ini, menerapkan pendekatan inkuiri pada
Data yang diperoleh dalam siswa kelas VI SDN No.16 Kota Barat
penelitian ini adalah kualitatif dengan diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 1. Pemahaman siswa kelas IV pada siklus I
Nilai Jumlah siswa Nilai total

5 6 30
6 5 30
7 6 42
8 6 48
9 2 18

Jumlah 25 168
Nilai 6.5 ke atas 56.0 %
Daya serap 67.2 %
(Data Primer:2016 )

Berdasarkan tabel dari hasil pembelajaran yang dilaksanakan pada


penilaian terhadap pemahaman siswa siklus I.
tersebut dengan menerapkan pendekatan Sesuai dengan hasil refleksi, maka
inkuiri pada materi penghematan energi di peneliti dan guru menetapkan beberapa
kelas VI dapat dijelaskan bahwa: kelemahan yang masih ditemui pada
a. Dari jumlah 25 orang siswa, siswa pelaksanaan kegiatan pembelajaran di
yang memperoleh nilai kurang dari siklus ini: (1) perumusan rencana
6.5 ada 11 orang atau 44.00 %, pembelajaran belum maksimal, (2) langkah-
b. Dari jumlah 25 orang siswa, siswa langkah proses pembelajaran belum efektif
yang memperoleh nilai minimal 6.5 dan efisien, (3) penampilan guru belum
ada 14 orang siswa atau 54.00%, menarik perhatian siswa, (4) motivasi
c. Daya serap siswa memperoleh dalam pembelajaran belum maksimal, (5)
67.2 %. penggunaan alat bantu belajar kurang
4.1.2 Refleksi siklus I memadai, (6) partisipasi siswa belum
Berdasarkan kelemahan- maksimal, (7) masih kurangnya bimbingan
kelemahan yang terjadi pada siklus I, dan terhadap siswa, (8) pelaksanaan
melihat pemahaman siswa materi tentang pembelajaran tidak sesuai dengan waku
penghematan energi belum mencukupi pembelajaran yang telah disediakan.
standar indikator kinerja, maka peneliti Berdasarkan hasil refleksi bersama
bersama guru seprofesi mengadakan bahwa untuk memperbaiki kelemahan-
kegiatan refleksi untuk menilai kegiatan kelamahan yang terjadi pada pelaksanaan

Volume 8 Nomor 3 September 2017 331


tindakan pada siklus I serta memperbaiki Pelaksanaan tindakan disiklus ini
pemahaman siswa tentang penghematan karena pada pelaksanaan siklus I
energi maka peneliti dan guru seprofesi pemahamansiswa masih rendah ataupun
menetapkan bahwa pelaksanaan tindakan pelaksanaan tidakan siklus I belum
lanjutan pada siklus berikutnya yaitu berhasil.
pelaksanaan tindakan siklus II. Dari pelaksanaan tindakan pada
4.1.3 Siklus II siklus II dengan mnerapkan pendekatan
inkuiri diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 2. Pemahaman siswa kelas IV pada siklus II
Nilai Jumlah siswa Nilai total

6 6 36
7 5 35
8 6 48
9 6 54
10 2 20

Jumlah 25 193
Nilai 6.5 ke atas 76.0 %
Daya serap 77.2 %
(Data Primer:2016)

Berdasarkan tabel pemahamansiswa di seperti yang telah dikemukakan pada bab-


atas, bahwa: bab terdahulu untuk mencapai indikator
a. Dari jumlah 25 orang siswa, kinerja sebagai berikut.
terdapat 6 orang siswa yang 1. Untuk pemahaman siswa minimal
memperoleh nilai 6.5 ke bawah 75 % dari seluruh siswa yang
atau 24.0 %, dikenai tindakan memperoleh nilai
b. Dari jumlah 25 orang siswa, 6.5 ke atas pada materi sajian.
terdapat 19 orang siswa yang 2. Untuk pemahaman siswa di kelas
memperoleh nilai minimal 6.5 atau memperoleh daya serap mencapai
76.0 %, 75 %.
c. Daya serap siswa memperoleh Berdasarkan data yang diperoleh
77.2 %. dari pelaksanaan tindakan siklus I dengan
4.1.4 Refleksi siklus II menerapkan pendekatan inkuiri pada
Setelah melaksanakan tindakan peningkatan pemahaman siswa materi
pada siklus II, dalam hal ini guru tentang penghematan energi adalah
melaksanakan pembelajaran IPA Pemahaman siswa menunjukan bahwa
khususnya tentang penghematan energi jumlah siswa yang memperoleh nilai
kepada siswa melalui pendekatan inkuiri, maksimal 6.5 ke atas mencapai 56.0 % dan
maka peneliti dan guru seprofesi daya serap mencapai 67.2 %, Dengan
mengadakan kegiatan refleksi untuk demikian masih terdapat 44.0 % dari jumlah
membahas hal-hal yang terjadi pada siswa yang memperoleh nilai minimal 6.5
pelaksanaan tindakan siklus II. ke atas.
Berdasarkan hasil refleksi bahwa Sesuai dengan hasil refleksi bahwa
pada pelaksanaan siklus II sudah mencapai hal tersebut disebabkan oleh adanya
indikator kinerja yang telah ditetapkan. beberapa kelemahan seperti yang telah di
Sehingganya pelaksanaan tindakan tidak sebutkan pada deskripsi data, maka hal
dilanjutkan lagi ke siklus berikutnya. tersebut harus dilanjutkan pada
pelaksanaan tindakan siklus II sebagai
PEMBAHASAN bentuk penyempurnaan tindakan pada
Pelaksanaan interaksi siklus sebelumnya (siklus I). Pada
pembelajaran dengan mengoptimalkan pelaksanaan siklus II, langkah-langkah
peningkatan pemahamansiswa tentang pembelajarannya mengacu pada langkah-
penghematan energi kelas VI SDN No.16 langkah pembelajaran pendekatan inkuiri.
Kota Barat melalui pendekatan inkuiri,

332 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Hasil perbaikan strategi c. Dilaksanakannya penelitian tindakan
pembelajaran tersebut maka telah terjadi kelas sampai pada siklus II, karena
perubahan-perubahan pada siklus II naik proses pembelajaran IPA di siklus I
dari segi proses pembelajaran. Perubahan- belum mencapai indikator kinerja atau
perubahan tersebut nampak pada hal-hal pemahaman siswa masih rendah.
sebagai berikut. Siswa yang memperoleh Setelah diperbaiki pada pelaksanaan
nilai minimal 6.5 ke atas memperoleh 76.0 tindakan siklus II, maka pemahaman
% dan daya serap mencapai 77.0 %, siswa meningkat.
Berdasarkan gambaran deskripsi Saran
data dan pembahasannya seperti diurakan Berdasarkan kesimpulan yang
di atas. Jelas bahwa peningkatan telah dipaparkan di atas, maka peneliti
pemahaman siswa materi tentang memberikan saran sebaiknya dalam
Pengehematan energi pada mata pelajaran meningkatkan pemahaman siswa tentang
IPA di siklus I sampai dengan pelaksanaan materi Pengehematan energi guru
tindakan siklus II dengan menggunakan menggunakan pendekatan inkuiri.
pendekatan inkuiri nampak sekali terjadi
peningkatan yang positif. Artinya bahwa, DAFTAR PUSTAKA
dengan menerapkan pendekatan inkuiri Iskandar, Srini. 1997. Pendidikan Ilmu
pada pembelajaran IPA khusunya materi Pengetahuan Alam. Depdikbud
tentang Pengehematan energi terhadap Dirjen Pendidikan Tinggi. BPP
peningkatan pemahaman siswa sangat PGSD: Jakarta
relevan untuk disajikan kepada peserta Marpaung, dkk. 2002. Model-Model
didik. Jadi hipotesis yang berbunyi jika Pembelajaran. Dirjen Dikdasmen.
dalam pembelajaran IPA khususnya materi Depdiknas: Jakarta.
tentang penghematan energi menggunakan Oemar, Hamalik. 1983. Kurikulum Dan
pendekatan inkuiri maka pemahaman siswa Pembelajaran. Rineka Cipta:
akan meningkat dapat ―diterima”. Jakarta
Samatowa, Usman. 2002. Pembelajaran
SIMPULAN Terpadu. Perc. Raisal Gorontali:
Berdasarkan kajian teori dan Gorontalo.
pembahasan yang telah dipaparkan pada Sumantri, Mulyani dan Permana, Johar.
bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini 1998/1999. Strategi belajar
penulis dapat menarik kesimpulan yaitu mengajar. Depdikbud, Dirjen
bahwa dengan penggunaan pendekatan Pendidikan tinggi Proyek PGSD.
inkuiri pada pembelajaran IPA khususnya Sumartono. 1987. Modifikasi Kegiatan
tentang Materi penghematan energi, Belajar Mengajar. Tarsito:
pemahaman siswa meningkat. Ini Bandung.
ditunjukkan oleh terpenuhinya indikator Uzer, Usman dan Setiawati. 2001. Upaya
kinerja yang telah ditetapkan. optimalisasi kegiatan belajar
a. Minimal 75 % dari jumlah seluruh siswa mengajar. Remaja Rosda karya:
kelas VI memperoleh nilai 6.5 dengan Bandung.
rincian perolehan sebagai berikut: siklus Uzer, Usman. 2000. Menjadi Guru
I memperoleh 56.0 % dan siklus II Profesional. Remaja Rosda Karya:
meningkat menjadi 76.0 %. Bandung
b. Daya serap seluruh siswa di kelas VI Wahyudin, Indra. 1990. Pengelolaan
mencapai 75 %, dengan rincian sebagai Kegiatan Belajar Mengajar Di
berikut: pelaksanaan tindakan pada Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta.
siklus I mencapai 67.0% dan pada siklus Winataputra, dkk. 1993. Strategi Belajar
II meningkat menjadi 77.0 %. Mengajar. Depdikbud: Jakarta.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 333


334 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
STRATEGI MARKETING COMMUNICATION DALAM MENSOSIALISASIKAN PROGRAM
TABUNGAN EMAS UNTUK MENINGKATKAN JUMLAH NASABAH PT PEGADAIAN
CABANG LUWUK KABUPATEN BANGGAI

Ismawati Doembana dan Muhammad Farhan


Universitas Muhammadiyah
Email : ismadoembana84@gmail.com

Abstrak
Dalam setiap kegiatan pemasaran, elemen yang sangat penting untuk diperhatikan
adalah komunikasi. Dengan komunikasi, kegiatan pemasaran akan berlangsung
dengan sedemikian rupa dan dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkan,
salah satunya adalah proses pembelian. Selain itu, peran lain komunikasi dalam
pemasaran adalah untuk membedakan produk yang ditawarkan perusahaan
dengan perusahaan lainnya. PT Pengadaian cabang luwuk sampai aat ini
merupakan satu-satunya lembaga formal yang berdasarkan hukum. Sehingga
diperbolehkan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyaluran kedit atas dasar
hukum gadai, dan tugas utama PT. Pengadaian adalah menjembatani kebutuhan
dana masyarakat dengan pemberian uang pinjaman. Dari uraian tersebut
disimpulkan bahwa peranan PT Pegadaian pada salah satu kantor cabang di
Luwuk merupakan suatu upaya untuk membantu menyediakan atau mengurus
keperluan orang lain dengan hal ini membuktikan adanya pihak yang dilayani dan
diharapkan mampu memberikan kepuasan terhadap masyarakat sehingga dalam
mensosialisasikan program tabungan emas merupkan salah satu subtansi penting
terjadinya kegiatan interaksi antara karyawan perusahaan dengan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Strategi marketing communication dalam
mensosialisasikan program tabungan emas untuk meningkatkan jumlah nasabah
PT. Pengadaian Cabang Luwuk Kabupaten Banggai. Pengambilan sampel dalam
pnelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh dengan besaran sampel
berjumlah 26 Orang. Dimana analisis data yang digunakan adalah analisis
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi
pemasaran dalam mensosialisasikan program tabungan emas PT.Pegadaian
Cabang Luwuk Kabupaten Banggai telah berjalan dengan sangat efektif (98%).
Hal ini terlihat dari : Segmentation, Targeting, Objective, Positioning, Sequance of
tool, Integration, dan Tools untuk meningkatkan pemasaran/penjualan dapat lebih
efektif.
Kata Kunci : strategi, komunikasi pemasaran, sosialisasi

PENDAHULUAN terhadap ekuitas merek dengan


Kotler & Kevin menegaskan bahwa menanamkan merek dalam ingatan dan
komunikasi pemasaran juga banyak menciptakan citra (image) merek, serta
melaksanakan fungsi bagi nasabah. mendorong penjualan, dan memperluas
Komunikasi pemasaran dapat memberitahu pasar.
atau memperlihatkan kepada nasabah Pegadaian diharapkan akan lebih
bagaimana dan mengapa produk mampu menjalankan usahanya dengan
digunakan, oleh orang macam apa, serta lebih profesional tanpa meninggalkan ciri
dimana dan kapan. khusus misalnya menyalurkan uang
Nasabah dapat mempelajari tentang pinjaman atas dasar hukum gadai dan
produk apa, siapa yang memproduksi, sasarannya adalah masyarakat golongan
mereknya apa, cocok dikonsumsi oleh ekonomi lemah, dengan cara mudah,
siapa, apa keunggulannya, dapat diperoleh cepat, aman dan hemat, sesuai dengan
di mana, dan bagaimana caranya motonya : ―Mengatasi Masalah Tanpa
memperoleh produk itu. Dengan demikian Masalah‖.
komunikasi pemasaran memiliki peran yang PT Pegadaian cabang Luwuk
sangat penting bagi perusahaan untuk sampai saat ini merupakan satu-satunya
mengkomunikasikan produk yang lembaga formal yang berdasarkan hukum.
dipasarkan kepada pasar sasaran secara Sehingga diperbolehkan melakukan
lebih luas, bahkan dapat berkontribusi pembiayaan dalam bentuk penyaluran

Volume 8 Nomor 3 September 2017 335


kredit atas dasar hukum gadai, dan tugas populasi digunakan sebagai sampel.
utama PT Pegadaian adalah menjembatani Hal ini digunakan karena jumlah
kebutuhan dana masyarakat dengan populasi relatif kecil, kurang dari 30
pemberian uang pinjaman. orang. (Sugiyono, 120,126:2011).
Dari uraian tersebut disimpulkan Sehingga sampel yang ditentukan
bahwa peranan PT Pegadaian pada salah dalam penelitian ini berjumlah 26
satu kantor cabang di Luwuk merupakan orang sebagai responden.
suatu upaya untuk membantu menyediakan Teknik pengumpulan data
atau mengurus keperluan orang lain Metode pengumpulan data yang
dengan hal ini membuktikan adanya pihak digunakan dalam penelitian ini meliputi :
yang dilayani dan diharapkan mampu 1. Observasi, yakni melakukan
memberikan kepuasan terhadap pengamatan langsung terhadap
masyarakat sehingga dalam aktifitas keseharian, lingkungan dan
mensosialisasikan program tabungan emas sarana kerja yang berhubungan
merupakan salah satu subtansi penting dengan penulisan ini.
terjadinya kegiatan interaksi antara aparat Observasi merupakan suatu proses
perusahaan dengan masyarakat. yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari ber bagai proses biologis
METODE PENELITIAN dan psikologis, dimana dua di antara
Lokasi Dan Waktu Penelitian yang penting adalah proses-proses
Penelitian dilaksanakan pada PT. pengamatan dan ingatan. (Sutrisno
Pengadaian Cabang Luwuk, pertimbangan Hadi (1986) dalam Sugiyono
lokasi penelitian memudahkan dalam 196:2012).
mendapatkan data yang diperlukan. 2. Angket (kuesioner), merupakan teknik
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pengumpulan data yang dilakukan
selama 1 Tahun terhitung bulan April 2017 dengan cara memberikan seperangkat
sampai dengan Desember 2017. pertanyaan atau pernyataan tertulis
Jenis Penelitian kepada responden untuk dijawabnya.
Penelitian ini adalah penelitian (Sugiyono, 192:2011).
diskriptif kualitatif dengan fokus penelitian 3. Dokumentasi, yakni pengumpulan data
adalah strategi komunikasi pemasaran. berdasarkan catatan-catatan dokumen
Data yang diperlukan dalam dan laporan tertulis lainnya yang ada
penelitian ini untuk dianalisis yakni : kaitannya dengan penelitian ini.
1. Data primer adalah data yang peroleh Teknik Analisis Data
di lapangan Dalam penelitian ini, analisa data
2. Data sekunder adalah data yang yang digunakan adalah menggunakan
diolah atau diperoleh dari dokumen analisis deskriptif yaitu salah satu metode
atau laporan tertulis lainnya yang erat yang menjelaskan gambaran umum
hubungannya dengan penelitian ini. tentang kondisi nyata di lapangan dalam
Populasi dan Sampel bentuk tabel distribusi frekuensi dan
1. Populasi presentase. Formula yang digunakan
Populasi adalah wilayah generalisasi dalam analisis deskriptif menurut arikunto
yang terdiri atas: Obyek/subyek yang (2005:271) sebagai berikut :
mempunyai kualitas dan karakteristik 𝐹
P = 𝑁 𝑋 100%
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik Keterangan :
kesimpulannya. (Sugiyono, 119:2011) P = Persentase (%)
Sehingga dalam penelitian ini F = Frekuensi
jumlah populasi ialah keseluruhan N = Jumlah Sampel
pegawai PT Pengadaian Cabang
Luwuk yang berjumlah 26 orang. HASIL DAN PENELITIAN
2. Sampel Dalam penelitian ini penulis
Sampel adalah bagian dari jumlah dan menggunakan beberapa indikator dalam
karakteristik yang dimiliki oleh populasi strategi komunikasi seperti Segmentasi
tersebut. Teknik pengambilan sampel (segmentation), target, objective,
dalam penelitian ini, menggunakan positioning, sequance of tools, integrating
teknik sampling jenuh yakni teknik dan tools. Aspek-aspek ini merupakan
penentuan sampel bila semua anggota dimensi dalam penyusunan riset utama

336 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


tentang keberhasilan strategi komunikasi. baik, namun sarana komunikasi melalui
1. Segmentation, hasil penelitian ini promosi membutuhkan biaya yang
menunjukkan 94% responden cukup besar. Oleh karena itu harus
menyatakan bahwa perusahaan dievaluasi kembali strategi promosi
mengkategorisasikan pasar yang melaui media cetak dan elektronik, jika
hendak dituju. Seperti adanya pasar perlu harus dilakukan survei sarana
sasaran, proses penentuan pasar, dan mana yang lebih efektif dan efisien,
adanya langkah dari perushaan dalam sehingga setiap kegiatan yang dilakukan
memahami pasar. untuk mempererat hubungan
2. Targeting, hasil penelitian menunjukkan perusahaan dengan nasabah untuk
95% responden menyatakan bahwa meningkatkan penjualan/pemasaran
perusahaan memiliki target sesuai dapat lebih efektif.
dengan visi dan misi perusahaan, Untuk mewujudkan strategi komunikasi
adanya dasar perusahaan dalam diatas, maka pemilihan media atau
pemilihan target, dan perusahaan saluran komunikasi juga merupakan
mampu melibatkan seluruh anggota sesuatu yang perlu diperhiotungkan
perusahaan untuk terlibat langsung secara optimal dalam transfer pesan
dalam rencana perusahaan. informasi. Pemilihan media sangat
3. Objective, hasil penelitian menunjukkan dikaitkan dengan gaya komunikasi
92% responden menyatakan bahwa pemasaran yang paling digemari atau
perusahaan selalu bersikap terbuka disenangi khalayak sehingga khalayak
dalam berkomunikasi dengan nasabah. menjadi pengguna fanatik.
Tujuannya adalah untuk menimbulkan
rasa empati dan kerelaan khalayak SIMPULAN
untuk melakukan apa yang diinginkan. Hasil penelitian menunjukkan
4. Positioning, hasil penelitian bahwa strategi komunikasi pemasaran
menunjukkan bahwa 98% responden dalam mensosialisasikan program
menyatakan bahwa perusahaan tabungan emas dalam meningkatkan
memiliki hubungan yang baik dengan nasabah PT.Pegadaian Cabang Luwuk
pemerintah maupun dengan nasabah. Kabupaten Banggai telah berjalan dengan
Perusahaan mampu menyesuaikan sangat efektif (98%). Hal ini terlihat dari :
posisi mereka sesuai dengan situasi a. Segmentation: adanya pasar sasaran,
yang ada. proses penentuan pasar, dan adanya
5. Sequance of tool, hasil penelitian langkah dari perusahaan dalam
menunjukkan bahwa 99% responden memahami pasar.
menyatakan bahwa perusahaan sudah b. Targeting dimana perusahaan memiliki
menggunakan taktik dalam target sesuai dengan visi dan misi
berkomunikasi dengan nasabah., perusahaan, adanya dasar
berbagai bentuk-bentuk komunikasi perusahaan dalam pemilihan target,
dengan media elektronik, selain itu dan perusahaan mampu melibatkan
perusahaan juga sering terlibat dalam seluruh anggota perusahaan untuk
kegiatan-kegiatan seperti olahraga, dan terlibat langsung dalam rencana
sebagainya. Dimana tujuan utamanya pemasaran.
adalah membangun komunikasi yang c. Objective, dimana perusahaan selalu
positif dengan nasabah. bersikap terbuka dalam berkomunikasi
6. Integration, hasil penelitian dengan nasabah. Tujuannya adalah
menunjukkan bahwa 95% responden untuk menimbulkan rasa empati dan
menyatakan bahwa adanya jalinan keralaan khalayak untuk melakukan
antara strategi dan sarana komunikasi, apa yang diinginkan.
bentuk-bentuk komunikasi yang d. Positioning dimana perusahaan
dilakukan perusahaan saling berkaitan memiliki hubungan yang baik dengan
satu sama lain, hal ini agar kegiatan pemerintah maupun dengan nasabah.
perusahaan dapat mencapai tujuan Perusahaan mampu menyesuaikan
sesuai yang diinginkan. posisi mereka sesuai dengan situasi
7. Tools, hasil penelitian menunjukkan yang ada.
95% responden menyatakan bahwa e. Sequence of tool dimana perusahaan
komunikasi yang dibangun oleh sudah menggunakan taktik dalam
perusahaan dengan nasabah sudah berkomunikasi dengan nasabah.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 337


f. Integration: adanya jalinan antara dalam mempromosikan atau dalam
strategi dan sarana komunikasi penjualan adalah perusahaan selalu
g. g. Tools: adanya sarana komunikasi menargetkan penjualan setiap
dengan nasabah melalui media cetak tahunnya, oleh sebab itu bagian
ataupun media elektronik ataupun penjualan harus mempelajari cara
dengan brosur-brosur untuk dalam memfollow up nasabah yang
meningkatkan penjualan dapat lebih sudah membeli barang tersebut, mulai
efektif. membangun hubungan baik hingga
h. PT.Pegadaian Luwuk perlu meminta referensi dari nasabah yag
mengangkat tenaga khusus sudah membelinya.
pemasaran untuk menambah jumlah
nasabah baru. DAFTAR PUSTAKA
Arifin Anwar, Ilmu Komunikasi Sebuah
Saran Pengantar Ringkas, Penerbit : PT
Dalam sistem pemasaran/ Raja Grafindo Persada, Jakarta.
penjualan pada PT. Pegadaian Luwuk Cangara Hafied, 2003, Ilmu,Teori, dan
sudah menerapkan suatu sistem yang baik, Filsafat Komunikasi, Penerbit: PT
sehingga perusahaan dapat mencapai Citra Aditya Bakti, Bandung.
target yang telah ditatapkan. Namun ada Cangara Hafied, 2005. Pengantar Ilmu
beberapa hal yang menjadi masukan untuk Komunikasi. Penerbit: Raja Grafindo
PT.Pegadaian terkait pemasaran agar Persada Jakarta.
melebihi target yng telah ditentukan, Cangara Hafied, 2011, Komunikasi Politik
diantaranya yaitu : Konsep, Teori, dan Strategi,
a. Perlu diadakannya evaluasi kembali Penerbit: PT RajaGrafindo Persada,
terkait penggunaan biaya-biaya yang Jakarta.
dikeluarkan untuk mendukung penjualan Effendy Uchjana Onong, 2005, Ilmu
seperti promosi, penyelenggaraan Komunikasi Teori dan Praktek,
pameran dan sebagainya, sebab Penerbit: PT Remaja Rosdakarya,
kegiatan-kegiatan tersebut memerlukan Bandung
biaya yang cukup banyak, sementara Hartley John, 2004,
sebuah perusahaan harus selau Communication,Cultural, & Media
mengedepankan prinsip efisiensi dalam Studies, percetakan Jalasutra,
penggunaan biaya Yogyakarta.
b. Untuk memenangkan persaingan Husein Adnan, 2011, Mix Methodology
dengan perusahaan lain sebaiknya Dalam Penelitian Komunikasi,
perusahaan harus menggunakan dicetak: Matapadi Pressindo,
strategi yang cukup jitu. Mengenali Yogyakarta.
pesaing kita merupakan strategi yang
sangat baik untuk memenangkan Unduhan
persaingan. Blogspot.co.id/2013/04/rancangan-html
c. Kesulitan yang sering dihadapi oleh https ://mayasrh.wordpress.com/…/laporan-
bagian penjualan atau pemasaran struktur organisasi

338 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


THE IMPACT OF SELF-ASSESSMENT STRATEGY ON STUDENTS’ WRITING
SKILL IMPROVEMENT

Sri Widyarti Ali

Abstract
Self-assessment is an effort to provide the students with the opportunity to identify
and to recognize their own strengths and weaknesses in learning. Self-assessment
can be implemented in writing class as a strategy which includes any condition
where students can identify, assess, and revise their own writing. Oscarsson
(1989) mentions that self assessment in the language classroom can promote
learning, raise level of awareness, improve goal-orientation, expand range of
assessment, share assessment burden and bring beneficial post-course effects.
Hence, this study is aimed at giving students the opportunity to improve their
writing skills by assessing and identifying their strengths and weaknesses in
writing. This study is conducted through 3 (three) steps; the first is giving a test to
students to write a paragraph, the second is giving each student a paper which
contains 5 (five) elements of writing; 1. Content, 2.Organization, 3.Vocabulary,
4.Grammar /Language Use, and 5.Mechanics (Jacobs et al, 1981, cited in Hughes
2003). In this step, the students analyze and identify their result of writing based on
those five writing elements, and they also assess and give comments about their
mistakes and weaknesses in each element of writing. The last step is asking the
students to rewrite and revise their previous writing based on the result of their self-
assessment. The results of students writing revisions indicate an improvement in
their writing skill. It specifically gives a big impact on their grammar and vocabulary.
It is expected that this study can give an insight for language teachers and
lecturers about the implementation of self-assessment strategy in writing class.
Self-assessment strategy is helpful in improving students writing skill, as well as
shaping them to be more independent learners.
Key words: Self-assessment, writing, writing elements.

INTRODUCTION requires students to judge their own abilities


Writing, as a productive skill, needs or performance. In line with Brown’s
to be taught and learnt intensively in both opinion, Klenowski (1995, p. 146) points out
its theory and also practice. Because that self-assessment is ―the evaluation or
studying writing demands students to be judgment of the worth of one’s performance
able to produce and express ideas, thought, and the identification of one’s strengths and
and opinion in written form, so students weaknesses with a view to improve one’s
who study writing needs good strategies learning outcomes‖.
and methods in making them easy to Self-assessment in writing indicates
produce ideas, as well as to implement a strategy or method which applies
theories of writing in practice. Heaton activities that causes the writers to think
(1974, p.138) states that writing skill is about, evaluate, and revise their results of
more complex and difficult to teach, writing. By assesing their own writing,
requiring mastery not only grammatical writers are able to identify and recognize
devices but also concept and judgment‖. their strengths and weaknesses in writing,
Because writing skill covers the as well as to improve their writing skill. The
students’ ability to understand the topic to activities in this strategy includes the
be written and also the ability to express process of writing, evaluating the result of
their ideas in writing, so it is better for the writing, and revising the writing based on
students to recognize and know about their the result of evaluation or assessment. In
own strengths and weaknesses in writing. process of assessment, students are given
One strategy which provides the students writing rubric assessment to be a guide for
with the opportunity to identify and to them in doing the assessment.
recognize their own strengths and Furthermore, Black et al, (2003) suggest
weaknesses in learning is self-assessment the following guidelines for successful
strategy. Brown (2004) asserts that self- implementation of student self-assessment:
assessment is any assessment that

Volume 8 Nomor 3 September 2017 339


1. The criteria for evaluating any learning writing products can show clearly whether
achievements must be made students’ ability in language is good or not,
transparent to students to enable them or whether their language skill is improved
to have a clear overview both of the or not. Additionally, writing is very important
aims of their work and of what it means for the academic context, business and the
to complete it successfully. relationship with others in the world. Those
2. Students should be taught the habits are the reasons of why teaching and
and skills of collaboration in self- learning writing need more efforts and
feedback, both because these are the strategies. Spratt et all (2005, p.26)
intrinsic values and because self- mentions that writing involves
assessment can help the students to communicating a message with a sign or
develop the objectivity of their skills. symbol on a page. While Oshima and
3. Students should be encouraged to bear Hogue (1997, p.2) state that writing is a
in mind the aims of their work and to progressive activity which is opened with
assess their own progress to meet these the result of thinking what the writer is going
aims as they proceed. to say. To sum up, learning writing is not
The previous explanation indicates only emphasized on the students’
that self-assessment is a good strategy comprehension about the theory of writing
which encourages students to learn more and how to write well, but it also must be
by acknowledging their mistakes in writing. emphasized on the students’ success in
When they assess themselves, they are producing a good writing.
responsible for their own learning, aware for Spratt et al (2005, p. 27) describe
their response to the instruction, and ready that the nature of writing has a number of
for their engagement in meaningful learning stages such as brainstorming, making
tasks. For those reasons, this study is notes, planning, writing a draft, editing,
conducted and is aimed at describing the producing another draft, and proof-reading
effect of self-strategy implementation or editing again. Those stages can help the
towards students’ writing. This study is students in writing process. In addition,
conducted through 3 (three) steps; the first Brown (2001, p.335) states that ―The one
is giving a test to students to write a major theme in pedagogical research on
paragraph, the second is giving each writing is the nature of the composing
student a paper which contains 5 (five) process of writing.‖ In teaching English, the
elements of writing; 1. Content, teacher must understand how to teach the
2.Organization, 3.Vocabulary, 4.Grammar four skills to the students. It is very
/Language Use, and 5.Mechanics (Jacobs important to teach those skills in the English
et al., 1981, cited in Hughes 2003). In this class especially Teaching English as a
step, the students analyze and identify their Foreign Language (TEFL). In this case, the
result of writing based on those five writing teacher have to know how to teach writing.
elements, and they also assess and give Harmer states that there are several reason
comments about their mistakes and why teacher should teach writing. The
weaknesses in each element of writing. The reasons are reinforcement, language
last step is asking the students to rewrite development, learning style, and writing as
and revise their previous writing based on a skill (Harmer, 1998, p.79). Moreover, the
the result of their self-assessment. This several reasons will be presented as
study is conducted through one main follows:
question: How is the impact of self a) Reinforcement
assessment strategy on students’ writing. The visual demonstration of language
construction is invaluable and it is used as
THEORETICAL FRAMEWORK an aid to commiting the new language to
Writing and The Teaching of Writing memory. Students usually find the visual
The success of language learning demonstration is useful to write sentences.
process can be measured by the students’ It is useful to write sentences using new
achievement and improvement in language language shortly after they have studied it.
skills. One of language skills that can b) Language development
measure students’ ability in mastering It seems that the actual process of writing
language is writing skill, because writing is helps the students to learn. The mental
a productive skill in which students produce activity in order to construct proper written
ideas in written form. So it means that,

340 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


texts is all part of the on going learning claims that self-assessment provides an
experience. approach in which learners typically rate
c) Learning style themselves according to a number of
Writing is appropriate for such learners. It is criteria or dimensions. Boud (1995)
a reflective activity instead of the rush and summarizes that self-assessment
bother of interpersonal face-to-face comprises two main elements: the students
communication. Because students make decisions about the standards of
expected that producing language in a good performance and then grade their own
slower way is invaluable. work in relation to these standards.
Klenowski (1995, p. 146) points out that
The Concept of Self Assesment Strategy self-assessment is ―the evaluation or
Nowadays, English Language judgment of the worth of one’s performance
Teaching (ELT) has experienced a and the identification of one’s strengths and
paradigm shift from teacher to student- weaknesses with a view to improve one’s
centered teaching. Unlike in traditional learning outcomes‖. In addition, Boekarts
classroom practice, now learners are (1991, p. 2) asserts that ―Self-assessment
positioned as the central figure of teaching is a form of appraisal that involves a
and learning process. Harris (1997) states comparison between one’s behavioral
that the effectiveness of teaching and outcomes and internal and external
learning should depend on learners’ standard‖. In higher education, the
perceptions of the learning process and of progressive shift from teacher-centered to
themselves as language learners. In a learner centered classroom has forced the
similar vein, Hunt, Gow, and Barnes (1989) teacher to help learners take charge of their
assert that successful language teaching own learning. To do so, the main goal of
must start from the learners rather than the education in college and university contexts
teachers so language learners must be should be directed to ―help students learn
made aware that they are the most effectively and efficiently than they could on
important element in the learning process. their own‖ (Angelo and Cross, 1993, p. 3).
Consequently, teachers should be able to Therefore, learners should be continuously
facilitate learners with the opportunities to involved in the process of goal setting and
develop their self-awareness of their needs, taking responsibility for the learning
goals, and learning process. The concern outcome.
for involving students to develop their own
responsibility towards their learning The Benefits of Implementing Self
progress has raised some scholars’ Assessment Strategy
interests in implementing self-assessment There are many benefits of
in the class. implementing self-assessment in the
There are varied opinions among language classroom. Oscarsson (1989)
the scholars about the definition of self mentions that it can promote learning, raise
assessment. Richard and Schmidt (2002, level of awareness, improve goal-
p.475) defines self-assessment as orientation, expand range of assessment,
―checking one’s own performance on a share assessment burden and bring
language learning task after it has been beneficial post-course effects. Blue (1994)
completed‖. They claim that self- identifies the benefits of having self-
assessment is an example of metacognitive assessment as encouraging more efforts,
strategy in language learning. Harris and boosting self-confidence and self-
McCann (1994, p. 36) describe the concept consciousness of learning strengths and
of self-assessment as ―useful information weaknesses, and facilitating awareness of
about students’ expectations and needs, the distinction between competence and
their problems and worries, how they feel performance. Boud (1995) argues that self-
about their own (learning) process, their assessment can train learners to gradually
reactions to the materials and methods develop critical attitude towards their
being used, and what they think about the learning. In the long run, self assessment
course in general‖. Another scholar, Brown can empower learners to gain ownership of
(2004) asserts that self-assessment is any their learning and lifelong learning skills.
assessment that requires students to judge Butler and Lee (2010) found that self-
their own abilities or performance. In line assessment also finds stronger position in
with Brown’s opinion, Bachman (2000) leading to a shift of classroom mode from

Volume 8 Nomor 3 September 2017 341


teacher centered into learner-centered. elements, and they also assess and give
They argue that self-assessment meets all comments about their mistakes and
three domains of self-regulated learning: weaknesses in each element of writing. The
metacognitive domain, learning strategy, last step is asking the students to rewrite
and affective domain. Since language and revise their previous writing based on
teaching focuses on learners, Blue (1988) the result of their self-assessment. After
says that self-assessment can be used as a these phases, the results of students’
learning strategy because learners are writing before and after the self assessment
encouraged to identify whether they have strategy implementation are analyzed and
achieved their goals in learning or not and compared, and then interpreted.
to plan how to achieve them.
In conclusion, implementing self FINDINGS AND DISCUSSION
assessment strategy in language classroom The Impact of Self Assessment Strategy
can give many benefits to students. This on Students’ Writing
strategy can encourage the students to be This study is intended to describe
more active in learning, to have a self about how the self assessments strategy
reflection about their strengths and gives impact on the students’ writing. This
weaknessess in learning, and to be able to strategy is choosen based on some
have a self reflection after attending the consideration which have been stated in the
learning process. Besides, it is expected previous chapters. Some prior researches
that such practice can reduce students’ have also proven that this strategy is
over reliance on their teachers and improve effective to raise students’ awareness about
their writing performance. The results of this their strength and weaknesess in writing, so
study are expected to contribute some that it is expectedly can improve their
insights on the implementation of self- writing skill.
assessment for adult learners in writing In the writing classroom, the
class. By doing self-assessment, learners students as the participants are asked to
are required to be aware of their strengths write a descriptive paragraph, and they are
and weaknesses in their essays. Thus, they free to choose the topic that they want to
can find strategies to improve their writing write. The descritive paragraph is choosen
skills. Finally, self-assessment can be used because the participants are the second
as a tool to help learners be accustomed to semester (first grade) students who are still
monitoring their own learning and reducing taking writing for general communication
their dependency on teacher’s assessment. subject. Students in the first grade have not
This activity results in shaping students to been taught deeply about the types
be more independent learners. paragraph, therefore the descriptive
paragraph is considered as the most
METHOD OF RESEARCH appropriate one to be written by them in this
This is a qualitative study that applies research.
descriptive method to describe the After writing, each student is given
students’ writing result before and after the a rubric of writing assessment containing 5
self assessment strategy implementation. writing elements proposed by Jacob et al
Therefore, the data are taken from (1981): 1. Content, 2.Organization,
students’ writing which are written in form of 3.Vocabulary, 4.Grammar /Language Use,
descriptive paragraphs. The participants and 5.Mechanics (cited in Hughes 2003).
are the second semester students of Those elements are used as the guide for
English Departent, 2016/2017 academic the students to assess their writing.
year. Through this process of assessment, the
This study is conducted through 3 students proofread, evaluate, identify their
(three) steps; the first is giving a test to strengths and weaknessess in writing, as
students to write a paragraph, the second is well as discuss their writing with their
giving each student a paper which contains classmates and the lecturer. After doing the
5 (five) elements of writing; 1. Content, assessment process, the students are
2.Organization, 3.Vocabulary, 4.Grammar asked to write again the paragraph that
/Language Use, and 5.Mechanics (Jacobs they have written by doing a revision and
et al., 1981, cited in Hughes 2003). In this correction based on the result of
step, the students analyze and identify their assessment. The result of the students’ first
result of writing based on those five writing writing and second writing are then

342 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


compared and analyzed to see whether the moustache. I really like it because it is a gift
students’ writing skill is improved after from my mom”
having the self assessment strategy. The topic sentence in the
The result of analysis finds that paragraph is not clear. The writer starts it
there is a difference on the quality of the by telling about her experience after
students’ first and second writing. In graduating from Senior High School, and
students’ first writing, there are many then it is continued by the story of a the
problems found regarding the five writing writer’s favorite doll. Another problem found
elements, while in the second writing most here is the missing concluding sentence.
of the problems have been revised and Those problems of organization are
solved. The contents of students’ first then solved after the implementation of the
writing are mostly placed in range between self assessment strategy. After getting
fair to poor, or even very poor. It reveals through the process of evaluating their
that the writers’ awareness of the readers is result of writing, students can set the clear
unclear, in which the content is not and specific topic sentences for their
communicated effectively, so the readers writing. The clear topic sentences results
might get difficulty to get the points the good organization of paragraphs as this
delivered by the writers. In addition, some example shows:
of their topic sentences are too broad to be ―Doraemon is one of my favorite
developed into a paragraph. These cartoon character. I like him because he
problems are then solved after the students looks adorable. His color is blue with big
have the self assessment of their own and round head. His body is fat with a big
writing. In other words, the content of pocket in his belly. He has moustache and
students’ writing are improved after the big smiles on his mouth. He also has two
implementation of the strategy. The content big eyes and small red nose. I love him very
of students’ second writing are raised to the much because of his cuteness.‖
range of good to average. The contents of The body of the paragraph
writing are mosltly conveyed clearly to the develops the controlling idea ―adorable‖
readers, so that the readers could easily which is stated in the sentence ―I like him
understand the main points of the writing. because he looks adorable‖, and the
The topic sentences are constructed to be conclusion successfully summarizes the
more specific, so the contents are more body of paragraph in the sentence ―I love
focused on the topic of writing. him very much because of his cuteness‖.
There are also some differences Another problem solved by the self
between the organization of students’ first assessment strategy is the use of
and second writing. The students’ first vocabularies in students’ writing. In most of
writing are mostly categorized into fair to the students’ first writing, many problems
poor/ very poor. Most of the students as arises regarding the word choice. The main
writers get fail to set the topic sentences of problem here is the use of incorrect or
the paragraphs, thus it breaks the idea that inappropriate words to express the writers’
they deliver in the body of the paragraphs. ideas as shown by the following example:
The unclear topic sentence results very ―His nose is tall, but it looks big as
broad topics discussed in the body of well”
paragraphs. Moreover, there are some of In this context, the word tall is inapropriate
students’ paragraphs do not include the to be matched with the part of body nose.
concluding sentence to end the paragraph, After having the self assessment, the writer
so that it might leave a question in readers’ changes this sentence into:
mind. An example of paragraph taken from ―His nose is pointed, but it looks big
one participant shows this problem: as well‖
―After graduated from Senior High There are also similar changes found in
School, I entered a University in Gorontalo some other students’ writing after the self
through SBMPTN, and I succeded. I am so assessment strategy implementation. It
happy, especially my mom and dad. My proves that this strategy is effective in
mom gave me a doll that I really like. It is overcoming such problems in writing.
doraemon doll. Doraemon is one of my From the five writing elements, the
favorite cartoon character. I like it because problem in language use or grammar
it is cute. Its color is blue, so soft, and it has dominantly appears in students’ writing. It is
understandable because the writers are the

Volume 8 Nomor 3 September 2017 343


first grade students who have not finished who are taking the writing for general
yet taking the basic English grammar communication subject. It reveals that there
subject. Hence, the range of the language is a big differences between the result of
use can be placed in the category of fair to students’ first writing and second writing.
poor. Some mistakes found in students’ There are many problems of writing found
writing are the use of incomplete sentences in students’ first writing. While in the second
or fragments in paragraphs, the run-on writing, the problems and the mistakes
sentences, the disagreement of subject and have been revised and corrected.
verb in sentences, the missing verbs or Evaluating the writing result based on the
lexical verbs in sentences, and the misuse five writing elements makes the students
of verbs and tenses. While in the students’ easy to identify their mistakes in writing.
second writing, these problems are solved. Besides, they can also learn many
During the implementation of the strategy, important things related to writing skill
the students evaluate and identify their own during the process of assessment. As the
problems in writing and learn how to solve result, their results of second writing are
the problems. The revision of their first improved significantly. Therefore, the self
writing is done based on the result of their assessment strategy can be recomended to
self assessment. Their second writing are the teaching of writing, as well as to change
mostly placed in the category of good to the method of teacher-centered teaching
average. into the students-centered teaching.
The last writing element,
mechanics, is placed in the category of REFERENCES
average. In their first writing, some students Angelo, T., & Cross, K. (1993). Classroom
make errors in spelling, capitalization, and assessment techniques: A handbook
punctuation. They sometimes do not start a for college teachers (2nd ed.). San
sentence with a capital letter, or place Francisco, CA: Jossey-Bass.
comma inappropriately. There are also Bachman, L. R. (2000). Learner-directed
words which are written incorrectly. These assesment in ESL. New Jersey:
mistakes certainly give impact on the Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
meaning of sentences or the messages Black, P., Harrison, C., Lee, C., Marshall,
delivered by the writers. In the self B., Wiliams, D. (2003). Assessment
assessment strategy implementation, the for learning. Putting it into practice
students can recognize these problems, Maidenhead, Open University Press.
and can correct their mistakes in Blue, G. (1988). Self-assessment: The
mechanics. It is proven in the students’ limits of learner independence. In A.
second writing which have been revised in Brookes, & P. Grundy,
the use of capital letter to start a sentence, Individualization and autonomy in
the use of capital letters in proper noun, the language learning (pp. 100-118).
use of punctuations, and the spelling. London: Modern English Publications
Therefore, in students’ second writing, the and The British Council.
mechanics is placed on the category of Blue, G. (1994). Self-assessment of foreign
good to average. language skills: Does it work? CLE
Working Papers (University of
CONCLUSION Southhampton).
Self-assessment in writing is a Boud, D. (1995). Enhancing learning
method or strategy that causes the writers through self-assessment. London:
to think about, evaluate, and revise their Kogan
writing. By doing this process, the writers Boekarts, M. (1991). Subjective
can revise their own writing, improve their competence, appraisal, and self-
writing skill, and get the skill for later use. assessment. Learning and
This strategy is also helpful to encourage Instruction, 1(1), 1-7.
the students to learn writing and improve Brown, H. (2004). Language assessment:
their writing skill based on the writing’s five Principles and classroom practices.
elements: content, organization, New York: Longman.
vocabulary, language use/ grammar, and Brown, D (2001). Teaching by principles:
mechanics. An interactive approach to language
This study has proven the pedagogy. U.S.A Longman.
effectiveness of this strategy to students

344 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Butler, Y., & Lee, J. (2010). The effects of White Plains, NY: Pearson
self-assessment among young Education.
leaners of English. Language Klenowski, V. (1995). Student self-
Testing, 27(1), 5-31. evaluation processes in student-
Harmer, Jeremy. 1998. How to Teach centred teaching and learning
English, An Introduction to The contexts of Australia and England.
Practice of English Language Assessment in Education, 2(2), 145-
Teaching. England. Longman. 163.
Harris, M. (1997). Self-assessment of Oscarson, M. (1989). Self-Assessment of
language learning in formal settings. Language Proficiency: Rationale and
English Language Teaching Journal, Applications. Language Testing, 6, 1-
51(1), 12-20. 13.
Harris, M., & McCann, P. (1994). Oshima, A & Hogue, A. (1997). First Step to
Assessment. Oxford: Heinemann. Academic English. New York:
Hunt, J., Gow, L., & Barnes, P. (1989). Pearson Education.
Learner self-evaluation and Oscarson, M. (1989). Self-assessment of
assessment-a tool for autonomy in language proficiency: rationale and
the language learning classroom. implications. Language Testing, 6(1),
Hong Kong: Institute of Language in 1-13.
Education, Education Department. Richards, J., & Schmidt, R. (2002).
Hughes, A. (2003). Testing for language Dictionary of language teaching and
teachers. Cambridge: CUP. applied linguistics (3rd ed.). London:
Heaton, J.B. 1974. Writing English Pearson Education Limited.
Language Test. London: Longman. Spratt, M., et al. (2005). The teaching
H. Douglas (2004). Language assessment: knowledge test course. Cambridge:
Principles and classroom practices. Cambridge University Press.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 345


346 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS VIRTUAL LABORATORY
MELALUI SIMULASI PhET TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1
GORONTALO

Tirtawaty Abdjul, Nova E. Ntobuo, and Citron Payu


Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa pada
pelajaran fisika yang dibelajarkan dengan media pembelajaran berbasis virtual lab.
melalui simulasi PhET dan model pembelajaran konvensional dengan
menggunakan media power point. Metode penelitian yang digunakan adalah
eksperimen semu dengan desain penelitian Posttest Only Control Group Design.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gorontalo
tahun pelajaran 2016/2017 dan sampel penelitian diambil 2 kelas dengan cara
tehnik cluster simple random sampling. Data yang terkait dianalisis dengan uji t
idependen. Dari hasil analisis data diperoleh hasil belajar siswa yang dibelajarkan
dengan menggunakan media pembelajaran berbasis virtual lab. melalui simulasi
PhET lebih tinggi daripada model pembelajaran konvensional yang menggunakan
media power point.
Kata kunci: Media Pembelajaran PhET, Hasil Belajar

PENDAHULUAN Dalam lingkungan virtual yang paling


Perkembangan ilmu pengetahuan, berhasil, para pemakai merasakan bahwa
teknologi (IPTEK) dan informasi mereka sungguh hadir di dunia yang
mengakibatkan perubahan di berbagai disimulasikan dan bahwa pengalaman
bidang kehidupan. Perkembangan ilmu mereka didalam dunia virtual sebanding
pengetahuan, teknologi, informasi dan dengan apa yang akan mereka alami pada
sosial budaya memberikan tantangan yang lingkungan sebenarnya.
cukup berat bagi suatu negara dan individu. Pembelajaran fisika merupakan
Perkembangan IPTEK menuntut setiap salah satu subsistem yang tidak luput dari
individu untuk selalu kreatif dan aktif dalam arus perubahan yang disebabkan oleh
mengembangkan aspek kehidupannya kehadiran teknologi informasi dan
karena setiap individu memiliki potensi komunikasi (TIK) yang sangat intrusif:
untuk berkembang. Dengan segala atributnya, TIK menjadi hal
Pada saat ini para pendidik sudah yang tidak dapat dihindarkan lagi dalam
mulai mendapatkan akses untuk sistem pembelajaran di kelas. Beragam
menggunakan berbagai macam teknologi kemungkinan ditawarkan oleh TIK untuk
guna meningkatkan efektifitas proses meningkatkan kualitas pembelajaran fisika
belajar dan mengajar. Komputer sebagai di kelas, di antaranya ialah (1) peningkatan
salah satu produk teknologi dinilai tepat dan pengembangan kemampuan
digunakan sebagai alat bantu pengajaran. profesional guru, (2) sebagai sumber
Berbagai macam pendekatan instruksional belajar dalam pembelajaran, (3) sebagai
yang dikemas dalam bentuk program alat bantu interaksi pembelajaran. dan (4)
pengajaran berbantuan komputer atau CAI sebagai wadah pembelajaran, termasuk
(Computer-Assisted Instruction) seperti: drill juga perubahan paradigma pembelajaran
and practice, simulasi, tutorial dan yang diakibatkan oleh pemanfatan TIK
permainan bisa diperoleh lewat komputer. dalam pembelajaran.
Simulasi mengenai lingkungan nyata Dalam pembelajaran ilmu fisika,
(virtual reality) yang dibuat oleh komputer, sebagian besar memerlukan media peraga
dan pengguna dapat berinteraksi dengan atau alat penunjang dan alat-alat praktikum
hasil yang menampakkan isi dari kenyataan untuk memudahkan pemahaman materi
lingkungan disebut kenyataan virtual tersebut terutama untuk materi yang
(Virtual Reality). VR merupakan suatu berhubungan dengan fenomena-fenomena
format interaksi manusia komputer di mana alam. Di satu sisi, eksperimen merupakan
suatu lingkungan nyata atau khayal salah satu metode yang biasa digunakan
disimulasikan dan para pemakai dapat untuk memudahkan pemahaman, tetapi
berhubungan dan menggerakkan dunia itu. dalam kenyataannya metode ini masih

Volume 8 Nomor 3 September 2017 347


mendapatkan beberapa kendala PhET. Beberapa keunggulan pemanfaatan
diantaranya keterbatasan waktu yang virtual laboratory dengan simulasi PhET
tersedia dan peralatan laboratorium yang dalam pembelajaran fisika antara lain
kurang lengkap, sehingga proses sebagai berikut; Pertama, mempermudah
pembelajaran Fisika yang berlangsung siswa dalam memperoleh informasi dan
selama ini masih didominasi oleh model mempermudah guru dalam menyampaikan
pembelajaran konvensional, yaitu dengan permasalahan yang kontekstual kepada
model pembelajaran langsung dengan siswa. Kedua, dapat meningkatkan
metode ceramah dan demonstrasi yang kepercayaan diri, keterampilan dan
membuat siswa mudah bosan dan kurang pengetahuan siswa untuk memecahkan
tertarik pada pelajaran fisika. Sehingga hal permasalahan, menjadi pemikir dan
ini membuat guru sangat jarang melakukan pebelajar yang independen. Ketiga, dapat
eksperimen padahal eksperimen sangat dilihat secara visual dan dinamis sehingga
penting untuk memperkuat teori demi merupakan model mental yang kaya
meningkatkan kualitas pembelajaran informasi sehingga memudahkan siswa
dimana eksperimen bertujuan memberi dalam memahami konsep, terutama
kesempatan siswa untuk mengalami atau konsep-konsep yang bersifat abstrak dan
melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, bersifat proses.
mengamati suatu obyek, keadaan atau Pembelajaran dengan virtual
proses sesuatu. laboratory menggunakan simulasi PhET
Berdasarkan hasil observasi menganut pandangan konstruktivis yang
peneliti melalui wawancara dengan guru memegang beberapa prinsip sebagai
dan beberapa siswa di SMA Negeri 1 berikut. (1) pengetahuan dibangun sendiri
Gorontalo yang menyatakan bahwa oleh siswa, baik secara individu maupun
beberapa bahan eksperimen sulit secara sosial (berkelompok), (2)
dijangkau, terlebih sebagaian peralatan pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari
laboratorium yang tersedia sudah guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan
mengalami kerusakan sehingga siswa menalar, (3) siswa aktif
memberikan hasil pengukuran yang kurang mengkonstruksi pengetahuannya terus
akurat dan hasilnya tidak dapat digunakan menerus sehingga selalu terjadi perubahan
untuk membangun konsep/teori konsep ilmiah, dan (4) guru berperan
sebagaimana yang seharusnya sehingga sebagai mediator, motivator dan fasilitator
mengakibatkan siswa cenderung hanya yang menyediakan sarana dan situasi yang
menghafal rumus tanpa menguasai konsep. memungkinkan proses konstruksi
Selain itu, tidak semua eksperimen dapat pengetahuan siswa berjalan dengan baik,
dilakukan secara nyata di laboratorium, sebagaimana yang dinyatakan oleh
karena karakteristik materi fisika itu sendiri Suparno (dalam buku Trianto, 2009: 26).
melibatkan proses dan konsep abstrak Sehingga dengan demikian diharapkan
yang tidak dapat teramati secara kasat media ini dapat meningkatkan hasil belajar
mata sehingga diperlukan ide kreatif dari siswa. Yang mana menurut Sudjana
guru untuk memafaatkan media sebagai (2006:22) hasil belajar adalah kemampuan-
penunjang pembelajaran untuk mengatasi kemampuan yang dimiliki oleh siswa
masalah tersebut. setelah menerima pengalaman belajarnya.
Sherwood dalam Manurung (2010) Yang mana berdasarkan penelitian Cengiz
menyatakan bahwa perkembangan di Turki (2010:1) “Result of this study
teknologi informasi memberikan showed that virtual laboratory applications
kesempatan untuk membangun dan made positive effects on students’
menggunakan virtual laboratory sebagai achievements and attitudes when
salah satu alternatif untuk mengatasi compared to traditional teaching methods”
masalah-masalah tersebut. Virtual bahwa virtual laboratory dengan simulasi
laboratory adalah eksperimen yang PhET dapat meningkatkan prestasi siswa.
menggunakan simulasi pembelajaran Implementasi model pembelajaran
(software) dan komputer dalam dengan virtual laboratory dengan simulasi
menjalankan fungsi-fungsi penting PhET mengadopsi model pembelajaran
laboratorium sebagaimana layaknya inquiry terbimbing, dengan sintaks
eksperimen biasa (real experiment). pembelajaran sebagai berikut; Pertama,
Simulasi yang paling cocok digunakan guru mengajukan pertanyaan atau
dalam pembelajaran fisika adalah simulasi permasalahan dalam bentuk lembar kerja

348 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


siswa (LKS). Kedua, siswa mengajukan O1: Pee Test dan post test untuk kelas
hipotesis atau jawaban sementara yang eksperimen
akan diuji kebenarannya dengan data yang O2: Pee Test dan post test untuk kelas
diperoleh dari simulasi PhET. Ketiga, kontrol
mengumpulkan data dengan cara (Arikunto,2010:210)
melakukan simulasi PhET secara Populasi target pada penelitian ini
berkelompok. Keempat, menganalisis data adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA
hasil simulasi PhET dan melakukan Negeri 1 Gorontalo yang tersebar di 8 kelas
pengujian hipotesis yang telah diajukan dengan jumlah siswa untuk setiap kelas 36
sebelumnya sehingga siswa dapat sampai dengan 43 orang. (Sumber data:
menjelaskan penolakan/penerimaan Tata usaha SMA N 1 Gorontalo Tahun ajar:
hipotesis sesuai dengan proses penemuan 2016-2017)
(inquiry) yang telah dilakukannya bersama Penelitian ini dilaksanakan selama
kelompok. Kelima, membuat kesimpulan dua kali pertemuan dengan teknik
berdasarkan experiment virtual yang telah pengumpulan data menggunakan tes. Tes
dilakukan. dilaksanakan setelah pembelajaran. Tes ini
Berdasarkan paparan diatas maka bertujuan untuk mengetahui perbedaan
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan
dengan judul ―Pengaruh Penggunaan kelas eksperimen setelah pembelajaran.
Media Pembelajaran Berbasis PhET Tes yang digunakan untuk penelitian ini
Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi adalah tes essay dengan jumlah 9 butir
Bunyi‖ soal. Butir soal ini digunakan untuk tes awal
(pree-test) kemudian diujikan lagi sebagai
METODOLOGI PENELITIAN tes akhir (posttest) setelah pembelajaran
Penelitian ini dilaksanakan di kelas selesai. Tes hasil belajar disusun
XI SMA Negeri 1 Gorontalo di Kota berdasarkan indikator-indikator pada
Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan kompotensi dasar yang mengacu pada
selama kurang lebih tiga bulan, pada kurikulum 2013.
semester genap tahun ajaran 2016/2017. Untuk mengukur validitas tes
Metode yang digunakan dalam digunakan rumus product moment. Soal
penelitian ini adalah metode eksperimen dikatakan valid apabila rhitung> rtabel dan
semu karena penelitian ini bertujuan untuk jika rhitung< rtabel soal tersebut tidak valid.
melihat perbedaan hasil belajar fisika (Arifin,2011:254).
antara siswa yang belajar menggunakan Hasil uji validitas tes yang
model pembelajaran dengan menggunakan digunakan seperti yang terlampir pada tabel
simulasi PhET dan siswa yang belajar 3 berikut ini:
menggunakan model pembelajaran Tabel 3. Hasil Uji Validitas Tes
konvensional menggunakan power point No rhitung rtabel Keterangan
pada pelajaran fisika khususnya pada
1 0,428 Valid
materi bunyi kelas XI SMA Negeri 1
Gorontalo. 2 0,859 Valid
Desain penelitian ini adalah dengan 3 0,872 Valid
rancangan Pree Test Posttest Only Control
Group Desain, dapat dilihat pada tabel 1 4 0,804 Valid
0,329
berikut ini. 5 0,438 Valid
Tabel 1. Desain Penelitian
Post
6 0,663 Valid
Kelas Pree Perlakuan
Test test 7 0,690 Valid
Kelas O1 X1 O1
eksperimen 8 0,896 Valid
Kelas kontrol O2 X2 O2 9 0,844 Valid

Keterangan:
X1: Pembelajaran dengan menggunakan Berdasarkan tabel 3 di atas terlihat
media PhET bahwa berdasarkan uji coba validitas,
X2: Pembelajaran menggunakan media semua tes yang digunakan adalah valid
power point dan dapat digunakan sebagai instrument
dalam penelitian

Volume 8 Nomor 3 September 2017 349


HASIL PENELITIAN
Data hasil belajar siswa yang
dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari
dua kelompok yakni kelas eksperimen yaitu
kelompok siswa yang diterapkan
pembelajaran berbasis virtual laboratory
dengan menggunakan simulasi PheT dan
kelas kontrol yaitu kelompok siswa yang
dibelajarkan menggunakan model
konvensional dengan media power point.
Tes hasil belajar ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan
pembelajaran pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan melihat skor rata-rata Gambar 4. Diagram Daftar Distribusi
hasil belajar siswa. Frekuensi Perolehan Hasil Belajar Siswa
Persentase kemajuan hasil belajar Yang Menerapkan Pembelajaran Berbasis
siswa tiap ranah kognitif pada kelas Virtual Laboratory
eksperimen dan kelas kontrol seperti
tergambar pada gambar 3 berikut ini. Berdasarkan Gambar 4 di atas,
terlihat bahwa 95% siswa tuntas dalam
mengikuti pembelajaran yang berbasis
Virtual Laboratory.
Daftar distribusi frekuensi perolehan
hasil belajar siswa pada kelas kontrol yang
menerapkan pembelajaran yang berbasis
konvensional dapat dilihat pada Gambar 5
berikut ini.

14
12
Frekuensi

10
8
Gambar 3. Diagram Kemajuan Hasil 6
Belajar Siswa Tiap Ranah Kognitif Pada 4
2
Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol 0
Dari hasil tes hasil belajar diperoleh
skor rata-rata untuk kelas eksperimen untuk
pree-tes 12,41 atau 20,34 dan untuk post-
tes 53,12 atau rata-rata perolehan nilai Kelas Interval
yaitu 87.08, sedangkan untuk kelas kontrol
pretest 20,32 atau 33,31 dan untuk posttest Gambar 5. Diagram Daftar Distribusi
42,74. atau rata-rata perolehan nilai yaitu Frekuensi Perolehan Hasil Belajar Siswa
70,06. Data tersebut menunjukkan bahwa Yang Menerapkan Pembelajaran
kemajuan hasil belajar siswa pada kelas Konvensional
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas Gambar 5 di atas menunjukkan
kontrol dimana kemajuan rata-rata hasil bahwa 32,5% siswa tuntas dalam mengikuti
belajar siswa kelas eksperimen yaitu 40,71 pembelajaran Konvensional. Hal ini
atau 71.2 dan kelas kontrol 20, 41 atau disebabkan karena dalam pembelajaran
34,02. siswa hanya pasif. Pembelajaran lebih
Daftar distribusi frekuensi banyak didominasi oleh guru, sehingga
perolehan hasil belajar siswa yang sebagian besar siswa (67,5%) tidak
menerapkan pembelajaran berbasis Virtual memahami pelajaran yamg disampaikan
Laboratory (kelas eksperimen) dapat dilihat oleh guru, akibatnya banyak siswa yang
pada Gambar 4 berikut ini. tidak tuntas dalam mengikuti pelajaran
khususnya pada materi gelombang bunyi.
Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan uji t dua sampel independen

350 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


pada taraf 0,05 diperoleh thit memiliki gaya belajar kinestetik sedangkan
(8,26)>ttabel(2,32) yang berati bahwa pada laboratorium nyata siswa perlu
terdapat perbedaan antara hasil belajar melakukan praktikum sehingga diperlukan
siswa yang dibelajarkan menggunakan keahlian dalam melakukan praktikum dan
perangkat pembelajaran berbasis virtual dituntut memiliki skill awal yang lebih tinggi.
laboratory (kelas eksperimen) dengan hasil Penggunaan laboratorium virtual juga dapat
belajar siswa yang berbasis real experiment menarik perhatian siswa, siswa akan lebih
(kelas control), yang berarti bahwa hasil senang dan aktif dalam menerima materi
belajar siswa kelas eksperimen pelajaran, sehingga tidak menuntut aktivitas
menerapkan perangkat pembelajaran yang lebih tinggi dari siswa, karena aktivitas
berbasis virtual laboratory yang telah belajar bisa muncul bila ada sesuatu hal-hal
dikembangkan lebih baik dari hasil yang dianggap menarik bagi siswa apalagi
belajar siswa kelas kontrol yang tidak media yang digunakan jarang diketahui
menerapkan perangkat pembelajaran oleh siswa sedangkan pada laboratorium
berbasis virtual laboratory. Menurut Epinur nyata siswa dituntut untuk mempunyai
(2014, hlm 22), dengan virtual laboratorium modal pengetahuan awal tentang praktikum
memungkinkan siswa melakukan seperti mengetahui nama-nama alat-alat
eksperimen seolah-olah menghadapi yang akan digunakan dan kerja
peralatan laboratorium nyata, sehingga laboratorium yang harus ekstra hati-hati
tujuan pembelajaran fisika yang diharapkan sehingga siswa harus memiliki keaktifan
akan tercapai dengan biaya yang lebih serta skill atau kemampuan yang tinggi baik
murah dan waktu yang lebih singkat. sendiri maupun bersama kelompoknya.
Berdasarkan hal tersebut, maka Berdasarkan hal tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa perangkat dapat disimpulkan bahwa penerapan media
pembelajaran yang berbasis virtual pembelajaran berbasis virtual laboratory
laboratory secara procedural efektif untuk dengan simulasi phet dapat memperbaiki
diterapkan sehingga dapat memperbaiki hasil belajar siswa dalam proses
kualitas hasil belajar siswa. pembelajaran.
Hal ini sejalan dengan pendapat
Hermansyah dkk (2015:2) yang SIMPULAN
menyatakan bahwa pembelajaran Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
menggunakan virtual laboratorium memiliki bahwa perhitungan uji t dua sampel
beberapa kelebihan yaitu (a) meningkatkan independen pada taraf 0,05 diperoleh thit
penguasaan konsep siswa; (b) (8,26)>ttabel(2,32) yang berati bahwa
Memperbaiki ketarampilan berpikir kreatif terdapat perbedaan antara hasil belajar
dan pemecahan masalah secara ilmiah. siswa yang menerapkan media
Menurut Epinur (2014, hlm 22), dengan pembelajaran berbasis virtual laboratory
virtual laboratorium memungkinkan siswa melalui simulasi PheT dengan hasil belajar
melakukan eksperimen seolah-olah siswa yang menerapkan media
menghadapi peralatan laboratorium nyata, pembelajaran power point (kelas control).
sehingga tujuan pembelajaran fisika yang Saran
diharapkan akan tercapai dengan biaya Dalam proses pembelajaran, guru
yang lebih murah dan waktu yang lebih hendaknya memilih dan menggunakan
singkat. media pembelajaran yang baik dan tepat
Selain itu, menurut Riana (2011) agar siswa dapat memahami konsep yang
bahwa siswa yang diajar dengan diajarkan sehingga pembelajaran yang
menggunakan laboratorium virtual dirasakan oleh siswa sangat bermakna.
memperoleh prestasi yang lebih baik Pembelajaran berbasis virtual lab
dibandingkan dengan menggunakan dapat diaplikasikan ke dalam berbagai
laboratorium nyata. Penggunaan macam percobaan fisika, oleh karena itu
laboratorium virtual akan membantu siswa metode ini sangat memungkinkan untuk
dalam memecahkan masalah dengan lebih digunakan di sekolah yang minim atas
praktis, tanpa harus khawatir adanya ketersediaan laboratorium fisika dan
kesalahan-kesalahan dalam merangkai pembelajaran yang bersifat abstrak.
alat. Dalam laboratorium virtual, siswa
hanya perlu mengoperasikan komputer dan
melakukan sesuai prosedur percobaan
sehingga tidak harus menuntut siswa

Volume 8 Nomor 3 September 2017 351


DAFTAR PUSTAKA TP.2009/2010. Surakarta:
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Universitas Sebelas Maret
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil
Hermansyah, G. L & Herayanti. 2015. Proses Belajar Mengajar: PT Remaja
Pengaruh penggunaan virtual Rosdakarya, Bandung, (hal. 22)
laboratorium terhadap penguasaan Supardi U.S., Dkk. Pengaruh Media
konsep dan kemampuan berpikir Pembelajaran Dan Minat Belajar
kreatif siswa pada materi getaran Terhadap Hasil Belajar
dan gelombang. Jurnal pendidikan Fisika. Jurnal Formatif 2(1): 71-81
Fisika dan Teknologi Mataram ISSN: 2088-351X
Volume I, No 2, ISSN 2407-6902. Trianto (2009). Evaluasi Pembelajaran.
Riana. 2011. Pembelajaran Kimia Dengan Bandung : PT. Remaja. Rosdakarya
Metode Inkuiri Terbimbing Antara TÜYSÜZ, Cengiz. 2010. The Effect Of The
Penggunaan Lab Virtual Dan Lab Virtual Laboratory On Students’
Nyata Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Achievement And Attitude In
Aktivitas Belajar Siswa Pada SMA Chemistry. ISSN: 1309-2707.
Batik 2 Surakarta Pada Materi Koloid

352 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


PENGGUNAAN STRATEGI KOOPERATIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA
KELAS IV SDN I LEMITO

Yunizar R. Tangahu
Guru SDN I Lemito

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran
membaca pemahaman dengan strategi belajar kooperatif yakni meliputi: (1)
Mendeskripsikan penggunaan strategi belajar kooperatif untuk meningkatkan
pelaksanaan pembelajarann membaca pemahaman pada tahap perencanaan, (2)
mendeskripsikan penggunaan strategi belajar kooperatif untuk meningkatkan
pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman pada tahap pelaksanaan, dan
(3) mendeskripsikan penggunaaan strategi kooperatif untuk menigkatkan
pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman tahap evaluasi. Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan rancangan penelitian tindakan. Rancangan penelitian ini meliputi
kegiatan: (1) penelitian pendahuluan, (2) rancangan pelatihan guru, dan (3)
pelaksanaan tindakan penelitian kelas; diikuti dengan pengamatan, refleksi,serta
dilakukan dalam dua siklus, yang dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan
guru. Data penelitian proses dan hasil tindakan yang diperoleh dari hasil
pengamatan,wawancara, catatan setiap perbaikan, serta tes membaca pada
setiap akhir pelajaran. Sumber data penelitian ini adalah pembelajaran membaca
pemahaman dengan strategi belajar kooperatif yang berlangsung di SD terteliti
dengan subjek penelitian dengan siswa kelas IV SD. Berdasarkan hasil
analisis,dapat disimpulkan bahwa strategi belajar kooperatif dapat diterapkan
dalam meningkatkan pelaksanaan membaca pemahaman pada siswa kelas IV
SDN No. 01 Lemito baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan,maupun tahap
evaluasi.
Kata Kunci: pembelajaran, membaca pemahaman strategi kooperatif

PENDAHULUAN tulisan/catatan menjadi bunyi yang


Membaca adalah suatu proses yang bermakna (Anderson, 1972:209-210).
dilakukan serta dipergunakan oleh Istilah-istilah linguistik decoding dan
pembaca untuk memperoleh pesan, yang encoding tersebut akan lebih mudah
hendak disampaikan oleh penulis melalui dimengerti kalau kita dapat memahami
kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang bahasa (language) adalah sandi (code)
menuntut agar kelompok kata yang yang direncakan untuk
merupakan suatu kesatuan akan terlihat membawa/mengandung makna (meaning).
dalam suatu pandangan sekilas, dan agar Kalau kita menyimak ujaran pembicara,
makna kata-kata secara individual akan maka pada dasarnya, kita men-decode
dapat diketahui. Kalau hal ini tidak (membaca sandi) makna ujaran tersebut.
terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan Apabila kita berbicara, maka pada
yang tersirat tidak akan tertangkap atau dasarnya kita meng-ecode (menyandikan)
dipahami, dan proses membaca itu tidak bunyi-bunyi bahasa untuk
terlaksana dengan baik (Hodgoson, membuat/mengutarakan makna. Seperti
1960:43-44). juga berbicara dalam bentuk grafik, maka
Dari segi linguistik, membaca adalah menulis pun merupakan suatu proses
suatu proses penyandian kembali dan penyandian (encoding process), dan
pembacaan sandi (a recording and membaca sebagai suatu penafsiran atau
decoding process), berlainan dengan interpretasi yang berada dalam bentuk
berbicara dengan menulis yang justru tulisan adalah proses pembacaan sandi
melibatkan penyandian (encoding). Sebuah (decoding process).
aspek pembacaan sandi (decoding) adalah Beberapa ahli lebih cenderung
menghubungkan kata-kata tulis (written menggunakan istilah recording (penyandian
word) dengan bahasa lisan (oral language kembali) untuk menggantikan istilah
meaning) yang mencakup pengubahan reading (membaca) sebab pertama kali

Volume 8 Nomor 3 September 2017 353


lambang-lambang tertulis (written symbols) Temuan Penggunaan SKB dalam
diubah menjadi bunyi, dan kemudian Meningkatkan Keterampilan Membaca
barulah sandi itu dibaca (are decoded). Pemahaman Pada Tahap (a) Perencanaan,
Menyimak dan membaca berhubungan erat (b) Pelaksanaan, (dan (c) evaluasi
karena keduanya merupakan alat untuk dipaparkan sebagai berikut:
menerima komunikasi. Berbicara dan a. Temuan Penggunaan SKB dalam
menulis berhubungan erat karena Meningkatkan Keterampilan
keduanya merupakan alat untuk Membaca Pemahaman pada tahap
mengutarakan makna, pendapat, perencanaan Pembelajaran,maka
mengekspresikan pesan (Anderson, sebelum pembelajaran dilaksanakan
1972:3). disusun rencana pembelajaran,dan
Di samping pengertian atau batasan penelitian berkolaborasi dengan guru
yang telah diutarakan di atas, maka untuk memahami ketentuan-
membaca pun dapat pula diartikan sebagai ketentuan umum kurikulum, yaitu
suatu metode yang dipergunakan dalam standar kompotensi mata pelajaran
berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan bahasa dan sastra untuk SD. Butir
kadang-kadang dengan orang lain—yaitu pembelajaran yang menjadi
mengkomunikasikan makna yang kompotensi dasar yakni menemukan
terkandung atau tersirat pada lambang- makna dan informasi secara tepat
lambang tertulis. Bahkan ada pula penulis dalam kamus/ensiklopedi. Hasil
yang seolah-olah beranggapan bahwa belajar yang dicapai adalah siswa
―membaca‖ adalah suatu kemampuan mampu menginformasikan yang
untuk melihat lambang-lambang tertulis tepat sehinngga seseorang terhadap
serta mengubah lambang-lambang tertulis bacaan. Kemp (1985:39)
tersebut menjadi fonik (phonics=suatu menyatakan bahwa tujuan yang
metode pengajaran membaca, ucapan, disampaikan dapat membantu dan
ejaan, berdasarkan interpretasi fonetik mengarahkan siswa pada
terhadap ejaan biasa) menjadi/menuju keberhasilan mata pelajaran yang
membaca lisan (oral reading). telah ditetapkan. Pembentukan
Membaca dapat pula dianggap kelompok secara heterogen dari segi
sebagai suatu proses untuk memahami kemampuan didasarkan pada
yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pertimbangan semua anggota
pikiran yang terkadung di dalam kata-kata kelompok berkemampuan tinggi atau
yang tertulis. Tingkatan hubungan antara sedang. Sebaliknya, jika semua
makna yang hendak dikemukakan oleh anggota berkemampuan rendah
penulis dan penafsiran atau interpretasi maka aktivitas kelompok diperkirakan
pembaca turut menentukan ketepatan menjadi terhenti. Selanjutnya, jika
membaca. Makna bacaan tidak terletak para siswa mempunyai kemampuan
pada halaman tertulis, tetapi berada pada berbeda dalam kelompok yang sama
pikiran pembaca. Demikianlah makna itu maka dapat memberikan keuntungan
akan berubah, karena setiap pembaca siswa yang berkemampuan rendah
memiliki pengalaman yang berbeda-beda, dan sedang. Siswa yang
yang dia pergunakan sebagai alat untuk berkemampuan tinggi akan
menginterpretasikan kata-kata tersebut meningkat kemampuan komunikasi
(Anderson, 1972:211). verbal. Hal yang diharapkan sebagai
Sesuai dengan masalah penelitian, hasil penelitian adalah adanya
penelitian ini ditunjukan untuk melihat keterampilan praktisi untuk
penemuan penelitian yag meliputi; (1) menerapkan SKB disekolah, oleh
temun penelitian dalam meningkatkan karena itu tujuan ini perlu diadakan
keterampilan membaca pemahaman pada pelatihan bagi guru yang memahami
(a) tahap perencanaan, (b) tahap langkah-langkah dalam penerapan
pelaksanan,dan (c) tahap evaluasi.(2) SKB. Perencanaan, penetuan materi,
implikasi praktis. pembentukan kelompok,dan
pelatihan untuk guru dilakukan pada
PEMBAHASAN tahap perencanaan dan pelaksanaan
A. Temuan Penggunaan SKB dalam SKB. Hal ini akan berbeda apabila
Meningkatkan Keterampilan Membaca penetuan kelompok pada saat
Pemahaman. pembelajaran.

354 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


b. Temuan Penggunaan SKB dalam Interpretasi isi yang dilakukan
Meningkatkan Keterampilan siswa sudah sejalan dengan
Membaca Pemahaman Pada Tahap saran Rhodes dan Marling
Pelaksanaan Pembelajaran (1988:158) bahwa selayaknya
Pada temuan Penggunaan SKB diberikan penugasan secara
dalam pelaksanaan Pembelajaran bebas kepada siswa untuk
membaca pemahaman (1) tahap berinteraksi dengan objek ilustrasi
prabaca,(2) tahap saatbaca, dan (3) yang berhubungan dengan
pascabaca. bacaan.
1. Tahap Prabaca 2. Tahap Saat baca
Pada tahap prabaca tujuan Aktivitas penting dilakukan
pembelajaran disampaikan saatbaca (1) membaca dalam hati
kepada siswa sebelum secara bebas sesuai dengan
membahas materi, agar siswa karakteristik setiap kelompok, (2)
dapat mengetahui arah kegiatan mencocokan Interpretasi yang
pembelajaran dengan berfokus ditulis dengan isi bacaan yang
pada tujuan yang akan dicapai. Di diperoleh dari bacaan yang baru
samping itu, tujuan belajar dapat dibaca,(3) berdiskusi untuk
meningkatkan motivasi menurut mencari topik, tema, tokoh dan
pendapat Dahar (19888:174) karekter, kata-kata sulit dan
bahwa tujuan pembelajaran dapat menyimpulkan isi bacaan.
memotivasi juga dapat Dengan pemahaman ini, maka
memusatkan perhatian siswa siswa sudah mempunyai
terhadap aspek yang relevan wawasan yang diperlukan dalam
dalam pembelajaran. kerja kelompok. Siswa yang
Pada tahap prabaca, membaca dahulu akan lebih siap
disampaikan tanggung jawab berdiskusi dari pada siswa yang
siswa dan tanggung jawab langsung berdiskusi tanpa
kelompok sangat penting membaca lebih dahulu.
dilaksanakan, untuk kelancaran Dalam penelitian ini, diskusi
pelaksanaan penggunaaan SKB kelompok berjalan dengan baik.
sangat dibantu oleh pemahaman Antar anggota kelompok terjadi
siswa pada tugas yang perlu saling kerja sama dan bertanya
mereka lakukan. Pelaksanna SKB jawab. Hal ini terjadi karena
dimulai setelah materi ditentukan, anggota kelompok mempunyai
kelompok telah dibentuk, dan ide-ide murni muncul dari siswa
praktisi mempunyai keterampilan itu sendiri yang membentuk
yang cukup untuk pengetahuan mereka melalui
menerapkannya. kegiatan investigasi dan diskusi.
Dalam pembangkitan skemata Kemudian praktisi memberikan
siswa dikemukakan piaget (dalam kepada kelompok mengerjakan
Cahyono,1992/1993:16) LKS yang diberikan praktisi. LKS
Bursn,Roe, dan Ross (1996:209) inilah yang berfungsi sebagai
skemata berfungsi sebagai bahan laporan setiap kelompok.
berikut. Hal ini dilakukan dengan harapan
a. Tempat atau alat untuk untuk menghemat penggunaaan
mengasimilasi informasi waktu.
baru/informasi tambahan, 3. Tahap Pascabaca
b. Mengetahui pembaca untuk Pada tahap pascabaca,
hal- hal penting, pelaksanaan pembelajaran
c. Memperjelas kesimpulan, difokuskan pada penuangan
d. Membantu pembaca dalam kembali hasil baca siswa. Upaya
membuat ringkasan bagian yang yang dilakukan pada tahap ini
penting, adalah (1) memanfaatkan media
e. Membantu dalam mengingat yang tersedia, (2) menyelesaikan
pengetahuan baru yang Laporan, (3) melaporkan hasil
diperolehnya. investigasi, (4) menanggapi
laporan, (5) saling menghargai

Volume 8 Nomor 3 September 2017 355


antar individu yang bekerja Evaluasi juga dilakukan berkaitan
secara kooperatif, dan (6) dengan faktor pendukung dan
menanggapi evaluasi. penghambat yang ada selama
Penyajian kelompok secara pembelajaran berlangsung.
kelompok secara bergiliran Berdasarkan pengamatan diperoleh
artinya siswa yang sudah pernah faktor pendukung di antaranya jumlah
tidak menyajikan lagi, agar semua siswa sedikit sehingga kelompok dapat
kelompok dapat berlatih dikontrol, pemahaman guru terhadap
mengemukakan pendapat dan penggunaan SKB, dan pemahaman
berkomunikasi dengan kelompok siswa terhadap tugas yang dillakukan
lain. Kesempatan pertama untuk dalam mengikuti pembelajaran.
sukses merupakan satu Sedangkan faktor penghambat meliputi
komponen penting dalam belajar kurangnya media pembelajaran berupa
kooperatif. kamus besar bahasa indonesia,
Penyajian laporan memerlukan kekurangan aktifan siswa dalam
waktu yang lama, karena pelaksanaan diskusi menyebabkan
didalamnya terjadi diskusi antar diskusi kurang bersemangat, dan
kelompok. Semakin banyak kurangnya pemahaman siswa tentang
kelompok yang menyajikan dan topik dan tema. Kerjasama siswa dalam
bertanya mengakibatkan banyak SKB berlangsung baik ditinjau dari segi
waktu yang digunakan. Untuk kemampuan.
mengatasi hal ini dilakukan Kerjasama dilakukan siswa tampak
langkah berikut. (1) laporan setiap membedakan latar belakan sosial, jenis
kelompok dikumpulkan sesuai kelamin, dan kemampuan lebih didorong
kesamaannya, (2) laporan yang oleh tanggung jawab mereka untuk
sama tidak perlu disajikan oleh menyelesaikan tugas kelompok. Hal ini
kelompok pelapor, (3) dapat dilihat pertanyaan siswa bahwa
praktisi/guru cukup untuk dengan kerjasama pekerjaan kelompok
menentukan satu kelompok akan cepat selesai. Evaluasi hasil
menyajikan laporan sehingga dilakukan dengan menilai hasil LKS
akan menghemat penggunaan setiap kelompok dan peningkatan skor
waktu. Kegiatan guru memberikan yang diperoleh dalam tiap kegiatan
penilaian, penguatan, dan pembelajaran. Untuk melihat hasil
penghargaan kepada siswa belajar siswa secara individu, maka
dengan harapan untuk dilaksanakan tes. Tes berisi tugas yang
meningkatkan motivasi dan rasa sama dengan LKS tetapi harus
puas. Penguatan dan dikerjakan secara individu.
penghargaan yang diberikan Dengan cara ini dapat di
dapat mendorong siswa untuk bandingkan hasil belajar siswa
dapat bebuat lebih baik lagi pada kelompok dan hasil kerja individu. Pada
aktivitas diskusi berikutnya. siklus I dan siklus II terungkap bahwa
tes membaca pemahaman sesuai
Temuan Penggunaan SKB dalam dengan maksud tersebut dan hasilnya
Meningkatkan Keterampilan Membaca dapat menggambarkan prestasi belajar
Pemahaman Pada Tahap Evaluasi siswa. Keberhasilan tes dapat diketahui
Pembelajaran rata-rata hasil tes siklus I dan II. Rata-
Kegiatan evaluasi proses dan rata skor hasil kerja kelompok pada
evaluasi hasil. Evaluasi proses siklus I 86,62, dan siklus II adalah 95.37,
dilakukan dengan mengamati aktivitas maka pembelajaran membaca
guru dan siswa. Evaluasi proses pemahaman dengan SKB meningkat
dilakukan pada lembar pengamatan menjadi 9,15%.
yang telah disediakan sebelumnya. Berdasarkan hasil evaluasi dapat
Aktivitas guru dievaluasi berkaitan dilihat bahwa ada peningkatan
dengan kesesuain dengan langkah- keterampilan membaca pemahaman
langkah peksanaan belajar kooperatif. SKB siswa siklus I dan siklus II hal ini
Aktivitas siswa dievaluasi dengan ditandai dengan adanya peningkatan
keaktifan siswa dalam mengikuti skor siswa mulai dari LKS I dan LKS II
pembelajaran. hasil diskusi. Kelompok yang pernah

356 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


salah dalam LKS pertama, tidak dalam keterampilan membaca pemahaman
membuat kesalahan lagi pada LKS di kelas.
selanjutnya. Berdasarkan hasil diskusi Dalam keterampilan membaca
antar kelompok, setiap kelompok belajar pemahaman guru sudah melaksanakan
membuat kesimpulan secara benar. kegiatan belajar mengajar dengan prosedur
Begitu juga hasil pengamatan hasil pembelajaran meliputi; tahap prabaca,
aktivitas guru pada siklus I ada 4 saatbaca, dan pascabaca. Dalam
deskriptor yang muncul, siklus II semua keterampilan membaca guru sudah
muncul. Sedangkan hasil pengamatan merancang dan memanfaatkan
aktivitas siswa pada siklus I ada 14 penggunaan SKB sebagai media dan
deskriptor yang tidak muncul, siklus II sumber belajar. Hal tersebut sejalan
ada 2 deskriptor yang tidak muncul. dengan rambu-rambu yang digariskan
Dengan demikian,penggunaan SKB dalam kurikulum 2006 tentang sumber
dalam pembelajaran membaca belajar bahasa indonesia. Dalam
pemahaman untuk meningkatkan keterampilan membaca dengan
keterampilan membaca siswa kelas IV penggunaan SKB guru sudah mengumpul
SDN No. 01 Lemito terbukti efektif. data kemajuan belajar siswa melalui
Temuan penelitian SKB dalam catatan lapangan. Catatan lapangan
meningkatkan keterampilan membaca tersebut guru mengevaluasi keterampilan
pemahaman dengan pembelajarannya belajar siswa, kelebihan dan kemahan
berimplikasi pada praktis keterampilan siswa. Dengan demikian guru dapat
membaca pemahaman kelas IV SD. melaksanakan evaluasi proses dan tes
Implikasi yang dimaksud komponen tujuan, perbuatan untuk memperbaiki prosedur
media dan sumber belajar, kegiatan belajar pembelajaran. Selain itu guru juga dapat
mengajar, dan evaluasi. Berikut ini melaksanakan evaluasi hasil belajar
diuraikan implikasi praktis yang dimaksud. dengan teknik observasi mengukur
Dalam melaksanakan kegiatan keterampilan siswa membaca pemahaman.
pembelajaran guru sudah mengarahkan
pada tercapainya tujuan untuk SIMPULAN
membangkitkan pengetahuan awal dan Penggunaaan strategi belajar
minat baca terhadap membaca kooperatif dalam keterampilan membaca
pemahaman, kemampuan memahami dan pemahaman pada tahap perencanaan
merespon teks bacaan SKB. Dengan ditandai aktivitas: (a) merumuskan tujuan
demikian, guru dapat merencanakan tujuan pembelajaran, (b) mementukan bahan
pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran, (c) memilih media dan
kemampuan membaca pemahaman. sumber belajar, dan (d) merancang
Orientasi tujuan yang difokuskan skenario pembelajaran; dengan kegiatan
pada kemampuan membaca dalam hati, (1) dpat meningkatakan mutu praktik
dengan orientasi kemampuan merespon pembelajaran yang dilaksanakan guru, (2)
sebagai mana yang telah digariskan pada dapat membimbing guru merancang
kurikulum 2006. Tujuan pembelajaran skenario pembelajaran yang sesuai dengan
jangka panjang dapat berorientasi pada konpotensi dasar.
perolehan pengembangan pengetahuan Penggunaan strategi belajar
dan nalar baca siswa. Dengan rumusan kooperatif dalam pelaksanaan
tujuan guru akan senantiasa memantau pembelajaran membaca pemahamn
perkembangan diskusi kelompok dan ditandai dengan aktivitas; (a) prabaca, (b)
memotivasi siswa yang lambat. Adapun saatbaca, dan (c) pascabaca. Pada tahap
penetapan tujuan pembelajaran SKB prabaca guru melakukan membaca dalam
dengan mengembangkan sosialisasi siswa hati secara individu, (1) berdiskusi
dapat mengarahkan siswa pada keberanian kelompok, (2) member motivasi untuk
berkomunikasi. bekerja sama. Kegiatan yang dilakukan
Dalam mendukung kelancaran saatbaca siswa bersemangat dalam
kegiatan pembelajaran membaca berdiskusi.pada tahap prabaca kegiatan
pemahaman dengan SKB guru dilakukan sharing antar kelompok, dan (2)
menyediakan media pembelajaran sesuai pemberian umpan balik oleh guru. Pada
dengan kebutuhan siswa. Dengan demikian kegiatan pascabaca guru bersama siswa
dalam pembelajaran guru dapat membahas hasil kerja, untuk menetapkan
memanfaatkan media sumber belajar dan menyamakan pemahaman tentang

Volume 8 Nomor 3 September 2017 357


konsep membaca pemahaman dengan pembelajaran membaca semakin mengkat
kegiatan ini,pemahaman siswa lebih baik dan menyenagkan bagi siswa sekolah
terbukti dengan hasil tes LKS yang dicapai dasar,(2) menggunakan hasil penelitian ini
siswa dalam kategori baik. sebagai rujukan operasional dalam
Penggunaaan strategi belajar pembelajaran,merancang dan
kooperatif dalam meningkatkan melaksanakan keterampilan membaca
pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman di kelas,selai itu disarankan
pemahaman pada tahap eavaluasi menggunakan hasil penelitian in sebagai
pembelajaran terpilih atas kegiatan evaluasi rujukan operasional dalam pelaksanan
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses program pengalaman lapangan.
dilakukan guru dengan memminta siswa:
(a) melaporkan hasil diskusi kerja sama DAFTAR PUSTAKA
kelompok,dan (b) menanggapi hsil diskusi Aderson, P.S.1996.Language Skills in
dalam kelompk.Evaluasi hasil dilakukan Elementary Education.New
dua kali.(1) guru meminta siswa Work:MacMillan Publishing Co.Inc.
mengngkapkan idenya pada LKS sesuai Azis,Abdul.2002.Model Pembelajaran
dengan tema dan topic materi bacaan,dan Kolaboratif-
(2) guru memberikan tes perbuatan untuk Kooperatif.Jakarta:Departemen
megukur kemampuan membaca Agama RI.
pemahaman dengan meminta siswa untuk Bogman, R.C.& S.K. Biklen.1992.
mencari kata-kata sulit dalam kamus. Qualitative Research for Education:
Berdasrkan hasil kesimpulan An Introducation to Theory and
penelitian disarankan kepada guru SD Methods.Boston: Allyn and Bacon.
kelas IV untuk (1) memanfaatkan strategi Brown, H.D. 1980. Principlesof Language
belajar kooperatif sebagai salah sau Learning and Teaching. Englewood
alternative pembelajaran di kelas karena Cliffs, New Jersey: pretice Hall, Inc.
mampu mengoptimalkan pemberian Cleary, Linda Miller, dan Michael D. Linn.
motuvasi dan penguatan baik verbal 1993. Linguistics for Teachers. New
maupun nonverbal sehingga preses has ail York: Mc-Graw-Hill.

358 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA
PEMBELAJARAN IPS DI KELAS IV DI SDN 17 LIMBOTO KECAMATAN LIMBOTO
KABUPATEN GORONTALO

Windasari Usman, Haris Mahmud, Hakop Walangadi


Universitas Negeri Gorontalo
Email : Windasari@yahoo.com

Abstrak
Permasalahan dalam penelitian ini adalah “.Bagaimana kemampuan guru dalam
menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran IPS
di Kelas IV ?, dan Bagaimana kemampuan siswa dalam menerima model
pembelajaran Kooperatif tipe STAD ?”. Adapun Tujuan Penelitian ini adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang kemampuan guru dalam Menerapkan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran IPS di Kelas IV, dan
untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan siswa dalam menerima model
pembelajaran Kooperatif tipe STAD. Dalam penelitian ini, menggunakan
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriftif. Berdasarkan kesimpulan
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, Kemampuan Guru dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran IPS di kelas IV SDN
17 Limboto Kabupaten Gorontalo sudah berjalan dengan baik, guru sudah mampu
menguasai kelas dan siswa senang dengan adanya penerapan model
pembelajaran ini. Dalam penerapan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
siswa sudah menerima dengan baik, mereka telah bekerja sama dalam
kelompoknya, saling berbagi tugas, saling membantu dan memberikan semangat
dalam mengerjakan tugas.
Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Pembelajaran IPS

PENDAHULUAN peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan


Pemerintah memberikan perhatian belajar. Seorang guru diharapkan mampu
yang cukup besar terhadap pendidikan, melihat situasi belajar dan bertindak
sebab pendidikan pada dasarnya sebagai motivator. Dengan demikian,
menciptakan manusia-manusia yang kompetensi siswa akan berkembang
berkualitas, yang dapat membangun dirinya melalui proses belajar mengajar. Dari sini,
sendiri serta bersama-sama membangun peningkatan mutu siswa yang dimotori oleh
bangsa dan negara. Selain itu pemerintah guru sebagai pemberi ilmu pengetahuan
telah mengupayakan berbagai cara untuk dapat direalisasikan.
menyempurnakan sistem pendidikan Setiap guru mempunyai cara
nasional, antara lain pembaharuan metode tersendiri dalam melaksanakan tugasnya
mengajar, peningkatan sarana pendidikan, sebagai pengajar. Hal ini dapat diminati
peningkatan kualitas guru. Bahkan saat ini karena setiap guru mempunyai kapasitas
telah dilakukan penyempurnaan kurikulum mengajar yang berbeda-beda, disamping
yang tujuannya untuk memperbaiki hasil harus disesuaikan pula dengan macam
belajar siswa khususnya pada mata disiplin ilmu pengetahuan yang diberikan
pelajaran IPS. pada para siswanya. Mengajar ilmu-ilmu
Salah satu aspek yang sosial mungkin berbeda dengan mengajar
menentukan keberhasilan dalam bidang ilmu kedokteran bila dilihat dari teknik yang
pendidikan adalah proses kegiatan belajar dipakai dalam mengajar.
mengajar. Proses kegiatan belajar Berdasarkan pengalaman,
mengajar melibatkan guru dan siswa, yang ditemukan ada gejala bahwa siswa hanya
saling berinteraksi dalam mencapai tujuan pada awal pembelajaran menunjukkan
pembelajaran yang telah ditetapkan. keseriusannya dalam mengikuti proses
Dimana Peranan guru sangat besar dalam pembalajaran, misalnya terlihat seperti
rangka menentukan keberhasilan siswa siswa dengan cermat memperhatikan
dalam belajarnya. Sumantri (1999:39) penjelasan dari guru. Sedangkan setelah
mengatakan bahwa ibarat seorang beberapa lama proses pembelajaran
jenderal dalam kemiliteran, guru dituntut berlangsung, akan nampak berbagai
harus memiliki siasat atau strategi agar aktivitas lain yang dikerjakan siswa.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 359


Akhirnya konsentrasi siswa mulai saya memfokuskan bagaimana penerapan
berkurang atau menurun, bahkan ada yang model pembelajaran Tipe STAD.
tidak berkonsentrasi dengan baik. Gejala ini Kenyataan dijumpai di sekolah
akan berakibat pada kejenuhan siswa SDN 17 Limboto Kecamatan Limboto
dalam menerima pelajaran, dan akan Kabupaten Gorontalo bahwa mata
berdampak pada hasil belajar siswa. pelajaran IPS kurang disenangi oleh siswa
Dalam pembelajaran ilmu bahkan ada siswa yang jika waktu mata
pengetahuan sosial, belum sepenuhnya pelajaran IPS tidak masuk, ini disebabkan
disenangi oleh siswa. Masih banyak siswa pemahaman guru tentang bagaimana
SD yang kurang menyenangi ilmu membelajarkan IPS di SD belum diterapkan
pengetahuan sosial. Hal ini terlihat dari dengan semestinya serta proses
berbagai indikator seperti respon dan pembelajaran yang bersifat satu arah saja
partisipasi siswa selama pembelajaran akibatnya kemalasan belajar siswa tentang
berlangsung, bahkan lebih dari itu ada mata pelajaran IPS sangat tinggi, untuk itu
sebagian siswa yang bolos pada pelejaran salah satu upaya yang dilakukan adalah
IPS. Kondisi seperti ini masih ditambah lagi menerapkan model pembelajaran tipe
dengan cara penyajian materi yang kurang STAD.
tepat.
Pembelajaran dikatakan berhasil METODOLOGI PENELITIAN
bukan hanya pembelajaran yang Penelitian ini dilaksanakan di SDN
menghasilkan nilai yang tinggi, akan tetapi 17 Limboto yang terletak di Kecamatan
pembelajaran yang dapat menumbuhkan Limboto Kabupaten Gorontalo. Secara
minat belajar siswa dalam menyambut geografis, sekolah ini terletak tidak cukup
proses pembelajaran kedepan dalam jauh dengan pusat keramaian dan pusat
materi pelajaran yang sama. Proses perbelanjaan yang ada dikecamatan
pembelajaran yang diikuti oleh siswa yang Limboto. Alasan dijadikannya lokasi ini
berperan aktif dalam proses proses sebagai lokasi penelitian karena mengingat
pembelajaran merupakan pembelajaran lokasi mudah dijangkau oleh peneliti,
yang diharapkan, karena hal ini merupakan sehingga mudah untuk memperoleh
salah satu bukti bahwa proses gambaran yang riil/nyata tentang
pembelajaran yang berlangsung mendapat permasalahan yang dihadapi.
perhatian oleh siswa. Penelitian ini menggunakan
Seorang guru yang kreatif mampu pendekatan kualitatif dengan jenis
mengadaptasikan teknik-teknik penelitian deskriftif. Penggunaan
pembelajaran dalam proses belajar pendekatan kualitatif didasarkan pada
mengajar sesuai dengan materi yang akan pertimbangan bahwa data yang diperoleh
diajarkan. Karena tidak semua teknik akan lebih lengkap, mendalam dan
pembelajaran itu relevan untuk semua terpercaya serta ditemukannya segala
materi pelajaran. Jika dalam proses belajar kejadian dalam konteks sosial.
mengajar teknik pembelajaran yang Mengenai kehadiran peneliti dalam
diterapkan tidak relevan dengan materi pendekatan kualitatif, yang menjadi
yang diajarkan maka tujuan pembelajaran instrumen atau alat penelitian adalah
tidak akan tercapai. Salah satu model peneliti itu sendiri. Menurut Sugiyono
pembelajaran yang dapat menumbuhkan (2005:59) bahwa peneliti berfungsi sebagai
kreaktifitas siswa sekaligus melatih siswa pelaku utama dalam penelitian, tentu saja
untuk dapat menerima keberagaman sebagai manusia biasa dengan segala
individu adalah model pembelajaran kemampuan masih terbatas, maka dalam
kooperatif. Pada model pembelajaran pengumpulan data masih diperlukan
kooperatif siswa belajar dalam kelompok- catatan lapangan (note field).
kelompok kecil beranggotakan 5 sampai 6 Kenyataannya, penelitian kualitatif tidak
orang yang bekerjasama untuk mencapai bisa dipisahkan dengan kegiatan
tujuan pembelajaran. pengumpulan data yang sangat
Oleh karena itu, dalam berpengaruh dalam analisis data,
pembelajaran IPS perlu diajarkan interprestasi data serta penarikan
pembelajaran kooperatif atau kelompok geralisasi. Dengan demikian kehadiran
agar anak didik dapat memanfaatkan peneliti di lapangan diperlukan secara terus
perbedaan sehingga menjadi kekuatan menerus untuk memperoleh data rill.
untuk saling mengisi. Dalam penelitian ini

360 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Data yang akan diambil dalam Peneliti menjadi instrumen utama yang
penelitian ini adalah data hasil observasi terjun ke lapangan serta berusaha
dan wawancara terhadap informan dengan mengumpulkan data melalui wawancara
sumber data adalah Guru kelas, dan siswa atau observasi (Nasution, 1996 dalam
kelas IV di SDN 17 Limboto Kecamatan Masaong, 2011:78). Data dalam penelitian
Limboto Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini dikumpulkan dari key person/informan
kualitatif dengan paradigma naturalistik, penelitian yang menjadi subjek penelitian
datanya dikumpulkan oleh peneliti sendiri. sebagai berikut
Tabel 3.1 Data dan Sumber Data Penelitian
No Informan Situs Dokumen
1 Guru Kelas Sekolah Rekaman/Catatan
2 Siswa Kelas IV Sekolah Rekaman/Catatan
Sumber: Olahan Data Primer, 2014

Dalam kegiatan pengumpulan data, baik b. Kutipan tidak langsung, yaitu tehnik
data yang diperoleh dari sumber data pengumpulan data dengan cara
lapangan maupun sumber data pustaka mengutip sesuatu sumber dengan
yang diuraikan sebagai berikut. menggunakan redaksi penulis, baik
1. Dari sumber data lapangan yang menambah dan mengurangi, tetapi tidak
diperoleh penulis, prosedur mengubah makna serta ide yang
pengumpulan data dilakukan dengan terkandung di dalamnya.
mengunakan teknik yaitu : Data yang diperoleh dan terkumpul
a. Wawancara; merupakan teknik utama biasanya terlalu banyak yang terdiri dari
pengumpulan data dalam penelitian ini catatan-catatan lapangan baik dari hasil
yang dilakukan dengan tanya jawab pengamatan maupun dari hasil komentar
langsung dengan semua informan yang informan yang terjaring lewat instrument
telah dijelaskan pada sumber data. pedoman wawancara, observasi dan
b. Observasi; merupakan teknik paling dokumentasi. Analisis data dilakukan
mendasar dalam teknik penilaian non penulis adalah untuk memposisikan data
testing. Observasi akan menghasilkan sesuai dengan urutan, kelompok, kode, dan
data yang merangsang dilakukannya kategori data itu sendiri. Pengorganisasian
hipotesis tentative tentang individual dan dan pengolahan data tersebut bertujuan
meyakinkan hipotesis yang lain. agar penulis menemukan suatu kesimpulan
Pengumpulan data melalui observasi yang akhirnya dapat diangkat menjadi teori
langsung atau dengan pengamatan yang substantif.
langsung adalah cara pengambilan data Selanjutnya dari data lapangan
dengan menggunakan mata tanpa ada yang terkumpul, penulis menginformasikan
pertolongan alat standar lain untuk analisisnya dengan data pustaka, sehingga
keperluan tersebut. Dokumentasi adalah tujuan untuk menguji dan memverifikasi
cara mengumpulkan data melalui atau bahkan menemukan teori baru dapat
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip tercapai. Metode yang ditempuh dalam
dan termasuk juga buku-buku tentang pengolahan dan analisis data, sabagai
pendapat, teori, dalil atau hukum- berikut.
hukum, dan lain-lain yang berhubungan 1.. Metode induktif, yaitu suatu
dengan masalah penelitian (Margono, pengambilan kesimpulan yang
2003:181). dilakukan dengan cara berpikir
2. Dari sumber data kepustakaan yang memfokuskan perhatian pada data
diperoleh penulis, prosedur yang bersifat khusus untuk kemudian
pengumpulan data dilakukan dengan dibuat suatu kesimpulan yang bersifat
menggunakan teknik sebagai berikut. umum.
a. Kutipan langsung, yaitu tehnik 2. Metode deduktif, yitu tehnik
pengumpulan data pustaka dari literatur pengambilan kesimpulan dengan mulai
yang menjadi rujukan pembahasan dari data yang besifat umum untuk
skripsi ini, dengan tidak mengurangi kemudian menarik kesimpulan yang
makna dasarnya, artinya penulis bersifat khusus.
mengutip sesuai teks aslinya. 3. Metode komparatif, yaitu suatu
pengambilan keputusan dengan cara

Volume 8 Nomor 3 September 2017 361


membandingkan data yang satu Berdasarkan wawancara yang dilakukan
dengan lainnya, kemudian dibuat suatu dengan Guru dan siswa, terkait dengan
kesimpulan. penerapan model pembelajaran kooperatif
Keabsahan data merupakan tipe STAD pada pembelajaran IPS di kelas
konsep penting dalam jenis penelitian yang IV SDN 17 Limboto Kabupaten Gorontalo,
menggunakan pendekatan kualitatif. Temuan hasil penelitian di kelas IV
Menurut Moleong (2006:178) terdapat 2 SDN 17 Limboto Kabupaten Gorontalo
teknik pengecekan keabsahan data yang mengenai penerapan model pembelajaran
dapat digunakan oleh peneliti yaitu : kooperatif tipe STAD pada pembelajaran
1. Member Chek IPS diperoleh bahwa guru sudah mampu
Member Chek merupakan pengecekan menerapakan dengan baik model
ulang data yang diperoleh peneliti pembelajaran ini. Hal ini dapat dilihat dari
kepada sumber data kemampuan guru dalam membagi
2. Ketekunan Pengamat kelompok dan mengarahkan siswa untuk
Ketekunan pengamatan dilakukan aktif dalam kelompoknya
dengan teknik melakukan pengamatan Sebelum guru melakukan
yang diteliti, rinci dan terus menerus pembelajaran, guru membuat perencanaan
selama proses pembelajaran pembelajaran atau RPP, yang di dalamnya
berlangsung yang diikuti dengan dicantumkan model pembelajaran yaitu
kegiatan wawancara secara intensif STAD. Adapun langkah-langkah
terhadap subjek agar data yang pembelajaran tipe STAD yaitu, guru
dihasilkan terhindar dari hal-hal yang menyampaikan materi pembelajaran sesuai
tidak diinginkan. kompetensi, guru membentuk siswa
Tahap-tahap penelitian dilakukan kedalam kelompok yang sudah
yang dilalui adalah sebagai berikut direncanakan, bahan materi yang telah
: dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok,
1. Tahap orientasi/observasi untuk selanjutnya guru memfasilitasi atau
memperoleh gambaran yang lengkap membantu dan memberikan penegasan
dan jelas tentang masalah yang dikaji pada materi yang dipelajari. Tahap
2. Merumuskan masalah yang akan dikaji berikutnya adalah guru membagikan
dalam penelitian guna mendapatkan lembar kerja siswa (LKS) kepada siswa,
gambaran yang jelas tentang substansi guru memberikan waktu kepada siswa
masalah yang diteliti untuk menyelesaikan soal – soal yang ada
3. Menyiapkan panduan wawancara yang dalam LKS, setelah siswa selesai
akan digunakan sebagai alat mengerjakan soal LKS, kemudian guru
pengumpul utama data penelitian mengumpulkan hasil LKS tersebut, dan
4. Mengadakan wawancara dengan yang terakhir guru memberikan
informan penelitian secara berulang penghargaan berupa penilaian pada setiap
5. Mengadakan verifikasi terhadap data kelompok.
yang terkumpul sebagai hasil Di dalam proses pembelajaran,
wawancara guru masih mengalami kendala terutama
6. Mengadakan trianggulasi untuk saat menggunakan model STAD, karena
melakukan pengecekan keabsahan saat kegiatan kelompok guru harus bekerja
data sehingga memperoleh data rill keras untuk mengajak siswa agar
dilapangan berdiskusi dengan teman kelompoknya,
Sedangkan kendala yang di hadapi siswa
HASIL PENELITIAN dalam model pembelajaran STAD banyak
Penelitian ini dilaksanakan di SDN siswa pada saat diskusi masih banyak yang
17 Limboto, Kecamatan Limboto, diam dan tidak mengerti apa yang harus
Kabupaten Gorontalo. Yang menjadi fokus mereka lakukan hanya siswa yang pintar
dalam penelitian ini adalah Penerapan saja yang mendominasi kelompok
Model Pembelajaran kooperatif Tipe STAD sedangkan yang lain hanya jadi pendengar.
pada Pembelajaran IPS. Penelitian ini Dengan adanya kendala – kendala
dipandang perlu untuk melihat sejauh mana tersebut maka guru berusaha mencari
penerapan model pembelajaran kooperatif solusi agar pembelajaran dapat diterima
tipe STAD pada pembalajaran IPS di kelas siswa dengan cara guru yang bersangkutan
IV. selalu meminta bantuan kepada teman
sejawatnya saat pembelajaran

362 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


berlangsung, harapannya adalah temannya Di dalam pembelajaran yang
tersebut mencatat hal apa saja yang masih menggunakan model STAD guru sangat
kurang pada saat menerapkan model mengharapkan semoga model
STAD, maka dari situ guru yang pembelajaran STAD yang digunakan akan
bersangkutan akan lebih menyiapkan lebih memotivasi siswa untuk belajar,
strategi pembelajaran yang lebih jitu. Untuk terutama mata pelajaran IPS, harapan yang
siswa solusi yang harus di lakukan yaitu berikutnya adalah nilai kerja sama sangat
siswa yang pintar membantu,memberikan diharapkan sehingga siswa akan terbiasa
semangat kepada siswa yang bekerja sama dengan temannya, dan bagi
kemampuannya di bawah rata-rata agar siswa yang belum percaya diri akan lebih
lebih aktif dalam pembelajaran. berani dalam berbicara atau menyelesaikan
Ada beberapa keuntungan dan tugas dalam kelompoknya.
kelemahan dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yaitu dapat SIMPULAN
memberikan kesempatan kepada siswa Dari temuan dan pembahasan
untuk mengembangkan rasa menghargai, penelitian diatas dapat dikemukakan
menghormati pribadi temannya, dan kesimpulan sebagai berikut.
menghargai pendapat orang lain. Selain itu Kemampuan guru dalam
terdapat kelemahan dalam penerapan menerapkan model pembelajaran
model pembelajaran kooperatif tipe STAD kooperatif tipe STAD pada pembelajaran
ini, yaitu siswa merasa santai dan berharap IPS di kelas IV SDN 17 Limboto Kabupaten
penuh kepada siswa yang lebih pintar Gorontalo sudah berjalan dengan baik,
dalam mengerjakan tugas maupun dalam guru sudah mampu menguasai kelas.
berdiskusi. Dalam penerapan Model
Temuan tersebut sejalan dengan pembelajaran kooperatif tife STAD siswa
pendapat Isjoni (2012: 54) yang sudah menerima dengan baik, mereka
menyatakan bahwa pembelajaran telah bekerja sama dalam kelompoknya,
kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa saling berbagi tugas, saling membantu dan
keunggulan diantaranya yaitu : a) siswa memberikan semangat dalam
bekerja sama dalam menvapai tujuan mengerjakan tugas.
dengan menjunjung tinggi norma-norma Saran
kelompok, b) siswa aktif membantu dan 1. Siswa sebaiknya aktif dalam
memotivasi semangat untuk berhasil pembelajaran, tidak malu untuk
bersama, c) aktif berperan sebagai tutor bertanya, dan tidak segan dalam
sebaya untuk lebih meningkatkan mengemukakan pendapat.
keberhasilan kelompok, d) interaksi antar 2. Siswa tidak hanya tergantung pada
siswa seiring dengan peningkatan materi yang diberikan oleh guru, akan
kemampuan mereka dalam berpendapat. tetapi harus aktif juga dalam mencari
Selain keunggulan tersebut informasi yang berhubungan dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD juga mata pelajaran.
memiliki kekurangan-kekurangan sebagai 3. Guru lebih memperdalam dan terampil
berikut : a) membutuhkan waktu yang lebih dalam penerapan model
lama untuk siswa sehingga sulit mencapai pembelajaran.
target kurikulum, b) membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk guru sehingga pada DAFTAR PUSTAKA
umumnya guru tidak mau menggunakan Arends Richard, 2001. Learning to Teach
pembelajaran kooperatif, c) membutuhkan Belajar untuk Mengajar. Pustaka
kemampuan khusus guru sehuungga tidak Pelajar Yogyakarta
semua guru dapat melakukan 2008. Learning to Teach Belajar
pembelajaran kooperatif, d) menuntut sifat untuk Mengajar. Pustaka Pelajar
tertentu dari siswa, misalnya sifat suka Yogyakarta.
bekerja sama. Arindawati, 2004. Model Pembelajaran
Dari teori diatas dapat disimpukan Kooperatif Tipe STAD. Rineka Cipta.
bahwa, penerapan model pembelajaran Ibrahim . 2003. Perencanaan Pengajaran.
kooperatif tipe STAD banyak memberikan Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
keuntungan kepada guru dan siswa dalam Isjoni. 2012. Coorperative Learning
proses pembelajaran IPS. (Efektivitas Pembelajaran
Kelompok). Bandung: Alafabeta

Volume 8 Nomor 3 September 2017 363


Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: Roestiyah, 2001. Strategi Belajar Mengajar.
Raja Grafindo Persada. Jakarta. Rineke Cipta.
Masaong, Abdul Kadim. 2011. Samlawi . 1998/1999. konsep dasar IPS.
Kepemimpinan Berbasis Miltiple Depdikbud Dikti. Proyek pendidikan
intelligence. Bandung Alfabeta. guru sekolah dasar.
Margono, 2003. Metodologi Penelitian Slavin , E. Robert. 2010. Coopperative
Pendidikan. Jakarta: Rineke Cipte Learning: Teori Riset dan Praktik.
Maleong. 2006. Metodologi Penelitian Bandung: Nusa Media
Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Sumaatmadja, Nursyid dkk. 2000. Konsep
Rosdakarya Dasar IPS. Universitas Terbuka:
Muda A.K Ahmad. 2006. Kamus Lengkap Jakarta
Bahasa Indonesia. Reality Publisher. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Nasution, 2000. Berbagai Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Dalam Proses Belajar & Mengajar. Alfabeta.
Rajawali Pers. Suprijono, Agus. Cooperative Learning
Nurhadi dan Senduk. (2003) Pembelajaran (Teori & Aplikasi PAIKEM).
Kontekstual dan Penerapannya Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dalam KBK. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.

364 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN METODE
INKUIRI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA MATA PELAJARAN PAI

Abdullah Syamsudin Zain


SDN 5 Tabongo

Abstrak
Model pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam proses
pembelajaran di kelas, maka dalam penyajiannya dibutuhkan suatu model
pembelajaran yang menarik untuk diciptakan, sehingga akan menciptakan
suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta dapat memacu
siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Demikian halnya dalam pembelajaran PAI.
Agar tujuan pembelajaran PAI dapat tercapai maka dibutuhkan penggunaan
metode belajar yang tepat sejalan dengan materi pelajaran, dan secara fungsional
dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan
Pendidikan Agama Islam. Pengalaman membuktikan, bahwa kegagalan
pengajaran agama Islam salah satunya disebabkan oleh pemilihan cara atau
metode belajar yang kurang tepat, sering terjadi proses belajar mengajar yang
kurang bergairah dan kondisi siswa kurang kreatif dikarenakan penentuan cara
belajar yang kurang sesuai dengan sifat bahan dan tidak sesuai dengan tujuan
pengajaran. Bahkan terkesan para guru sangat nyaman menggunakan cara atau
metode belajar konvensional dan monoton untuk seluruh kegiatan pembelajaran.
Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran PAI, dalam hal ini untuk meningkatkan
hasil belajar siswa, guru harus menggunakan model yang bisa lebih variatif guna
ketercapaian tujuan PAI. Salah satunya pendekatan contextual teaching and
learning dengan metode inkuiri. Alasannya karena belajar bermakna hanya dapat
terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar
penemuan bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar
penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas, dan
melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan
masalah.

PENDAHULUAN kelas selama ini. Meskipun demikian guru


Hasil belajar yang dicapai siswa lebih suka menerapkan model tersebut,
selama ini tentunya merupakan hasil sebab tidak memerlukan alat dan bahan
kondisi pembelajaran yang masih bersifat praktik, cukup menjelaskan konsep-konsep
konvensional dan tidak menyentuh ranah yang ada pada buku ajar atau referensi
dimensi siswa itu sendiri, yaitu bagaimana lain. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan
sebenarnya belajar itu. Dalam arti yang strategi belajar yang dapat memahami
lebih substansial, bahwa proses bagaimana belajar, berpikir, dan
pembelajaran hingga dewasa ini masih memotivasi diri sendiri.
memberikan dominasi guru dan tidak Kritikan terhadap pembelajaran
memberikan akses bagi siswa untuk konvensional juga ditujukan pada cara guru
berkembang secara mandiri melalui mengajar yang terlalu menekankan pada
1
penemuan dan proses berpikirnya. penguasaan sejumlah informasi atau
Pembelajaran konvensional yang konsep belaka. Penumpukan informasi atau
disebut-sebut sebagai penyebab rendahnya konsep pada siswa dapat saja kurang
hasil belajar siswa ini juga menjadikan bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama
suasana kelas cenderung berpusat pada sekali kalau hal tersebut hanya
guru atau teacher centered sehingga siswa dikomunikasikan oleh guru kepada siswa
2
menjadi pasif. Hal ini tentu saja banyak melalui satu arah seperti: menuang air ke
kita jumpai dalam pembelajaran PAI di dalam sebuah gelas. Tidak dapat disangkal
bahwa konsep merupakan suatu hal yang
sangat penting, namun bukan terletak pada
1 Trianto. Mendesain Pembelajaran Kontekstual
konsep itu sendiri, tetapi terletak pada
(Contextual Teaching and Learning) Di Kelas (Jakarta: bagaimana konsep itu dipahami oleh siswa.
Cerdas Pustaka Publisher, 2008), h. 3
2 Ibid., h.4

Volume 8 Nomor 3 September 2017 365


Pentingnya pemahaman konsep diajarkannya dengan situasi dunia nyata
dalam proses belajar mengajar sangat siswa dan mendorong siswa membuat
mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara- hubungan antara pengetahuan yang
cara memecahkan masalah. Untuk itu yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
terpenting adalah terjadinya belajar yang kehidupan mereka sehari-hari, dengan
bermakna dan tidak hanya seperti melibatkan tujuh komponen utama
menuang air dalam gelas pada siswa. Dari pembelajaran CTL, yakni: konstruktivisme
sejumlah fenomena yang telah (constructivism), bertanya (questioning),
dikemukakan, maka dapat disinyalir bahwa inkuiri (inquiry), masyarakat belajar
ada ―benang merah‖ yang melatarbelakangi (learning community), pemodelan
cara mengajar guru tersebut. (modeling), refleksi (Reflection), dan
Berdasarkan alasan tersebut, maka penilaian autentik (authentic assessment).
sangatlah urgen bagi guru memahami Pendekatan ini berawal dari asumsi bahwa
karakteristik materi, siswa dan metodologi anak belajar lebih baik melalui kegiatan
pembelajaran dalam proses pembelajaran belajar sendiri dalam lingkungan yang
terutama berkaitan pemilihan terhadap alamiah. Proses pembelajaran berlangsung
model-model pembelajaran modern. alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
Dengan demikian proses pembelajaran bekerja dan mengalami, bukan transfer
akan lebih variatif, inovatif dan konstruktif pengetahuan. Dalam konteks ini siswa
dalam merekonstruksi wawasan perlu mengerti apa makna belajar, apa
pengetahuan dan implementasinya manfaatnya, dalam status apa mereka dan
sehingga dapat meningkatkan aktifitas dan bagaimana mencapainya dan mereka
kreativitas siswa. Peningkatan aktifitas dan sadar bahwa yang mereka pelajari berguna
kreativitas tersebut berarti pula peningkatan bagi hidupnya nanti. Dengan konsep ini
kualitas proses belajar dan bisa berlanjut hasil pembelajaran diharapkan lebih
3 4
pada peningkatan hasil belajar siswa. bermakna bagi siswa.
Persoalan sekarang adalah Dalam pembelajaran kontekstual,
bagaimana menemukan cara yang terbaik siswa diberi kesempatan untuk
untuk menyampaikan berbagai konsep PAI membangun pengetahuannya sendiri atau
yang diajarkan sehingga siswa dapat membangun gagasan-gagasan baru dan
menggunakan dan mengingat lebih lama memperbaharui gagasan lama yang sudah
konsep tersebut. Bagaimana guru dapat ada pada struktur kognitif. Di samping itu
berkomunikasi baik dengan siswanya. siswa juga diberi kesempatan untuk
Bagaimana guru dapat membuka wawasan mencari dan menemukan sendiri
berpikir yang beragam dari seluruh siswa pengetahuannya, melakukan observasi dan
sehingga dapat mempelajari berbagai melakukan pemecahan masalah secara
konsep dan cara mengaitkannya dalam bersama-sama dalam kerangka kegiatan
kehidupan nyata. Bagaimana guru dapat ilmiah, dan juga siswa diberi kesempatan
meningkatkan aktifitas proses belajar dan untuk melakukan abstraksi atau suatu
prestasi siswa sebagai hasil belajarnya. proses pemaknaan kehidupan sehari-hari
Untuk membantu siswa memahami yang dirujukkan dengan teori atau contoh
konsep PAI dan memudahkan guru dalam yang ada.
mengajarkan konsep-konsep tersebut Proses inkuiri (menemukan)
diperlukan suatu pendekatan pembelajaran sangatlah urgen dalam pendekatan
yang langsung mengaitkan materi konsep Contextual Teaching and Learning (CTL).
pelajaran PAI dengan pengalaman nyata Dengan inkuiri siswa didorong untuk belajar
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan sebagian besar melalui keterlibatan aktif
pendekatan itu pula kualitas hasil belajar mereka sendiri dengan konsep-konsep, dan
siswa diharapkan bisa meningkat. guru mendorong siswa untuk memiliki
Pendekatan pembelajaran tersebut adalah pengalaman dan melakukan percobaan
pembelajaran kontekstual atau Contextual yang memungkinkan mereka menemukan
Teaching and Learning (CTL). prinsip-prinsip untuk mereka sendiri.
Pembelajaran kontekstual Bahkan inkuiri atau proses menemukan
(Contextual Teaching and Learning) adalah merupakan bagian inti dari pembelajaran
konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang
4 Ahmad Zayadi & Abdul Majid, Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pembelajaran


3 Ibid., h.8 Kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005). h. 5

366 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


CTL dengan alasan, ketika seseorang Pendekatan Contextual Teaching
menemukan sesuatu yang dicari, daya and Learning (CTL) ini mengamsusikan
ingat seseorang tersebut akan lebih bahwa secara natural pikiran mencari
melekat dibandingkan dengan orang lain makna konteks sesuai dengan situasi nyata
yang menemukannya. Demikian pula dalam lingkungan seseorang dan itu dapat terjadi
memperoleh pengetahuan dan pengalaman melalui pencarian hubungan yang masuk
belajar, pikiran, perasaan, dan gerak akal dan bermanfaat. Pemaduan materi
motorik siswa akan secara terpadu dan pelajaran dengan konteks keseharian siswa
seimbang dalam merespon sesuatu yang di dalam pembelajaran Contextual
diperoleh dari ikhtiar belajar melalui proses Teaching and Learning (CTL) akan
inkuiri. Hal itu berbeda dari belajar yang menghasilkan dasar-dasar pengetahuan
hanya sekedar menyerap pengetahuan dari yang mendalam di mana siswa akan kaya
orang yang sudah lebih tahu, atau lebih pemahaman masalah dan cara untuk
menghafal sejumlah pengetahuan yang menyelesaikannya. Siswa mampu
terpilah-pilah, yang pada akhirnya akan independen menggunakan
mengganggu keseimbangan potensi diri pengetahuannya untuk menyelesaikan
siswa. masalah-masalah baru dan belum pernah
Pendekatan Contextual Teaching and dihadapi, serta memiliki tanggung jawab
Learning (CTL) yang lebih terhadap belajarnya seiring
Pendekatan yang memberikan dengan peningkatan pengalaman dan
7
kesempatan kepada siswa untuk pengetahuan mereka.
mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di Contextual Teaching and Learning
kelas disebut pembelajaran kontekstual (CTL) dapat dikatakan sebagai sebuah
atau Contextual Teaching and Learning pendekatan yang mengakui dan
5
(CTL). menunjukkan kondisi alamiah dari
Contextual Teaching and Learning pengetahuan. Melalui hubungan di dalam
(CTL) pada awalnya dikembangkan oleh dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan
John Dewey dari pengalaman pembelajaran Contextual Teaching and
pembelajaran tradisionalnya. Pada tahun Learning (CTL) menjadikan pengalaman
1918 Dewey merumuskan kurikulum dan lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam
metodologi pembelajaran yang berkaitan membangun pengetahuan yang akan
dengan pengalaman dan minat siswa. mereka terapkan dalam pembelajaran
8
Siswa akan belajar dengan baik jika yang seumur hidup.
dipelajarinya terkait dengan pengetahuan Blanchard (2001) menyatakan
dan kegiatan yang telah diketahuinya dan bahwa Contextual Teaching and Learning
terjadi di sekelilingnya. Contextual (CTL) merupakan suatu konsepsi yang
Teaching and Learning (CTL) adalah membantu guru menghubungkan konten
konsep belajar yang membantu guru materi ajar dengan situasi-situasi dunia
mengaitkan antara materi pembelajaran nyata dan memotivasi siswa untuk
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata membuat hubungan antara pengetahuan
siswa dan mendorong siswa membuat dan penerapannya ke dalam kehidupan
hubungan antara pengetahuan yang mereka sebagai anggota keluarga, warga
dimilikinya dengan penerapannya dalam Negara dan tenaga kerja. Dengan kata lain,
kehidupan mereka sehari-hari. Dengan CTL adalah pembelajaran yang terjadi
demikian pendekatan Contextual Teaching dalam hubungan erat dengan pengalaman
9
and Learning (CTL) mengutamakan pada sebenarnya.
pengetahuan dan pengalaman atau dunia Johnson (2002) juga menyebutkan
nyata (real world learning), berpikir tingkat bahwa Contextual Teaching and Learning
tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, enables students to connect the content of
kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa academic subjects with the immediate
belajar menyenangkan, mengasyikkan, context of their daily lives to discover
tidak membosankan (joyfull and quantum meaning. Artinya Contextual Teaching and
learning) dan menggunakan berbagai Learning (CTL) adalah sebuah sistem
6
sumber belajar. belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa

5 Sumiati & Asra, Metode Pembelajaran (Bandung: 7 Trianto, op. cit., h. 20-21
CV Wacana Prima, 2008), h. 13-14 8 Ahmad Zayadi dan Abdul Majid, op. cit., h. 12
6 Ibid., h.14 9 Trianto, op. cit., h. 10

Volume 8 Nomor 3 September 2017 367


seorang pembelajar akan mau dan mampu bersama-sama, meningkatkan kemampuan
menyerap materi pelajaran jika mereka para siswa membuat hubungan yang
dapat menangkap makna dari pelajaran menghasilkan makna, memberikan
tersebut. Menurut Johnson penerapan CTL sumbangan dalam menolong siswa
dalam pembelajaran melibatkan siswa memahami tugas belajar. Secara bersama-
dalam aktivitas penting yang membantu sama, mereka membentuk suatu sistem
mereka mengaitkan pelajaran akademis yang memungkinkan para siswa melihat
dengan konteks kehidupan nyata yang makna di dalamnya, dan mengingat materi
10
mereka hadapi. akademik, karena sistem CTL mencakup
Contextual Teaching and Learning delapan komponen yaitu: 1) membuat
(CTL) adalah suatu pendekatan keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, 2)
pembelajaran yang menekankan kepada melakukan pekerjaan yang berarti, 3)
proses keterlibatan siswa secara penuh melakuakan pembelajaran yang diatur
untuk dapat menemukan materi yang sendiri, 4) bekerja sama, 5) berpikir kritis
dipelajari dan menghubungkannya dengan dan kreatif, 6) membantu individu untuk
situasi kehidupan nyata sehingga tumbuh dan berkembang, (7) mencapai
mendorong siswa untuk dapat standar yang tinggi, dan 8) menggunakan
13
menerapkannya dalam kehidupan penilaian autentik.
11
mereka. Dengan demikian, kegiatan Lebih jauh, Parnell menyatakan
pembelajaran akan lebih konkret, lebih bahwa dalam pengajaran kontekstual tugas
realistik, lebih aktual, lebih nyata, lebih utama guru adalah memperluas persepsi
menyenangkan, dan lebih bermakna. siswa sehingga makna atau pengertian itu
Penemuan makna adalah ciri menjadi mudah ditangkap dan tujuan
utama dari CTL. Di dalam kamus, "makna" pembelajaran segera dapat dimengerti.
diartikan sebagai ―arti penting dari sesuatu Contextual Teaching and Learning (CTL)
atau maksud‖ (sesuai dengan terjemahan merupakan konsep pembelajaran yang
12
dari Webster's New World Dictionary). membantu guru untuk mengaitkan antara
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah materi ajar dengan situasi nyata si siswa,
membantu siswa mencapai tujuannya. yang dapat mendorong siswa membuat
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan hubungan antara pengetahuan yang
dengan strategi daripada memberi dipelajari dengan penerapannya dalam
informasi. Tugas guru mengelola kelas kehidupan para siswa sebagai anggota
14
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama keluarga dan masyarakat.
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi Dengan demikian bahwa
anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru pendekatan Contextual Teaching and
datang dari menemukan sendiri bukan dari Learning (CTL) akan menciptakan ruang
apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi
kelas yang dikelola dengan pendekatan peserta aktif bukan hanya pengamat yang
Contextual Teaching and Learning (CTL). pasif dan bertanggung jawab terhadap
Menurut Johnson Contextual belajarnya. Penerapan pembelajaran
Teaching and Learning (CTL) adalah dengan pendekatan CTL akan sangat
sebuah sistem yang menyeluruh, terdiri dari membantu guru untuk menghubungkan
bagian-bagian yang saling terhubung. Jika materi pelajaran dengan situasi dunia nyata
bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, dan memotivasi siswa untuk membentuk
maka akan dihasilkan pengaruh yang hubungan antara pengetahuan dan
melebihi hasil yang diberikan bagian- aplikasinya dengan kehidupan mereka.
bagiannya secara terpisah. Setiap bagian Dengan kata lain pendekatan Contextual
CTL melibatkan proses yang berbeda- Teaching and Learning (CTL) juga
beda, yang ketika digunakan secara bertujuan untuk membekali siswa dengan
pengetahuan yang fleksibel dapat diserap
10 Johnson B. Elaine, PH.D, Contextual Teaching &
atau ditransfer dari satu permasalahan ke
Learning (Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar
permasalahan lain dan dari satu konteks ke
Mengasyikkan dan Bermakna), California : Corwin Press, konteks yang lainnya.
Inc, Thousand Oaks, 2002. (Penerjemah : Ibnu
Setiawan, Bandung: MLC, 2007), h. 35
11 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi

Kurikulum Berbasis Kompetensi Jakarta: Kencana, 2006), Ibid., h. 65.


13

h.107 14Sardiman, A.M, Interaksi & Motivasi, Belajar


12 Johnson B. Elaine, PH.D, op.cit, h.35 Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.222

368 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Prinsip dan Strategi Pendekatan di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai
Contextual Teaching and Learning (CTL) konteks bagi siswa untuk belajar kritis dan
Prinsip dasar pendekatan keterampilan memecahkan masalah dan
Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk memperoleh konsep utama dari
adalah agar siswa dapat mengembangkan suatu mata pelajaran; 4) Pembelajaran
cara belajarnya sendiri dan selalu layanan (serve learning) yaitu metode
mengaitkan dengan apa yang telah pembelajaran yang menggabungkan
diketahui dan apa yang ada di masyarakat, layanan masyarakat dengan struktur
yaitu aplikasi dan konsep yang dipelajari. sekolah untuk merefleksikan layanan,
Adapun secara terperinci prinsip menekankan hubungan antara layanan
dasar Contextual Teaching and Learning yang dialami dan pembelajaran akademik
(CTL) adalah sebagai berikut: 1) di sekolah; 5) Pembelajaran berbasis kerja
Menekankan pada pemecahan masalah; 2) (work based learning) yaitu pendekatan
Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada pembelajaran yang menggunakan konteks
berbagai konteks seperti: rumah, kerja dan membahas penerapan konsep
17
masyarakat dan tempat kerja; 3) Mengajar mata pelajaran di lapangan.
siswa untuk memantau dan mengarahkan Dengan demikian kurikulum dan
belajarnya sehingga menjadi pembelajar pembelajaran dengan pendekatan CTL
yang aktif dan terkendali; d) Menekankan perlu didasarkan atas prinsip dan strategi
pembelajaran dalam konteks kehidupan pembelajaran yang mendorong terciptanya
siswa; 5) Mendorong siswa belajar dari satu lima bentuk pembelajaran, yaitu sebagai
dengan lainnya dan belajar bersama-sama; berikut.
15
6) Menggunakan penilaian autentik. 1. Keterkaitan, relevansi (relating), yaitu
Mencermati prinsip dasar proses pembelajaran hendaknya ada
pendekatan Contextual Teaching and keterkaitan (relevance) dengan bekal
Learning (CTL) di atas, maka dalam pengetahuan yang telah ada pada
penerapannya membantu siswa menguasai diri siswa, dengan konteks
tiga hal, yaitu: 1) Pengetahuan, yaitu apa pengalaman dalam kehidupan dunia
yang ada dipikirannya membentuk konsep, nyata seperti manfaat untuk bekal
definisi, teori dan fakta; 2) Kompetensi atau bekerja di kemudian hari dalam
keterampilan yaitu kemampuan yang masyarakat.
dimiliki untuk bertindak atau sesuatu yang 2. Pengalaman langsung
dapat dilakukan; 3) Pemahaman (experiencing), yaitu dalam proses
kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan pembelajaran peserta didik perlu
cara bagaimana menggunakan mendapatkan pengalaman langsung
pengetahuan dan keahlian dalam situasi melalui kegiatan eksplorasi,
16
kehidupan nyata. penemuan (discovery), inventory,
Selanjutnya strategi pendekatan investigasi, penelitian, dan lain-lain.
Contextual Teaching and Learning (CTL) 3. Aplikasi (applying), adalah dengan
dapat ditunjukkan berupa kombinasi dari menerapkan fakta konsep, prinsip,
kegiatan-kegiatan berikut: 1) Pembelajaran dan prosedur yang dipelajari dalam
autentik (authentic instruction) yaitu situasi dan konteks yang lain
pembelajaran yang memungkinkan siswa merupakan pembelajaran tingkat
belajar dalam konteks yang bermakna, tinggi, lebih daripada sekedar
sehingga menguatkan ikatan pemikiran dan hafalan.
keterampilan memecahkan masalah- 4. Kerja sama (cooperating), yaitu
masalah penting dalam kehidupannya; 2) dalam konteks saling tukar pikiran,
Pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry mengajukan dan menjawab
based learning) yaitu memaknakan strategi pertanyaan, komunikasi interaktif
pembelajaran dengan metode-metode antara sesama peserta didik, antar
sains, sehingga diperoleh pembelajaran peserta didik dengan guru, antar
yang bermakna; 3) Pembelajaran berbasis peserta didik dengan nara sumber,
masalah (problem based learning) yaitu memecahkan masalah dan
pendekatan pembelajaran yang mengerjakan tugas bersama
menggunakan masalah-masalah yang ada merupakan strategi pembelajaran

15 Trianto, op. cit., h. 13-15


16 Sumiati & Asra, op. cit., h. 18 17 ibid.,h. 17

Volume 8 Nomor 3 September 2017 369


pokok dalam pembelajaran pengayaan, dan remedial (remedial
19
kontekstual. and enrichment).
5. Alih pengetahuan (transferring), Berikut ini pendekatan prinsip
yakni menekankan pada kemampuan pendekatan CTL, serta pengintegrasian
siswa untuk mentransfer prinsip pembelajaran kontekstual dan
pengetahuan, keterampilan, dan desain pesan ke dalam pengembangan
sikap yang telah dimiliki pada situasi pembelajaran dan bahan ajar:
lain. Dengan kata lain pengetahuan
dan keterampilan yang telah dimiliki
bukan sekedar untuk dihafal tetapi
digunakan atau dialihkan pada
situasi dan kondisi lain. Kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah
baru merupakan penguasaan staregi
kognitif atau pencapaian tujuan
pembelajaran dalam bentuk
18
menemukan (finding).
Untuk menghasilkan suatu proses
pembelajaran yang maksimal, maka perlu
mengintegrasikan antara konsep
pendekatan CTL dengan prinsip desain
pesan pembelajaran dan bahan ajar pada
beberapa kerangka sebagai berikut.
1. Kegiatan pembelajaran
pendahuluan (pre-instructional
activities), yang meliputi
pemberitahuan tujuan, ruang
lingkup materi, manfaat atau
kegunaan mempelajari suatu topik
baik untuk keperluan belajar
sekarang maupun belajar di
kemudian hari.
2. Penyampaian materi pembelajaran
(presenting instructional materials),
bahwa dalam rangka penerapan
CTL, hendaknya dikurangi
penyajian yang bersifat expository
(ceramah, dikte) dan deduktif.
3. Memancing kinerja siswa (eliciting
performance), hal ini dimaksudkan
untuk membantu siswa menguasai
materi atau mencapai tujuan
pembelajaran.
4. Pemberian umpan balik (providing
feedback), adalah pemberian
informasi yang diberikan kepada
siswa mengenai kemajuan
belajarnya.
5. Kegiatan tindak lanjut (follow-up
activities), yaitu berupa
transformasi pengetahuan
(transferring), pemberian

18 Dewi Salama Prawirdilaga, Eveline Siregar,

Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Kercana, 2004),


h.16-18
19 Ibid., h. 24

370 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Tabel 1: Matriks Prinsip Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Dalam Komponen Strategi Pembelajaran
Komponen Strategi Contextual Teaching Desain
No.
Pembelajaran and Learning Pesan
1 Kegiatan pembelajaran Keterkaitan Kesiapan dan motivasi
pendahuluan
2 Penyampaian materi Pengalaman Penggunaan alat
langsung Pemusat perhatian,
Penerapan/aplikasi perulangan
Kerjasama
3 Memancing penampilan Penerapan/aplikasi Partisipasi aktif siswa
Pemberian umpan balik
4 Pemberian umpan balik Pemberian umpan balik
5 Kegiatan tindak lanjut Transfer Partisipasi aktif siswa

Berdasarkan matriks tersebut di mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik;


atas, teori pembelajaran konstekstual 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa
menganjurkan para pendidik untuk memilih dengan bertanya; 4) Ciptakan ―masyarakat
atau mendesain lingkungan pembelajaran belajar‖ (belajar dalam kelompok-
yang memadukan sebanyak mungkin kelompok); 5) Hadirkan model sebagai
pengalaman belajar seperti lingkungan contoh pembelajaran; 6) Lakukan refleksi di
sosial, budaya, fisik, dan lingkungan akhir pertemuan; 7) Lakukan penilaian yang
20
psikologis untuk mencapai tujuan sebenarnya dengan berbagai cara.
pembelajaran. Siswa diharapkan dapat Kegiatan pembelajaran Contextual
menemukan hubungan yang bermakna Teaching and Learning diharapkan dapat
antara pemikiran yang abstrak dengan meningkatkan hasil belajar yang
penerapan praktis dalam konteks dunia berkualitas, lebih mendorong timbulnya
nyata dalam lingkungan pembelajaran itu kreativitas dan produktivitas serta efisiensi
sendiri. Oleh karena guru CTL yang dan efektivitasnya yang lebih menjanjikan.
bermutu memungkinkan siswanya untuk Mengapa hasil belajar meningkat, karena
tidak hanya dapat mencapai standar dalam pembelajaran yang kontekstual
akademik secara nasional, tetapi juga dipergunakan semua alat indra secara
mendapatkan pengetahuan dan keahlian serentak sehingga kegiatan pembelajaran
yang penting untuk belajar selama hidup menjadi lebih aktual, konkret, realistik,
21
mereka. Guru CTL membantu siswa untuk nyata, menyenangkan dan bermakna.
membuat pilihan-pilihan yang bertanggung Pendekatan Contextual Teaching
jawab dalam mengelola emosi mereka, and Learning (CTL) ini melibatkan tujuh
mahir menemukan segala hal, mampu komponen utama pembelajaran produktif,
membedakan alasan bagus dengan alasan yaitu: Konstruktivisme (Constructivism),
yang tidak baik, guru memiliki gambaran proses menemukan (Inquiry), bertanya
bagaimana sebuah materi dapat (Questioning), masyarakat belajar
dikembangkan atau bagaimana sebuah (Learning Community), pemodelan
masalah dapat dipelajari. (Modelling), refleksi (Reflection), dan
Pendekatan Contextual Teaching and penilaian autentik (Authentic
22
Learning (CTL) Assessment).
Contextual Teaching and Learning 1. Konstruktivisme (Constructivism)
(CTL) pada dasarnya dapat diterapkan Salah satu landasan teoritik
dalam kurikulum apa saja, mata pelajaran pendidikan modern termasuk CTL
apa saja dan kelas bagaimanapun adalah teori pembelajaran konstruktivis.
keadaannya. Penerapan Contextual Konstruktivisme yaitu mengembangkan
Teaching and Learning (CTL) dalam kelas
cukup mudah. Secara garis besar langkah-
20 Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar
langkahnya adalah sebagai berikut: 1)
Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h.
belajar lebih bermakna dengan cara 138
21 Abdul Rachman Saleh, Madrasah dan Pendidikan
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi (Jakarta: RajaGrafindo
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan Persada, 2004), h. 220-221
keterampilan barunya; 2) Lakukan sejauh 22 Trianto, op. cit., h. 25

Volume 8 Nomor 3 September 2017 371


pemikiran siswa akan belajar lebih terus menerus, terus berkembang dan
bermakna dengan cara bekerja sendiri, berubah. Pengetahuan bukanlah suatu
menemukan sendiri, dan tiruan dari kenyataan (realitas).
mengkonstruksi sendiri pengetahuan Pengetahuan bukanlah gambaran dari
23
dan keterampilan barunya. dunia kenyataan yang ada. Alat dan
Proses belajar-mengajar lebih sarana yang tersedia bagi siswa untuk
diwarnai student centered daripada mengetahui sesuatu adalah inderanya.
teacher centered. Pada dasarnya, Siswa berinteraksi dengan objek dan
pengetahuan dibentuk pada diri lingkungannya dengan cara melihat,
manusia berdasarkan pengalaman mendengar, memegang, mencium dan
nyata yang dialaminya dan hasil merasakan. Dari sentuhan inderawi
interaksinya dengan lingkungan sosial di itulah siswa membangun gambaran
26
sekelilingnya. Belajar adalah perubahan dunianya.
proses dialami para siswa sebagai hasil 2. Menemukan (Inquiry)
interaksinya dengan lingkungan Inkuiri merupakan bagian inti
sekitarnya. Pengetahuan yang mereka dari kegiatan pembelajaran berbasis
peroleh itu adalah hasil interpretasi kontekstual (Contextual Teaching and
pengalaman tersebut yang disusun Learning). Pengetahuan dan
dalam pikiran atau otaknya. Jadi siswa keterampilan diperoleh siswa
bukan berasal dari apa yang diberikan diharapkan bukan hasil mengingat
oleh guru, melainkan merupakan hasil serangkaian fakta-fakta, tetapi hasil dari
27
usahanya sendiri berdasarkan menemukan sendiri. Siswa diberi
24
hubungannya dengan dunia sekitar. pembelajaran untuk menangani
Ada 5 (lima) elemen belajar permasalahan yang mereka hadapi
yang konstruktivistik, yaitu sebagai ketika berhadapan dengan dunia nyata.
berikut: a) Pengaktifan pengetahuan Guru harus merencanakan situasi
yang sudah ada (activating knowledge); sedemikian rupa, sehingga para siswa
b) Pemerolehan pengetahuan baru bekerja menggunakan prosedur
(acquiring knowledge); c) Pemahaman mengenali masalah, menjawab
pengetahuan (understanding pertanyaan, menggunakan prosedur
knowledge); d) Mempraktikkan penelitian atau investigasi dan
pengetahuan dan pengalaman (applying menyiapkan kerangka berpikir,
knowledge; e) Melakukan refleksi hipotesis, dan penjelasan yang relevan
terhadap strategi pengembangan dengan pengalaman pada dunia
28
pengetahuan tersebut (reflecting nyata.
25
knowledge). Adapun langkah-langkah
Konstruktivis ini menekankan kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:
bahwa pengetahuan adalah hasil a) Merumuskan masalah; b) Mengamati
konstruksi atau bentukan manusia. atau melakukan observasi; c)
Manusia mengkonstruksi Menganalisis dan menyajikan hasil
pengetahuannya melalui interaksi dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
dengan objek, fenomena, pengalaman tabel, dan karya lainnya; d)
dan lingkungannya. Suatu pengetahuan Mengkomunikasikan atau menyajikan
dianggap benar jika pengetahuan itu hasil karya pada pembaca, teman
29
dapat berguna untuk menghadapi dan sekelas, guru atau audien yang lain.
memecahkan persoalan atau fenomena 3. Bertanya (Questioning)
yang sesuai. Pengetahuan berkembang Pengetahuan yang dimiliki
melalui pengalaman. Pemahaman seseorang selalu bermula dari
berkembang semakin dalam dan ―bertanya‖. Strategi ini bertujuan
semakin kuat apabila selalu diuji dengan mengembangkan sifat ingin tahu siswa
pengalaman baru. Pengetahuan tidak dengan bertanya. Melalui proses
lepas dari subjek yang sedang belajar, bertanya, siswa akan mampu menjadi
pengetahuan lebih dianggap sebagai pemikir yang handal dan mandiri.
proses pembentukan (konstruksi) yang
26 Trianto, op. cit., h. 29-30
23 Sumiati & Asra, op. cit., h. 14 27 Sumiati & Asra, op. cit., h. 15
24 Trianto, op. cit., h. 26 28 Trianto, op. cit., h. 30
25 Sumiati & Asra, op. cit., h. 15 29 Sumiati & Asra, op. cit., h. 16

372 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Mereka dirangsang untuk mampu tersebut sudah membentuk masyarakat
32
mengembangkan ide atau gagasan dan belajar (learning community).
pengujian baru yang inovatif, Masyarakat belajar yaitu
mengembangkan metode dan teknik menciptakan masyarakat belajar (belajar
untuk bertanya, bertukar pendapat dan dalam kelompok). Berbicara, berbagi
30
berinteraksi. pengalaman dan bekerja sama dengan
Bertanya dalam pembelajaran orang lain untuk menciptakan
dipandang sebagai kegiatan guru untuk pembelajaran adalah lebih baik
mendorong, membimbing dan menilai dibandingkan dengan belajar sendiri.
kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, Dalam kelas CTL, guru disarankan
kegiatan bertanya merupakan bagian selalu melaksanakan pembelajaran
penting dalam melaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar.
pembelajaran yang berbasis inkuiri, Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
yaitu menggali informasi, yang anggotanya heterogen.
mengkonfirmasikan apa yang sudah Masyarakat belajar bisa terjadi apabila
diketahui dan mengarahkan perhatian ada proses komunikasi dua arah.
pada aspek yang belum diketahui. Seorang guru yang mengajari siswanya
Dalam sebuah pembelajaran yang bukan contoh masyarakat belajar
produktif, kegiatan bertanya berguna karena komunikasi hanya terjadi satu
untuk: a) Menggali informasi, baik arah, yaitu informasi hanya datang dari
administrasi maupun akademis; b) guru ke arah siswa, tidak ada arus
Mengecek pemahaman siswa; c) informasi yang perlu dipelajari guru yang
Membangkitkan respon kepada siswa; datang dari arah siswa. Dalam contoh
d) Mengetahui sejauh mana ini yang belajar hanya siswa, bukan
keingintahuan siswa; e) Mengetahui hal- guru. Dalam masyarakat belajar, dua
hal yang sudah diketahui siswa; f) kelompok atau lebih yang terlibat dalam
Memfokuskan perhatian siswa pada komunikasi pembelajaran saling belajar
sesuatu yang dikehendaki guru; g) satu sama lain. Metode pembelajaran
Membangkitkan lebih banyak lagi dengan teknik learning community ini
pertanyaan siswa; h) Menyegarkan sangat membantu proses pembelajaran
31 33
kembali pengetahuan siswa. di kelas.
Hampir pada semua aktivitas 5. Pemodelan (Modeling)
belajar, dapat menerapkan questioning Pemodelan yaitu menghadirkan
(bertanya), antara siswa dengan siswa, model sebagai contoh pembelajaran.
antara guru dengan siswa, antara siswa Siswa akan lebih mudah memahami dan
dengan orang lain yang didatangkan ke menerapkan proses dan hasil belajar
kelas, dan sebagainya. Aktivitas jika dalam pembelajaran guru
bertanya juga ditemukan ketika siswa menyajikan dalam bentuk suatu model,
berdiskusi, bekerja dalam kelompok, bukan hanya berbentuk lisan. Siswa
ketika menemui kesulitan, ketika akan mampu mengamati dan
mengamati, dan sebagainya. Kegiatan- mencontoh apa yang ditunjukkan oleh
kegiatan itu akan menumbuhkan guru. Oleh karena itu, guru hendaknya
dorongan untuk ―bertanya‖. mempertunjukkan hal-hal yang penting
34
4. Masyarakat Belajar (Learning dan mudah diterima oleh siswa. Dalam
Community) pembelajaran CTL, guru bukan satu-
Konsep Learning Community satunya model. Pemodelan dapat
menyarankan agar hasil pembelajaran dirancang dengan melibatkan siswa.
diperoleh dari kerjasama dengan orang Seorang bisa ditunjuk untuk
lain. Ketika seorang anak baru belajar memodelkan sesuatu berdasarkan
menimbang massa benda dengan pengalaman yang diketahuinya. Model
menggunakan neraca, ia bertanya juga dapat didatangkan dari luar yang
kepada temannya. Kemudian temannya ahli dibidangnya, misalnya
yang sudah bisa menunjukkan cara mendatangkan seorang perawat untuk
menggunakan alat itu. Maka dua anak memodelkan cara menggunakan

32 ibid., h.,32
30 ibid.,h.16 33 ibid., h.,34
31 Trianto, op. cit., h. 31 34 Sumiati & Asra, op. cit., h. 16

Volume 8 Nomor 3 September 2017 373


termometer untuk mengukur suhu tubuh menilai prestasi siswa antara lain:
35
pasien. proyek/kegiatan dan laporannya; PR
6. Refleksi (Reflection) (pekerjaan rumah); kuis; karya siswa;
Refleksi adalah cara berpikir presentasi atau penampilan siswa;
tentang apa yang baru dipelajari atau demonstrasi; laporan; jurnal; hasil tes
39
berpikir ke belakang tentang apa-apa tulis; dan karya tulis.
yang sudah dilakukan di masa yang Dengan adanya penerapan
36
lalu. Refleksi ini merupakan ringkasan Contextual Teaching and Learning
dari pembelajaran yang telah (CTL), siswa ditempatkan dalam
disampaikan guru. Siswa konteks pengalaman sehari-hari yang
mengungkapkan, lisan atau tulisan, apa penuh makna jika kita bertanya apa
yang telah mereka pelajari. Refleksi ini yang dapat mereka lakukan dengan
bisa berbentuk diskusi kelompok pengetahuan yang telah mereka dapat.
dengan meminta siswa untuk Ketika tujuan yang tinggi diisi dengan
melakukan presentasi atau menjelaskan makna, para siswa akan berhasil
apa yang telah mereka pelajari. Siswa mencapainya. Ketika para siswa melihat
pun dapat melakukan kegiatan makna dalam pelajaran mereka, ketika
penulisan mandiri tentang sebuah mereka diajak untuk menerapkan
ringkasan dari hasil pembelajaran yang pelajaran baru pada situasi yang
37
telah diikutinya. menyentuh kehidupan mereka, mereka
7. Penilaian Sebenarnya (Authentic akan bertahan sampai mereka
40
Assesment) berhasil.
Authentic assesment adalah Dengan demikian dapat
proses pengumpulan berbagai data dikatakan bahwa penerapan Contextual
yang bisa memberikan gambaran Teaching and Learning (CTL) akan
perkembangan belajar siswa. sangat membantu guru untuk
Assesment menekankan pada proses menghubungkan materi mata pelajaran
pembelajaran sehingga data yang dengan situasi dunia nyata dan
dikumpulkan harus diperoleh dari memotivasi siswa untuk membentuk
kegiatan nyata yang dikerjakan siswa hubungan antara pengetahuan dan
pada saat melakukan proses aplikasinya dengan kehidupan mereka
pembelajaran. Penilaian autentik menilai sebagai anggota keluarga dan anggota
pengetahuan dan keterampilan masyarakat.
(performance) yang diperoleh siswa. Metode Inkuiri
Tugas guru adalah menilai sejauh mana Inkuiri berasal dari kata ―inquire‖
keberhasilan pembelajaran. yang berarti menanyakan, meminta
Penilaian sebenarnya yaitu keterangan atau menyelidiki dan dalam
melakukan penilaian yang sebenarnya bahasa Inggris ―inquiry‖ berarti pertanyaan
41
dengan berbagai cara. Penilaian bisa atau pemeriksaan, penyelidikan.
dengan cara guru memberi pertanyaan Metode inkuiri adalah cara
38
berdasarkan isi pelajaran. Penilai tidak penyajian pelajaran yang banyak
hanya guru, tetapi bisa juga teman lain melibatkan siswa dalam proses-proses
atau orang lain. Karakteristik penilaian mental dalam rangka penemuannya.
autentik adalah sebagai Proses inkuiri menuntut guru bertindak
berikut: a) Dilaksanakan selama dan sebagai fasilitator, nara sumber, dan
sesudah proses pembelajaran penyuluh kelompok. Para siswa didorong
berlangsung; b) Bisa digunakan untuk untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan
42
formatif maupun sumatif; c) Yang diukur dijejali dengan pengetahuan.
keterampilan dan performansi, bukan Inkuiri merupakan bagian inti dari
mengingat fakta; d) Berkesinambungan; kegiatan pembelajaran berbasis
e) Terintegrasi; f) Dapat digunakan
sebagai feedback. Dalam CTL, hal-hal 39 Trianto., op. cit., h. 37
yang bisa digunakan sebagai dasar 40 Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), cet-7, h. 262
35 Trianto., op. cit., h. 34 41 Ahmadi, Abu & Joko Tri Prasetya. Strategi
36 ibid.,h.36 Belajar Mengajar. (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h.76
37 Sumiati & Asra, op. cit., h. 17 42 Oemar, Hamalik, Proses Belajar Mengajar
38 ibid.,h.17 (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 221

374 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


kontekstual (Contextual Teaching and melainkan mendapat kesempatan untuk
Learning). Pengetahuan dan keterampilan masalah-masalah yang disajikan dalam
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil diskusi. dengan pertanyaan atau masalah
mengingat serangkaian fakta-fakta, tetapi ini, maka dalam usaha menjawabnya atau
43
hasil dari menemukan sendiri. memberikan pendapatnya, siswa ―dipaksa‖
Inkuiri sebagai suatu proses umum untuk belajar menganalisis, mensintesis,
yang dilakukan manusia untuk mencari mengevaluasi atau melakukan kegiatan-
atau memahami informasi. Menurut Gulo kegiatan mental lainnya. Ini merupakan
(2002) bahwa strategi inkuiri berarti suatu pelatihan yang baik bagi siswa untuk
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan mengembangkan kemampuan mereka
46
secara maksimal seluruh kemampuan berinkuiri.
siswa untuk mencari dan menyelidiki Dengan demikian metode inkuiri ini
secara sistematis, kritis, logis, analitis, selalu mengusahakan agar siswa terlibat
sehingga mereka dapat merumuskan dalam masalah-masalah yang dibahas.
sendiri penemuannya dengan penuh Siswa diprogramkan agar selalu aktif, baik
percaya diri. Sasaran utama dalam secara mental maupun secara fisik. Materi
kegiatan pembelajaran inkuiri adalah: a) yang disajikan guru bukan begitu saja
keterlibatan siswa secara maksimal dalam diberitahukan dan diterima oleh siswa.
proses kegiatan belajar; b) keterarahan Siswa diusahakan sedemikian rupa hingga
kegiatan secara logis dan sistematis pada mereka memperoleh berbagai pengalaman
tujuan pembelajaran; dan c) dalam rangka ―menemukan sendiri‖
mengembangkan sikap percaya pada diri konsep-konsep yang direncanakan oleh
siswa tentang apa yang ditemukan dalam guru. Dengan demikian wajar bila mereka
44
proses inkuiri. memiliki serta menyimpan konsep tersebut
Dalam pembelajaran inkuiri, guru dengan lebih baik.
jarang sekali menerangkan, tetapi ia Penggunaan metode inkuiri harus
banyak mengajukan pertanyaan- memperhatikan prinsip-prinsip
pertanyaan. Dengan pertanyaan, guru penggunaannya, antara lain: a)
dapat membantu siswa menyadari ke arah berorientasi pada pengembangan
mana mereka harus berpikir. Guru dapat intelektual; b) prinsip interaksi; c)
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang prinsip bertanya; d) prinsip belajar untuk
sesuai pada setiap individu siswa berpikir; dan e) prinsip
47
sedemikian rupa sehingga mereka lebih keterbukaan.
mampu mengorganisasikan pendapat serta a. Berorientasi pada Pengembangan
dapat lebih meningkatkan pengertian- Intelektual
pengertian terhadap segala sesuatu yangs Tujuan utama dari inkuiri adalah
sedang dibahas. Dengan pertanyaan yang pengembangan kemampuan berpikir.
sesuai, guru dapat membantu siswa agar Dengan demikian, metode ini selain
mampu menemukan sendiri konsep atau berorientasi kepada hasil belajar juga
prinsip yang direncanakan oleh guru untuk berorientasi pada proses belajar.
45
mereka miliki. Karena itu, kriteria keberhasilan dari
Selain itu, dalam pembelajaran proses pembelajaran dengan
inkuiri sangat diharapkan adanya diskusi. menggunakan inkuiri bukan ditentukan
Dalam diskusi diharapkan terjadi interaksi oleh sejauh mana siswa dapat
antara siswa, guru dan terutama juga menguasai materi pelajaran, akan tetapi
diharapkan terjadinya interaksi antar siswa sejauh mana siswa beraktivitas mencari
secara optimal. Pada diskusi, guru dapat dan menemukan sesuatu.
mengarahkan kegiatan-kegiatan mental b. Prinsip Interaksi
siswa sesuai dengan yang telah Pembelajaran sebagai proses
direncanakan. Siswa lebih banyak terlibat interaksi berarti menempatkan guru
sehingga tidak hanya mendengarkan bukan sebagai sumber belajar, tetapi
informasi atau ceramah dari guru saja, sebagai pengatur lingkungan atau
pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu
mengarahkan (directing) agar siswa bisa
43 Trianto, op. cit., h. 30
44 Trianto. Model-model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, ibid., h. 78
46

2007),h.135 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Jakarta:


47
45 Ahmadi, Abu & Joko Tri Prasetya, op. cit., h. 77 Kencana, 2007), h.199

Volume 8 Nomor 3 September 2017 375


mengembangkan kemampuan guru menanyakan kepada siswa
berpikirnya melalui interaksi mereka. gagasan mengenai hipotesis yang
c. Prinsip Bertanya mungkin. Dari semua gagasan yang
Peran guru yang harus ada, dipilih salah satu hipotesis yang
dilakukan dalam menggunakan strategi relevan dengan permasalahan yang
52
inkuiri adalah guru sebagai penanya. diberikan.
Kemampuan guru untuk bertanya dalam c. Mengumpulkan data
setiap langkah inkuiri sangat Hipotesis digunakan untuk
48
diperlukan. menuntun proses pengumpulan data.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir Data yang dihasilkan dapat berupa
Belajar bukan hanya mengingat tabel, matrik atau grafik.
sejumlah fakta, akan tetapi belajar d. Analisis Data
adalah proses berpikir yakni proses Siswa bertanggung jawab
mengembangkan potensi seluruh otak. menguji hipotesis yang telah
Oleh karena itu, pembelajaran berpikir dirumuskan dengan menganalisis data
ini berusaha untuk memanfaatkan otak yang telah diperoleh. Faktor penting
49
secara maksimal saat belajar. dalam menguji hipotesis adalah
pemikiran ―benar‖ atau ―salah‖. Setelah
e. Prinsip Keterbukaan memperoleh kesimpulan dari data
Pembelajaran yang bermakna percobaan, siswa dapat menguji
adalah pembelajaran yang menyediakan hipotesis yang telah dirumuskan. Bila
berbagai kemungkinan sebagai ternyata hipotesis itu salah atau ditolak
hipotesis yang harus dibuktikan siswa dapat menjelaskan sesuai dengan
kebenarannya. Tugas guru adalah proses inkuiri yang telah dilakukannya.
menyediakan ruang untuk memberikan e. Membuat Kesimpulan
kesempatan kepada siswa Langkah penutup dari
mengembangkan hipotesis dan secara pembelajaran inkuiri adalah membuat
terbuka membuktikan kebenaran kesimpulan sementara berdasarkan
50 53
hipotesis yang diajukan. data yang diperoleh siswa.
Gulo (2002) menyatakan, bahwa Terkait dengan penggunaan
inkuiri tidak hanya mengembangkan metode inkuiri dalam pembelajaran, metode
kemampuan intelektual tetapi seluruh ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
potensi yang ada, termasuk Kelebihan yang dimiliki metode ini antara
pengembangan emosional dan lain: a) Strategi pengajaran menjadi
keterampilan. Inkuiri merupakan suatu berubah dari yang bersifat penyajian
proses yang bermula dari merumuskan informasi oleh guru kepada siswa sebagai
masalah, merumuskan hipotesis, penerima informasi yang baik tetapi proses
mengumpulkan data, menganalisis data mentalnya berkadar rendah, menjadi
51
dan membuat kesimpulan. pembelajaran yang menekankan kepada
a. Mengajukan Pertanyaan atau proses pengolahan informasi dimana siswa
Permasalahan yang aktif mencari dan mengolah sendiri
Kegiatan inkuiri dimulai ketika informasi dengan kadar proses mental yang
pertanyaan atau permasalahan lebih tinggi atau lebih banyak; b)
diajukan. Untuk meyakinkan bahwa Pembelajaran berubah dari teacher
pertanyaan sudah jelas, pertanyaan centered menjadi student centered. Guru
tersebut dituliskan di papan tulis, tidak lagi mendominasi sepenuhnya
kemudian siswa diminta untuk kegiatan belajar siswa, tetapi lebih banyak
merumuskan hipotesis. bersifat membimbing dan memberikan
b. Merumuskan Hipotesis kebebasan belajar kepada siswa. Beberapa
Hipotesis adalah jawaban kelebihan yang lain dari metode inkuiri ini,
sementara atas pertanyaan atau solusi yaitu: a) Siswa akan mengerti konsep-
permasalahan yang dapat diuji dengan konsep dasar dan ide-ide lebih baik; b)
data. Untuk memudahkan proses ini, Membantu dalam menggunakan ingatan
dan dalam memindah kepada situasi-situasi
proses belajar yang baru; c) Mendorong
48 ibid.,h.200
49 ibid.,h.200
50 ibid.,h.201 52 ibid.,h.137
51 Trianto, op. cit., h. 137 53 ibid.,h.138

376 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


siswa untuk berfikir dan bekerja atas sehingga retensinya (tahan lama dalam
inisiatifnya sendiri; d) Mendorong siswa ingatan) yang menjadi lebih baik.
untuk berfikir intuitif dan merumuskan
hipotesisnya sendiri; e) Memberikan Pendekatan Contextual Teaching and
kepuasan yang bersifat intrinsik; f) Proses Learning dengan Metode Inkuiri dalam
belajar melalui kegiatan inkuiri dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
membentuk dan mengembangkan self Mata Pelajaran PAI
54
concept pada diri siswa. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Sementara kelemahan dari metode adalah ―usaha berupa bimbingan dan
inkuiri ini diantaranya sebagai asuhan terhadap anak didik atau siswa
berikut: a) Memerlukan perubahan agar kelak setelah selesai pendidikannya
kebiasaan cara belajar siswa yang dapat memahami dan mengamalkan
menerima informasi dari guru secara apa ajaran-ajaran agama islam serta
adanya, kalau tidak ada guru tidak belajar, menjadikannya sebagai way of life (jalan
ke arah membiasakan belajar mandiri dan kehidupan)‖.
berkelompok dengan mencari dan Dari pengertian tersebut dapat
mengolah informasi sendiri; b) Guru juga disimpulkan bahwa PAI dapat dijadikan
dituntut untuk mengubah kebiasaan sebagai suatu pandangan hidup demi
belajarnya yang umumnya sebagai pemberi keselamatan dan kesejahteraan hidup di
dan penyaji informasi menjadi sebagai dunia maupun di akherat kelak. PAI
fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa mengharapkan siswa didiknya dapat
dalam belajar; c) Metode ini banyak menerapkan ajaran Islam dan
memberikan kebebasan kepada siswa mengamalkan ajaran-ajarannya dalam
dalam belajar, tetapi kebebasan itu tidak kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai
menjamin bahwa siswa belajar dengan dengan tujuan pendidikan Islam dan sesuai
baik, dalam arti mengerjakannya dengan dengan kriteria yang manusia yang baik.
tekun, penuh aktivitas dan terarah; d) Islam menginginkan pemeluknya cerdas
Metode ini dalam pelaksanaannya serta pandai. Cerdas ditandai oleh adanya
memerlukan penyediaan berbagai sumber kemampuan menyelesaikan masalah
belajar dan fasilitas yang memadai yang dengan cepat dan tepat, sedangkan cerdas
tidak selalu mudah disediakan; e) Cara ditandai dengan banyak memiliki
belajar siswa dalam metode ini menuntut pengetahuan. Perlunya ciri akliah dimiliki
bimbingan guru yang lebih baik seperti oleh muslim telah dijelaskan dalam ayat Al-
pada waktu siswa melakukan penyelidikan Quran Az-Zumar ayat 9 berikut ini:
dan sebagainya; f) Pemecahan masalah
mungkin saja dapat bersifat mekanistis,
formalitas, dan membosankan. Apabila hal
itu terjadi, maka pemecahan masalah
seperti ini tidak menjamin inkuiri yang
55
penuh arti.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dikatakan bahwa penggunaan metode
inkuiri menambah tingkat penghargaan
siswa, memungkinkan siswa belajar
dengan memanfaatkan berbagai sumber
belajar, yang tidak hanya menjadikan guru
sebagai satu-satunya sumber belajar, dapat
mengembangkan bakat/kecakapan
individu, dapat menghindarkan cara belajar
tradisional (menghafal) dan memberikan
waktu yang memadai bagi siswa untuk
mengumpulkan dan mengolah informasi,
dan dapat memperkaya serta
memperdalam materi yang dipelajari

54 Sudirman N., dkk., op. cit., h. 169


55 ibid.,h.171

Volume 8 Nomor 3 September 2017 377


              
 

           

“(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran‖.

Agar tujuan pendidikan Islam dan alasan seperti yang diungkapkan oleh
kriteria manusia yang baik dapat tercapai Jerome Bruner (Dahar, 1989:108) belajar
maka dibutuhkan penggunaan metode bermakna hanya dapat terjadi melalui
belajar yang tepat sejalan dengan materi belajar penemuan. Pengetahuan yang
pelajaran, dan secara fungsional dapat diperoleh melalui belajar penemuan
dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal bertahan lama dan mempunyai efek
yang terkandung dalam tujuan Pendidikan transfer yang lebih baik. Belajar penemuan
Agama Islam. Pengalaman membuktikan, meningkatkan penalaran dan kemampuan
bahwa kegagalan pengajaran agama Islam berfikir secara bebas, dan melatih
salah satunya disebabkan oleh pemilihan keterampilan-keterampilan kognitif untuk
cara atau metode belajar yang kurang menemukan dan memecahkan masalah.
tepat, sering terjadi proses belajar Berdasarkan uraian di atas, dapat
mengajar yang kurang bergairah dan dipahami bahwa untuk mewujudkan
kondisi siswa kurang kreatif dikarenakan pembelajaran PAI, dalam hal ini untuk
penentuan cara belajar yang kurang sesuai meningkatkan hasil belajar siswa, guru
dengan sifat bahan dan tidak sesuai harus menggunakan model yang bisa lebih
dengan tujuan pengajaran. Bahkan variatif guna ketercapaian tujuan PAI. Oleh
terkesan para guru sangat nyaman karena itu, perencanaan dan pelaksanaan
menggunakan cara atau metode belajar yang dilakukan guru dalam menerapkan
konvensional dan monoton untuk seluruh model inkuiri untuk meningkatkan hasil
kegiatan belajar mengajar. belajar siswa pada mata pelajaran PAI
Penulis mencoba menggunakan dapat memperhatikan hal-hal sebagai
pendekatan contextual teaching and berikut.
learning dengan metode inkuiri untuk 1. Perencanaan yang dilakukan oleh guru
meningkatkan hasil belajr siswa dalam untuk mempersiapkan pembelajaran
pembelajaran PAI, karena model Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan
pembelajaran inkuiri akan menuntut siswa menggunakan modelinkuiri yaitu
mencari dan menemukan sendiri penyusunan Silabus dan Rencana
pemecahan masalah bagi siswa. Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
Sofia Endah Sari tahun 2008 dalam didalamnya terdapat tujuan
skripsinya ia membuktikan terdapat pembelajaran, model, materi,media,
perbedaan secara signifikan yang sumber dan alat penilaian sebagai
menerapkan pembelajaran dengan bahan evaluasi, serta pemilihan media
menggunakan metode inkuiri dan siswa yang dapat menggali keaktifan belajar
yang menerapkan metode ceramah. siswa dalam pembelajaran.
Kelompok yang menerapkan metode inkuiri 2. Pelaksanaan dalam penerapan model
memiliki rata-rata prestasi belajar yang inkuiri merupakan strategi pembelajaran
lebih tinggi yaitu sebesar 70,025 yang dapat meningkatkan keaktifan
dibandingkan dengan kelompok yang belajar siswa, karena di dalamnya
menggunakan metode ceramah yaitu berisikan pada masalah yang harus di
64,175. cari solusinya melalui proses belajar
Adapun alasan pentingnya penemuan, perumusan hipotesis,
pendekatan contextual teaching and pengumpulan data, analisis data, dan
learning dengan metode inkuiri dalam yang terakhir kesimpulan, sehingga
pembelajaran PAI yaitu karena beberapa

378 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


dengan masalah yang disajikan dapat Ahmad Zayadi & Abdul Majid. 2005.
meningkatkan keaktifan belajar siswa. Pembelajaran Pendidikan Agama
Namun dalam pelaksanaannya, Islam (PAI) Berdasarkan
tentunya juga perlu memperhatikan Pembelajaran Kontekstual. Jakarta:
kelemahan dalam penerapan pembelajaran RajaGrafindo Persada
ini dalam pembelajaran PAI. Upaya untuk Ahmadi, Abu & Joko Tri Prasetya. 2005.
mengatasi kelemahan yang di hadapi Strategi Belajar Mengajar.
diantaranya: (a) guru harus berusaha lebih Bandung: Pustaka Setia
memahami dengan benar tentang makna Baharuddin & Esa Nur Wahyuni. 2007.
dan langkah-langkah model pembelajaran Teori Belajar dan Pembelajaran
inkuiri, (b) Guru lebih memotivasi siswa Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
untuk aktif dalam pembelajaran dan lebih Basyariah, Yuliati. 2011. KTSP Fiqh.
menumbuhkan kepercayaan diri siswa agar (http:www.google.com, 2010.
lebih berani dalam menyampaikan Diakses: 26 September 2011)
pendapatnya, (c) Guru berusaha untuk Dewi Salama Prawirdilaga, Eveline Siregar.
lebih baik lagi menjalankan perannya 2004. Mozaik Teknologi
sebagai fasilitator dalam pembelajaran, (d) Pendidikan, Jakarta: Kercana
guru telah menyediakan waktu diluar jam Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar
pelajaran untuk mempersiapkan fasilitas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
dan media pembelajaran yang dibutuhkan, . 2008. Perencanaan Pengajaran
(e) Memperbanyak sumber dan mencari Berdasarkan Pendekatan Sistem.
sumber baik dari perpustakaan, media Jakarta: Bumi Aksara
cetak, ataupun dari internet. Johnson B. Elaine, PH.D. 2007. Contextual
Teaching & Learning (Menjadikan
SIMPULAN Kegiatan Belajar-Mengajar
Sekolah hendaknya lebih Mengasyikkan dan Bermakna),
meningkatkan dukungan dan memberikan California : Corwin Press, Inc,
kemudahan terhadap pelaksanaan Thousand Oaks, 2002. Penerjemah
pembelajaran dengan menggunakan model : Ibnu Setiawan, Bandung: MLC
inkuiri salahsatunya yaitu dengan Martinis, Yamin. 2007. Desain
melengkapi sarana dan prasarana Pembelajaran Berbasis Tingkat
pembelajaran dan sumber belajar siswa Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung
agar dapat bermanfaat lebih optimal dalam Persada Pres
proses pembelajaran. Haltersebut perlu Sardiman, A.M. 2004. Interaksi & Motivasi,
diprioritaskan untuk mendukung Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
terlaksananya proses pembelajarandengan Grafindo Persada
baik. Bagi guru, agar dalam penerapan Sudjana, Nana. 2002. Dasar-dasar Proses
pendekatan Contextual Teaching and Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Learning (CTL) dengan metode inkuiri Baru Agresindo
benar-benar efektif, guru PAI harus secara Sumiati & Asra. 2008. Metode
konsisten mengikuti prosedur metode Pembelajaran. Bandung: Wacana
inkuiri, menggunakan media belajar, Prima
memodifikasi kegiatan belajar dengan Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran
antara lain dengan cara pemberian motivasi Inovatif Berorientasi
yang tinggi kepada siswa, pemberian Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
reward (hadiah), pelaksanaan observasi Pustaka
lapangan, sehingga siswa termotivasi untuk . 2008. Mendesain Pembelajaran
meningkatkan hasil belajarnya. Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) Di Kelas. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Cerdas Pustaka Publisher
Abdul Rachman Saleh. 2004. Madrasah Wina, Sanjaya. 2006. Pembelajaran dalam
dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Implementasi Kurikulum Berbasis
Misi dan Aksi. Jakarta: Raja Kompetensi. Jakarta: Kencana
Grafindo Persada . 2007. Strategi Pembelajaran.
Jakarta: Kencana

Volume 8 Nomor 3 September 2017 379


380 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
PENGEMBANGAN PERANGKAT PENUNJANG KEGIATAN AWAL MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIK SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU
DI KELAS IX SMPN I DUHIADAA

Meyko S. Inaku
Guru IPS SMPN I Duhiadaa

Abstrak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan
yang meliputi Perangkat Penunjang Kegiatan Awal Pembelajaran (PPKA), Lembar
Kegiatan Siswa (LKS), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan tes logik
setelah dilakukan validasi dan uji coba maka perangkat tersebut dinyatakan valid,
praktis dan efektif sehingga layak untuk digunakan dalam pembelajaran IPS
Terpadu. Sedangkan hasil tes logik menunjukkan adanya peningkatan secara
klasikal terhadap siswa setelah pemberian materi tekanan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah yang dilengkapi dengan perangkat penunjang
kegiatan awal. Dengan demikian penggunaan perangkat penunjang kegiatan awal
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir logik
siswa Kelas IX SMPN I Duhiadaa.
Kata Kunci: Pengembangan Perangkat, Model Pembelajaran Berbasis Masalah,
Kemampuan Berpikir Logik.

PENDAHULUAN didominasi oleh pendekatan konvesional,


Gejala umum yang terjadi pada selain ceramah dan tanya-jawab guru
siswa sekolah menengah pertama saat ini hanya memberikan tugas atau berdasarkan
adalah ―malas berpikir‖, mereka cenderung pada behavioristik dan struktural.
menjawab suatu pertanyaan dengan cara Pendekatan ini berpandangan bahwa
mengutip dari buku tanpa mengemukakan pengetahuan sebagai perangkat fakta yang
pendapat atau analisisnya terhadap harus dihafal, dan kelas dominan berfokus
pendapat tersebut. Bila keadaan ini pada guru sebagai sumber utama
berlangsung secara terus menerus maka pengetahuan.
siswa akan mengalami kesulitan Rencana Pelaksanaan
mengaplikasikan pengetahuan yang Pembelajaran (RPP) yang digunakan
diperoleh di kelas dalam kehidupan sehari- biasanya tidak menuliskan motivasi apa
hari. Oleh sebab itu, model pembelajaran yang akan diberikan kepada anak didik
berbasis masalah dapat menjadi salah satu sehingga pada saat guru mulai mengajar
solusi untuk mendorong siswa berpikir langsung kepada inti materi. Hal tersebut
logik dan bekerja dibandingkan menghafal dapat membingungkan siswa, sehingga
dan bercerita sehingga proses mereka cendrung berdiam diri, malas
pembelajaran bukan hanya milik guru berpikir secara mandiri karena mereka
semata, tetapi siswa pun ikut aktif dan belum mengenal materi baru yang
merasa bahwa keberadaannya merupakan diberikan. Mengajarkan materi yang baru
tujuan dari proses pembelajaran. dapat dimulai dengan demonstrasi
Khusus di Kelas IX SMPN I sederhana yang berhubungan dengan
Duhiadaa, pada pembelajaran IPS Terpadu peristiwa yang sering terjadi di sekitar
yang dilakukan oleh guru masih banyak mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
menggunakan metode ceramah dengan karena itu guru harus mengubah perannya,
menyampaikan sejumlah teori tanpa tidak lagi sebagai pemegang otoritas
menghubungkannya dengan fakta-fakta tertinggi di dalam kelas, tetapi menjadi
kejadian sekitar yang terjadi di lingkungan fasilitator yang membimbing siswa ke arah
siswa. Siswa merasa jenuh, bosan dan pembentukan pengetahuan oleh diri
tidak memperhatikan penjelasan guru. Ada mereka sendiri. Melalui model
kecendrungan bahwa siswa hanya sekedar pembelajaran berbasis masalah yang
datang di sekolah untuk mendengarkan dan menyajikan situasi masalah yang otentik
menyalin apa yang di berikan oleh guru lalu dan bermakna serta dilengkapi dengan
mencatatnya pada buku catatan. Selain itu, perangkat penunjang kegiatan awal dapat
pengelolaan pembelajaran masih memberikan kemudahan bagi siswa untuk

Volume 8 Nomor 3 September 2017 381


melakukan penyelidikan dan inkuiri. kepada siswa dalam pembelajaran berbasis
Kegiatan awal tersebut memudahkan guru masalah.
membangkitkan motivasi dan semangat
kepada siswa untuk mengikuti KAJIAN TEORI
pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru Model pembelajaran berbasis masalah
tidak lagi menjadi satu-satunya sumber (problem based introduction)
pengetahuan tetapi hanya memberikan Model pembelajaran berbasis
sedikit arahan dan bimbingan dalam masalah dikembangkan berdasarkan
memecahkan masalah. konsep-konsep yang dicetuskan oleh
Model pembelajaran berbasis Jerome Bruner yakni belajar penemuan
masalah sangat penting dikembangkan atau discovery learning. Belajar penemuan
pada siswa karena menjadikan siswa aktif menekankan pada berpikir tingkat tinggi
dalam pembelajaran, membangkitkan yang memfasilitasi peserta didik
interaksi multiarah, dimana pembelajaran mengembangkan dialektika berpikir melalui
dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. induksi logika yaitu dari fakta ke konsep,
Dengan kegiatan awal yang ditampilkan Suprijono ( 2010:70). Menurut Trianto
oleh guru yang dikaitkan dengan situasi (2010:91) Istilah Pengajaran Berbasis
kehidupan yang nyata memudahkan guru Masalah diadopsi dari dari istilah Inggris
memunculkan masalah sebagaimana yang Problem Based Instruction (PBI) yang
diharapkan dalam pembelajaran berbasis merupakan model pmbelajaran yang
masalah. Dari masalah yang dihadapi, menyajikan kepada siswa situasi masalah
memancing siswa untuk berpikir logik yang autentik dan bermakna yang dapat
tentang apa, bagaimana dan mengapa itu memberikan kemudahan kepada mereka
terjadi. Dalam hal ini, peranan guru hanya untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
mengajukan masalah melalui demonstrasi Menurut Arends (dalam Trianto,
yang sederhana serta memfasilitasi 2010:93), berbagai pengembang
penyelidikan dan dialog siswa. Siswa pengajaran berdasarkan masalah telah
diharapkan lebih aktif dalam belajar, aktif memberikan model pengajaran yang
berdiskusi, berani menyampaikan gagasan memiliki karakteristik sebagai berikut: a)
dan menerima gagasan dari orang lain. Pengajuan pertanyaan atau masalah; b)
Dengan demikian, siswa lebih kreatif dalam Berfokus pada keterkaitan antar disiplin; c)
mencari solusi dari suatu permasalahan Penyelidikan autentik; d) Menghasilkan
yang dihadapi dan memiliki kepercayaan produk dan memamerkannya; e)
diri yang tinggi sehingga kemampuan Kolaborasi.
berpikir logiknya meningkat. Pembelajaran berbasis masalah
Perangkat penunjang kegiatan mendukung siswa untuk memperoleh
awal adalah perangkat kegiatan yang struktur pengetahuan yang terintegrasi
dilakukan pada waktu membuka pelajaran. dalam masalah dunia nyata, masalah yang
Kegiatan ini dilengkapi dengan alat peraga akan dihadapi siswa dalam dunia kerja atau
sederhana yang dirancang oleh guru sesuai profesi, komunitas dan kehidupan pribadi.
dengan materi yang diajarkan. Oleh sebab Pembelajaran berbasis masalah dapat pula
itu, sebelum masuk kelas guru telah siap dimulai dengan melakukan kerja kelompok
dengan apa yang akan dilakukan untuk antar siswa. Siswa menyelidiki sendiri,
memulai pembelajaran. Dengan perangkat menemukan permasalahan, kemudian
kegiatan awal, pemberian motivasi kepada menyelesaikan masalahnya di bawah
siswa tidak langsung kepada pertanyaan petunjuk fasilitator (guru). Secara garis
tetapi melakukan suatu kegiatan besar tujuan pembelajaran berbasis
demonstrasi sederhana yang menarik masalah Trianto (2010:94) sebagai berikut:
perhatian siswa. Demonstrasi dapat a) Membantu siswa mengembangkan
memunculkan masalah yang berhubungan keterampilan berpikir dan keterampilan
dengan materi, memberikan pengalaman pemecahan masalah; b) Belajar peranan
konkret kepada siswa dan dapat orang dewasa yang autentik.; c) Menjadi
menyelesaikan masalah-masalah yang pembelajar yang mandiri.
serupa pada pembelajaran selanjutnya. Untuk mencapai hasil
Dengan demikian, penggunaan perangkat pembelajaran secara optimal, pembelajaran
penunjang kegiatan awal memudahkan dengan pendekatan pembelajaran berbasis
guru memulai pembelajaran, pemberian masalah perlu dirancang dengan baik mulai
motivasi, dan memunculkan masalah dari penyiapan masalah yang sesuai

382 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


dengan kurikulum yang akan digunakan. Secara umum, pembelajaran
dikembangkan di kelas, memunculkan berbasis masalah terdiri dari 5 fase utama
masalah dari siswa, peralatan yang yang disajikan pada Tabel 1 (Depdiknas,
mungkin diperlukan, dan penilaian yang 2005) sebagai berikut.

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Fase-fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
Orientasi siswa kepada logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada
masalah. aktivitas pemecahan masalah yang dipilih melalui kegiatan
demonstrasi pada kegiatan awal.
Fase 2 Guru membantu siswa mendefenisikan dan
Mengorganisasikan siswa mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
untuk belajar. dengan masalah tersebut.
Fase 3 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
Membimbing penyelidikan yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
individu maupun dan pemecahan masalah.
kelompok.
Fase 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan
Mengembangkan dan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka
menyajikan hasil karya. berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
Menganalisis dan evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses
mengevaluasi proses yang mereka gunakan.
pemecahan masalah.

Fokus pembelajaran berbasis masalah ada terbuka dapat mengungkapkan


pada masalah yang dipilih sehingga siswa pendapatnya di depan teman-temannya
tidak saja mempelajari konsep-konsep yang secara aktif.
berhubungan dengan masalah tetapi juga Perangkat Pembelajaran
metode ilmiah untuk memecahkan masalah Perangkat pembelajaran adalah
tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja sekumpulan sumber belajar/bahan ajar
harus memahami konsep yang relevan yang memungkinkan guru dan siswa
dengan masalah yang menjadi pusat melakukan kegiatan pembelajaran. Menurut
perhatian tetapi juga memperoleh Abdul Majid (2008:174) bahwa bahan ajar
pengalaman belajar yang berhubungan adalah segala bentuk yang digunakan
dengan ketrampilan menerapkan metode untuk membantu guru/instruktur dalam
ilmiah dalam pemecahan masalah dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di
menumbuhkan pola berpikir logik dan kritis. kelas, bisa berupa bahan tertulis maupun
Lingkungan belajar dan sistem bahan tidak tertulis. Guru dapat
pengelolaan pembelajaran berbasis mengembangkan rencana pengajaran
masalah ditandai oleh keterbukaan , dalam berbagai bentuk misalnya lembar
keterlibatan aktif para peserta didik, dan kerja siswa, lembar informasi, dan lain-lain
atmosfer kebebasan intelektual. penting sesuai dengan strategi pembelajaran dan
pula memperhatikan hal-hal seperti situasi penilaian yang akan di gunakan, Abdul
multi tugas yang akan berimplikasi pada Majid (2008:91). Hal senada diungkapkan
jalannya proses investigasi, tingkat oleh Ibrahim (dalam Trianto, 2010:201).
kecepatan yang berbeda dalam Perangkat pembelajaran yang dimaksud
penyelesaian masalah, pekerjaan peserta berupa: silabus, Rencana Pelaksanaan
didik, gerakan dan perilaku di luar kelas, Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan
Suprijono (2010:76). Demikian pula di Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes
ungkapkan dalam Depdiknas (2005: 21) Hasil Belajar (THB), media pembelajaran,
bahwa lingkungan belajar dan sistem serta buku ajar siswa.
manajemen pada PBI dicirikan oleh: Pada penelitian ini perangkat yang
terbuka, proses demokrasi, dan peranan dikembangkan adalah RPP, LKS,
siswa aktif. Dalam hal ini, siswa secara

Volume 8 Nomor 3 September 2017 383


Perangkat Penunjang Kegiatan Awal
(PPKA), dan Tes Logik. Perangkat Penunjang Kegiatan Awal
a. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran) Menurut Abdul Majid (2008:97)
Rencana pelaksanaan unsur-unsur yang amat penting masuk
pembelajaran adalah panduan langkah- dalam rencana pengajaran adalah: (1) apa
langkah yang akan dilakukan oleh guru yang akan diajarkan, pertanyaan ini
dalam kegiatan pembelajaran yang menyangkut berbagai kompetensi yang
disusun dalam skenario kegiatan, harus dicapai, indikator-indikatornya, serta
Trianto (2010:214). Rencana materi bahan ajar yang akan disampaikan
pelaksanaan pembelajaran disusun untuk mencapai kompetensi tertentu; (2)
untuk setiap pertemuan yang terdiri dari bagaimana mengajarkannya, pertanyaan
tiga tahap pembelajaran, yaitu tahap ini berkenaan dengan berbagai strategi
pendahuluan, inti dan tahap penutup yang akan dikembangkan dalam proses
yamg masing-masing dirancang untuk pembelajaran, termasuk pengembangan
pertemuan selama 80 menit dan 120 berbagai aktivitas opsional bagi siswa
menit. Kegiatan pembelajaran dalam menyelesaikan tugas-tugasnya; (3)
dikembangkan dari rumusan tujuan bagaimana mengevaluasi hasil belajarnya,
pembelajaran yang mengacu pada pertanyaan ini harus dijawab dengan
indikator pembelajaran untuk mencapai merancang jenis evaluasi untuk mengukur
hasil belajar sesuai dengan kurikulum daya serap siswa terhadap materi yang
berbasis kompetensi yang tertuang mereka pelajari pada sesi tersebut.
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Berdasarkan hasil analisis
Pendidikan (KTSP) 2006. terhadap sejumlah kriteria dan pendapat
Langkah-langkah pembelajaran sejumlah ahli, Widodo (2004)
yang dikembangkan berbasis masalah menyimpulkan tentang lima unsur penting
dalam rangka untuk meningkatkan dalam lingkungan pembelajaran yang
kemampuan berpikir logik siswa. konstruktivis di antaranya adalah:
Komponen-komponen penting yang ada memperhatikan dan memanfaatkan
dalam RPP memuat sekurang- pengetahuan awal siswa. Kegiatan
kurangnya: tujuan pembelajaran, pembelajaran ditujukan untuk membantu
indikator pembelajaran, materi ajar, siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan.
Strategi dan metode pembelajaran, Siswa didorong untuk mengkonstruksi
media dan sumber belajar, dan pengetahuan baru dengan memanfaatkan
evaluasi, Sanjaya (2010:60). pengetahuan awal yang telah dimilikinya.
b. LKS (Lembar Kegiatan Siswa) Oleh karena itu pembelajaran harus
Lembar kegiatan siswa adalah memperhatikan pengetahuan awal siswa
panduan siswa yang digunakan untuk dan memanfaatkan teknik-teknik untuk
melakukan kegiatan penyelidikan atau mendorong agar terjadi perubahan
pemecahan masalah. Lembar kegiatan konsepsi pada diri siswa. Melalui
siswa dapat berupa panduan untuk pertanyaan atau aktivitas yang dilakukan
latihan pengembangan aspek kognitif oleh guru dapat membimbing siswa berpikir
maupun panduan untuk pengembangan kritis dan kreatif, Sanjaya (2010:185).
semua aspek pembelajaran dalam Dalam hal ini, salah satu aktivitas yang
bentuk panduan eksperimen atau dapat menarik perhatian siswa adalah
demonstrasi, Trianto (2010:222). demonstrasi yang dilakukan oleh guru di
Komponen-komponen LKS meliputi: depan kelas ketika membuka pelajaran.
judul eksperimen, teori singkat tentang Nuryani (2008:201) menjelasakan
materi, alat dan bahan prosedur kegiatan pembuka sangat membantu siswa
eksperimen, data pengamatan serta dalam mengikuti alur dari suatu pola
pertanyaan dan kesimpulan untuk berpikir dalam memahami sesuatu, dimana
bahan diskusi. pada tahap awalnya membutuhkan aktivitas
c. Tes logik berupa hal yang dapat membangkitkan
Tes logik merupakan butir tes rasa ingin tahu sebagai respon terhadap
yang digunakan untuk mengetahui ketidaktentuan dan kesangsian. Melakukan
kemampuan berpikir logik siswa demonstrasi serta pengajuan pertanyaan
sebelum dan setelah mengikuti atau masalah menjadi hal yang utama dan
pembelajaran berbasis masalah. sangat penting dalam pembelajaran

384 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


berbasis masalah serta menetukan membuat kaitan dengan materi
keberhasilan guru dalam memelihara fokus sebelumnya, Nuryani (2005:202). Kegiatan
perhatian siswa pada kegiatan membuka pelajaran yang dipersiapkan
pembelajaran selanjutnya secara alamiah. dengan baik akan membuat siswa menjadi
Sementara Slameto (2010:94) menyatakan siap dan lebih mudah mengikuti pelajaran
bahwa salah satu syarat dalam mengajar selanjutnya. Untuk memperjelas kegiatan
yang efektif adalah guru dalam penyajian awal tersebut maka hendaknya dibuat
bahan pelajaran pada siswa, perlu perangkat yang dapat menunjang kegiatan
memberikan masalah-masalah yang awal pembelajaran.
merangsang untuk berpikir. Rangsangan Kemampuan Berpikir Logik: Gambaran
yang mengenai sasaran menyebabkan Dari Tingkat Perkembangan Kognitif
siswa dapat bereaksi dengan tepat Proses belajar sebaiknya tidak
terhadap persoalan yang dihadapinya. secara spontan tetapi dibangkitkan atau
Siswa akan hidup kemampuan berpikirnya, dipacu oleh faktor-faktor eksternal seperti
pantang menyerah bila persoalannya belum situasi, guru, media dan lain-lain, Rahmini
memperoleh penyelesaian. dan Zakaria (2002:23). Piaget membagi
Keterampilan membuka pelajaran keseluruhan perkembangan kognitif anak
dibangun oleh empat (4) komponen yang menjadi beberapa unit seperti yang
saling berkaitan, yaitu a) menarik perhatian digambarkan pada Tabel 2, Suprijono
siswa, b) menimbulkan motivasi, c) (2010:23).
memberikan acuan atau batasan, dan d)

Tabel 2. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget


Tahap Umur Ciri Pokok Perkembangan
Sensorimotor 0-12 tahun Berdasarkan tindakan langkah demi
langkah
Praoperasi 2-7 tahun Penggunaan simbol/bahasa/tanda
Konsep intuitif
Operasi konkret 8-11 tahun Pakai aturan jelas/logis
Reversibel dan kekekalan
Operasi formal 11 tahun ke atas Hipotesis
Abstrak
Deduktif dan induktif
Logis dan probabilitas

Dari tabel 2 di atas, dapat mampu meninggalkan realitas yang konkret


dikatakan bahwa pada periode formal anak menuju hipotesis yang abstrak.
mulai mampu mengemukakan hipotesis, Dari penjelasan di atas maka dapat
bukan hanya terhadap obyek konkret tetapi dikatakan bahwa pada usia anak kelas VIII
juga terhadap hal-hal yang sifatnya abstrak. telah mampu berpikir secara logis,
Ranner (dalam Rahmini, 2002:28) menggunakan daya nalarnya untuk
menyatakan bahwa ada dua karakteristik menyelesaikan permasalahan yang
yang penting yang dimiliki anak pada tahap dihadapi.
operasi formal. Karakteristik pertama
adalah kemampuan anak mengontrol 5. Berpikir logik
variabel. Masalah-masalah yang Berpikir adalah kegiatan akal untuk
melibatkan berbagai variabel dapat mengolah pengetahuan yang diterima
diselesaikan secara sistematik melalui cara melalui panca indera, dan ditujukan untuk
pemisahan dan pengontrolan variabel mencapai suatu kebenaran Arif Tiro
sedemikian sehingga kemungkinan (2008:7). Dewey dan Wertheimer
diselidikinya, paling tidak dalam pengertian memandang berpikir sebagai proses,
teoritis. Karakteristik yang kedua adalah Guilford berpendapat bahwa ada tiga
kemampuan anak berpikir menurut logika komponen pokok dalam berpikir yaitu
proposisional, yakni cara berpikir dalam pengerjaan, isi, dan hasil, Slameto
bentuk: jika............,dan.............., (2010:144). Berpikir berarti membiarkan
maka............. Cara berpikir seperti ini realitas terjadi sebagai peristiwa bahasa,
hanya dapat dilakukan oleh karena anak Puespoprodjo (1999:79).

Volume 8 Nomor 3 September 2017 385


Logis atau logika berasal dari kata khusus sampai pada suatu kesimpulan
Yunani kuno (logos) yang berarti hasil umum yang bersifat boleh jadi.
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan c. Logika formal dan logika material
lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika formal mempelajari asas,
Logika menurut Sommers (1992:2) adalah aturan atau hukum-hukum berpikir yang
ilmu pengetahuan tentang karya-karya akal harus ditaati, agar orang dapat berpikir
budi (ratio) untuk membimbing menuju dengan benar dan mencapai kebenaran.
yang benar. Logika material mempelajari sumber-
Logika adalah ilmu yang sumber dan asalnya pengetahuan,alat-
mempelajari metode dan hukum-hukum alat pengetahuan, proses terjadinya
yang digunakan untuk membedakan pengetahuan, dan akhirnya
penalaran yang betul dari penalaran yang merumuskan metode ilmu pengetahuan
salah, Mundiri (2009:2), Hal senada juga itu. Logika formal biasa juga dinamakan
diungkapkan oleh Rafael (2007:3). logika minor, sedangkan logika material
Menurut Surajio dkk (2009:11) logika dinamakan logika mayor.
adalah cabang filsafat yang membahas d. Logika murni dan logika terapan
metode penalaran yang sah dari premis ke Logika murni merupakan suatu
kesimpulan. Logika menyelidiki, menyaring pengetahuan mengenai asas dan aturan
dan menilai pemikiran dengan cara serius logika yang berlaku umum pada semua
dan terpelajar serta bertujuan mendapatkan segi dan bagian dari pernyataan tanpa
kebenaran terlepas dari segala kepentingan mempersoalkan arti khusus dalam
dan keinginan perorangan. Dengan sesuatu cabang ilmu dari istilah yang
demikian ada dua obyek penyelidikan dicapai dalam pernyataan dimaksud.
logika, pertama, pemikiran sebagai obyek Sedangkan logika terapan adalah
material dan kedua, patokan-patokan atau pengetahuan logika yang diterapkan
hukum-hukum berpikir benar sebagai obyek dalam setiap cabang ilmu, bidang
formalnya, Mundiri (2009:8) filsafat, dan juga dalam pembicaraan
Dari penjelasan di atas, maka yang mempergunakan bahasa sehari-
dapat di katakan bahwa berpikir logik hari.
adalah proses di mana seseorang e. Logika filsafati dan logika matematik
menggunakan penalaran secara konsisten Logika filsafati dapat
untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang digolongkan sebagai suatu ragam atau
benar. Logika menurut The Liang Gie bagian logika yang masih berhubungan
(dalam Surajio, 2009:17) dapat digolongkan erat dengan pembahasan dalam bidang
menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut: filsafat, misalnya logika kewajiban
a. Logika makna luas dan logika makna dengan etika atau logika arti dengan
sempit metafisika. Adapun logika matematik
Dalam arti sempit, istilah merupakan suatu ragam logika yang
dimaksud dipakai searti dengan logika menelaah penalaran yang benar dengan
deduktif atau logika formal, sedangkan menggunakan metode matematik serta
dalam arti yang lebih luas, bentuk lambang yang khusus dan
pemakaiannya mencakup kesimpulan cermat untuk menghindarkan makna
dari berbagai bukti dan bagaimana ganda atau kekaburan yang terdapat
sistem-sistem penjelasan disusun dalam dalam bahasa biasa. Rafael (2007:10)
ilmu alam serta meliputi pula mengatakan bahwa logika dapat dibagi
pembahasan mengenai logika itu menjadi empat bagian, yaitu: 1)
sendiri. pengertian atau ide, term,tanda; 2)
b. Logika deduktif dan logika induktif. keputusan atau kalimat dan proposisi; 3)
Logika deduktif adalah ragam penalaran, penyimpulan atau deduksi;
logika yang mempelajari asas-asas 4) induksi.
penalaran yang bersifat deduktif, yakni Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
suatu penalaran yang menurunkan Meningkatkan Kemampuan Berpikir
kesimpulan sebagai keharusan dari Logik Siswa.
pangkal pikirnya sehingga bersifat betul Pembelajaran berbasis masalah
menurut bentuknya saja. Sedangkan perlu dipersiapkan dengan baik oleh guru
logika induktif merupakan suatu ragam termasuk cara membuka pelajaran.
logika yang mempelajari asas penalaran Kemampuan seorang guru dalam
yang betul dari sejumlah sesuatu yang membuka pembelajaran sangat penting

386 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


dilakukan walaupun tidak sedikit guru Dengan model pembelajaran
merasa kesulitan untuk memulai berbasis masalah yang dilengkapi dengan
pembelajaran yang dapat memberi motivasi perangkat penunjang kegiatan awal
kepada siswa. Kegiatan awal pada sebagai petunjuk demonstrasi, diharapkan
pembelajaran berbasis masalah dapat dapat mengurangi kesulitan guru dalam
menjadi sumber munculnya permasalahan memunculkan masalah pembelajaran.
sekaligus menjadi dasar pemicu untuk Selain itu, kegiatan awal juga dapat
menyelesaikan masalah tersebut. Dari menumbuhkan motivasi belajar siswa,
masalah tersebut dapat merangsang otak menggali dan menggunakan potensi yang
siswa untuk berpikir secara logik sehingga dimilikinya, dengan sendirinya dapat
jawaban yang dihasilkan tepat pada meningkatkan kemampuan berpikir logik
sasaran sesuai dengan materi pelajaran siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada
yang akan disajikan. gambar 1 sebagai berikut:

Pembelajaran
Berbasis Masalah

Membuka Pelajaran

Perangkat Penunjang
Kegiatan Awal

Demonstrasi Sederhana

Motivasi Belajar
Siswa Tinggi

Kemampuan
Berpikir Logik
Meningkat
Gambar 1. Bagan kerangka piker

Dengan demikian dapat dikatakan jenis penelitian ini digolongkan ke dalam


bahwa pemecahan masalah dalam penelitian dan pengembangan (Research
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa and development). Penelitiannya adalah
menggunakan pendekatan berpikir secara peningkatan kemampuan berpikir logik
ilmiah. Berpikir dengan menggunakan siswa setelah diajar dengan menggunakan
metode ilmiah adalah proses berpikir model pembelajaran berbasis masalah
deduktif dan induktif. Proses berpikir ini yang dilengkapi dengan perangkat
dilakukan secara sistematis dan empiris. penunjang kegiatan awal. Sedangkan
Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan pengembangannya terletak pada
melalui tahapan-tahapan tertentu, pengembangan perangkat pembelajaran
sedangkan empiris artinya proses dan instrumen yang digunakan oleh guru
penyelesaian masalah didasarkan pada dalam pembelajaran.
data dan fakta yang jelas. Oleh karena itu, Prosedur pengembangan
pembelajaran berbasis masalah memiliki perangkat yang digunakan dalam penelitian
peranan yang sangat penting dalam rangka ini mengacu pada model 4-D (Four D)
meningkatkan kemampuan berpikir logik diaman pada tahap penyebaran
siswa. menggunakan versi Kemp. Model ini terdiri
dari empat tahap pengembangan yaitu: a)
METODE PENELITIAN Pendefenisian (define); b) Perancangan
Berdasarkan tujuan dari penelitian (design); c) Pengembangan (develop) dan;
ini yang menghasilkan perangkat, maka d) Penyebaran (disseminate). Sedangkan

Volume 8 Nomor 3 September 2017 387


uji coba perangkat menggunakan disain Tujuan utama analisis data
one group pretest-postest design. keterlaksanaan perangkat pembelajaran
Penelitian ini dilaksanakan di Kelas IX adalah untuk melihat sejauh mana tingkat
SMPN I Duhiadaa. Pengumpulan data keterlaksanaan perangkat dalam proses
dilakukan melalui observasi dan tes logik pembelajaran. Dalam mengobservasi
untuk mengukur kemampuan berpikir logik keterlaksanaan perangkat, peneliti
siswa kemudian selanjutnya data dianalisis menggunakan dua orang pengamat setiap
dengan menggunakan analisis deskriptif. pertemuan. Berdasarkan hasil analisis data
observasi pengamat tentang
HASIL PENELITIAN keterlaksanaan perangkat pembelajaran
Hasil Pengamatan Keterlaksanaan dari 5 kali pertemuan dapat dirangkum
Perangkat Pembelajaran seperti pada tabel 9. berikut:

Tabel 3. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Perangkat Pembelajaran


No Aspek yang dinilai x Ket
1 Sintaks pembelajaran 1,7 Terlaksana seluruhnya
2 Interaksi sosial 1,63 Terlaksana seluruhnya
3 Prinsip reaksi 1,74 Terlaksana seluruhnya
4 Sistem Pendukung 1,82 Terlaksana seluruhnya
5 Alat bantu 2.0 Terlaksana seluruhnya
Rata-rata Total 1,78 Terlaksana seluruhnya

Berdasarkan data hasil Tujuan utama analisis data


pengamatan, menunjukkan bahwa pengelolaan pembelajaran adalah untuk
keterlaksanaan perangkat pembelajaran melihat kemampuan guru dalam
berada pada rata-rata M = 1,78 yang mengelolah proses pembelajaran. Data
menunjukkan bahwa semua komponen pengelolaan pembelajaran diperoleh
yang diamati pada pelaksanaan perangkat melalui observasi yang dilakukan oleh dua
pembelajaran berbasis masalah terlaksana orang pengamat setiap pertemuan.
seluruhnya dengan koefisien reliabilitas Berdasarkan hasil analisis data observasi
0,76. pengamat tentang pengelolaan
pembelajaran selama 5 kali pertemuan
Hasil Pengamatan Kemampuan Guru dapat dirangkum seperti pada tabel 4
Mengelola Pembelajaran sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran


No Aspek yang dinilai x Ket
1 Pendahuluan 3,20 Baik
2 Kegiatan Inti 3,38 Baik
3 Penutup 3,40 Baik
4 Waktu 3,00 Baik
5 Suasana kelas 3,70 Sangat Baik
Rata-rata Total 3,34 Baik

Berdasarkan data hasil dilakuakan oleh dua orang pengamat


pengamatan, terlihat bahwa kemampuan dengan dua kategori pengamatan yakni
guru mengelola pembelajaran berada pada pengamatan secara individu dan kelompok.
rata-rata KG = 3,34 (selengkapnya dapat Analisis data aktivitas siswa bertujuan
dilihat pada lampiran 14.a) yang untuk melihat sejauh mana kegiatan dan
menunjukkan bahwa semua komponen perilaku siswa dalam mengikuti
yang diamati pada pengelolaan pembelajaran di kelas yang terdiri dari
pembelajaran berbasis masalah berada beberapa aspek yaitu: (1) Siswa yang
pada kategori baik dengan reliabilitas 0,57. mendengarkan/memperhatikan penjelasan
guru pada waktu kegiatan awal
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pembelajaran, (2) Siswa yang
Untuk memperoleh data aktivitas memperhatikan demonstrasi guru pada
siswa, digunakan lembar observasi yang kegiatan awal pembelajaran, (3) Siswa

388 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


yang menjawab pertanyaan guru pada latihan mandiri di kelas, (10) Kelompok
kegiatan awal pembelajaran, (4) Siswa yang merumuskan hipotesis dengan benar,
yang membaca/mencermati LKS, (5) Siswa (11) Kelompok menjawab pertanyaan/
yang terlibat aktif melakukan kegiatan masalah yang ada pada LKS, (12)
praktikum sesuai dengan LKS, (6) Siswa Kelompok yang bekerjasama dalam
yang mengajukan pertanyaan yang relevan menyelesaikan masalah, (13) Kelompok
dengan materi, (7) Siswa yang menanggapi yang menyajikan atau memamerkan hasil
/memperbaiki jawaban yang dianggap pemecahan masalah, (14) Kelompok yang
belum benar, (8) Siswa yang aktif membuat kesimpulan dengan benar.
berdiskusi, (9) Siswa yang mengerjakan

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Individu


Rata-rata setiap
NO Aktifitas
pertemuan (%)
1 Siswa yang mendengarkan/ memperhatikan penjelasan 93,94
guru pada waktu kegiatan awal pembelajaran
2 Siswa yang memperhatikan demonstrasi guru pada 92,61
kegiatan awal pembelajaran.
3 Siswa yang menjawab pertanyaan guru pada kegiatan awal 24,44
pembelajaran.
4 Siswa yang membaca/mencermati LKS. 83,80
5 Siswa yang terlibat aktif melakukan kegiatan praktikum 71,87
sesuai dengan LKS.
6 Siswa yang mengajukan pertanyaan yang relevan dengan 23,53
materi.
7 Siswa yang menanggapi /memperbaiki jawaban yang 20,01
dianggap belum benar.
8 Siswa yang aktif berdiskusi 73,25
9 Siswa yang mengerjakan latihan mandiri di kelas. 89,34

Rata-rata total 63,64

Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Kelompok


NO Aktifitas Rata-rata setiap
pertemuan (%)
1 Kelompok yang merumuskan hipotesis dengan benar 80
2 Kelompok menjawab pertanyaan/masalah yang ada pada 95, 2
LKS
3 Kelompok yang bekerjasama dalam menyelesaikan 85
masalah.
4 Kelompok yang menyajikan atau memamerkan hasil 100
pemecahan masalah.
5 Kelompok yang membuat kesimpulan dengan benar. 76,67
Rata-rata total 87,37

Berdasarkan tabel 5 dan 6 di atas, secara umum analisis data aktivitas siswa baik secara
individu menunjukkan rata-rata 63,64 atau berada pada kategori sedang. Sedangkan aktifitas
kelompok menunjukkan rata-rata 87,37 atau termasuk dalam kategori tinggi.

Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah


Analisis respon siswa meliputi respon siswa terhadap proses pembelajaran dan
perangkat pembelajaran dituangkan dalam angket respon siswa. Hasil analisis data respon
siswa ditunjukkan pada tabel 13 dibawah ini.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 389


Tabel 7. Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah

Kategori Jumlah responden Persentase (%)


Sangat Setuju 28 75,68
Setuju 9 24,32
Ragu-ragu 0 0,00
Tidak Setuju 0 0,00
Sangat tidak setuju 0 0,00

Tabel di atas terlihat bahwa bahwa secara individu sebagian besar


persentase rata-rata respon siswa terhadap siswa mengalami peningkatan berpikr
perangkat pembelajaran dan pelaksanaan logik. Dari 37 responden, terlihat bahwa
kegiatan pembelajaran secara keseluruhan 28 dari mereka mengalami peningkatan
memiliki nilai yang lebih besar 75 % yakni skor sedangkan 9 siswa mengalami
75,68 % yang menjawab sangat setuju dan penurunan. Rata-rata skor pada pretes
sisanya 24,32 menjawab setuju (analisis hanya 11 meningkat menjadi 12 dari
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran skor maksimal 25.
16.b). Sedangkan rata-rata skor dari Statistik skor tes logik dapat
seluruh siswa 4,33 atau berada pada dilihat pada tabel 14. Dari tabel tersebut
kategori sangat setuju (analisis menunjukkan bahwa dari 37
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran responden, pada pretes terjadi
16.a). Berdasarkan kriteria penentuan pada peningkatan nilai Mean dari 11,08
Bab III, maka dapat disimpulkan bahwa menjadi 13,4, begitu pula dengan
respon siswa terhadap pembelajaran median dari 11 menjadi 14. Varians
berbasis masalah pada umumnya pada pretes 12,4 sedangkan postesnya
memberikan respon positif. 16,5. Standar deviasi 3,5 menjadi 4,06
karena rangenya juga berubah dari 15
Hasil Analisis Tes Logik pada pretes menjadi 18 pada postes.
a. Analisis deskriptif skor tes logik Walaupun nilai minimum pada pretes 5
Skor pretes dan postes menurun menjadi 4 tetapi nilai
kemampuan berpikir logik dapat dilihat maksimum meningkat dari 20 menjadi
pada lampiran 17.a yang menunjukkan 22.

Tabel. 8 Statistik Skor Tes Logik


Pretes
Parameter Statistik
Subyek 37
Mean 11,08
Median 11
Varians 12,4
Standar Deviasi 3,5
Nilai Minimum 5
Nilai Maksimum 20
Range 15

Postes
Parameter Statistik
Subyek 37
Mean 13,4
Median 14
Varians 16,5
Standar Deviasi 4,06
Nilai Minimum 4
Nilai Maksimum 22
Range 18

390 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


b. Hasil analisis uji normalitas KG = 34 yang menunjukkan bahwa semua
Berdasarkan hasil pengujian komponen yang diamati pada pengelolaan
normalitas data dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah berada
uji Kolmogorov Smirnov, diperoleh nilai pada kategori baik namun memiliki
signifikansi untuk pretes = 0,111 reliabilitas atau tingkat kesepahaman
sedangkan untuk postes = 0,200 antara dua pengamat tergolong kurang baik
dengan analisis data menggunakan yakni 0,57. Hal ini terjadi karena pengamat
SPSS 17,0. Dengan Sig > α (0,05) setiap pertemuan terkadang berbeda.
maka dapat disimpulkan bahwa data Untuk komponen aktivitas siswa
skor tes logik siswa berdistribusi normal. terlihat bahwa antusias siswa dalam
Analisis selengkapnya dapat dilihat mengikuti pembelajaran berbasis masalah
pada lampiran 17.c. baik secara individu maupun secara
c. Hasil analisis uji t kelompok termasuk dalam kategori tinggi
Berdasarkan hasil pengujian yaitu rata-rata aktifitas total 63,64 dan
hipotesis dengan menggunakan uji 87,37. Persentase aktifitas yang paling
signifikansi (uji t) didapat t-hitung menonjol adalah perhatian siswa pada
sebesar 3,828 sedangkan t-tabel waktu menjelaskan kegiatan awal
2,0281dengan dk = 36. Dengan pembelajaran dan antusias mereka dalam
demikian, t-hitung lebih besar dari t- menyimak serta memperhatikan
tabel berarti Ha diterima sedangkan H0 demonstrasi yang dilakukan sesuai dengan
ditolak. Dengan demikian dapat perangkat penunjang yang telah
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir dikembangkan. Begitu pula dengan aktifitas
logik siswa kelas VIII2 SMP Negeri kelompok terlihat bahwa mereka aktif
Batudaa meningkat secara signifikan berdiskusi dalam menyelesaikan
setelah diajar dengan menggunakan permasalahan yang ada pada LKS setelah
perangkat penunjang kegiatan awal melakukan kegiatan praktikum. Dari hasil
dalam pembelajaran berbasis masalah. diskusi mereka dalam penyelesaian
masalah, siswa sangat senang untuk
PEMBAHASAN memamerkan hasil karyanya sehingga rata-
Sebagaimana telah dikemukakan rata aktifitas pada poin ini setiap pertemuan
sebelumnya bahwa penelitian ini termasuk mencapai 100%..
ke dalam jenis penelitian pengembangan Dari hasil analisis terhadap
(research and development) yang bertujuan keseluruhan komponen-komponen tersebut
untuk menghasilkan perangkat dapat disimpulkan bahwa perangkat
pembelajaran yang valid, praktis dan efektif pembelajaran berbasis masalah yang
sehingga layak digunakan di SMP dalam dilengkapi dengan perangkat penunjang
pembelajaran IPS Terpadu. kegiatan awal telah memenuhi syarat
Keefektifan perangkat keefektifan.
pembelajaran yang dikembangkan dalam Berdasarkan analisis deskriptif
penelitian ini dapat dilihat dari 4 komponen pada hasil tes kemampuan berpikir logik
yaiti (1) hasil tes logik siswa, (2) siswa sebelum dan setelah mengikuti
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis masalah
pembelajaran, (3) aktivitas siswa dan (4) menunjukkan bahwa secara klasikal,
respon siswa. tingkat kemampuan berpikir logik siswa
Berdasarkan hasil analisis data mengalami peningkatan dari rata-rata skor
pada komponen tes kemampuan berpikir 11 menjadi 13. Peningkatan secara
logik diperoleh bahwa dari 37 responden, signifikan diperkuat dari hasil pengujian
28 mengalami peningkatan dan 9 hipotesis yang menunjukkan bahwa
renponden mengalami penurunan skor tes kemampuan berpikir logik siswa kelas
logik. Demikian pula dengan rata-rata skor Kelas IX SMPN I Duhiadaa meningkat
pre-test yang meningkat dari 11 menjadi 13 secara signifikan setelah diajar dengan
pada postestnya. Hal ini berarti bahwa menggunakan perangkat penunjang
terjadi peningkatan kemampuan berpikir kegiatan awal dalam pembelajaran
logik siswa setelah mengikuti pembelajaran berbasis masalah. Namun peningkatan
berbasis masalah yang dilengkapi dengan kemampuan berpikir logik siswa
perangkat penunjang kegiatan awal. berdasarkan hasil analisis uji gain termasuk
Untuk komponen hasil pengelolaan dalam kategori ―rendah‖.
pembelajaran oleh guru diperoleh rata-rata

Volume 8 Nomor 3 September 2017 391


Walaupun kemampuan berpikir
logik secara keseluruhan meningkat, akan DAFTAR PUSTAKA
tetapi masih terdapat 9 siswa yang memiliki Faturrohman Pupuh, Sutikno Sobry.
skor menurun yakni lebih tinggi pada pretes 2009. Strategi Belajar Mengajar.
dibandingkan skornya pada postes serta 2 Bandung: Refika Aditama.
siswa tidak mengalami peningkatan. Hake , Richard R. 1999. Analyzing
Penurunan skor terjadi karena pada saat Change/Gain Scores.
pembelajaran berlangsung responden http://list.asu.edu
tersebut tidak melakukan aktifitas yang Ibrahim, Muslimin dan Nur, Muhammad.
diharapkan. Dari data hasil pengamatan 2005. Pembelajaran Berdasarkan
observer menunjukkan bahwa 9 responden Masalah. Surabaya: Unesa-
yang mengalami penurunan skor tes logik University Press.
memiliki aktifitas yang kurang jika Majid, Abdul. 2008. Perencanaan
dibandingkan dengan responden yang lain. Pembelajaran Mengembangkan
Sedangkan 2 responden yang tidak Standar Kompetensi Guru.
mengalami peningkatan melakukan aktifitas Bandung: Remaja Rosdakarya.
hampir sama dengan responden yang Mundiri, H. 2009. Logika. Jakarta: Raja
mengalami peningkatan skor (analisis Garafindo Persada.
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran Maran, Raga, Rafael. 2007. Pengantar
15). Hal ini berarti 2 responden tidak ada Logika. Jakarta; Grasindo.
berpengaruh terhadap model Poespoprodjo, W. 1999. Logika Scientifika
pembelajaran berbasis masalah yang telah (Pengantar Dialektika dan Ilmu).
diikuti. Selain itu, diantara 9 responden ada Bandung: Pustaka Grafika.
yang duduk berdampingan sehingga Sommers, M. 1992. Logika. Bandung: Tim
kemungkinan pada waktu proses Alumni.
pembelajaran aktifitas yang tidak relevan Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-
dilakukan bersama. Kemungkinan lain yang Faktor Yang Mempengaruhinya.
menjadi penyebab penurunan skor adalah Jakarta: Rineka Cipta.
siswa malu untuk bertanya kepada guru, Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan
malu menjawab pertanyaan walaupun Makna Pembelajaran. Bandung:
mereka tahu jawabannya serta kurangnya Alfabeta.
aktifitas siswa dalam memperbaiki jawaban Sanjaya, Wina. 2010. Perencanaan dan
yang dianggap belum sempurna. Desain Sistem Pembelajaran.
Jakarta: Kencana Prenada Media
SIMPULAN Group.
Kemampuan berpikir logik siswa Setyosari, Punaji. 2010. Metode
Kelas IX SMPN I Duhiadaa dapat Penelitian Pendidikan dan
meningkat secara signifikan setelah diajar Pengembangannya. Jakarta:
dengan menggunakan perangkat Kencana Predana Media Group.
penunjang kegiatan awal dalam Sudjana. 2005. Metode Statistika.
pembelajaran berbasis masalah. Oleh Bandung: Tarsito.
karena itu disarankan kepada teman-teman Suprijono, Agus. 2010. Cooperative
guru untuk dapat menggunakan perangkat Learning (Teori dan Aplikasinya).
untuk keperluan pengembangan perangkat Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
pembelajaran, guru diharapkan dapat Surajiyo, Andiani Sri, Sugeng Astanto.
mengembangkan perangkat penunjang 2009. Dasar-Dasar Logika. Jakarta:
kegiatan awal sesuai dengan materi yang Bumi Aksara.
diajarkan. Bagi peneliti yang berminat Trianto. 2010. Mendesain Model
mengembangkan lebih lanjut penelitian ini Pembelajaran Inovatif-Progresif.
seyogyanya juga dilakukan pada materi Jakarta: Kencana Prenada Media
pelajaran lain untuk membuat siswa Group.
termotivasi, senang, dan aktif dalam
belajar.

392 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


KEPALA SEKOLAH DAN PROSES PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU

Syaiful Kadir
SMAN I Kota Gorontalo

Abstrak
Kepala sekolah merupakan personal sekolah yang bertanggung jawab terhadap
seluruh kegiatan-kegiatan di sekolah.Ia mempunyai wewenang dan tanggung
jawab penuh untuk menyelengggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam
lingkungan yang dipimpinnya.Kedudukan kepala sekolah dalam pengelolaan dan
peningkatan mutu sekolah dapat berfungsi sebagai penanggung jawab, pemimpin
dan supervisor. Ada dua kategori kompetensi yang harus dimiliki guru, yakni: (1)
kompetensi profesional yaitu kemahiran merancang, melaksanakan, dan menilai
tugas sebagai guru, yang meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
pendidikan, dan (2) kompetensi personal, yang meliputi etika, moral, pengabdian,
kemampuan sosial, dan spritual. Kompetensi pertama seharusnya ditumbuhkan
dan ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga
pendidikan.
Kata Kunci : Kepala Sekolah, Hasil Belajar, Kompetensi Guru, Kurikulum 2013

PENDAHULUAN Oleh karena tanggung jawab


Jabatan kepala sekolah berhubungan dengan perilaku, maka hal
merupakan jabatan tambahan yang tersebut menunjukkan adanya kinerja
diberikan kepada seorang guru yang kepala sekolah. Salah satu ciri tanggung
memenuhi kriteria dan ketentuan yang jawab bagi kepala sekolah adalah dia harus
distandarkan dalam memangku jabatan melekat sifat kepala sekolah.Artinya jelas
tersebut. Tugas tambahan guru ini kualitas diri kepala sekolah bukan
merupakan jabatan struktural dalam ditentukan pada tingkat pengetahuan dan
mengelola pendidikan dalam tingkat keterampilan yang dimilikinya, melainkan
sekolah. Sehingga kepala sekolah juga karakternya. Jika demikian maka
merupakan pimpinan yang dapat syarat penting dimiliki kepala sekolah harus
bertanggung jawab atas pengelolaan profesional baik berkaitan administrasi
pembelajaran disekolah secara terus pendidikan dan pembelajaran yang
menerus.Tanggung jawab dimaksud bermutu serta mampu mengembangkan
bukan merupakan sesuatu yang wajar sekolah yang merupakan bagian dari
atas segalanya yang menjadi pekerjaan tugasnya.
ataupun yang dikerjakan oleh kepala Tugas dan tanggung jawab kepala
sekolah, tetapi ia lebih dilegitimasi sekolah adalah memainkan peranan dalam
sebagai orang yang menjabat atau dapat mewujudkan keberhasilan suatu lembaga
bertanggung jawab pengelolaan pendidikan dan mampu mengubah semua
pendidikan dalam sekolah maupun diluar. energi sumberdaya manusia didalamnya
Menurut Danim (2003) menyatakan guru, staf dan peserta didik, instrumen
bahwa tanggung jawab ke dalam pembelajaran dan lingkungan sekolah yang
berkaitan denganuntuk memberdayakan kondusif untuk pencapaian tujuan sekolah.
guru, staf sekolah, tenaga teknisi, dan Posisi jabatan kepala sekolah sangat
peserta didik. Sedangkan ke luar, dia dituntut dengan etos kerja yang
bertanggung jawab kepada pengguna tinggi.Sebab seorang pemimpin yang
sekolah dan secara kedinasan ke profesional yang diemban oleh kepala
atasannya. sekolah bukan hanya mempunyai gaya dan
Uraian diatas dapat difahami menghayati nilai-nilai yang diperlukan di
bahwa tanggung jawab adalah perilaku dalam masyarakat dengan membangun
yang menentukan bagaimana kita bereaksi fisik sekolah yang besar, megah dan
setiap hari, apakah kita cukup bertanggung memenuhi syarat pembelajaran, akan tetapi
jawab untuk memegang komitmen, juga menguasai prinsip-prinsip manajemen
menggunakan sumber daya, menjadi modern yang bersifat dinamis dan terus
toleran dan sabar, menjadi jujur dan adil, menerus diperkaya oleh prestasi kerja yang
membangun keberanian, serta mengalami perubahan perbaikan, sehingga
menunjukkan kerja sama. dengan demikian terjadilah peningkatan

Volume 8 Nomor 3 September 2017 393


kualitas pendidikan yang KAJIAN TEORI
berkesinambungan. Ciri utama dalam Peran Kepala Sekolah
kepemimpinan kepala sekolah diera Peran merupakan istilah "peran"
teknologi dan informasi merupakan faktor kerap diucapkan banyak orang. Sering kita
penentu dalam memberadayakan guru mendengar kata peran dikaitkan dengan
yang profesional dan meningkatkan mutu posisi atau kedudukan seseorang. Menurut
proses dari setiap produk pembelajaran. Oxford dalam Hasibuan (1997) Lebih
Kajian ini dapat diuraikan bahwa jelasnya kata ―peran‖ atau ―role‖ dalam
peran kepala sekolah dalam meningkatkan kamus oxford dictionary diartikan: Actor’s
kompetensi guru dipandang belum optimal. part; one’s task or functionyang berarti
Meskipun akhir-akhir ini perkembangan dari aktor; tugas seseorang atau fungsi. Dari
segi jumlah kuantitas peserta didik dan tulisan ini istilah peran digunakan dalam
sarana prasarana pendidikan lebih baik dari lingkungan pekerjaan, maka seseorang
tahun ketahun, akan tetapi dari segi yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu
kualitas/kompetensi guru belum posisi, juga diharapkan menjalankan
sepenuhnya mengalami perkembangan perannya sesuai dengan apa yang
yang signifikan dari tahun-tahun diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena
sebelumnya meskipun telahdiberikan itulah ada yang disebut dengan role
rangsangan oleh pemerintah RI, dalam expectation. Harapan mengenai peran
bentuk tunjangan sertifikasi guru. Hal ini seseorang dalam posisinya, dapat
beralasan oleh karena dari setiap tahun dibedakan atas harapan dari si pemberi
penamatan peserta didik disetiap tugas dan harapan dari orang yang
Kabupaten/Kotamasih ada peserta didik menerima manfaat dari pekerjaan/ posisi
yang tidak lulus Ujian Nasional,salah satu tersebut.Peran tidak lepas hubungannya
contoh penulis dapat uraikan bahwanilai dengan tugas yang diemban seseorang.
pelajaran tingkat SDN/SDS di Jakarta Peran adalah bagian dari tugas utama yang
Pusat tahun 2011 total nilai terendah UN harus dijalankan, Depdiknas (2009).Jika
28.22%, pada tahun 2012 nilai terendah menggunakan akhiran ‖an‖ menjadi
31.44% dan tahun 2013 nilai terendah peranan maka maknanya adalah perangkat
26.39% sedangkan untuk tingkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang
SMPN/SMPS tahun 2011 total nilai yang berkedudukan di dalam suatu
terendah 44.76%, tahun 2012 nilai terendah organisasi atau kelompok masyarakat, atau
51.34%, sedangkan tahun 2013 nilai tindakan yang dilakukan oleh seseorang
terendah 43.98% dan untuk tingkat dalam suatu peristiwa, Depdiknas (2005).
SMAN/SMAS 2011 penulis mendapatkan Kedua pengertian ini menurut
data untuk seluruh Kab./Kota total nilai Poerwadarminta (2003), peranan adalah
terendah UN 87.64%, dan tahun 2012 kesediaan mental individu yang
adalah 85.84%dan untuk tingkat mempengaruhi, mewarnai bahkan
SMKN/SMKS tahun 2011 53.98% dan menentukan kegiatan-kegiatan individu
tahun 2012 nilai terendah 54.65% bila yang bersangkutan dalam memberikan
dengan presentasi hanya sekitar 75% respons terhadap obyek atau situasi yang
peserta didik yang dinyatakan lulus Ujian mempunyai arti baginya. Kesediaan ini
Nasional. Kondisi seperti ini tentu saja tidak mungkin dinyatakan dalam kegiatan
lepas dari adanya kompetensi guru yang (perbuatan ataupun perkataan) atau
tidak maksimal, serta kepala sekolah yang merupakan kekuatan laten yang kadang-
belum optimal dalam meningkatkan kadang tersalurkan.
kompetensi guru. Maka sudah barang tentu Berdasarkan uraian pengertian
menjadi tugas besar bagi kepala sekolah tersebut, maka dapat diartikan bahwa
untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam peran terdapat unsur individu sebagai
hal peningkatan kompetensi guru secara subyek yang melakukan peranan tertentu.
komprehensif. Selain itu, dalam peran terdapat pula
Kompetensi guru yang menjadi adanya status atau kedudukan seseorang
sasaran untuk perlu ditingkatkan oleh dalam suatu masyarakat, artinya jika
kepala sekolah yang meliputi: kompetensi seseorang memiliki kedudukan (status)
pedagogik, kompetensi kepribadian, maka yang bersangkutan menjalankan
kompetensi sosial, dan kompetensi peran tertentu pula.
profesional. Jika dikaitkan dengan kepemimpinan
di sekolah, maka peran kepala sekolah

394 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


dapat dimaknai sebagai kecakapan yang 1. Menyusun perencanaan
dimiliki oleh seorang kepala sekolah dalam sekolah untuk berbagai
mengelola semua aktivitas yang ada di tingkatan perencanaan.
sekolah. Cakap yang dimaksud adalah 2. Mengembangkan organisasi
menguasai segala seluk beluk bidang sekolah sesuai dengan
tugasnya. Kecakapan seorang kepala kebutuhan.
sekolah sangat ditentukan melalui 3. Memimpin sekolah dalam
pengeksploitasian kemampuan dan pola rangka pendayagunaan
pikir sesuai dengan kondisi dan masa yang sumber daya sekolah secara
berlaku. optimal.
Hal yang dapat mempengaruhi peran 4. Mengelola perubahan dan
kepala sekolah adalah ketrampilan yang pengembangan sekolah
dimiliki oleh kepala sekolah tersebut. menujuu organisasi
Ketrampilan dimaksud adalah kepala pembelajaran yang efektif.
sekolah tersebut melaksanakan pekerjaan 5. Menciptakan budaya dan iklim
dengan benar dengan waktu yang efisien. sekolah yang kondusif dan
Benar disini mempunyai makna bahwa inovatif bagi pembelajaran
hasil kerja yang dilakukan sesuai dengan peserta didik.
perencanaan yang diharapkan. Kepala 6. Mengelola guru dan staf dalam
sekolah yang cekatan dan mempunyai rangka mendayagunakan
kinerja yang tinggi akan membuahkan hasil sumber daya manusia secara
yang memuaskan. optimal.
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kepala 7. Mengelola sarana dan
Sekolah prasaran sekolah dalam rangka
Eksistensi kepala sekolah dalam mendayagunakan sumber daya
menjalankan tugas dan fungsinya telah manusia secara optimal.
diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan 8. Mengeloa hubungan sekolah
Nasional Nomor 13 Tahun 2010 tentang dan masyaraka dalam rangka
Standar Kepala Sekolah yang memiliki lima pencarian dukungan ide,
dimensi kompetensi yaitu kepribadian, sumber belajar, dan
manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan pembiayaan sekolah.
social, Depdiknas (2010), yaitu : 9. Mengelola peserta didik dalam
a. Dimensi Kompetensi Kepribadian rangka penerimaan peserta
meliputi: didik baru, penempatan dan
1. Berakhlak mulia, pengembangan kapasitas
mengembangkan budaya dan peserta didik.
tradisi akhlak mulia, dan 10. Mengelola pengembangan
menjadi teladan akhlak mulia kurikulum dan kegiatan
bagi komunitas di sekolah. pembelajaran sesuai dengan
2. Memiliki integritas kepribadian arah dan tujuan pendidikan
sebagai pemimpin. nasional.
3. Memiliki keinginan yang kuat 11. Mengelola keuangan sekolah
dalam pengembangan diri sesuai dengan prinsip
sebagai kepala sekolah. pengelolaan yang akuntabel,
4. Bersikap terbuka dalam transparan, dan efisien.
melaksanakan tugas pokok 12. Mengelola ketatausahaan
dan fungsi. sekolah dalam mendukung
5. Mengendalikan diri dalam pencapaian tujuan sekolah.
menghadapi masalah dalam 13. Mengelola unit layanan khusus
pekerjaan sebagai kepala sekolah dalam mendukung
sekolah. kegiatan pembelajaran dan
6. Memiliki bakat dan minat kegiatan peserta didik di
jabatan sebagai pemimpin sekolah.
pendidikan. 14. Mengelola sistem informasi
b. Dimensi Kompetensi Manajerial sekolah dalam mendukung
meliputi: penyusunan program dan
pengambilan keputusan.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 395


15. Memanfaatkan kemajuan dipahami bahwa kedudukan, tugas, dan
teknologi informasi bagi fungsi kepala sekolah memiliki unsur
peningkatan pembelajaran dan penting dalam menentukan keberhasilan
manajemen sekolah. suatu pendidikan, baik dalam mengatur
16. Melakukan monitoring evaluasi, program sekolah sehingga tersedia waktu
dan pelaporan pelaksanaan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan,
program kegiatan sekolah keadaan tenaga kependidikan (guru)
dengan prosedur yang tepat, menjalankan pendidikan sebagaimana
serta merencanakan tindak yang diharapkan.Kedudukan kepala
lanjutnya. sekolah dalam pengelolaan dan
c. Dimensi Kompetensi peningkatan mutu sekolah dapat berfungsi
Kewirausahaan meliputi: sebagai penanggung jawab, pemimpin dan
1. Menciptakan inovasi yang supervisor.
berguna bagi pengembangan a. Kepala sekolah sebagai penanggung
sekolah. jawab
2. Bekerja keras untuk mencapai Sebagai pengelola pendidikan,
keberhasilan sekolah sebagai berarti kepala sekolah bertanggung jawab
organisasi pembelajaran yang terhadap keberhasilalan penyelenggaraan
efektif. pendidikan dengan cara melaksanakan
3. Memiliki motivasi yang kuat administrasi di sekolah dengan seluruh
untuk sukses dalam subtansinya disamping itu agar mereka
melaksanakan tugas pokok mampu menjalankan tugas-tugas
dan fungsinya sebagai pendidikan.Sebagai pemimpin formal,
pemimpin sekolah. kepala sekolah bertanggung jawab atas
4. Pantang menyerah dan selalu tercapainya tujuan pendidikan yang telah
mencari solusi terbaik dalam ditetapkan.
menghadapi kendala yang b. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin di
dihadapi sekolah. Sekolah
5. Memiliki naluri kewirausahaan Kepala sekolah sebagai
dalam mengelola kegiatan pelaksana kepemimpinan pendidikan di
produksi/jasa sekolah sebagai sekolah maka ia harus memiliki
sumber belajar peserta didik. kemampuan dan keterampilan yang dapat
d. Dimensi Kompetensi Supervisi dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
meliputi: Fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin
1. Merencanakan program sekolah berarti kepala sekolah dalam
supervisi akademik dalam kegiatan manajerialnya harus berjalan
rangka peningkatan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
profesionalisme guru. 1) Perencanaan. Perencanaan pada
2. Melaksanakan supervisi dasarnya menjawab pertanyaan: apa
akademik terhadap guru yang harus dilakukan, bagaimana
dengan menggunakan melakukannya, dimana dilakukan,
pendekatan dan teknik oleh siapa dan kapan dilakukan.
supervisi yang tepat. Kegiatan–kegiatan sekolah yang
3. Menindaklanjuti hasil supervisi disebutkan dimuka harus
akademik terhadap guru dalam direncanakan oleh kepala sekolah,
rangka peningkatan hasilnya berupa rencana tahunan
profesionalisme guru. sekolah yang akan berlaku pada
e. Dimensi Kompetensi Sosial tahun ajaran berikutnya. Pada
meliputi: perencanaan ini, menurut Harahap
1. Bekerja dengan pihak lain (1998) ada beberapa kompetensi
untuk kepentingan sekolah. yang harus dimiliki oleh kepala
2. Berpartisipasi dalam kegiatan sekolah yaitu: (a) merencanakan
sosial kemasyarakatan. pengorganisasian bahan
3. Memiliki kepkaan sosial pengajaran; (b) merencanakan
terhadap orang atau kelompok pengelolaan kegiatan belajar
lain. mengajar; (c) merencanakan
Berdasarkan Keputusan Menteri pengelolaan kelas; (d)
Pendidikan Nasional tersebut dapat merencanakan penggunaan media

396 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


dan sumber pengajaran; dan (e) 2) Menggunakan alat (instrumen)
merencanakan penilaian prestasi yang dapat memberi informasi
peserta didik untuk kepentingan sebagai umpan balik untuk
pengajaran. mengadakan penilaian terhadap
2) Pengorganisasian. Kepala sekolah proses pembelajaran.
sebagai pemimpin bertugas untuk 3) Demokratis, yaitu menjunjung tinggi
menjalankan kegiatan-kegiatan asas musyawarah, memiliki jiwa
sekolah untuk mencapai tujuan kekeluargaan yang kuat serta
sekolah berjalan dengan lancar. sanggup menerima pendapat orang
Kepala sekolah perlu mengadakan lain.
pembagian kerja yang jelas bagi 4) Kooperatif, seluruh staf dapat
guru-guru dan anak buahnya. bekerja sama, mengembangkan
3) Pengarahan. Pengarahan adalah usaha bersama dalam menciptakan
kegiatan membimbing anak buah situasi belajar mengajar yang lebih
dengan jalan memberi perintah baik.
(komando) memberi petunjuk, 5) Konstruktif dan kreatif yaitu
mendorong semangat kerja, membina inisiatif guru serta
menegakkan disiplin. Memberikan mendorongnya untuk aktif
berbagai usaha lainnya agar mereka menciptakaan suasana dimana tiap
melakukan pekerjaan mengikuti arah orang merasa aman dan
yang ditetapkan dalam petunjuk, menggunakan potensi-potensinya,
peraturan atau pedoman yang telah Sahertian (2001)
ditetapkan. Dari lima prinsip supervisi di atas
4) Pengkoordinasian. yang seharus dilakukan oleh kepala
Pengkoordinasian adalah kegiatan sekolah sebagai supervisor, ini menjadi
menghubungan orang-orang dan tolak ukur atau barometer kepala sekolah
tugas-tugas sehingga terjalin itu sendiri. Suatu studi yang komprehensif
kesatuan dan keselarasan tentang masyarakat yang akan membantu
keputusan, kebijaksanaan, tindakan, kepala sekolah untuk memahami dengan
langkah, sikap serta tercegah dari lebih jelas jenis program yang akan
timbulnya pertentangan, kekacauan, memenuhi kebutuhan dan kepentingan
kekembaran (duplikasi), kekosongan peserta didik.
tindakan. d. Kepala sekolah sebagai pimpinan
5) Pengawasan. Pengawasan adalah sekolah
tindakan atau kegiatan usaha agar Menurut Daryanto (2003)
pelaksanaan pekerjaan serta hasil menyebutkan bahwa fungsi kepala sekolah
sesuai dengan rencana, perintah, adalah merumuskan tujuan kerja dan
petunjuk atau ketentuan lainnya pembuat kebijaksanaan sekolah, mengatur
yang telah di tetapkan. Semua tata kerja (mengorganisasi) sekolah yang
tahap-tahap kegiatan di atas harus mencakup: mengatur pembagian tugas,
dilakukan oleh kepala sekolah mengatur petugas pelaksana,
sebagai pemimpin agar menyelenggarakan kegiatan
kedudukannya sebagai seorang Pelaksanakan tugas pokok dan
pemimpin dapat berjalan baik dan fungsi kepala sekolah tidak cukup dilakukan
teratur. dalam kapasitas kepala sekolah sebagai
c. Kepala sekolah sebagai supervisor pemimpin sekolah saja (school leader),
Kepala sekolah yang berfungsi melainkan memiliki keterampilan cara
sebagai supervisor pendidikan dalam memimpin (technical skill) pada semua
melaksanakan tugasnya hendak tertumpu aspek kehidupan. Oleh karenanya menurut
pada prinsip-prinsip supervisi yang ilmiah, Juran (2005) untuk dapat mewujudkan
adapun supervisi ilmiah adalah mencakup tataran pergulatan kerja di atas, kepala
unsur-unsur sebagai berikut : sekolah harus mampu tampil sebagai:(a)
1) Sistematika artinya terlaksana adminstrator, yang menjalankan tugas-
secara teratur, berencana dan tugas keadministrasian, (b) manajer, yang
kontinu obyektif artinya data yang menjalankan tugas-tugas manjerial, (c)
didapat dalam observasi yang motivator, yang menjalankan tugas-tugas
nyata bukan tafsiran pribadi. pemberian motivasi kepada komunitas
sekolah, (d) negosiator, yang menjalankan

Volume 8 Nomor 3 September 2017 397


fungsi untuk melakukan kegiatan yang 2. Pada waktu diangkat sebagai
bersifat kontraktual, (e) figuritas, yang kepala sekolah berusia setinggi-
memerankan keteladanan kepada tingginya 56 tahun;
komunitas internal maupun eksternal, (f) 3. Memiliki pengalaman mengajar
komunikator, yang menjalankan fungsi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
sebagai juru bicara, dan (g) wakil lembaga, menurut jenjang sekolah masing-
yang diperankan ketika melakukan masing, kecuali di Taman Kanak-
hubungan eksternal. kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA)
Berdasarkan pemikiran di atas memiliki pengalaman mengajar
dapat diberi makna bahwa, kepala sekolah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
haruslah memiliki keterampilan yang di TK/RA;
memadahi dalam bidang kepemimpinan, 4. Memiliki pangkat serendah-
keadministrasian, kemampuan hubungan rendahnya III/c bagi pegawai negeri
manusiawi dengan organisasi Sipil (PNS) dan bagi Non PNS
pembelajaran, serta ketrampilan untuk disetarakan dengan kepangkatan
menyelenggarakan tugas-tugas yang dikeluarkan oleh yayasan
instruksional dan non instruksional di atau lembaga yang berwenang.
sekolah. Di samping itu pula, kepala Sedangkan Kualifikasi Khusus
sekolah harus mampu mengatur Kepala Sekolah Menengah
pembuatan keputusan dan proses-proses Pertama/Sekolah Tsanawiyah (SMP/MTS)
akuntabilitas sekolah. Pekerjaan ini adalah meliputi;
tantangan berat bagi kepala sekolah 1. Berstatus sebagai guru SMP/MTs;
sebagai instrumen organik pemimpin 2. Memiliki sertifikasi pendidik sebagai
pendidikan. Tantangan lainnya adalah guru SMP/MTs;
bagaimana kepala sekolah baik sebagai 3. Memiliki sertifikat kepala SMP/MTs
school principal maupun sebagai School yang diterbitkan oleh lembaga yang
leader, mampu mengelola faktor-faktor ditetapkan pemerintah.
manusia yang memiliki nilai-nilai Selain landasan yuridis di atas,
dimensional dalam hal emosi, keinginan, kepala sekolah yang ideal juga hendaknya
perasaan, dan tujuan. mampu memberdayakan dan
Kriteria Kepala Sekolah yang Ideal mengefektifkan setiap komponen yang ada
Sebagaimana diketahui tugas di sekolah, di antara kemampuan itu
kepala sekolah itu sedemikian banyak, dan adalah:
tanggung jawabnya sedemikian besar, 1) Mampu memperdayakan pendidik
maka tidak semua orang mampu menjadi atau tenaga kependidikan untuk
kepala sekolah. Adapun untuk menjadi mewujudkan proses pembelajaran
seorang kepala sekolah yang ideal yang baik, lancar dan produktif.
hendaknya ia memiliki beberapa syarat 2) Dapat menyelesaikan tugas
yaitu : (a) Berijazah; (b) Sehat jasmani dan pekerjaan secara tepat waktu dan
rohani; (c) Bertakwa kepada Tuhan yang tepat sasaran.
Maha Esa dan berkelakuan baik; (d) 3) Mampu menjalin hubungan yang
Bertanggung jawab; dan (e) Berjiwa harmonis dengan masyarakat
Nasional, Purwanto (2006). sehingga dapat melibatkan mereka
Keputusan Menteri Pendidikan secara aktif dalam rangka
Nasional Nomor 13 Tahun 2010 tentang mewujudkan tujuan sekolah dan
Standar Kepala Sekolah disebutkan bahwa pendidikan.
untuk menjadi kepala sekolah yang ideal 4) Mampu menerapkan prinsip
hendaknya ia memenuhi dua kualifikasi, kepemimpinan yang sesuai dengan
yaitu Kualifikasi Umum dan Kualifikasi tingkat kedewasaan pendidik dan
Khusus (Depdiknas, 2010). Adapun yang tenaga kependidikan lain di
termasuk pada Kualifikasi Umum adalah; sekolah.
1. Memiliki kualifikasi akademik 5) Bekerja secara kolaboratif dengan
sarjana (S1) atau diploma empat tim manajemen dan
(D-IV) kependidikan atau non- 6) Berhasil mewujudkan tujuan
kependidikan pada perguruan sekolah secara produktif sesuai
tinggi yang terakreditasi; dengan ketentuan yang ditetapkan,
Mulyasa (2003).

398 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Mulyasa (2007) menegaskan, Berdasarkan pengertian yang
kepala sekolah yang profesional dalam dikemukakan para ahli tersebut, peneliti
paradigma baru akan memberikan dampak mendeskripsikan bahwa kompetensi
yang positif dan perubahan yang mendasar merupakan seperangkat tindakan intelegen
dalam pembaharuan sistem pendidikan di penuh tanggung jawab yang harus dimiliki
sekolah. Paradigma baru yang seorang pengawas sebagai syarat untuk
dimaksudkan adalah kepala sekolah yang dianggap mampu melaksanakan tugas
memiliki kepemimpinan yang kuat, dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat
pengelolaan tenaga pendidikan yang intelegen harus ditunjukkan sebagai
efektif, memiliki budaya mutu, team work kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan
yang kompak, cerdas dan dinamis, bertindak. Sifat tanggung jawab harus
kemandirian, partisipasi warga sekolah dan ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan
masyarakat, trnsparasi manajemen, baik dipandang dari sudut ilmu
kemauan untuk berubah (psikologis dan pengetahuan, teknologi, maupun etika.
fisik), evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, Dalam arti tindakan itu benar ditinjau dari
rensponsip dan antisipasif terhadap sudut ilmu pengetahuan, efisien, efektif,
kebutuhan, akuntabilitas. dan memiliki daya tarik dilihat dari sudut
Berdasarkan argumentasi para teknologi ataupun ditinjau dari sudut etika.
ahli di atas tentang kreteria kepala sekolah Kompetensi yang dimiliki oleh
ideal, maka benang merah yang dapat setiap guru meliputi kompetensi pedagogik,
penulis tarik adalah kepala sekolah kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
haruslah orang yang memiliki kelebihan dan kompetensi profesional yang diperoleh
daripada guru. Ia tidak hanya sekedar melalui pendidikan profesi. Yang dimaksud
memiliki kualifikasi ijazah, pengalaman dengan kompetensi pedagogik adalah
kerja, pangkat dan golongan melebihi kemampuan melaksanakan kegiatan
daripada guru, tetapi di samping itu juga ia pembelajaran secara komprehensif kepada
harus mampu memenej segala sumber peserta didik, kompetensi kepribadian
daya sekolah yang ada di sekolah, adalah kemampuan kepribadian yang baik
termasuk memiliki kompetensi dalam dan dapat menjadi unsur keteladanan pada
semua administrasi guru, sehingga dengan peserta didik, kompetensi sosial adalah
demikian kepala sekolah benar-benar kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
menjadi sumber informasi pemecahan berinteraksi sosial, yang tidak hanya
masalah yang dialami guru dan tenaga terbatas pada sesama guru di sekolah,
kependidikan lainnya. tetapi juga terhadap orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar, serta
Kompetensi Guru kompetensi profesional adalah kemampuan
Kompetensi berasal dari kata penguasaan materi pelajaran dan dapat
competence yang berarti wewenang atau dikembangkan lebih luas dan mendalam,
kewenangan kekuasaan untuk menentukan Depdiknas (2004)
dan memutuskan sesuatu, Diknas, (2009). Berdasarkan uraian tersebut
Hasibuan (1997) mendefinisikan, menunjukkan bahwa kompetensi guru
kompetensi adalah kemampuan untuk bukan saja mengarahkan agar guru harus
melakukan sebuah tugas dengan kinerja pintar, tetapi juga harus memiliki
yang efektif yang ditunjang oleh pendidikan, kepribadian yang baik untuk bisa diteladani,
pelatihan, dan pengalaman yang dimiliki pandai mentransfer ilmunya kepada
oleh individu. SementaraSanjaya (2006) peserta didik, memiliki kepekaan sosial
berpendapat, kompetensi merupakan yang mampu berasosiasi dengan
prilaku rasional seseorang yang digunakan masyarakat banyak, serta profesionalitas di
untuk mencapai tujuan yang dalam melaksanakan tugas.
persyaratannya sesuai dengan kondisi Ciri-ciri Guru yang Berkompeten
yang diharapkan. Bahkan untuk Dalam Undang-undang Sistem
mendukung pendapat tersebut. Mulyasa Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
memberikan pemaknaan bahwa disebutkan bahwa, standar nasional
kompetensi selalu dilandasi dengan pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
rasionalitas yang dilakukan dengan dengan kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
penuh kesadaran ―mengapa‖ dan sarana dan prasarana, pengelolaan,
―bagaimana‖ perbuatan tersebut dilakukan. pembiayaan, dan penilaian pendidikan
yang harus ditingkatkan secara berencana

Volume 8 Nomor 3 September 2017 399


dan berkala, Depdiknas (2004). Memahami baik persiapan fisik, mental, maupun
hal tersebut, tampak jelas bahwa guru yang materi pelajaran yang akan diajarkan.
bertugas sebagai pengelola pembelajaran Persiapan fisik berupa penampilan
dituntut untuk memiliki kompetensi dan jasmani, baik berupa pakaian,
profesional. kerapian, dan kebugaran jasmani.
Selanjutnya, sebagai instructional Persiapan mental mencakup sikap
leader, kompetensi yang harus dimiliki oleh batin guru untuk mempunyai
seorang guru adalah sebagai berikut: komitmen dan mencintai profesi
a) Memiliki kepribadian yang ideal pendidik dalam membantu peserta
sebagai guru didik mencapai taraf kedewasaan
b) Penguasaan landasan dan mengoptimalkan potensi yang
kependidikan dimiliki. Sedangkan kesiapan materi
c) Menguasai bahan pengajaran meliputi penguasaan bahan pelajaran
d) Kemampuan menyusun program yang akan disampaikan kepada
pengajaran peserta didik. Penguasaan ini
e) Kemampuan melaksanakan tercermin dari pemahaman yang utuh
program pengajaran tentang materi pokok yang ada dalam
f) Kemampuan menilai hasil dan kurikulum dan diperkaya dengan
proses pembelajaran wawasan keilmuan mutakhir. Dalam
g) Kemampuan menyelenggarakan keadaan ini, guru tidak sekedar
program bimbingan menyampaikan materi pokok yang
h) Kemampuan menyelenggarakan tertuang dalam kurikulum baku,
administrasi sekolah namun selalu mengembangkan dan
i) Kemauan bekerja sama dengan memperkaya diri dengan ilmu
teman sejawat dan masyarakat pengetahuan lain termasuk
j) Kemampuan menyelenggarakan keterampilan dalam mengelola media
penelitian sederhana untuk pembelajaran.
keperluan pengajaran, Danim b) Guru memiliki kehendak mengubah
(2003). pola pikir lama menjadi pola pikir
Pada umumnya, ada dua kategori baru yang menempatkan peserta
kompetensi yang harus dimiliki guru, yakni: didik sebagai arsistek pembangun
(1) kompetensi profesional yaitu kemahiran gagasan dan guru berfungsi untuk
merancang, melaksanakan, dan menilai ―melayani‖ dan berperan sebagai
tugas sebagai guru, yang meliputi mitra peserta didik supaya peristiwa
penguasaan ilmu pengetahuan dan belajar bermakna berlangsung pada
teknologi pendidikan, dan (2) kompetensi semua individu. Dalam hal ini, guru
personal, yang meliputi etika, moral, selalu mengkondisikan kegiatan
pengabdian, kemampuan sosial, dan pembelajaran melalui pengelolaan
spritual. Kompetensi pertama seharusnya media penunjang yang
ditumbuhkan dan ditingkatkan melalui memungkinkan peserta didik aktif
proses pendidikan akademik dan profesi mencari dan mengembangkan ilmu
suatu lembaga pendidikan. Sedangkan pengetahuan.
kompetensi kedua merupakan kristalisasi c) Guru selalu bersikap kritis dan berani
pengalaman dan pergaulan seorang guru menolak kehendak yang kurang
yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, edukatif. Maksudnya, guru mampu
masyarakat, dan sekolah tempat mengembangkan serta memadukan
melaksanakan tugas, Mulyasa (2007). sendiri materi pokok yang ditetapkan
Cooper dalamSudjana (2008) dalam kurikulum dengan media
sebagai seorang ahli pendidikan pembelajaran yang diperlukan. Di sini
mengemukakan, bahwa untuk mengetahui guru memiliki sikap kritis dalam
kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru memainkan perannya untuk
dapat dilihat pada ciri-ciri sebagai berikut: mengaitkan dengan problem realitas
a) Guru selalu membuat perencanaan yang ada di sekitarnya.
konkrit dan detail dalam setiap d) Guru selalu berkehendak untuk
melaksanakan kegiatan mengubah pola tindakan dalam
pembelajaran. Maksudnya adalah menetapkan peran peserta didik,
bahwa sebelum mengajar guru sudah peran guru, dan daya mengajar.
mempersiapkan diri sebaik mungkin Peran peserta didik digeser dari

400 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


peran sebagai ―konsumen‖ gagasan, pelaksana administrasi di sekolah, (5)
seperti menyalin, mendengar, dan sebagai pengelola pembelajaran.
menghafal ke peran sebagai Langkah-langkah Menciptakan
―produsen‖ gagasan, seperti Kompetensi Guru
bertanya, meneliti, mengarang, Menurut Mulyasa (2007) ada tiga
mendemonstrasikan dan eksperimen. kegiatan penting yang perlu diperhatikan
Dengan demikian, peran guru berada oleh guru untuk bisa meningkatkan
pada fungsi sebagai fasilitator kompetensinya, sehingga bisa terus
(pemberi kemudahan peristiwa menanjak eksistensinya menjadi guru
belajar) dan bukan pada fungsi profesional. Pertama, para guru harus
sebagai penghambat peristiwa memperbanyak tukar informasi tentang hal-
belajar. Gaya mengajar seorang guru hal yang berkaitan dengan pengalaman
lebih difokuskan pada model mengembangkan materi pelajaran dan
pemberdayaan dan pengkondisian berinteraksi dengan peserta didik. Tukar
dari pada model latihan (driil) dan informasi atau tukar pikiran tersebut bisa
pemaksaan (indoktrinasi) dilaksanakan dalam pertemuan guru
e) Guru berani meyakinkan kepada sejenis di sanggar kegiatan guru ataupun
kepala sekolah, orang tua, dan dalam seminar-seminar yang berkaitan
masyarakat akan prestasi belajar dengan hal itu. Kegiatan tukar pikiran ini
peserta didik yang terus mengalami hendaknya selalu mengangkat topik
peningkatan dari waktu ke waktu. pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya,
f) Guru bersikap kreatif dalam hasil pertemuannya bisa digunakan secara
mebangun dan menghasilkan karya langsung untuk meningkatkan kualitas
pendidikannya seperti pembuatan proses pembelajaran. Hanya perlu dicatat,
alat bantu mengajar atau media dalam kegiatan tukar pikiran semacam itu,
pembelajaran, analisis materi hendaknya faktor-faktor yang bersifat
pelajaran, penyusunan alat penilaian struktural administratif harus disingkirkan
yang beragam, pengorganisasian jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang
kelas dan perancangan kebutuhan memimpin pertemuan harus kepala
kegiatan pembelajaran lainnya. sekolah.
Guru kompeten tidak hanya Kedua, para guru harus lebih
dituntut untuk menguasai bidang ilmu, banyak mengadakan pertemuan-pertemuan
bahan ajar, metode pembelajaran, ilmiah untuk membicarakan hasil penelitian
memotivasi peserta didik, memiliki yang dilakukan oleh para guru itu sendiri.
keterampilan yang tinggi dan wawasan Untuk itulah, para guru dituntut untuk harus
yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi melakukan penelitian. Anggapan
juga harus memiliki pemahaman yang sementara ini bahwa penelitian hanya
mendalam tentang hakikat manusia dan dapat dilakukan oleh para akademisi yang
masyarakat. Hakikat-hakikat ini akan bekerja di perguruan tinggi atau para
melandasi pola pikir dan budaya kerja guru peneliti di lembaga-lembaga penelitian
serta loyalitasnya terhadap profesi harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang
pendidikan. Demikian halnya dalam ini perlu diyakini pada semua pihak bahwa
pembelajaran, guru harus mampu hasil penelitian-penelitian tentang apa yang
mengembangkan budaya dan iklim terjadi di kelas dan di sekolah yang
organisasi pembelajaran yang bermakna, dilakukan oleh para guru adalah sangat
kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, penting untuk meningkatkan kualitas
sehingga menyenangkan bagi para peserta pendidikan. Sebab para gurulah yang
didik maupun guru. nyata-nyata memahami dan menghayati
Berdasarkan uraian di atas peneliti apa yang terjadi di sekolah, khususnya di
berpendapat bahwa, guru merupakan salah kelas.
satu faktor yang sangat menentukan Ketiga, guru harus membiasakan
keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. diri untuk mengkomunikasikan hasil
Itulah sebabnya peranan guru menurut penelitian yang dilakukannya, khususnya
Wijaya dan Tabrani meliputi : (1) sebagai lewat media cetak. Untuk itu tidak ada
pengajar dan pendidik, (2) sebagai alternatif lain bagi guru selain
amggota masyarakat, (3) sebagai meningkatkan kompetensinya dalam
pemimpin dan pengajar, (4) sebagai menulis laporan penelitian.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 401


Disisi lain, salah satu usaha membangun kemantapan diri daripada
peningkatan kompetensi guru adalah perlu mereduksi ekspektasi dengan terus
penyeleksian secara formal. Dalam arti melakukan regulasi diri yang relevan
persyaratan untuk menjadi guru SMP, dengan pengembangan profesinya; (2)
misalnya tidak cukup hanya lulusan Strata mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah
Satu Kependidikan atau memiliki Akta (seminar, lokakarya, diskusi ilmiah, dsb)
Empat, melainkan perlu ditingkatkan secara berkesinambungan dalam
menjadi lulusan Strata Dua (S2) atau merespons secara aktif setiap isu-isu
Magister Pendidikan dan Keguruan. Hal ini terbaru yang berkembang di dunia
sudah saatnya dilakukan, mengingat pendidikan; (3) mempelajari hasil-hasil
tenaga guru SMP sudah lebih dari cukup. penelitian dari berbagai literatur tentang
Di samping itu, untuk melaksanakan kompetensi mengajarnya yang
pengembangan sekolah di masa depan berhubungan dengan prestasi subyek didik;
memang memerlukan tenaga guru yang (4) melakukan analisis tugas mengajar
memiliki kualifikasi ijazah yang lebih tinggi. pada tingkat dan kurikulum yang berbeda di
sekolah lain yang sederajat.
PEMBAHASAN Jelasnya bahwa, profil guru masa
Kepala Sekolah-Kompetensi Guru depan haruslah tanggap dengan
Kepala sekolah dalam satuan perubahan, kreatif dan inovatif dalam
pendidikan mempunyai pengaruh, baik mencari dan menemukan hal-hal yang
secara inplisit maupun secara eksplisit. baru, baik dalam bentuk dan materi
Secara inplisit, kepala sekolah dapat perencanaan pembelajarannya maupun
meningkatkan kemampuannya dalam proses dan materi yang disajikan harus
melaksanakan tugas kekepala sekolahan dijadikan pokok-pokok dialog dengan
sehingga dengan sendirinya para guru peserta didik. Materi yang disajikan dalam
termotivasi untuk mengaktulisasikannya proses pembelajaran jangan dipandang
dalam pelaksanaan tugas dan sebagai barang jadi yang siap santap dan
meningkatkan kompetensinya. Sedangkan tidak boleh diutak-atik lagi. Akan tetapi,
secara ekplisit bermuara pada hasil belajar setiap saat guru dapat memperkaya
peserta didik. Dengan demikian peran wawasan pengetahuan tentang kebutuhan
kepala sekolah tersebut bukan hanya peserta didik serta alternatif-alternatif
ditujukan kepada dirinya sendiri, namun pemacahan masalah tertentu.
pengaruhnya lebih meluas terhadap Proses pembelajaranguru
peningkatan kompetensi guru, kualitas hendaknya tidak memposisikan diri sebagai
peserta didik dan prestasi kerja. teacher oriented, tetapi dapat melibatkan
Menghadapi pembaharuan- siswa sebagai subjek sekaligus objek
pembaharuan di masa mendatang dan pembelajaran (student oriented). Guru tidak
menanggapi perubahan-perubahan di hanya memberi jawaban alternatif tunggal
masayarakat yang sangat cepat, kualifikasi terhadap pertanyaan dan keluhan siswa,
guru SD/MI sederajat, SMP/MTs sederajat, tetapi memberi peluang kepada siswa
dan SMA/SMK sederajat bahwa tamatan untuk mencari dan menemukan jawaban/
S1 sangat dituntut kemampuannya dalam alternatif lainnya pada masalah yang sama.
pembelajaran. Diharapkan pula dengan Itulah sebabnya, penciptaan suasana
persamaan kualifikasi akan mempermudah kompetitif dan kooperatif menghendaki
dalam penyusunan rencana perlunya memperbanyak dan
pengembangan kurikulum pendidikan calon mengintensifkan kegiatan kompetisi
guru integral dan menyeluruh, termasuk disegala bidang tugas guru.
pula kurikulum untuk ―in-service training‖ Berdasarkan tugas pokok dan
Saat ini guru sudah tidak memiliki fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan
waktu lagi untuk sekadar berdiam diri yang dilaksanakan kepala sekolah yakni:
dalam menyikapi setiap perubahan cepat 1. Melakukan perencanaan dan
yang terjadi di dunia pendidikan. Dengan pelaksanaan pengembangan
segala keterbatasan yang ada, peneliti kualitas sekolah, kompetensi guru,
melihat ada empat hal penting yang dapat kinerja seluruh staf sekolah, dan
diusahakan oleh guru untuk membangun prestasi belajar peserta didik;
kemantapan diri sekaligus 2. Melakukan spervisi, evaluasi dan
mengembangkan kompetensi diri dan monitoring pelaksanaan program
kompetensi mengajarnya, di antaranya: (1)

402 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


sekolah beserta Kepala Sekolah-Kompetensi Guru, Hasil
pengembangannya; Belajar Siswa dan Kurikulum 2013
3. Melakukan penilaian terhadap a. Pembinaan Kompetensi Guru
proses dan hasil program Tergantung pada Peran Kepala
pengembangan sekolah secara Sekolah
kolaboratif dengan stakeholder Kepala sekolah lahir karirnya
sekolah. berawal dari guru sebagai pekerjaan profesi
Selain dari itu, posisi, peran dan memiliki tugas mendidik dan mengajar. Ini
eksistensi kepala sekolah yang idealis berarti bahwa kepala sekolah sebagai
selalu ditingkatkan sehingga mempunyai pimpinan tertinggi di sekolah bertugas
nilai lebih daripada guru yang menjadi untuk dapat meningkatkan kompetensi
sasaran untuk ditingkatkan kompetensinya, guru, baik yang berkaitan dengan mutu
baik dari segi kualifikasi, kemampuan, mengajar guru, juga yang berkaitan dengan
kompetensi, finansial dan dimensi lainnya pertumbuhan profesi guru khususnya
agar kehadirannya di sekolah betul-betul dalam meningkatkan profesionalismenya
didambakan stakeholder sekolah. secara komprehensif. Karena kepala
Penempatan tugas-tugas guru sekolah lahir dari guru, maka dia lebih
pada satuan pendidikan menjadi tanggung mengetahui seluk beluk tentang tugas-
jawab kepala sekolah dengan tugas utama seorang guru. Artinya guru
mempertimbangkan keahlian dan dapat menjadi contoh keteladanan dari
kepribadian dari masing-masing. Dengan peserta didik dan masyarakat lain pada
kata lain, pemberian tugas kepada guru umumnya.
selalu diarahkan untuk memelihara, Kepala sekolah hanya akan
mempertahankan serta mempertinggi memiliki arti apabila ia mampu
kinerjanya sehingga berdampak pada mengembangkan kompetensi guru melalui
peningkatan mutu sekolah secara pembinaan, pemberian motivasi secara
keseluruhan. Pemberian tugas kepada guru terus menerus, terbangunnya hubungan
dimaksudkan pula sebagai upaya yang kerja sama dengan mengacu pada prinsip
terencana dalam memelihara dan kemitraan berusaha meningkatkan
meningkatkan kemampuan profesi dan wawasan dan pengetahuan guru,
karirnya sehingga mempertinggi kinerjanya mengembangkan dan mencari metode
sebagai kepala sekolah pada satuan belajar mengajar yang berkesesuaian
pendidikan. dalam proses pembelajaran yang lebih baik
Ruang lingkup pembinaan yang dan lebih sesuai. Demikian pula, hal ini
dilakukan kepala sekolah terhadap guru akan terwujud apabila pelaksanaan peran
dalam rangka meningkatkan kepala sekolah didasarkan pada
kompetensinya mencakup pembinaan kemampuan dan keterampilan dengan
kualifikasi, profesi dan pembinaan karir. didukung oleh sikap-sikap positif,
Pembinaan kualifikasi ditujukan agar para konstruktif seperti dedikasi, ketekunan,
guru dapat meningkatkan pendidikan kedisplinan, penuh inisiatif, bertanggung
formalnya sampai minimal berpendidikan jawab, komunikatif persuasif kritis dan
S2 bagi guru yang berpendidikan S1. terbuka sehingga bentuk peran kepala
Pengembangan profesi diarahkan pada sekolah tersebut akan sangat berpengaruh
peningkatan kompetensi guru mencakup terhadap peningkatan kompetensi guru
kompetensi pribadi, kompetensi sosial, pada umumnya. Jika tidak, akan
kompetensi pedagogik dan kompetensi mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa
profesional. Sedangkan pembinaan karir dalam mencapai hasil belajar baik Ujian
guru diarahkan untuk mempercepat Semester maupun Ujian Nasional.
kenaikan pangkat dan golongan sesuai Berikut penulis akan menampilkan
dengan ketentuan yang berlaku melalui tingkat keberhasilan siswa dalam Ujian
pengumpulan angka kredit. Nasional baik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
dan SMK, seluruh Indonesia sebagai
berikut :
1. Tingkat SD/MI (Negeri dan Swasta)
SD
TAHUN TOTAL % KET.
SWASTA NEGERI
27.16 26.81 53.97 27,5 NT
2011/2012
13.24 14.98 28.22 14,11 NR

Volume 8 Nomor 3 September 2017 403


28.60 23.50 52.1 26,05 NT
2012/2013
14.49 16.95 31.44 15,72 NR
26.87 28.53 55.4 27,70 NT
2013/2014
12.90 13.49 26.39 13,19 NR
Sumber :http://www.simdik.info/index.aspx (telah diolah)
2. Tingkat SMP/MTs (Negeri dan Swasta)
SMP KET.
TAHUN TOTAL %
SWASTA NEGERI
37.97 37.39 75.36 37,68 NT
2011/2012
22.38 22.38 44.76 22,38 NR
36.31 36.46 72.77 36,38 NT
2012/2013
25.03 26.31 51.34 25,67 NR
36.53 36.47 73 36,50 NT
2013/2014
24.39 19.59 43.98 21,99 NR
Sumber :http://www.simdik.info/index.aspx (telah diolah)
3. Tingkat SMA/MA (Negeri dan Swasta)
SMA KET.
TAHUN TOTAL %
SWASTA NEGERI
50.65 52.61 103.26 51,63 NT
2010/2011
44.12 43.52 87.64 43,82 NR
49.91 51.72 101.63 50,82 NT
2011/2012
42.41 43.13 85.54 42,77 NR
Sumber :http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/ (telah diolah)

4. Tingkat SMK (Negeri dan Swasta)


SMK KET.
TAHUN TOTAL %
SWASTA NEGERI
31.41 32.65 64.06 32,03 NT
2010/2011
26.76 27.22 53.98 26,99 NR
31.54 32.77 64.31 32,16 NT
2011/2012
27.40 27.25 54.65 27,33 NR
Sumber :http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/ (telah diolah)

Data diatas, dapat dilihat tingkat sebagai guru yang profesional. Tujuan
keberhasilan siswa dalam belajar secara tersebut mengimplikasikan pentingnya
Nasional masih mengalami nilai terendah pembinaan kualifikasi, kompetensi dan
(NR) sampai 75% ini artinya peran kepala peningkatan karir guru sebagai jabatan
sekolah dan guru dalam pembelajaran fungsional. Kualifikasi dan kompetensi
perlu diperhatikan. Disisi lain dengan profesional diharapkan berdampak
adanya kurikulum 2013 jika guru tidak terhadap peningkatan kinerja dan hasil
memiliki pengetahuan dan pemahaman kerjanya. Sedangkan pengembangan karir
dalam struktur dan sistematika dalam diharapkan berdampak terhadap
perencanaan pembelajaran akan kesejahteraannya.
mempengaruhi hasil belajar siswa. Selain hal tersebut, dikatakan
Hal ini berindikasi bahwa, tugas peran kepala sekolah sangat berpengaruh
pokok kepala sekolah pada satuan terhadap peningkatan kompetensi guru
pendidikan adalah melakukan perencanan sebab kepala sekolah diberikan tanggung
dan pelaksanan fungsi-fungsi jawab untuk melalukan perbaikan dan
kepemimpinan, baik dalam bentuk pengembangan terhadap pelaksanaan
akademik maupun dalam bentuk pendidikan, yang tidak hanya berorientasi
manajerial. pada pengembangan sarana atau fisik
Tujuan umum dari pembinaan dan sekolah, tetapi lebih dari itu untuk
pengembangan karir guru yang telah peningkatan kualitas pendidikan secara
dilakukan pada satuan pendidikan/sekolah kompleksitas. Itulah sebabnya, eksistensi
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah bukan haya profesional
dan kompetensi guru, sehingga dapat pada bidang keguruan saja, melainkan
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya mencerminkan keseluruhan kepribadian

404 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


baik sebagai seorang guru maupun sebagai setiap awal pelaksanaan
anggota masyarakat. pembelajaran.Pengembangan RPP dapat
Peran Kepala Sekolah dalam dilakukan secara mandiri atau secara
Mengembangkan Kompetensi Guru berkelompok.
dengan Penerapan Kurikulum 2013 Pengembangan RPP yang
Selain tugas-tugas diatas yang dilakukan oleh guru secara mandiri
diemban oleh seorang kepala sekolah dan/atau bersama-sama melalui
dalam mengembangkan kompetensi guru, musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP)
adalah bagaimana dapat menerapkan didalam suatu sekolah tertentu difasilitasi
kurikulum 2013 dengan baik kepada guru. dan disupervisi kepala sekolah atau guru
Kompetensi guru dalam proses belajar senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah.
mengajar tergantung pada pemahaman Pengembangan RPP yang dilakukan oleh
terhadap struktur kurikulum 2013 itu sendiri. guru secara berkelompok melalui MGMP
Kepala sekolah selain tugas lainnya dapat antar sekolah atau antar wilayah
pula memiliki pemahaman dan dikoordinasikan dan disupervisi oleh
pengetahuan struktur kurikulum 2013 pengawas atau dinas pendidikan.
dengan benar.Mengapa penting hal ini,
agar terjadi penyamaan persepsi antara SIMPULAN
guru dan kepala sekolah dalam Berdasarkan uraian kajian diatas
mewujudkan proses pembelajaran penulis disimpulkan, bahwa dalam upaya
disekolah. Misalnya proses penyusunan meningkatkan kompetensi guru disetiap
RPP, bagaimana prinsip-prinsip Satuan Pendidikan seluruh Indonesia
pengembangan RPP, bagaimana secara komprehensif, maka diperlukan
komponen dan sistematika RPP. Mengapa adanya peran kepala sekolah.
hal ini penting bagi kepala sekolah dan Akhir kajianini bahwaKepala
guru?Karena dalam melakukan kegiatan Sekolah dengan Kompetensi Guru sangat
pembelajaran sangat dituntut oleh adanya erat kaitannya dengan hasil belajar siswa.
perencanaan.Keberhasilan program Kondisi kompetensi guru saat ini
pembelajaran di sekolah sangat ditentukan dinyatakan belum optimal. Hal ini dibuktikan
oleh kualitas perencanaan yang disusun oleh adanya : (a) masih banyaknya guru di
oleh guru sebelum melaksanakan seluruh Indonesia yang belum tersertifikasi
tugasnya.Jika hal tersebut tidak dilakukan atau belum lulus uji kompetensi sementara
oleh guru maka pasti siswa mengalami waktu guru menyelesaikan program
kegagalan dalam belajar. sertifikasi guru sampai dengan tahun 2015
Permendikbud Nomor 81A Tahun depan, (b) masih adanya peserta didik yang
2013 dinyatakan bahwa Rencana tidak lulus Ujian Nasional sebagai imbas
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah dari masih rendahnya kompetensi guru, (c)
rencana pembelajaran yang dikembangkan kepala sekolah belum melakukan
secara rinci dari suatu materi pokok atau pemantauan secara intensif tentang
tema tertentu yang mengacu pada silabus. pembelajaran peserta didik di kelas, (d)
RPP meliputi : (a) data sekolah, mata kepala sekolah belum membuat rencana
pelajaran, dan kelas/semester; (b) materi strategis pengembangan sekolah
pokok; (c) alokasi waktu; (d) tujuan berdasarkan analisis SWOT dalam setiap
pembelajaran, KD dan indicator pencapaian priodik, (e) kepala sekolah belum menindak
kompetensi; (e) materi pembelajaran, lanjuti segala bentuk aturan yang dilanggar
metode pelajaran; (f) media, alat dan oleh para stakeholder yaitu para guru,
sumber belajar; (g) langkah-langkah pegawai tata usaha, dan peserta didik, (f)
kegiatan pembelajaran; dan (h) penilaian. kepala sekolah belum merumuskan
Setiap guru disetiap satuan alternatif pemecahan terhadap problema
pendidikan berkewajiban menyusun RPP yang dimungkinkan terjadi di sekolah, (g)
untuk kelas dimana guru tersebut mengajar kepala sekolah belum memberi
(guru kelas) di SD dan untuk guru mata penghargaan yang maksimal kepada
pelajaran yang diampunya untuk guru stakeholderjika telah mencapai atau
SMP/MTs, SMA/MA, dan melampaui kontrak kinerja yang ditentukan,
SMK/MAK.Pengembangan RPP dapat (h) kepala sekolah belum memberikan
dilakukan pada setiap awal semester atau pelatihan secara intensif dan profesionalitas
awal tahun pelajaran, dengan maksud agar kepada guru untuk meningkatkan
RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam kompetensinya, dan (i) kepala sekolah

Volume 8 Nomor 3 September 2017 405


belum memotivasi guru secara keseluruhan pengawas Madrasah, Jakarta:
untuk studi lanjut sesuai kualifikasi ijazah Pustaka Press.
atau sesuai mata pelajaran yang diampuhi Itali, Jacques, 1999. Yang Menang dan
guru. Yang Kalah dalam Tata Dunia
Mendatang, Yogyakarta: Pustaka
DAFTAR PUSTAKA Pelajar.
Danim, Sudarwan, 2003. Agenda Juran, J. M., 2005. Kepemimpinan Mutu;
Pembaruan Sistem Pendidikan, Pedoman Peningkatan Mutu
Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Meraih Keunggulan, Jakarta:
--------, 2003. Menjadi Komunitas Gramedia.
Pembelajar; Kepemimpinan Malayu, Hasibuan, 1997. Manajemen
Transformasional dalam Komunitas Sumber Daya Manusia, Cet. II;
Organisasi Pembelajaran, Cet. I; Jakarta: Gunung Agung.
Jakarta: Bumi Aksara. Mappanganro, 1996. Eksistensi Madrasah
Daryanto, H.M., 2003. Administarsi dalam Sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan, Cet. 2, Jakarta; Rineka Ujungpandang: Yayasan Ahkam.
Cipta. Mulyasa, E., 2003. Manajemen Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional, 2004. di Madrasah, Bandung: Remaja
Undang-undang Sistem Pendidikan Rosdakarya.
Nasional, Jakarta: Grafindo. --------, 2007. Menjadi Guru Profesional;
--------, 2005. Undang-undang RI. Nomor 14 Menciptakan Pembelajaran Kreatif
ahun 2005 tentang Guru dan dan Menyenangkan, Cet. V;
Dosen, Jakarta: Grafindo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
--------, 2009. KamusBesar Bahasa --------, 2007. Standar Kompetensi dan
Indonesia, Edisi III, Cet. III; Jakarta: Sertifikasi Guru, Cet. I; Bandung:
Balai Pustaka. PT Remaja Rosdakarya.
--------, 2010. Keputusan Menteri Poerwadarminta, W.J.S., 2003. Kamus
Pendidikan Nasional Nomor 13 Umum Bahasa Indonesia,
Tahun 2010 tentang Standar Jakarta: Balai Pustaka
Kepala Sekolah, Gramedia: Purwanto, Ngalim, 2006. Ilmu Pendidikan
Grafindo. Teoritis dan Praktis Cet. XVII,
Fattah, Nanang, 2004. Landasan Bandung: PT. Remaja Rosda
Manajemen Pendidikan, Cet. VII; Karya.
Bandung: PT. Remaja Rosda Sahertian, Piet A., 2001. Supervisi
Karya. Pendidikan;dalam Rangka
Harahap, Bahruddin, 1998. Supervisi Pengembangan Sumber Daya
Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Manusia, Jakarta, Rineka Cipta.
Guru, Kepala Madrasah dan

406 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


PENERAPAN METODE KOOPERATIF MODEL JIGSAW DIPREDIKSI DAPAT
MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN
PARAGRAF

Suleman Haridji
Widyaiswara LPMP Gorontalo

Abstrak
Kooperatif Model Jigsaw untuk meningkatkan kompetensi dalam pembelajaran
pengembangan paragraph. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah metode belajar kooperatif model Jigsaw dapat digunakan untuk
meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran pengembangan paragraf.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Prosedur penelitian terdiri atas empat
langkah, yakni tahap perencanaan/persiapan, pelaksanaan tindakan, observasi,
dan refleksi. Teknik pengambilan data terdiri atas observasi/ pengamatan,
wawancara, dan tes yang dilakukan setiap akhir kegiatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan metode kooperatif model Jigsaw diprediksi dapat
meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran pengembangan paragraf.
Penerapan metode kooperatif model Jigsaw juga dapat meningkatn aktivitas
belajar, suasana menyenangkan, kerjasama antarsiswa, dan dapat menimbulkan
keberanian pada diri siswa.
Kata kunci : Metode kooperatif model Jigsaw, pengembangan paragraf, dan
paragraf.

PENDAHULUAN Paragraf dapat dikatakan sebagai


Menulis merupakan keteram- wacana yang paling pendek. Dengan
pilan berbahasa yang menjadi milik semua paragraf penulis dan pembaca
orang yang pernah menduduki bangku dipermudah dalam menentukan awal dan
sekolah. Karena menulis atau mengarang akhir gagasan. Dengan berlatih
pada hakekatnya merupakan mengembangkan paragraf, peserta didik
pemindahan pikiran atau perasaan ke sudah berlatih mengembangkan tulisan
dalam bentuk lambang – lambang karena persyaratan karangan sudah
bahasa. ( Atar Semi, 1990 : 8 ). Orang terdapat dalam sebuah paragraf.
tidak mungkin menjadi penulis yang baik Berdasarkan hasil pengamatan
bila sebelumnya tidak memiliki terhadap proses pembelajaran Bahasa
kemampuan menyimak dan membaca Indonesia khususnya pengembangan
yang baik. Kegiatan menulis sama sekali paragraf di sekolah binaan pada saat
tidak dapat dipisahkan dengan ke- giatan melaksanakan pengawasan akademik,
menyimak dan membaca. tampak bahwa motivasi belajar siswa
Hal ini relevan dengan apa yang terhadap pembelajaran belum optimal.
dikemukakan oleh Akhadiah ( 1989 : 1 ) Demikian juga data hasil ulangan
bahwa manfaat atau kegunaan menulis siswa dalam mata pelajaran Bahasa
yakni (1) dengan menulis kita dapat Indonesia khususnya pengembangan
lebih mengenali kemampuan dan potensi paragraf relatif rendah dibandingkan
diri kita; (2) melalui ke-giatan menulis dengan mata pelajaran lain. Pada sisi lain
kita mengembangkan berbagai gagasan; sekolah dituntut untuk senantiasa
(3) kegiatan menulis memaksa kita mempertinggi mutu pendidikan terlebih
lebih banyak me-nyerap, mencari, serta lagi pendidikan/ pembelajaran Bahasa
menguasai informasi; (4) menulis Indonesia di SMP. Salah satu indikator
berarti mengorganisasikan gagasan mutu pendidikan di sekolah dilihat dari
secara sistematik serta prestasi belajar yang dicapai siswa. Oleh
mengungkapkannya secara tersurat; (5) sebab itu, seharusnya hasil belajar siswa
melalui tulisan kita akan dapat menyimak dalam mata pelajaran Bahasa
serta menilai gagasan kita sendiri Indonesia ada peningkatan yang berarti
secara lebih objektif; dan (6) dengan bukan sebaliknya. Hal ini erat kaitannya
menuliskan di atas kertas kita akan lebih dengan kebera-daan kompetensi yang
mudah memecah kan masalah. dimiliki oleh seorang guru, semakin tinggi

Volume 8 Nomor 3 September 2017 407


kompetensinya, semakin tinggi pula hasil temannya dalam bentuk diskusi dan
belajar para siswanya. dalam bentuk pemberian tugas. Cara
Dengan melihat kondisi proses penyajian seperti inilah yang peneliti
dan hasil belajar siswa dalam mata maksudkan dengan pembelajaran
pelajaran Bahasa Indonesia saat ini di pengembangan paragraf dengan
satu pihak, serta memperhatikan pembelajaran kooperatif model jigsaw.
tuntutan terhadap mutu pendidikan pada Sehubungan dengan pembelajaran
pihak lainnya, persoalan yang muncul tersebut di atas, maka penelitian ini
adalah bagaimana upaya yang harus dikemas dalam judul ― Penerapan Metode
dilakukan untuk meningkatkan ke- Kooperatif Model Jigsaw diprediksi dapat
mampuan profesional guru Bahasa In- meningkatkan Pembelajaran
donesia dalam rangka mempertinggi Pengembangan Paragraf di SMP Negeri 3
proses dan hasil belajar siswa dalam Limboto Barat‖.
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk Pembelajaran pengembangan
itu diperlukan adanya upaya yang paragraf di SMP Negeri 3 Limboto Barat
dilakukan pengawas sekolah dalam belum diajarkan sesuai harapan,
rangka mempertinggi kemampuan guru sehingga hasil yang diperoleh belum
Bahasa Indonesia dalam melaksanakan optimal. Dengan demikian masalahnya
proses pembelajaran. Salah satu upaya dapat dirumuskan `Apakah penerapan
yang dapat dilakukan pengawas sekolah metode kooperatif model Jigsaw dapat
adalah menerapkan metode kooperatif meningkatkan kemampuan guru dalam
Jigsaw dalam pembelajaran Bahasa pembelajaran pengembangan paragraf
Indonesia khususnya pengembangan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3
paragraf. Selama ini, menurut hasil Limboto Barat?
observasi peneliti bahwa dalam Pemecahan permasalahan dalam
pembelajaran menulis atau hubungannya dengan konteks
mengembangkan paragraf, siswa tidak Penelitian ini dilakukan dengan
diberi pendalaman materi oleh guru menggunakan pembelajaran kooperatif
tentang hal-hal atau langkah-langkah model Jigsaw. Metode ini diyakini bisa
yang perlu dipelajari siswa dalam meningkatkan kemampuan guru dalam
pengembangan paragraf. Siswa langsung pembelajaran pengembangan paragraf,
disuruh mengembangkan kerangka karena dengan pembelajaran kooperatif
karangan yang sudah ada. Kenyataan model jigsaw guru akan membina
demikian yang ditemui pada guru-guru siswa untuk belajar bersama dalam
Bahasa Indonesia dalam pembelajaran bentuk kelompok asal dan kelompok ahli
pengembangan paragraf. Cara ini tidak dalam sistem diskusi. Dengan metode
mampu mengembangkan kemampuan kooperatif jigsaw siswa termotivasi
siswa dalam pengembangan paragraf dengan belajar kelompok menurut
secara optimal. Misalkan saja sebelum kelompok keahliannya.Siswaakan
mengembangkan paragraf, siswa diajarkan mendalami pengetahuannya melalui
bagaimana caranya menyusun kerangka kelompok ahli, seperti kelompok ahli :
karangan (tahap pra-menulis), kesatuan paragraf, pengembangan
mengembangkan kerangka karangan yang paragraf, kepaduan atau koherensi,
meliputi tahap pengedrafan, dan tahap dan kekompakan atau kohesi. Keempat hal
perbaikan serta penyuntingan. yang diperdalam dalam kelompok keahlian
Ketiga hal yang telah diuraikan di ini akan diajarkan dalam ke-lompok asal
atas, menurut peneliti perlu diadakan (kelompok kooperatif).
perubahan dalam hal sistem pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Cara satu-satunya yang dijadikan solusi mengetahui kemampuan guru dalam
untuk mengatasi hambatan itu adalah mene-rapkan pembelajaran kooperatif
guru membelajarkan secara terpadu model Jigsaw dalam pembelajaran
langkah-langkah pengembangan paragraf. pengembangan paragraf kepada siswa.
Kegiatan mengembangkan paragraf Dengan diadakannya penelitian ini,
dititikberatkan pada kegiatan menulis. diharapkan dapat bermanfaat bagi
Setelah mereka memahami apa yang institusi maupun personal guru. (1)
akan mereka lakukan, diberi Manfaat bagi guru : agar guru mendapat
kesempatan untuk mengungkapkan salah satu solusi dalam masalah
pendapatnya di hadapan teman- pembelajaran, sehingga guru berusaha

408 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


mening- katkan kualitas dalam Fungsi paragraf (3) ialah memungkinkan
pembelajaran; (2) Manfaat bagi siswa : pengarang melahirkan jalan pikirannya
agar melalui penelitian ini diharapkan secara sistematis.
siswa lebih terampil dalam Paragraf yang baik selalu berisi ide
mengembangkan paragraf; (3) Manfaat pokok. Ide pokok itu merupakan bagian
bagi sekolah : hasil yang didapatkan yang integral dari ide pokok yang
dalam penelitian ini sangat membantu terkandung dalam keseluruhan
sekolah dalam rangka perbaikan proses karangan. Melalui fragmen-fragmen ide
pembelajaran. pokok yang tersirat dalam tiap paragraf,
maka akhirnya pembaca sampai kepada
KAJIAN TEORI pemahaman total isi karangan. Dalam hal
Istilah paragraf atau alinea sudah ini dapat dikatakan bahwa paragraf
sering kita dengar bahkan pernah berfungsi sebagai (1) alat penyampai
digunakan baik dalam percakapan maupun fragmen pikiran dan (2) penanda pikiran
dalam praktik. Apalagi mereka yang sering baru mulai berlangsung.
menulis baik menulis surat, kertas kerja, Paragraf yang berpola Umum –
laporan, dan skripsi pastilah mereka itu Khusus, dengan atau tanpa transisi
mengguna-kan paragraf dalam tulisannya (berupa kata atau kalimat) terdiri atas
terse-but. Menurut Barnett (dalam bermacam-macam jenis (Tarigan,Dj.
Tarigan, Dj.1881:10) bahwa paragraf 1881:30). Beberapa di antaranya ialah : (1)
merupa-kan seperangkat kalimat berkaitan Paragraf Deduksi yakni kalimat topik
erat satu sama lainnya. Kalimat-kalimat dikembangkan dengan pemaparan
tersebut disusun menurut aturan tertentu ataupun deskripsi sampai bagian-
sehingga makna yang dikandungnya dapat bagian kecil sehingga pengertian kalimat
dibatasi, dikembangkan dan diperjelas. topik yang bersifat umum menjadi jelas. (2)
Hal ini senada dengan pendapat Sampurno Paragraf Induksi yakni para-graf dimulai
(2003 : 23) bahwa paragraf ialah dengan penjelasan bagian-bagian kongkret
seperangkat kalimat yang berhubungan atau khusus yang dituangkan dalam
untuk mendukung satu topik. Paragraf beberapa kalimat pengembang.
dapat juga dikatakan karangan yang paling Berdasarkan penjelasan itu pengarang
pendek (singkat). Kita akan kepayahan sampai kepada kesimpulan umum
membaca sebuah tulisan atau buku, kalau dinyatakan dengan kalimat topik pada
tidak ada paragraf, karena kita seolah-olah bagian akhir paragraf. (3) Paragraf
dicambuk untuk membaca terus menerus Campuran yakni Paragraf dapat dimulai
sampai selesai. Kita pun susah dengan kalimat topik disusul kalimat
mengosentrasikan pikiran dari suatu pengembang dan diakhiri kalimat penegas.
gagasan ke gagasan lain. Dengan Menurut Atar Semi (1990 : 56)
adanya paragraf kita dapat berhenti paragraf ada beberapa jenis, yakni (1)
sebentar, sehingga kita dapat memusatkan paragraf pembuka; (2) paragraf
pikiran tentang gagasan yang terkandung penghubung; (3) paragraf penutup; dan (4)
dalam paragraf. Tarigan. Dj.(1881:11) paragraf topik. Paragraf pembuka,
mengemukakan bahwa fungsi paragraf penghubung dan penutup disebut sebagai
ada beberapa macam, yakni (1) sebagai paragraf pembantu, karena ketiga
penampung dari sebagian kecil jalan paragraf itu berada di antara beberapa
pikiran atau ide pokok keseluruhan paragraf pokok dan berfungsi sebagai
karangan; dan (2) memudahkan pembantu dan pendukung paragraf pokok
pemahaman jalan pikiran atau ide pokok tersebut. Paragraf pembuka adalah
pengarang. Selain itu Atar Semi (1990 : 55) paragraf yang berada pada bagian awal
mengemukakan beberapa fungsi paragraf suatu pokok bahasan yang sifat dan
yakni ; (1) memudahkan pengertian dan fungsinya mengantarkan pokok bahasan
pemahaman dengan memisahkan satu yang hendak disampaikan pada paragraf
topik atau tema dengan yang lain, berikut, yaitu paragraf pokok.
karena setiap para-graf hanya boleh Paragraf penghubung adalah
mengandung satu unit pikiran; (2) paragraf yang menuntun pembaca agar
memisahkan dan menegaskan pengertian lancar mengikuti hubungan antara satu fase
secara wajar dan formal, untuk pembahasan topik kepada fase berikutnya.
memungkinkan pembaca berhenti lebih Paragraf penutup adalah paragraf yang
lama dari penghentian di akhir kalimat. isinya menyatakan bahwa diskusi tentang

Volume 8 Nomor 3 September 2017 409


suatu topik berakhir, atau berupa keterampilan penyusunan karangan
penyimpulan singkat tentang pokok setidak-tidaknya relevan dan menunjang
bahasan. Paragraf penutup ini sama penyusunan karangan yang baik pula. Cara
dengan paragraf pembuka. Ia mungkin mana yang paling baik dan tepat sangat
terdiri dari suatu paragraf, dan dapat sukar ditetapkan. Pemilihan cara sangat
pula terdiri dari beberapa paragraf. tergantung kepada beberapa faktor,
Menurut Sampurno, Adi (2003:27) diantaranya : (1) faktor usia siswa, (2)
dalam sebuah komposisi biasanya kesiapan siswa, (3) tingkat pendidikan
terdapat tiga macam paragraf jika dilihat siswa, (4) ba-han, (5) alat bantu, dan (6)
dari jenisnya, yakni : (1) paragraf pembuka, situasi dan lain-lain
(2) paragraf isi, dan (3) paragraf penutup. Teknik pengembangan paragraf
Paragraf pembuka merupakan pembuka secara garis besar ada dua macam yang
atau pengantar untuk sampai pada dikemukakan oleh Sampurno,Adi (2003 :
segala pembicaraan yang akan menyusul 29). Pertama dengan menggunakan
kemudian. Paragraf isi secara teknis, ilustrasi. Kalimat topik yang dipersiapkan
berada di antara paragraf pembuka dan dilukiskan dan digambarkan dengan
paragraf penutup. kalimat-kalimat penjelas sehingga di
Dalam pengembangan paragraf, depan pembaca tergambar dengan nyata
kita harus menyajikan dan apa yang dimaksud oleh penulis. Kedua,
mengorganisasikan gagasan menjadi dengan analisis.
suatu paragraf yang memenuhi Menurut Tarigan, Dj.(1981 :19)
persyaratan. Persyaratan itu ialah sebagian besar kalimat-kalimat yang
kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan terdapat dalam suatu paragraf termasuk
(Akhadiah, 1989 : 148). (a) Kesatuan, kalimat pengembang. Bila dimisalkan
yakni tiap paragraf hanya mengandung jumlah kalimat dalam suatu paragraf 12
satu gagasan pokok atau satu topik. Fungsi buah, maka perbandingan jumlah kalimat
paragraf ialah mengembangkan topik sebagai berikut : (1) paragraf yang
tersebut. Oleh sebab itu, dalam berunsur transisi, kalimat topik, kalimat
pengembangannya tidak boleh terdapat pengembang dan penegas mempunyai
unsur-unsur yang sama sekali tidak porsi masing-masing satu untuk transisi,
berhubungan dengan topik atau gagasan satu untuk kalimat topik dan satu untuk
pokok tersebut. (b) Kepaduan, yakni penegas, sisanya sembilan, itulah
syarat kedua yang harus dipenuhi oleh kalimat pengembang atau 75 %; (2) bila
sebuah paraghraf ialah koherensi atau transisi tidak berupa kalimat maka
kepaduan. Suatu paragraf bukanlah kalimat pengembangannya berjumlah
merupa-kan kumpulan atau tumpukan sepuluh atau 83,3 %; (3) bila paragraf
kalimat yang masing-masing berdiri tersebut tanpa transisi dan penegas maka
sendiri atau terlepas, tetapi di bangun jumlah kalimat pengembang sebelas buah
oleh kalimat-kalimat yang mempunyai atau 91,6 %.
hubungan timbal balik . Kepaduan dalam Pada dasarnya, paragraf yang
sebuah paragraf dibangun dengan baik harus memenuhi tiga prinsip berikut
memperhatikan : 1) Unsur kebahasaan (Nurchasanah, dkk. 1993:25) yakni : (1)
yang digambarkan dengan : a) repetisi atau menyajikan ide pokok; (2) menunjukkan
pengulangan kata kunci, b) kata ganti, c) adanya keutuhan; (3) kohesif dan
kata transisi atau ungkapan penghubung, koherensif. Dalam mengembangkan
d) paralelisme. 2) Pemerincian dan urutan paragraf, ada beberapa cara atau teknik
isi paragraf. Bagaimana cara yang dikemukakan oleh Akhadiah
mengembangkan pi-kiran utama menjadi (1989:159) yakni : (1) secara alamiah; (2)
sebuah paragraf dan bagaimana klimaks dan antiklimaks; (3) umum -
hubungan antara pikiran utama dengan khusus; atau (4) khusus-umum.
pikiran-pikiran penjelas dapat dilihat dari Kooperatif berasal dari kata ko
urutan perinciannya. 3) Kelengkapan (sama) dan operatif (melakukan), dengan
suatu paragraf dikatakan lengkap, jika demikian kooperatif dapat diartikan
berisi kalimat-kalimat penjelas yang melakukan suatu kegiatan
cukup untuk menunjang kejelasan bersamasama. Pembelajaran kooperatif
kalimat topik atau kalimat utama. pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
Pada hakikatnya keterampilan pembelajaran yang lebih mengutamakan
mengembangkan paragraf merupakan aktifitas siswa yaitu siswa belajar

410 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


bersamaan dalam bentuk kelompok kecil Pembelajaran memilki berbagai model
untuk mempelajari materi dan pembelajaran yang dapat digunakan oleh
mengerjakan tugas serta setiap anggota guru dan disesuaikan dengan materi.
kelompok bertanggung jawab atas Salah satu model pembelajaran kooperatif
kesuksesan kelompoknya. yang dikembangkan adalah model
Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif jigsaw, yaitu
pembelajaran kooperatif adalah sebagai salah satu pembelajaran kooperatif yang
berikut: (1) Siswa dalam kelompoknya sangat sederhana, yang dikembangkan
haruslah beranggapan bahwa mereka oleh Robert Slavin dan teman-temannya
sehidup sepenanggungan bersama; (2) di Universitas John Hopkins, Amerika
Siswa bertanggung jawab atas segala Serikat.
sesuatu di dalam kelompoknya seperti Jigsaw telah dikembangkan dan
milik mereka sendiri; (3) Siswa haruslah diujicobakan oleh Elliot Eroson dan
melihat bahwa semua anggota di dalam teman-teman di Universitas Texas ke-
kelompoknya memiliki tujuan yang sama; mudian diadaptasi oleh Slavin dan
(4) Siswa membagi tugas dan tanggung teman - teman di Universitas John
jawab yang sama di antara anggota dan Hopkins. Dalam penerapan jigsaw, siswa
kelompoknya; (5) Siswa berbagi dibagi menjadi kelompok dengan 4 atau 5
kepemimpinan dan membutuhkan anggota setiap anggota belajar heterogen.
keterampilan untuk belajar bersama Setiap anggota bertanggung jawab
selama proses belajarnya dan (6) Siswa mempelajari bagian tertentu bahan yang
akan diminta mempertanggungjawabkan diberikan.
secara individual materi yang ditangani Pada langkah awal siswa dibagi
dalam kelompok kooperatif. Ciri-ciri menjadi kelompok - kelompok kecil.
model kooperatif yaitu: Siswa bekerja Kelompok tersebut dinamakan kelompok
dalam kelompok kooperatif untuk asal. Pada langkah berikutnya ke-lompok
menuntaskan materi belajarnya: (1) asal dilebur dan dilanjutkan menjadi
Kelompok dibentuk dari siswa yang kelompok ahli. Dengan demikian kelompok
memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan ahli terbentuk dengan cara mengambil
rendah; (2) Bilamana mungkin, anggota satu anggota pada setiap kelompok asal.
kelompok berasal dari ras budaya, suku, Setelah kelompok ahli terbentuk, mereka
jenis kelamin berbeda; (3) Penghargaan berdiskusi tentang submateri yang telah
lebih berorientasi kelompok ketimbang ditetapkan dalam waktu yang telah
individu. ditentukan. Selesai melaksanakan diskusi
Pembelajaran kooperatif mengacu kelompok ahli membubarkan diri dan
pada metode pengajaran dimana siswa kembali ke kelompok masing-masing dan
bekerja sama dalam kelompok kecil setiap anggota kelompok mengajarkan
saling membantu dalam belajar. Dengan apa yang telah dipelajari dan
pembelajaran kooperatif yang berorientasi didiskusikannya di dalam kelompok ahli
pada siswa diharapkan siswa dapat pada teman-temannya di kelompok asal.
mengembangkan semua potensinya secara Langkah-langkah pembelajaran
optimal dengan cara berpikir aktif selama kooperatif Jigsaw (Irahim, 2007:10): (1)
proses berlangsung. Kelompok kooperatif (awal), a) Siswa
Pembelajaran dapat berarti dibagi dalam kelompok kecil yang
meningkatkan kemampuan-kemampuan beranggotakan 5-6 orang, b) Bagikan
kognitif, efektif, dan keterampilan siswa wacana atau tugas yang sesuai dengan
berdasarkan pendapat di atas bahwa materi yang diajarkan, c) Masing-masing
dalam pembelajaran sebaiknya siswa dalam kelompok mendapatkan
kemampuan-kemampuan siswa perlu wacana / tugas yang ber-beda-beda dan
dikembangkan secara stimulan dengan memahami informasi yang ada
memperoleh belajar yang mereka capai didalamnya. (2) Kelompok ahli, a)
artinya dalam pengolahan dan Kumpulkan masing-masing siswa
pengemasan bahan ajar, peningkatan memiliki wacana/tugas yang sama dalam
kemampuan belajar maupun proses satu kelompok sehingga jumlah
pemerolehan pengalaman belajar siswa, kelompok ahli sesuai dengan
pendekatan belajar dan pembelajaran wacana/tugas yang telah dipersiapkan
perlu diperhatikan. oleh guru, b) Dalam kelompok ahli
ditugaskan agar siswa belajar bersama

Volume 8 Nomor 3 September 2017 411


untuk menjadi ahli sesuai dengan wa- Tahap Perencanaan (persiapan)
cana/tugas yang menjadi tanggung Langkah-langkah yang ditempuh pada
jawabnya, c) Tugaskan bagi semua tahap perencanaan ini sebagai berikut, (a)
anggota kelompok ahli untuk memahami Melakukan koordinasi dengan guru
dan dapat menyampaikan infor-masi pengajar dan observer, (b) Melakukan
tentang wacana/tugas yang telah dipahami identifikasi permasalahan yang terjadi di
kepada kelompok kooperatif, d) Apabila kelas bersama guru pengajar, (c)
tugas sudah selesai dikerjakan dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan
kelompok ahli masing-masing siswa Pembelajaran (RPP) dan skenario
kembali ke kelompok kooperatif (awal), e) pembelajaran bersama guru pengajar, (d)
Beri kesempatan secara bergiliran masing- Memilih dan menetapkan strategi
masing siswa untuk menyampaikan hasil pembelajaran, (e) Memilih dan
dari tugas di kelompok ahli, f) Apabila mengembangkan materi ajar, (f) Membuat
kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, media pembelajaran, (g) Menyusun
secara keseluruhan masing-masing instrumen evaluasi, (i) Menyusun format
kelompok melaporkan hasilnya dan guru evaluasi.
memberi klarifikasi. Tahap Pelaksanaan Tindakan.
Pembelajaran kooperatif model Kegiatan penelitian ini dilaksanakan sesuai
jigsaw dinilai dapat mengatasi kebiasaan dengan skenario pembelajaran yang telah
yang berlaku selama ini, seperti yang disusun pada tahap perencanaan, yaitu
dijelaskan sebelumnya. Dengan pembelajaran pengembangan paragraf
kooperatif jigsaw siswa berusaha harus dengan menggunakan pembelajaran
menyusun kerangka karangan atau tahap kooperatif model jigsaw.
pramenulis, mengembangkan atau tahap Tahap Observasi, Hal-hal yang
pengedrafan, dan tahap perbaikan serta diobservasi pada tahap ini ialah: 1)
penyuntingan. Mula-mula ia harus Ketepatan guru dalam
menyelesaikan tugas secara individu dalam mengimplementasikan skenario
kelompok asal. Kemudian tugas pembelajaran, 2) Partisipasi siswa dalam
individunya itu diperdalam dalam pembelajaran, 3) Interaksi yang terjadi
kelompok ahli dalam bentuk kerja antara guru – siswa, siswa – siswa, dan
kelompok. Cara ini dinilai dapat membantu siswa – guru, 4) Penerapan pembelajaran
siswa dalam mengembangkan paragraf. kooperatif model jigsaw dalam
pembelajaran pengembangan paragraf.
METODE PENELITIAN Tahap Refleksi dilakukan untuk
Penelitian ini dilaksanakan di SMP merefleksikn (a) Kompetensi guru dalam
Negeri 3 Limboto Barat Tahun Pelajaran mengimplementasikan skenario
2016 – 2017. Waktu yang digunakan untuk pembelajaran; (b) Partisipasi siswa dalam
pelaksanaan Penelitian ini selama 3 bulan, pembelajaran; (c) Interaksi yang terjadi
yaitu mulai bulan Maret sampai dengan antara guru – siswa, dan siswa – guru; (d)
bulan Mei 2017. Penerapan metode kooperatif jigsaw dalam
Subyek penelitian adalah Guru pembelajaran pengembangan paragraf.
bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Tahapan kedua
Limboto Barat. Obyek Penelitian adalah Langkah-langkah yang dilakukan
bagaimana cara guru melak sanakan pada siklus atau tahapan ini sama
pembelajaran pengembangan paragraf dengan langkah-langkah yang dilakukan
dengan menggunakan metode kooperatif pada siklus atau tahapan 1, yakni
Jigsaw. Penelitian ini menggunakan perencanaan (persiapan), pelaksanaan
pembelajaran kooperatif model jigsaw tindakan, observasi, dan refleksi.
Prosedur penelitian tindakan ini
dilakukan dalam satu siklus atau tahapan HASIL PENELITIAN
atau lebih untuk mencapai tujuan yang Deskripsi Hasil Penelitian tahap Pertama
telah ditetapkan. Jika pada siklus atau Hasil Pengamatan Kegiatan belajar
tahapan pertama dan kedua tujuan belum Mengajar. Pelaksanaan penga-matan
tercapai maka akan dilanjutkan pada siklus kegiatan pembelajaran dalam penelitian
atau tahapan berikutnya. Setiap siklus atau tindakan ini dilaksanakan di kelas VIII SMP
tahapan terdiri atas perencanaan, Negeri 3 Limboto Barat pada hari Selasa
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. tanggal 9 Februari 2017 dalam alokasi
Tahapan Pertama waktu 2 jam pelajaran (2x40’). Siswa yang

412 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


mengikuti kegiatan belajar mengajar ketuntasan minimal (KKM), buku sumber
sebanyak 24 orang. dan referensi selain buku paket,
Pengamatan dilakukan terhadap kelengkapan instrumen (soal, kunci,
pelaksanaan pembelajaran dalam pedoman skor), mengaitkan materi dengan
meningkatkan kemampuan siswa dalam realitas kehidupan, menguasai kelas,
pengembangan paragraf kelas VIII SMP melaksanakan pem-belajaran yang bersifat
Negeri 3 Limboto Barat melalui metode kontekstual, melaksanakan pembelajaran
kooperatif jigsaw. Format kegiatan belajar yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan
mengajar (KBM) mencakup 42 aspek, yang positif, melaksanakan pembelajaran sesuai
terdiri atas 18 aspek yang ada hubungan dengan alokasi waktu yang direncanakan,
dengan perangkat pembelajaran dan 24 menghasilkan pesan yang menarik,
aspek yang berhubungan langsung dengan menumbuhkan partisipsi aktif siswa dalam
kemampuan atau kompetensi guru dalam pembelajaran, menunjukkan keceriaan dan
pengelolaan proses pembelajaran. antusiasme siswa dalam belajar,
Memperhatikan data hasil memantau kemajuan belajar selama
pengamatan KBM siklus atau tahapan 1 proses, melakukan refleksi atau membuat
tampaklah bahwa pengelolaan rangkuman dengan melibatkan siswa,
pembelajaran yang dilaksanakan oleh melakukan tindak lanjut dengan
pengajar belum menemukan hasil yang memberikan arahan, atau kegiatan, atau
optimal. Hal ini terbukti dari 42 aspek yang tugas sebagai bagian remidi/pengayaan.
diamati/dinilai, aspek yang mencapai nilai Dengan demikian guru pengajar masih
cukup sebanyak 16 aspek dengan perlu menin-daklanjutinya pada siklus atau
persentase 38,10 %, yang semuanya itu tahapan 2.
adalah 5 aspek yang berhubungan dengan Deskripsi Hasil Penelitian Tahap Kedua
perangkat dan 11 aspek yang berhubungan Setelah guru pengajar
dengan proses pembelajaran. Dengan melaksanakan perbaikan-perbaikan dan
demikian pelaksanaan kegiatan belajar penyempurnaan sesuai dengan refleksi
mengajar masih perlu dilanjutkan pada tahap sebelumnya, terlihat adanya 42
siklus atau tahapan 2. aspek kompetensi guru yang diamati, yang
Hasil Belajar Siswa kelas VIII SMP pada siklus atau tahapan 1 hanya
Negeri 3 Limboto Barat yang mengikuti mencapai 61,90 % naik menjadi 88,10 %,
evaluasi tahap akhir pada siklus satu (1) sedangkan kiteria cukup dengan
berjumlah 24 orang. Dengan prosentase 38,10 % berkurang menjadi
memperhatikan hasil belajar siswa pada 11,90 %.
siklus atau tahapan 1 ternyata hasil belajar Pada siklus atau tahapan 2 ini
siswa masih berada pada ketercapaian siswa diberi kesempatan lagi
62,5 %. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 mengembangkan paragraf baru (berbeda
bahwa siswa mencapai ketuntasan belajar dengan paragraf pada siklus atau tahapan
sebanyak 15 orang atau 62, 5 %. 1) dan mendiskusikannya lagi. Sesudahnya
Sebaliknya yang belum tuntas dalam siswa diberikan evaluasi lagi untuk
pembelajaran sebanyak 9 orang atau mengetahui hasil kemampuan mereka.
37, 5 %. Dengan demikian dapat dikatakan Siswa yang mengikuti evaluasi jumlahnya
bahwa ketuntasan belajar siswa secara sama dengan pada siklus atau tahapan 1
individual maupun klasikal belum mencapai yaitu sebanyak 24 orang.
85 % sesuai target yang diharapkan. Hal ini Hasil evaluasi siswa telah tuntas
tampak pada kemampuan siswa secara dalam pembelajaran dengan memperoleh
klasikal hanya mencapai 62,5 %. nilai di atas 65 berjumlah 21 orang atau
Refleksi siklus atau tahapan I 87,5 %. Sedangkan siswa yang belum
yakni belum tercapainya ketuntasan belajar tuntas dengan perolehan nilai dibawah 65
siswa ini diakibatkan oleh 16 aspek adalah 3 orang atau 12,5 %. Dari data ini
kegiatan belajar mengajar yang kemampuan siswa mengembangkan
prosentasenya masih termasuk kriteria paragraf sudah meningkat.
cukup, sehingga masih perlu dilakukan Refleksi Siklus atau tahapan 2 hasil belajar
perbaikan. Hal ini terlihat dari lembar dapat disimpulkan bahwa penerapan
observasi bahwa aspek tersebut metode kooperatif jigsaw dapat
menyangkut kompetensi guru dalam hal: meningkatkan kemampuan siswa dalam
analisis ulangan harian, program tindak pengembangan paragraf. Dalam penerapan
lanjut (remedial/pengayaan), kriteria metode ini diperlukan persiapan yang

Volume 8 Nomor 3 September 2017 413


optimal dari guru mengenai lembar kerja memperhatikan komponen-komponen
siswa yang akan digunakan. Rencana kegiatan belajar mengajar.
pembelajaran guru harus dipersiapkan Semua upaya itu dilaksanakan
secara matang. Apabila kegiatan ini semaksimal mungkin agar dapat mengatasi
dilaksanakan dengan cermat maka akan kendala dan kelemahan pada siklus atau
memberi kontribusi pada peningkatan hasil tahapan berikutnya. Pada siklus atau
belajar siswa. Dalam pembelajaran ini tahapan 2 hasil penelitian menunjukkan
peran guru hanya sebagai fasilitator, adanya perubahan ke arah peningkatan
motivator, moderator, dan sebagai nara dalam kegiatan belajar mengajar sehingga
sumber dalam kegiatan belajar. dapat berakibat pada hasil belajar siswa.
Hal ini terlihat pada data yang telah
PEMBAHASAN diuraikan sebelumnya, yang dapat
Pembelajaran yang efektif dapat dituliskan kembali berikut ini: (a) Proses
meningkatkan hasil belajar di kelas. Makin pembelajaran berlangsung sesuai harapan,
baik kualitas pembelajaran yang yang pada siklus atau tahapan 1 hanya
dilaksanakan guru, makin tinggi memperoleh 62,5 % (kategori baik)
kemungkinan hasil belajar siswa yang meningkat menjadi 87,5 %; (b) Hasil belajar
dicapai. Hal ini telah dibuktikan pada siswa pada siklus 1 hanya 15 siswa (62,5
penelitian tindakan sekolah ini. Setelah %) tuntas dari 24 siswa meningkat menjadi
dilakukan analisis terhadap data hasil 21 siswa (87,5 %); (c) Dari data-data yang
pengamatan kegiatan belajar mengajar dan disebutkan, ternyata siswa telah mampu
hasil belajar siswa pada siklus atau mengembangkan paragraf dengan baik
tahapan 1 belum menggambarkan hasil sesuai harapan.
yang diharapkan. Melalui usaha-usaha Bertolak dari data-data tentang
yang maksimal hasil pada siklus atau hasil belajar siswa yang mengalami
tahapan 1 yang belum memberikan hasil perubahan dari siklus atau tahapan 1 ke
maksimal telah mencapai hasil yang siklus atau tahapan 2 dapat disimpulkan
diharapkan, yaitu 21 siswa telah bahwa penerapan metode kooperatif jigsaw
memperoleh nilai tuntas (87, 5 %) dan 3 dapat meningkatkan kemampuan siswa
orang belum tuntas (12, 5 %). mengembangkan paragraf. Hal ini terlihat
Hasil belajar pada siklus atau bahwa hasil belajar siswa pada siklus atau
tahapan 2 ini mengalami peningkatan. tahapan 1 adalah 72,38 % meningkat
Dengan demikian hasil tersebut lebih baik menjadi 83,88 %. Dengan demikian
daripada hasil pada siklus atau tahapan 1 peningkatan hasil belajar siswa dari siklus
dalam kegiatan belajar mengajar ini, guru atau tahapan 1 ke siklus atau tahapan 2
lebih cermat melaksanakan pembela-jaran adalah 11,5 %.
kepada siswa dalam pengembangan
paragraf. Pada siklus atau tahapan 1 SIMPULAN
terdapat beberapa kendala yang dialami Berdasarkan hasil penelitian yang
guru, yaitu : (1) proses pembelajaran belum telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
efektif sebagaimana yang diharapkan; dan bahwa dengan penerapan metode
(2) hasil evaluasi baru memperoleh 62, 5 % kooperatif jigsaw oleh guru bahasa
siswa yang tuntas, yang seharusnya >85 Indonesia di Kelas VIII SMP Negeri 3
%. Limboto Barat Kabupaten Gorontalo
Untuk mengatasi hal tersebut, guru Provinsi Gorontalo dinilai telah berhasil
telah berupaya melakukan langkah-langkah meningkatkan kemampuan siswa dalam
berikut: (a) Guru lebih memperjelas pembelajaran pengembangan paragraf.
langkah-langkah pengembangan paragraf Dengan demikian kompetensi guru
yang menjadi tugas siswa yang meliputi menerapkan metode kooperatif jigsaw
tahap pramenulis, pengedrafan, perbaikan dalam pembelajaran pengembangan
dan penyuntingan; (b) Guru lebih paragraf mengalami peningkatan, dan (b)
memfokuskan pada jenis kesalahan yang metode kooperatif model Jigsaw diyakini
dibuat oleh siswa sebelumnya untuk dapat juga diterapkan di sekolah lain dan di
diperbaiki; (c) Dalam pelaksanaan KBM jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi.
guru berusaha men-ciptakan kondisi belajar
yang kondusif, dan (d) Mengoptimalkan
proses belajar mengajar dengan

414 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


DAFTAR PUSTAKA Nurchasanah, 1993. Keterampilan Menulis
Akhadiah, S.dkk.1989. Pembinaan dan Pengajarannya. Malang :
Kemampuan Menulis Bahasa Depdiknas
Indonesia. Jakarta : Erlangga Sampurno,Adi.2003. Menulis.Jakarta :
-------------------- 1996. Menulis. Jakarta : Depdiknas
Depdikbud Semi,Atar, 1990. Menulis Efektif. Padang :
Dedpdiknas, 2003. : Kurikulum Bahasa Angkasaraya
Indonesia. Jakarta : Depdikbud Suparno dan Moh. Yunus. (2008).
Hastuti, Sri, 1996. Strategi Belajar Keterampilan Dasar menulis.
Mengajar Bahasa Indonesia: Jakarta : Universitas terbuka.
Depdikbud Syafi’ie, Imam. 1997. Pendekatan
Ibrahim, Muslim dkk. 2000. Pembelajaran Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Kooperatif. Surabaya: University Jakarta : Depdikbud.
Press. Tarigan,Dj., 1981. Membina Keterampilan
Idra Ardiana, Leo, dkk. 2002. Menulis. Menulis Paragraf dan
Jakarta : Depdiknas Pengembangannya. Bandung :
-------------------- 2002. Metode Angkasa
Pembelajaran. Jakarta : Depdiknas ------------------- 1981. Teknik Pengajaran
Marahimin, Ismail. 2005. Menulis Secara Keterampilan Berbahasa. Bandung
Populer. Jakarta : Pustaka Jaya. : Angkasa

Volume 8 Nomor 3 September 2017 415


416 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN INDUSTRI SAGU AL-
HIDAYAH DI KELURAHAN KINTOM KECAMATAN KINTOM KABUPATEN
BANGGAI

Ruslan A . Zaenuddin, Sasmita Sahala

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh
dari masing-masing lembaga pemasaran pada Industri Sagu Al-Hidayah Kelurahan
Kintom Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai serta untuk mengetahui besar
Margin pemasaran yang diperoleh pada Industri Al-Hidayah. Penelitian ini telah
dilaksanakan pada Usaha Kecil Menengah (UKM) Al-Hidayah. Penelitian dilakukan
mulai dari bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini sebanyak 14 orang yang terdiri dari Pimpinan UKM Al-Hidayah
1 orang, pedagang Pengumpul sebanyak 3 orang, pedagang pengecer sebanyak
14 orang, atas dasar pertimbangan sampel dapat mewakili hasil penelitian
digunakan teknik sampling insidential dengan melihat jumlah sampel yang relatif
sedikit. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Data Primer dan
data sekunder. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Analisis Deskriftif kualitatif merupakan upaya penelusuran dan
pengungkapan informasi tentang margin pemasaran yang terkandung dalam data
dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana yang pada
akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran sedangkan
Analisis Kuantitatif berupa rumus biaya pemasaran dan margin pemasaran. Dari
hasil penelitian diperoleh besarnya keuntungan yang diperoleh dari masing-masing
lembaga pemasaran pada industri Sagu Al-Hidayah yaitu Produsen atau pemilik
Saha Sagu AL-hidayah memperoleh pendapatan sebesar Rp.21.783.579/bulan.
pendapatan yang diperoleh dari pedagang pengumpul dari hasil produksi sagu Al-
Hidayah sebesar Rp.2.500.000,- serta pendapatan yang diperoleh dari pengecer
hasil produksi sagu Al-Hidayah sebesar Rp.5.200.000. Margin pemasaran pada
masing-masing lembaga diperoleh pengecer sebesar Rp 8000/Kg,- sedangkan
pedagang pengumpul memiliki margin pemasaran dari penjualan hasil produksi
sagu sebesar Rp 300/Kg.
Kata Kunci: Pendapatan ,Margin Pemasaran, Industri sagu

PENDAHULUAN Aspek Pemasaran merupakan salah


Perkembangan teknologi dan ilmu satu ujung tombak satu usaha bisnis,
Pengetahuan yang semakin cepat artinya pemasaran merupakan salah satu
menuntut setiap orang untuk mampu kegiatan penting yang mempengaruhi
mengikuti Perkembangan yang terjadi. kehidupan suatu usaha. Bila suatu usaha
Dunia Industri tengah menghadapi bisnis yang berkaitan dengan usaha
persoalan overcapity terhadap permintaan menjual barang atau jasa mengalami
pasar yang semakin menurun yang hambatan dalam pemasarannya berarti
berakibat mnculnya persoalan tentang modal usaha yang ditanamkan pada
bagaimana menciptakan permintaan kegiatan usaha tersebut akan sulit untuk
diantara konsumen yang sudah sangat kembali. Pada sisi lain biaya sebagai modal
terdeferensiasi, jadi bukan lagi pada usaha harus tetap dikeluarkan, sehingga
persoalan suplay overcapity ini yang dalam keadaan ini pendapatan
mendorong mnculnya pesaingan diantara perusahaanpun akan lebih kecil dari
pelaksana bisnis dalam memasarkan pengeluarannya, akhir dari gagalnya
produknya. Didalam menghadapi kondisi penjualan suatu produk perusahaan dan
persaingan yang terjadi peranan usaha kecil menengah (UKM) adalah
pemasaran merupakan hal yang sangat berakhirnya kelangsungan hidup
penting bagi perusahaan-perusahaan besar perusahaan (Khalifah, 2011).
maupun Usaha Kecil Menengah (UKM) Untuk dapat mewujudkan tujuan
dalam kelangsungan hidup usahanya suatu usaha bisnis dalam perusahaan atau
(Marius, 1999). Usaha kecil menengah (UKM) diperlukan
serangkaian program yang didukung

Volume 8 Nomor 3 September 2017 417


dengan perencanaan yang matang serta lima Tahun terakhir di Kabupaten Banggai
pengawasan yang maksimal terhadap bahwa produksi dan produktivitas tanaman
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh sagu awalnya sebesar 159 ton atau 0,44
pelaku usaha. Dalam hal ini perusahaan ton/ha mengalami peningkatan pada 2011.
maupun usaha kecil menengah (UKM). Pada tahun 2011 produktivitas sagu tidak
Rencana yang disusun memberi arah mengalami peningkatan sampai tahun
terhadap kegiatan yang akan dijalankan 2012, yaitu172 ton atau 0,29 tetapi
untk pencapaian tujuan yang dilakukan mengalami penurunan terjadi di tahun
pelaku usaha bisnis (Khalifah, 2011). 2013 sampai dengan tahun 2014 jumlah
Peran pemasaran merupakan hal produksi dan produktivitasnya tidak
yang sangat penting dimana pelaku usaha mengalami perubahan yaitu menjadi 168
dituntut untuk mempu bersaing untuk ton atau 0,26 ton/ha. Luas lahan, produksi
kelangsungan usahanya, dengan adanya dan produktivitas sagu di Kabupaten
peralihan pasar dari pasar penjual ke pasar Banggai tahun 2014 khususnya Kecamatan
pembeli, penjual dapat menentukan harga Kintom yang merupakan salah satu
berdasarkan kepentingan atau dengan penghasil tanaman sagu dengan luas lahan
tujuan mau tidak mau harus dibeli oleh 167 ha memproduksi sagu sebanyak 40
konsumen Karena tidak ada produk lain ton, dan beberapa Kecamatan yang
dan peningkatan harganya jauh lebih besar memiliki tanaman sagu akan tetapi tidak
melebihi jumlah pemasaran. Pembeli dapat dapat memproduksi sagu, diantaranya yaitu
menentukan jenis produk yang ingin dibeli kecamatan Luwuk Timur, Luwuk Utara,
atau dikonsumsinya pada tingkat harga Luwuk Selatan, Toili Barat dan Bualemo.
berapa yang dapat dipilihnya dari produk UKM Al-hidayah merupan suatu unit
yang ditawarkan penjual, pembeli memilih usaha kecil menengah (UKM) yang berada
produk yang dianggap dapat memenuhi di Kelurahan Kintom Kecamatan Kintom,
kebutuhan dan keinginannya (Marius, dimana yang kegiatannya menghasilkan
1999). produksi jadi yang menggunakan teknologi
Tanaman perkebunan merupakan mekanisasi. Produk yang dihasilkan adalah
Komoditas tanaman perdagangan yang berbahan baku sagu yang memiliki
cukup strategis di Kabupaten Banggai, berbagai macam keunggulan antara lain:
karena tidak saja merupakan sumber kebersihannya terjamin, harga yan relatif
penghasilan devisa disektor pertanian, murah serta proses produksinya mudah.
tetapi lebih penting lagi adalah rangkaian Sagu yang dihasilkan oleh UKM Al-hidayah
kegiatan produksinya termasuk dapat diolah menjadi berbagai bentuk
pengusahaan dan pemasarannya dapat makan jadi maupun setengah jadi seperti
menciptakan lapangan kerja sehingga laksa, tepung bakso, bagea dan lain-lain.
dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Keberadaan Usaha Kecil Menengah
Tanaman Perkebunan yang ada di (UKM) Al-Hidayah dengan produk
Kabupaten Banggai didominasi oleh tiga utamanya adalah sagu sampai saat ini
komoditi yaitu kelapa sawit, kelapa, dan mendapat respon yang baik dari kalangan
kakao. Disamping tiga komoditi tersebut konsumen di Kelurahan Kintom dan
juga ditanam jenis-jenis tanaman sekitarnya, mengingat hampir sebagian
perkebunan lainnya seperti Jambu besar penduduk di Kecamatan Kintom
mente, kopi, vanili, pala, lada, sagu sangat menyukai Sagu. Hal ini dapat
yang sudah mulai diusahakan rakyat dilihat dari
secara kecil-kecilan dan tidak merata, permintaan terhadap produksi Sagu
meskipun demikian jika melihat dari luas sangat meningkat untuk tahun 2010
dan produksinya, umumnya tanaman produksi sagu sebanyak 35 Ton/tahun
tersebut mengalami peningkatan, menghasilkan penerimaan sebesar Rp
walaupun ada beberapa jenis tanaman 105.000.000/tahun, penerimaan ini
perkebunan mengalami penurunan baik berlanjut hingga sampai pada tahun 2014.
dari segi luas areal maupun produksinya Jumlah produksi sagu yang telah
(BPS, 2014). dihasilkan oleh UKM Al-Hidayah sebanyak
Sagu merupakan salah 120 ton/tahun dengan penerimaan yang
satuTanaman Perkebunan yang diproduksi diperoleh sebesar Rp 400.000.000/tahun.
oleh masyarakat di di Kabupaten Banggai Berdasarkan data tersebut penulis tertarik
Pada umumnya dan di Kelurahan Kintom untuk melakukan penelitian di perusahaan
Khususnya. perkembangan tanaman sagu tersebut dengan judul‖Analisis Margin

418 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Pemasaran Sagu pada Industri Al-Hidayah terkandung dalam data dan penyajian
di Kelurahan Kintom Kecamatan Kintom‖. hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas
dan sederhana yang pada akhirnya
METODE PENELITIAN mengarah pada keperluan adanya
Waktu dan Tempat Penelitian penjelasan dan penafsiran sedangkan
Penelitian ini dilaksanakan pada Analisis Kuantitatif berupa rumus sebagai
Usaha Kecil Menengah (UKM) Al-Hidayah berikut (Simamora, 2001):
Kelurahan Kintom Kecamatan Kintom
Penelitian dilakukan mulai dari bulan a. Biaya Pemasaran (B)
Agustus hingga bulan Oktober 2014. Pf
Teknik Pengambilan Sampel TB = ------------- X 100 %
Sampel dalam penelitian ini Pr
sebanyak 14 orang yang terdiri dari b. Margin Pemasaran
Pimpinan UKM Al-Hidayah 1 orang, M = Pr - Pf
pedagang Pengumpul sebanyak 3 orang, Dimana :
pedagang pengecer sebanyak 14 orang, M = Marjin Pemasaran
atas dasar pertimbangan sampel dapat Pr = Harga ditingkat pengecer
mewakili hasil penelitian digunakan teknik Pf = Harga ditingkat produsen
sampling insidential dengan melihat jumlah
sampel yang relatif sedikit. Teknik HASIL DAN PEMBAHASAN
insidential yaitu teknik penentuan sampel 1. Karakteristik Responden
secara kebetulan, yaitu siapa saja yang a. Karakteristik Produsen
secara kebetulan bertemu sengan peneliti Dari Hasil Penelitian yang
dapat digunakan sebagai sampel, bila dilakukan pada Industri Sagu Al-
dipandang orang tersebut cocok sebagai Hidayah Kelurahan Kintom, Ibu Farida
sumber data (Sugiarto, 2003). Djanun selaku Pemilik dan Pemimpin
Sumber Data dalam Industri Sagu Al-Hidayah
Ada 2 jenis data yang digunakan berumur 46 tahun dengan Tingkat
dalam penelitian ini yaitu (Haryanto, 2003): pendidikan terakhir yang pernah
a. Data Primer adalah data yang ditempuh adalah Sekolah Menengah
diperoleh dari objek penelitian yaitu Umum (SMA) dengan Jumlah
UKM Al-Hidayah Tanggungan sebanyak 2 orang .
b. Data Sekunder adalah data yang b. Karakteristik Pedagang Pengumpul
diperoleh dengan mengumpulkan data Dari Hasil penelitian yang telah
yang diperoleh dari pihak lain berupa dilakukan Industri Sagu Al-Hidayah
data dan informasi perusahaan, studi memiliki 3 orang pedangang
pustaka dari perpustakaan, majalah, Pengumpul, dimana 2 pedagang
surat kabar, internet, dan lembaga- pengumpul yaitu Bapak Idam dan Bapak
lembaga pemerintah yang mempunyai Mat adalah pedagang pengumpul lokal
hubungan dengan penelitian ini. atau pedagang yang mendistribusikan
Teknik Pengumpulan Data Hasil Produksi Sagu Al-Hidayah di
Teknik pengnpulan data yang Kecamatan Luwuk, sedangkan
digunakan dalam penelitian ini berupa data pedagang Pengumpul Ko’Evan
yang dikumpulkan secara langsung oleh mendistribusikan Sagu Al-Hidayah yang
peneliti dengan cara observasi secara diproduksi oleh Ibu Farida Djanun
langsung ke lokasi penelitian dalam hal ini hingga ke Perusahaan INDOFOOD
UKM Al-Hidayah, wawancara dengan cara yang ada di Luar Kabupaten Banggai.
tanya jawab dengan pimpinan, karyawan Umur dari pedagang pengumpul Sagu
serta konsumen Al-Hidayah dengan berkisar 38-42 Tahun dengan tingkat
bantuan alat berupa kuisioner yang pendidikan tertinggi yaitu Sekolah
berisikan beberapa pertanyaan yang Menengah Atas (SMA), dengan jumlah
berhubungan dengan penelitian ini. tanggungan berkisar 3-4 orang.
Analisis Data c. Karkteristik Pedagang Pengecer
Analisis yang digunakan yaitu Hasil penelitian yang dilakukan
analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. pada Industri Sagu Al-Hidayah di
Analisis Deskriftif kualitatif merupakan Kelurahan Kintom, diperoleh 10
upaya penelusuran dan pengungkapan responden pedagang pengecer Sagu,
informasi tentang margin pemasaran yang dimana pedagang pengecer ini

Volume 8 Nomor 3 September 2017 419


menjajakan hasil produksi sagu di terpisahkan dalam pasca produksi
Wilayah Kabupaten Banggai terutama di barang oleh suatu perusahaan atau
dekat lokasi penelitian serta ke Pasar industri (Irawan dan Wijaya, 2001).
Tradisional yang ada di Kabupaten Berdasarkan hasil observasi dan
Banggai. Dari Hasil Penelitian umur wawancara dengan responden di
responden berkisar antara 20 tahun Kelurahan Kintom Kecamatan Kintom,
hingga 60 tahun, dengan tingkat dalam memasarkan ada 3 macam
pendidikan tertinggi yaitu SMA dengan saluran pemasaran dari Industri Sagu
rata-rata jumlah tanggungan berkisar 1 Al-Hidayah sampai ke konsumen, sat
hingga 4 orang tanggungan. saluran satu, dua dan saluan tiga. Akan
Saluran Pemasaran Industri Sagu Al- tetapi yang paling efisien yang
Hidayah digunakan di Kelurahan intom yaitu
Proses penyaluran hasil produksi saluran Ketiga, dimana saluran tersebut
merupakan bagian yang tidak adalah:

Produsen Pengumpu Pengecer Konsumen


l
Gambar 2. Saluran pemasaran Sagu di Kelurahan Kintom (saluran ketiga)

Saluran pemasaran ini dilakukan sagu yang dihasilkan oleh produsen sangat
oleh responden yang ada di Kelurahan besar sehingga menjadi alasan pengumpul
Kintom Kecamatan Kintom Kabupaten melakukan pemasaran sagu ke pengecer
Banggai. Hal ini karena pedagang juga mempermudah produsen dalam
pengumpul langsung datang ke rumah mendistribusikan produksi sagunya.
Produsen membeli sagu untuk dijual ke Saluran pemasaran ini dapat dilihat pada
pedagang pengecer. Disamping itu jumlah tabel berikut.

Tabel 1. Lembaga Pemasaran Sagu AL-Hidayah di Kelurahan Kintom Kecamatan


Kintom Kabupaten Banggai, 2015.
No Lembaga Pemasaran Responden Persentase (%)
1 Pedagang pengumpul 3 23,08
2 Pedagang Pengecer 10 76,92

Jumlah 13 100,00
Sumber: data primer setelah diolah, 2015.

Analisis Pendapatan Pemasaran Industri produksi juga ditentukan oleh harga yang
Sagu Al-Hidayah diterima petani dimana pendapatan (π)
Adiwilaga (1994) mengemukakan yang diperoleh dari hasil selisih antara
bahwa ukuran yang digunakan untuk Total Penerimaan (TR) dengan Total Biaya
menetapkan seberapa besar pendapatan (TC).
bersih yang diterima petani adalah selisih a. Analisis Pendapatan Produsen Sagu Al-
antara penerimaan dengan jumlah Hidayah
pengeluaran baik yang berbentuk tunai Dari hasil Penelitian di Industri Sagu
maupun dalam bentuk faktor produksi. Al-Hidayah, pendapatan yang diperoleh
Selanjutnya, pendapatan bersih yang Produsen sagu dapat dilihat pada tabel
diterima petani ditentukan oleh jumlah berikut.

Tabel 2. Rekapitulasi Penerimaan dan Pendapatan Produsen Sagu Al-Hidayah di


Kelurahan Kintom Kecamatan Kintom, 2014.
No Uraian Jumlah/Bulan
1 Total Biaya/TC (a +b) 20.716.421
a Biaya Tetap (FC) 566.421
b Biaya Variabel (VC) 20.150.000
2 Penerimaan/TR (a xb) 42.500.000

420 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


a Produksi (Q) (Kg) 25.000
b Harga (P) (Rp/Kg) 1.700
3 Pendapatan (TR -TC) 21.783.579
4 R/C Ratio (TR/TC) 2,05
Sumber: data primer setelah diolah, 2014.

Pada tabel diatas terlihat bahwa sangat besar maka Industri Sagu Al-
biaya yang dikeluarkan oleh produsen Hidayah ini layak untuk diusahakan dengan
sebagai pemilik Industri Sagu Al-Hidayah nilai kelayakan 2,05.
sebesar Rp 20.716.421/bulan dengan Total b. Analisis Pendapatan Pedagang
penerimaan atas hasil pemasaran sagu Pengumpul
sebesar Rp 42.500.000/Bulan, sehingga Dari hasil Penelitian di Industri Sagu
keuntungan yang diperoleh produsen Al-Hidayah , pendapatan pedagang
sebesar Rp 21.783.579/bulan. Dengan pengumpul terlihat pada tabel 3 dibawah
melihat jumlah yang diterima produsen ini.

Tabel 3. Rata-rata Penerimaan dan Pendapatan Pedagang Pengumpul pada Industri Sagu Al-
Hidayah di Kelurahan Kintom Kecamatan Kintom, 2014.

No Uraian Jumlah/Bulan

1 Total Biaya/TC (Pengeluaran) 14.166.667


2 Penerimaan/TR (a xb) 16.666.667
A Sagu (Q) (Kg) 8.333
B Harga (P) (Rp/Kg) 2000
3 Pendapatan (TR -TC) 2.500.000
4 R/C Ratio (TR/TC) 1,18
Sumber: data primer setelah diolah, 2014.

Tabel diatas terlihat bahwa rata- sebesar 1,18 mengartikan bahwa usaha
rata pendapatan yang diperoleh dari sagu layak untuk diusahakan.
pedagang pengumpul dari hasil produksi
sagu Al-Hidayah sebesar Rp.2.500.000,- 4. Analisis Pendapatan Pedagang
yang diperoleh dari hasil penjualan sagu Pengecer
sebesar Rp.16.666.667,- dikurangi dengan Dari hasil Penelitian di Industri
biaya yang dikeluarkan untuk membeli hasil Sagu Al-Hidayah, pendapatan pedagang
produksi sagu sebesar Rp.14.166.667,-. pengecer dapat dilihat pada tabel 8
Selain itu dengan melihat nilai R/C Ratio dibawah ini.

Tabel 4. Rata-rata Penerimaan dan Pendapatan Pedagang pengecer pada Industri Sagu Al-
Hidayah di Kelurahan Kintom, 2014.

No Uraian Jumlah/Bulan

1 Total Biaya/TC (Pengeluaran) 1.300.000

2 Penerimaan/TR (a xb) 6.500.000

A Sagu (Q) (Kg) 6500

B Harga (P) (Rp/Kg) 10.000


3 Pendapatan (TR -TC) 5.200.000
4 R/C ratio (TR/TC) 5,00
Sumber: data primer setelah diolah, 2014.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 421


Tabel diatas terlihat bahwa rata- Margin Pemasaran (M) dapat
rata pendapatan yang diperoleh dari diformulasikan sebagai berikut
pengecer hasil produksi sagu Al-Hidayah .
sebesar Rp.5.200.000,- yang diperoleh dari Pf
hasil penjualan sagu sebesar Rp. TB = ------------- X 100 %
6.500.000,- dikurangi dengan biaya yang Pr
dikeluarkan untuk membeli hasil produksi
sagu sebesa Rp.1.300.000,-. Selain itu Dengan menggunakan rumus
usaha penjualan sagu layak untuk diatas dalam menentukan biaya pemasaran
dilakukan dengan nilai R/C ratio sebesar atau persentase harga jual produsen
5,00. terhadap harga di pedagang pengumpul
5. Analisis Pemasaran dan Margin maupun pengecer yang diperoleh dari hasil
Pemasaran Industri Sagu Al-Hidayah penelitian pada Industri Sagu Al-Hidayah
Biaya pemasaran adalah biaya- pada masing-masing lembaga saluran
biaya dalam penetapan harga yang terlihat pada tabel berikut.
dikeluarkan dalam pergerakan barang dari Tabel 5. Biaya Pemasaran pada setiap
tangan produsen sampai konsumen akhir lembaga pemasaran pada Industri Sagu Al-
atau setiap harga yang dikeluarkan untuk Hidayah di Kelurahan Kintom Kecamatan
keperluan pemasaran (Rasyaf, 1995). Kintom, 2015.
Besar kecilnya biaya pemasaran dan
margin pemasaran berbeda untuk masing
masing lembaga pemasaran yang
bersangkutan. Biaya Pemasaran (TB) dan

NO Uraian Lembaga Harga (Rp/Kg) TB (%)


1 Produsen 1.700 -
2 Pengumpul 2.000 80
3 Pengecer 10.000 20
Sumber: data primer setelah diolah, 2014

Selain menentukan besaran persentase Pf = Harga ditingkat produsen


harga biaya pemasaran dilanjutkan dengan
hasil selisih harga yang diterima konsumen Dari hasil penelitian diperoleh besarnya
dengan harga yang ada pada tingkat Margin pemasaran yang dikeluarkan oleh
produsen Industri Sagu Al-Hidayah di masing-masing lembaga pada Industri
Kelurahan kintom (margin pemasaran) Sagu Al-Hidayah di Kelurahan Kintom
dengan menggunakan rumus Margin dapat dilihat pada tabel berikut.
Pemasaran (M) sebagai berikut.
M = Pr - Pf Tebel 6. Margin pemasaran pada setiap
Dimana : Lembaga pada Industri Sagu Al-Hidayah
M = Marjin Pemasaran Kelurahan Kintom Kecamatan Kintom
Pr = Harga ditingkat Kabupaten Banggai, 2014.
pengecer

No Lembaga Harga Beli Harga Jual Margin


(Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp)
1 Produsen - 1.700 -
2 Pengumpul 1.700 2.000 300
3 Pengecer 2.000 10.000 8.000
Sumber: data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan hasil perhitungan pemasaran dari penjualan hasil produksi


margin pemasaran pada tabel diatas sagu sebesar Rp 300/Kg. Berdasarkan
terlihat bahwa margin pemasaran terbesar hasil tersebut terlihat bahwa lembaga yang
terlihat pada pengecer dengan besaran paling efisien adalah pedagang pengecer
margin Rp 8000/Kg,- sedangkan pedagang dibandingkan pedagang pengumpul.
pengumpul hanya memiliki margin

422 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


SIMPULAN Haryanto, 2003, Metode Pengumpulan
Berdasarkan hasil penelitan yang Data.
telah dilakukan pada Industri Sagu Al- http://belajarpsikologi.com/metode-
Hidayah di Kelurahan Kintom Kecamatan pengumpulan-data/. (diakses pada
Kintom dapat ditarik kesimpulan sebagai tanggal 25 Juli 2015)
berikut: Irawan dan Wijaya, 2001. Saluran
a. Besarnya keuntungan yang diperoleh Pemasaran. Edisi pertama.
dari masing-masing lembaga BPFE.Yogyakarta
pemasaran pada industri Sagu Al- Kamaluddin., 2009. Biaya dan Jenis-Jenis
Hidayah yaitu Produsen atau pemilik Pemasaran.
Saha Sagu AL-hidayah memperoleh http://www.deptan.go.id (diakses
pendapatan sebesar Rp tanggal 18 Juni 2015)
21.783.579/bulan. pendapatan yang Khalifah, 2011. Usaha Kecil Menengah.
diperoleh dari pedagang pengumpul http://khalifahpreschool.org/pengertia
dari hasil produksi sagu Al-Hidayah n-usaha-kecil.html. (diakses pada
sebesar Rp.2.500.000,- serta tanggal 25 Juli 2015)
pendapatan yang diperoleh dari Marius P. Angipora, 1999, Dasar-Dasar
pengecer hasil produksi sagu Al- Pemasaran, Cetakan Pertama Raja
Hidayah sebesar Rp.5.200.000,- Grafindo Persada, Jakarta.
b. Margin pemasaran pada masing- Philip Kotler, 1986. Manajemen
masing lembaga diperoleh pengecer Pemasaran. Penerbit Erlangga,
sebesar Rp 8000/Kg,- sedangkan Jakarta.
pedagang pengumpul memiliki margin Philip Kotler, 2006. Saluran Pemasaran
pemasaran dari penjualan hasil (http://resum.wordpress.com/2010/12
produksi sagu sebesar Rp 300/Kg. /28/definisi-saluran-pemasaran).
Dari hasil penelitian saran-saran (Diakses tanggal 12 Januari 2013).
yang dapat diambil adalah sebagai berikut Philip Kotler, 2007. Manajemen Pemasaran
dalam rangka meningkatkan akses para ,Edisi 12. Penerbit Erlangga,
pengusaha dalam hal pemasaran hasil Jakarta.
sagu terhadap kelembagaan pemasaran Ramadhan, W., 2009. Analisis Margin
diperlukan adanya penguatan kelembagaan Pemasaran Sapi Potong di
kelompok yang mampu merencanakan Kecamatan Singosari Kabupaten
produksi secara kontinyu dan pada Malang Provinsi Jawa Timur.
gilirannya akan meningkatkan pendapatan http://www.deptan.go.id. (diakses
lembaga lembaga pemasaran. tanggal 10 juli 2015)
Rasyaf. M, 1995. memasarkan Hasil Sagu.
DAFTAR PUSTAKA Penebar Swadaya.Jakarta.
Abdulsidik.http://.blogspot.com/2012/02/defi Stanton, 1986. Pemasaran Pertanian.
nisi-agribisnis.htmlwww. (diakses Universitas Muhammadiyah, Malang.
pada tanggal 10 Juli 2015). Tambunan Tulus, 2010, Perekonomian
BPS Kabupaten Banggai, 2014. Kabupaten Indonesia.Penerbit Ghalia Indonesia,
Banggai dalam Angka. Jakarta.
Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Umar Husein, 2003. Metode Penelitian
Pertanian. Bumi aksara, Jakarta. untuk skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi
Fandy Tjiptono, 2004, Pemasaran Jasa, 5 PT. Raja grafindo, Jakarta.
Bayu Media Malang. William J, Stanton, 1986. Prinsip
Flace, M dan Rumawas F, 1996, Budidaya Pemasaran, Edisi Ketujuh,Jilid
Tanaman Sagu. http://Flace Kedua, Erlangga, Jakarta.
Rumawas.com/metode-pengolahan-
sagu/. (diakses tanggal 25 Juli 2015).

Volume 8 Nomor 3 September 2017 423


424 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn
MELALUI PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

Mardia Tomayahu

Abstrak
Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelompok tersebut
seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan
perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang
diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar
kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran
cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang
terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson
& Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual,
interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Penelitian ini
menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Setiap
putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan,
refleksi, dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas IV SDN No. 53
Dumbo Raya. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi
kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis data diperoleh bahwa prestasi belajar
siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II Simpulan dari penelitian
ini adalah model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat berpengaruh positif
terhadap prestasi belajar Siswa IV SDN No. 53 Dumbo Raya, serta model
pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative yang dapat
digunakan dalam pembelajaran PKn

Kata Kunci: pembelajaran PKn, model pembelajaran kooperatif Tipe STAD

Pendahuluan cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga


Pendidikan mempunyai peranan negara yang demokratis serta bertanggung
yang sangat penting dalam menentukan jawab. Seiring dengan perkembangan ilmu
bagi perkembangan dan pembangunan pengetahuan dan teknologi paradigma
bangsa dan negara. Kemajuan suatu pembelajaran di sekolah banyak
bangsa bergantung pada bagaimana mengalami perubahan, terutama dalam
bangsa tersebut mengenali, menghargai pelaksanaan proses pembelajaran dari
dan memanfaatkan sumber daya manusia yang bersifat behavioristik menjadi kontruk-
dalam hal ini berkaitan erat dengan kualitas tifistik, dari berpusat pada guru (teacher
pendidikan yang diberikan kepada anggota centered) menuju berpusat pada siswa
masyarakat terutama kepada peserta didik. (student centered). Konstruktivisme
Pendidikan merupakan salah satu mengajarkan bahwa belajar adalah
sektor penting penentu keberhasilan membangun pemahaman atau
pembangunan nasional, baik dalam upaya pengetahuan (constructing understanding
meningkatkan kualitas sumber daya or knowledge), yang dilakukan dengan cara
manusia dalam hal ilmu pengetahuan dan mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas
teknologi yang dilakukan dalam yang baru dengan pengetahuan yang telah
mewujudkan cita-cita pembangunan ada dan sudah pernah dipelajari.
nasional sebagaimana yang tercantum Konsekuensi dari konsep belajar seperti itu
dalam UU Sisdiknas Bab II pasal 3 yang adalah siswa dengan sungguh-sungguh
berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi membangun konsep pribadi (mind concept)
mengembangkan kemampuan dan dalam sudut pandangan belajar bermakna
membentuk watak serta peradaban bangsa dan bukan sekedar hafalan atau tiruan.
yang bermartabat dalam rangka Peranan guru tidak semata-mata hanya
mencerdaskan kehidupan bangsa, memberikan ceramah yang sifatnya
bertujuan untuk berkembangnya potensi teksbook (book oriented) kepada siswa,
peserta didik agar menjadi manusia yang melainkan guru harus mampu memberi
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang stimulus/memotivasi siswa agar mampu
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, membangun pengetahuan dalam

Volume 8 Nomor 3 September 2017 425


pikirannya. Cara yang dapat dilakukan oleh menutup kemungkinan menyebabkan
guru adalah dengan membangun jaring- interaksi belajar mengajar yang lebih
jaring komunikasi dan interaksi belajar yang melemahkan motivasi belajar siswa.
bermakna melalui pemberian informasi Motivasi belajar tidak akan
yang sangat bermakna dan relevan dengan terbangun apabila siswa masih merasa
kebutuhan siswa. Upaya guru tersebut kesulitan dalam menerima pelajaran PKn
dilakukan dengan cara memberi yang dianggap sebagai pelajaran yang
kesempatan kepada siswa untuk membosankan. Sehingga jangan
menemukan atau menerapkan sendiri ide- disalahkan apabila disetiap jam pelajaran
ide dan mengajak siswa untuk belajar PKn siswa cenderung merasa enggan dan
menggunakan strategi-strategi mereka malas. Untuk mengantisipasi hal tersebut
sendiri. Hal tersebut selaras dengan perlu ada solusi dalam penyampaian mata
pendapat Gardner bahwa setiap anak pelajaran PKn dengan menggunakan
secara potensial pasti berbakat tetapi ia berbagai cara yang menarik yang ada
mewujud dengan cara yang berbeda-beda. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Implementasinya adalah setiap manusia Pembelajaran PKn haruslah lebih
memiliki gaya belajar yang unik, dan setiap berkembang, tidak hanya terfokus pada
manusia memiliki kekuatan sendiri dalam kebiasaan dengan strategi atau urutan
belajar. Dengan demikian peranan guru penyajian sebagai berikut: diajarkan
hanya terbatas pada pemberian stimulus definisi, diberikan contoh-contoh dan
kepada siswa agar ia dapat mencapai diberikan latihan soal. Hal ini sangat
tingkat tertinggi, namun harus diupayakan memungkinkan siswa mengalami kesulitan
siswa sendiri yang mencapai tingkatan dalam menerima konsep yang tidak
tertinggi itu dengan cara dan gayanya. berasosiasi dengan pengalaman
Terdapat anggapan umum bahwa sebelumnya. Memperhatikan uraian
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tersebut, keadaan yang sama dialami juga
merupakan mata pelajaran yang mudah oleh siswa kelas IV SDN No. 53 Dumbo
sehingga tidak perlu dirisaukan Raya, siswa masih merasa kesulitan, takut
kesanggupan siswa untuk menguasainya. dan kurang berani bertanya terhadap hal-
Namun kenyataannya tidak semua siswa hal yang belum dipahami, sementara itu
menunjukkan hasil belajar yang peneliti kurang melibatkan siswa dalam
memuaskan, dan belum mampu pembelajaran. Keadaan ini jika dibiarkan
membangun sikap demokratis siswa dan maka nilai pelajaran PKn akan semakin
berbagai sikap positif seorang warga menurun dan gagal dalam memperoleh
negara. Berdasarkan hasil observasi pra nilai ketuntasan minimal yang telah
penelitian tindakan kelas diperoleh ditentukan. Untuk mengatasi masalah
informasi bahwa pembelajaran PKn di kelas tersebut seorang guru harus mampu
IV SDN No. 53 Dumbo Raya menunjukkan memberikan motivasi terhadap siswa
kurangnya partisipasi siswa dalam belajar melalui pengelolaan kelas yang menarik
sehingga mutu hasil belajar kurang baik. dan melibatkan siswa dalam menemukan
Gambaran tersebut menunjukkan adanya konsep.
kesenjangan antara kondisi aktual yang Dalam pembelajaran guru tidak
dihadapi di kelas dengan kondisi optimal menggunakan alat bantu pembelajaran. Hal
yang diharapkan. Sehingganya tugas guru inilah yang diduga menyebabkan lemahnya
yang utama adalah mengajar, yaitu siswa dalam memahami konsep-konsep
menyampaikan atau mentransfer ilmu dasar PKn, hal ini bisa dilihat dari hasil
kepada anak didiknya. Oleh karena itu belajar yang rendah. Pengalaman peneliti
seorang guru dituntut untuk menguasai sebagai guru PKn di SDN No. 53 Dumbo
semua bidang studi. Namun hasil Raya sebelum melaksanakan pembelajaran
perolehan nilai beberapa mata pelajaran sudah berusaha maksimal , mulai dari
dalam kenyataannya masih ada yang persiapan RPP, media hingga strategi
belum memenuhi standar, tidak terkecuali pembelajaran dan pengelolaan kelas.
untuk mata pelajaran PKn. Berdasarkan Namun disisi lain peneliti sebagai guru
pengalaman peneliti hal ini disebabkan memang masih cenderung menggunakan
oleh, teknik mengajar yang masih relatif metode mengajar yang monoton yaitu
monoton. Sejauh ini pembelajaran PKn di metode ceramah, kondisi ini ternyata
kelas mayoritas masih dilaksanakan membuat siswa menjadi bosan, jemu dan
dengan metode ceramah. Hal ini tidak tidak tertarik untuk belajar. Guru kurang

426 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


mampu mengelola kelas dengan baik,  Memotivasi guru mengembangkan
sehingga banyak diantara siswa yang acuh pengetahuan dan keterampilan.
tak acuh terhadap pembelajaran yang  Membantu guru mengembangkan
sedang dilakukan oleh guru bahkan kreatifitasnya dalam menerapkan
sebagian diantaranya lebih sering inovasi pembelajaran.
mengerjakan tugas lain. 2. Siswa
Berdasarkan permasalahan yang telah  Meningkatkan kemampuan dan minat
diuraikan di atas maka peneliti mengangkat siswa dalam pembelajaran Pendidikan
judul penelitian ―Meningkatkan Hasil Belajar Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas  Mengembangkan daya nalarnya secara
IV SDN No. 53 Dumbo Raya Tahun bebas sesuai dengan tingkat
Pelajaran 2014/2015 Melalui Penerapan pengalaman dan pengetahuannya.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 3. Sekolah
―.  Membantu sekolah untuk
Berdasarkan latar belakang meningkatkan mutu pendidikan.
masalah di atas, maka dapat  Merupakan sumbangan positif dan
diidentifikasi masalah sebagai berikut: bahan masulkan untuk kemajuan
1. Latar belakang kehidupan yang berbeda sekolah.
seperti lingkungan keluarga, keturunan,
agama, suku, adat budaya, derajat, Metode
kaya dan miskin sehingga menciptakan Penelitian tindakan kelas ini
suasana belajar yang tidak harmonis dilaksanakan di lingkungan kerja SDN
2. Terbentuknya kelompok-kelompok yang No. 53 Dumbo Raya untuk mata pelajaran
tidak heterogen dan hanya berdasarkan Pendidikan Kewarganegaraan. Peneliti
keinginan masing-masing siswa dalam memilih SDN No. 53 Dumbo Raya sebagai
memilih teman yang statusnya dalam tempat pelaksanaan penelitian karena
golongan yang setara. sekolah ini merupakan satuan kerja tempat
3. Tingkat kemampuan siswa yang pandai bertugas sehari-hari yang bertujuan untuk
dan kurang pandai mengakibatkan meningkatkan proses pembelajaran mata
timbulnya sikap egois dan tinggi hati pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
sehingga sulit untuk membangun kerja sehingga pencapaian dan peningkatan
sama dalam tim/kelompok. hasil belajar siswa dapat terpenuhi.
Merujuk pada uraian latar Pelaksanaan penelitian ini
belakang di atas dapat dirumuskan dilakukan mulai bulan Januari hingga April
masalah sebagai berikut: Apakah 2015. Mengingat pelaksanaan penelitian
dengan menerapkan model tindakan kelas membutuhkan waktu yang
pembelajaran kooperatif Student cukup lama dan melalui beberapa siklus
Teams-Achievement Division (STAD) proses belajar mengajar yang efektif di
hasil belajar Pendidikan kelas maka persiapannya dilakukan pada
Kewarganegaraan pada siswa kelas IV awal bulan januari 2015, dengan mengacu
SDN No. 53 Dumbo Raya Tahun pada kalender akademik sekolah.
Pelajaran 2014/2015 dapat meningkat? Pelaksanaan penelitian tindakan
Berdasarkan rumusan masalah kelas ini dibagi menjadi 2 siklus, yang
di atas, maka tujuan dilaksanakannya dimaksudkan untuk melihat peningkatan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
sejauh mana model pembelajaran mengikuti pembelajaran Pendidikan
kooperatif Student Teams-Achievement Kewarganegaraan
Division (STAD) dapat meningkatkan Sebagai subjek dalam penelitian ini
hasil belajar Pendidikan adalah kelas IV tahun pelajaran 2014/2015
Kewarganegaraan pada siswa kelas IV berjumlah 10 orang siswa, yang terdiri dari
SDN No. 53 Dumbo RayaTahun 7 orang siswa laki-laki dan 3 orang siswa
Pelajaran 2014/2015 perempuan.
Setelah penelitian ini dilakukan diharapkan Sumber data yang digunakan
dapat bermanfaat bagi : dalam penelitian ini diambil dari siswa kelas
1. Guru IV, berupa data tentang hasil belajar dan
 Mendorong guru menggunakan model aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
pembelajaran yang bervariasi dalam Teknik pengumpulan data dalam
melaksanakan pembelajaran. penelitian ini adalah tes, observasi,

Volume 8 Nomor 3 September 2017 427


wawancara Alat yang digunakan berupa rencana pembelajaran yang
sebagai pengumpul data dalam memuat kompetensi dasar yang diajarkan,
Penelitian Tindakan Kelas ini meliputi : lembar observasi dan test hasil belajar
 Tes : menggunakan butir-butir dipersiapkan pada awal penelitian.
soal/instrumen soal untuk mengukur Berkaitan dengan masalah penelitian ini
hasil belajar siswa sudah dirumuskan rencana tindakan yang
 Observasi : menggunakan lembar dilaksanakan untuk memecahkan masalah
observasi untuk mengukur tingkat dalam penelitian. Rencana tindakan
partisipasi siswa dalam proses belajar disusun untuk menguji hipotesis yang
mengajar Pendidikan Kewarganegaraan diajukan. Apakah tindakan yang dilakukan
Wawancara : menggunakan relevan dan sinkron dengan akar
panduan wawancara untuk mengetahui permasalahan yang ada.
pendapat atau sikap siswa tentang model Dalam upaya meningkatkan hasil
pembelajaran kooperatif Student Teams- belajar siswa pada pembelajaran
Achievement Division (STAD) Pendidikan Kewarganegaraan melalui
Dalam penelitian ini kegiatan penerapan model pembelajaran Student
observasi dianalisis secara deskriptif dan Teams-Achievement Division (STAD),
komparatif, hasil observasi yang telah maka pemantauannya dilakukan dengan
dilakukan diolah dan dianalisis secara menggunakan instrumen lembar observasi
deskriptif komperatif yaitu dengan aktivitas siswa selama dalam proses belajar
membandingkan nilai antarsiklus maupun mengajar sebagaimana uraian di bawah ini
indikator dalam penelitian, observasi :
dengan analisis deskriptif berdasarkan hasil Tingkat keberhasilan peningkatan aktivitas
observasi dan refleksi setiap siklus siswa dalam penelitian ini dapat dilihat
Adapun indikator kinerja yang melalui pengamatan yang dilakukan pada
dapat dilihat dalam penelitian tindakan pelaksanaan tindakan pada siklus 1 dengan
kelas ini bukan hanya semata-mata siswa menggunakan lembar observasi yang
melainkan juga guru, karena guru menyangkut aspek kemampuan aktivitas
merupakan fasilitator yang memiliki belajar siswa yang harus dicapai seperti :
pengaruh terhadap kinerja siswa ; a. Mengajukan pertanyaan
Indikator kinerja pada siswa yaitu : Tes , b. Menjawab pertanyaan siswa maupun
rata-rata nilai ulangan harian , Observasi : guru
keaktifan siswa dalam proses belajar c. Memberi saran
mengajar Pendidikan Kewarganegaraan d. Mengemukakan pendapat
Indikator kinerja pada guru, yaitu : e. Menyelesaikan tugas kelompok
Dokumentasi, berupa daftar kehadiran f. Mempresentasikan hasil kerja
siswa , Observasi, hasil observasi. kelompok
sebagaimana yang tertuang dalam tabel di
Hasil dan Pembahasan bawah ini :
Berbagai instrumen dan media
pendukung pembelajaran yang digunakan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus 1
NO AKTIVITAS YANG DIAMATI JUMLAHSI PERSENTASE
SWA (%)

1. Mengajukan pertanyaan 2 Orang 20

2. Menjawab pertanyaan siswa maupun guru 4 Orang 40

3. Memberi saran 1 Orang 10

4. Mengemukakan pendapat 2 Orang 20

5. Menyelesaikan tugas kelompok 2 Orang 20

6. Mempresentasikan hasil kerja kelompok 2 Orang 20

428 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa disebabkan karena guru dan siswa belum
pada pelaksanaan tindakan siklus satu terbiasa menggunakan model
motivasi siswa masih cukup rendah dimana pembelajaran ini oleh karenanya apa yang
hanya ada 2 orang siswa (20 % ) yang diharapkan belum terwujud pada
mengajukan pertanyaan, untuk aspek pelaksanaan tindakan siklus satu ini.
menjawab pertanyaan siswa maupun guru Dari tabel di atas dapat dilihat
ada 4 orang siswa ( 40 % ), aspek bahwa pada pelaksanaan tindakan siklus
memberi saran ada 1 orang siswa ( 10 % ), satu aktivitas siswa masih relatif rendah,
aspek Mengemukakan pendapat ada 2 walaupun peneliti telah menggunakan
orang siswa ( 20 % ), aspek model pembelajaran kooperatif Student
Menyelesaikan tugas kelompok terdapat 2 Teams-Achievement Division (STAD), hal
orang siswa ( 20 % ) dan untuk aspek ini disebabkan karena guru belum terbiasa
mempresentasikan hasil kerja kelompok menggunakan model pembelajaran ini, oleh
ada 2 orang siswa ( 20 % ). Walaupun karenanya pengelolaan kelas belum
peneliti telah menggunakan model optimal hal tersebut menyebabkan hasil
pembelajaran kooperatif Student Teams- belajar siswa belum meningkat hal ini dapat
Achievement Division (STAD), namun dari dilihat pada tabel berikut.
hasil observasi didapatkan bahwa hal ini

Tabel 2
Nilai Hasil Belajar pada siklus I
No Keterangan No Keterangan
Nilai Nilai
Urut T TT Urut T TT
1. 75 √ - 6. 60 - √
2. 50 - √ 7. 60 - √
3. 50 - √ 8. 60 - √
4. 65 - √ 9. 60 - √
5. 50 - √ 10. 78 √ -
Jum Jum
290 1 4 318 1 4
lah lah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1.000 Persentase siswa yang Tuntas 20 %
Jumlah skor tercapai 608 Nilai tertinggi : 78
Rata – rata Skor tercapai 60.8 Nilai terendah : 50

Dari table diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa kelas IV masih jauh dari harapan
dimana persentase siswa yang tuntas hanya sebesar 20 % (2 orang) itu artinya masih sekitar
80 % ( 8 orang) yang tidak tuntas, sementara itu untuk rata-rata skor hanya 60.8

Refleksi ( Reflecting ) e. Penyelesaian tugas kelompok sesuai


Penelitian tindakan kelas ini dengan waktu yang disediakan
berhasil apabila memenuhi beberapa Secara garis besar penerapan
syarat sebagai berikut : model pembelajaran kooperatif Student
a. Sebagian besar ( 80% dari siswa ) Teams-Achievement Division (STAD)
berani mengajukan pertanyaan pada pelaksanaan siklus satu belum
b. Sebagian besar ( 70% dari siswa ) berani memenuhi harapan yang disebabkan
menanggapi dan mengemukakan oleh beberapa permasalahan yang
pendapat tentang jawaban siswa yang menyangkut kemampuan siswa yang
lain belum dapat beradaptasi dengan
c. Sebagian besar ( 70% dari siswa ) suasana pembelajaran yang sedang
berani dan mampu untuk bertanya berlangsung sehingga siswa belum
tentang materi pelajaran pada hari itu mampu mengajukan pertanyaan
d. Lebih dari 80% anggota kelompok aktif menyangkut materi yang sedang
dalam mengerjakan tugas kelompoknya dipelajari demikian halnya dengan
dan mempresentasikan konsep kemampuan menjawab pertanyaan dari
Lembaga-Lembaga Tinggi Negara guru maupun teman lainnya masih
tergolong rendah, apalagi dalam

Volume 8 Nomor 3 September 2017 429


memberi saran dan pendapat yang  Menyebutkan dan menuliskan
relevan terlihat masih kurang mengenai kompetensi dasar yang ingin dicapai
sasaran yang diinginkan dalam  Kegiatan Inti
pembelajaran sehingga siswa belum  Membentuk kelompok yang anggotanya
mampu menyelesaikan tugas yang terdiri dari 4 – 5 orang secara heterogen
diberikan tepat waktu. (campuran menurut prestasi, jenis
Berdasarkan permasalahan dan kelamin, suku, dll)
kegagalan di atas, maka peneliti  Menyajikan materi pelajaran berupa
mencarikan solusinya yaitu dengan konsep tentang Lembaga-Lembaga
memberikan arahan dan bimbingan Tinggi Negara
yang lebih intensif kepada siswa tentang  Guru memberi tugas kepada kelompok
langkah-langkah kerja kelompok pada untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
model pembelajaran kooperatif Student kelompok. Anggota kelompok yang lebih
Teams-Achievement Division (STAD), faham menjelaskan kepada anggota
sehingga kegiatan pada siklus lainnya sampai semua anggota dalam
berikutnya dapat berjalan dengan lancar kelompok itu mengerti
seperti yang diharapkan.  Dalam diskusi kelompok, guru
mengarahkan kelompok
Deskripsi Siklus II  Salah satu kelompok dari diskusi,
1. Perencanaan Siklus Dua mempresentasikan hasil kerja berupa
Pada siklus II ini dilakukan kajian konsep Lembaga-Lembaga
tindakan seperti pada siklus pertama. Tinggi Negara .
Kompetensi Dasar yang dibahas sama  Guru memberikan kuis atau pertanyaan
seperti pada siklus pertama. Semua kepada seluruh siswa. Pada saat
perangkat pembelajaran disusun sesuai menjawab kuis siswa tidak boleh saling
dengan tindakan yang dilakukan. membantu
Rencana tindakan yang  Siswa diberikan kesempatan untuk
dilaksanakan adalah: (1) Menyiapkan memberikan tanggapan
Rencana Pembelajaran (2) Menyiapkan  Penguatan dan kesimpulan secara
tugas dalam bentuk LKS, (3) bersama-sama
Menyiapkan format observasi aktivitas  Melakukan pengamatan atau observasi
siswa dalam PBM, (4) Membagi  Skor tiap anggota kelompok dijumlahkan
kelompok siswa untuk menjadi skor dari tim
Berdasarkan hasil refleksi siklus tersebutMembentuk kelompok yang
satu, maka tindakan tambahan yang anggotanya terdiri dari 4 – 5 orang
direncanakan pada siklus dua ini secara heterogen (campuran menurut
adalah: prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
1. Memberikan arahan kembali tentang  Kegiatan Penutup
langkah-langkah kerja kelompok  Memberi penekanan tentang konsep
2. Kepada siswa, diinformasikan topik penting yang harus dikuasai siswa
pelajaran yang akan dibahas minggu  Membantu siswa menarik kesimpulan
depan dengan tujuan agar
siswa lebih siap lagi melakukan kegiatan Observasi
pembelajaran Berikut ini dipaparkan alat
3. Kelompok siswa direvisi sehingga dalam pengumpul data yang digunakan, serta
kelompok tersebut benar- benar hasil yang diperoleh dari data tersebut,
heterogen dalam berbagai hal. baik data siklus I maupun data siklus II.
2. Pelaksanaan Tindakan Tujuannya agar dapat dilihat kemajuan
Berikut ini dipaparkan kegiatan apa yang dialami selama penelitian
yang berlangsung selama proses belajar dilaksanakan.
mengajar berlangsung.  Lembaran Observasi
 Kegiatan Pendahuluan : aktivitas yang diamati sama dengan
 Sebagai apersepsi, siswa diingatkan siklus 1, yaitu:
kembali tentang kompetensi dasar  Mengajukan pertanyaan
berkaitan dengan materi yang dipelajari.  Menjawab pertanyaan siswa maupun
 Memberikan motivasi agar siswa tertarik guru,
untuk mengikuti pelajaran  Memberi saran,
 Mengemukakan pendapat,

430 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


 Menyelesaikan tugas kelompok, sebagaimana yang tertuang
 Mempresentasikan hasil kerja kelompok dalam tabel di bawah ini :

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus 2
JUMLAH PERSENTASE
NO AKTIVITAS YANG DIAMATI
SISWA (%)
1. Mengajukan pertanyaan 9 Orang 90

2. Menjawab pertanyaan siswa maupun guru 10 Orang 100

3. Memberi saran 8 Orang 80

4. Mengemukakan pendapat 10 Orang 100

5. Menyelesaikan tugas kelompok 10 Orang 100

6. Mempresentasikan hasil kerja kelompok 9 Orang 90

Dari tabel di atas dapat kita lihat mempresentasikan hasil kerja kelompok
bahwa pada pelaksanaan tindakan siklus ada 9 orang siswa ( 90 %).
dua telah terjadi perubahan yang signifikan Dari tabel di atas terlihat telah
untuk semua aktivitas yang diteliti dimana terjadi perubahan yang cukup signifikan
ada 9 orang siswa ( 90 % ) yang untuk semua aktivitas yang diteliti, begitu
mengajukan pertanyaan, untuk aspek pula dengan hasil belajar siswa mengalami
menjawab pertanyaan siswa maupun guru peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa
ada 10 orang siswa ( 100 % ), aspek penerapan model pembelajaran kooperatif
memberi saran ada 8 orang siswa ( 80 % ), Student Teams-Achievement Division
aspek Mengemukakan pendapat ada 10 (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar
orang siswa ( 100 % ), aspek siswa kelas IV SDN No. 53 Dumbo Raya
Menyelesaikan tugas kelompok terdapat 10 seperti data berupa nilai hasil belajar pada
orang siswa ( 100 % ) dan untuk aspek siklus dua yang terdapat dalam tabel
berikut ini

Tabel 4
Nilai Hasil Belajar pada siklus II
Keterangan Keterangan
No Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1. 80 √ - 6. 95 √ -
2. 95 √ - 7. 82 √ -
3. 68 - √ 8. 80 √ -
4. 85 √ - 9. 75 √ -
5. 88 √ - 10. 75 √ -
Jumlah 416 4 1 Jumlah 407 5 0
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1.000 Persentase siswa yang Tuntas 90 %
Jumlah skor tercapai 823 Nilai tertinggi : 95
Rata – rata Skor tercapai 82,3 Nilai terendah : 68

Refleksi Siklus II observasi aktivitas belajar siswa terjadi


Sebagaimana yang dilakukan pada perubahan keaktifan yang cukup signifikan.
siklus I, penerapan pembelajaran pada Pada awalnya (siklus I) belum berani dan
siklus II juga dilakukan diskusi yang ragu-ragu untuk menyampaikan pendapat,
mendalam terhadap deskripsi data yang namun pada siklus II sudah ada
dipaparkan di atas. Di mana pada lembaran keberanian.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 431


Demikian juga dalam mengerjakan tugas 1. Pembagian kelompok siswa
kelompok atau diskusi, secara keseluruhan sebaiknya dilakukan sebelum
siswa sudah menunjukkan aktivitas yang masuk materi pelajaran, bahkan
baik. Menurut pengakuan siswa, model kalau memungkinkan kelompoknya
pembelajaran kooperatif Student Teams- permanen
Achievement Division (STAD) sangat 2. Lembaran kerja siswa sebaiknya
disenangi oleh siswa. Sehingga membawa dibagikan beberapa hari sebelum
dampak positif terhadap yang lain, seperti KBM dimulai, bersamaan dengan
dapat melatih siswa untuk informasi KD atau materi yang akan
bertanggungjawab. Kemudian dampak lain diberikan.
yang sangat berpengaruh dengan Dalam kesempatan ini peneliti
disenanginya model pembelajaran yang menyarankan dan mereferensikan
diberikan adalah siswa menjadi termotivasi penerapan model pembelajaran kooperatif
untuk bertanya, terutama saat berdiskusi. Student Teams-Achievement Division
Dengan termotivasinya siswa saat (STAD) bagi guru lainnya agar dapat
berdiskusi, akhirnya aktivitas belajar siswa digunakan pada proses pembelajaran di
menjadi meningkat, sehingga dapat masing-masing sekolah
mendorong siswa untuk belajar lebih baik
dan membuat hasil belajar siswa lebih Daftar Rujukan
meningkat. Arikunto, Suharsimi, Dasar – dasar
Kesimpulan dan Saran Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara
Efektivitas model pembelajaran Barr, Robert Bart, James L. & Shermis,
Student Teams-Achievement Division 1978, The Nature of Social Studies,
(STAD) dalam meningkatkan hasil belajar California : ETC Publication
Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas Borg & Gall, 2003, Educational Research,
IV SDN No. 53 Dumbo Raya sesuai hasil New York; Allyn and Bacon
pengamatan aktivitas belajar siswa terbukti Ibrahim, Muslimin,2000.Pembelajaran
sangat tinggi , hal tersebut dapat dilihat dari Kooperatif. Surabaya: University Press
beberapa hal sebagai berikut: Moleong, Lexy J, 2000, Metode Penelitian
1. Siswa dapat mengikuti proses Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya.
pembelajaran lebih bergairah dan Nata widjaja, Rochman, 1985. Cara belajar
bersemangat, siswa aktif dan Penerapannya dalam
2. Timbulnya keberanian siswa dalam Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat
menyampaikan ide atau pikiran, Jenderal Dikdasmen, Depdiknas
3. Tumbuhnya rasa percaya diri siswa Nasution S. 1989. Didaktik Azas – azas
dalam mengemukakan pendapatnya, Mengajar, Bandung: Jermnas
4. Meningkatnya rasa tanggungjawab Rochman, Natawidijaja, 1997. Konsep
siswa dalam mengikuti Dasar Penelitian Tindakan ( Action
pembelajaran, Research )
5. Sangat kurang sekali siswa yang Sudjana, Nana, 1991. Model – Model
berkeliaran dan mengganggu teman. Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru
Hal ini mengindikasikan bahwa Harun Rasyid, Drs, Mansur, M.Pd, 2008,
model pembelajaran kooperatif Student Penilaian Hasil Belajar, Jakarta ; CV.
Teams-Achievement Division (STAD) Wacana Prima
sangat tepat untuk diterapkan pada proses Mohammad Asrori, Prof. Dr, 2008,
pembelajaran Pendidikan Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta,
Kewarganegaraan dalam hal ini untuk CV. Wacana Prima
konsep Lembaga-Lembaga Tinggi Negara Nasution, Prof.Dr, 2009, Berbagai
di SDN No. 53 Dumbo Raya. Pendekatan Dalam Proses Belajar dan
Sebaiknya siswa memiliki bahan Mengajar, Jakarta ; Sinar Grafika Offset
ajar yang berkaitan dengan materi Nana Sudjana, Dr, 2003, Tuntunan
pembelajaran yang dilaksanakan, sehingga Penyusunan Karya Ilmiah, Jakarta; Sinar
dalam melaksanakan diskusi tidak Baru Algensindo
kekurangan bahan atau terkesan Roestiyah N.K, Dra, 2008, Strategi Belajar
kurangnya wawasan pengetahuan siswa. Mengajar, Jakarta ; PT.Rineka Cipta
Sebelum penerapan pembelajaran Rudi Susilana, M.Si, Cepi Riyana, M.Pd,
disarankan agar guru dapat memperhatikan 2008, Media Pembelajaran, Jakarta ; CV.
; Wacana Prima

432 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Sanjaya, Wina,Dr. M.Pd, 2009, Kurikulum Sudrajat Ahmad, 2008, Penelitian Tindakan
dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Kelas (Classroom Action Research). 2008.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan http://Akhmad_Sudrajat.wordpress.com
Pendidikan (KTSP), Jakarta:Kencana. Sudrajat Ahmad, 2008, Pengertian
--------------------------, Pembelajaran Dalam Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,
Implementasi Kurikulum Berbasis Taktik, dan Model Pembelajaran,
Kompetensi, 2008, Jakarta: Kencana. http://Akhmad_Sudrajat.wordpress.com
Sukidin, Basrowi, Suranto, 2008,
Manajemen Penelitian Tindakan Kelas,
Jakarta ; Insan Cendekia

Volume 8 Nomor 3 September 2017 433


434 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKANKEMAMPUAN MENULIS TEKS BERBENTUK
DESCRIPTIVE

Lindawaty Nono

Abstrak
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak
duasiklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan
tindakan,pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Sasaran penelitian ini
adalah siswa Kelas VIII B SMP Negeri 7 Gorontalo. Data yang diperoleh berupa
hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.Dari hasil analisa
didapatkan bahwa keterampilan menulis teks berbentuk descriptive siswa
mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu, siklus I (35,48%) dan
siklus II (83,87%) Simpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif Make a Match dapat berpengaruh positif terhadap meningkatnya
keterampilan menulis teks berbentuk descriptivesiswa kelasVIII B SMP Negeri 7
Gorontalo, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu
alternative dalam pembelajaran bahasa Inggris.

Kata Kunci: model pembelajaran kooperatif Make a Match, kemampuan menulis


teks descriptive

Pendahuluan tersebut sangat menarik untuk diteliti


Bahasa Inggris merupakan suatu mengingat keterampilan menulis ( writing
bahan kajian yang memiliki objek bahasan skill ) sangatlah dipengaruhi oleh
yang sangat luas dan dibangun melalui penguasaan kosa kata, struktur bahasa dan
proses penalaran yang dinamis, sehingga kemampuan siswa dalam merangkai kata
keterkaitan antarkonsep dalam bahasa menjadi sebuah teks yang berterima.
Inggris bersifat penjelasan.Penguasaan Perbedaan secara grammatical antara
kemampuan Bahasa Inggris (language skill) bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan
merupakan sebuah syarat mutlak yang bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu
harus dimiliki di era komunikasi saat ini. merupakan masalah yang selalu muncul
Pembelajaran Bahasa Inggris (Language pada saat belajar menulis.
Learning) di jenjang SMP merupakan Pembelajaran mengungkapkan
bagian dari upaya pengembangan diri makna dalam langkah retorika dalam essai
siswa dalam berbagai bidang Ilmu pendek sederhana dengan menggunakan
Pengetahuan, teknologi dan seni. ragam bahasa tulis secara akurat, lancar
Diharapkan setelah menamatkan studi, dan berterima untuk berinteraksi dalam
siswa mampu bersaing dengan konteks kehidupan sehari-hari dalam teks
bermodalkan kemampuan berbahasa dan berbentuk descriptive telah peneliti lakukan
ilmu pengetahuan serta teknologi yang secara klasikal. Dalam pembelajaran
telah mereka pelajari selama berada di tersebut penulis menjelaskan materi pokok
bangku sekolah. yang terdapat dalam indikator sebagai
Penguasaan materi pelajaran bahasa berikut :Menyusun kalimat acak menjadi
Inggris di jenjang SMP meliputi empat teks yang padu berbentuk descriptive.
keterampilan berbahasa, yaitu: menyimak, Dalam kegiatan inti pembelajaran,
berbicara, membaca dan menulis. Semua siswa biasanya diberi contoh teks monolog
itu didukung oleh unsur-unsur bahasa berbentuk descriptive dan siswa diminta
lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata Bahasa dan untuk mencari arti dari teks tersebut yang
Pronunciation sesuai dengan tema sebagai kemudian dirangkai menjadi sebuah kalimat
alat pencapaian tujuan. Dari ke empat yang benar. Proses pembelajaran seperti
keterampilan berbahasa di atas, Writing itu sudah biasa dilakukan oleh peneliti dan
skill ( keterampilan menulis) merupakan ternyata hasil pembelajaran siswa tidak
salah satu kemampuan berbahasa yang sesuai yang diharapkan. Nilai siswa masih
sering menjadi masalah bagi siswa dalam dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal
proses pembelajaran bahasa Inggris. Hal (KKM). Penulis memperoleh data dari hasil

Volume 8 Nomor 3 September 2017 435


pengamatan melalui refleksi yang dilakukan dengan bergairah, pembelajaran
bahwa siswa terlihat pasif, bosan dan terintegrasi, menggunakan berbagai
bahkan ada beberapa siswa yang sumber, siswa aktif, menyenangkan, tidak
mengeluh tidak percaya diri dalam membosankan, sharing dengan teman,
mengungkapkan ide atau gagasannya. siswa kritis dan guru kreatif. Proses
Mereka tentunya kesulitan dalam kegiatan pembelajaran dapat lebih
mengerjakan tugas yang diberikan oleh bermakna jika kegiatan pembelajaran yang
guru. Hal ini sangat mengundang dilaksanakan berangkat dari pengalaman
pertanyaan dan asumsi bahwasannya belajar siswa dan guru yaitu kegiatan siswa
metode pembelajaran tersebut tidak dan guru yang dilakukan secara bersama
berhasil (gagal) dan cenderung tidak efektif. dalam situasi pengalaman nyata, baik
Dari uraian di atas, dapat dilihat pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
sebuah gambaran kegagalan dalam hal maupun pengalaman dalam lingkungan.
proses dan hasil belajar dan hal tersebut Dari latar belakang yang telah
merupakan masalah yang harus segera dikemukakan di atas dapat diidentifikasi
diatasi. Sebagai upaya memperbaiki beberapa masalah sebagai berikut :
kegagalan tersebut peneliti berusaha 1. Kurangnya variasi guru dalam
mencari metode dan strategi pembelajaran menerapkan model pembelajaran yang
yang tepat sebagai solusi atas masalah sesuai dengan karakteristik kelas
yang dihadapi. Peneliti menyadari bahwa menyebabkan guru kesulitan dalam
dengan penerapan Kurikulum Tingkat meningkatkan pemahaman siswa
Satuan Pendidikan saat ini, guru dituntut terhadap mata pelajaran bahasa Inggris
untuk kreatif dan inovatif. Guru harus 2. Penggunaan metode yang monoton oleh
mampu mencari satu teknik pembelajaran guru dalam penyampaian materi bahasa
yang sesuai dengan situasi dan kondisi Inggris menyebabkan siswa kurang
kelas. Prinsip PAIKEM (Pembelajaran Aktif, termotivasi untuk aktif dalam proses
Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) belajar mengajar.
harus dilaksanakan. Guru bukan lagi 3. Rendahnya prestasi siswa pada mata
merupakan sosok yang ditakuti dan bukan pelajaran bahasa Inggris mencerminkan
pula sosok otoriter, tetapi guru harus jadi proses pembelajaran yang kurang
seorang fasilitator dan motor yang mampu optimal hal ini terlihat dari kurangnya
memfasilitasi dan menggerakkan siswanya siswa yang memanfaatkan waktu untuk
untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang bertanya tentang kesulitan mereka
mereka butuhkan. dalam memahami pelajaran.
Model pembelajaran Make a Match
atau mencocokkan kartu yang berisi kalimat Metode
acak menjadi sebuah teks yang berterima. Penelitian tindakan kelas ini
Model Pembelajaran Make a Match dilaksanakan di lingkungan kerja SMP
merupakan implementasi dari Metode Negeri 7 Gorontalo. Peneliti memilih SMP
Contextual Teaching and Learning (CTL). Negeri 7 Gorontalo sebagai tempat
Hal ini senada dengan pendapat Nurhadi pelaksanaan penelitian karena sekolah ini
(2004: 148-149) kunci dalam pembelajaran merupakan satuan kerja tempat bertugas
kontekstual adalah; (1) real word learning; sehari-hari yang bertujuan untuk
(2) mengutamakan pengalaman nyata; (3) meningkatkan proses pembelajaran mata
berpikir tingkat tinggi; (4) berpusat pada pelajaran bahasa Inggris sehingga
siswa; (5) siswa aktif, kritis dan kreatif; (6) pencapaian dan peningkatan hasil belajar
pengetahuan bermakna dalam kehidupan; siswa dapat terpenuhi.
(7) pendidikan atau education bukan Pelaksanaan penelitian ini
pengajaran atau instruction; (8) dilakukan mulai bulan September hingga
memecahkan masalah; (9) siswa akting, Desember 2015.Mengingat pelaksanaan
guru mengarahkan, bukan guru akting, penelitian tindakan kelas membutuhkan
siswa menonton; (10) hasil belajar di ukur waktu yang cukup lama dan melalui
dengan berbagai cara bukan hanya dengan beberapa siklus proses belajar mengajar
tes. yang efektif di kelas maka persiapannya
Dengan demikian pembelajaran dilakukan pada medio bulan Agustus
yang menggunakan pendekatan 2015,dengan mengacu pada kalender
kontekstual memiliki ciri harus ada kerja akademik sekolah.
sama, saling menunjang, gembira, belajar

436 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Pelaksanaanpenelitian tindakan 2. Hasil belajar : dengan menganalisis nilai
kelas ini dibagi menjadi 2 siklus, yang rata-rata ulangan harian.
dimaksudkan untuk melihat peningkatan 3. Implementasi model pembelajaran Make
hasil belajar dan aktivitas siswa dalam A Match : dengan menganalisis tingkat
mengikuti mata pelajaran bahasa Inggris keberhasilan implementasi model
melalui model pembelajaran Make A Match. pembelajaran Make A Match.
Sebagai subjek dalam penelitian ini Adapun indikator kinerja yang dapat dilihat
adalah kelas VIII B tahun pelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini bukan
2016/2017 berjumlah 31 orang siswa, yang hanya semata-mata siswa melainkan juga
terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 16 guru, karena guru merupakan fasilitator
orang siswa perempuan. yang memiliki pengaruh terhadap kinerja
Sumber data yang digunakan siswa ;
dalam penelitian ini diambil dari siswa kelas 1. Siswa
VIII B, berupa data tentang hasil belajar Indikator kinerja pada siswa yaitu : Tes ,
dan aktivitas siswa dalam proses rata-rata nilai ulangan harian ,
pembelajaran. Observasi : keaktifan siswa dalam
Teknik pengumpulan data proses belajar mengajar bahasa Inggris
dalam penelitian ini adalah tes, 2. Guru
observasi, wawancara. Indikator kinerja pada guru, yaitu :
 Tes : dipergunakan untuk mendapatkan Dokumentasi, berupa daftar kehadiran
data tentang hasil belajar siswa siswa , Observasi, hasil observasi.
 Observasi : dipergunakan untuk
mengumpulkan data tentang partisipasi Hasil dan Pembahasan
siswa dalam PBM dan implementasi 1. Deskripsi Kondisi Awal
model pembelajaran Make A Match. Penelitian Tindakan Kelas ini
 Wawancara : untuk mendapatkan data dilakukan dalam dua siklus dengan satu
tentang tingkat keberhasilan kali pertemuan untuk masing-masing siklus.
implementasi pembelajaran inovatif Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan
model pembelajaran Make A Match. rencana yang telah ditetapkan.
Alat yang digunakan sebagai Sebagai langkah awal pelaksanaan
pengumpul data dalam Penelitian tindakan kelas ini, peneliti menyiapkan
Tindakan Kelas ini meliputi : berbagai input instrument dan media
 Tes : menggunakan butir-butir pembelajaran pendukung yang akan
soal/instrumen soal untuk mengukur digunakan dalam pembuatan rencana
hasil belajar siswa pembelajaran yang memuat kompetensi
 Observasi : menggunakan lembar dasar (KD) sebagai berikut ;
observasi untuk mengukur tingkat 6.2. Mengungkapkan makna dan
partisipasi siswa dalam proses belajar langkah retorika dalam esei pendek
mengajar bahasa Inggris sederhana dengan menggunakan ragam
 Wawancara : menggunakan panduan bahasa tulis secara akurat, lancar dan
wawancara untuk mengetahui pendapat berterima untuk berinteraksi dengan
atau sikap siswa tentang model lingkungan sekitar dalam teks
pembelajaran Make A Match. berbentuk descriptive dan recount
Dalam penelitian ini kegiatan Langkah selanjutnya membuat dan
observasi dianalisis secara deskriptif dan menyiapkan perangkat pembelajaran
komparatif, hasil observasi yang telah antara lain berupa :
dilakukan diolah dan dianalisis secara 1) Lembar Pengamatan Siswa;
deskriptif komperatif yaitu dengan 2) Lembar Observasi;
membandingkan nilai antarsiklus maupun 3) Lembar Wawancara;
indikator dalam penelitian, observasi 4) Lembar Evaluasi.
dengan analisis deskriptif berdasarkan hasil Untuk mengetahui sejauh mana
observasi dan refleksi setiap siklus ; tingkat keberhasilan penerapan sebuah
1. Aktivitas siswa dalam proses belajar model pembelajaran maka tentunya harus
mengajar bahasa Inggris : dengan memperhatikan semua aspek, apakah
menganalisis tingkat keaktifan siswa sudah dilaksanakan dengan tepat dan
dalam proses belajar mengajar bahasa benar atau belum. Untuk itu hasil penelitian
Inggris. perlu diuraikan dalam tahapan-tahapan
berupa siklus-siklus pembelajaran yang

Volume 8 Nomor 3 September 2017 437


dilakukan dalam proses belajar mengajar di pembelajaran Make A Match secara
kelas. utuh dan menyeluruh, makauntuk
Dalam penelitian ini tahapannya mengatasi masalah di atas dilakukan
dilakukan dalam dua siklus upaya sebagai berikut :
sebagaimana uraiandibawah ini ;  Secara intensif guru memberikan
2. Deskripsi Siklus Pertama pengertian kepada siswa tentang
Pada siklus pertama dibagi kondisi belajar mandiri, kerja sama,
dalam empat tahap, yaitu serta pengetahuan awal siswa terhadap
perencanaan, pelaksanaan, observasi materi pelajaran.
dan refleksi, dengan uraiannya  2) Guru membantu siswa yang belum
sebagai berikut : memahami langkah-langkah model
a. Perencanaan (Planning) pembelajaran Make A Match.
 Peneliti melakukan pengamatan awal Pada tahap akhir siklus
terhadap hasil belajar siswa pada tahun pertama dari hasil pengamatan guru
pelajaran sebelumnya, kemudian maka dapat disimpulkan bahwa :
melakukan analisis terhadap standar  Siswa belum terbiasa dengan metode
kompetensi dan kompetensi dasar yang pembelajaran yang disajikan.
akan disampaikan kepada siswa.  Siswa tidak mampu memahami materi
 Peneliti membuat rencana pembelajaran pembelajaran yang disampaikan guru
menggunakan model pembelajaran secara utuh dan menyeluruh.
Make A Match  Siswa tidak memiliki sumber belajar
 Membuat lembar pengamatan yang cukup untuk mendukung proses
perkembangan kegiatan siswa pembelajaran.
 Membuat kartu yang akan digunakan
dalam pembelajaran Make A Match c. Observasi dan Evaluasi (Observation
 Menyusun alat evaluasi pembelajaran and Evaluation)
 Dari hasil observasi aktivitas siswa
b. Pelaksanaan (Acting) dalam PBM pada siklus pertama masih
Pada tahap awal siklus pertama rendah dimana dari tujuh aspek yang
pelaksanaannya belum sesuai dengan dinilai terdapat 2 (28.57%) aspek
rencana, hal ini disebabkan oleh : memperoleh nilai cukup sementara 5
 Ternyata sebagian siswa belum terbiasa (71.43 %) aspek memperoleh nilai
dengan kondisi belajar model kurang, hal tersebut dapat dilihat pada
pembelajaran Make A Match tabel berikut ini:
 Mengingat sebagian siswa belum
memahami langkah-langkah model

Tabel 1. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus 1

Aspek Yang Diamati Sangat Baik Baik Cukup Kurang

Jumlah Aspek 0 0 2 5

Persentase % 0 0 28.57 71.43

 Hasil Observasi Siklus 1. tersebut disebabkan oleh karena guru


Aktivitas Guru dalam PBM hanya lebih banyak berdiri di depan kelas
Hasil observasi aktivitas guru dalam dan kurang memberikan pengarahan
kegiatan belajar mengajar pada siklus kepada siswa tentang bagaimana
pertama masih tergolong rendah, perolehan melakukan model pembelajaran Make A
nilai dari keenam belas aspek penilaian Match, sebagaimana dapat dilihat pada
adalah sebagai berikut : nilaibaik 25 %, tabel dibawah ini :
cukup 31.25 % dan kurang 43.75 %. Hal

438 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Tabel 2. Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Dalam PBM Pada Siklus 1

Aspek Yang Diamati Sangat Baik Baik Cukup Kurang

Jumlah Aspek 0 4 5 7

Persentase % 0 25 31.25 43.75

 Hasil Evaluasi Siklus 1. Penguasaan kurang dimana sebagian besar siswa


siswa terhadap materi pembelajaran. belum memperoleh nilai sesuai standar
Selain aktivitas guru dalam PBM, kriteria ketuntasan minimal sebagaimana
penguasaan siswa terhadap materi gambarannya dapat dilihat pada tabel
pembelajaran pun masih tergolong sangat dibawah ini ;

Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 1

Nilai Jumlah SiswaPersentase (%) Ket.

70 > 11 35.48

< 70 20 64.52
Refleksi dan Perencanaan Ulang  Masih ada siswa yang belum bisa
(Reflecting and Replanning) menyelesaikan tugas dengan waktu
Adapun kegagalan yang terjadi pada yang ditentukan. Hal ini karena siswa
siklus pertama adalah sebagai kurang mampu dalam
berikut : mempresentasikan kegiatan. Untuk
 Guru belum terbiasa menciptakan memperbaiki kelemahan dan
suasana pembelajaran yang meningkatkan hasil belajar siswa yang
mengarah kepada pendekatan model belum mencapai standar kriteria
pembelajaran Make A Match. Hal ini ketuntasan minimal pada siklus
diperoleh dari hasil observasi terhadap pertama, maka pada pelaksanaan
aktivitas guru dalam PBM berdasarkan siklus kedua dibuat perencanaan
aspek penilaiannya dengan rincian ; sebagai berikut :
baik sebesar 25 %, cukup sebesar  Memberikan motivasi kepada siswa
31,25 % dan kurang sebesar 43.75 % agar lebih aktif lagi dalam
 Sebagian besar siswa belum terbiasa pembelajaran.
dengan kondisi belajar dengan  Lebih intensif membimbing siswa yang
menggunakan model pembelajaran mengalami kesulitan.
Make A Match, hal ini dapat dilihat dari  Memberi pengakuan atau
hasil observasi terhadap aktivitas penghargaan (reward) kepada siswa
siswa dalam PBM berdasarkan aspek yang aktif.
penilaian sebagaimana rinciannya ;
cukup sebesar 28,57 % dan kurang
sebesar 71,43 %. Deskripsi Siklus Kedua
 Hasil evaluasi pada siklus pertama Pada siklus kedua ini, mulai
sangat tidak memuaskan karena dilakukan penerapan model pembelajaran
sebagian besar siswa ( 64.52 % ) Make A Match,yang dibagi dalam empat
belum mencapai nilai sesuai standar tahap yaitu ; perencanaan, pelaksanaan,
kriteria ketuntasan minimal observasi, dan reflecting.
1. Perencanaan (Planing)

Volume 8 Nomor 3 September 2017 439


Planning pada siklus kedua ini  Suasana pembelajaran yang telah
berdasarkan hasil dari siklus pertama menggunakan model pembelajaran
yaitu : Make A Match, dengan adanya tugas
 Melakukan analisis terhadap standar yang diberikan oleh guru kepada siswa
kompetensi dan kompetensi dasar yang yang menggunakan kartu agar mampu
akan disampaikan pada siswa dengan menemukan/membuat pasangan yang
menggunakan model pembelajaran sesuai maka dapat dilihat hasilnya
Make A Match. antara lain ; siswa secara mandiri
 Membuat rencana model pembelajaran mampu menunjukkan penguasaan
Make A Match. materi pelajaran yang telah disampaikan
 Membuat lembar observasi siswa guru melalui pencarian pasangan kartu
 Membuat kartu dengan model yang yang sesuai.
lebih menarik dan tampilan yang  Sebagian siswa yang semula belum
berbeda dari siklus pertama. memahami secara utuh dan menyeluruh
 Membuat instrumen yang akan akhirnya merasa termotivasi untuk
digunakan dalam siklus kedua pada bertanya dan menanggapi model
model pembelajaran Make A Match pembelajaran yang telah dilakukan.
 Menyusun alat evaluasi pembelajaran.  Suasana pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan sudah mulai tercipta.
2. Pelaksanaan (Acting)
Pada pelaksanaan siklus kedua 3. Observasi dan Evaluasi (Observation
telah menunjukan perubahan aktivitas and Evaluation)
siswa sesuai dengan rencana, hal ini  Hasil observasi aktivitas siswa dalam
disebabkan oleh : PBM selama siklus kedua dapat dilihat
pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus 2

Aspek Yang Diamati Sangat Baik Baik Cukup Kurang

Jumlah Aspek 3 4

Persentase % 42,86 57,14

 Hasil observasi aktivitas guru dalam mengalami perbaikan dari siklus


PBM pada siklus kedua tergolong pertama yang dapat dilihat pada tabel
mengalami peningkatan yang cukup dibawah ini ;
signifikan, dengan demikian berarti

Tabel 5. Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Dalam PBM Pada Siklus 2

Aspek Yang Diamati Sangat Baik Baik Cukup Kurang

Jumlah Aspek 2 14

Persentase % 12,5 87,5

 Hasil evaluasi penguasaan siswa menggembirakan, dengan perolehan


terhadap materi pembelajaran pada hasil belajar sebagaimana dapat dilihat
siklus kedua telah mengalami pada tabel dibawah ini :
peningkatan yang sangat

440 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Tabel 6. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 2

Nilai Jumlah SiswaPersentase (%) Ket.

70 > 26 83.87

< 69 5 16.13

Refleksi (Reflecting) kejenuhan siswa dalam aktivitas proses


 Dengan penerapan model pembelajaran belajar mengajar.
Make A Match maka dapat dilihat Hasil penelitian ini dapat dijabarkan
keberhasilan yang diperoleh selama sebagai berikut :
siklus kedua sebagaimana gambaran Hasil yang diperoleh pada siklus I
uraian dibawah ini : menunjukkan bahwa keaktifan siswaselama
 Secara jelas terlihat aktivitas siswa kegiatan belajar mengajar masih relative
dalam PBM sudah lebih baik dengan rendah dimana perolehan nilai untuk
penerapan model pembelajaran Make A ketujuh aspek penilaian masing-masing :
Match, selain itu siswa sudah mampu nilai cukup beroleh 28.57 % untuk nilai
membangun pemahaman dan kurang beroleh71.43%. Hal ini disebabkan
kerjasama untuk menyelesaikan tugas karena siswa belumterbiasa untuk belajar
yang diberikan guru, disisi lain siswa dengan menggunakan model pembelajaran
mulai mampu berpartisipasi dalam make a match. Begitu juga dengan hasil
kegiatan pembelajaran dan tepat waktu pengamatan aktivitas guru selama proses
dalam melaksanakannya, bahkan siswa belajar mengajar dimana dari keenam belas
mulai mampu mempresentasikan aspek penilaian yang ada diperoleh nilai
pemahaman konsep pembelajaran sebagai berikut : 25 % beroleh nilai baik,
dengan baik dan benar. Keberhasilan 31.25 % beroleh nilai cukup dan 43.75 %
penerapan pembelajaran model Make A beroleh nilai kurang.
Match dalam rangka meningkatkan Sementara untuk hasil analisis
minat, motivasi dan hasil belajar siswa. evaluasi belajar pada siklus I belum
 Semua indikator keberhasilan ini tercapai karena masih terdapat 20 siswa
menggambarkan adanya peningkatan (64.52 %) memperoleh nilai dibawah KKM.
aktivitas siswa dalam PBM yang juga Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
dapat memacu meningkatnya aktivitas penelitian pada siklus I ini tergolong gagal
guru dalam mempertahankan dan karena semua aspek penilaian/ yang
meningkatkan suasana pembelajaran. diamati belum mencapai standar indikator
 Hasil belajar siswa pada siklus kedua ketercapaian, untuk itu perlu dilaksanakan
telah mengalami peningkatan yang siklus II.
signifikan seperti yang terlihat pada Pelaksanaan siklus II telah terjadi
tabel 6 dengan pencapaiannya meliputi banyak perubahan bahkan semua aspek
; 26 orang siswa ( 83.87 % ) yang telah penilaian/yang diamati mengalami
mencapai standar kriteria ketuntasan peningkatan yang sangat menggembirakan
minimal, sedangkan 5 orang siswa ( bahkan melebihi standar indikator
16.13 % ) lainnya masih belum ketercapaian yang telah ditetapkan
mencapai standar kriteria ketuntasan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh guru
minimal. dan siswa sudah terbiasa menggunakan
 Peningkatan hasil belajar siswa disemua model pembelajaran Make a match.
aspek, pada hakekatnya merupakan Peningkatan ini terlihat pada hasil
penerapanmodelpembelajaran Make A observasi aktivitas siswa dimana perolehan
Match yang tepat dan maksimal nilai untuk ketujuh aspek penilaian masing-
sehingga dapat menarik minat, masing : nilai sangat baik beroleh 57.14 %
membangun motivasi dan dapat untuk nilai baik beroleh 42.86%. Begitu juga
menghilangkan kebosanan dan dengan hasil pengamatan aktivitas guru
selama proses belajar mengajar dimana

Volume 8 Nomor 3 September 2017 441


dari keenam belas aspek penilaian yang 3. Dengan menggunakan model
ada diperoleh nilai sebagai berikut : 31.25 pembelajaran Make A Match,
% beroleh nilai sangat baik dan 68.75 % pembelajaran bahasa Inggris akan lebih
beroleh nilai baik. menarik dan menyenangkan sehingga
Sementara untuk hasil analisis disukai oleh siswa.
evaluasi belajar pada siklus II sudah Model pembelajaran Make A Match
tercapai karena terdapat 26 siswa (83.87 telah terbukti dapat meningkatkan minat,
%) memperoleh nilai mencapai bahkan motivasi, aktivitas dan hasil belajar siswa
melampaui standar kriteria ketuntasan pada mata pelajaran bahasa Inggris, maka
minimal . disarankan hal-hal sebagai berikut ;
Berdasarkan hasil pengamatan pada 1. Untuk meningkatkan aktivitas, minat,
pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II motivasi dan hasil belajar siswa pada
dapat dinyatakan bahwa penerapan model mata pelajaran bahasa Inggris, maka
pembelajaran kooperatif Make a match diharapkan agar model pembelajaran
sangat efektif dalam meningkatkan Make A Match dapat dijadikan sebagai
kemampuan menulis teks berbentuk suatu model pembelajaran alternatif
descriptive bagi siswa kelas VIII B SMP dalam kegiatan proses belajar mengajar
Negeri 7 Gorontalo. guru dan siswa di sekolah.
Selain itu guru dapat meningkatkan 2. Mengingat penerapan model
kinerjanya dalam melaksanakan tugas pembelajaran ini sangat besar
dengan melaksanakan pembelajaran manfaatnya khususnya bagi guru dan
secara efektif yang dapat meningkatkan siswa, maka perlu dilakukan secara
kreativitas, aktivitas dan prestasi belajar terus menerus dan berkesinambungan
siswa. baik dalam pelajaran bahasa Inggris
maupun pelajaran lainnya.
3. Setiap penerapan model pembelajaran
Kesimpulandan Saran apapun agar dilaksanakan dengan
Setelah melakukan penerapan model terarah, tepat sasaran, menarik,
pembelajaran Make A Match menyenangkan, inovatif, kreatif, efektif ,
berdasarkan hasil penelitian tindakan variatif dan berkesinambungan yang
kelas ini dapat disimpulkan sebagai tentunya harus dibarengi dengan
berikut : kemampuan individu para tenaga
Penerapan model pembelajaran Make A pendidik maupun siswa sehingga dapat
Match dapat meningkatkan kemampuan mencapai hasil yang diharapkan.
menulis teks descriptive siswa kelas VIII 4. Bagi para tenaga pendidik jangan hanya
B SMP Negeri 7 Gorontalo. terpaku pada satu model pembelajaran
1. Dengan memperhatikan hasil observasi saja akan tetapi kiranya dapat
aktivitas siswa pada siklus kedua, telah mengembangkan dan mampu
terjadi peningkatan hasil belajar siswa menciptakan model pembelajaran lain
dengan pencapaian hasil belajar yang lebih baik.
sebesar 88,46 %, dibanding dengan
hasil belajar siswa pada sikluspertama, Daftar Rujukan
dimanasebagian besar siswa tidak Arikunto, Suharsimi, Dasar – dasar
mencapai standar kriteria ketuntasan Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi
minimal. AksaraBarr, Robert Bart, James L. &
2. Model Pembelajaran Make A Match Shermis, 1978, The Nature of Social
sangat relevan dengan pembelajaran Studies,California : ETC Publication
kontekstual, karena siswa dapat Borg & Gall, 2003, Educational Research,
membangun dan mengembangkan New York; Allyn and Bacon
sendiri kemampuan pengetahuannya Ibrahim, Muslimin,2000.Pembelajaran
melalui model pembelajaran Make A Kooperatif. Surabaya: University
Match dengan cara menemukan dan PressMoleong, Lexy J, 2000, Metode
menentukan langkah-langkah dalam Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
mencari penyelesaian dari suatu materi RosdaKarya.
yang harus dikuasai oleh siswa, baik Nata widjaja, Rochman, 1985. Cara
secara individu maupun kelompok belajara siswa aktif dan Penerapannya
sehingga siswa dapat dengan mudah dalamMetode Pembelajaran. Jakarta:
pula memahami materi lainnya. Direktorat Jenderal Dikdasmen, Depdiknas

442 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Nasution S. 1989. Didaktik Azas – azas Rudi Susilana, M.Si, Cepi Riyana, M.Pd,
Mengajar, Bandung: Jermnas 2008, Media Pembelajaran, Jakarta ; CV.
Rochman, Natawidijaja, 1997. Konsep Wacana Prima
Dasar Penelitian Tindakan( Action Sanjaya, Wina,Dr. M.Pd, 2009, Kurikulum
Research ) dan Pembelajaran: Teori dan Praktek
Sudjana, Nana, 1991. Model – Model Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru Pendidikan (KTSP), Jakarta:Kencana.
Harun Rasyid, Drs, Mansur, M.Pd, 2008, --------------------------, Pembelajaran Dalam
Penilaian Hasil Belajar, Jakarta ; CV. Implementasi Kurikulum Berbasis
Wacana Prima Kompetensi, 2008, Jakarta: Kencana.
Mohammad Asrori, Prof. Dr, 2008, Sukidin, Basrowi, Suranto, 2008,
Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Manajemen Penelitian Tindakan Kelas,
CV. Wacana Prima Jakarta ; Insan Cendekia
Nasution, Prof.Dr, 2009, Berbagai Sudrajat Ahmad, 2008, Penelitian Tindakan
Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Kelas (Classroom Action Research). 2008.
Mengajar, Jakarta ; Sinar Grafika Offset http://Akhmad_Sudrajat.wordpress.com
Nana Sudjana, Dr, 2003, Tuntunan Sudrajat Ahmad, 2008, Pengertian
Penyusunan Karya Ilmiah, Jakarta; Sinar Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,
Baru Algensindo Taktik, dan Model Pembelajaran,
Roestiyah N.K, Dra, 2008, Strategi Belajar http://Akhmad_Sudrajat.wordpress.com
Mengajar, Jakarta ; PT.Rineka Cipta

Volume 8 Nomor 3 September 2017 443


444 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
PELATIHAN PENGAJARAN LISTENING SKILL MELALUI MEDIA
“VISUAL PICTURE”

Nurlaila Husain

Abstrak:
Tujuan dari pelatihan ini adalah meningkatkan minat siswa belajar bahasa Inggris khususnya
pada pembelajaran listening skill yang salah salah satu caranya melalui media visual picture.
Pengajaran ini diberikan melalui cerita bergambar dengan menggunakan strategi story telling.
Hasil yang dicapai menunjukkan tingginya ketertarikan dan antusiasme dalam proses
pembelajaran dan jawaban-jawaban benar yang disampaikan oleh para siswa pada saat
melaksanakan quiz dan game. Keberhasilan pelatihan ini memberikan arti bahwa semakin
tertarik siswa terhadap suatu materi, maka semakin mudah bagi mereka memahami materi itu.
Oleh sebab itu, media dan strategi penyampaian materi ajar bahasa Inggris harus benar-benar
dilakukan dengan cermat dan matang. terutama materi yang akan diberikan kepada siswa level
beginner.

Kata kunci: Listening skill, Visual Picture, Strategi Story Telling.

PENDAHULUAN menggunakan media yakni visual picture


Dalam belajar bahasa Inggris, melalui strategi story telling.
orang mengenal keterampilan reseptif dan Dari hasil wawancara dan
keterampilan produktif. Keterampilan observasi awal di SMPN 16 Kota Gorontalo
reseptif meliputi ketrampilan menyimak diperoleh informasi bahwa terdapat
(listening) dan ketrampilan membaca beberapa indikasi yang menunjukan
(reading), sedangkan ketrampilan produktif masih rendahnya kemampuan siswa dalam
meliputi keterampilan berbicara (speaking) bahasa Inggris, antara lain: (1) ditinjau dari
dan ketrampilan menulis (writing). Baik faktor siswa, siswa masih memiliki motivasi
keterampilan reseptif maupun ketrampilan yang rendah dalam belajar bahasa Inggris
produktif perlu dikembangkan dalam proses di kelas yang ditunjukan oleh respon
pembelajaran bahasa Inggris. Unsur-unsur mereka dalam memperhatikan atau
bahasa yang lain seperti struktur, kosa mengerjakan tugas yang diberikan oleh
kata, dan lafal merupakan unsur guru; kemampuan bahasa Inggris yang
pendukung pengajaran ketrampilan rendah ditunjukkan oleh keterbatasan
berbahasa. Dengan demikian seorang mereka dalam memahami kosa kata,
pengajar bahasa Inggris senantiasa rendahnya kemampuan menulis, membaca,
berpedoman kepada keterampilan menyimak dan berbicara; (2) ditinjau dari
berbahasa dan unsur-unsur yang faktor guru, sebagian besar guru bahasa
dimaksud. Inggris memiliki kecenderungan mengajar
Dalam pembelajaran Bahasa yang masih bersifat teacher-centered
Inggris di sekolah, khususnya di Sekolah daripada students-centred; kurangnya
Menengah Pertama (SMP) atau sederajat, penerapan model pembelajaran yang
tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris variatif; (3) ditinjau dari ketersediaan dan
adalah: (1) mengembangkan kompetensi pemanfaatan media pembelajaran,
berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulis sebagian besar guru bahasa Inggris kurang
untuk mencapai literasi fungsional; (2) memanfaatkan media pembelajaran yang
memiliki kesadaran tentang hakekat dan kreatif dan inovatif sesuai dengan
pentingnya bahasa Inggris untuk karakteristik siswa dan materi pembelajaran
meningkatkan daya saing bangsa dalam berdasarkan tujuan yang dicapai.
masyarakat global; (3) mengembangkan Hal ini sangat penting karena tingkat
pemahaman peserta didik tentang pemahaman siswa terhadap suatu materi
keterkaitan antara bahasa dengan budaya. itu ditentukan oleh media dan strategi
(Depdiknas, 2007). Dalam kaitan dengan menyampaikan materi itu. Materi haruslah
pencapaian tujuan pembelajaran bahasa memperhatikan hal-hal seperti umur siswa,
Inggris di SMP, maka pelatihan ini lebih keadaan psikologi, keadaan sosial
merujuk pada keterampilan reseptif skill ekonomi, budayanya, lingkungan
khususnya peningkatan kemampuan bermainnya, dan lingkungan berbahasanya.
menyimak (listening skill), dengan

Volume 8 Nomor 3 September 2017 445


Berdasarkan pemaparan di atas rekaman fotografi dan rekaman audio
penulis mengadakan pelatihan untuk visual. Bahkan gerakan-gerakan
mengajarkan bahasa Inggris dengan psikomotorik anggota badan kita bisa
menggunakan media visual picture melalui dijadikan media bila hal tersebut sesuai
strategi story telling agar siswa tidak dengan konteksnya, misalnya materi
mengalami kebosanan dalam belajar. part of the human body.
Selanjutnya Gerlach and Ely ( 1971)
PEMBAHASAN mengklasifikasikan instruksional media
Media Pembelajaran dalam beberapa jenis:
Dalam proses belajar mengajar, a. Benda nyata (seperti orang, suat
guru, materi, metode, dan media kejadian, dan obyek);
instruksional, merupakan faktor-faktor yang b. Penyajian dalam dalam bentuk tulisan (
dapat mempengaruhi kondisi proses belajar seperti textbooks, kumpulan materi,
mengajar. Dengan kata lain bahwa faktor- slide, filmstrip, transparasi);
faktor ini merupakan paranial faktor yang c. Penyajian grafik ( chart, peta, diagram)
saling mendukung dalam penentuan d. Gambar-gambar ( foto, gambar obyek)
berhasil tidaknya proses pembelajaran e. Audio-visual
bahasa Inggris. Namun dari faktor-faktor ini, f. Audio record (tape)
pada umumnya kata kuncinya bahwa g. Simulasi ( replikasi dari situasi nyata)
gurulah sebagai pengendali dalam proses Berdasarkan pengklasifikasian media
belajar mengajar; terutama bagaimana ia yang telah dikemukan di atas, penulis
memberdayakan kelas; bagaimana ia dapat menggolongkan jenis media
menciptakan suasana belajar yang instruksional itu dalam 3 kategori yang
menyenangkan misalnya pemilihan media besar:
mengajar tepat dengan kondisi anak 1) Media Audio
belajar, baik kondisi gaya belajarnya Yang tergolong media audio adalah
maupun kondisi tempat ia belajar. media yang isi pesannya hanya diterima
Media adalah kata jamak dari medium ( oleh indera pendengaran (Asyhar,
dari bahasa latin) yang artinya perantara 2011:71). Ditinjau dari segi fungsinya
(between). Makna umumnya adalah media audio adalah merekam dan
―apa saja yang dapat menyalurkan memancarkan suara manusia, hewan dll
informasi dari sumber ke penerima dalam kaitannya dengan pembelajaran
informasi. Hal ini di dukung oleh bahasa Inggris, sebagian besar
pendapat dari Gerlach and Ely (1971) pemanfaatan audio lebih diarahkan
yang mendefinisikan ― Instructional pada keterampilan berbahasa tertentu
media as any person, material, or event misalnya keterampilan menyimak
that establishes the condition enabling (listening skill), keterampilan berbicara
the students to acquire knowledge, (speaking skill), lafal dan pengucapan
skills, and attitudes. Berdasarkan (spelling dan pronunciation).
definisi yang dikemukan di atas, penulis Adapun jenis media audio yang
dapat menyimpulkan bahwa media dapat digunakan dalam pembelajaran
instruksional/pembelajaran merupakan bahasa Inggris adalah songs, cassette
alat bantu pembelajaran yang sangat recorder, radio.
penting dan efektif dalam sistem 2) Media Visual
instruksional misalnya dalam Media visual adalah media yang
menyampaikan informasi kepada siswa. mengandalkan indera penglihatan
Secara garis besar, media di semata-mata dari peserta didik (Asyhar,
klasifikasikan menjadi tiga kelompok 2011:45). Selanjutnya Kasbolah
seperti diuraikan berikut ini: Pertama (2007:102) menjelaskan bahwa media
adalah benda asli, Tujuan penggunaan visual merupakan media yang dapat
media dengan benda asli dalam dipandang atau dilihat dan dapat
pembelajaran bahasa Inggris ialah untuk disentuh oleh siswa. Dengan demikian
penambahan penguasaan kosa kata. dapat dikatakan bahwa media visual
Kedua adalah media cetak, seperti yang berkaitan dengan pembelajaran
gambar-gambar di koran dan majalah. adalah salah satu jenis media yang
Media ini adalah cocok dipakai untuk disediakan oleh guru dalam membantu
mengganti benda yang sulit dihadirkan siswa dalam belajar dengan
ke kelas. Ketiga adalah media hasil

446 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


memanfaatkan indera penglihatan dan Dari beberapa penelitian yang
indera peraba. ditemukan, dapat disimpulkan bahwa guru
Adapun jenis media visual yang dapat bahasa Inggris tidak sering menggunakan
digunakan dalam pembelajaran bahasa media yang kreatif dan inovatif dalam
Inggris adalah pictures, flashcards, proses pembelajaran sehingga membuat
puppets, chart, power point, poster, siswa tidak tertarik dan kurang termotivasi
diagram, peta dan realia. untuk belajar bahasa Inggris.
3) Media Audio-Visual Khusus pada pelatihan ini
Media audio-visual adalah jenis media menggunakan media visual yaitu visual
yang digunakan dalam kegiatan picture. Media ini adalah cerita bergambar
pembelajaran dengan melibatkan yang kreatif, berwarna yang
pendengaran dan penglihatan sekaligus dikolaborasikan dengan strategi story telling
dalam satu proses atau kegiatan sehingga penyampaiannya sangat menarik
(Asyhar, 2011:45). Media ini dapat minat siswa belajar.
menampilkan unsure gambar (visual) Story telling merupakan salah satu
dan suara (audio) secara bersamaan strategi dalam pengajaran Bahasa Inggris
pada saat mengkomunikasikan pesan dari sekian banyak strategi lainnya. Strategi
atau informasi. ini sangat menarik apabila dibawakan
Pemanfaatan media audio-visual dalam dengan cara pembelajaran yang
pembelajaran bahasa Inggris dapat menyenangkan dengan memancing
menggunakan audio-visual murni dan kreatifitas siswa, menumbuhkan rasa
audio-visual tidak murni. Visual murni percaya diri baik secara individu maupun
diarahkan pada unsur suara dan kerja sama dalam tim.
gambar yang berasal dari satu sumber
suara. Sedangkan audio-visual tidak Hasil Pelatihan
murni adalah unsure suara dan Pada pembahasan ini menjelaskan
gambarnya bersal dari sumber yang tentang hasil pelaksanaan kegiatan yang
berbeda. Beberapa contoh pemanfaatan meliputi 3 tahap kegiatan yaitu pre-
audio-visual dalam pembelajaran listening, kegiatan pembelajaran listening
bahasa Inggris untuk anak adalah dan post listening. Sebelum pelatihan
televisi, TV, film/slides, film strip/tapes, dilaksanakan penulis melakukan observasi
DVD player, animasi. awal pada siswa SMPN 16. Materi apa
Pemanfaatan media ini dapat yang mereka butuhkan, media dan strategi
diterapkan pada empat keterampilan apa yang cocok untuk mereka. Sehingga
berbahasa dan komponen berbahasa. pada akhirnya penulis menggunakan materi
misalnya keterampilan menyimak bertemakan kehidupan hewan laut yaitu
(listening skill), keterampilan berbicara lumba-lumba. Media yang digunakan
(speaking skill), keterampilan membaca adalah visual picture yaitu gambar-gambar
(reading skill), keterampilan menulis dari hewan-hewan laut yang ada dalam
(writing skill), serta lafal dan cerita dan strategi yang digunakan adalah
pengucapan (spelling dan story telling dipadukan dengan berbagai
pronunciation). Adapun jenis media macam permainan. Tema hewan laut ini
audio-visual yang dapat digunakan dipilih karena sekolah tersebut dekat
dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan pantai dan pada umumnya para
adalah Animasi, Film, TV, dll siswa mengenal semua hewan laut yang
Beberapa hasil penelitian tentang diajarkan sehingga pembelajaran dikelas
proses pengajaran bahasa Inggris di lebih interaktif.
Sekolah Menengah Pertama seperti Hippy
(2003), Lahay (2008) dan Ilato (2010) yang A. Pre-listening
meneliti tentang peningkatan kemampuan Materi yang dibawakan pada
menulis siswa dengan menggunakan media pelatihan ini berjudul Timmy the Little
gambar. Pada observasi awal, mereka Dolphin. Pada kegiatan pre-listening dibagi
menemukan kurangnya penggunaan media menjadi dua tahapan. Pertama, diawali
dalam proses pembelajaran bahasa Inggris dengan memperlihatkan beberapa gambar
di kelas. Selain itu, Kasimo (2013) juga hewan laut seperti; lumba-lumba, Kuda
meneliti tentang peningkatan penguasaan Laut, Bintang Laut, Gurita dan Penyu yang
kosakata dengan menggunakan media ada dalam cerita disertai dengan deskripsi
visual berupa buku komik Tom dan Jerry. singkat mengenai hewan-hewan laut

Volume 8 Nomor 3 September 2017 447


tersebut, sehingga siswa mendapatkan kelas. Para siswa sangat senang dalam
pengetahuan dasar tentang hewan-hewan menerima materi dan bersemangat
laut itu. Kedua, di adakan permainan dalam mengikuti setiap tahapan
menebak gambar hewan-hewan laut yang pembelajaran.
telah diperkenalkan sehingga siswa lebih
paham dan kenal dengan hewan-hewan C. Post-Listening
yang ada dalam cerita. Selanjutnya akan Pada akhir pembelajaran,
dilakukan kegiatan pembelajaran listening. dilaksanakan evaluasi untuk melihat
keberhasilan penerapan strategi
B. Kegiatan pembelajaran Listening pembelajaran dalam bentuk quiz. Hal ini
Kegiatan pembelajaran listening dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
akan dilakukan dalam beberapa kegiatan: keberhasilan dari media dan strategi
1. Membacakan cerita Timmy the Little pembelajaran yang digunakan. Hasil
Dolphin dengan jelas, keras dengan evaluasi menunjukkan tingginya
intonasi tertentu sambil memperlihatkan ketertarikan dan antusiasme dalam proses
gambar hewan-hewan yang ada dalam pembelajaran, jawaban-jawaban benar
cerita yang disampaikan oleh para siswa pada
2. Kemudian setelah dua kali dibacakan saat melaksanakan quiz.
cerita, siswa akan dibagi menjadi 4
kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang Kesimpulan
masing-masing kelompok. Setelah itu, Berdasarkan kegiatan pre-listening,
setiap kelompok dibagikan cerita yang pelaksanaan pembelajaran dan post
terdiri dari empat paragrap dan masing- listening dapat di tarik kesimpulan
masing siswa dalam setiap kelompok bahwasanya siswa menunjukkan minat
mendapatkan tugas membaca satu yang tinggi pada saat proses pembelajaran
paragrap. Mereka akan diberikan waktu bahasa Inggris dikelas dengan
sekitar 10 menit untuk memahami isi menggunakan media dan strategi yang
cerita. tepat sehingga menghasilkan sesuatu yang
3. Setelah mereka memahami paragrap kita inginkan bersama yaitu siswa memiliki
yang dibacanya kemudian siswa yang motivasi belajar bahasa Inggris dengan
membaca paragrap yang sama akan cara yang menyenangkan.
berkumpul menjadi satu kelompok dan saran yang bisa diajukan
mereka akan berbagi pegetahuan khususnya untuk pengajar bahasa Inggris
tentang isi cerita sekaligus menjawab adalah diharapkan untuk bisa
pertanyaan pada paragrap yang mereka menggunakan media dan menerapkan
baca. strategi pengajaran bahasa Inggris yang
4. Setelah mereka memahami dan tepat sehingga mampu menarik minat dan
menjawab isi cerita dari paragrap yang meningkatkan motivasi siswa, jangan
dibaca kemudian setiap siswa akan hanya terkesan monoton dengan
kembali pada kelompok awal mereka. menggunakan metode ceramah saja.
Ketika mereka berkumpul kembali pada
kelompoknya, mereka akan berbagi References
cerita dari masing-masing paragrap
sehingga cerita dari Timmy the Little Asyhar, H, Rayendra. 2011. Kreatif
Dolphin akan menjadi satu cerita yang Mengembangkan Media
lengkap. Pembelajaran. Jakarta: Gaung
5. Kemudian masing-masing kelompok Persada (GP) press.
akan dibagikan gambar-gambar dari Gerlach,V.G. dan Ely,D.P. 1971. Teaching
cerita Timmy the Little Dolphin, gambar and Media. A. Systematic
inilah yang disebut visual picture dan Approach. Englewood Cliffs.
berdasarkan gambar ini, masing-masing Prentice-Hill, Inc.
kelompok akan mempresentasikan di Hippy, Wiwin Firanti. 2003. A study on the
depan kelas ceritanya sambil students’ achievement in
memperlihatkan gambar. making descriptive
6. Pada saat proses belajar mengajar, composition by using picture.
terjadi proses interaksi antara guru dan Skripsi.
siswa. Ini terlihat dari antusiasme siswa Ilato, Novita. 2010. A descriptive study on
dalam belajar bahasa Inggris di dalam students’ ability in writing

448 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


cause and effect paragraph by Universitas Pendidikan
using picture. Skripsi. Ganesha ISSN 1979-7109.
Kasimo, Fitrianingsi. 2013. The application Regional English Language Office (RELO)
of Tom and Jerry Comics as and Lembaga Bahasa
teaching media in improving International (LBI). 2009.
students’ mastering Becoming a Creative Teacher.
vocabulary. Skripsi A Manual for Teaching
Lahay, Titin. 2008. a descriptive study on English to Indonesian
the students’ ability in writing Elementary Students. Jakarta:
procedure text by using RELO Public Affairs.
picture. Skripsi. Suyanto, Kasihani K.E. 2007. English for
Ramendra, Dewa Putu dan Ratminingsih, Young Learners: Melejitkan
Ni Made. 2007. Pemanfaatan Potensi Anak Melalui English
Audio Visual Aids (AVA) Class yang Fun, Asyik, dan
Dalam Proses Belajar Menarik. Jakarta: Bumi
Mengajar Mata Pelajaran Aksara
Bahasa Inggris di Sekolah
Dasar. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan
Vol. 1 Nomor 2 Desember .
Lembaga Penelitian

Volume 8 Nomor 3 September 2017 449


450 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan
MENINGKATKANPRESTASI BELAJAR BAHASA INGGRIS
MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TEAM GAMES TOURNAMENT

Ratna Lamusu
SMP Muhammadiyah 1 Gorontalo

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
membaca teks recount melalui model pembelajaran kooperatif Team Games
Tournament (b) Ingin mengetahui seberapa meningkatnya keterampilan membaca
teks berbentuk recount setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif
Team Games Tournament Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action
research) sebanyak tigasiklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu:
perencanaan tindakan,pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Sasaran
penelitian ini adalah siswa Kelas VIII A SMP Muhammadiyah 1 Gorontalo. Data
yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar
mengajar. Dari hasil analisa didapatkan bahwa keterampilan membaca teks
berbentuk recount siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II
yaitu, siklus I Pertemuan 1 (30 %), siklus I Pertemuan 2 (30 %),siklus II
pertemuan1 (40 %) dan siklus II Pertemuan 2 (85 %). Simpulan dari penelitian ini
adalah model pembelajaran kooperatif Team Games Tournament dapat
berpengaruh positif terhadap meningkatnya keterampilan membaca teks berbentuk
recountsiswa kelasVIII A SMP Muhammadiyah 1 Gorontalo, serta model
pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative dalam
pembelajaran bahasa Inggris.

Kata Kunci: pembelajaran bahasa Inggris, model pembelajaran kooperatif Team


Games Tournament

Pendahuluan 5. Memahami makna teks tulis


Kemampuan berbahasa Inggris fungsional dan esei pendek sederhana
merupakan suatu kebutuhan dan berbentuk descriptive dan recount yang
keharusan di era komunikasi dan berkaitan dengan lingkungan sekitar
globalisasi sekarang ini. Pelajaran Bahasa Dari latar belakang di atas dapat
Inggris di SMP berfungsi sebagai alat diidentifikasi beberapa masalah
pengembangan diri siswa dalam bidang sebagaiberikut :
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 1. Rendahnya prestasi siswa pada mata
Setelah menamatkan studi, diharapkan pelajaran bahasa Inggris mencerminkan
mereka dapat tumbuh dan berkembang proses pembelajaran yang kurang
menjadi individu yang mandiri, cerdas, optimal.
terampil dan berkepribadian siap ikut serta 2. Siswa dan guru belum terbiasa
dalam pembangunan nasional. Pengajaran menggunakan model pembelajaran
bahasa Inggris di SMP meliputi empat yang inovatif dalam proses
kemampuan berbahasa yaitu: Menyimak, pembelajaran.
berbicara, membaca, dan menulis. Semua 3. Adanya anggapan siswa bahwa dalam
itu harus didukung oleh unsur unsur bahasa belajar kelompok tidak perlu semua
lainnya yaitu : Kosa kata, Tata Bahasa, dan bekerja.
Pronounciation sesuai dengan standar 4. Adanya siswa yang suka
kompetensi dan kompetensi dasar sebagai membicarakan hal lain, yang tidak
alat tujuan dari pembelajaran itu sendiri. berhubungan dengan tugas kelompok.
Dari keempat keterampilan berbahasa Merujuk pada uraian latar belakang di
tersebut diatas, pembelajaran keterampilan atas dapat dirumuskan masalah sebagai
Membaca ( Reading) ternyata kurang berikut:Apakah penerapan pembelajaran
berjalan sebagaimana mestinya khususnya Teams Games Tournament (TGT) efektif
pada Standar Kompetensi Membaca: untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

Volume 8 Nomor 3 September 2017 451


pada matapelajaran bahasa Inggris kelas memperbaiki kondisi dimana praktek
VIII A SMP Muhammadiyah 1 Gorontalo ? pembelajaran tersebut dilakukan (dalam
Mukhlis, 2000: 3).
Metode
Menurut Oja dan Sumarjan Hasil dan Pembahasan
(dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) 1. Deskripsi Kondisi Awal
mengelompokkan penelitian tindakan Data penelitian yang diperoleh
menjadi empat macam yaitu, (a) guru berupa hasil uji coba item butir soal, data
sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan observasi berupa pengamatan pengelolaan
kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) model pembelajaran kooperatif Team
administrasi sosial eksperimental. Tempat Games Tournament dan pengamatan
penelitian ini bertempat di kelas VIII A SMP aktivitas siswa dan guru pada akhir
Muhammadiyah 1 Gorontalo Tahun pembelajaran, dan data tes formatif siswa
Pelajaran 2012/2013. Penelitian ini pada setiap siklus.
dilaksanakan pada semester ganjil tahun Data hasil uji coba item butir soal
pelajaran 2012/2013 tepatnya bulan digunakan untuk mendapatkan tes yang
Oktober s.d. Desember 2012. Penelitian ini betul-betul mewakili apa yang diinginkan.
menggunakan model penelitian tindakan Data ini selanjutnya dianalisis tingkat
dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan
1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus daya pembeda.
yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap
siklus meliputi planning (rencana), action 2. Deskripsi Siklus I
(tindakan), observation (pengamatan), dan Pertemuan 1
reflection (refleksi). Langkah pada siklus a. Tahap Perencanaan
berikutnya adalah perencanaan yang sudah Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
direvisi, tindakan, pengamatan, dan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
refleksi. Subjek penelitian adalah siswa RPP 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat
kelas VIII Ayang berjumlah 20 orang, terdiri pengajaran yang mendukung.
dari 12 orang laki-laki dan 8 orang b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
perempuan. Dipilih sebagai subjek Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
penelitian karena kondisi siswa pada kelas untuk siklus I pertemuan 1 dilaksanakan di
tersebut bermasalah sesuai dengan Kelas VIII A dengan jumlah 20 siswa.
identifikasi masalah yang telah dipaparkan Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
sebelumnya. Data-data yang diperlukan guru. Adapun proses belajar mengajar
dalam penelitian ini diperoleh melalui mengacu pada rencana pelajaran yang
observasi pengolahan belajar aktif, telah dipersiapkan. Pengamatan
observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes (observasi) dilaksanakan bersamaan
formatif. Penelitian ini menggunakan dengan pelaksaaan belajar mengajar.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Pada akhir proses belajar mengajar siswa
Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah diberi tes formatif I dengan tujuan untuk
suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif mengetahui tingkat keberhasilan siswa
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk dalam proses belajar mengajar yang telah
meningkatkan kemantapan rasional dari dilakukan. Adapun data hasil penelitian
tindakan mereka dalam melaksanakan pada siklus I pertemuan 1 adalah sebagai
tugas, memperdalam pemahaman terhadap berikut:
tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta

Table 2. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I Pertemuan 1


Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 50 √ 11 55 √
2 40 √ 12 60 √
3 85 √ 13 60 √
4 72 √ 14 70 √
5 55 √ 15 50 √
6 83 √ 16 50 √

452 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


7 40 √ 17 45 √
8 60 √ 18 70 √
9 70 √ 19 50 √
10 40 √ 20 50 √
Jumlah 595 4 6 Jumlah 610 2 8
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1.900Jumlah Skor Tercapai 1.155
Rata-Rata Skor Tercapai 57,75

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas :6
Jumlah siswa yang belum tuntas : 14
Klasikal : Belum tuntas

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I Pertemuan 1


No Uraian Hasil Siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 57,75
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 6
3 Persentase ketuntasan belajar 30

Dari tabel di atas dapat dijelaskan langsung dalam setiap kegiatan yang
bahwa dengan menerapkan pembelajaran akan dilakukan.
kooperatif model TGT diperoleh nilai rata- 2) Guru perlu mendistribusikan waktu
rata prestasi belajar siswa adalah 57,75 secara baik dengan menambahkan
dan ketuntasan belajar mencapai 30 % informasi-informasi yang dirasa perlu
atau ada 6 siswa dari 20 siswa sudah dan memberi catatan
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan 3) Guru harus lebih terampil dan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal bersemangat dalam memotivasi siswa
siswa belum tuntas belajar, karena siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar
30 % lebih kecil dari persentase ketuntasan Pertemuan 2
yang dikehendaki yaitu sebesar 75 %. Hal a. Tahap Perencanaan
ini disebabkan karena siswa masih baru Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
dan asing terhadap model pembelajaran perangkat pembelajaran yang terdiri dari
baru yang diterapkan dalam proses belajar RPP 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat
mengajar. pengajaran yang mendukung.
c. Refleksi b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
belajar mengajar diperoleh informasi untuk siklus I pertemuan 2 dilaksanakan di
dari hasil pengamatan sebagai berikut: Kelas VIII A dengan jumlah 20 siswa.
1) Guru kurang baik dalam memotivasi Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
siswa dan dalam menyampaikan guru. Adapun proses belajar mengajar
tujuan pembelajaran mengacu pada rencana pelajaran yang
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan telah dipersiapkan. Pengamatan
waktu (observasi) dilaksanakan bersamaan
3) Siswa kurang begitu antusias selama dengan pelaksaaan belajar mengajar.
pembelajaran berlangsung. Pada akhir proses belajar mengajar siswa
d. Revisi diberi tes formatif 2 dengan tujuan untuk
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mengetahui tingkat keberhasilan siswa
pada siklus I pertemuan 1 ini masih dalam proses belajar mengajar yang telah
terdapat kekurangan, sehingga perlu dilakukan. Adapun data hasil penelitian
adanya revisi untuk dilakukan pada siklus pada siklus I pertemuan 2 adalah sebagai
berikutnya sebagai berikut : berikut:
1) Guru perlu lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih jelas dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran.
Dimana siswa diajak untuk terlibat

Volume 8 Nomor 3 September 2017 453


Table 4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I Pertemuan 2
Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 60 √ 11 55 √
2 50 √ 12 60 √
3 85 √ 13 60 √
4 72 √ 14 70 √
5 65 √ 15 50 √
6 83 √ 16 50 √
7 50 √ 17 45 √
8 60 √ 18 70 √
9 70 √ 19 50 √
10 50 √ 20 50 √
Jumlah 645 4 6 Jumlah 610 2 8
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2.000Jumlah Skor Tercapai 1.255
Rata-Rata Skor Tercapai 62,75

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas :6
Jumlah siswa yang belum tuntas : 14
Klasikal : Belum tuntas

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I Pertemuan 2


No Uraian Hasil Siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 62,75
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 6
3 Persentase ketuntasan belajar 30

Dari tabel di atas dapat dijelaskan d. Revisi


bahwa dengan menerapkan pembelajaran Pelaksanaan kegiatan belajar
kooperatif model TGT diperoleh nilai rata- mengajar pada siklus I pertemuan 2 ini
rata prestasi belajar siswa adalah 62,75 masih terdapat kekurangan, sehingga
dan ketuntasan belajar mencapai 30 % perlu adanya revisi untuk dilakukan
atau ada 6 siswa dari 20 siswa sudah pada siklus berikutnya sebagai berikut :
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan 1) Guru perlu lebih terampil dalam
bahwa pada siklus pertama secara klasikal memotivasi siswa dan lebih jelas dalam
siswa belum tuntas belajar, karena siswa menyampaikan tujuan pembelajaran.
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar Dimana siswa diajak untuk terlibat
30 % lebih kecil dari persentase ketuntasan langsung dalam setiap kegiatan yang
yang dikehendaki yaitu sebesar 75 %. Hal akan dilakukan.
ini disebabkan karena siswa masih baru 2) Guru perlu mendistribusikan waktu
dan asing terhadap model pembelajaran secara baik dengan menambahkan
baru yang diterapkan dalam proses belajar informasi-informasi yang dirasa perlu
mengajar. dan memberi catatan
c. Refleksi 3) Guru harus lebih terampil dan
Dalam pelaksanaan kegiatan bersemangat dalam memotivasi siswa
belajar mengajar diperoleh informasi sehingga siswa bisa lebih antusias.
dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam memotivasi 3. Deskripsi Siklus II
siswa dan dalam menyampaikan Pertemuan 1
tujuan pembelajaran a. Tahap perencanaan
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan Pada tahap ini peneliti
waktu mempersiapkan perangkat pembelajaran
3) Siswa kurang begitu antusias selama yang terdiri dari RPP 3, soal tes formatif 3
pembelajaran berlangsung. dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

454 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan (observasi) dilaksanakan bersamaan
Pelaksanaan kegiatan belajar dengan pelaksanaan belajar mengajar.
mengajar untuk siklus II pertemuan 1 di Pada akhir proses belajar
kelas VIII A dalam hal ini peneliti bertindak mengajar siswa diberi tes formatif II dengan
sebagai guru. Adapun proses belajar tujuan untuk mengetahui tingkat
mengajar mengacu pada RPP 3 dengan keberhasilan siswa dalam proses belajar
memperhatikan revisi pada siklus I mengajar yang telah dilakukan. Instrument
pertemuan 1 dan 2, sehingga kesalahan yang digunakan adalah tes formatif II.
atau kekurangan pada siklus I tidak Adapun data hasil penelitian pada siklus II
terulang lagi pada siklus II. Pengamatan pertemuan 1 adalah sebagai berikut.

Table 6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II Pertemuan 1


Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 65 √ 11 65 √
2 50 √ 12 70 √
3 87 √ 13 70 √
4 75 √ 14 73 √
5 60 √ 15 60 √
6 85 √ 16 60 √
7 50 √ 17 55 √
8 65 √ 18 75 √
9 75 √ 19 60 √
10 50 √ 20 60 √
Jumlah 662 4 6 Jumlah 648 4 6
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2.000Jumlah Skor Tercapai 1.310
Rata-Rata Skor Tercapai 65,5

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas :8
Jumlah siswa yang belum tuntas : 12
Klasikal : Belum tuntas

Tabel 7. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II Pertemuan 1


No Uraian Hasil Siklus II
1 Nilai rata-rata tes formatif 65,5
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 8
3 Persentase ketuntasan belajar 40

Dari tabel di atas diperoleh nilai Dalam pelaksanaan kegiatan


rata-rata prestasi belajar siswa adalah 65.5 belajar diperoleh informasi dari hasil
dan ketuntasan belajar mencapai 40 % pengamatan sebagai berikut:
atau ada 8 siswa dari 20 siswa sudah 1) Memotivasi siswa
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan 2) Membimbing siswa merumuskan
bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar kesimpulan/menemukan konsep
secara klasikal telah mengalami 3) Pengelolaan waktu
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. d. Revisi Rancangan
Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini Pelaksanaan kegiatan belajar
karena siswa mambantu siswa yang kurang pada siklus II pertemuan 1 ini masih
mampu dalam mata pelajaran yang mereka terdapat kekurangan-kekurangan. Maka
pelajari. Disamping itu adanya kemampuan perlu adanya revisi untuk dilaksanakan
guru yang mulai meningkat dalam proses pada siklus II pertemuan 2 antara lain:
belajar mengajar. 1) Guru dalam memotivasi siswa
c. Refleksi hendaknya dapat membuat siswa

Volume 8 Nomor 3 September 2017 455


lebih termotivasi selama proses yang terdiri dari RPP 4, soal tes formatif 4
belajar mengajar berlangsung. dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa b. Tahap kegiatan dan pengamatan
sehingga tidak ada perasaan takut Pelaksanaan kegiatan belajar
dalam diri siswa baik untuk mengajar untuk siklus II Pertemuan 2
mengemukakan pendapat atau dilaksanakan di Kelas VIII A dengan jumlah
bertanya. 20 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak
3) Guru harus lebih sabar dalam sebagai guru. Adapun proses belajar
membimbing siswa merumuskan mengajar mengacu pada rencana pelajaran
kesimpulan/menemukan konsep. dengan memperhatikan revisi pada siklus
4) Guru harus mendistribusikan waktu II, sehingga kesalahan atau kekurangan
secara baik sehingga kegiatan pada siklus II pertemuan 1 tidak terulang
pembelajaran dapat berjalan sesuai lagi pada siklus II pertemuan 2.
dengan yang diharapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
5) Guru sebaiknya menambah lebih bersamaan dengan pelaksanaan belajar
banyak contoh soal dan memberi mengajar.
soal-soal latihan pada siswa untuk Pada akhir proses belajar
dikerjakan pada setiap kegiatan mengajar siswa diberi tes formatif 4 dengan
belajar mengajar. tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar
Pertemuan 2 mengajar yang telah dilakukan. Instrumen
a. Tahap Perencanaan yang digunakan adalah tes formatif 4.
Pada tahap ini peneliti Adapun data hasil penelitian pada siklus II
mempersiapkan perangkat pembelajaran Pertemuan 2adalah sebagai berikut:

Table 8. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II Pertemuan 2


Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 85 √ 11 85 √
2 68 √ 12 90 √
3 90 √ 13 80 √
4 80 √ 14 85 √
5 80 √ 15 85 √
6 88 √ 16 85 √
7 67 √ 17 80 √
8 85 √ 18 90 √
9 80 √ 19 80 √
10 65 √ 20 80 √
Jumlah 788 7 3 Jumlah 840 10
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2.000 Jumlah Skor Tercapai 1.628
Rata-Rata Skor Tercapai 85

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 17
Jumlah siswa yang belum tuntas :3
Klasikal : Tuntas

456 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


Tabel 9. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II Pertemuan 2
No Uraian Hasil Siklus II
1 Nilai rata-rata tes formatif 81,4
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 17
3 Persentase ketuntasan belajar 85

Berdasarkan tabel diatas tetapi yang perlu diperhatikan untuk


diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar tindakah selanjutnya adalah
81,4 dan dari 20 siswa yang telah tuntas memaksimalkan dan mempertahankan apa
sebanyak 17 siswa dan 3 siswa belum yang telah ada dengan tujuan agar pada
mencapai ketuntasan belajar. Maka secara pelaksanaan proses belajar mengajar
klasikal ketuntasan belajar yang telah selanjutnya penerapan model pembelajaran
tercapai sebesar 85 % (termasuk kategori kooperatif TGT dapat meningkatkan
tuntas). Hasil pada siklus II Pertemuan 2 proses belajar mengajar sehingga tujuan
ini mengalami peningkatan lebih baik dari pembelajaran dapat tercapai.
siklus II pertemuan 1. Adanya peningkatan
hasil belajar pada siklus II pertemuan 2 ini B. Pembahasan
dipengaruhi oleh adanya peningkatan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
kemampuan siswa dalam mempelajari Melalui hasil peneilitian ini
materi pelajaran yang telah diterapkan menunjukkan bahwa model pembelajaran
selama ini serta ada tanggung jawab kooperatif TGT memiliki dampak positif
kelompok dari siswa yang lebih mampu dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
untuk mengajari temannya kurang mampu. Hal ini dapat dilihat dari semakin
c. Refleksi mantapnya pemahaman dan penguasaan
Pada tahap ini dikaji apa yang siswa terhadap materi yang telah
telah terlaksana dengan baik maupun yang disampaikan guru selama ini (ketuntasan
masih kurang baik dalam proses belajar belajar meningkat dari sklus I pertemuan 1 -
mengajar dengan penerapan pembelajaran 2, dan siklus I pertemuan 1 – 2 ) yaitu
kooperatif model TGT. Dari data-data yang masing-masing 30 %,30 %,40 %, dan 85
telah diperoleh dapat duraikan sebagai %. Pada siklus II Pertemuan 2 ketuntasan
berikut: belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
1) Selama proses belajar mengajar guru 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola
telah melaksanakan semua Pembelajaran
pembelajaran dengan baik. Meskipun Berdasarkan analisis data,
ada beberapa aspek yang belum diperoleh aktivitas siswa dalam proses
sempurna, tetapi persentase pembelajaran kooperatif model TGT dalam
pelaksanaannya untuk masing-masing setiap siklus mengalami peningkatan. Hal
aspek cukup besar. ini berdampak positif terhadap peningkatan
2) Berdasarkan data hasil pengamatan prestasi belajar siswa dan penguasaan
diketahui bahwa siswa aktif selama materi pelajaran yang telah diterima selama
proses belajar berlangsung. ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan
3) Kekurangan pada siklus-siklus meningkatnya nilai rata-rata siswa pada
sebelumnya sudah mengalami setiap siklus yang terus mengalami
perbaikan dan peningkatan sehingga peningkatan.
menjadi lebih baik. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam
4) Hasil belajar siswa pada siklus II Pembelajaran
Pertemuan 2 telah mencapai ketuntasan. Berdasarkan analisis data,
d. Revisi Pelaksanaan diperoleh aktivitas siswa dalam proses
Pada siklus II Pertemuan 2 pembelajaran bahasa Inggris dengan
guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif model TGT yang
pembelajaran kooperatif TGT dengan baik paling dominan adalah,
dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil mendengarkan/memperhatikan penjelasan
belajar siswa pelaksanaan proses belajar guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa
mengajar sudah berjalan dengan baik. dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa
Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 457


Sedangkan untuk aktivitas guru yang optimal bagi siswa, maka
selama pembelajaran telah melaksanakan disampaikan saran sebagai berikut:
langkah-langkah pembelajaran kooperatif 1. Untuk melaksanakan pembelajaran
model TGT dengan baik. Hal ini terlihat dari kooperatif model TGT memerlukan
aktivitas guru yang muncul di antaranya persiapan yang cukup matang,
aktivitas membimbing dan mengamati sehingga guru harus mampu
siswa dalam mengerjakan kegiatan, menentukan atau memilih topik yang
menjelaskan materi yang tidak dimengerti benar-benar bisa diterapkan dengan
siswa, memberi umpan balik/evaluasi/tanya pembelajaran kooperatif model TGT
jawab dimana presentase untuk aktivitas di dalam proses belajar mengajar
atas cukup besar. sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi
Kesimpulan dan Saran belajar siswa, guru hendaknya lebih
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah sering melatih siswa dengan berbagai
dilakukan selama dua siklus, dan metode pengajaran yang sesuai, walau
berdasarkan seluruh pembahasan serta dalam taraf yang sederhana, dimana
analisis yang telah dilakukan dapat siswa nantinya dapat menemukan
disimpulkan sebagai berikut: pengetahuan baru, memperoleh konsep
1. Pembelajaran kooperatif model TGT dan keterampilan, sehingga siswa
memiliki dampak positif dalam berhasil atau mampu memecahkan
meningkatkan prestasi belajar siswa masalah-masalah yang dihadapinya.
yang ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa dalam setiap DAFTAR RUJUKAN
siklus, yaitu siklus I pertemuan 1 – 2 Arikunto, Suharsimi. 1997Dasar – dasar
(30 %), siklus II pertemuan 1 (40 %), Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara
siklus II pertemuan 2 (85 %). Barr, Robert Bart, James L. & Shermis,
2. Penerapan pembelajaran kooperatif 1978, The Nature of Social Studies,
model TGT mempunyai pengaruh California : ETC Publication
positif,yaitu dapat meningkatkan Borg & Gall, 2003, Educational Research,
motivasi belajar siswa dalam belajar New York; Allyn and Bacon
Bahasa Inggris , hal ini ditunjukkan Ibrahim, Muslimin,2000.Pembelajaran
dengan antusias siswa yang Kooperatif. Surabaya: University Press
menyatakan bahwa siswa tertarik dan Moleong, Lexy J, 2000, Metode Penelitian
berminat dengan model pembelajaran Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda
kooperatif TGT sehingga mereka Karya.
menjadi termotivasi untuk belajar. Nata widjaja, Rochman, 1985. Cara belajar
3. Pembelajaran kooperatif model TGT siswa aktif dan Penerapannya dalam
memiliki dampak positif terhadap Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat
kerjasama antara siswa, hal ini Jenderal Dikdasmen, Depdiknas
ditunjukkan adanya tanggung jawab Nasution S. 1989. Didaktik Azas – azas
dalam kelompok dimana siswa yang Mengajar, Bandung: Jermnas
lebih mampu mengajari temannya Rochman, Natawidijaja, 1997. Konsep
yang kurang mampu. Dasar Penelitian Tindakan ( Action
Dari hasil penelitian yang Research )
diperoleh dari uraian sebelumnya agar Sudjana, Nana, 1991. Model – Model
proses belajar mengajar Bahasa Inggris Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru
lebih efektif dan lebih memberikan hasil

458 PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan


PETUNJUK PENULISAN NASKAH

1. Naskah merupakan tulisan hasil penelitian, laporan pengembangan kebijakan, peta


pengembangan pendidikan, referensi pembinaan guru, dan resensi buku yang terkait
dengan dunia pendidikan, Naskah tulis dalam bahasa Indonesia atau bahas Inggris, belum
pernah diterbitkan, dan tidak sedang diajukan kejurnal atau majalah lain.
2. Naskah diketik 1,5 spasi atau kertas A4, dengan huruf arial ukuran 10, berkisar antara 10-
18 halaman, termasuk tabel, grafik, diagram, foto (sedapat mungkin discan/dipiral),
gambar, dan daftar pustaka. Cetakan naskah disertai file berformat*. Doc (via disket atau
e-mail), dikirim kealamat redaksi.
3. Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia menggunakan kalimat sederhana, mudah
dipahami, tidak menggunakan penafsiran ganda dan terhindar dari pemakaian istilah
bahasa asing , kecuali tidak memiliki terjemahan baku dalam bahasa Indonesia (ditandai
dengan huruf miring atau tanda dalam kurung setelah diterjemahkan).
4. Penulisan artikel memiliki urutan sebagai berikut.
a) Judul;
b) Nama penulis; perguruan tinggi atau instansi;
c) Alamat korenspondensi penulis (alamat instansi dan/atau email);
d) Abstrak, berisi rangkuman yang mencakup masalah, uraian pembahasan singkat,
kesimpula, diakhiri dengan tiga hingga lima kata kunci, ditulis dalam bahasa inggris;
e) Pendahuluan (latar belakang, tujuan, masalah, manfaat);
f) Uraian/pembahasan (khusus untuk artikel penelitian memuat kajian teori dan
metedologi);
g) Penutup (kesimpulan dan saran);
h) Daftar pustaka.
5. Daftar pustaka disusun menurut sistim American psychology Association (APA)
6. Pencantuman rumus, tabel, grafik, diagram, foto, gambar dengan ketentuan sebagai
berikut:
7. Rumus: rumus diketik menggunakan MS Eqation dan diberi nomor (didalam kurung)
disisi kanan, contoh:
Tabel: nomor dan nama tabel ditempelkan ditengah, diatas kotak tabel.
Grafik, diagram, foto, gambar : Nomor dan nama ditempelkan ditengah, dibawah objek.
8. Naskah jurnal untuk edisi yang segera akan terbit, paling lambat diterima oleh Redaksi
satu bulan sebelum jadwal penerbitan.
9. Apabila terdpt kekurangan isi atau pelengkapan naskah , penulis diminta untuk
melengkapinya segera mungkin. Redaksi berhak melakukan penyuntingan naskah tanpa
mengubah isi gagasanyan ada didalamnya.

Volume 8 Nomor 3 September 2017 459

Anda mungkin juga menyukai