Anda di halaman 1dari 6

Pancasila sebagai Paradigma Perencanaan Wilayah dan Kota

Muhammad Syahid Kahfi Hira


D1091181014

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,


Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura

I. Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita telah sering mendengar dan
mengimplementasikan proses perencenaan. Misalnya dalam melakukan
perjalanan dari rumah ke tempat kuliah, kita merencanakan untuk memilih
berbagai rute yang akan kita lalui atau berbagai jalan yang akan kita lewati.
Dalam perencanaan dikenal isitilah paradigma ilmu perencanaan.
Yang mana paradigma memiliki arti cara pandang dan perencanaan ialah
aktivitas universal, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan
dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan diantara
berbagai alternative yang ada (Catanase). Perencanaan tidak hanya
dilakukan individu tetapi juga dilakukan oleh kelompok bahkan negara.
Perencanaan diberbagai negara pasti dilakukan dengan mengacu
kepada ideologi negara masing-masing tersebut. Ideologi berfungsi sebagai
pedoman atau dasar dalam melakukan berbagai tindakan. Seperti halnya di
Indonesia yang memiliki ideologi negara, yaitu Pancasila yang sejatinya
sebagai paradigma dasar dalam ilmu perencanaan.
II. Isi
Pengertian “perencanaan” banyak sekali ditemukan diberbagai
literartur, salah satunya dibuku yang berjudul “Pengantar Perencanaan
Wilayah dan Kota” ditulis Achmad Djunaedi beliau mengutip dari buku
yang ditulis oleh Hall (2002: 3) : “planning as a general activity is the
making of an orderly sequence of action that will lead to the achievement
of a stated goal or goals”; yang terjemahan bebasnya sebagai berikut:
perencanaan merupakan kegiatan umum sehari-hari untuk meyusun dan
mengurutkan langkah-langkah tindakan dalam rangka mencapai suatu
tujuan atau tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Sejatinya setiap manusia
memiliki perencanaan dan tentunya setiap perencanaan memiliki sudut
pandang atau yang biasa disebut dengan paradigma.
Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paradigma
mengandung arti kerangka berpikir atau model dalam teori ilmu
pengetahuan. Kata paradigma juga diserap dari Bahasa Yunani, yaitu
paradeigma yang memiliki pengertian kurang-lebih sama, yaitu: contoh,
model, pola, atau sesuatu yang dapat dijadikan pedoman. Seorang ahli
antrpologi yang berasal dari Bali, Nyoman Kutha Ratna, berpendapat
bahwasanya secara luas paradigma didefinisikan sebagai perangkat
keyakinan mendasar, semacam pandangan dunia yang berfungsi
untuk menuntun tindakan-tindakan manusia, baik dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam lingkup ilmiah.
Dalam perencanaan dibutuhkan ilmu paradigma perencanaan.
Perubahan paradigma atau cara pandang akan berdampak pada penerapan
praktek perencanaan yang berlaku pada suatu negara. Secara umum dalam
ilmu paradigma perencanaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Top
Down (development from above) dan Bottom Up (development from below).
Paradigma perencanaan dengan sistem Top down adalah sistem
yangmana pemerintah pusat sebagai pemegang kendali utama. Maksudnya
adalah proses pengambilan keputusan atau perumusan perencanaan
dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daearah sebagai pelaksana
atau menerapkan dari keputusan pemerintah pusat. Sistem top down
tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan pada pelaksanaannya.
Kelebihan dari top down dapat ditinjau dari segi administrasi.
Misalnya, pada sistem top down pendanaan atau masalah keuangan akan
lebih mudah dikarenakan perencanan dibuat langsung oleh pemerintah
pusat dan pastinya mereka tahu berapa biaya yang harus digunakan atau
dikeluarkan pada suatu daerah. Tetapi walaupun sistem top down memiliki
kelebihan, sistem ini juga memiliki kelemahan.
Beberapa kelemahan sistem top down diantaranya: (1) masyarakat
tidak bisa berperan aktif dalam perkembangan daerahnya dikarenakan
segala keputusan dibuat dari pemerintah pusat. (2) Pola identifikasi masalah
didasarkan pada temuan peneliti yang dilakukan oleh pihak yang berada
bukan di tempat permasalahan terjadi. Penelitian yang dilakukan dengan
cara seperti ini biasanya kurang mendalam dan tidak mampu mengenali
masalah latent yang ada. (3) Perencanaan program atau pengambilan
keputusan dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga tidak sesuai dengan
kebutuhan, keinginan di daerah ataupun tidak sesuai dengan masalah yang
sedang dihadapi oleh daerah tersebut.
Paradigma perencanaan dengan sistem bottom up adalah sistem dari
bawah ke atas. Maksudnya adalah proses pengambilan keputusan atau
perumusan perencanaan dilakukan oleh yang berkepentingan di
pemerintahan daerah dan pemerintah pusat hanya sebagai fasilitator. Sistem
ini dinilai lebih trasparan dan lebih baik daripada top down dikarenakan
pada sistem ini pemerintahan daerah lebih mengetahui permasalahan latent
yang terjadi pada daerahnya. Terlepas dari itu, sistem bottom up memiliki
kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan pada sistem bottom up diantaranya adalah yang pertama
pemerintah daerah dilibatkan dalam pengambilan keputusan, maka
perencanaan ini lebih partisipatif dikarenakan semua komponen
(pemerintah pusat dan daerah) ikut terlibat dalam pengambilan keputusan.
Dan yang kedua adalah keputusan yang diambil berdasarkan aspirasi dari
pemerintah daerah sehingga hasil keputusan sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan daerah tersebut.
Adapun kelemahan pada bottom up adalah membutuhkan waktu yang
lama dari proses administrasi. Maksudnya adalah pada prosesnya yang
mana saat mengajukan pendanaan ke pusat maka pemerintah pusat harus
melakukan kajian dan membutuhkan waktu yang lama pada proses
pengkajian tersebut.
Sistem top down dan bottom up sudah dikenal sejak masa orde baru
hingga sekarang. Sistem top down bersifat otoriter yang mana pemerintah
pusat berkuasa sedangkan pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana. Hal
ini berbanding terbalik dengan masa reformasi yang mana pertumbuhan
atau pusat pembangunan terfokuskan dari daerah menuju pusat atau bisa
disebut dengan sitem bottom up.
Seringkali juga kita jumpai kata paradigma dikaitkan dengan
Pancasila. Pancasila berfungsi sebagai pandangan dan pedoman kehidupan
bangsa Indonesia. Maksudnya ialah setiap tatanan atau aktivitas kehidupan
bangsa berpedoman kepada Pancasila. Dengan pandangan hidup yang jelas,
bangsa Indonesia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana
mengenal serta memecahkan berbagai masalah politik, sosial budaya,
ekonomi, hukum dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang
semakin maju. (Kaelan. 2000: 197).
Begitupula halnya dengan paradigma perencanaan harus mengandung
nilai-nilai Pancasila. Pembangunan haruslah merata ke berbagai daerah agar
tercapai kepada sila ke-5 yang bunyinya adalah “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Pada pembangunan yang terfokuskan kepada
jenis infrastruktur maka jenis paradigma perencanaan dengan sistem bottom
up adalah sistem yang baik. Kenapa? Karena setiap pemerintah daerah lebih
tahu permasalahan di daerahnya dibandingkan pemerintahan pusat
sehingga diharapkan pembangunan di Indonesia dapat merata baik di
pemerintah pusat maupun di daerah terpencil.
Pada sila ke-5 juga terdapat implementasi paradigma perencanaan
pada sistem top down yangmana pemerintah pusat melakukan pemerataan
dalam menentukan perencanaan bagi daerah-daerah walaupun nanti pada
pelaksanaanya terdapat berbagai kendala.
Bottom up sangat tepat bila disandingkan dengan sila ke-4 yang
berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”. Contohnya adalah setiap pemimpin dari
kepala daerah dituntut untuk tahu permasalahan latent yang ada di
daerahnya. Setiap pemimpin juga akan diminta untuk menyampaikan
aspirasi atau ide dengan tujuan dan maksud agar permasalahan diberbagai
daerah dapat terselesaikan dengan tepat sasaran dengan cara
bermusyawarah.

III. Kesimpulan
Hakekat kedudukan Pancasila sebagai paradigma perencanaan wilayah dan
kota mengandung pengertian bahwa dalam segala aspek perencanaan
wilayah dan kota, harus berpodaman atau berlandaskan pada nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.

IV. Referensi

Djunaedi, Achmad. 2015. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota.


Yogyakarta: Gadjah Madah University Press.

Riza, Muhammad. 2014. Pergeseran Paradigma Perencanaan di


Indonesia. Diakses pada 23 Oktober 2018.
https://www.scribd.com/doc/212267605/Pergeseran-Paradigma-
Perencanaan-Di-Indonesia.
-----. 2010. Kelebihan dan Kekurangan Model Perencanaan Top Down
Planning, Bottom Up Planning, dan Perencanaan Gabugan. Diakses pada
23 Oktober 2018. https://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/kelebihan-
dan-kekurangan-model-perencanaan-top-down-planning-bottom-up-
planning-dan-perancangan-gabungan/.

Rinaldy, Ferry. 2014. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


Nasional. Diakses pada 23 Oktober 2018.
https://ferryrinaldy.wordpress.com/2014/04/18/pancasila-sebagai-
paradigma-pembangunan-nasional/.

Anda mungkin juga menyukai