MATERI PEMBELAJARAN
70
URAIAN MATERI
71
kegiatan belajar-mengajar, metode, strategi, dan teknik yang digunakan oleh
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
72
kebutuhan individu siswa, serta mampu mengembangkan keterampilan dan
pengetahuan siswa secara optimal.
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri antara lain
73
pembelajaran yang sama di berbagai mata pelajaran dan situasi
pembelajaran yang berbeda.
74
untuk meningkatkan keterampilan sosial, keterampilan berkomunikasi, dan
keterampilan kerja sama di antara siswa.
Menurut Trianto (2011), pembelajaran kolaboratif didasarkan pada
gagasan bahwa belajar yang paling efektif terjadi ketika siswa saling
berinteraksi dalam memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas
bersama. Dalam pembelajaran kolaboratif, siswa diberikan kesempatan
untuk bekerja dalam kelompok kecil atau tim, dan mereka saling membantu
dalam memahami materi, menjawab pertanyaan, dan memecahkan masalah.
Pembelajaran kolaboratif biasanya melibatkan tugas atau proyek yang
memerlukan kontribusi dari setiap anggota kelompok. Dalam proses ini,
siswa belajar untuk menghargai perbedaan pandangan, mendengarkan dan
mempertimbangkan ide-ide orang lain, dan berkomunikasi secara efektif
dalam mengungkapkan pendapat mereka.
Trianto (2011) juga menekankan bahwa pembelajaran kolaboratif
memerlukan peran guru sebagai fasilitator atau mediator dalam
mendukung interaksi antara siswa. Guru memberikan panduan dan
dukungan untuk memastikan bahwa siswa dapat bekerja secara efektif
dalam kelompok. Selain itu, guru juga memberikan umpan balik dan
bimbingan kepada siswa untuk membantu mereka memahami materi
dengan lebih baik.
Pembelajaran kolaboratif memiliki karakteristik tersendiri, Berikut
adalah beberapa karakteristik dari pembelajaran kolaboratif:
a. Interaksi dan kerja sama antar siswa: Pembelajaran kolaboratif
menekankan pada interaksi antara siswa, yang melibatkan kerja sama
dalam menyelesaikan tugas atau proyek.
b. Pembagian tanggung jawab: Setiap anggota kelompok memiliki tanggung
jawab yang sama dalam menyelesaikan tugas atau proyek.
c. Keterlibatan aktif siswa: Siswa berpartisipasi secara aktif dalam
memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas dalam kelompoknya.
d. Penggunaan sumber daya yang ada: Siswa mengakses sumber daya yang
ada, seperti buku, internet, atau orang lain dalam kelompok, untuk
membantu mereka menyelesaikan tugas atau proyek.
e. Dukungan dari guru: Guru berperan sebagai fasilitator atau mediator
dalam membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial,
keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan kerja sama.
75
merancang tujuan pembelajaran, memilih topik, dan menyusun strategi
pembelajaran kolaboratif yang efektif. Selain itu, guru juga harus
memastikan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang sama dalam
berpartisipasi dan memberikan kontribusi dalam pembelajaran kolaboratif.
Sedangkan, peran siswa dalam pembelajaran kolaboratif adalah
sebagai peserta aktif yang saling membantu satu sama lain dalam
membangun pemahaman bersama. Siswa diharapkan dapat berdiskusi
secara terbuka dan saling memberikan dukungan, serta saling menghormati
ide dan pandangan yang berbeda. Selain itu, siswa juga diharapkan dapat
membangun kemampuan bekerjasama dan menghargai keragaman dalam
kelompok.
Menurut Sa’dijah, dkk. (2018), dalam pembelajaran kolaboratif, guru
memiliki peran sebagai fasilitator dan mediator yang memfasilitasi interaksi
antar siswa. Guru harus mampu merancang tugas kolaboratif yang
mendorong siswa untuk bekerja sama dan memecahkan masalah bersama.
Sedangkan, siswa memiliki peran aktif dalam proses pembelajaran, di mana
mereka harus mampu bekerja sama, mendengarkan, dan memberikan
umpan balik yang konstruktif kepada teman sekelompok.
3. Pembelajaran Project Based Learning
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) mulai muncul
pada abad ke-20, dengan fokus pada pembelajaran melalui pengalaman dan
pemecahan masalah dalam konteks situasi nyata. Menurut Barrows dan
Tamblyn (1980), Project-Based Learning merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada pengembangan pemahaman dan
kemampuan siswa dalam konteks pengalaman nyata melalui penyusunan
dan pengerjaan proyek.
Pada awalnya, Pembelajaran Berbasis Proyek banyak diterapkan
pada program kejuruan dan teknik, namun kini telah diadopsi oleh berbagai
tingkat dan jenis pendidikan. Pada tahun 1994, program High Tech High di
San Diego, California menjadi salah satu contoh awal dari sekolah yang
menerapkan Pembelajaran Berbasis Proyek secara terintegrasi di seluruh
kurikulum.
Menurut Sudjana (2011), Pembelajaran Berbasis Proyek adalah
metode pembelajaran yang menekankan pada pengalaman belajar siswa
melalui kegiatan proyek yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu
dalam menyelesaikan tugas atau masalah tertentu.
Menurut Nurhadi dan Kurniawan (2016), Pembelajaran Berbasis
Proyek adalah metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif
76
terlibat dalam suatu proyek, dimana siswa bekerja sama dalam kelompok
untuk mencari solusi dari masalah atau tugas yang diberikan.
Menurut Nuraeni (2016), Pembelajaran Berbasis Proyek adalah
metode pembelajaran yang menekankan pada kegiatan proyek yang
dilakukan oleh siswa secara aktif dan kolaboratif dalam mencari solusi dari
masalah atau tugas tertentu, sehingga siswa dapat mengembangkan
keterampilan dan pengetahuan yang relevan.
77
dipelajari, menarik minat siswa, serta memungkinkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan baru.
2) Merencanakan proyek
Setelah topik atau masalah proyek ditentukan, langkah
selanjutnya adalah merencanakan proyek. Guru harus merencanakan
kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
penyelesaian proyek, seperti identifikasi sumber daya, penjadwalan,
dan pengelolaan tugas.
3) Pembagian kelompok
Pembelajaran berbasis proyek biasanya dilakukan dengan
pembagian kelompok, sehingga siswa dapat belajar bekerja sama dan
berkolaborasi dalam menyelesaikan proyek. Pembagian kelompok juga
membantu siswa untuk membangun keterampilan sosial dan
kemampuan berkomunikasi.
4) Pelaksanaan proyek
Setelah proyek direncanakan dan kelompok dibentuk, siswa
dapat memulai pelaksanaan proyek. Guru dapat memberikan
bimbingan dan dukungan pada siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, sehingga siswa dapat mengatasi masalah dan kesulitan
yang muncul selama pelaksanaan proyek.
5) Evaluasi proyek
Setelah proyek selesai dilaksanakan, langkah terakhir adalah
evaluasi proyek. Guru harus mengevaluasi proyek berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya, seperti kualitas hasil proyek,
kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas, serta kemampuan
siswa dalam bekerja sama dan berkolaborasi. Evaluasi juga dapat
membantu guru untuk mengevaluasi efektivitas penerapan model
pembelajaran berbasis proyek dalam mencapai tujuan pembelajaran.
78
3) Menyediakan Sumber Belajar Guru menyediakan sumber belajar
seperti buku, jurnal, artikel, dan referensi lain yang diperlukan oleh
siswa dalam pengerjaan proyek.
4) Menilai Hasil Proyek Guru berperan dalam menilai hasil proyek yang
telah dikerjakan oleh siswa. Guru memberikan nilai berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
5) Mendorong Kerjasama Guru mendorong siswa untuk bekerja sama
dalam proses pengerjaan proyek. Kerjasama antarsiswa menjadi
penting dalam model pembelajaran berbasis proyek karena proyek
tersebut biasanya melibatkan kelompok siswa.
Dalam penerapan model pembelajaran berbasis proyek, peran
siswa sangatlah penting. Berikut adalah beberapa peran siswa dalam
penerapan model pembelajaran berbasis proyek:
1) Menjadi pemain aktif dalam proses pembelajaran
Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diharapkan menjadi
pemain aktif dalam proses pembelajaran, bukan hanya sebagai objek
yang menerima informasi dari guru. Siswa diharapkan dapat
berpartisipasi secara aktif dalam setiap tahap proses pembelajaran,
mulai dari perencanaan hingga presentasi hasil proyek.
2) Menjadi penentu dan pemecah masalah
Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa akan diberikan
tugas untuk menyelesaikan suatu masalah atau proyek tertentu. Oleh
karena itu, siswa diharapkan dapat menjadi penentu dan pemecah
masalah dengan mengajukan ide-ide kreatif dan solusi yang tepat.
3) Mengembangkan keterampilan sosial dan kerjasama
Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa akan bekerja dalam
kelompok atau tim. Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat
mengembangkan keterampilan sosial dan kerjasama dengan anggota
timnya untuk mencapai tujuan yang sama.
4) Mengembangkan keterampilan presentasi
Setelah menyelesaikan proyek, siswa akan diminta untuk
mempresentasikan hasil kerjanya. Oleh karena itu, siswa diharapkan
dapat mengembangkan keterampilan presentasi, seperti kemampuan
berbicara di depan umum, menggunakan media presentasi dengan
baik, dan menyampaikan informasi dengan jelas dan tepat.
79
contoh penerapan model pembelajaran berbasis proyek untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama Kristen:
Judul Proyek: Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama di
Lingkungan Sekolah
Langkah-langkah Penerapan:
1) Pengenalan topik: Guru memperkenalkan topik mengenai kerukunan
antar umat beragama dan bagaimana menjaga kerukunan tersebut di
lingkungan sekolah.
2) Pembagian kelompok: Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
dengan jumlah anggota yang seimbang. Setiap kelompok memiliki
perwakilan agama yang berbeda.
3) Penentuan peran: Setiap anggota kelompok ditugaskan untuk memilih
peran yang akan dijalankan dalam proyek, misalnya sebagai pemimpin
proyek, koordinator, pengumpul data, atau pembuat laporan.
4) Rencana proyek: Setiap kelompok membuat rencana proyek berisi
tujuan proyek, metode penelitian, sumber daya yang diperlukan, dan
jadwal pelaksanaan.
5) Pelaksanaan proyek: Siswa melakukan survei mengenai keberadaan
umat beragama di lingkungan sekolah, kegiatan keagamaan yang
diadakan, dan sebagainya. Siswa juga merencanakan kegiatan yang
dapat memperkuat kerukunan antar umat beragama.
6) Presentasi proyek: Setiap kelompok melakukan presentasi proyek yang
telah mereka lakukan, menunjukkan hasil survei, dan memberikan
rekomendasi untuk meningkatkan kerukunan antar umat beragama di
lingkungan sekolah.
7) Refleksi dan evaluasi: Setelah presentasi selesai, siswa dan guru
melakukan refleksi bersama dan memberikan feedback mengenai hasil
proyek yang telah dilakukan.
80
telah menjadi salah satu model pembelajaran yang cukup populer dan
sering diterapkan dalam konteks pendidikan.
Model pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang menggabungkan antara teori dan praktik.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran berbasis
proyek:
Kelebihan:
a. Meningkatkan Keterampilan Praktis: Model pembelajaran berbasis
proyek membantu siswa untuk mempelajari keterampilan praktis yang
berhubungan dengan kehidupan nyata. Siswa akan mengalami
pembelajaran yang langsung terlibat dalam proyek dan memecahkan
masalah yang terkait dengan proyek tersebut, sehingga akan
meningkatkan keterampilan praktis mereka.
b. Meningkatkan Motivasi Belajar: Model pembelajaran berbasis proyek
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena siswa merasa terlibat
dalam proyek dan memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan
proyek tersebut. Siswa juga diberikan kebebasan untuk menentukan
topik proyek dan menyelesaikannya dengan cara yang kreatif dan
inovatif.
c. Meningkatkan Keterampilan Sosial: Model pembelajaran berbasis
proyek mendorong siswa untuk bekerja sama dalam kelompok,
berdiskusi, dan bertukar ide satu sama lain. Hal ini dapat membantu
siswa mengembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama tim,
komunikasi, dan keterampilan interpersonal.
d. Memperkuat Keterampilan Berpikir Kritis: Model pembelajaran berbasis
proyek dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kritis karena siswa harus memecahkan masalah dan mengambil
keputusan yang berdasarkan pada fakta dan bukti.
Kekurangan:
a. Membutuhkan Waktu yang Lebih Lama: Model pembelajaran berbasis
proyek membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merencanakan dan
melaksanakan karena siswa harus melakukan riset, analisis data, dan
mempresentasikan hasil proyek mereka.
b. Tidak Cocok untuk Semua Siswa: Model pembelajaran berbasis proyek
tidak cocok untuk semua siswa karena beberapa siswa mungkin tidak
merasa nyaman bekerja dalam kelompok atau kesulitan dalam
menemukan solusi untuk masalah yang kompleks.
c. Memerlukan Sumber Daya yang Cukup: Model pembelajaran berbasis
proyek memerlukan sumber daya yang cukup, seperti ruang dan
81
peralatan untuk melakukan proyek, serta bahan dan sumber informasi
yang diperlukan untuk penelitian.
d. Kesulitan dalam Evaluasi: Evaluasi pada model pembelajaran berbasis
proyek lebih sulit karena hasilnya bervariasi dan tidak selalu dapat
diukur dengan cara yang sama. Selain itu, guru perlu memastikan
bahwa setiap siswa berpartisipasi secara aktif dalam kelompok mereka
untuk mendapatkan penilaian yang adil.
Dalam hal ini, penting bagi guru untuk menyesuaikan model
pembelajaran berbasis proyek dengan kebutuhan siswa dan materi
pelajaran yang diajarkan. Hal ini akan membantu meningkatkan
efektivitas pembelajaran dan mengurangi kelemahan dari model
pembelajaran tersebut.
a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Secara umum Pengertian PBL adalah sebuah pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa, dimana siswa ditantang untuk memecahkan
masalah yang kompleks dalam konteks dunia nyata melalui proses
kolaboratif, reflektif, dan mandiri. PBL berfokus pada pengembangan
pemecahan masalah, keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan
keterampilan sosial melalui proses belajar yang terstruktur dan
terorganisir
Berikut adalah beberapa pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem-Based Learning) dari beberapa ahli:
82
5. Menurut Slameto, Pembelajaran Berbasis Masalah adalah metode
pembelajaran yang berpusat pada siswa dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan
lingkungannya. Tujuannya adalah agar siswa dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif
dalam menyelesaikan masalah tersebut (Slameto, 2014).
6. Menurut Nurhadi, Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara
memperkenalkan siswa pada suatu masalah atau situasi yang
kompleks, kemudian siswa diberi kesempatan untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai melalui
upaya pemecahan masalah tersebut (Nurhadi, 2014).
7. Menurut Arikunto, Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan kebutuhan
dan minat mereka, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan
minat belajar siswa (Arikunto, 2010).
8. Menurut Mulyasa, Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu
metode pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek
pembelajaran dan mengajak siswa untuk aktif dalam mencari solusi
dari masalah yang diberikan. Pembelajaran Berbasis Masalah
dirancang untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
kreatif, dan inovatif siswa (Mulyasa, 2013).
83
2) Pemecahan masalah: Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan
untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah siswa
dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengatasi
masalah yang kompleks dan tidak terstruktur.
3) Pembelajaran kolaboratif: Pembelajaran Berbasis Masalah
mempromosikan pembelajaran kolaboratif di mana siswa bekerja
bersama dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi dan
memecahkan masalah.
4) Fasilitator peran guru: Guru bukanlah sumber pengetahuan utama,
tetapi sebagai fasilitator untuk membantu siswa memperoleh dan
mengorganisir informasi, mengembangkan kemampuan analitis,
dan memfasilitasi diskusi dalam kelompok.
5) Keterampilan metakognitif: Pembelajaran Berbasis Masalah
mengembangkan keterampilan metakognitif siswa dalam
merencanakan, memantau, dan mengevaluasi proses pembelajaran
mereka.
6) Pembelajaran mandiri: Pembelajaran Berbasis Masalah memberikan
kesempatan bagi siswa untuk melakukan pembelajaran mandiri dan
bekerja pada tingkat yang sesuai dengan kemampuan mereka
sendiri.
7) Hasil terbuka: Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki hasil
terbuka, di mana siswa dapat menghasilkan berbagai solusi atau
jawaban yang berbeda dalam mengatasi masalah yang diberikan.
84
3) Membangun Hipotesis: Siswa mengembangkan hipotesis sebagai
solusi terhadap masalah yang dihadapi. Hipotesis ini kemudian diuji
dan dievaluasi.
4) Penelitian: Siswa melakukan penelitian untuk mendapatkan informasi
dan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis. Penelitian ini
dapat dilakukan melalui berbagai sumber seperti buku, internet, dan
wawancara dengan ahli.
5) Analisis dan Evaluasi: Setelah informasi dan data terkumpul, siswa
menganalisis dan mengevaluasi hipotesis mereka. Jika hipotesis
terbukti salah, siswa dapat mengembangkan hipotesis baru dan
mengulang kembali langkah sebelumnya.
6) Menyajikan Hasil: Setelah solusi ditemukan, siswa menyajikan hasil
mereka kepada kelas atau kelompok yang lain. Presentasi ini dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti poster, presentasi slide, atau
demonstrasi.
7) Evaluasi Diri: Setelah presentasi, siswa melakukan evaluasi diri
terhadap pembelajaran yang telah mereka lakukan. Evaluasi ini dapat
membantu siswa untuk menilai apa yang telah dipelajari, bagaimana
mereka belajar, dan area mana yang perlu ditingkatkan pada
pembelajaran selanjutnya.
85
berdiskusi dan berkolaborasi dalam kelompok, dan memberikan
bantuan dan umpan balik saat diperlukan.
3) Menumbuhkan Keterampilan: Guru harus membantu siswa untuk
mengembangkan keterampilan seperti keterampilan kritis,
keterampilan berpikir analitis, dan keterampilan kerja sama tim.
Guru dapat memberikan contoh-contoh masalah yang relevan, serta
memberikan bimbingan pada langkah-langkah yang harus diambil
untuk memecahkan masalah.
4) Mengukur Kemajuan: Guru harus mengukur kemajuan siswa dalam
memecahkan masalah. Guru dapat menggunakan penilaian
formatif, seperti pengamatan dan refleksi, untuk mengevaluasi
kemajuan siswa.
5) Menyediakan Umpan Balik: Guru harus memberikan umpan balik
yang memadai dan konstruktif pada siswa. Umpan balik ini dapat
membantu siswa untuk memperbaiki keterampilan mereka dan
memperbaiki cara mereka memecahkan masalah.
6) Menjaga Motivasi: Guru harus menjaga motivasi siswa dalam
memecahkan masalah dengan memberikan tantangan yang sesuai
dan menarik. Guru dapat memanfaatkan teknologi dan media sosial
untuk menambahkan aspek yang menarik dalam pembelajaran.
Dengan memainkan peran yang tepat, guru dapat membantu siswa
untuk belajar dengan efektif melalui penerapan model pembelajaran
berbasis masalah. Hal ini akan membantu siswa mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa
depan.
Siswa memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan model
pembelajaran berbasis masalah. Berikut adalah beberapa peran siswa
dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah:
1) Memilih Masalah: Siswa harus aktif dalam memilih masalah yang
ingin mereka pelajari dan pecahkan. Siswa harus memilih masalah
yang relevan dan menarik untuk mereka, dan dapat dihubungkan
dengan topik pembelajaran.
2) Berdiskusi dan Berkolaborasi: Siswa harus bekerja sama dalam
kelompok untuk memecahkan masalah. Siswa harus berdiskusi,
bertukar ide, dan memberikan umpan balik satu sama lain untuk
membantu mencapai solusi yang tepat.
3) Mengembangkan Keterampilan: Siswa harus mengembangkan
keterampilan seperti keterampilan kritis, keterampilan berpikir
analitis, dan keterampilan kerja sama tim. Siswa harus belajar untuk
86
berpikir secara mandiri, mengambil inisiatif, dan bertanggung jawab
atas pembelajaran mereka.
4) Melakukan Penelitian: Siswa harus melakukan penelitian untuk
mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan untuk menguji
hipotesis mereka. Siswa dapat mencari informasi melalui berbagai
sumber seperti buku, internet, dan wawancara dengan ahli.
5) Menganalisis dan Mengevaluasi: Setelah informasi dan data
terkumpul, siswa harus menganalisis dan mengevaluasi hipotesis
mereka. Siswa harus belajar untuk membandingkan hipotesis
mereka dengan fakta dan mengevaluasi keefektifan solusi yang
mereka ajukan.
6) Menyajikan Hasil: Setelah solusi ditemukan, siswa harus
menyajikan hasil mereka kepada kelas atau kelompok yang lain.
Siswa dapat melakukan presentasi dalam berbagai bentuk, seperti
poster, presentasi slide, atau demonstrasi.
7) Evaluasi Diri: Setelah presentasi, siswa harus melakukan evaluasi
diri terhadap pembelajaran yang telah mereka lakukan. Evaluasi ini
dapat membantu siswa mengevaluasi apa yang telah mereka
pelajari, bagaimana mereka belajar, dan area mana yang perlu
ditingkatkan pada pembelajaran selanjutnya.
Dengan memainkan peran yang tepat, siswa dapat belajar dengan
efektif melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini
akan membantu siswa mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan
untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Contoh penerapan model pemeblajaran berbasis masalah pada mata
pelajaran pendidikan agama Kristen. Berikut adalah contoh penerapan
model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Kristen:
1. Masalah: Bagaimana nilai-nilai Kristen dapat membantu kita
memecahkan masalah sosial?
2. Penyelesaian Masalah:
a. Siswa memilih masalah sosial yang dianggap penting dalam
masyarakat, seperti kemiskinan atau kekerasan.
b. Siswa melakukan riset dan mencari informasi tentang bagaimana
nilai-nilai Kristen seperti kasih sayang, keadilan, dan belas kasih
dapat membantu mengatasi masalah sosial tersebut.
c. Siswa bekerja dalam kelompok dan mempresentasikan solusi
mereka dalam bentuk proyek sosial yang melibatkan penerapan
87
nilai-nilai Kristen dalam memecahkan masalah sosial yang
mereka pilih.
d. Siswa mengevaluasi hasil pekerjaan mereka, mempertimbangkan
keefektifan solusi mereka dan memikirkan cara untuk
meningkatkan solusi tersebut.
3. Evaluasi:
a. Guru mengevaluasi hasil pekerjaan siswa berdasarkan presentasi
dan proyek sosial yang mereka kembangkan.
b. Siswa melakukan evaluasi diri tentang bagaimana mereka
mengatasi masalah sosial tersebut dengan menerapkan nilai-nilai
Kristen.
Dalam model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Kristen ini, siswa akan belajar bagaimana nilai-nilai
Kristen dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama
dalam memecahkan masalah sosial di masyarakat. Hal ini akan
membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang lebih
baik, serta membantu mereka memahami ajaran-ajaran agama dengan
lebih baik.
88
siswa mengembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama tim,
komunikasi, dan keterampilan interpersonal.
4) Lebih Relevan dengan Kehidupan Nyata: Model pembelajaran
berbasis masalah dapat membantu siswa untuk mempelajari
konsep-konsep yang lebih relevan dengan kehidupan nyata dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kekurangan:
1) Membutuhkan Waktu yang Lebih Lama: Model pembelajaran
berbasis masalah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
merencanakan dan melaksanakan karena siswa perlu melakukan
riset, analisis data, dan mempresentasikan solusi mereka dalam
kelompok.
2) Tidak Cocok untuk Semua Siswa: Model pembelajaran berbasis
masalah tidak cocok untuk semua siswa karena beberapa siswa
mungkin tidak merasa nyaman bekerja dalam kelompok atau
kesulitan dalam menemukan solusi untuk masalah yang kompleks.
3) Tidak Ada Solusi yang Benar: Model pembelajaran berbasis masalah
dapat membingungkan beberapa siswa karena tidak ada jawaban
yang pasti atau solusi yang benar. Siswa harus belajar untuk
menerima keambiguannya dan berpikir kreatif dalam
menyelesaikan masalah.
4) Tidak Mudah Dievaluasi: Evaluasi pada model pembelajaran
berbasis masalah lebih sulit karena hasilnya bervariasi dan tidak
selalu dapat diukur dengan cara yang sama. Selain itu, guru perlu
memastikan bahwa setiap siswa berpartisipasi secara aktif dalam
kelompok mereka untuk mendapatkan penilaian yang adil.
Dalam hal ini, penting bagi guru untuk menyesuaikan model
pembelajaran berbasis masalah dengan kebutuhan siswa dan materi
pelajaran yang diajarkan. Hal ini akan membantu meningkatkan
efektivitas pembelajaran dan mengurangi kelemahan dari model
pembelajaran tersebut.
89
2. Memahami karakteristik siswa Setiap siswa memiliki karakteristik dan
kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk memahami
karakteristik siswa seperti tingkat usia, kemampuan akademik, minat, dan
gaya belajar.
3. Menganalisis materi pembelajaran Analisis materi pembelajaran untuk
memahami tingkat kesulitan, kompleksitas, dan konteks materi yang akan
dipelajari. Hal ini akan membantu dalam memilih model pembelajaran yang
sesuai dengan materi pembelajaran.
4. Menilai sumber daya dan lingkungan Sebelum memilih model
pembelajaran, perlu dievaluasi sumber daya yang tersedia, seperti dana,
teknologi, dan fasilitas. Selain itu, perlu mempertimbangkan lingkungan
belajar, seperti ukuran kelas, keamanan, dan ketersediaan ruang.
5. Memilih model pembelajaran yang sesuai Setelah mempertimbangkan
langkah-langkah sebelumnya, pilihlah model pembelajaran yang paling
sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, materi
pembelajaran, sumber daya, dan lingkungan belajar. Beberapa model
pembelajaran yang dapat dipilih antara lain model pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, dan
pembelajaran terbimbing.
6. Menyesuaikan model pembelajaran dengan kebutuhan siswa Setelah
memilih model pembelajaran yang sesuai, sesuaikanlah model tersebut
dengan kebutuhan siswa. Pastikan bahwa model pembelajaran yang dipilih
dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dan memenuhi
kebutuhan mereka. Lakukan evaluasi dan perbaikan pada model
pembelajaran secara berkala untuk meningkatkan efektivitasnya.
7. Mempertimbangkan konteks pembelajaran Konteks pembelajaran juga
merupakan faktor penting dalam memilih model pembelajaran yang tepat.
Misalnya, dalam konteks pembelajaran jarak jauh atau daring, model
pembelajaran yang paling tepat mungkin adalah pembelajaran kolaboratif
yang melibatkan teknologi dan platform online.
8. Memperhatikan keunikan siswa Selain karakteristik siswa, perlu juga
memperhatikan keunikan siswa seperti latar belakang budaya,
keberagaman, dan kebutuhan khusus seperti siswa dengan disabilitas atau
kebutuhan khusus lainnya.
9. Memperhitungkan waktu pembelajaran Pemilihan model pembelajaran juga
perlu memperhitungkan waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran.
Misalnya, jika waktu pembelajaran terbatas, model pembelajaran yang tepat
mungkin adalah pembelajaran terbimbing yang fokus pada tujuan
pembelajaran tertentu.
90
10. Menilai efektivitas model pembelajaran Setelah memilih model
pembelajaran, penting untuk melakukan evaluasi secara teratur untuk
menilai efektivitas model tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sesuai,
seperti tes atau observasi. Hasil evaluasi dapat menjadi dasar untuk
memperbaiki atau mengubah model pembelajaran yang digunakan.
Dari langkah-langkah pemilihan model pembelajaran yang telah
disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan model pembelajaran
tidak hanya dilakukan secara acak atau berdasarkan preferensi pribadi, tetapi
juga mempertimbangkan beberapa faktor seperti tujuan pembelajaran,
karakteristik siswa, materi pembelajaran, sumber daya dan lingkungan belajar,
konteks pembelajaran, keunikan siswa, waktu pembelajaran, dan evaluasi
efektivitas model pembelajaran. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor
tersebut, diharapkan model pembelajaran yang dipilih dapat sesuai dengan
kebutuhan siswa dan membantu mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Selain itu, dengan melakukan evaluasi secara berkala, model
pembelajaran yang digunakan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
91
proses pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan
belajar siswa.
b. Suherman (2011): Metode pembelajaran adalah cara-cara yang
digunakan oleh guru untuk mempermudah dan mempercepat
pencapaian tujuan pembelajaran melalui pengorganisasian kegiatan
belajar siswa.
c. Slameto (2010): Metode pembelajaran adalah teknik-teknik atau cara-
cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan interaksi
belajar mengajar, sehingga terjadi pembelajaran.
d. Sardiman (2011): Metode pembelajaran adalah cara atau teknik yang
dilakukan guru dalam rangka mempercepat tercapainya tujuan
pembelajaran melalui pengorganisasian kegiatan belajar siswa.
e. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Indonesia dalam
Kurikulum 2013 memberikan pengertian metode pembelajaran sebagai
cara atau strategi yang digunakan dalam mengorganisasikan situasi
belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran
pada Kurikulum 2013 didesain untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam berpikir kritis, berpikir kreatif, dan berkomunikasi,
serta meningkatkan penguasaan keterampilan dan pengetahuan.
92
Berikut ini adalah beberapa jenis metode pembelajaran yang umumnya
digunakan dalam Kurikulum 2013:
a. Metode ceramah Metode ini adalah metode yang paling umum
digunakan di sekolah. Pada metode ceramah, guru memberikan
penjelasan secara lisan dan siswa mendengarkan dan mencatat.
b. Metode diskusi Metode ini melibatkan siswa dalam diskusi kelompok
atau kelas mengenai topik pembelajaran. Tujuannya adalah agar siswa
bisa mengemukakan pendapat, ide, dan pandangan mereka sendiri.
c. Metode tanya jawab Metode tanya jawab melibatkan guru dalam
memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswa harus mencari jawaban
atas pertanyaan tersebut.
d. Metode simulasi Metode ini memungkinkan siswa untuk mengalami
situasi atau peristiwa tertentu secara langsung, baik melalui permainan
peran, simulasi komputer, atau simulasi fisik.
e. Metode pembelajaran kooperatif Metode ini mendorong siswa untuk
bekerja sama dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Siswa
bekerja dalam kelompok dan saling membantu satu sama lain dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
f. Metode pembelajaran berbasis proyek Metode ini memungkinkan siswa
untuk belajar melalui proyek atau tugas yang terkait dengan topik
pembelajaran. Siswa bekerja dalam kelompok dan menghasilkan produk
akhir yang bisa dipresentasikan di depan kelas.
g. Metode pembelajaran berbasis masalah Metode ini melibatkan siswa
dalam memecahkan masalah yang terkait dengan topik pembelajaran.
Siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah, mencari informasi,
menganalisis data, dan menghasilkan solusi yang tepat
93
Tujuan pembelajaran juga mempengaruhi pemilihan metode
pembelajaran yang tepat. Tujuan pembelajaran harus jelas dan spesifik
agar dapat menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk
mencapainya. Menurut Kemp dan Dayton (1985), tujuan pembelajaran
yang jelas dan spesifik dapat membantu memilih strategi pembelajaran
yang tepat.
c. Konteks Pembelajaran
Konteks pembelajaran, seperti lingkungan pembelajaran, sumber daya
pembelajaran, dan kondisi sosial, juga mempengaruhi pemilihan metode
pembelajaran yang tepat. Misalnya, pembelajaran dengan sumber daya
yang terbatas memerlukan metode pembelajaran yang berbeda dengan
pembelajaran dengan sumber daya yang cukup. Menurut Johnson,
Johnson, dan Holubec (2013), konteks pembelajaran perlu
dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat.
94
contoh, seorang guru harus tahu bagaimana memilih alat teknologi yang
tepat untuk membantu siswa belajar, dan bagaimana mengintegrasikan
teknologi tersebut ke dalam materi pelajaran yang diajarkan.
TPACK memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:
1) Integrasi antara pengetahuan teknologi, pedagogi, dan isi pelajaran
TPACK melibatkan integrasi antara pengetahuan teknologi, pedagogi,
dan isi pelajaran. Hal ini berarti guru harus memahami tidak hanya
tentang teknologi, tetapi juga tentang bagaimana teknologi dapat
digunakan secara efektif dalam konteks pembelajaran yang spesifik.
2) Menggabungkan konten dan teknologi dalam konteks pembelajaran
Karakteristik TPACK lainnya adalah menggabungkan konten dan
teknologi dalam konteks pembelajaran. Guru harus mampu
menggunakan teknologi untuk meningkatkan pemahaman siswa
tentang materi pelajaran dan untuk memfasilitasi pembelajaran yang
lebih baik.
3) Fleksibilitas dalam penerapan teknologi Guru yang memahami TPACK
memiliki kemampuan untuk memilih teknologi yang tepat untuk
setiap konteks pembelajaran. Mereka juga mampu menyesuaikan
penggunaan teknologi dengan kebutuhan siswa dan tuntutan
kurikulum.
4) Peningkatan efektivitas pembelajaran Dengan memadukan teknologi,
pedagogi, dan isi pelajaran, TPACK dapat meningkatkan efektivitas
pembelajaran. Guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran
yang lebih baik, memfasilitasi diskusi yang lebih interaktif, dan
mengembangkan sumber daya pembelajaran yang lebih bervariasi dan
menarik.
5) Penekanan pada kolaborasi dan pemecahan masalah Karakteristik
TPACK lainnya adalah penekanan pada kolaborasi dan pemecahan
masalah. Dalam pembelajaran yang menggunakan TPACK, siswa
diberi kesempatan untuk bekerja secara kolaboratif dalam
memecahkan masalah menggunakan teknologi. Hal ini membantu
siswa mengembangkan keterampilan kolaboratif dan pemecahan
masalah yang penting dalam dunia kerja saat ini.
Penerapan TPACK dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui
beberapa langkah, antara lain:
1) Mengetahui kebutuhan siswa: Guru perlu memahami kebutuhan siswa
dan kemampuan teknologi yang dimiliki siswa agar dapat merancang
pembelajaran yang tepat dengan mengintegrasikan teknologi yang
relevan.
95
2) Menggunakan teknologi yang tepat: Guru perlu memilih teknologi
yang tepat untuk mendukung proses pembelajaran dan
mempertimbangkan keamanan serta privasi dalam penggunaannya.
3) Merancang pembelajaran: Guru merancang pembelajaran yang
mengintegrasikan konten, teknologi, dan pedagogi yang tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
4) Menerapkan strategi pengajaran yang tepat: Guru menggunakan
strategi pengajaran yang tepat dengan memanfaatkan teknologi untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
5) Mengevaluasi pembelajaran: Guru mengevaluasi pembelajaran secara
terus-menerus dengan mempertimbangkan pengaruh teknologi pada
proses dan hasil pembelajaran.
Penerapan TPACK tidak hanya bergantung pada guru saja, tetapi juga
melibatkan siswa sebagai bagian dari proses pembelajaran yang
kolaboratif dan partisipatif. Siswa perlu didorong untuk aktif
menggunakan teknologi dan merancang produk atau karya yang dapat
dihasilkan dari integrasi TPACK dalam pembelajaran.
Dalam penerapan TPACK, peran guru dan siswa saling berinteraksi
dan saling melengkapi. Peran guru adalah sebagai fasilitator,
pembimbing, dan penyedia sumber belajar yang beragam untuk
membantu siswa memahami materi pelajaran dengan lebih baik. Guru
juga harus mampu mengintegrasikan teknologi dengan materi pelajaran
sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Sedangkan peran siswa dalam penerapan TPACK adalah sebagai
subjek belajar yang aktif dan kreatif. Mereka harus mampu
mengaplikasikan pengetahuan teknologi yang dimiliki untuk
meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran yang
sedang dipelajari. Siswa juga harus mampu memanfaatkan teknologi
yang ada untuk menyelesaikan tugas dan proyek yang diberikan,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berpikir kritis
dan kreatif.
Dalam penerapan TPACK, guru dan siswa saling bekerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Guru memberikan panduan dan
bimbingan, sedangkan siswa aktif dalam mencari, menggali, dan
memperluas pengetahuan mereka. Dengan cara ini, proses pembelajaran
menjadi lebih interaktif, kreatif, dan kolaboratif.
96
97
FORUM DISKUSI
DAFTAR RUJUKAN
98
Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Azzahra, F., Rahmawati, Y., & Sukardjo, M. (2021). Analisis Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) pada Matakuliah
Psikologi Sosial. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 5(1),
30-39
Barrows, H. S. (1985). How to design a problem-bakelebsed curriculum for the
preclinical years. Springer Publishing Company.
Hakim, L. (2019). Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Depdiknas. (2008). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan.
Hamidah, I. (2019). Pembelajaran berbasis masalah (PBM) untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis pada siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Akuntansi dan
Bisnis, 5(1), 39-49.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013: Kompetensi
dasar dan indikator semua mata pelajaran untuk SMP/MTs. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Koehler, M. J., & Mishra, P. (2009). What is technological pedagogical content
knowledge (TPACK)? Contemporary issues in technology and teacher education,
9(1), 60-70.
Kusumaningrum, D. A. (2018). Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based
Learning): Sebuah Tinjauan Literatur. Jurnal Ilmiah Didaktika: Media Ilmiah
Pendidikan dan Pengajaran, 18(1), 125-136.
Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan implementasi kurikulum 2013. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mudzakir, A. (2015). Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based
Learning) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika
Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Sampang. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi,
1(2), 9-15.
Nurhadi. (2014). Pendidikan abad 21: Implementasi kurikulum 2013. Ar-Ruzz
Media.
Suryadi, D. (2015). Peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan
pembelajaran berbasis proyek pada mata pelajaran sejarah. Jurnal Ilmu
Pendidikan, 21(1), 11-20.
Suherman, E. (2011). Strategi Pembelajaran: Suatu Pendekatan Proses. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Trianto. (2011). Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif: konsep, landasan,
dan implementasinya pada kurikulum 2013. Jakarta: Kencana.
99