Anda di halaman 1dari 123

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI


ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY, EVIDENCE BASED
NURSING PRACTICE DAN INOVASI PADA MASALAH
MUSKULOSKELETAL

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun oleh:
SAPTO HARYATMO
1106043223

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
2014

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


HALAMAN JUDUL

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI


ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY, EVIDENCE BASED
NURSING PRACTICE DAN INOVASI PADA MASALAH
MUSKULOSKELETAL

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun oleh:
SAPTO HARYATMO
1106043223

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
2014

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014
Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan karunia-Nya, saya dapat
menyelesaikan praktik dan membuat laporan Program Spesialis Keperawatan
Medikal Bedah. Laporan residensi yang berupa Karya Ilmiah Akhir ini ditulis
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis
Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Univesitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, tidak mungkin bagi saya menyelesaikan laporan
ini. Oleh karena itu, saya mengucapakan terimakasih kepada:
1. Bapak Agung Waluyo, S.Kp., MN, Ph.D., selaku Supervisor Utama yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan
arahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan praktik dan penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini
2. Bapak Masfuri, S.Kp., MN., selaku Supervisor yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan arahan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan praktik dan penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini
3. Ibu Ns. Umi Aisyiyah, M.Kep.,Sp.Kep.MB, selaku pembimbing klinik dan
penguji yang telah memberikan banyak bimbingan selama menjalani praktik
keperawatan spesialis ini
4. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
5. Ibu Henny Permatasari, M.Kep., Sp.Kep.Kom., selaku Ketua Program Studi
Magister dan Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yang telah memberikan
kesempatan dan memfasilitasi penulis dalam melakukan praktik
7. Kepala Instalasi Rawat Inap, perawat dan staf Gedung Prof Dr. Soelarto
RSUP Fatmawati yang telah memberikan kesempatan, inspirasi, dan bantuan
selama praktik
8. Istri dan anak tercinta Tuti Lestari dan Laiswaraia Nirwasita serta seluruh
keluarga besar yang menjadi sumber dukungan dan semangat

vii Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


9. Teman-teman Angkatan 2013 Program Spesialis Keperawatan kekhususan
Keperawatan Medikal Bedah
10. Semua pasien dan keluarganya yang telah memperkaya pengalaman penulis

Semoga Karya Ilmiah Akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan
dan pelayanan keperawatan.

Depok, 1 Juli 2014

Penulis

viii Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Sapto Haryatmo


Program Studi : Program Studi Magister dan Spesialis Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Judul : Laporan Praktik Residensi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy, Evidence Based
Nursing Practice dan Inovasi Pada Masalah Muskuloskeletal

Karya Ilmiah Akhir ini merupakan laporan akhir setelah praktik residensi
peminatan Keperawatan Medikal Bedah. Laporan akan menguraikan satu kasus
utama dari pengelolaan terhadap 31 kasus yang dikelola, Evidence Based Nursing
Practice (EBNP) dan Inovasi. Perubahan signifikan didapatkan pada hasil
penerapan asuhan keperawatan menggunakan model adaptasi Roy, pasien mampu
beradaptasi lebih baik terhadap masalah yang dihadapi tanpa tergantung pada
keberadaan stimulus sebagai pencetus masalah. EBNP yang akan dilaporkan
adalah penggunaan teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri dan kecemasan post
operasi gangguan muskuloskeletal, dengan hasil tindakan ini efektif untuk
menurunkan nyeri tetapi tidak menunjukkan penurunan besar untuk kecemasan.
Kegiatan inovasi yang dikerjakan yaitu program discharge planning untuk pasien
perioperatif muskuloskeletal memberikan hasil yang baik dalam menurunkan
kecemasan dan kepatuhan terhadap prosedur yang dijalankan.

Kata kunci: discharge planning; kecemasan; model adaptasi Roy;


muskuloskeletal; nyeri; relaksasi

ix Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


ABSTRACT

Name : Sapto Haryatmo


Program : Master and Specialist of Nursing Science Faculty of Nursing
University of Indonesia
Title : Report of Roy Adaptation Model Approach in Medical Surgical
Nursing Care, Evidence Based Nursing Practice and Innovation
in Musculoskeletal Problems

This is a final report of Medical Surgical Nursing Specialist practice. It contains


the explanation of one case of 31 managed cases, Evidence Based Nursing
Practice (EBNP) and Innovation project. There is a significance outcomes after
application of the Roy adaptation model in nursing care practice, patients could
adapt better to the problems independently to existence of stimuli as the problem
precipitator. The reported EBNP was implementation of relaxation technique for
reducing musculoskeletal post operative pain and anxiety, this intervention was
effective to reduce pain but not showing significant effect for anxiety. The
innovation project, a discharge planning program for musculoskeletal
perioperative patients showing a good result in reducing anxiety and promoting
compliance to the procedure.
Keywords: anxiety; discharge planning;musculoskeletal; pain; relaxation; Roy
adaptation model

x Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ............................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT .............................................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Tujuan ....................................................................................................... 5
1.2.1. Tujuan Umum ................................................................................... 5
1.2.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 5
1.3. Manfaat Penulisan .................................................................................... 5
1.3.1. Bagi pelayanan Keperawatan ............................................................ 5
1.3.2. Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan ............................................ 5
1.3.3. Bagi Pendidikan Keperawatan .......................................................... 6
BAB 2 STUDI PUSTAKA ..................................................................................... 7
2.1. Konsep fraktur .......................................................................................... 7
2.1.1. Definisi .............................................................................................. 7
2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko Fraktur ................................................... 7
2.1.3. Manifestasi Klinis ............................................................................. 8
2.1.4. Klasifikasi Fraktur........................................................................... 10
2.1.5. Penatalaksanaan Fraktur.................................................................. 11
2.1.6. Penyembuhan Tulang ...................................................................... 12
2.1.7. Komplikasi Fraktur ......................................................................... 13
2.1.8. Fraktur Pinggul ............................................................................... 15
2.1.9. Arthroplasty .................................................................................... 16
2.2. Model Adaptasi Roy ............................................................................... 16
2.2.1. Asumsi Dasar .................................................................................. 16
2.2.2. Manusia Sebagai Sistem Adaptif .................................................... 17
2.2.3. Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy ....................... 18
BAB 3 PROSES RESIDENSI .............................................................................. 21
3.1. Laporan dan Analisis Kasus ................................................................... 21
3.1.1. Data Demografik ............................................................................. 21

xi Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


3.1.2. Pengkajian Tingkat Pertama ........................................................... 22
3.1.3. Pengkajian Tingkat Kedua .............................................................. 24
3.1.4. Resume Kasus ................................................................................. 25
3.1.5. Diagnosa keperawatan........................................................................ 26
3.1.6. Rencana Asuhan Keperawatan ........................................................ 27
3.1.7. Evaluasi ........................................................................................... 31
3.1.8. Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy pada Kasus Utama ......... 35
3.1.9. Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy pada 30 Kasus Resume . 36
3.2. Evidence Based Nursing Practice .......................................................... 37
3.2.1. Latar belakang EBNP ...................................................................... 37
3.2.2. Tujuan ............................................................................................. 39
3.2.3. Metodologi Pencarian ..................................................................... 39
3.2.4. Telaah Kritis .................................................................................... 42
3.2.5. Kemaknaan hasil ............................................................................. 49
3.2.6. Aplikabilitas .................................................................................... 49
3.2.7. Pelaksanaan ..................................................................................... 50
3.2.8. Analisa pelaksanaan EBNP ............................................................. 51
3.3. Proyek Inovasi ........................................................................................ 52
3.3.1. Analisis situasi klinik ...................................................................... 52
3.3.2. Analisa SWOT ................................................................................ 54
3.3.3. Kegiatan inovasi .............................................................................. 55
3.3.4. Analisis hasil penerapan proyek Inovasi ......................................... 56
BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 58
4.1. Pembahasan Kasus Utama...................................................................... 58
4.1.1. Asuhan Keperawatan ...................................................................... 60
4.1.2. Keterbatasan .................................................................................... 67
4.2. Pembahasan EBNP ................................................................................. 68
4.2.1. Pelaksanaan dan Hasil ..................................................................... 68
4.2.2. Hambatan ........................................................................................ 70
4.3. Pembahasan inovasi ............................................................................... 70
4.3.1. Keuntungan ..................................................................................... 70
4.3.2. Kekurangan ..................................................................................... 72
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 74
5.1. Simpulan ................................................................................................. 74
5.2. Saran ....................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76

xii Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Rencana Asuhan Keperawatan............................................................. 27


Tabel 3. 2 Analisis PICO ...................................................................................... 39
Tabel 3. 3 Artikel Utama EBNP ........................................................................... 42
Tabel 3. 4 Hasil Evaluasi Program Discharge Planning ...................................... 55

xiii Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan EBNP ............................................................................... 82


Lampiran 2 Persetujuan EBNP ............................................................................. 83
Lampiran 3 Visual Analog Scale Nyeri ................................................................ 84
Lampiran 4 Visual Analog Scale Kecemasan ....................................................... 85
Lampiran 5 Langkah-langkah Relaksasi TBR ...................................................... 86
Lampiran 6 Langkah-langkah Jaw Relaxation ...................................................... 87
Lampiran 7 Lembar Kontrol Discharge Planning ................................................ 88
Lampiran 8 Brosur Pelengkap Lembar Kontrol .................................................... 89
Lampiran 9 Resume Kasus.................................................................................... 90

xiv Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Laporan ini merupakan bagian dari praktik residensi spesialis keperawatan yang
telah dilaksanakan selama dua semesester dengan rentang waktu September 2013
sampai dengan Mei 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati
Jakarta. Setelah proses praktik dijalani akan dilakukan analisis terhadap kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan selama periode praktik tersebut. Analisis dilakukan
terhadap kegiatan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
muskuloskeletal dengan menggunakan pendekatan teori keperawatan model
adaptasi Roy, praktik intervensi keperawatan berbasis bukti/Evidence Based
Nursing Practice (EBNP), dan kegiatan inovasi yang dilakukan di ruang
perawatan orthopaedi.

Model adaptasi diharapkan mampu mendukung asuhan keperawatan yang akan


menimbulkan respon adaptif klien sehingga mampu mencapai tingkat kesehatan
yang maksimal. Respon adaptif pasien dapat meningkatkan integritas dan
membantu klien memiliki respon yang efektif untuk mencapai tingkat adaptasi
dan kemampuan mengatasi setiap permasalahan yang muncul secara kompeten
agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Alligood & Tomey, 2010;
Roy, 2009). Fungsi optimal pasien pasca fraktur sangat tergantung pada hal ini
karena setiap pasien akan menjalani sebagian besar masa rehabilitasinya di tengah
keluarga dan masyarakat tanpa pengawasan tenaga kesehatan.

Kasus utama yang dijadikan subjek penerapan model adaptasi ini adalah pasien
dengan fraktur patologis collum femur bilateral dan kasus kelolaan yang lain
sebagian besar adalah pasien fraktur. Kejadian fraktur pinggul di dunia cukup
besar karena itu patut menjadi perhatian. Menurut perkiraan, lebih dari 6 juta
orang mengalami fraktur pinggul per tahun. Data US Agency for Healthcare
Research and Quality menunjukkan di US selama 2003 sebanyak 310.000 orang
atau sekitar 30% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit. mengalami
hospitalisasi karena fraktur pinggul (Foster, 2014). Dengan meningkatnya usia

1 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


2

harapan hidup dan banyaknya jumlah usia lanjut jumlah tersebut diperkirakan
akan meningkat mencapai antara 7.3 – 21.5 juta kasus pada tahun 2050. Dengan
pertumbuhan jumlah usia lanjut yang besar diperkirakan 45 – 70% kasus fraktur
pinggul akan terjadi di asia pada tahun tersebut (Soveid, Serati, & Masoompoor,
2005).

Kasus fraktur pinggul yang ditemui selama proses residensi tidak banyak, akan
tetapi dinilai memerlukan penerapan model adaptasi. Alasan ini tidak lepas dari
pentingnya kesadaran untuk melakukan latihan rentang gerak, mobilisasi, aktivitas
sehari-hari dan bekerja dengan aman untuk mengembalikan fungsi fisik maupun
psikologis hampir sepenuhnya merupakan tanggung jawab klien. Dengan sifat
fraktur yang patologis diasumsikan pasien akan selalu berisiko terhadap fraktur
dan penyembuhan yang tertunda. Pasien harus mampu beradaptasi dengan nyeri,
keterbatasan gerak, pengurangan aktivitas dan berbagai keterbatasan lain terkait
kondisi ataupun penatalaksanaan. Pemahaman dan perubahan perilaku yang
mendukung diyakini akan mempercepat penyembuhan, rehabilitasi dan
mengurangi risiko di masa depan.

Pasien fraktur pada umumnya memiliki respon yang beragam terhadap sakitnya
baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini dapat merupakan akibat dari putus
atau terganggunya kontinuitas dari jaringan atau struktur tulang, baik sebagian
maupun total. Terganggunya kontinuitas jaringan tersebut muncul akibat beban
mekanik berlebihan yang memberikan tekanan melebihi kemampuan tulang
menyerapnya ataupun patologis karena proses penyakit dan biasanya berefek pada
kebutuhan mobilisasi dan sensasi baik akibat adanya kerusakan tulang tersebut
atau kerusakan jaringan otot, kulit maupun pembuluh darah yang menyertainya
atau sikap yang muncul sebagai respon terhadap kondisi tersebut (Black &
Hawks, 2009; Ignatavicius & Workman, 2010; Lewis, Dirksen, Heitkemper,
Bucher, & Camera, 2011; Maher, Salmond, & Pellino, 2002; Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2010). Pasien dengan kasus fraktur yang sama dapat
menunjukkan perilaku yang berbeda dalam kaitannya dengan perawatan yang
dijalani. Dapat ditemukan pasien yang kurang kooperatif dibandingkan pasien

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


3

lain, atau pasien yang nampak lebih cemas dibanding pasien lain sebagai
manifestasi non fisik.

Asuhan perioperatif baik persiapan operasi maupun aktivitas dan latihan setelah
operasi menjadi hal yang penting karena pasien yang dirawat inap di RSUP
Fatmawati merupakan pasien yang membutuhkan tindakan pembedahan baik cito
maupun elektif. Tindakan pembedahan yang berupa reduksi dan fiksasi tersebut
dilakukan untuk mengembalikan fragmen fraktur ke posisi anatomisnya dan
imobilisasi agar fungsi tulang dapat pulih seperti semula (Smeltzer et al., 2010).
Alat fiksasi yang digunakan untuk mempertahankan fragmen setelah direduksi
dapat merupakan fiksasi internal yaitu pins, plates, intramedullary rods atau
screws maupun fiksasi eksternal di mana pins yang dipasang tersambung ke
batang di luar tubuh untuk stabilisasi (Black & Hawks, 2009; Lewis et al., 2011;
Smeltzer et al., 2010).

Kesembuhan secara fisiologis tanpa komplikasi, pengurangan nyeri yang


memuaskan dan mencapai potensi rehabilitasi maksimal menjadi tujuan yang
harus dicapai dalam memberikan asuhan kepada klien (Lewis et al., 2011). Hal ini
menuntut perawat mampu mendorong pasien untuk menjalani peran sebagai orang
sakit dengan perilaku yang adaptif. Tujuan ini merupakan dasar yang digunakan
sebagai alasan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan
model adaptasi Roy, penyusunan intervensi berbasis bukti (EBNP), dan inovasi.

Selama proses penyembuhan, nyeri merupakan keluhan dominan yang ditemui


pada pasien fraktur. Pada pasien post operasi, nyeri memiliki peranan penting
dalam perjalanan pemulihan maupun sikap dan kerjasama pasien terhadap asuhan
medis maupun keperawatan yang diberikan. Nyeri yang muncul merupakan akibat
dari kerusakan dinding sel baik oleh cedera sebelum operasi maupun proses
pembedahan, inflamasi dan cedera syaraf (Black & Hawks, 2009). Pasien yang
mengalami nyeri berlebihan dapat memunculkan kecemasan dan sikap kurang
kooperatif. Nyeri yang muncul ketika bagian tubuh yang dioperasi digerakkan
cenderung membuat pasien enggan melakukan gerakan dan latihan yang akan
menghambat pemulihan fungsi pasca operasi baik penyembuhan luka,

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


4

pertumbuhan tulang, kemampuan mobilisasi, maupun perawatan diri secara


mandiri sebagai tujuan dari perawatan yang dilaksanakan.

Pemahaman pasien terhadap nyeri akan dapat menurunkan tingkat kecemasan dan
meningkatkan kerjasamanya dalam proses rehabilitasi post operasi. Pasien yang
mampu mengatasi rasa nyeri yang muncul atau memiliki kemampuan untuk
mengabaikan nyeri yang muncul akan meningkatkan ambang nyerinya sehingga
tindakan-tindakan rehabilitasi yang memicu munculnya nyeri tetap dapat
dilaksanakan sesuai jadwal. Sebagai salah satu hasilnya adalah berkurangnya lama
rawat inap atau setidaknya pasien menjalani rawat inap sesuai seharusnya tanpa
mengalami komplikasi dan keterlambatan pemulihan. Beberapa tindakan yang
telah dibuktikan dapat menurunkan nyeri dan kecemasan pasca operasi orthopedi
adalah edukasi, relaksasi, massage, dan penggunaan kompres baik panas maupun
dingin (Büyükyılmaz & Aştı, 2013; Sjöling, Nordahl, Olofsson, & Asplund, 2003;
Wong, Chan, & Chair, 2010a, 2010b). Prosedur relaksasi mudah dijelaskan serta
ekonomis dan pasien dapat melakukannya dengan peralatan yang minimal. Hal ini
menjadi dasar dari dilakukannya praktik keperawatan berbasis bukti.

Keterlibatan dan kepedulian pasien dalam proses perawatan dan pemulihannya


mampu memunculkan perilaku pasien yang lebih adaptif dan mandiri. Pasien
memerlukan pendidikan kesehatan mengenai prosedur yang akan dikerjakan sejak
dini dan kerjasama yang diharapkan dari pasien untuk mendorong mereka ambil
bagian dan ikut bertanggung jawab terhadap perawatan dan pemulihannya.
Discharge planning menjadi hal yang penting untuk memastikan rehabilitasi dan
keamanan pasien terjamin. Selain itu, pasien post operasi akan pulang dengan alat
yang masih terpasang di tubuhnya sehingga perlu mendapatkan edukasi mengenai
perawatan luka yang diperlukan, aktivitas yang diizinkan, intake nutrisi yang
cukup dan cara menjauhkan kemungkinan infeksi agar pemulihan berjalan baik
(Ignatavicius & Workman, 2010). Hasil yang diharapkan adalah bahwa setiap
pasien tidak mengalami pemanjangan length of stay di rumah sakit. Tujuan jangka
panjangnya adalah pasien yang pulang setelah menjalani prosedur pembedahan
tidak akan masuk rumah sakit lagi dengan kondisi yang memburuk.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


5

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Menjelaskan pelaksanaan peran perawat dan kegiatan residensi program spesialis
keperawatan medikal bedah kekhususan sistem muskuloskeletal di Gedung Prof.
Dr. Soelarto lantai 1 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Melakukan analisis penerapan asuhan keperawatan menggunakan teori Model
adaptasi Roy pada klien gangguan sistem muskuloskeletal terutama pada
kasus klien yang mengalami fraktur di Lantai 1 Gedung Prof. Dr. Soelarto
RSUP Fatmawati Jakarta.
b. Melakukan analisis penerapan Evidence Based Nursing Practice pada klien
gangguan sistem muskuloskeletal terutama pada kasus klien yang menjalani
pembedahan elektif di Lantai 1 Gedung Prof. Dr. Soelarto RSUP Fatmawati
Jakarta
c. Melakukan analisis kegiatan inovasi keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem muskuloskeletal di Lantai 1 Gedung Prof. Dr. Soelarto
RSUP Fatmawati Jakarta.

1.3. Manfaat Penulisan


1.3.1. Bagi pelayanan Keperawatan
Hasil dari analisis asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan teori
model adaptasi Roy, praktek keperawatan berbasis bukti (Evidence Based Nursing
Practice) dan kegiatan inovasi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar acuan
dan pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien dengan
gangguan sistem muskuloskeletal.

1.3.2. Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan


Hasil dari analisis asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan teori
model adaptasi Roy, praktek keperawatan berbasis bukti (Evidence Based Nursing
Practice) dan kegiatan inovasi ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
keperawatan medikal bedah dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya
pada gangguan sistem muskuloskeletal.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


6

1.3.3. Bagi Pendidikan Keperawatan


Hasil dari analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan pada
pengembangan kegiatan pendidikan keperawatan untuk dapat menciptakan
perawat yang mampu meningkatkan asuhan keperawatan kepada klien khususnya
dengan gangguan sistem muskuloskeletal.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


BAB 2
STUDI PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan konsep fraktur, fraktur collum femur dan model
adaptasi Roy. Konsep fraktur akan meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis,
klasifikasi, penatalaksanaan fraktur, tahapan penyembuhan tulang dan komplikasi
fraktur.

2.1. Konsep fraktur


2.1.1. Definisi
Fraktur merupakan gangguan terhadap kontinuitas tulang baik komplet maupun
inkomplet yang seringkali diikuti dengan kerusakan jaringan lunak disekitarnya.
Fraktur dapat berupa cedera akibat trauma mekanik yang terjadi akibat adanya
tekanan yang melebihi kemampuan tulang untuk menyerapnya maupun cedera
patologis akibat adanya penyakit yang menyebabkan kelemahan tulang sehingga
tekanan yang seharusnya dapat ditahan oleh tulang normal dapat menyebabkan
gangguan pada kontinuitas tulang (Black & Hawks, 2009; Jester, Santy, &
Rogers, 2011; Smeltzer et al., 2010; Whiteing, 2008).

2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko Fraktur


Fraktur muncul sebagai akibat adanya gaya yang bekerja pada tulang melebihi
yang dapat diserap atau ditahan oleh tulang. Tekanan yang diterima tulang dapat
bersifat langsung (pukulan, terlindas, terpelintir) atau secara tidak langsung
(tarikan otot). Besarnya gaya yang dapat menimbulkan fraktur bersifat relatif
karena perbedaan kekuatan tulang dan arah gaya (Black & Hawks, 2009; Iwegbu,
2012; Smeltzer et al., 2010).

Kejadian fraktur tidak terlepas dari berbagai faktor risiko internal atau eksternal.
Faktor yang menimbulkan risiko fraktur adalah adanya gangguan integritas dan
penurun kekuatan tulang. Akibat gangguan pembentukan tulang, menopause
(pada wanita) atau neoplasma. Selain itu, aktivitas atau jenis pekerjaan ikut
mempengaruhi risiko untuk terjadi fraktur (Black & Hawks, 2009; Koval &
Zuckerman, 2006; Smeltzer et al., 2010).

7 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


8

2.1.3. Manifestasi Klinis


Manifestasi fraktur dapat berupa yang dilaporkan pasien atau yang diamati,
meskipun tidak semua manifestasi ini memiliki intensitas yang sama bahkan
belum tentu semua manifestasi ada pada setiap kasus sesuai dengan kondisi pasien
pada saat dikaji. Munculnya manifestasi pada fraktur adalah akibat kerusakan
pada tulang, kerusakan jaringan di sekitar tulang yang terjadi bersama fraktur atau
kerusakan yang muncul sebagai akibat lanjutan dari adanya fraktur baik karena
angulasi, rotasi, tumpang tindihnya fragmen atau gesekan antar fragmen (Black &
Hawks, 2009; Jester et al., 2011; Koval & Zuckerman, 2006; Lewis et al., 2011;
Smeltzer et al., 2010; Whiteing, 2008).

Nyeri. Nyeri selalu muncul pada kasus fraktur. Nyeri yang ada bersifat terus
menerus dan meningkat sampai fragmen diimobilisasi. Spasme otot yang terjadi
mengikuti fraktur dapat membantu imobilisasi fragmen sehingga pergeseran
berkurang akan tetapi dapat juga menyebabkan peningkatan nyeri dan
malalignment. Manifestasi nyeri ini biasanya hanya dapat dikaji dengan pasti pada
pasien dengan status neurologis baik. Dengan begitu, nyeri ini merupakan
manifestasi yang selaluada tetapi belum tentu dapat diukur.

Kehilangan fungsi. Fraktur seringkali kehilangan fungsi, manifestasi ini sangat


nampak pada fraktur yang terjadi pada ekstremitas. Kehilangan fungsi dapat
merupakan bentuk dari kehilangan kemampuan otot untuk mengungkit karena
untuk menggerakkan ekstremitas tergantung pada perlekatannya di tulang
sehingga ketika tulang mengalami fraktur maka kemampuannya menggerakkan
juga hilang seiring dengan hilangnya penahan tegangan otot. Paralisis akibat
gangguan saraf yang menyertai fraktur ataupun respon dari nyeri yang dirasakan
oleh pasien juga dapat menimbulkan manifestasi gangguan pada fungsi
ekstremitas.

Deformitas. Perubahan bentuk ektremitas yang mengalami fraktur terjadi akibat


kondisi fragmen, kerusakan jaringan lunak yang menyertai atau respon yang
muncul akibat proses trauma. Pergeseran, angulasi atau rotasi pada fragmen
tulang merupakan penyebab utama adanya deformitas. Selain itu, edema yang

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


9

muncul dan pemendekan yang muncul akibat spasme otot juga merupakan
penyebab munculnya deformitas.

Pemendekan. Selain nyeri dan deformitas, spasme otot juga dapat menimbulkan
pemendekan pada fraktur tulang panjang. Pemendekan tulang yang fraktur
muncul sebagai akibat dari lepasnya fragmen tulang atau overlaping karena
spasme otot. Masuknya fragmen tulang ke dalam fragmen yang lain juga dapat
menimbulkan pemendekan.

Krepitasi dan gerakan tidak normal. Gesekan antar fragmen tulang dapat
diperiksa dengan perabaan. Pasien juga seringkali merasakan sensasi atau suara
bergesekan serta gerakan tulang yang tidak normal akibat adanya kehilangan
kemampuan tulang mempertahankan posisi.

Edema dan Ekimosis. Edema dapat muncul akibat adanya perdarahan dan
akumulai serosa pada jaringan sekitar fraktur. Perdarahan yang muncul pada
jaringan subkutan akan menimbulkan memar. Ekimosis seringkali muncul pada
bagian distal dan segera setelah cedera.

Perubahan neurovaskuler dan syok. Selain merusak kontinuitas tulang,


mekanisme cedera atau fragmen tulang dapat menimbulkan gangguan saraf dan
pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan sekitar fraktur atau kerusakan
pembuluh darah dapat menimbulkan gangguan neurovaskuler yang dapat berupa
perasaan baal atau kesemutan. Kerusakan pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan perdarahan terus menerus beresiko menimbulkan syok.

Pergeseran atau perubahan posisi baik sebagai akibat fraktur maupun proses
pertolongan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Gerakan yang tidak
perlu dapat menimbulkan kerusakan lebih parah pada jaringan tulang maupun
jaringan lunak sekitarnya. Spasme otot merupakan respon alami yang akan
menahan fragmen tulang sehingga pergerakannya minimal. Akan tetapi, spasme
otot yang berlebihan memiliki risiko yang sama besar untuk menimbulkan
kerusakan yang lebih parah dan rasa nyeri (Black & Hawks, 2009; Lewis et al.,
2011).

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


10

2.1.4. Klasifikasi Fraktur


Terdapat beberapa klasifikasi fraktur dan dasar klasifikasinya sesuai dengan
keperluan klasifikasi tersebut. Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan penyebab,
paparan terhadap lingkungan eksternal, tipe fraktur dan posisi fragmen terhadap
sumbu normal tulang. Klasifikasi yang biasa digunakan adalah yang mendukung
keperluan penanganan dan prognosis sesuai keadaan pasien (Ignatavicius &
Workman, 2010; Lewis et al., 2011; Solomon, Warwick, & Nayagam, 2010;
Whiteing, 2008).

Berdasarkan penyebabnya, fraktur dapat dibagi menjadi pathologic (spontaneous)


fracture, fracture due to injury, fatigue (stress) fracture dan compression fracture
seperti berikut ini: 1) Pathologic Fracture, merupakan fraktur yang disebabkan
lemahnya tulang sehingga dengan tekanan atau trauma normal atau bahkan
minimal sudah mampu menyebabkan kerusakan kontinuitas tulang; 2) Fracture
due to injury, terjadi akibat gaya yang besar pada tulang baik berupa gaya
memutar, menekuk, menekan atau meregang secara langsung maupun tidak
langsung; 3) Fatigue Fracture, muncul akibat penekanan yang terus menerus atau
berulang-ulang misalnya pada atlet; 4) Compression Fracture, merupakan salah
satu fraktur akibat mekanisme cedera oleh tekanan yang searah sumbu tulang
yang biasanya terjadi pada cancellous/spongy bone, misalnya vertebra
(Ignatavicius & Workman, 2010; Iwegbu, 2012; Solomon et al., 2010)

Berdasarkan ada atau tidaknya hubungan antara fragmen tulang dengan


lingkungan luar fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan tertutup. Kontak
fragmen fraktur terjadi akibat adanya kerusakan jaringan lunak yang disertai
robekan kulit atau mukosa pada area fraktur. Pembagian fraktur ini adalah: 1)
Fraktur Tertutup (Simple Fracture), tidak terdapat perluasan kerusakan jaringan
sampai ke kulit atau membran mukosa sehingga fragmen fraktur tidak
berhubungan dengan lingkungan luar; 2) Fraktur Terbuka (Compound Fracture),
disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan robekan pada kulit. Fraktur terbuka
sendiri dibagi sesuai dengan kerusakan yang menyertai, yaitu: 1) Grade I dimana
luka bersih tanpa kontaminasi dengan besar luka kurang dari 1 cm; 2) Grade II
yaitu luka lebih besar disertai dengan kerusakan jaringan lunak tidak terlalu luas;

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


11

3) Grade III luka dengan ukuran besar dan kerusakan luas pada jaringan lunak,
saraf dan tendon serta terjadi kontaminasi (Black & Hawks, 2009; Ignatavicius &
Workman, 2010; Lewis et al., 2011; Smeltzer et al., 2010; Whiteing, 2008).

Berdasarkan tipe patahan, fraktur dibagi menjadi dua yaitu: 1) Fraktur komplit,
yaitu tulang terbagi menjadi dua fragmen atau lebih; 2) Fraktur inkomplit, yaitu
tidak sepenuhnya terputus dan periosteum tulang masih menyambung
(Ignatavicius & Workman, 2010; Solomon et al., 2010). Pembagian lain
berdasarkan tipe, kompleksitas dan lokasi patahan adalah: 1) Transversal, fraktur
yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung; 2) spiral dan oblik, arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi/terpuntir; 3) impaksi, fraktur komplit dimana salah satu
fragmen fraktur terdorong ke dalam fragmen yang lain; 4) kominutif, fraktur
multifragmen dimana tulang mengalami fraktur menjadi dua atau lebih fragmen
yang biasanya terjadi akibat trauma langsung; 5) greenstick dan torus, fraktur
inkomplit yang biasa terjadi pada anak-anak dimana fraktur hanya terjadi pada
salah satu sisi tulang sementara sisi yang lain tetap intak; 6) avulsi, fraktur akibat
tarikan/kontraksi otot tiba-tiba pada insersinya atau peregangan berlebihan
sehingga memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun
ligamen; 7) kompresi, fraktur yang terjadi akibat tekanan yang searah dengan
sumbu normal tulang (Black & Hawks, 2009; Whiteing, 2008).

Selain pengelompokan di atas, fraktur juga dapat dikelompokkan berdasarkan


pergeseran fragmen tulang menjadi displaced dan nondisplaced. Pada fraktur
displaced kedua ujung fragmen tulang saling terpisah dan bergeser dari posisi
normalnya. Pada fraktur nondisplaced, masing-masing fragmen fraktur masih
berada pada sumbunya (Lewis et al., 2011).

2.1.5. Penatalaksanaan Fraktur


Penatalaksanaan fraktur meliputi penatalaksanaan terhadap tulang dan jaringan
lunak di sekitarnya. Immobilisasi bagian yang mengalami fraktur harus segera
dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan jaringan lunak dan neurovaskuler
yang lebih luas (Smeltzer et al., 2010). Penanganan fraktur pada prinsipnya sama
meskipun tipe frakturnya berbeda yaitu reduksi untuk mengembalikan ke

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


12

alignment anatomis, imobilisasi untuk mempertahankan alignment normal dan


rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi normal atau mendekati normal dari
bagian yang cedera (Lewis et al., 2011; Whiteing, 2008).

Fraktur harus dikembalikan sesuai sumbu anatomisnya. Tindakan untuk


mengembalikan tersebut adalah reduksi. Meskipun demikian, tidak semua fraktur
membutuhkan reduksi. Fraktur yang tidak disertai pergeseran fragmen tulang
tidak memerlukan reduksi. Terdapat dua macam reduksi, yaitu reduksi tertutup
(closed reduction) dan reduksi terbuka (open reduction)(Whiteing, 2008). Reduksi
tertutup merupakan tindakan non bedah yang bertujuan untuk mengembalikan
tulang ke posisi anatomis dengan cara menarik secara manual dan mengembalikan
fragmen yang bergeser sedangkan reduksi terbuka merupakan koreksi alignment
tulang melalui jalan pembedahan (Black & Hawks, 2009; Lewis et al., 2011;
Smeltzer et al., 2010).

Fraktur yang telah dilakukan reduksi harus diimobilisasi untuk mempertahankan


posisi anatomis. Imobilisasi dilakukan dengan memasang cast atau fiksasi baik
internal maupun eksternal. Cast merupakan fiksasi eksternal yang digunakan
untuk imobilisasi pada fraktur yang direduksi secara tertutup. Fiksasi internal dan
eksternal digunakan untuk imobilisasi fraktur setelah dilakukan reduksi terbuka.
Fiksasi internal maupun eksternal menggunakan screw, pins, wire, intramedullary
rod dan plate yang berfungsi seperti bidai tetapi melekat pada tulang (Lewis et al.,
2011).

2.1.6. Penyembuhan Tulang


Tulang merupakan jaringan tubuh yang mampu beregenerasi menghasilkan
jaringan yang sama dengan tulang normal untuk menyembuhkan diri dan tidak
membentuk jaringan parut. Tulang sembuh melalui tahapan destruksi dan
hematom, inflamasi/granulasi (pembentukan fibrocartilage), pembentukan kalus,
ossifikasi, konsolidasi dan remodelling (Black & Hawks, 2009; Kneale & Davis,
2005; Lewis et al., 2011; Solomon et al., 2010).

Fase destruksi dan hematom. Pembuluh darah yang robek akan mengalami
perdarahan dan membentuk hematom dan membeku pada kedua ujung patahan.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


13

Besarnya hematom sangat ditentukan oleh besarnya kerusakan pada jaringan


lunak dan pembuluh darah di area fraktur. Proses ini berlangsung sampai 72 jam
setelah cedera.

Fase inflamasi/granulasi. Fase ini adalah tahap pembentukan fibrocartilage,


Fagositosis menyerap produk dari jaringan nekrotik diikuti dengan perubahan
hematom menjadi jaringan granulasi yang menarik fibroblast, osteoblast dan
chondroblast untuk membentuk osteoid. Sel-sel yang mengalami proliferasi
masuk ke dalam dan terjadi regenerasi osteoblast dalam proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuk tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen
tulang. Fase ini berlangsung selama 3-14 hari setelah fraktur terjadi.

Fase pembentukan kalus. Matriks tulang yang baru dan mineral (kalsium, fosfor
dan magnesium) tertimbun di dalam osteoid dan membentuk kalus. Tulang yang
imatur menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang dalam
4 minggu.

Fase ossifikasi. Dalam 3 - 6 minggu kalus mulai berubah menjadi tulang dan
menyatukan kedua ujung patahan tulang. Proses ini berjalan lambat dan bisa
memakan waktu 3 sampai 6 bulan setelah cedera.

Fase konsolidasi. Bersamaan dengan osifikasi yang masih berjalan dimana


pembentukan kalus terus berlangsung, mulai terbentuk tulang yang keras dan
menutup celah antara kedua patahan. Proses dapat berjalan selama satu tahun
setelah cedera.

Fase remodelling. Fase ini adalah fase terakhir penyembuhan tulang. Pada fase
ini kelebihan jaringan tulang yang dibentuk mulai diabsorpsi dan fragmen tulang
benar-benar menyatu. Pembebanan tulang dapat dilakukan secara bertahap.

2.1.7. Komplikasi Fraktur


Komplikasi akut dapat timbul pada berbagai kasus fraktur, tanpa memperhatikan
bentuk dan lokasi fraktur. Risiko komplikasi ini dapat muncul akibat tipe trauma,
usia, penyakit penyerta dan penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


14

Komplikasi dapat berupa komplikasi akut atau kronik (Black & Hawks, 2009;
Ignatavicius & Workman, 2010).

Komplikasi akut fraktur dapat berupa akibat dari proses trauma yaitu: 1) Cedera
saraf, fragmen tulang dan edema jaringan dapat menimbulkan cedera saraf
dengan manifestasi dapat berupa gangguan kemampuan menggerakkan jari atau
ekstremitas, paresthesia atau peningkatan nyeri; 2) Emboli lemak, pasien dengan
multiple fracture terutama pada tulang panjang kadang mengalami emboli lemak
yang diduga menyebar dari sumsum tulang ke vaskuler saat terjadi trauma dan
berisiko menyumbat vaskularisasi paru, ginjal, otak dan organ lain; 3) Infeksi,
dapat muncul akibat kontaminasi pada fraktur terbuka atau akibat luka
pembedahan; 4) Syok hemoragik, kebanyakan syok hemoragik adalah pada pasien
fraktur pelvis atau fraktur femur terbuka yang disertai kerusakan arteri femoralis
(Ignatavicius & Workman, 2010; Lewis et al., 2011; Smeltzer et al., 2010).

Selain akibat trauma pada jaringan, komplikasi juga dapat terjadi akibat gangguan
pada vaskularisasi baik karena respon fisiologis, penanganan yang kurang tepat
atau imobilisasi. Masalah yang mungkin timbul adalah: 1) Compartment syndrom,
akibat edema pada otot ekstremitas dibatasi fascia yang inelastis atau pemasangan
cast yang terlalu ketat sehingga ruang menjadi sempit dan membuat tekanan
meningkat, menekan pembuluh kapiler dan menimbulkan ischemia jaringan yang
semakin berat oleh edema sekunder akibat pelepasan histamin oleh otot yang
mengalami ischemia. Akibat yang dapat terjadi apabila tidak diatasi adalah
kehilangan fungsi otot dan saraf, infeksi, myoglobinuria, gagal ginjal, dan
amputasi; 2) Volkmann’s contracture, timbul akibat compartment syndrom yang
tidak diatasi dan menimbulkan destruksi otot sehingga kehilangan myoglobulin
dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang menyebabkan tendon dan jaringan saraf
terjepit; 3) Deep Vein Thrombosis, selain cedera pembuluh darah, imobilisasi dan
bed rest lama meningkatkan risiko terjadi deep vein thrombosis karena ada stasis
darah dalam vena dan peningkatan koagulasi (Black & Hawks, 2009; Ignatavicius
& Workman, 2010; Smeltzer et al., 2010).

Komplikasi kronik dapat terjadi dalam proses penyembuhan fraktur. Ischemic


necrosis atau nekrosis avaskuler terjadi akibat tidak adanya suplai darah ke tulang

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


15

sehingga jaringan tulang mati. Akibat proses ini dapat berupa delayed union, mal-
union atau non-union. Delayed union adalah kegagalan fraktur berkonsolidasi
untuk menyambung secara fisiologis sesuai dengan waktu normal. Non-union
merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan menyambung dengan lengkap,
kuat, dan stabil setelah 4-6 bulan. Sedikit berbeda, mal-union terjadi ketika
fragmen sembuh dalam alignment yang salah baik akibat tidak ditangani dengan
benar atau karena pembebanan sebelum tulang benar-benar menyatu. Kekakuan
sendi atau joint stiffness/traumatic arthritis dapat terjadi apabila tidak dilakukan
latihan gerak sendi selama pembatasan gerak akibat imobilisasi fraktur (Black &
Hawks, 2009; Ignatavicius & Workman, 2010; Lewis et al., 2011; Schoen, 2000).

2.1.8. Fraktur Pinggul


Fraktur pinggul merupakan tipe fraktur femur yang spesifik karena fraktur ini
terjadi pada bagian sepertiga proksimal femur. Fraktur femur yang dikategorikan
fraktur pinggul adalah yang terjadi pada area caput femur/head of femur sampai
subtrochanter. Secara garis besar, fraktur pinggul ini terdiri atas fraktur
intrakapsular dan ekstrakapsular. Fraktur yang meliputi area caput femur sampai
collum femur disebut fraktur intrakapsular dan fraktur yang terjadi pada area di
bawah trochanter femur sampai subtrochanter femur disebut fraktur
ekstrakapsular (Lewis et al., 2011; Smeltzer et al., 2010). Banyak faktor yang
menjadi risiko terjadinya fraktur pinggul, diantaranya adalah usia tua, jenis
kelamin perempuan, penggunaan alkohol, tembakau atau glukokortikoid, riwayat
patah tulang di keluarga, kepadatan mineral tulang yang rendah/bone mineral
density (BMD), riwayat fraktur, dan berat badan rendah atau indeks massa tubuh
rendah (IMT) (Black & Hawks, 2009; Dufour et al., 2012; Soveid et al., 2005).

Dua macam fraktur yang termasuk fraktur intrakapsular adalah fraktur pada caput
femur dan collum femur. Secara lebih spesifik, berdasarkan lokasinya kedua
macam fraktur ini dibagi menjadi fraktur capital (caput femur), subcapital (tepat
di bawah caput femur) dan transcervical (collum femur). Secara umum, fraktur
ini lebih banyak terjadi pada wanita dan dikaitkan dengan adanya osteoporosis
dan trauma dengan energi minor. Menurut Solomon, et al (2010), tipe fraktur
caput femur sesuai klasifikasi Pipkin dibagi menjadi empat, yaitu: 1) Tipe I, garis

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


16

patahan berada di bawah fovea; 2) Tipe II, garis patahan meliputi fovea; 3) Tipe
III, fraktur tipe I atau II disertai dengan fraktur collum femur; 4) Tipe IV, salah
satu tipe disertai dengan fraktur acetabular. Collum femur memegang peranan
penting pada vaskularisasi caput femur sehingga terjadinya fraktur pada collum
femur beresiko menimbulkan nekrosis avaskuler (Black & Hawks, 2009; Lewis et
al., 2011; Smeltzer et al., 2010).

Fraktur ekstrakapsular terjadi di luar kapsul sendi dan dibagi menjadi


intertrochanter yaitu fraktur yang terjadi pada area di antara trochanter mayor dan
trochanter minor dan subtrochanter yang terjadi di bawah trochanter minor. Kedua
tipe fraktur ini cenderung memiliki vaskularisasi lebih baik dibandingkan dengan
fraktur intrakapsular sehingga sangat jarang kejadian non-union dan nekrosis
avaskular (Black & Hawks, 2009; Lewis et al., 2011). Fraktur intertrochanter
dibagi menjadi stabil dan tidak stabil. Fraktur disebut tidak stabil bila: 1) hanya
terdapat kontak minimal antara fragmen fraktur; 2) pola fraktur menyebabkan
pergeseran setiap dilakukan pembebanan, misalnya oblik; 3) osteoporosis yang
menyebabkan perlekatan implan lemah (Solomon et al., 2010).

2.1.9. Arthroplasty
Fraktur pada sendi pinggul seringkali memerlukan arthroplasty untuk
penanganannya. Tindakan operasinya adalah hip arthroplasty yang dibagi
menjadi dua yaitu total hip arthroplasty dan hemiarthroplasty. Pada total hip
arthroplasty, baik bagian proksimal femur maupun acetabulum/mangkok sendi
diganti dengan prostesis sedangkan pada hemiarthroplasty penggantian hanya
dikalukan pada begian proksimal femur sementara acetabulum tidak dilakukan
penggantian (Iwegbu, 2012). Hemiarthroplasty dengan prostesis Austin-Moore,
Bateman, Thompson atau endoprosthesis lain hanya dapat dilakukan pada sendi
yang acetabulumnya masih sehat (Kneale & Davis, 2005).

2.2. Model Adaptasi Roy


2.2.1. Asumsi Dasar
Terdapat empat konsep sentral sebagai bagian dari konsep model adaptasi Roy
yang meliputi, manusia, lingkungan, kesehatan dan tujuan dan pendekatan
keperawatan (Roy, 2009).

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


17

Manusia. Individu merupakan sistem adaptif dengan proses internal (subsistem


kognator dan regulator) untuk mempertahankan adaptasi yang aplikasinya dibagi
dalam empat mode adaptasi yaitu fisiologis-fisik, konsep diri-identitas group,
fungsi peran dan interdependensi.

Lingkungan. Lingkungan yang dalam hal ini juga menjadi input bagi sistem
manusia maupun stimulus internal dan eksternal adalah semua kondisi, keadaan,
pengaruh sekitarnya dan mempengaruhi perkembangan serta perilaku seseorang
atau kelompok, dengan suatu pertimbangan khusus dari mutualitas sumber daya
manusia dan alam.

Kesehatan. Kesehatan adalah keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh
dan integrasi secara keseluruhan. Sehat merupakan suatu kondisi yang
menunjukkan keadaan adaptasi terhadap lingkungan. Sehat bukan berarti
terhindarkan dari masalah tetapi merupakan kemampuan untuk mengatasi masalah
tersebut dengan baik.

Tujuan dan pendekatan keperawatan. Keperawatan dianggap sebagai ilmu dan


praktik yang meningkatkan adapatasi agar individu dapat berfungsi secara holistik
melalui aplikasi proses keperawatan untuk memperngaruhi kesehatan secara
positif. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptif individu dengan
mengurangi energi yang diperlukan untuk megatasi situasi tertentu sehingga
tersedia lebih banyak energi untuk proses manusia lainnya. Keperawatan
meningkatkan adaptasi dalam empat model, yang berperan pada kesehatan,kuaitas
hidup, dan meninggal dengan tenang.

2.2.2. Manusia Sebagai Sistem Adaptif


Dalam konsep manusia sebagai sistem adaptif Roy, manusia adalah mahkluk
holistik. Setiap manusia merupakan sistem terdiri dari proses input, output,
kontrol dan umpan balik (Roy, 2009).

Input adalah stimulus yang merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau


energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon. Selain itu, merupakan
suatu sistem yang dapat menyesuaikan diri dengan menerima masukan dari
lingkungan dalam individu itu sendiri. Stimulus dibagi dalam tiga tingkatan yaitu:

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


18

1) stimulus fokal, merupakan stimulus internal maupun eksternal yang secara


langsung dapat menyebabkan ketidakseimbangan atau keadaan sakit yang dialami
saat ini; 2) stimulus kontekstual, merupakan semua rangasangan yang lain yang
datang dalam situasi yang memberikan efek dari stimulus fokal. Dengan kata lain,
stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor pencetus)/ keadaan tidak
sehat. Keaadaan ini tidak terlihat langsung pada saat ini; 3) stimulus residual,
faktor internal maupun eksternal manusia dengan efek pada situasi saat ini yang
tidak jelas. Tingkat adaptasi seseorang dipengaruhi oleh kerja bersama ketiga
stimulus tersebut (Alligood & Tomey, 2010; Roy, 2009).

Mekanisme kontrol sebagai bentuk koping dalam model adaptasi ini terdiri dari
regulator dan kognator. Subsistem regulator mempunyai input stimulus berupa
internal atau eksternal dengan cara adaptasi fisiologis yang berbentuk respon
otomatis secara kimia, neural atau endokrin. Subsistem kognator merupakan
adaptasi terhadap stimulus yang berupa respon konsep diri, interdependensi dan
fungsi peran yang dilakukan melalui proses perseptual informasi, penilaian,
proses belajar dan emosi (Alligood & Tomey, 2010; Roy, 2009).

Output perilaku dari subsistem regulator dapat menjadi stimulus umpan balik
untuk subsistem kognator. Proses kontrol subsistem kognator berhubungan
dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian, dan emosi. Persepsi
atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih
perhatian, mencatat dan mengingat.

2.2.3. Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy


Terdapat enam tahap dalam proses keperawatan menurut model adaptasi Roy
yaitu: pengkajian perilaku, pengkajian stimuli, diagnosa keperawatan, penetapan
tujuan, intervensi dan evaluasi (Roy, 2009).

Tahap Pertama (Pengkajian Perilaku). Perilaku terdiri dari perilaku yang dapat
diobservasi dan perilaku yang tidak dapat diobservasi sehingga perilaku yang
didapat dari pengkajian pada dasarnya merupakan hasil pengamatan, pengukuran
atau dilaporkan oleh pasien. Data perilaku meliputi empat mode adaptif, yaitu: 1)
oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, proteksi, sensori/pengindraan,

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


19

cairan dan elektrolit, fungsi persyarafan, fungsi endokrin yang dikelompokkan


dalam mode fisiologis; 2) physical dan personal self yang disebut dengan mode
konsep diri; 3) proses transisi peran, perilaku peran, integrasi peran, pola
penguasaan peran, proses koping yang dimasukkan dalam mode fungsi peran; 4)
pola memberi dan menerima, afeksi, pola kesendirian, strategi koping perpisahan
dan kesendirian yang dimasukkan dalam mode interdependensi.

Tahap Kedua (Pengkajian Stimuli). Pengkajian stimuli yang dilakukan meliputi


identifikasi stimulus fokal, kontekstual dan residual. Stimulus fokal adalah
stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai
pengaruh kuat terhadap individu, dengan kata lain merupakan stimulus internal
atau eksternal yang dengan sangat segera mempengaruhi individu. Stimulus
kontekstual terjadi pada saat sekarang, dimana mengurangi atau meningkatkan
efek yang disebabkan oleh stimulus fokal. Sedangkan Stimulus residual adalah
faktor lingkungan lain yang muncul tanpa hubungan yang jelas dengan fokal
stimulus pada saat pengkajian berlangsung.

Tahap Ketiga (Diagnosa Keperawatan). Diagnosa keperawatan merupakan


interpretasi sistem adaptif manusia dari kesimpulan proses penilaian dalam
pengkajian status adaptasi dari sistem adaptif manusia. Konsep dari diagnosa
keperawatan dapat diaplikasikan oleh perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Diagnosa dirumuskan dengan melihat hubungan antara
perilaku dan stimulus baik fokal, kontekstual maupun residual.

Tahap Keempat (Penetapan Tujuan). Pernyataan tujuan dalam rencana asuhan


keperawatan memuat perilaku (behavior), perubahan yang diharapkan (change
expected), dan kerangka atau rentang waktu (time frame) pencapaian.

Tahap Kelima (Intervensi). Fokus intervensi yang dibuat dan dilakukan


mengarah pada stimulus yang mempengaruhi perilaku yang muncul. Intervensi ini
merupakan pengelolaan stimulus yang tujuannya mengubah, meningkatkan,
menurunkan, memindahkan, menghilangkan, dan/atau mempertahankan stimulus
sesuai dengan sifat stimulus. Mengubah stimulus diharapkan akan memperkuat
kemampuan mekanisme koping seseorang untuk berespon secara positif terhadap

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


20

situasi yang ada sehingga menghasilkan perilaku yang adaptif. Intervensi ini
mencakup regulator dan kognator.

Tahap Keenam (Evaluasi). Evaluasi merupakan proses penilaian keefektifan dari


intervensi keperawatan yang dilakukan dalam hubungannya dengan perubahan
perilaku yang terjadi pada sistem manusia baik individu maupun kelompok.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


BAB 3
PROSES RESIDENSI

3.1. Laporan dan Analisis Kasus


Bagian ini akan menguraikan asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap klien
fraktur tertutup collum femur bilateral yang diduga akibat metastatic bone disease.
Dalam pengelolaan kasus ini akan digunakan model adaptasi Roy sebagai
pendekatan dan kerangka berpikir dalam asuhan keperawatan. Model adaptasi
Roy dirasa sesuai untuk kasus ini, penyebab yang belum pasti dan kejadian fraktur
yang terjadi secara spontan tanpa didahului adanya mekanisme cedera atau
pembebanan fisik yang berlebihan membuat klien rentan mengalami hal yang
sama. Sebagian besar waktu pemulihan klien akan dijalani di dalam keluarga atau
komunitas sehingga klien perlu mengenal dan menyesuaikan diri dengan kondisi
dan pembatasan yang dialami. Selama proses penyembuhan dan rehabilitasi klien
merasakan nyeri yang kadang sangat berat, perubahan pola eliminasi, perubahan
pola makan dan perubahan pola aktivitas dan isirahat sehingga memerlukan
perubahan perilaku sebagai kompensasi dari cedera dan penatalaksanaannya.
Fraktur bilateral dan prosedur hemiarthroplasty akan berpengaruh terhadap
mobilisasi dan cara melaksanakan aktivitas sehari-hari dalam perannya sebagai
individu maupun istri dan ibu. Penggunaan model adaptasi Roy ini diharapkan
dapat menyiapkan klien untuk menjalankan peran peran lebih efektif setelah
keluar dari rumah sakit.

3.1.1. Data Demografik


Klien adalah seorang perempuan bernama Ny. AR (27 tahun) warga Laru Dolok,
Mandailing Natal, Sumatera Utara. Ny. AR adalah seorang ibu rumah tangga
dengan seorang suami wiraswasta dan memiliki 1 orang anak berusia 2 tahun.
Pendidikan terakhir klien adalah perguruan tinggi dan klien beragama Islam.
Klien dirawat sejak 16 April 2014 dengan nomor RM: 012933XX. Klien dirawat
akibat fraktur collum femur bilateral yang dicurigai akibat metastatic bone
disease. Sumber informasi adalah klien dan suami.

21 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


22

3.1.2. Pengkajian Tingkat Pertama


3.1.2.1. Mode Fisiologis-Fisik
a. Oksigenasi
Tidak terdapat kelainan bentuk dada dan sternum klien, pengembangan dada
simetris pada kedua sisi. Klien bernapas teratur dengan frekuensi 21x/menit,
tidak terdapat ronchi. Nadi teraba teratur dengan frekuensi normal, pulsasi
dorsalis pedis kedua kaki teraba, tidak terdapat penurunan pengisian kapiler,
dan tidak terdapat sianosis. Tekanan darah 110/70 mmHg.
b. Nutrisi
Klien memiliki berat badan 45 kg dengan tinggi badan 158 cm. Indeks massa
tubuh klien adalah 18, termasuk berat badan kurang. Tidak ada hambatan
dalam mengunyah dan menelan makanan. Klien merasa diet rumah sakit tidak
sesuai dengan seleranya sehingga kadang tidak habis. Klien tidak memiliki
alergi terhadap makanan tertentu dan selama ini tidak memiliki pantangan
terhadap makanan.
c. Eliminasi
Klien tidak mengeluhkan nyeri pada saluran kencing maupun saat defekasi.
Eliminasi urin dengan bantuan kateter urin, tidak terdapat warna abnormal
urin. Klien mengeluhkan agak sulit buang air besar meskipun klien tetap dapat
buang air besar setiap dua hari. Klien tidak terbiasa di rumah sakit dan
pembatas antar tempat tidur hanya tirai sehingga merasa tidak nyaman saat
BAB.
d. Aktivitas dan Istirahat
Klien melaporkan bahwa tidurnya kurang nyenyak karena tidak terbiasa di
rumah sakit dan nyeri yang dialami. Tidak ada kesulitan untuk mulai tidur
selama nyeri tidak bertambah berat. Sejak tiga bulan sebelum masuk rumah
sakit klien mulai terganggu aktivitas sehari-harinya karena rasa nyeri yang
timbul pada pinggulnya. Kegiatan klien banyak yang tidak dapat dilakukan
sejak sakit. ROM yang dapat dilakukan pada kedua kaki sebatas jari-jari kaki.
Mobilisasi klien di tempat tidur terbatas akibat nyeri yang muncul dan
kekhawatiran karena fraktur yang kedua terjadi saat perubahan posisi di
tempat tidur.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


23

e. Proteksi
Jaringan kulit klien utuh, tidak terdapat luka, kerusakan jaringan atau sianosis.
Nyeri muncul setiap dilakukan gerakan pada kaki atau badan sehingga kadang
berteriak atau menangis saat dilakukan penggantian linen. Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi dan peradangan. Terdapat krepitasi pada kedua femur
klien. Beresiko mengalami mengalami luka dekubitus dengan nilai Norton
scale 15.
f. Penginderaan
Klien merasakan nyeri pada lokasi fraktur dengan skala 3-5 pada saat istirahat
dan meningkat 7-9 saat digerakkan. Tidak terdapat keluhan penglihatan,
penciuman, perasa dan pendengaran. Tidak dirasakan adanya parestese pada
kedua kaki.
g. Cairan dan Elektrolit
Minum klien sekitar 1200 ml dalam 24 jam. Mukosa bibir lembab dan turgor
kulit baik.
h. Fungsi Neurologis
Klien sadar dan berorientasi baik, tidak terdapat gangguan memori. Klien
nampak stress dan khawatir dengan kondisinya maupun anaknya yang
dititipkan ibunya.
i. Fungsi Endokrin
Tidak ada gangguan pada fungsi endokrin klien.

3.1.2.2. Mode Konsep Diri


a. Fisik
Klien tidak terlalu merisaukan penampilannya saat ini atau setelah dilakukan
operasi akan tetapi lebih mengkhawatirkan bagaimana menjalankan fungsi
sebagai istri dan ibu dengan kondisinya. Klien tinggal dengan suami dan
anaknya dengan hubungan yang baik. Interaksi antara klien dengan suami dan
anggota keluarga yang lain terlihat baik. Klien merasa nyerinya meningkat
saat digerakkan sehingga saat dilakukan tindakan yang memerlukan
perubahan posisi atau bergerak terlihat stress dan cenderung sesedikit
mungkin bergerak.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


24

b. Konsep Diri
Klien merasa kurang berarti karena fraktur dan proses perawatan yang
dijalani. Dengan perawatan yang telah dijalani di rumah sakit dan
dibandingkan dengan ketika dirawat di rumah, klien merasa optimis bahwa
keadaannya akan membaik. Klien percaya bahwa Tuhan akan memberikan
kesembuhan dan merasa yakin perawatan yang dijalani akan membantu
kesembuhannya dan berdoa sesuai keyakinannya untuk hal tersebut.

3.1.2.3. Penampilan Peran


Klien merasa kasihan suaminya yang menunggui di rumah sakit. Klien tenang
karena anaknya dirawat ibunya akan tetapi merasa kangen dan kasihan karena
tidak pernah bertemu. Ada ketakutan bahwa dirinya tidak akan segera dapat
menjalani peran sebagai istri dan ibu rumah tangga.

3.1.2.4. Interdependensi
Klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya maupun keluarga suami
dan tetangga serta teman-temannya. Klien sangat terbantu dengan pembiayaan
oleh pemerintah dalam pengobatannya akan tetapi khawatir dengan keadaan
keuangannya karena suami terpaksa tidak bekerja untuk menunggui dan
membantu kebutuhannya di rumah sakit. Sebagai ibu rumah tangga klien terbiasa
melakukan banyak pekerjaan untuk melayani suami dan anaknya sehingga dengan
sakit dan dirawat membuat klien merasa tidak enak terhadap suaminya.

3.1.3. Pengkajian Tingkat Kedua


3.1.3.1. Stimulus Fokal
Klien merasa dirawat di rumah sakit merupakan situasi yang tidak nyaman dan
membuat stress. Privasi dirasakan kurang karena pembatas antar tempat tidur
hanya tirai, meskipun demikian klien kadang merasa senang karena bisa
berinteraksi dengan pasien lain dan saling menyemangati. Fraktur collum femur
kanan terjadi sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit dan collum femur kiri
sebulan sebelum masuk rumah sakit. Fraktur collum femur kiri dan kanan
menyebabkan munculnya nyeri pada pinggul dan paha serta gangguan mobilisasi
di tempat tidur. Selama dirawat ditunggui oleh suami. Klien merasakan nyeri yang

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


25

kadang tidak tertahankan ketika melakukan gerakan atau berubah posisi, hal ini
dirasakan mengganggu.

3.1.3.2. Stimulus Kontekstual


Klien telah merasakan nyeri pinggul kanan sejak 3 bulan sebelumnya setelah
diperiksakan ke salah satu rumah sakit dan disarankan operasi klien dan keluarga
menolak kemudian dibawa ke dukun patah tulang. Selama satu bulan berikutnya
klien berjalan dengan bantuan tongkat. Sekitar sebulan sebelum masuk rumah
sakit klien merasakan suara patah saat miring di tempat tidur dan merasakan nyeri
di pinggul kiri dan tidak mampu berjalan lagi. Setelah dibawa ke dukun patah
hampir satu bulan tidak ada perubahan klien dibawa ke rumah sakit, dari rumah
sakit tersebut klien dirujuk ke RSUP Fatmawati. Penyebab pasti fraktur yang
dialami klien belum diketahui, diduga merupakan metastase. Hasil pemeriksaan
radiologi paru menunjukkan kesan multipel nodul di kedua paru sugestif
metastasis.

3.1.3.3. Stimulus Residual


Klien dan keluarga tidak memiliki pengetahuan kesehatan yang cukup terkait sakit
yang dialami sehingga lebih menaruh kepercayaan kepada dukun patah tulang.
Selain itu, pertimbangan bahwa operasi membutuhkan biaya besar sangat
mempengaruhi keputusan ini. Kurang memahami risiko dan komplikasi yang
mungkin muncul. Tidak terdapat keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang
sama. Aktivitas sehari-hari klien sebagai ibu rumah tangga memiliki resiko karena
setelah dilakukan hemiarthroplasty terdapat beberapa pembatasan gerakan untuk
mencegah komplikasi.

3.1.4. Resume Kasus


Klien (Ny. AR) adalah klien yang berusia 27 tahun dengan fraktur patologis
collum femur bilateral. Dengan asuhan keperawatan yang diberikan klien menjadi
lebih tahu mengenai aktivitas maupun pembatasannya setelah prosedur dijalani.
Selain itu, klien menjadi lebih tenang dan kooperatif terhadap tindakan yang
dilakukan selama dalam proses perawatan. Klien belajar mengontrol nyeri dan
mengenali serta melatih gerakan yang menimbulkannya agar nyeri yang dirasakan
minimal. Cara distraksi terhadap nyeri yang ada dikembangkan sendiri oleh klien.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


26

Tidak terdapat komplikasi dari hemiarthroplasty yang telah dikerjakan tanggal 25


April dan dipindahkan kembali ke ruang rawat inap pada 29 April setelah dirawat
di ICU sejak post operasi. Klien masih akan menjalani hemiarthroplasty untuk
kaki kirinya.

3.1.5. Diagnosa keperawatan


Pengkajian yang telah dilakukan dijadikan dasar pengangkatan diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan menggunakan rumusan diagnosa NANDA
2012-2014 dengan menggunakan pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus
sebagai batasan karakteristik pengangkatan diagnosa (Herdman, 2012). Dalam
kasus ini diagnosa yang diangkat terbagi dalam dua tahap yaitu pre operasi dan
post operasi, meskipun post operasi ini masih merupakan kondisi sementara
karena masih akan dilakukan operasi lanjutan. Tujuan disusun berdasarkan
klasifikasi outcome dalam Nursing Outcomes Classification dan intervensi
disusun berdasarkan klasifikasi Nursing Intervention Classification yang
disesuaikan dengan model adaptasi Roy (Bulecheck, Butcher, & Dochterman,
2008; Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2008).

Berikut ini adalah daftar diagnosa yang diangkat dalam pengelolaan pasien
dengan diagnosa Risk for infection adalah diagnosa setelah klien menjalani
hemiarthroplasty yang pertama.
a. Acute pain related to physical injury agent
b. Imbalanced nutrition less than body requirements related to psychological
factors
c. Risk for impaired skin integrity related to impaired bed mobility
d. Situational low self esteem related to social role change
e. Ineffective family therapeutic regimen management related to complexity of
therapeutic regimen
f. Risk for infection

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


27

3.1.6. Rencana Asuhan Keperawatan


Tabel 3. 1 Rencana Asuhan Keperawatan
Pengkajian Pengkajian Diagnosa Tujuan Intervensi
Perilaku Stimulus Keperawatan
Gangguan rasa Stimulus fokal: Acute pain Tujuan jangka panjang: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
nyaman gerakan related to 1. Kemampuan mengontrol nyeri komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
(nyeri lokasi meningkatkan nyeri physical injury meningkat durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan
fraktur) agent 2. Nyeri tidak mempengaruhi aktivitas pencetus
dan istirahat 2. Observasi respon non verbal dari
ketidaknyamanan
Tujuan jangka pendek: 3. Jelaskan penyebab nyeri, lamanya dialami,
1. Optimis mampu mengatasi nyeri antisipasi terhadap ketidaknyamanan akibat
2. Mampu menggunakan metode non prosedur
farmakologi untuk mengatasi nyeri 4. Kontrol lingkungan yang dapat
3. Tidak mengalami gangguan tidur mempengaruhi nyeri
4. Frekuensi napas 16 – 18 x/menit 5. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
5. Tekanan darah dalam batas normal 6. Kolaborasi pemberian terapi farmakologi
6. Skala nyeri turun menjadi 1 7. Monitor tanda vital

Perubahan pola Stimulus fokal: Imbalanced Tujuan jangka panjang 1. Tanyakan makanan yang disukai klien
nutrisi proses hospitalisasi nutrition less 1. Nutrisi mencukupi kebutuhan 2. Gunakan air minum untuk membantu
(intake dan makanan yang than body metabolisme tubuh menelan makanan
makanan, berbeda dengan requirements 2. Indeks massa tubuh normal 3. Motivasi klien dan keluarga untuk mematuhi
selera makan) yang biasa related to diet yang diberikan
dikonsumsi psychological Tujuan jangka pendek 4. Menyarankan makanan ringan/selingan
factors 1. Intake makan dan minum sesuai untuk menambah intake
kebutuhan tubuh 5. Monitor intake makanan
2. Hematokrit dalam batas normal 6. Diskusikan kebutuhan nutrisi dan cara
3. Tidak terjadi gangguan menelan memenuhinya

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


28

4. Taat terhadap diet yang ditentukan 7. Kaji adanya mual dan muntah
5. Paham tentang diet pentingnya 8. Diskusikan makanan dan minuman yang
menaati diet yang disarankan disukai

Gangguan Stimulus fokal: Risk for Tujuan jangka panjang: 1. Ajak pasien terlibat aktif dalam perubahan
aktivitas dan nyeri pada pinggul impaired skin 1. Mampu mempertahankan body posisi
mobilisasi kanan kiri integrity alignment 2. Pertahankan imobilisasi pada area yang yang
(terputusnya menyebabkan related to 2. Tidak terjadi kerusakan integritas mengalami fraktur
integritas kecenderungan impaired bed kulit 3. Ajarkan pada pasien dan keluarga cara
tulang dan dalam posisi mobility 3. Perfusi jaringan perifer baik lakukan tindakan ROM aktif atau pasif pada
nyeri) terlentang untuk ekstremitas yang sehat
waktu yang lama Tujuan jangka pendek: 4. Anjurkan menggunakan pakaian yang tidak
1. Perubahan posisi secara berkala terlalu ketat
Stimulus 2. Suhu kulit 36,1-37,80C 5. Lakukan perubahan posisi minimal 2 jam
kontekstual: 3. Sensasi kulit tidak berkurang sekali
mengalami fraktur 4. Tidak terdapat kemerahan pada 6. Monitor kemerahan, suhu, edema atau luka
collum femur kulit yang tertekan pada kulit
bilateral 5. Melakukan pergerakan sendi ankle, 7. Kaji skala resiko dekubitus
jari kaki secara mandiri 8. Gunakan pelembab untuk melakukan
backrub

Perubahan Stimulus fokal: Situational low Tujuan jangka panjang: 1. Tunjukkan ketertarikan dan jelaskan tujuan
konsep diri sudah 3 bulan self esteem Beradaptasi terhadap ketidakmampuan interaksi
(klien merasa ketergantungan related to fisik 2. Kaji ekspresi negatif klien tentang dirinya
cemas aktivitas kepada social role 3. Kaji harapan pasien terhadap kondisi yang
mengenai peran suami change Tujuan jangka pendek: dialami
sebagai istri 1. Menerima situasi bahwa 4. Ajak klien mengidentifikasi
dan ibu) Stimulus membutuhkan bantuan fisik kekuatan/sumber daya yang dimiliki
kontekstual: 2. Mendapatkan informasi mengenai 5. Yakinkan bahwa klien mampu mengatasi
penyebab fraktur sakit dan keterbatasan yang dialami situasi
masih belum jelas 3. Menggunakan support sosial yang 6. Kaji respon klien terhadap humor

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


29

ada 7. Gunakan humor dalam komunikasi untuk


Stimulus residual: 4. Tidak memandang diri secara meningkatkan koping terhadap stressor
kurang pengetahuan negatif
kesehatan

Perubahan Stimulus fokal: Ineffective Tujuan jangka panjang: 1. Identifikasi faktor internal atau eksternal
interdependensi sudah 3 bulan family 1. Patuh terhadap prosedur yang yang dapat meningkatkan atau mengurangi
(klien dan ketergantungan therapeutic ditetapkan motivasi
keluarga lebih aktivitas kepada regimen 2. Berpartisipasi dalam membuat 2. Kaji motivasi untuk berubah
mempercayaka suami management keputusan perawatan kesehatan 3. Kaji konteks budaya dan nilai
n penanganan related to pribadi/keluarga dalam perilaku kesehatan
sakitnya pada Stimulus complexity of Tujuan jangka pendek: 4. Kaji pengetahuan kesehatan
dukun patah kontekstual: therapeutic 1. Melaporkan setiap perubahan yang 5. Kaji dukungan keluarga dan komunitas
tulang) memutuskan tidak regimen dirasakan 6. Jelaskan rencana tindakan yang akan
mau operasi saat 2. Melakukan aktivitas sesuai yang dilakukan
pertama masuk disarankan 7. Diskusikan konsekuensi ketidakpatuhan
rumah sakit 3. Memahami prosedur yang akan 8. Diskusikan aktivitas dan pembatasannya
dilakukan pasca operasi
Stimulus residual: 4. Menentukan prioritas utama
kurang pengetahuan mengenai kesehatannya
kesehatan,
keterbatasan
keuangan
Perubahan pada Stimulus fokal: Risk for Tujuan jangka panjang: 1. Monitor adanya tanda infeksi dan
proteksi dan gangguan integritas infection Tidak terjadi infeksi peradangan
sensori kulit karena insisi 2. Kaji intake makanan
(post operasi setelah operasi Tujuan jangka pendek: 3. Monitor nilai pemeriksaan laboratorium
dengan luka pertama, berbaring 1. Suhu tubuh normal terkait
insisi dan Hb dalam waktu lama 2. Nilai leukosit dalam batas normal 4. Lakukan perawatan luka insisi
rendah) 3. Nutrisi adekuat 5. Monitor proses penyembuhan luka dan
Stimulus 4. Tidak ada edema dan kemerahan tanda-tanda infeksi

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


30

kontekstual: sekitar luka 6. Diskusikan cara mengurangi tekanan pada


hemoglobin 7,1 5. Penyembuhan luka primer luka
gr/dl (lab 7. Diskusikan peran nutrisi dan mobilisasi
29/4/2014) dalam penyembuhan luka

Stimulus residual:
kurang pengetahuan
kesehatan

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


31

3.1.7. Evaluasi
Perkembangan dan evaluasi klien selama dirawat di RSUP Fatmawati akan akan
dijelaskan di bawah ini. Klien masuk rumah sakit pada tanggal 16 April 2014 dan
menjalani operasi hemiarthtroplasty pertamanya pada tanggal 26 April 2014.
Pasca operasi klien dirawat secara inyensif di ICU dan kembali dirawat di ruang
rawat GPS pada tanggal 30 April 2014. Tidak terdapat komplikasi operasi yang
dialami klien.
a. Acute pain related to physical injury agent
Nyeri yang dikeluhkan klien dirasakan sejak tiga bulan sebelum masuk rumah
sakit. Pada saat dilakukan pengkajian pertama klien mengatakan nyeri yang
dialami berada pada skala VAS 3-5 sedangkan saat digunakan bergerak
meningkat menjadi 7-9. Pernyataan ini didukung dengan ekspresi yang
muncul saat dilakukan penggantian linen dimana klien diminta untuk
mengangkat badan, klien nampak kesakitan kadang sambil berteriak dan
menangis. Respon kesakitan klien terhadap nyeri mulai berkurang setelah
dilakukan intervensi sehingga klien lebih kooperatif dan ekspresi verbal
maupun non verbal mengenai nyeri yang dirasakan lebih nyaman. Skala nyeri
saat istirahat 3-4 sedangkan saat bergerak 5-7. Dengan menurunnya sensasi
nyeri yang dirasakan, klien mampu lebih mobile dan banyak berkontribusi
dalam asuhan keperawatan yang dilakukan. Klien mengatasi nyeri saat
istirahat dengan cara yang dipilih sendiri yaitu memukul ringan atau
menggaruk kaki dengan kertas koran. Klien juga mengajak ngobrol perawat
saat dilakukan penggantian linen, pengaturan posisi atau perawatan luka.
Klien dinilai mampu menyesuaikan diri dengan nyeri yang dialami.

Regulator : Klien diajarkan untuk menarik nafas dan mengendorkan otot


sehingga tegangan berkurang. Terapi farmakologis yang didapatkan klien
adalah pemberian analgesik ketorolac 3x30 mg.

Kognator : Perawat melakukan distraksi saat melakukan tindakan dengan


mengajak bicara atau bercanda agar perhatian terdistraksi. Dan memberikan
kesempatan klien agar mencari cara mengalihkan perhatian sendiri saat nyeri
dirasakan.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


32

b. Imbalanced nutrition less than body requirements related to psychological


factors
Intake nutrisi klien selama di rumah sakit berkurang karena perubahan jenis
makanan yang dikonsumsi. Setelah dilakukan motivasi dan penjelasan
perlunya intake nutrisi yang cukup untuk meningkatkan asupan dari diet yang
disediakan, porsi makan klien bertambah. Klien kadang masih tidak
menghabiskan makan yang disediakan, terutama saat pagi hari selain karena
rasa makanan juga karena klien sarapan dengan makanan yang disediakan
keluarga. Intake cairan klien adalah 1200 ml selama 24 jam. Suami klien
berperan penting dengan menyuapi klien sehingga porsi yang dihabiskan
meningkat. Hematokrit terakhir klien (2 Mei) adalah 32% (33-45) dengan Hb
10.9 mg/dL (11.7-15.5). Klien memahami pentingnya menghabiskan diet
sesuai yang dianjurkan.

Regulator : Klien mendapatkan pemberian cairan parenteral dari tanggal 26 –


30 April. Pasca operasi klien mendapatkan tranfusi darah Packed Red Cell
1500 ml.

Kognator : Intervensi yang dilakukan adalah mendiskusikan pentingnya


makan yang cukup dan menghabiskan diet yang disediakan. Klien juga
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang disukai dan tidak beresiko
menimbulkan gangguan pencernaan.

c. Risk for impaired skin integrity related to impaired bed mobility


Mobilisasi klien di tempat tidur terbatas akibat nyeri yang muncul dan
kekhawatiran karena fraktur yang kedua terjadi saat perubahan posisi di
tempat tidur. Skala risiko dekubitus dengan Norton scale adalah 15, termasuk
rentan. Setelah dilakukan intervensi selama perawatan, klien melakukan
mobilisasi tempat tidur secara terbatas untuk mengurangi penekanan.
Perubahan posisi tidur menjadi lebih sering dilakukan. Punggung dan pantat
klien sering digosok oleh suaminya dan diberikan pelembab. Tidak terdapat
tanda-tanda gangguan integritas kulit selama perawatan. setelah
hemiarthropalsty pada femur dextra klien mobilisasi dengan dibantu untuk
menjaga tetap dalam posisi yang disarankan.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


33

Regulator: Perawat membantu perubahan posisi untuk menghindari


penekanan yang terus menerus dan mengajarkan klien dan keluarga untuk
melakukannya secara teratur..

Kognator: Kegiatan perawat untuk mencegah ,munculnya masalah adalah


mendiskusikan risiko yang dihadapi apabila berbaring dalam posisi yang sama
terus-menerus. Perawat juga menjelaskan peran peredaran darah yang lancar
dan pentingnya menjaga kelembaban kulit.

d. Situational low self esteem related to social role change


Selama perawatan klien mulai dapat menerima kenyataan bahwa dirinya
sedang dalam keadaan kurang mampu untuk menjalani peran dan fungsinya
dalam keluarga dan bersyukur suaminya sabar mendampingi. Klien mampu
mengidentifikasi hal-hal yang membuat dia harus optimis dan tidak putus asa
yaitu dirinya memiliki kesempatan pulih, memiliki keluarga yang mendukung,
dirinya merasa dibutuhkan oleh anak dan keluarganya serta percaya bahwa
dirawat di rumah sakit ini merupakan pilihan yang tepat. Meskipun demikian,
klien belum memiliki gambaran tentang akan seperti apa keadaannya setelah
pulang dari rumah sakit dan bagaimana menjalani penyembuhan. keberhasilan
untuk menahan nyeri yang muncul membuat klien lebih yakin dapat sembuh.

Regulator: Perawat menawarkan untuk melihat luka insisi saat dilakukan


rawat luka.

Kognator: Perawat menyediakan waktu untuk mendengarkan keluhan dan


pertanyaan klien. Komunikasi ringan dengan intensitas sering digunakan
untuk membuat klien merasa diperhatikan dan menjadi lebih terbuka.
Penjelasan dan komunikasi yang dilakukan dengan tidak terlalu formal
dilakukan untuk menghindari komunikasi yang kaku kepada klien.

e. Ineffective family therapeutic regimen management related to complexity of


therapeutic regimen
Sebelum dirawat di rumah sakit saat ini klien terlebih dahulu dibawa ke
pengobatan alternatif di dukun patah tulang. Setelah gagal sembuh, klien
dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan. Faktor yang mempengaruhi

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


34

keputusan klien dan suami adalah saran keluarga besar dan orang sekitarnya
serta kekhawatiran terhadap biaya operasi yang besar. Klien dan suami
mengatakan bahwa akan mempercayakan pengobatan kepada rumah sakit. Hal
ini didukung faktor pembiayaan yang ditanggung oleh BPJS dan pemahaman
setelah diberikan penjelasan mengenai sakit dan penatalaksanaan yang
dilakukan. Klien menunjukkan perilaku yang patuh terhadap anjuran serta
prosedur tindakan. Penjelasan kepada klien dan suami tidak menemui kendala
karena memiliki kemampuan memahami yang baik.

Regulator: -

Kognator: Perawat mengkaji pembuatan keputusan yang dilakukan dalam


keluarga klien. Penjelasan mengenai prosedur tindakan dan kerjasama yang
diharapkan dari klien diberikan sebagai tindak lanjut pengkajian. Perawat
memberikan kesempatan klien untuk membandingkan hasil pengobatan saat
ini dan sebelumnya.

f. Risk for infection


Klien telah menjalani operasi untuk femur kanannya pada tanggal 26 April
dan kembali ke ruang rawat pada tanggal 30 April setelah mendapatkan
perawatan intensif di ICU. Suhu tibuh klien dalam batas normal. Dari hasil
observasi saat perawatan luka didapatkan tidak ada tanda-tanda peradangan
pada luka dan jaringan sektarnya serta luka insisi nampak kering. Nilai
leukosit klien 12.5 ribu/µl (5.0 – 10.0), hemoglobin 10.9 mg/dl. Intake nutrisi
klien meningkat dan tidak terdapat gangguan mengunyah maupun menelan.
Klien masih berisiko untuk mengalami infeksi karena status nutrisi, status
imun dan pertahanan primer yang kurang.

Regulator: Klien mendapatkan terapi kolaborasi pemberian antibiotik


Ceftriaxone 2x1 gram, perawatan luka insisi, transfusi darah 1500 cc pasca
operasi.

Kognator: perawat bersama klien mendiskusikan peran nutrisi untuk


mendukung penyembuhan luka

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


35

3.1.8. Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy pada Kasus Utama


Pemakaian model adaptasi Roy dalam kasus ini bertujuan untuk mendapatkan
hasil asuhan keperawatan yang diharapkan dengan menekankan kepada
kemampuan klien untuk beradaptasi terhadap stimulus fokal, kontekstual dan
residual yang ada. Proses asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan tahapan
asuhan keperawatan pada model adaptasi Roy. Tahapan yang dijalani dalam
memberikan asuhan keperawatan ini adalah: 1) pengkajian tahap pertama untuk
mengkaji perilaku yang muncul; 2) pengkajian tahap kedua untuk mengkaji
stimulus yang ada pada klien; 3) perumusan diagnosa; 4) penyusunan rencana
intervensi; 5) implementasi; 6) evaluasi.

Setelah dilakukan analisa terhadap data yang ada dirumuskan enam diagnosa
keperawatan. Keenam diagnosa tersebut adalah: 1) Acute pain related to physical
injury agent; 2) Imbalanced nutrition less than body requirements related to
psychological factors; 3) Risk for impaired skin integrity related to impaired bed
mobility; 4) Situational low self esteem related to social role change; 5)
Ineffective family therapeutic regimen management related to complexity of
therapeutic regimen; 6) Risk for infection. Keenam diagnosa yang diangkat
dipandang cukup untuk menyusun intervensi yang mencakup perilaku dan
stimulus yang muncul pada klien. Rumusan daiagnosa merujuk pada perumusan
diagnosa NANDA 2012-2014.

Tujuan dan intervensi yang disusun untuk masalah-masalah keperawatan tersebut


merujuk pada perumusan tujuan pada Nursing Outcomes Classification dan
intervensi pada Nursing Interventions Classification. Perumusan tujuan
menyesuaikan dengan tujuan adaptasi perilaku jangka pendek dan panjang.
Intervensi yang dipilih disesuaikan dengan stimulus yang didapatkan sesuai
dengan konsep model adaptasi. Intervensi yang dilakukan terbagi menjadi dua
metode koping, yaitu regulator dan kognator. Intervensi yang dilakukan
menunjukkan hasil evaluasi yang cukup baik. Klien menjadi lebih tahu mengenai
penyakit dan tindakan yang akan dikerjakan, klien menjadi lebih toleran terhadap
nyeri yang muncul, tidak terjadi komplikasi dari prosedur yang telah dijalani.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


36

3.1.9. Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy pada 30 Kasus Resume


Selama praktik residensi telah dilakukan pengelolaan 30 kasus sebagai kasus
resume. Asuhan keperawatan dilakukan dengan rumusan diagnosa NANDA 2012-
2014, NOC, dan NIC menyesuaikan dengan model adaptasi Roy. Asuhan
keperawatan didasarkan pada kemampuan klien untuk beradaptasi terhadap situasi
yang ada.

Kasus yang dikelola selama praktik residensi meliputi berbagai tipe fraktur dan
gangguan muskuloskeletal lain. Berikut ini adalah gambaran karakteristik kasus
keseluruhan: Sebanyak 63,33% berupa fraktur ekstremitas bawah, 13,33% fraktur
ekstremitas atas, 10,00% fraktur vertebrae, dan 13,33% kasus lain yang meliputi
kontraktur sendi, gangguan tulang belakang, fraktur scapula, fraktur costae. Dari
keseluruhan kasus 80% merupakan akibat dari trauma dan sisanya muncul akibat
adanya proses degenerasi, patologis, tumor, infeksi serta komplikasi.

Semua pasien yang dirawat merupakan pasien yang akan maupun telah mejalani
operasi. Macam operasi yang dilakukan adalah ORIF, OREF, dekompresi dan
stabilisasi, debridement dan amputasi. Sebagian besar tindakan adalah prosedur
ORIF. Dari seluruh kasus, kasus post operasi memiliki persentase 60% dan
sisanya kasus pre operasi. Dari seluruh kasus pre operasi, 30% adalah pasien
dengan terpasang traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet.

Diagnosa keperawatan yang muncul dari kasus-kasus tersebut adalah: nyeri, risiko
infeksi, gangguan mobilitas fisik, risiko jatuh, kesiapan peningkatan konsep diri,
kurang pengetahuan, risiko cedera, cemas dan harga diri rendah situasional.
Diagnosa yang palin sering muncul adalah nyeri yang muncul pada 80% pasien.
Masing-masing diagnosa yang muncul berikutnya dengan besar persentase
kemunculannya adalah: gangguan mobilitas fisik: 53,33%, risiko infeksi: 40%,
cemas: 33,33%, risiko jatuh: 26,67%, risiko cedera: 16,67%, kurang pengetahuan:
13%, harga diri rendah situasional 10% dan kesiapan peningkatan konsep diri:
3,33%. Intervensi yang dilakukan disesuaikan dengan regulator dan kognator pada
model adaptasi. Pelaksanaan asuhan keperawatan dinilai memberikan hasil yang
positif.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


37

3.2. Evidence Based Nursing Practice


Penjelasan dalam bab ini adalah pembahasan mengenai pelaksanaan praktik
keperawatan berbasis bukti/Evidence Based Nursing Practice (EBNP) yaitu
relaksasi untuk menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien dengan gangguan
muskuloskeletal. Relaksasi ini dilaksanakan sebagai sebuah tindakan non
farmakologis yang melengkapi asuhan keperawatan untuk meningkatkan
kemampuan pasien mengatasi nyeri dan kecemasan sebagai efek yang timbul dari
gangguan sistem muskuloskeletal dan penatalaksanaannya.

3.2.1. Latar belakang EBNP


Gangguan muskuloskeletal merupakan salah satu penyebab tersering pasien
dirawat di rumah sakit. Masalah dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera olahraga, degenerasi, maupun kondisi patologis. Banyak
diantara gangguan yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan sebagai
penatalaksanaan. Pembedahan, bagi kebanyakan pasien merupakan pengalaman
yang baru dan sebuah sumber stress yang besar. Pemasangan implan baik screw,
wire, plate maupun nails akan menimbulkan stress dan nyeri pasca operasi bagi
pasien.

Salah satu hal yang paling banyak dilaporkan pasien post operasi adalah nyeri.
Dari penelitian yang telah ada didapatkan bahwa 30-80% pasien yang menjalani
pembedahan menderita nyeri karena tidak adekuatnya penanganan nyeri (Sjöling
et al., 2003). Serupa dengan hasil penelitian tersebut, 25-50% pasien orthopedi
melaporkan nyeri berat pasca operasi (Büyükyılmaz & Aştı, 2013). Pada pasien
pembedahan muskuloskeletal nyeri muncul sebagai akibat dari kerusakan dinding
sel baik oleh cedera sebelum operasi maupun proses pembedahan, inflamasi dan
cedera syaraf (Black & Hawks, 2009).

Kecemasan biasa muncul pada pasien dengan pembedahan muskuloskeletal. Nyeri


pasca operasi seringkali menjadi penyebab kecemasan bagi pasien. Rasa nyeri
yang muncul dengan skala bervariasi dan adanya luka dapat mempengaruhi
kerjasama pasien terhadap program penatalaksanaan yang diterima. Akibat yang
muncul dari hal tersebut di antaranya adalah pasien menghindari aktivitas,
fisioterapi dan bahkan perawatan diri karena dapat meningkatkan nyeri.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


38

Kecemasan juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri maupun


peningkatan nyeri yang nyata. Secara fisiologis, pasien yang merasa cemas akan
mengalami peningkatan ketegangan otot sehingga meningkatkan nyeri yang
muncul.Pasien yang mengalami kecemasan pre operasi cenderung mengalami
nyeri yang lebih berat pasca operasi (Sjöling et al., 2003).

Berdasarkan observasi di ruang rawat orthopedi Gedung Prof. Dr. Soelarto


didapatkan bahwa seringkali toleransi pasien terhadap nyeri sangat berpengaruh
terhadap kerjasama pasien dengan program terapi dan rehabilitasi. Pasien kadang
tidak menjalankan saran yang diberikan karena merasakan nyeri ketika bergerak
atau merasa khawatir dengan kondisinya. Apabila tidak diatasi, hal ini dapat
berdampak buruk akibat munculnya masalah tambahan pada pasien. Kecemasan
mengenai tidak kuatnya implan untuk mobilisasi menyebabkan pasien cenderung
dalam posisi yang sama terus menerus sehingga rentan menimbulkan dekubitus.
Nyeri yang muncul ketika bagian tubuh yang dioperasi digerakkan cenderung
membuat pasien enggan melakukan gerakan sehingga beresiko muncul masalah
kontraktur apabila berlangsung lama. Masalah-masalah tersebut akan
menghambat pemulihan fungsi pasca operasi baik penyembuhan luka,
pertumbuhan tulang, kemampuan mobilisasi, maupun perawatan diri secara
mandiri sebagai tujuan dari perawatan yang dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nyeri pembedahan dapat
mempengaruhi respon terhadap cedera yang ada dan perubahan fungsi
kardiovaskuler dan paru yang akan mengurangi mobilisasi, memperlama
penyembuhan, meningkatkan resiko luka tekan dan mempengaruhi mood (Closs,
Briggs, & Everitt, 1997).

Intervensi non farmakologis yang dilakukan perawat dapat membantu mengatasi


masalah nyeri dan kecemasan yang muncul pada pasien. Relaksasi merupakan
salah satu intervensi non farmakologis yang dapat dilakukan untuk mengurangi
nyeri dan kecemasan pada pasien orthopedi. Beberapa tindakan yang telah
dibuktikan dapat menurunkan nyeri dan kecemasan pasca operasi orthopedi
adalah edukasi, relaksasi, massage, dan penggunaan kompres baik panas maupun
dingin (Büyükyılmaz & Aştı, 2013; Sjöling et al., 2003; Wong et al., 2010a,

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


39

2010b). Relaksasi merupakan metode yang dapat diterapkan dan dipraktikan


sendiri oleh pasien. Prosedur relaksasi mudah dijelaskan serta ekonomis dan
pasien dapat melakukannya dengan peralatan yang minimal.

3.2.2. Tujuan
Penerapan relaksasi ini dapat menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien post
operasi orthopedi.

3.2.3. Metodologi Pencarian


3.2.3.1. Pertanyaan klinis
“Apakah relaksasi mampu menurunkan persepsi terhadap nyeri dan kecemasan
pada post operasi pasien gangguan sistem muskuloskeletal? ”

3.2.3.2. Analisis Pertanyaan Klinis


Berdasarkan pertanyaan klinis yang muncul dilakukan analisis Problem,
Intervention, Comparation dan Outcome (PICO) untuk digunakan sebagai dasar
penelusuran jurnal. Berikut ini adalah PICO dan kata kunci yang digunakan untuk
penelusuran jurnal.

Tabel 3. 2 Analisis PICO

Unsur Analisis Kata kunci


PICO
P Pasien yang menjalani operasi karena Orthopaedic patients,
gangguan muskuloskeletal mengalami nyeri musculoskeletal trauma,
dan kecemasan. orthopaedic surgery
I Pelaksanaan relaksasi Relaxation
C Pasien tanpa relaksasi Usual care
O Penurunan persepsi nyeri, penurunan Reduce pain, reduce
kecemasan anxiety

3.2.3.3. Database Jurnal yang digunakan


Kata kunci yang didapatkan dari tabel PICO digunakan untuk mendapatkan artikel
dengan memasukkan ke beberapa search engine dari database di bawah ini.
a. http://search.ebscohost.com/
b. http://www.scopus.com/
c. http://www.sciencedirect.com/

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


40

d. http://search.proquest.com
e. http://www.guideline.gov/

3.2.3.4. Temuan artikel dari keyword PICO yang digunakan


Berdasarkan keyword yang terkait dengan pertanyaan klinis didapatkan 55 artikel
yang terkait. Dari keseluruhan artikel tersebut, dipilih artikel yang relevan dengan
keyword utama dari PICO dan didapatkan 8 artikel yang sesuai:
a. Effectiveness of relaxation for postoperative pain and anxiety: randomized
controlled trial (Seers, Crichton, Tutton, Smith, & Saunders, 2008)
b. The effect of relaxation techniques and back massage on pain and anxiety in
turkish total hip or knee arthroplasty patients (Büyükyılmaz & Aştı, 2013)
c. Effect of Relaxation Exercises on Controlling Postoperative Pain (Topcu &
Findik, 2012)
d. Systematic Review of Relaxation Interventions for Pain (Kwekkeboom &
Gretarsdottir, 2006)
e. The effect of systematic relaxation technique on postoperative pain in
Thailand (Roykulcharoen & Good, 2004)
f. Effectiveness of Progressive Muscle Relaxation Technique on Generalized
Anxiety of Elderly Orthopaedic Patients in Selected Hospitals (Barde, 2013)
g. Use of Nonpharmacologic Interventions for Pain and Anxiety After Total Hip
and Total Knee Arthroplasty (Pellino, Gordon, Engelke, Busse, & et al., 2005)
h. Comparison of the effects of relaxation and music on postoperative pain
(Good, 1992)
Dari 8 artikel yang terpilih diambil satu sebagai artikel yang akan diterapkan yaitu
Effectiveness Of Relaxation For Postoperative Pain And Anxiety: Randomized
Controlled Trial.

3.2.3.5. Penjelasan Hasil Temuan


Artikel ini merupakan laporan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
keefektifan jaw relaxation dan total body relaxation terhadap nyeri post operasi,
kecemasan dan relaxation level. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah
randomized control trial dengan jumlah kelompok partisipan 118 dalam rentang
waktu 2002-2003. Pasien yang menjadi subjek penelitian adalah pasien yang akan

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


41

menjalani pembedahan elektif, berusia di atas 18 tahun, mampu berbahasa Inggris


dan mampu mengencangkap serta mengendorkan lebih dari dua kelompok otot.
Subjek dibagi dalam empat kelompok yaitu dua kelompok intervensi yaitu total
body relaxation dan jaw relaxation dan dua kelompok kontrol yaitu attention
control dan usual care. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat pengurangan
tingkat nyeri yang signifikan saat istirahat antara sebelum dengan sesudah
intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok attention control. Tidak
terdapat perbedaan signifikan secara statistik tingkat kecemasan dan relaksasi
pada semua kelompok. Relaksasi rahang memberikan efek mengurangi nyeri yang
sedikit dan hanya berlangsung sebentar.

3.2.3.6. Penjelasan Alasan Pemilihan Artikel


Artikel Effectiveness Of Relaxation For Postoperative Pain And Anxiety:
Randomized Controlled Trial ini secara gambaran awal dapat memberikan solusi
terhadap fenomena yang ada di GPS Lantai 1 di mana sering didapatkan pasien-
pasien yang menunjukkan kecemasan tidak toleran terhadap nyeri yang dialami.
Keberhasilan prosedur dalam penelitian ini menurunkan tingkat nyeri diharapkan
dapat membantu asuhan keperawatan pada pasien orthopedi. Toleransi terhadap
nyeri dapat meningkatkan kerjasama dalam ambulasi dan mobilisasi post operasi
sehingga proses pemulihan dapat lebih efektif.

Artikel ini merupakan hasil penelitian yang spesifik dilakukan pada pasien
orthopedi sehingga sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selain itu, intervensi
yang dilakukan dalam penelitian ini tidak memerlukan peralatan khusus sehingga
akan lebih mudah diterapkan di ruang rawat.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


42

3.2.4. Telaah Kritis


3.2.4.1. Artikel
Tabel 3. 3 Artikel Utama EBNP
Judul : Effectiveness of relaxation for postoperative pain and anxiety:
randomized controlled trial
Penulis : Kate Seers
Nicola Crichton
Liz Tutton
Lisa Smith
Teresa Saunders
Tahun : 2008
Jurnal : Journal of Advanced Nursing Vol. 62 No. 6 Halaman 681-688
Penerbit : Wiley-Blackwell
URL : http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=a9h&AN=3215
0407&site=ehost-live
Abstrak Effectiveness of relaxation for postoperative pain and anxiety: randomized
controlled trial

Aim. This paper is a report of a study to determine the effectiveness of jaw


and total body relaxation for postoperative pain, anxiety and level of
relaxation, and to determine any patient expectancy effects.

Background. Relaxation is increasingly suggested as a pain control


technique that can be used by nurses in daily practice. A systematic review
of the effectiveness of relaxation for postoperative pain relief revealed
many poorly designed studies and only some weak evidence supporting the
use of relaxation for postoperative pain.

Method. A randomized controlled trial ( n = 118) was conducted between


2002 and 2003 to compare total body relaxation, jaw relaxation, attention
control and usual care. Consenting patients admitted for elective
orthopaedic surgery aged 18 or over, able to speak English and able to tense
and relax more than two muscle groups were included. Pain at rest and on
movement, anxiety and relaxation were assessed at pre-admission clinic,
pre-intervention, immediately post-intervention and 1, 2, 3 and 4 hours
later. However, the trial was under-powered.

Findings. There were statistically significant reductions in pain at rest from


pre- to post-intervention for both the relaxation groups and the attention
control group. The usual care group had a small increase in pain, whilst the
other three groups had similar small decreases in pain. There was no
statistically significant difference in anxiety or relaxation scores pre- to
post-intervention between groups.

Conclusion. Jaw relaxation could give these orthopaedic patients a small,


very short-lasting additional amount of pain relief, and it may be that staff
and patients feel this small benefit to be worthwhile.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


43

3.2.4.2. Gambaran populasi


Populasi dari penelitian ini adalah pasien orthopedi di United Kingdom. Populasi
ini sesuai dengan dengan populasi di Lantai 1 GPS, yaitu pasien-pasien
orthopedi. Tidak didapatkan penjelasan mengenai karakteristik spesifik dari
populasi dalam penelitian sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak terdapat
kriteria yang lebih spesifik dan tidak ada perbedaan berarti antara populasi di
artikel dan populasi yang dihadapi.

3.2.4.3. Sampel dan pengambilan sampel


Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang datang untuk menjalani bedah
elektif total hip replacement dan total knee replacement. Tidak dijelaskan lebih
jauh mengenai alasan pemilihan sampel dalam penelitian ini sehingga
kemungkinan yang ada adalah bahwa intervensi yang dilaksanakan dapat
diterapkan pada pasien pembedahan orthopedi secara umum. Penjelasan yang
diberikan hanya mencakup kriteria inklusi untuk dilibatkan sebagai partisipan
dalam penelitian. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh peneliti yang sama pada
pasien dengan penyakit kronis. Mengingat hal tersebut, penerapan hasil penelitian
ini pada partisipan bedah orthopedi secara umum menurut penulis masih dapat
dilaksanakan.

Keseluruhan partisipan akhir dalam penelitian ini adalah 116 pasien dengan 56 di
dalam kelompok intervensi (dua kelompok) dan 60 pasien di dalam kelompok
kontrol (dua kelompok). Sampel dibagi ke dalam empat kelompok secara random
dengan menggunakan sistem penomoran sequential dengan pembagian kelompok
dibuat oleh statistician menggunakan komputer dan diletakkan dalam amplop
tertutup. Pasien dimasukkan ke dalam kelompok sesuai alokasi yang dituliskan di
dalam amplop tersebut. Penggunaan metode ini cukup baik karena baik peneliti
maupun pasien tidak tahu akan berada dalam kelompok yang mana sampai
amplop dengan nomor yang sesuai dibuka. Tidak dijelaskan berapa rumah sakit
yang digunakan sebagai tempat penelitian dan berapa partisipan dari setiap rumah
sakit.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


44

3.2.4.4. Protokol intervensi


Intervensi yang dilakukan terdiri atas dua perlakuan yaitu total body relaxation
dan jaw relaxation. Setiap intervensi ini melengkapi perawatan yang biasa
didapatkan. Intervensi yang pertama adalah total body relaxation yang dilakukan
berdasarkan Progressive Muscle Relaxation Training. A Manual for The Helping.
Pasien diajarkan untuk menegangkan dan melemaskan kelompok-kelompok otot
dengan cara menegangkan setiap kelompok otot selama 5-10 detik kemudian
melemaskan dalam 20-30 detik. Otot tubuh dapat dibagi menjadi tujuh kelompok
otot atau empat kelompok otot. Tujuh kelompok otot tersebut adalah: 1) tangan
dominan (telapak tangan, lengan bawah dan bisep); 2) tangan non dominan; 3)
otot wajah; 4) leher dan tenggorokan; 5) dada, bahu, punggung atas dan abdomen;
6) kaki dominan (paha, betis, telapak kaki); 7) kaki non dominan. Pembagian
empat kelompok otot adalah: 1) tangan; 2) wajah, leher dan tenggorokan; 3) dada,
bahu punggung atas dan abdomen; 4) kaki (Bernstein, Borkovec, & Hazlett-
Stevens, 2000).

Intervensi kedua yitu jaw relaxation dilakukan berdasarkan Progressive


Relaxation dimana teknik tersebut merupakan salah satu dari teknik relaksasi
terhadap 16 kelompok otot. Prosedur ini dilakukan dengan mengencangkan
rahang dengan membuka mulut lebar-lebar agar meregangkan otot-otot sekitar
engsel rahang, ditahan dan lalu dikendurkan. Biarkan bibir dan bagian rahang
menggantung longgar selama prosedur. Tindakan ini dilakukan sambil melakukan
napas dalam (Jacobson, 1938).

Kelompok kontrol terdiri atas dua kelompok. Kelompok pertama selain


mendapatkan perawatan seperti biasa juga mendapatkan prosedur attention
control yang dikembangkan dan digunakan oleh Borkovec & Mathews (Seers et
al., 2008). Tindakan ini dilakukan dengan meminta pasien mendeskripsikan apa
yang dilakukan, dirasakan dan pikirkan ketika merasakan nyeri. Kelompok kedua
tidak mendapatkan perlakuan oleh peneliti, hanya mendapatkan perawatan seperti
biasa beserta dengan manajemen nyeri yang biasa didapatkan pasca operasi.

Tidak cukup penjelasan mengenai situasi ruang rawat dan setting ruang rawat tiap
pasien saat dilakukan intervensi. Ketenangan, jumlah pasien tiap ruang dan

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


45

keberadaan keluarga atau orang berarti dapat mempengaruhi persepsi partisipan


maupun menjadi faktor distraksi dan bias terhadap efek intervensi.

3.2.4.5. Cara pengambilan data


Pasien diminta persetujuan ikut penelitian saat masih di poliklinik sebelum
dirawat inap. Pasien yang setuju berpartisipasi mendapatkan pertanyaan mengenai
nyeri, kecemasan dan relaksasi. Setelah diketahui masuk ke dalam kelompok
intervensi atau kontrol diberikan penjelasan mengenai intervensi kepada pasien
kelompok intervensi dan diminta berlatih sehari sekali selama seminggu sebelum
masuk rumah sakit. Setelah pembedahan, pasien dikunjungi pada hari kedua atau
ketiga untuk dikaji lagi nyeri, kecemasan dan relaksasi serta dilakukan intervensi.
Pengisian alat ukur penelitian tanpa ditunggui dan dikumpulkan dalam amplop
tertutup untuk menghindari bias. Pasien diberikan kuesioner untuk dilakukan
pengisian lanjutan tiap jam selama empat jam setelah operasi untuk mengukur
hasil intervensi. Peneliti kedua juga tidak mendapatkan penjelasan mengenai
pembagian kelompok penelitian.

Pengambilan data yang dilakukan dipandang cukup baik. Dengan metode


pengambilan data, ini diasumsikan pasien akan mengisikan apa yang benar-benar
dialami. Terdapat beberapa hal yang menjadi catatan dalam hal ini. Tidak
dijelaskan dalam artikel mengenai cara menjelaskan instrumen penelitian yang
digunakan agar data yang terkumpul tepat seperti yang diperlukan. Tidak terdapat
penjelasan mengenai situasi ruang rawat, jumlah pasien tiap ruang rawat dan
keberadaan orang lain saat intervensi maupun pengisian kuesioner.

3.2.4.6. Instrumen yang digunakan


Beberapa instrumen digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur hasil
penelitian. Pengukuran dilakukan sebelum dilakukan operasi, 2-3 hari setelah
operasi sebelum dilakukan intervensi, segera setelah dilakukan intervensi dan 1, 2,
3 serta 4 jam kemudian. Instrumen yang digunakan meliputi alat ukur nyeri,
kecemasan dan relaksasi serta harapan bahwa intervensi yang dilakukan dapat
mengurangi nyeri dan membuat merasa lebih baik.
a. Nyeri

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


46

Instrumen yang digunakan untuk nyeri adalah visual analog scale (VAS) yang
memiliki rentang 0-100 mm. Pengukuran dengan rentang ini dapat lebih detail
mengukur nyeri karena skala belum dikelompokkan ke dalam angka-angka
pembulatan, misal 1, 2, 3 dan seterusnya. Skala VAS ini diisi dengan pasien
menentukan titik persepsi mereka terhadap nyeri yang ada pada bidang kosong
di antara skala 0-100. Metode ini memberikan kebebasan pasien
mempersepsikan nilai nyeri tanpa dipengaruhi angka-angka yang ada dalam
alat ukur dan menghasilkan variasi data yang lebih luas. Tidak dijelaskan
mengenai ada atau tidaknya kesulitan partisipan mengisi instrumen ini.

Nyeri sesudah intervensi pada kedua kelompok intervensi tidak memiliki


perbedaan signifikan (p = 0.2) dengan nilai rata-rata penurunan adalah 14.35
mm. Akan tetapi, hasil pengukuran setelah intervensi pada keempat kelompok
kontrol menunjukkan perbedaan signifikan (p = 0.043). Meskipun demikian,
kelompok kontrol yang mendapatkan attention control juga mengalami
penurunan nyeri dengan rata-rata sebesar 8.07 mm yang bahkan lebih besar
dari rata-rata penurunan pada kelompok jaw relaxation. Dari ketiga kelompok
tersebut, effect size paling besar adalah jaw relaxation. Kelompok kontrol
yang hanya menerima perawatan tanpa tambahan perlakuan apapun
didapatkan peningkatan nilai nyeri. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa intervensi yang dilakukan dan attention control memberikan efek
positif bagi penurunan tingkat nyeri pasien.

b. Kecemasan
Kecemasan dinilai dengan menggunakan VAS berskala 0-100 mm dan
Spielberg State and Trait Anxiety Inventory (STAI) short form. Penggunaan
kedua instrumen secara bersamaan dapat memberikan hasil lebih mendalam.
Masalah yang biasanya muncul pada penggunaan instrumen tunggal yang
panjang atau beberapa instrumen pendek adalah lamanya waktu yang
diperlukan untuk mengisinya yang dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi
serta kejenuhan partisipan dalam mengisinya. Tidak dijelaskan dalam
penelitian mengenai kesulitan partisipan dalam menggunakan instrumen ini.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


47

Tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat kecemasan pada keempat


kelompok partisipan (p = 0.20). Hasil ini didapatkan dengan membandingkan
rata-rata tingkat nyeri sebelum dan sesudah intervensi pada tiap kelompok.
Rata-rata penurunan kecemasan pada masing-masing kelompok kemudian
dibandingkan dengan kelompok lain. Dengan penggunaan dua instrumen
pengukur kecemasan dan blinded dalam pengambilan datanya dapat
diasumsikan bahwa kemungkinan bias hasil pengukuran minimal sehingga
dapat disimpulkan bahwa gangguan maupun pembedahan yang dijalani tidak
menjadi kecemasan pada sampel penelitian dan populasi yang terwakili.

c. Tingkat relaksasi
Tingkat relaksasi pasien diukur dengan menggunakan VAS dengan rentang 0-
100 mm. Cara pengisian instrumen sama dengan pengisian VAS untuk nyeri
dan kecemasan

Keempat kelompok partisipan menunjukkan peningkatan relaksasi. Hasil uji


statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat relaksasi
post operasi pada keempat kelompok (p = 0.165). Meskipun demikian,
kenaikan tingkat relaksasi pada kelompok kontrol sangat kecil yaitu 05.94
mm pada usual care dan 3.00 mm pada kelompok attention control sementara
kelompok total body relaxation 13.00 dan jaw relaxation 16.71 mm. Hasil ini
menunjukkan bahwa meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan berarti
intervensi yang dilakukan memiliki efek yang cukup baik terhadap tingkat
relaksasi pasien.

d. Harapan terhadap efek intervensi


Aspek keempat yang dinilai pada pre intervensi dalam penelitian ini adalah
kepercayaan diri pasien bahwa nyeri mereka akan berkurang dan secara umum
akan merasa lebih baik. Hal diukur dengan menggunakan VAS dengan
rentang 0-100 mm. Cara pengisian instrumen sama dengan pengisian VAS
untuk nyeri dan kecemasan. Keempat kelompok menunjukkan hasil pre
intervensi serupa bahwa perawatan yang diberikan akan mengurangi nyeri
post operasi dan membuat merasa lebih baik. Hasil ini tidak menunjukkan
indikasi apapun pada post intervensi akan tetapi dapat dipahami bahwa pasien

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


48

memiliki keyakinan setiap tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan adalah


untuk meningkatkan kondisi mereka. Keyakinan ini juga dapat menjadi faktor
yang mempengaruhi ketiga variabel di atas karen keyakinan dan optimisme
dapat mendorong pasien lebih kooperatif dan memberi sugesti positif terhadap
setiap situasi yang dihadapi.

Pengumpulan data dilakukan secara blinded pada partisipan, perawat ruangan


maupun peneliti kedua/asisten peneliti. Sehingga hanya peneliti utama yang
mengetahui partisipan termasuk kelompok intervensi atau kontrol. Perawat
tidak mendapatkan pemberitahuan mengenai pembagian kelompok dan tetap
melakukan asuhan perawatan seperti prosedur biasa. Perlakuan blinded ini
baik untuk meminimalkan bias yang mungkin muncul.

3.2.4.7. Metode statistik


Metode statistik yang digunakan adalah univariat dan bivariat. Hasil pengukuran
sebelum dilakuakn intervensi dilakukan analisa untuk mengetahui rata-ratanya
kemudian dianalisa dengan ANOVA. Hasil analisa adalah tidak terdapat
perbedaan signifikan tingkat nyeri di antara keempat kelompok penelitian (p =
0.877), tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kecemasan di antara
keempat kelompok (p = 0.681) serta tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat
relaksasi di antara keempat kelompok (p = 0.954). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa kondisi awal subjek penelitian homogen.

Data yang didapatkan dari pengambilan data dilakukan analisa untuk mengetahui
nilai rata-rata dari nyeri, kecemasan, dan relaksasi sebelum intervensi dan sesudah
intervensi pada keempat kelompok. Nilai rata-rata yang didapatkan dibandingkan
baik antar kelompok intervensi maupun kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol. Dengan cara tersebut, dapat diketahui besar pengaruh intervensi terhadap
variabel yang dinilai maupun perbandingan tingkat keefektifan antar intervensi.

3.2.4.8. Kesimpulan metodologi


Penelitian ini adalah sebuah randomized controlled trial dengan blinded pada
pengambilan data. Metodologi yang digunakan dipandang mampu menghasilkan
data yang berkualitas, terlepas dari hasil yang tidak berbeda secara signifikan.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


49

3.2.5. Kemaknaan hasil


Kemaknaan penelitian dinilai dengan menggunakan perhitungan Absolute Risk
Reduction (ARR) dan Number Needed to Treat (NNT). ARR dihitung dengan
menghitung nilai kejadian dalam grup eksperimen dikurangi dengan nilai kejadian
dalam grup kontrol. Dalam penelitian ini hasil perbedaan yang bermakna
didapatkan pada pengukuran nyeri. Dari 56 pasien kelompok intervensi 96,42%
menunjukkan pengurangan nyeri. Pasien kelompok kontrol yang menunjukkan
pengurangan nyeri adalah sebesar 51,67%. Nilai ARR dari hasil tersebut dihitung
seperti berikut ini:
ARR = 96,42% –51,67%
ARR = 44,75 %
Nilai NNT dihitung dengan rumus NNT = 1/ARR.
NNT = 1/44,75
NNT = 0,022 (dibulatkan 1)
Dengan hasil tersebut hanya dibutuhkan 1 orang untuk membuktikan keberhasilan
intervensi ini.

3.2.6. Aplikabilitas
Peneliti menyampaikan bahwa efek intervensi ini mungkin akan lebih potensial
mengurangi nyeri apabila pasien tidak merasakan nyeri yang terlalu berat pada pre
operasi. Dengan pertimbangan tersebut, hasil penelitian ini dapat diintervensikan
pada pasien yang dihadapi di ruangan. Prosedur yang harus dijalani cukup jelas
dan dapat disesuaikan dengan keadaan klinik sehingga tidak terlalu beresiko
menimbulkan permasalahan. Intervensi relaksasi ini tidak memerlukan banyak
sumber daya sehingga dapat dilakukan tanpa memberikan beban berlebihan.
Relaksasi juga merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat
sesuai dengan fungsi dan peran perawat. Tindakan ini akan memaksimalkan peran
perawat untuk memberikan asuhan keperawatan mandiri secara lebih baik. Hal
yang mungkin perlu menjadi perhatian adalah perawat perlu meluangkan waktu
sedikit lebih banyak bersama pasien. Berdasarkan hal tersebut di atas, tidak
terdapat hambatan yang berarti untuk aplikabilitas intervensi relaksasi ini.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


50

3.2.7. Pelaksanaan
Subjek dalam pelaksanaan EBNP ini adalah pasien operasi orthopedi yang dirawat
di lantai 1 gedung Prof. DR. Soelarto RSUP Fatmawati dengan kriteria inklusi
pasien merupakan pasien post operasi elektif hari ke 2 dan 3. Kriteria eksklusi
subjek yaitu pasien post operasi elektif dan pasien post operasi hari pertama.

Penerapan EBNP dilaksanakan di lantai 1 Gedung Prof. DR. Soelarto RSUP


Fatmawati pada minggu ke-5 bulan April sampai minggu pertama bulan Mei
2014.

Pelaksanaan dilakukan setelah penyusunan proposal selesai dan mendapatkan


persetujuan supervisor dan penanggung jawab ruang rawat.

Berikut ini adalah langkah penerapan EBNP


a. Melakukan identifikasi pasien yang sesuai untuk pelaksanaan intervensi
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu pasien dengan rencana operasi
elektif.
b. Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat relaksasi
sebagai intervensi non farmakologis dalam manajemen nyeri dan inform
consent
c. Memberikan kesempatan klien untuk menanyakan hal-hal yang dirasakan
belum jelas atau ingin diketahui.
d. Melakukan intervensi relaksasi pada klien sesuai dengan intervensi yang
ditentukan yaitu jaw relaxation dan total body relaxation.
e. Melakukan evaluasi dilakukan dengan mengukur nyeri, kecemasan dan tingkat
relaksasi pasien setelah dilakukan intervensi menggunakan visual analog scale
untuk nyeri dan kecemasan.

Intervensi relaksasi dilakukan kepada pasien post operasi yang sesuai dengan
kriteria. Relaksasi yang dilakukan adalah jaw relaxation dan total body relaxation.
Untuk intervensi total body relaxation yang digunakan adalah relaksasi dengan
membagi menjadi empat kelompok otot yaitu: 1) tangan; 2) wajah, leher dan
tenggorokan; 3) dada, bahu, punggung atas dan abdomen; 4) kaki (Bernstein et al.,
2000). Berikut ini adalah hasil penerapannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


51

a. Klien 1
Relaksasi diajarkan dan dilakukan kepada Tn. MN, klien dengan open fracture
tibia fibula dextra. Sebelum dilakukan intervensi diukur skala nyeri klien
berada pada skala 47 mm dan kecemasan 24 mm. Setelah melakukan relaksasi
diukur lagi skala nyerinya didapatkan nilai 25 mm dan kecemasan 20 mm.
Klien merasa nyerinya berkurang setelah melakukan relaksasi, ketika
dievaluasi mengenai kecemasannya klien mengatakan masih cemas.
b. Klien 2
Relaksasi diajarkan dan dilakukan kepada Tn. AA, klien dengan closed
fracture tibia sinistra. Sebelum dilakukan intervensi diukur skala nyeri klien
berada pada skala 45 mm dan kecemasan 17 mm. Setelah melakukan relaksasi
diukur lagi skala nyerinya didapatkan nilai 20 mm dan kecemasan 12 mm.
Klien merasa nyerinya berkurang setelah melakukan relaksasi. Klien
mengatakan tidak terlalu mencemaskan kondisinya karena percaya telah
ditangani dengan baik.
c. Klien 3
Relaksasi diajarkan dan dilakukan kepada Tn. MS, klien dengan open fracture
calcaneus dextra. Sebelum dilakukan intervensi diukur skala nyeri klien
berada pada skala 62 mm dan kecemasan 21 mm. Setelah melakukan relaksasi
diukur lagi skala nyerinya didapatkan nilai 27 mm dan kecemasan 11 mm.
Klien mengatakan nyerinya berkurang, selama ini nyeri yang dirasakan
tersebut membuat khawatir penyembuhannya tidak baik.
d. Klien 4
Relaksasi diajarkan dan dilakukan kepada Tn. D, klien dengan closed fracture
tibia dextra. Sebelum dilakukan intervensi diukur skala nyeri klien berada
pada skala 32 mm dan kecemasan 10 mm. Setelah melakukan relaksasi diukur
lagi skala nyerinya didapatkan nilai 27 mm dan kecemasan 7 mm. Klien
mengatakan nyerinya berkurang, klien juga mengatakan tidak merasa cemas.

3.2.8. Analisa pelaksanaan EBNP


Intervensi yang didapatkan oleh keempat klien ada dua, yaitu total body relaxation
dan jaw relaxation. Total body relaxation dilakukan pada klien pertama sedangkan
klien ke-2 sampai ke-4 mendapatkan intervensi jaw relaxation. Intervensi yang

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


52

diberikan menyesuaikan dengan pilihan klien setelah diberikan penjelasan cara


latihan kedua jenis relaksasi.

Secara keseluruhan terbukti bahwa relaksasi yang dilakukan mampu menurunkan


nilai nyeri VAS klien. Penurunan skala nyeri paling besar adalah 35 mm
sedangkan paling kecil 12 mm. Penurunan kecemasan paling besar 10 mm dan
hanya terjadi pada satu klien sedangkan pada klien yang lain 5 mm atau kurang.

Klien adalah pasien yang dirawat pada ruang perawatan yang berisi banyak
pasien. Tidak diketahui perbandingan dengan lingkungan yang digunakan pada
saat penelitian seperti di dalam jurnal acuan. Berdasarkan analisa, penjelasan dan
pelaksanaan relaksasi membutuhkan waktu dan perhatian khusus. Selain waktu,
tempat yang lebih pribadi dan minim distraksi diperlukan untuk memaksimalkan
intervensi dan memastikan hasil pengukuran yang lebih pasti. Dengan situasi dan
kondisi yang ada, intervensi baru dapat dilaksanakan mendekati jam kunjung atau
siang setelah jam kunjung.

Hal lain yang tidak dapat dikontrol dalam pelaksanaan EBN ini adalah analgesik
yang masih diberikan kepada pasien post operasi. Hasil pengukuran VAS untuk
nyeri diduga akan lebih akurat apabila klien tidak mendapatkan analgesik.
Besarnya efek dari relaksasi juga akan lebih terukur.

3.3. Proyek Inovasi


3.3.1. Analisis situasi klinik
Dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman yang baru dan menakutkan bagi
kebanyakan orang. Hal yang sama dialami oleh pasien dengan gangguan
muskuloskeletal. Penyebabnya bermacam-macam, dapat berupa lingkungan baru
yang berbeda dan tidak familiar, kehadiran orang-orang yang tidak dikenal atau
kerumitan prosedur admninistrasi yang harus dijalani. Pasien baru berhadapan
dengan situasi yang belum pernah dikenal dan dihadapi.

Menurut penelitian pasien yang masuk rumah sakit untuk menjalani pembedahan
cenderung mengalami cemas dan takut. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
informasi tentang rencana perawatan beberapa hari ke depan selama dalam
perawatan. Merupakan tugas perawat untuk memastikan bahwa pasien tidak

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


53

merasa cemas atau keccemasannya minimal selama dalam perawatan (Pritchard,


2011b).

Untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi rumah sakit sesuai dengan tuntutan
penerapan BPJS maka perawatan pasien dilakukan dengan kerangka acuan
clinical pathway. Penerapan clinical pathway ini dapat meningkatkan efisiensi dan
prosedur yang pasti pada setiap pasien sesuai dengan diagnosanya. Akan tetapi,
penjelasan kepada pasien kurang sehingga pemahaman mengenai apa yang akan
dikerjakan juga belum jelas. Dengan demikian kecemasan akibat ketidakjelasan
apa yang akan dilakukan terhadap dirinya masih mendorong munculnya
kecemasan pada pasien.

Untuk mengintegrasikan hubungan antara perawatan yang diterima pada waktu di


rumah sakit dengan perawatan yang akan diberikan setelah pasien pulang dapat
digunakan perencanaan pulang (discharge planning). Perawatan pasien secara
keseluruhan hanya akan efektif jika diikuti dengan kesadaran pasien dan
perawatan dirumah yang baik, karena pasien akan menjalani lebih banyak masa
rehabilitasinya di rumah. Namun demikian, perencanaan pulang bagi pasien yang
dirawat di rumah sakit belum dilakukan dengan optimal oleh perawat. Peran
perawat masih terlalu terbatas pada kegiatan rutin yang memberikan informasi
mengenai kontrol ulang ketika pasien diizinkan pulang. Kegiatan perencanaan
pulang (discharge planning) di Ruang GPS lantai 1 RSUP Fatmawati telah
dilakukan oleh perawat yang bertugas. Informasi yang diberikan biasanya adalah
hal-hal penting yang harus diketahui dan diperhatikan pasien ketika mau pulang.
Meskipun demikian, penjelasan dan rencana kegiatan selama dirawat belum
dijelaskan secara lengkap. Pelaksanaan discharge planning belum
didokumentasikan dengan baik dan tidak ada kontrol dari pasien. Media yang
mendukung pelaksanaan discharge planning sesuai dengan diagnosa masing-
masing pasien juga belum ada.

Perencanaan pulang yang dilakukan sejak pasien mulai masuk rumah sakit perlu
dilakukan. Hal ini diperlukan untuk mencegah pasien yang memerlukan bantuan
kesehatan di rumah baik perawatan, edukasi maupun konseling kembali masuk
rumah sakit dengan permasalahan kesehatan yang minor karena tidak disiapkan

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


54

dan diberikan bantuan untuk mendapatkannya. Dengan demikian, discharge


planning akan menjadi suatu proses yang dinamis dan menggambarkan kerjasama
yang erat antara tim kesehatan, keluarga dan klien. Waktu untuk menyiapkan
pasien mengenai hal-hal yang harus diketahui selama perawatan dan di rumah
menjadi lebih panjang karena tindakan dilaksanakan lebih awal. Perencanaan
pulang yang baik diharapkan meningkatkan kepedulian dan kemandirian pasien
untuk mencapai hasil yang optimal.

3.3.2. Analisa SWOT


Dalam pelaksanaan inovasi mengenai perencanaan pulang ini perlu terlebih
dahulu diketahui kondisi lapangan sehingga dapat dilakukan penyesuaian
seperlunya. Berikut ini adalah hal-hal yang dikaji dalam upaya membuat program
yang harmonis dengan keadaan lapangan.
a. Kekuatan
Perencanaan pulang (discharge planning) di ruang GPS lantai 1 RSUP
Fatmawati telah dilakukan kepada semua pasien. Tindakan ini dilaksanakan
oleh perawat yang bertugas. Informasi tentang kegiatan dan hal-hal yang
penting diketahui oleh pasien diberikan kepada setiap pasien yang mau
pulang. Informasi biasanya mencakup anjuran dan larangan di rumah serta
jadwal kontrol.
b. Kelemahan
Leaflet sebagai bahan tambahan informasi sesuai dengan penyakit yang
diderita pasien belum tersedia. Dokumentasi mengenai discharge planning
belum dilakukan dengan baik. Pasien tidak dapat ikut mengontrol sudah
dilaksanakan atau belum karena tidak tahu dan tidak mendapatkan kartu
discharge planning sebagai pedoman mereka menjalani perawatan selama di
rumah sakit.
c. Peluang
Mahasiswa program spesialis keperawatan medikal bedah sedang menjalani
dinas di ruang GPS lantai 1, RSUP Fatmawati
d. Ancaman
Pengadaan dan penggandaan materi leaflet dirasakan susah oleh pihak rumah
sakit.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


55

3.3.3. Kegiatan inovasi


Kegiatan inovasi dimulai dengan persiapan. Setelah pengumpulan data dilakukan
pada minggu pertama dan kedua praktik kemudian dilakukan persiapan. Persiapan
dimulai dengan sosialisasi pada minggu ketiga. Data diperoleh dengan
menggunakan kuesioner dan wawancara dengan perawat dan pasien. Proposal
disusun berdasarkan data yang telah diperoleh dan divalidasi. Konsultasi proposal
dilakukan kepada pembimbing akademik dan pembimbing klinik. Setelah
proposal disetujui kemudian dilakukan sosialisai kepada perawat ruangan, kepala
instalasi, pembimbing klinik dan pembimbing akademik.

Program inovasi dilaksanakan dengan pembagian waktu seperti berikut ini: 1)


Sosialisasi program, dilakukan pada tanggal 11 Maret 2014 kepada kepala ruang,
wakil kepala ruang, perawat ruang dan pembimbing klinik; 2) Ujicoba, dilakukan
kepada pasien dengan gangguan muskuloskeletal yang dirawat di ruang GPS
Lantai 1 pada tanggal 12 – 14 Maret 2014; 3) Aplikasi program, dilaksanakan
tanggal 17 – 25 Maret 2014 dengan sasaran pasien dengan gangguan
muskuloskeletal yang dirawat di ruang GPS Lantai 1; 4) Evaluasi, dilaksanakan
dengan kepala ruang, wakil kepala ruang dan perawat ruang. Setelah dilakukan
aplikasi program dan evaluasi didapatkan hasil seperti dipaparkan dalam tabel
berikut ini

Tabel 3. 4 Hasil Evaluasi Program Discharge Planning


No Inisial pasien Usia Skor VAS Tingkat Kepatuhan
(thn) Pre Post (deskripsi)
1 Nn. Nd 23 3 1 Patuh
Union fractur Radius Semua prosedur (hari ke-1 s/d
dextra pro remove ke-4) dilakukan
implant
2 Ny. Fs 63 2 0 Patuh
Union fraktur patella Semua prosedur (hari ke-1 s/d
sinistra pro remove ke-4) dilakukan
implant
3 Tn Ap 20 3 1 Patuh
Union fraktur femur Semua prosedur (hari ke-1 s/d
Dextra pro remove ke-4) dilakukan
implant
4 Tn. Sn 61 2 0 Patuh
Union fraktur Calcaneus Semua prosedur (hari ke-1 s/d
sinistra pro remove ke-4) dilakukan
implant

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


56

5 Tn. My 52 6 2 Tidak Patuh


Ostheomyelitis Cruris Hari ke-1: latihan mika/miki
dextra pro debridement Hari ke-2: latihan duduk
dan OREF Hari ke-3: latihan berdiri &
berjalan
6 Ny. Ak 40 3 0 Tidak Patuh
Fraktur Kruris 1/3 medial Hari ke-2: latihan duduk
dextra pro ORIF Hari ke-3: latihan berdiri &
berjalan
7 Tn. Hb 41 5 1 Tidak Patuh
Fraktur femur 1/3 distal Hari ke-2: latihan duduk
dextra pro ORIF Hari ke-3: latihan berdiri &
berjalan
8 Tn. Mh 23 6 3 Tidak Patuh
Fraktur femur 1/3 medial Hari ke-1: latihan mika/miki
dextra pro ORIF Hari ke-2: latihan duduk
Hari ke-3: latihan berdiri &
berjalan
9 Tn. Hr 14 6 3 Tidak Patuh
Fraktur intertrochanter Hari ke-1: latihan mika/miki
femur dextra pro ORIF Hari ke-2: latihan duduk
Hari ke-3: latihan berdiri &
berjalan
10 Tn Jp 38 4 1 Patuh
Fraktur humerus dextra
pro ORIF
11 Tn. Nv 28 4 2 Tidak Patuh
Fraktur Tibia Fibula Hari ke-1: latihan mika/miki
dextra pro ORIF Hari ke-2: latihan duduk
Hari ke-3: latihan berdiri &
berjalan
12 Tn. Yn 18 6 3 Tidak Patuh
Shaft Tibia Dextra pro Hari ke-1: latihan mika/miki
ORIF Hari ke-2: latihan duduk
Hari ke-3: latihan berdiri &
berjalan

3.3.4. Analisis hasil penerapan proyek Inovasi


Responden dalam penerapan proyek inovasi ini adalah 12 pasien dengan jumlah
pasien laki-laki 9 responden (75%) dan perempuan 3 responden (25%). Usia
responden berada pada rentang 14 – 63 tahun dengan rata-rata usia 35 tahun.

Program inovasi discharge planning dibuat dengan sasaran pasien yang akan
menjalani prosedur operasi. Persentase responden yang merupakan pasien remove
implant adalah 33%, responden pemasangan OREF 8% dan responden
pemasangan ORIF 59%.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


57

Kecemasan pasien diukur menggunakan Visual Anxiety Score. Skala kecemasan


pre intervensi adalah 2 – 6 dengan rata-rata 4,16 dan hasil pengukuran setelah
penerapan 0 – 3 dengan rata-rata 1,42. Skala penilaian ini menggunakan rentang
skor 0 untuk tidak cemas, 1 - 3 untuk cemas ringan, 4 – 6 untuk cemas sedang dan
7 – 10 untuk cemas berat. Dengan (p = 0,00) pada CI 95% disimpulkan terdapat
perbedaan signifikan antara skor VAS sebelum dan sesudah pelaksanaan program.

Responden yang patuh adalah yang mengikuti aktivitas seperti dalam jadwal pada
lembar kontrol discharge planning. Responden yang mengalami prosedur remove
implant cenderung lebih patuh dibandingkan dengan responden yang menjalani
prosedur OREF dan ORIF. Dari seluruh responden, 42% menunjukkan kepatuhan
sedangkan sisanya kurang patuh. Responden cenderung tidak patuh pada latihan
miring kanan-kiri, latihan duduk serta latihan duduk dan berjalan pada hari
pertama, kedua dan ketiga post operasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Bab ini akan memaparkan pembahasan mengenai laporan kasus dengan


pendekatan model adaptasi Roy, Evidence Based Nursing Practice dan kegiatan
inovasi yang telah dilaksanakan selama proses praktik residensi program spesialis
keperawatan. Pembahasan akan dibagi menjadi empat bagian yaitu pembahasan
laporan kasus, pembahasan EBNP, pembahasan inovasi dan pembahasan proses
praktik residensi.

4.1. Pembahasan Kasus Utama


Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau
group yang dirawat agar meningkat kesehatan dan kualitas hidupnya. Model ini
telah banyak digunakan dalam praktik maupun penelitian keperawatan dan
memberikan hasil yang baik. Model adaptasi Roy memiliki fokus yang serupa
untuk meningkatkan koping individu terhadap stimulus yang muncul sehingga
mampu memilih koping yang paling efektif. Model adaptasi telah diterapkan
sebagai acuan dalam berbagai perawatan neonatal, bedah akut, ortopedi, bedah
saraf dan tataran pelayanan lain. (Alligood & Tomey, 2010; Roy, 2009).

Konsep bahwa manusia merupakan sistem terintegrasi yang selalu berinteraksi


untuk mencapai adaptasi merupakan sisi penting penerapan model ini pada asuhan
keperawatan yang dilakukan. Ny. AR mengalami fraktur patologis yang yang
belum diketahui penyebab pastinya dan diasumsikan akan selalu menjadi faktor
risiko internal yang berinteraksi sepanjang hidup. Setiap manusia dianggap
memiliki potensi dan kemampuan untuk terlibat aktif dalam adaptasi terhadap
lingkungannya. Dalam hal ini, keterlibatan klien secara aktif akan sangat
menentukan peningkatan tingkat kesehatan dan kualitas hidupnya. Kemampuan
klien untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan keterbatasannya dan
kemungkinan munculnya masalah yang diakibatkan faktor risiko yang ada perlu
menjadi fokus asuhan keperawatan yang dilakukan (Alligood & Tomey, 2010;
Fawcett, 2005). Pendidikan dan pengetahuan pasien menjadi hal yang krusial
untuk meningkatkan kemampuan mengenali dan menggunakan sumber daya yang

58 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


59

ada pada diri dan lingkungan sekitarnya. Terbukti bahwa pendidikan berdasarkan
model adaptasi Roy yang diberikan dapat meningkatkan kemampuan adaptasi
fisiologis dan konsep diri pasien (Afrasiabifar, Karimi, & Hassani, 2013).

Diagnosa yang diangkat menggunakan model adaptasi Roy dapat membuat


asuhan keperawatan yang lebih efisien. Setiap mode dalam konsep Roy dapat
mencakup bebrapa sistem secara fisik dan fisiologis sehingga seandainya diagnosa
diangkat menggunakan konsep tersebut akan lebih singkat dan meningkatkan
efisiensi waktu (Fawcett, 2005). Rumusan diagnosa dalam asuhan keperawatan
pada Ny. AR merujuk pada rumusan NANDA 2012-2014 disesuaikan dengan
hasil pengkajian perilaku dan stimulus yang muncul. Hal ini dilakukan dengan
maksud mempermudah perumusan tujuan dan intervensi yaitu dengan
menggunakan rumusan NOC dan NIC. Diagnosa dalam model adaptasi Roy
menyesuaikan dengan NANDA akan tetapi mempertimbangkan mode dalam
konsep model sebagai faktor yang berhubungan (Roy, 2009).

Pembagian konsep adaptasi Roy menjadi beberapa mode lebih mengintegrasikan


diagnosa keperawatan yang diangkat. Keuntungan yang didapatkan dari hal ini
adalah lebih efisien waktu karena rumusan diagnosa yang lebih sedikit. Kesulitan
menyusun perencanaan dalam asuhan keperawatan pada Ny. AR muncul karena
pengkajian yang dilakukan bukan dengan format yang sudah baku dan teruji
sesuai dengan model adaptasi Roy sehingga kurang efektif dan efisien untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam satu waktu. Meskipun demikian, tidak
berarti asuhan keperawatan menjadi tidak maksimal. Setiap tujuan yang
ditentukan dan intervensi yang dilaksanakan justru lebih terintegrasi dan saling
terkait sehingga memiliki efek pada beberapa sasaran. Intervensi yang dilakukan
untuk setiap diagnosa dapat mencakup mekanisme koping regulator, kognator
atau keduanya secara bersamaan (Alligood & Tomey, 2010; Keen, Breckenridge,
Frauman, Hartigan, & et al., 1998). Rencana intervensi pada Ny. AR disusun
menggunakan rumusan NIC dan dipilih agar sesuai dengan fokus intervensi pada
model adaptasi Roy yang mengacu pada manajemen stimuli yang ada (Roy,
2009).

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


60

4.1.1. Asuhan Keperawatan


4.1.1.1. Acute pain related to physical injury agent
Hasil evaluasi terhadap diagnosa Acute pain related to physical injury agent
menunjukkan respon yang adaptif dari klien. Penulis menilai intervensi yang
diberikan mampu membuat adaptasi klien lebih baik meskipun tidak terjadi
perubahan skala nyeri yang signifikan pada klien. Toleransi klien terhadap nyeri
meningkat setelah klien memahami nyeri yang muncul sebagai bagian tidak dapat
dipisahkan dari fraktur yang dialami. Klien menjadi lebih kooperatif dan optimis
dapat menahan nyeri yang muncul saat dilakukan tindakan yang memicu
munculnya nyeri. Sesuai dengan prinsip evaluasi dalam model adaptasi, telah
terjadi perubahan perilaku pada klien sehingga dapat disimpulkan sebagian tujuan
yang diharapkan tercapai (Roy, 2009). Perilaku klien yang menunjukkan nyeri
yang tidak dapat ditahan sudah berkurang. Selain itu, klien telah berhasil memilih
dan melakukan tindakan yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian atau
memberikan stimulus yang berbeda saat muncul nyeri sehingga efeknya tidak
terlalu dirasakan.

Intervensi yang dilakukan untuk masalah nyeri ini mencakup farmakologis dan
non farmakologis. Pemberian analgesik merupakan terapi kolaborasi untuk
mengatasi nyeri secara farmakologis. Analgesik yang diberikan adalah ketorolac
dengan pemberian 30 mg melalui injeksi intravena dan frekuensi pemberian sehari
3 kali. Sebagai terapi pelengkap farmakologis, terapi non farmakologis memiliki
cara bekerja yang berbeda. Sesuai prinsip dasar bahwa manusia merupakan sistem
terintegrasi yang mampu beradaptasi, terapi non farmakologis pada dasarnya
adalah memanfaatkan energi dan kemampuan yang dimiliki klien untuk
menurunkan nyeri atau meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Roy, 2009).

Nyeri bukan hanya sebuah proses fisiologis, pada dasarnya nyeri merupakan
pengalaman multidimensional yang juga dipengaruhi oleh interpretasi secara
psikologis (Pellino et al., 2005). Hal ini sejalan dengan temuan bahwa kecemasan
juga mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri maupun peningkatan nyeri
yang dibuktikan dengan adanya tingkat nyeri post operasi lebih tinggi pada pasien
yang mengalami kecemasan pre operasi (Sjöling et al., 2003). Oleh sebab itu,

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


61

intervensi yang dapat dilakukan juga meliputi intervensi pada faktor internal
maupun eksternal yang dapat meningkatkan nyeri karena persepsi yang salah.

Metode non farmakologis yang dapat dilakukan meliputi edukasi dan relaksasi.
Intervensi yang dilakukan adalah: Cognitive Behavioural Approach Educational
Intervention (CBEI), edukasi mengenai penyakit dan prosedur yang akan
dilakukan untuk mengatasinya dan relaksasi rahang. Pemberian intervensi CBEI
dapat menurunkan nyeri dengan mengubah persepsi klien tentang nyeri dan
meningkatkan kemampuan manajemen nyeri. Edukasi yang diberikan adalah
mengenai keuntungan manajemen nyeri yang baik, penyembuhan yang lebih cepat
dengan penurunan nyeri, efek psikologis dari nyeri yang muncul, cara-cara yang
dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri post operasi dan penilaian yang akan
dilakukan ketika nyeri muncul. Edukasi tersebut dikombinasikan dengan latihan
relaksasi nafas (Wong et al., 2010a). Relaksasi rahang berdasarkan teknik
relaksasi progresf Edmund Jacobson telah dibuktikan dapat menurunkan nyeri
melalui proses pelepasan epinefrin yang akan meningkatkan metabolisme
sehingga tubuh lebih cepat kembali ke keseimbangannya (Jacobson, 1938; Seers
et al., 2008).

4.1.1.2. Imbalanced nutrition less than body requirements related to


psychological factors
Berdasarkan evaluasi nampak bahwa masalah nutrisi klien belum sepenuhnya
teratasi. Diagnosa ini diangkat dengan batasan karakteristik merujuk pada
NANDA 2012-2014 yaitu adanya minat yang kurang terhadap makanan, IMT
rendah, nilai Hmt dan Hb di bawah normal dan porsi makan yang tidak dihabiskan
(Herdman, 2012). Intake nutrisi sangat dipengaruhi oleh pola makan sehari-hari
sehingga intervensi yang harus dilakukan bukan hanya menyediakan menu sesuai
dengan yang dibutuhkan klien tetapi juga bagaimana memodifikasi pola yang ada.
Dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman tidak menyenangkan dan
seringkali kemampuan adaptasi klien terhadap tuntutan perubahan pola dan
perilaku menjadi tidak efektif (Coto & Iliescu, 2013). Secara fisiologis, nilai Hb
dan Hmt sebagai salah satu kriteria dalam diagnosa ini juga dipengaruhi oleh
prosedur yang dilaksanakan. Prosedur operasi menimbulkan perdarahan dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


62

jumlah yang cukup banyak sehingga masalah nutrisi mungkin akan tetap ada
sampai klien keluar dari rumah sakit. Akan tetapi, dapat dilakukan tindakan untuk
meningkatkan intake makanan klien agar berkontribusi terhadap aspek fisiologis
tersebut.

Intervensi yang dilakukan pada dasarnya adalah membuat klien secara sadar
meningkatkan asupan nutrisi sesuai yang diharapkan. Menurut Craven & Hirnle
dalam Roy (2009), asupan nutrisi yang cukup berperan penting dalam
mempertahankan fungsi tubuh, kesehatan jaringan, suhu mempertahankan tubuh,
mempercepat penyembuhan luka dan ketahanan terhadap infeksi. kolaborasi yang
didapatkan klien untuk mengatasi kehilangan darah selama prosedur dan
meningkatkan nilai Hb adalah pemberian transfusi darah.

Intervensi yang cukup penting untuk meningkatkan intake makanan yang


dilakukan pada Ny, AR adlah edukasi. Intervensi yang dilakukan adalah
mendiskusikan pentingnya makan yang cukup dan menghabiskan diet yang
disediakan. Selain memberikan pemahaman mengenai pentingnya asupan yang
adekuat sebagai dasar untuk mematuhi diet yang ditentukan, intervensi ini juga
meningkatkan kualitas hubungan yang diharapkan dapat berkontribusi terhadap
kepatuhan klien (Dubé et al., 2007). Klien juga dianjurkan untuk mengkonsumsi
makanan yang disukai atau makanan yang dibawa dari rumah oleh keluarga selain
makanan dari rumah sakit. Hal lain yang dapat dilakukan tetapi belum dilakukan
dalam asuhan terhadap Ny. AR adalah menyajikan makanan dari rumah sakit
dengan penampilan seperti penyajian makanan sehari-hari di rumah. Kedua hal
tersebut terbukti mampu meningkatkan asupan nutrisi pada pasien (Kristel, de
Graaf, Siebelink, Blauw, & et al., 2006).

4.1.1.3. Risk for impaired skin integrity related to impaired bed mobility
Diagnosa ini muncul sebagai akibat adanya ketidakmampuan untuk mobilisasi
secara mandiri di tempat tidur sehingga terjadi penekanan pada area tubuh
posterior yang berpotensi menimbulkan luka dekubitus. Sebagai bagian dari
pertahanan tubuh non spesifik integritas kulit harus dipertahankan (Roy, 2009).
Dari hasil evaluasi nampak bahwa tujuan dari diagnosa ini tercapai. Sampai hari
terakhir dilakukan asuhan keperawatan tidak terjadi masalah gangguan integritas

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


63

kulit. Diagnosa ini penting diangkat karena merupakan hal dapat memperluas
permasalahan dan meningkatkan inefisiensi biaya. Selain itu, terjadinya luka
dekubitus akan membahayakan kondisi pasien dan meningkatkan risiko
komplikasi (Andrychuk, 1998).

Intervensi yang dilakukan pada pasien adalah perubahan posisi berbaring secara
berkala. Perubahan posisi secara berkala mengurangi penekanan secara terus
menerus pada sebagian area tubuh. Penekanan yang melebihi tekanan kapiler (32
mmHg) akan membuat kapiler menutup dan menimbulkan anoksia jaringan
diikuti dengan nekrosis sehingga harus dicegah (Andrychuk, 1998). Perubahan
posisi pada klien harus dilakukan dengan hati-hati karena terdapat fraktur pada
kedua sisi ekstremitas, nyeri yang muncul dan penyebab frakturnya adalah
patologis sehingga sangat berisiko. Perubahan posisi harus dilakukan dengan
mempertimbangkan keamanan dan posisi terapeutik pasien (Griffiths &
Gallimore, 2005).

Intervensi kedua yang dilakukan adalah edukasi mengenai risiko yang dihadapi
pasien yang berbaring dalam waktu lama dan cara pencegahannya. Penelitian
menunjukkan bahwa kerusakan integritas kulit merupakan masalah serius dan
harus diperhatikan pada pasien trauma yang dirawat lebih dari dua hari di rumah
sakit (Watts, Abrahams, MacMillan, Jafar, & et al., 1998). Hal yang didiskusikan
dengan pasien adalah penyebab dekubitus sehingga dapat dilakukan tindakan
untuk mencegahnya. Penyebab dekubitus adalah: 1) tekanan, berbaring pada
posisi sama dalam waktu lama meningkatkan tekanan sehingga perlu dilakukan
perubahan posisi; 2) gesekan, pergesekan antara kulit dengan linen harus dibatasi
yang dapat dilakukan dengan menghindari pergerakan yang diseret; 3)
kelembaban berlebihan, kulit yang terlalu kering berisiko menimbulkan dekubitus
tetapi kelembaban yang berlebihan berisiko serupa karena menimbulkan
kelemahan dinding sel sehingga pemberian pelembab harus mempertimbangkan
kelembaban kulit (Andrychuk, 1998).

4.1.1.4. Situational low self esteem related to social role change


Cara klien memandang dan memaknai ketidakmampuan yang muncul akibat
penyakitnya menjadi dasar diangkatnya diagnosa ini. Masalah keperawatan ini

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


64

dapat dideskripsikan sebagai terbentuknya penilaian terhadap diri yang negatif


akibat situasi yang sedang dihadapi (Herdman, 2012). Klien menilai dirinya tidak
dapat menjalankan peran sebagai istri dan seorang ibu sehingga merasa rendah
diri. Secara tidak langsung, masalah yang diungkapkan oleh klien merupakan
gambaran mengenai apa yang penting dalam hidupnya.

Klien merupakan ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya merawat anak
dan suaminya sehingga situasi yang dihadapi saat ini merupakan gangguan
langsung terhadap peran ideal yang dipersepsikan oleh klien. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa harga diri lebih mudah terpengaruh apabila kejadian yang ada
memiliki relevansi dengan hal paling bernilai dalam hidup dan tujuan hidup (Roy,
2009). Fraktur yang terjadi pada klien akan mempengaruhi aktivitas karena
hilangnya fungsi lokomotor dan adanya tindakan imobilisasi. Keterbatasan
aktivitas fisik sebagai akibat fraktur akan menurunkan aktivitas sosial dan
penurunan fungsi fisik dapat menimbulkan penurunan harga diri (Randell et al.,
2000).

Interaksi yang intens dan memotivasi sangat berperan dalam meningkatkan cara
klien memandang situasinya dengan positif dan meningkatkan harga dirinya.
Potensi keluarga dan dukungan dari keluarga yang bersemangat juga menjadi hal
yang berkontribusi besar. Perawat menyediakan waktu untuk mendengarkan
keluhan dan pertanyaan klien. Komunikasi ringan dengan intensitas sering
digunakan untuk membuat klien merasa diperhatikan dan menjadi lebih terbuka.
Penjelasan dan komunikasi yang dilakukan dengan tidak terlalu formal dilakukan
untuk menghindari komunikasi yang kaku kepada klien.

Kecenderungan seseorang untuk menjalin hubungan dengan tingkat harga diri


yang mirip menjadi konsep penting dalam intervensi kepada klien dengan harga
diri rendah. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung membangun
hubungan yang saling peduli dengan maksud untuk mempertahankan harga diri
yang ada. Sementara itu, seseorang dengan harga diri rendah yang bergaul dengan
orang lain harga diri rendah akan terpengaruh perasaan negatif dan
mengakibatkan kegagalan keluar dari masalah harga diri rendahnya. Dengan
begitu, membangun lingkungan dengan menghadirkan seseorang dengan harga

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


65

diri dan cara memandang diri lebih positif di lingkungan klien akan meningkatkan
harga diri klien (Roy, 2009). Adalah peran perawat untuk menjadi partner yang
memberikan pengaruh perasaan positif kepada klien.

4.1.1.5. Ineffective family therapeutic regimen management related to complexity


of therapeutic regimen
Perilaku yang muncul pada klien seringkali merupakan respon dari perasaan tidak
mampu atau tidak berdaya untuk berkontribusi secara wajar dalam keluarga.
Diagnosa ini diangkat sebagai hasil pengkajian terhadap perilaku mencari bantuan
kesehatan klien dan keluarga tetapi juga sebagai sebuah upaya untuk
mengembangkan pola pengambilan keputusan dan perilaku menggunakan
pelayanan kesehatan di masa mendatang. Menurut rumusan diagnosa Roy
adaptation model maka faktor yang berhubungan untuk diagnosa ini adalah
ketergantungan aktivitas kepada keluarga (Herdman, 2012; Roy, 2009).
Pengkajian yang kurang dalam pada diagnosa ini adalah pengambilan keputusan
klien dan keluarga untuk memilih penyembuhan di dukun patah tulang adalah
adanya pengaruh nilai-nilai dalam keluarga (inti atau meluas), keyakinan dalam
komunitas dan adanya pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. Dalam nilai-
nilai yang dianut pasien dan keluarga terdapat perbedaan prioritas mengenai
tujuan dan alasan dari setiap tindakan dan keputusan untuk mempertahankan
kesehatan (Schäfer et al., 2006).

Perawat mengkaji pembuatan keputusan yang dilakukan dalam keluarga klien.


Pada klien nampak bahwa keluarga besar dan lingkungan memiliki peranan dalam
mempengaruhi keputusan memilih pengobatan. Pertimbangan finansial juga ikut
menjadi faktor pemilihan tindakan yang kurang tepat. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa keluarga nilai-nilai yang dianut oleh
keluarga maupun pasien memiliki peranan besar dalam mempengaruhi keputusan
(Schäfer et al., 2006). Tingkat pendidikan tidak sepenuhnya menjamin adanya
pengambilan keputusan yang rasional, hal ini terbukti pada Ny. AR. Tingkat
pengetahuan mengenai penyakit, pengobatan dan risiko/komplikasi yang dihadapi
dirasa lebih berperan.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


66

Kenyataan bahwa klien mengalami fraktur dari sebuah proses kronis sangat
memerlukan perilaku perawatan diri dan keluarga yang tepat. Penjelasan
mengenai prosedur tindakan dan kerjasama yang diharapkan dari klien diberikan
sebagai tindak lanjut pengkajian. Perawat juga memberikan kesempatan klien
untuk membandingkan hasil pengobatan saat ini dan sebelumnya. Hal ini akan
memberikan perspektif baru bagi klien untuk menentukan pilihan dalam
mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan karena penilaian yang salah
mengenai kondisi dan seriusnya masalah yang dihadapi akan mengakibatkan
keputusan hanya didasarkan pada ketertarikan dan bukan situasi yang dihadapi
(Sharma et al., 2011). Tingkat pengetahuan kesehatan klien akan mempengaruhi
harapan mengenai hasil yang baik dari proses penyembuhan dan rehabilitasi untuk
meningkatkan koping adaptif melalui mekanisme kognator dan pada akhirnya
meningkatkan kerjasama dan kepatuhan terhadap proses yang harus dijalani
sebagai perilaku hasil proses adaptasi (Bhor, 2006; Roy, 2009).

4.1.1.6. Risk for infection


Diagnosa risiko infeksi diangkat pasca operasi karena selain terdapat luka insisi
juga didapatkan kondisi pertahanan tubuh klien yang menurun ditandai dengan
rendahnya Hb, peningkatan leukosit dan asupan nutrisi yang kurang. Dari hasil
observasi saat perawatan luka didapatkan tidak ada tanda-tanda peradangan pada
luka dan jaringan sektarnya serta luka insisi nampak kering. Nilai leukosit klien
12.5 ribu/µl (5.0 – 10.0), hemoglobin 10.9 mg/dl. Meskipun tidak ada tanda
infeksi, klien tetap berisiko mengalami infeksi (Herdman, 2012).

Prinsip aseptik selama perawatan luka insisi tetap dilakukan untuk mencegah
kontaminasi. Terapi kolaboratif yang didapatkan pasien adalah pemberian
antibiotik Ceftriaxone 2x1 gram dan transfusi darah 1500 cc pasca operasi. Klien
dianjurkan untuk mendeteksi dan melaporkan jika ada tanda klien merasakan
demam, nyeri yang bertambah pada luka dan pengeluaran cairan luka yang
berlebihan dan tidak biasa dari luka (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2009).

Perawat bersama klien mendiskusikan infeksi dan cara mencegahnya untuk


menumbuhkan kesadaran dan peran aktif klien menjaga kondisinya tidak
terinfeksi. Klien harus ikut menjaga lingkungan tetap bersih untuk mengurangi

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


67

risiko. Kontrol infeksi pada perioperatif berperan penting karena pasien rentan
mengalami infeksi sebagai akibat dari trauma, pembedahan, anestesi atau metode
invasif lain yang diperlukan pasien (Williams, 2008).

4.1.2. Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien. Dengan pengkajian yang lebih lengkap dan mendalam, beberapa
diagnosa keperawatan dapat ditegakkan untuk menentukan intervensi keperawatan
yang lebih spesifik. Beberapa intervensi diagnosa keperawatan dapat dimasukkan
ke dalam intervensi pada diagnosa keperawatan yang lain apabila memiliki
kesamaan pada perilaku yang muncul atau stimulus pada pasien.

Diagnosa yang mungkin seharusnya dapat diangkat secara lebih spesifik adalah
kecemasan yang muncul pada klien dan atau keluarga selama dalam proses
perawatan. Berdasarkan bukti-bukti penelitian yang ada, kecemasan yang
dirasakan keluarga seringkali lebih besar dibandingkan kecemasan yang dirasakan
pasien. Banyak hal yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut, misalnya:
perasaan tidak dapat mengontrol situasi di rumah sakit, risiko pembedahan,
informasi yang ada dan ketakutan mengenai ketidakmampuan atau perubahan
yang akan dihadapi pasien dan keluarga setelah pelaksanaan prosedur (Silva,
1987). Kecemasan yang muncul seringkali menjadi penanda awal dari keinginan
pasien untuk menawar kepatuhan terhadap pengobatan yang dijalani sehingga
layak mendapatkan perhatian (Herdman, 2012). Meskipun demikian, intervensi
yang sesuai dengan kondisi klien saat ini yang dapat digunakan sebagai intervensi
kecemasan tercakup dalam diagnosa Situational low self esteem related to social
role change dan Ineffective family therapeutic regimen management related to
complexity of therapeutic regimen.

Klien merupakan pasien fraktur collum femur yang belum dilakukan reduksi dan
fiksasi secara lengkap. Keadaan ini meningkatkan kemungkinan untuk terjadi
friksi antar fragmen yang dapat meningkatkan risiko munculnya patahan yang
meluas, kerusakan jaringan otot, dan kerusakan pembuluh darah. Selain itu, klien
juga menjalani beberapa pemeriksaan yang memerlukan perpindahan, dan
perubahan posisi sehingga semakin meningkatkan risiko tersebut. Dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


68

demikian, risiko cedera sebagai hasil dari interaksi antara lingkungan dengan
adaptasi individu dan sumber pertahanan diri merupakan diagnosa yang dapat
diangkat untuk mengatasi masalah yang ada (Herdman, 2012). NOC untuk
diagnosa ini yang sesuai dengan klien adalah gerakan terkoordinasi, pengetahuan:
keamanan diri, mobilitas dan perilaku keamanan diri (Moorhead et al., 2008).
Riwayat fraktur spontan pada klien meningkatkan risiko untuk terjadi cedera lebih
lanjut tanpa melalui mekanisme trauma. Diagnosa ini semula tidak diangkat
dengan pertimbangan bahwa beberapa intervensi yang dilakukan dapat
memberikan keamanan untuk klien. Akan tetapi, beberapa outcomes yang ada
pada diagnosa risiko cedera memiliki target khusus sehingga sebaiknya diagnosa
ini tetap diangkat.

4.2. Pembahasan EBNP


4.2.1. Pelaksanaan dan Hasil
Nyeri dan kecemasan klien yang mendapatkan intervensi relaksasi diukur
menggunakan Visual Analog Scale dengan rentang 0 - 100 mm. Rata-rata hasil
pengukuran nyeri pre intervensi adalah 23,5 mm dan pengukuran kecemasan pre
intervensi adalah 18,00 cm. Hasil pengukuran skala nyeri pre intervensi ini tidak
jauh berbeda dengan hasil pengukuran pada jurnal rujukan, yaitu 17,80 – 20,70
mm. Hasil pengukuran kecemasan menunjukkan perbedaan yang lebih rendah,
yaitu 10,10 – 11,14 mm (Seers et al., 2008). Perbedaan hasil pengukuran ini dapat
terjadi akibat penggunaan instrumen ataupun perbedaan pengetahuan dan persepsi
terhadap situasi yang dihadapi.

Skala visual sudah terbukti dapat dibaca dan dipahami oleh perawat dan pasien
tanpa perbedaan berarti (Salo et al., 2003). Dengan hasil tersebut, diasumsikan
bahwa penggunaannya pada klien responden EBNP ini juga tidak terlalu
menimbulkan bias. Kemungkinan perbedaan karakteristik kecemasan tersebut
ditimbulkan oleh perbedaan karakteristik pasien. Meskipun demikian, hal ini juga
masih merupakan asumsi karena dalam jurnal rujukan tidak dijelaskan
karakteristik pasien yang menjadi responden penelitian. Tingkat melek kesehatan
dan pengetahuan terhadap penyakit serta prosedur yang dijalani diketahui dapat
mempengaruhi kecemasan pada pasien (Pinar, Kurt, & Gungor, 2011; Tou, Tou,

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


69

Mah, Karatassas, & Hewett, 2013). Kecemasan dapat juga disebabkan oleh
adanya persaaan negatif yang timbul akibat hospitalisasi dan perasaan terisolai
dari sumber koping (Gammon, 1998).

Secara keseluruhan terbukti bahwa relaksasi yang dilakukan mampu menurunkan


nilai nyeri VAS klien. Penurunan skala nyeri paling besar adalah 35 mm
sedangkan paling kecil 12 mm. Penurunan nyeri ini lebih tinggi dibandingkan
dengan penurunan nyeri pada jurnal yang dirujuk yaitu 5,75 - 8,50 mm. Perbedaan
hasil ini kemungkinan merupakan perpaduan antara hasil relaksasi dan sugesti
pasien terhadap intervensi yang dilakukan. Hasil observasi selama praktik
didapatkan kenyataan bahwa sebagian pasien menunjukkan peningkatan toleransi
terhadap nyeri sebagai efek dari penggunaan komunikasi dan pendekatan
personal. Hal ini menguatkan pendapat bahwa nyeri adalah pengalaman
multidimensional yang juga dipengaruhi oleh interpretasi secara psikologis dan
persepsi terhadap nyeri memiliki peran dominan (Pellino et al., 2005).

Penurunan kecemasan paling besar 10 mm dan hanya terjadi pada satu klien
sedangkan pada klien yang lain 5 mm atau kurang. Perubahan nilai kecemasan ini
lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pada jurnal rujukan yang berada pada
rentang 0,12 – 1,21 mm. Hasil pengukuran pre intervensi juga menunjukkan nilai
yang lebih tinggi yaitu 10,00 – 24,00 mm sedangkan pada penelitian yang menjadi
rujukan adalah 10,10 – 11,14 mm (Seers et al., 2008). Pemberian informasi yang
jelas sebelum dilakukan tindakan mungkin merupakan salah satu faktor yang ikut
menentukan tinggi rendahnya nilai pengukuran, sesuai dengan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa pemberian instruksi pre operasi menurunkan
kecemasan post operasi (Pinar et al., 2011). Semua klien mendapatkan penjelasan
mengenai prosedur yang akan mereka jalani tetapi tidak mengetahui apa yang
dapat mereka lakukan dan bagaimana berperan pada saat operasi dan setelah
operasi. Masalah ini juga patut menjadi perhatian dalam discharge planning yang
dilakukan pada klien.

Terdapat perbedaan intervensi yang diterima oleh keempat klien. Perbedaan ini
menurut penulis tidak akan mempengaruhi hasil karena dalam jurnal yang dirujuk
tidak terdapat perbedaan signifikan antara efek intervensi yang diberikan (Seers et

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


70

al., 2008). Intervensi yang didapatkan oleh seorang klien adalah total body
relaxation dan tiga lainnya adalah jaw relaxation. Intervensi yang diberikan
menyesuaikan dengan pilihan klien setelah diberikan penjelasan cara latihan
kedua jenis relaksasi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan relaksasi
agar berhasil adalah adanya lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman, dan
fokus konsentrasi (Craven & Hirnle, 2009).

4.2.2. Hambatan
Klien adalah pasien yang dirawat pada ruang perawatan yang berisi banyak
pasien. Tidak diketahui perbandingan dengan lingkungan yang digunakan pada
saat penelitian seperti di dalam jurnal acuan. Selama proses interaksi dan
intervensi dapat diamati bahwa keberadaan pasien lain dan keluarganya sedikit
banyak menimbulkan distraksi atau “gangguan” dalam komunikasi dengan klien.
Berdasarkan analisa, penjelasan dan pelaksanaan relaksasi membutuhkan waktu
dan perhatian khusus. Selain waktu, tempat yang lebih pribadi dengan distraksi
minimal diperlukan untuk memaksimalkan intervensi dan memastikan hasil
pengukuran yang lebih valid. Kondisi ruangan dengan suhu ideal, penerangan
cukup, tidak terlalu berisik dan tidak banyak distraksi dibutuhkan dalam edukasi
terhadap pasien untuk mencapai hasil optimal (Craven & Hirnle, 2009).

Pemberian analgesik merupakan penatalaksanaan standar pada pasien post


operasi. Hal ini termasuk faktor yang tidak dapat dikontrol dalam penerapan
EBNP ini. Meskipun demikian, tidak terdapat masalah dengan penggunaan VAS
pada pasien post operasi, karena terbukti dapat digunakan pada populasi tanpa
terlepas dari tingkat pendidikan mereka (Mudgalkar, Bele, Valsangkar, Bodhare,
& Gorre, 2012). Hasil pengukuran VAS untuk nyeri diduga akan lebih valid
apabila klien tidak mendapatkan analgesik dan besarnya efek dari relaksasi juga
akan lebih terukur.

4.3. Pembahasan inovasi


4.3.1. Keuntungan
Dari penerapan program discharge planning ini didapatkan beberapa keuntungan
yang diharapkan dapat membantu pasien selama proses pemulihan. Pertama,
pemahaman pasien terhadap program yang akan dijalani dan urutannya menjadi

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


71

lebih baik karena urutan prosedur persiapan pre operasi dan rehabilitasi post
operasi tersusun jelas. Kedua, struktur lembar kontrol dan edukasi yang diberikan
memberikan kesempatan kepada pasien untuk terlibat dan menguatkan perasaan
memiliki kontrol atas dirinya sehingga menjadi kooperatif. Ketiga, prosedur yang
harus dijalani pasien tidak terlewatkan karena terdapat checklist yang dapat diisi
dan dikontrol oleh pasien. Keempat, kecemasan pasien menurun dengan adanya
kejelasan informasi proses perawatan dan persiapan pulang.

Pemahaman pasien terhadap proses yang akan dijalani berperan penting dalam
keberhasilan proses perawatan. Dalam lembar kontrol discharge planning tercakup
seluruh proses yang akan dijalani selama proses perawatan. Dikombinasikan
dengan media pendidikan berupa brosur atau lembar balik untuk beberapa
tindakan yang diperlukan telah membuat lembar kontrol tersebut menjadi bagian
terintegrasi dari intervensi kognitif. Dengan terlebih dahulu mengkaji tingkat
pendidikan, pengetahuan, pemahaman dan keinginan untuk belajar, penggunaan
lembar kontrol dan brosur penyertanya dapat menjadi sebuah intervensi
pendidikan yang berbasis tujuan (Craven & Hirnle, 2009). Diharapkan dengan
adanya daftar dalam lembar kontrol pasien dapat mengetahui bagian dari
discharge planning yang belum dipahami, belum disampaikan, atau ingin
diketahui lebih dalam sehingga menjadi pembelajar yang lebih aktif.

Sikap kooperatif dapat muncul dari perasaan memiliki kontrol atas apa yang
terjadi pada dirinya yang meningkatkan harga diri serta perilaku adaptif yang
mendukung keberhasilan rehabilitasi. Dalam meningkatkan kualitas hidup
peningkatan kesehatan dan perilaku yang sehat diperlukan partisipasi aktif dari
individu (U.S. Department of Health and Human Services, 2010). Sebagai bagian
dari usaha menciptakan perilaku yang sehat maka diperlukan self awareness
pasien terhadap apa yang terjadi dan yang seharusnya dilakukan sehingga pasien
memahami berada pada level yang mana dan apa yang menjadi tuntutan peran dan
posisi yang harus dilakukan (Craven & Hirnle, 2009).

Prosedur yang lengkap dan sistematis akan memudahkan perawat maupun pasien
dalam melakukan review terhadap tindakan yang sudah dilakukan dan rencana
tindakan lebih lanjut. Checklist yang dibuat disesuaikan dengan bahasa yang

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


72

umum dan struktur sederhana sehingga setiap pasien tidak akan mengalami
kesulitan dalam menggunakannya. Pelaksanaan discharge planning ini akan
membantu pasien menjalani peran dari seorang pasien rumah sakit kembali ke
dalam komunitas dengan lebih siap (Day, McCarthy, Coffey, & Allen, 2009).

Informasi dan edukasi yang diberikan dalam discharge planning ini mampu
menurunkan nilai kecemasan pasien. Discharge planning yang jelas merupakan
bentuk nyata dari pemberian informasi dan edukasi untuk menurunkan kecemasan
pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena telah dibuktikan bahwa dirawat di
rumah sakit dan menjalani operasi dapat menimbulkan kecemasan bagi pasien
(Gammon, 1998; Nickinson, Board, & Kay, 2009). Informasi yang disampaikan
sesuai dengan bahasa, pemahaman dan karakteristik pasien merupakan hal yang
penting bagi pasien yang akan menjalani pembedahan. Informasi yang diberikan
melalui sebuah alat bantu seperti brosur yang digunakan dalam program inovasi
ini mungkin merupakan sebuah informasi yang tidak terlalu spesifik akan tetapi
melalui proses dialog yang sifatnya menguatkan akan dapat lebih dimengerti dan
mampi mengurangi kecemasan pada pasien (Pritchard, 2011a; Wong et al.,
2010b). Hal ini semakin menguatkan bahwa discharge planning yang lengkap dan
terstruktur diperlukan sebagai bagian terintegrasi dari asuhan keperawatan pada
pasien trauma dan pembedahan muskuloskeletal.

4.3.2. Kekurangan
Perubahan jadwal operasi yang terjadi mendadak dan kadang berulang menjadi
catatan bagi inefisiensi tindakan discharge planning. Salah satu penyebabnya
adalah persiapan operasi pada klien seringkali harus dilakukan berkali-kali karena
adanya pembatalan operasi pada pasien yang sudah dilakukan persiapan.
Informasi mengenai pembatalan seringkali tidak jelas sehingga banyak pertanyaan
yang muncul dari pasien dan keluarga. Pembatalan ini juga memiliki efek
terhadap kekhawatiran pasien dan menimbulkan rasa tidak puas pasien.

Discharge planning yang diberikan dalam program inovasi ini kadang tidak dapat
dievaluasi. Kesulitan yang muncul dalam penerapan discharge planning ini adalah
adanya sebagian pasien yang pasca operasi tidak langsung dirawat di ruang rawat
tetapi dirawat di ruang rawat intensif sehingga beberapa program yang

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


73

direncanakan untuk pasca operasi tidak dapat dilakukan. Namun demikian, sisi
lain dari hal ini adalah meningkatnya optimisme pasien ketika dipindahkan dari
ruang rawat intensif yaitu keyakinan bahwa kondisinya sudah menjadi lebih baik.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan simpulan dan saran dari laporan praktik residensi
Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah peminatan Muskuloskeletal yang
telah dilaksanakan.

5.1.Simpulan
Respon adaptif klien sebagai individu merupakan proses yang dinamis sebagai
hasil respon terhadap stimulus yang muncul dengan menggunakan metode koping
regulator dan kognator untuk menghasilkan perilaku yang adaptif. Pada pasien
fraktur, proses asuhan keperawatan merupakan penguatan terhadap proses koping
tersebut yang berwujud intervensi terhadap fraktur yaitu rekognisi, reduksi,
imobilisasi dan rehabilitasi; intervensi terhadap risiko yang muncul; intervensi
untuk mengenali, memunculkan dan menguatkan sumber daya individu, keluarga
dan lingkungan untuk meningkatkan koping adaptif. Penggunaan model adaptasi
Roy ini sebagai kerangka pelaksanaan asuhan keperawatan memberikan hasil
yang positif. Dengan penekanan pendekatan dan evaluasi sesuai model adaptasi
perkembangan klien lebih baik.

Kecenderungan nyeri yang dominan dialami oleh pasien dengan gangguan


muskuloskletetal dapat diatasi oleh klien dengan baik. Pada klien yang belum
berhasil menurunkan level nyeri, kemampuan mereka untuk menerima dan
mempersepsikan nyeri semakin meningkat. Hasil akhir dari peningkatan
kemampuan tersebut adalah meningkatnya kemampuan mobilisasi, penurunan
kecemasan, sikap kooperatif terhadap intervensi yang diterima dan optimisme
terhadap keadaan yang dihadapi.

Discharge planning yang terstruktur dan terkontrol terbukti dapat meningkatkan


partisipasi klien. Tingkat kecemasan klien juga menurun sejalan dengan informasi
yang didapatkan dari program ini. Secara psikologis, dengan menggunakan
lembar kontrol dan pelibatan pasien secara aktif dalam proses perawatan akan
meningkatkan konsep diri karena perasaan tidak kehilangan kendali atas apa yang
akan dilakukan pada dirinya.

74 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


75

5.2. Saran
Bagi pelayanan keperawatan, diharapkan hasil Karya Ilmiah Ahir praktik
Residensi Keperawatan Medikal Bedah kekhususan sistem muskuloskeletal ini
dapat menjadi acuan dan pertimbangan pendekatan dan kerangka berpikir, serta
intervensi untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal khususnya pada kasus klien yang mengalami fraktur
dengan melihat koping individu sebagai kemampuan dasar yang harus dikuatkan
melalui proses keperawatan.

Bagi pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan, laporan ini sebaiknya


dapat digunakan sebagai pendukung dalam pembelajaran ilmu pendidikan
keperawatan medikal bedah dalam memberikan asuhan keperawatan dan
melakukan kajian lebih lanjut khususnya pada gangguan sistem muskuloskeletal
agar menjadi dasar pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


76

DAFTAR PUSTAKA

Afrasiabifar, A., Karimi, Z., & Hassani, P. (2013). Roy's Adaptation Model-Based
Patient Education for Promoting the Adaptation of Hemodialysis Patients.
Iranian red crescent medical journal, 15(7), 566-572.

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing theorist and their work (7th
ed.). Missouri: Mosby Inc.

Andrychuk, M. A. (1998). Pressure ulcers: cuses, risk factors, assessment, and


intervention. Orthopaedic Nursing, 17(4), 65-81; quiz 82-63.

Barde, S. (2013). Effectiveness of Progressive Muscle Relaxation Technique on


Generalized Anxiety of Elderly Orthopaedic Patients in Selected
Hospitals, of Pune City. Journal of Psychiatric Nursing, 2(2), 59-61.

Bernstein, D. A., Borkovec, T. D., & Hazlett-Stevens, H. (2000). New directions


in progressive muscle relaxation training: a guidebook for helping
professionals. Westport: Praeger Publisher.

Bhor, M. (2006). Relationship between health literacy, outcome expectations,


efficacy expectations and medication adherence. (3263542 Ph.D.), Purdue
University, Ann Arbor. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/305265917?accountid=17242
ProQuest Dissertations & Theses Global database.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-surgical nursing: Clinical


management for positive outcomes (8th ed.). St. Louis Missouri: Saunders.

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2008). Nursing


interventions classification (NIC). St Louis, Missouri: Mosby.

Büyükyılmaz, F., & Aştı, T. (2013). The Effect of Relaxation Techniques and
Back Massage on Pain and Anxiety in Turkish Total Hip or Knee
Arthroplasty Patients. Pain Management Nursing, 14(3), 143-154. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2010.11.001

Closs, J., Briggs, M., & Everitt, V. (1997). Night-time pain, sleep and anxiety in
postoperative orthopaedic patients. Journal of Orthopaedic Nursing, 1(2),
59-66. doi: http://dx.doi.org/10.1016/S1361-3111(97)80003-9

Coto, B. V., & Iliescu, A. (2013). Patients Adaptation Difficulties to the Hospital
Environment Nurses Part in That Transition. Current Health Science
Journal, 39(4), 259-262. doi: 10.12865/CHSJ.39.04.12

Craven, R. F., & Hirnle, C. J. (2009). Fundamentals of nursing: human health and
function (6th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health-Lippincott
Williams & Wilkins.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


77

Day, M. R., McCarthy, G., Coffey, A., & Allen, D. (2009). Discharge planning:
the role of the discharge co-ordinator. Nursing Older People, 21(1), 26-31;
quiz 32.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2009). Nursing diagnosis


manual: planning, individualizing, and documenting client care: F.A.
Davis Co.

Dubé, L., Paquet, C., Ma, Z., McKenzie, D. S.-A., Kergoat, M. J., & Ferland, G.
(2007). Nutritional implications of patient-provider interactions in hospital
settings: evidence from a within-subject assessment of mealtime
exchanges and food intake in elderly patients. European Journal of
Clinical Nutrition, 61(5), 664-672. doi:
http://dx.doi.org/10.1038/sj.ejcn.1602559

Dufour, A. B., Roberts, B., Broe, K. E., Kiel, D. P., Bouxsein, M. L., & Hannan,
M. T. (2012). The factor-of-risk biomechanical approach predicts hip
fracture in men and women: the Framingham Study. Osteoporosis
International, 23(2), 513-520. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s00198-011-
1569-2

Fawcett, J. (2005). Contemporary nursing knowledge: analysis and evaluation of


nursing models and theories (2nd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.

Foster, K. W. (2014). Hips fracture in adult. Retrieved from Wolters Kluwer


Health website: http://www.uptodate.com/contents/hip-fractures-in-
adults?topicKey=EM%2F226&elapsedTimeMs=0&view=print&displayed
View=full

Gammon, J. (1998). Analysis of the stressful effects of hospitalisation and source


isolation on coping and psychological constructs. International Journal of
Nursing Practice, 4(2), 84-96.

Good, M. P. L. (1992). Comparison of the effects of relaxation and music on


postoperative pain. (9219593 Ph.D.), Case Western Reserve University
(Health Sciences), Ann Arbor. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/304021503?accountid=17242
ProQuest Dissertations & Theses Full Text; ProQuest Nursing & Allied
Health Source database.

Griffiths, H., & Gallimore, D. (2005). Positioning critically ill patients in hospital.
Nursing Standard, 19(42), 56-64; quiz 66.

Herdman, T. H. (2012). NANDA International nursing diagnoses: Definition and


classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2010). Medical surgical nursing:


Patient-centered collaborative care (6th ed.). St. Louis, Missouri:
Saunders.

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


78

Iwegbu, G. (2012). Orthopaedics and trauma for medical students and junior
residents: AuthorHouse.

Jacobson, E. (1938). Progressive relaxation (2nd ed.). Oxford, England:


University of Chicago Press.

Jester, R., Santy, J., & Rogers, J. (2011). Oxford handbook of orthopaedic and
trauma nursing: OUP Oxford.

Keen, M., Breckenridge, D., Frauman, A. C., Hartigan, M. F., & et al. (1998).
Nursing assessment and intervention for adult hemodialysis patients:
Application of Roy's adaptation model. ANNA Journal, 25(3), 311-319.

Kneale, J. D., & Davis, P. S. (2005). Orthopaedic and trauma nursing: Churchill
Livingstone.

Koval, K. J., & Zuckerman, J. D. (2006). Handbook of fractures (3rd ed.).


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Kristel, A. N. D. N., de Graaf, C., Siebelink, E., Blauw, Y. H., & et al. (2006).
Effect of Family-Style Meals on Energy Intake and Risk of Malnutrition in
Dutch Nursing Home Residents: A Randomized Controlled Trial. The
Journals of Gerontology, 61A(9), 935-942.

Kwekkeboom, K. L., & Gretarsdottir, E. (2006). Systematic Review of Relaxation


Interventions for Pain. Journal of Nursing Scholarship, 38(3), 269-277.
doi: 10.1111/j.1547-5069.2006.00113.x

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M.
(2011). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of
Clinical Problems (8th ed.). St Louis, Missouri: Mosby Inc.

Maher, A. B., Salmond, S. W., & Pellino, T. A. (2002). Orthopaedic nursing (3rd
ed.). Philadelphia: W.B Saunders Company.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2008). Nursing
outcomes classification (NOC) (4th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby.

Mudgalkar, N., Bele, S., Valsangkar, S., Bodhare, T., & Gorre, M. (2012). Utility
of numerical and visual analog scales for evaluating the post-operative
pain in rural patients. Indian Journal of Anesthesia, 56(6), 553-557. doi:
http://dx.doi.org/10.4103/0019-5049.104573

Nickinson, R. S. J., Board, T. N., & Kay, P. R. (2009). Post-operative anxiety and
depression levels in orthopaedic surgery: a study of 56 patients undergoing
hip or knee arthroplasty. [Article]. Journal of Evaluation in Clinical
Practice, 15(2), 307-310. doi: 10.1111/j.1365-2753.2008.01001.x

Pellino, T. A., Gordon, D. B., Engelke, Z. K., Busse, K. L., & et al. (2005). Use of
Nonpharmacologic Interventions for Pain and Anxiety After Total Hip and

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


79

Total Knee Arthroplasty. Orthopaedic Nursing, 24(3), 182-190; quiz 191-


182.

Pinar, G., Kurt, A., & Gungor, T. (2011). The efficacy of preopoerative
instruction in reducing anxiety following gyneoncological surgery: a case
control study. World Journal of Surgical Oncology, 9(1), 38.

Pritchard, M. J. (2011a). Using targeted information to meet the needs of surgical


patients. [Article]. Nursing Standard, 25(51), 35-39.

Pritchard, M. J. (2011b). Using the Hospital Anxiety and Depression Scale in


surgical patients. Nursing Standard, 25(34), 35-41.

Randell, A. G., Nguyen, T. V., Bhalerao, N., Silverman, S. L., Sambrook, P. N.,
& Eisman, J. A. (2000). Deterioration in Quality of Life Following Hip
Fracture: A Prospective Study. Osteoporosis International, 11(5), 460-
466. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s001980070115

Roy, S. C. (2009). The roy adaptation model (3rd ed.). New Jersey: Pearson
Education Inc.

Roykulcharoen, V., & Good, M. (2004). Systematic relaxation to relieve


postoperative pain. Journal of Advanced Nursing, 48(2), 140-148. doi:
10.1111/j.1365-2648.2004.03181.x

Salo, D., Eget, D., Lavery, R. F., Garner, L., Bernstein, S., & Tandon, K. (2003).
Can patients accurately read a visual analog pain scale? The American
Journal of Emergency Medicine, 21(7), 515-519. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ajem.2003.08.022

Schäfer, C., Putnik, K., Dietl, B., Leiberich, P., Loew, T. H., & Kölbl, O. (2006).
Medical decision-making of the patient in the context of the family: results
of a survey. Supportive Care in Cancer, 14(9), 952-959. doi:
http://dx.doi.org/10.1007/s00520-006-0025-x

Schoen, D. C. (2000). Adult orthopaedic nursing: Lippincott.

Seers, K., Crichton, N., Tutton, L., Smith, L., & Saunders, T. (2008).
Effectiveness of relaxation for postoperative pain and anxiety: randomized
controlled trial. [Article]. Journal of Advanced Nursing, 62(6), 681-688.
doi: 10.1111/j.1365-2648.2008.04642.x

Sharma, R. K., Hughes, M. T., Nolan, M. T., Tudor, C., Kub, J., Terry, P. B., &
Sulmasy, D. P. (2011). Family Understanding of Seriously-ill Patient
Preferences for Family Involvement in Healthcare Decision Making.
Journal of General Internal Medicine, 26(8), 881-886. doi:
http://dx.doi.org/10.1007/s11606-011-1717-6

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


80

Silva, M. C. (1987). Needs of Spouses of Surgical Patients: A Conceptualization


Within the Roy Adaptation Model. Scholarly Inquiry for Nursing Practice,
1(1), 29-35,38-44.

Sjöling, M., Nordahl, G., Olofsson, N., & Asplund, K. (2003). The impact of
preoperative information on state anxiety, postoperative pain and
satisfaction with pain management. Patient Education and Counseling,
51(2), 169-176. doi: http://dx.doi.org/10.1016/S0738-3991(02)00191-X

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
suddarth's textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). Philadelphia:
Wolter Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins.

Solomon, L., Warwick, D., & Nayagam, S. (2010). Apley's system of orthopaedics
and fractures (9th ed.). London: Hodder Arnold.

Soveid, M., Serati, A. R., & Masoompoor, M. (2005). Incidence of hip fracture in
Shiraz, Iran. Osteoporosis International, 16(11), 1412-1416. doi:
http://dx.doi.org/10.1007/s00198-005-1854-z

Topcu, S. Y., & Findik, U. Y. (2012). Effect of Relaxation Exercises on


Controlling Postoperative Pain. Pain Management Nursing, 13(1), 11-17.
doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2010.07.006

Tou, S., Tou, W., Mah, D., Karatassas, A., & Hewett, P. (2013). Effect of
preoperative two-dimensional animation information on perioperative
anxiety and knowledge retention in patients undergoing bowel surgery: a
randomized pilot study. Colorectal Dis., 15(5), e256-265. doi:
210.1111/codi.12152.

U.S. Department of Health and Human Services, P. H. S. (2010). Healthy People


2020. In U. S. D. o. H. a. H. Services (Ed.). Washington D.C.: U.S.
Government Printing Office.

Watts, D., Abrahams, E., MacMillan, C., Jafar, S., & et al. (1998). Insult after
injury: Pressure ulcers in trauma patients. Orthopaedic Nursing, 17(4), 84-
91.

Whiteing, N. L. (2008). Fractures: pathophysiology, treatment and nursing care.


Nursing Standard, 23(2), 49-57; quiz 58, 60.

Williams, M. (2008). Infection control and prevention in perioperative practice.


The Journal of Perioperative Practice, 18(7), 274-278.

Wong, E. M.-L., Chan, S. W.-C., & Chair, S.-Y. (2010a). The effect of
educational intervention on pain beliefs and postoperative pain relief
among Chinese patients with fractured limbs. [Article]. Journal of Clinical
Nursing, 19(17/18), 2652-2655. doi: 10.1111/j.1365-2702.2010.03260.x

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


81

Wong, E. M.-L., Chan, S. W.-C., & Chair, S.-Y. (2010b). Effectiveness of an


educational intervention on levels of pain, anxiety and self-efficacy for
patients with musculoskeletal trauma. [Article]. Journal of Advanced
Nursing, 66(5), 1120-1131. doi: 10.1111/j.1365-2648.2010.05273.x

Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 1
Penjelasan EBNP
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

PENJELASAN PELAKSANAAN EBNP


Relaksasi untuk Mengatasi Nyeri dan Kecemasan pada Pasien Post Operasi
Orthopaedi di Ruang Perawatan Lantai 1 GPS RSUP Fatmawati

Bapak/Ibu/Sdr/i yang kami hormati, kami mahasiswa Keperawatan Medikal


Bedah dengan ini memohon kesediaan Anda secara suka rela untuk berpartisipasi
dalam penerapan Evidence Based Nursing Practice; Relaksasi untuk Mengatasi
Nyeri dan Kecemasan pada Pasien Post Operasi Orthopaedi di Ruang Perawatan
Lantai 1 GPS RSUP Fatmawati. Kami menjamin bahwa kegiatan ini tidak
membahayakan dan tidak memberikan dampak buruk terhadap kesehatan Anda.

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk menurunkan tingkat nyeri dan
kecemasan setelah menjalani operasi.

Anda akan dilatih agar dapat melakukan teknik relaksasi. apabila ada hal yang
kurang jelas dapat ditanyakan langsung.

Demikian penjelasan ini, jika Anda memahami dan bersedia berpartisipasi, kami
akan menyediakan lembar persetujuan mengikuti kegiatan ini untuk Anda tanda
tangani. Kami ucapkan terimakasih atas kesediaan Anda menjadi responden
dalam kegiatan ini.

Jakarta, ……………2014

Sapto Haryatmo

enelitian

82 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 2
Persetujuan EBNP
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBAR PERSETUJUAN
MENJADI RESPONDEN PENERAPAN EBNP
(Informed Consent)

Kode Responden: ………….

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan mahasiswa Program Pendidikan


Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penerapan
relaksasi yang akan dilakukan peminatan, saya menyatakan bersedia ikut serta
secara sukarela untuk menjadi responden.

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari
pihak mana pun.

Jakarta,…,..………………, 2014

( ………………………………)

83 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 3
Visual Analog Scale Nyeri
VISUAL ANALOG SCALE NYERI

Pasien:

Seberapa berat nyeri Anda hari ini?


Berikan tanda pada garis di bawah ini untuk menggambarkan seberapa
berat nyeri Anda.

Tidak Nyeri
nyeri sangat berat

84 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 4
Visual Analog Scale Kecemasan
VISUAL ANALOG SCALE KECEMASAN

Pasien:

Seberapa Anda cemas hari ini?


Berikan tanda pada garis di bawah ini untuk menggambarkan tingkat
kecemasanAnda.

Tidak cemas Sangat cemas

85 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 5
Langkah-langkah Relaksasi TBR
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Langkah-langkah Total Body Relaxation

1. Perhatian klien harus difokuskan pada kelompok otot.


2. Pada tanda yang telah ditentukan dari terapis, klien tegang kelompok otot.
3. Ketegangan dipertahankan untuk jangka waktu 5-7 detik*
4. Pada isyarat yang telah ditentukan, klien melepaskan kelompok otot.
5. Klien memfokuskan perhatian pada kelompok otot bersamaan dengan
melemaskan.
6. Setelah otot relaksasi 30-40 detik prosedur diulang lagi
7. Setelah 50-60 detik diakhiri dan dilanjutkan kelompok otot lain

*Otot kaki tidak boleh melebihi 5 detik untuk mencegah kram

86 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 6
Langkah-langkah Jaw Relaxation
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Langkah-langkah Jaw Relaxation

1. Untuk memulai, tarik nafas dalam tiga kali, keluarkan perlahan sambil
membayangkan ketegangan ikut mengalir ke luar.
2. Kencangkan rahang dengan membuka mulut lebar-lebar, tahan 7-10 detik
kemudian lemaskan 15-20 detik
3. Biarkan bibir dan rahang longgar (tidak perlu mengatup)

87 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 7
Lembar Kontrol Discharge Planning
LEMBAR KONTROL DISCHARGE PLANNING

88 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 8
Brosur Pelengkap Lembar Kontrol
BROSUR PELENGKAP LEMBAR KONTROL

89 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


Lampiran 9
Resume Kasus
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

No Kasus Asuhan Keperawatan


1 RM: 012542xx, nama: Tn. SA, usia: 38 Intervensi Keperawatan
tahun 11 bulan, pekerjaan: sopir, agama: - Memfasilitasi penggunaan obat
Islam, pendidikan: lulus SMA, status - Mengkaji nyeri, mengidentifikasi saat dan
perkawinan: kawin, Diagnosa medis : penyebab timbulnya nyeri dan hal-hal yang
post OREF fraktur terbuka kominutif mengurangi nyeri
radius ulna sinistra - Manajemen nyeri
- Menjelaskan penyebab, berapa lama nyeri dan
Pengkajian
antisipasi nyeri akibat prosedur
Mode fisiologis (sensori, proteksi): Luka
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
dibalut kasa dan elastic band, telapak
untuk distraksi
tangan agak bengkak, pengisian kapiler
- Memantau status imun
kurang dari 2 detik, Hb, Ht, leukosit,
- Monitor karakteristik luka
trombosit, eritrosit dalam batas normal.
- Merawat luka dengan teknik steril
Hitung jenis sel, fungsi hati, fungsi ginjal
- Menjaga kebersihan lingkungan (menjaga
dan elektrolit dalam batas normal. Nyeri
kebersihan pakaian, mengganti linen)
dengan skala 4 bertambah ketika tangan
- Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
digerakkan.
tangan dengan teknik yang benar
Stimulus fokal: kerusakan jaringan
akibat trauma, edema jaringan Evaluasi
Stimulus kontekstual: tangan tergencet Tn. SA mengkonsumsi obat sesuai resep,
tembok dan truknya ketika berusaha mengatakan nyeri hampir sepanjang waktu dan
menghentikan truk yang tiba-tiba bertambah berat saat digerakkan, Ekspresi wajah
bergerak dari posisi parkir. Terdapat luka menunjukkan nyeri, suhu tubuh 37.20 C, leukosit
terbuka lebar dengan perdarahan, Tn. SA dalam rentang normal, tidak terdapat drainase
tidak mengalami pingsan purulen, luka tidak bau, linen bersih. Intervensi
yang dilanjutkan: Perawatan luka, manajemen
Stimulus residual: kurang pengetahuan nyeri, kontrol risiko, ROM
mengenai nyeri dan cara mengatasinya;
luka, penyembuhan luka dan
perawatannya
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik
2. Risiko infeksi

2 No. RM: 012124xx, nama: Tn. BS, usia: Intervensi Keperawatan


37 tahun 5 bulan, pekerjaan: karyawan - Memfasilitasi penggunaan obat
swasta, agama: Islam, pendidikan: lulus - Mengkaji nyeri
SMA, status perkawinan: kawin, - Manajemen nyeri
Diagnosa medis: post operasi stabilisasi - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
posterior destruksi spondilitis TB L 2, 3, untuk memberikan distraksi
4. - Mengkaji nyeri sebelum melakukan latihan
fisik
Pengkajian
- Membantu mobilisasi sendi
Mode fisiologis (sensori, aktivitas): rasa
- Menjelaskan tujuan latihan sendi
nyeri pada punggung dengan skala 3,

90 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
aktifitas sehari-hari di rumah sakit - Mengatur posisi di tempat tidur dengan teknik
sepenuhnya dibantu, sangat berhati-hati log roll
dalam bergerak berubah posisi di tempat - Menjelaskan tujuan perubahan posisi di
tidur, Hb 11.4 g/dl, leukosit 13 ribu/ul tempat tidur
- Mencegah trauma saat latihan
Stimulus fokal: nyeri akibat gangguan
- Membantu kegiatan sehari-hari
tulang belakang
Stimulus kontekstual: sudah 2 tahun Evaluasi
merasakan nyeri di pinggang kalau kerja Tn. BS mengatakan nyeri bertambah saat bergerak
berat. 3 Bulan SMRS bertambah berat tetapi dibandingkan sebelum operasi lebih ringan,
bila duduk, berdiri dan berjalan skala nyeri 3, insersi drain terasa nyeri, ekspresi
meskipun menggunakan kruk Stimulus wajah menunjukkan nyeri masih, suhu tubuh 36.50
residual: C, Hb 11.4 g/dl, leukosit 13 ribu/ul, belum ada
Diagnosa Keperawatan brace untuk menopang latihan duduk.
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik
2. Hambatan mobilitas di tempat tidur
b.d. gangguan neuromuskular

3 No. RM: 006733xx, nama: Tn. DD, usia: Intervensi Keperawatan


25 tahun 1 bulan, pekerjaan: mahasiswa, - Mengajarkan penggunaan alat bantu mobilitas
agama: Islam, pendidikan: lulus SMA, - Mengajarkan berpindah
status perkawinan: belum kawin, - Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
pembayaran: Kartu Jakarta Sehat, aktif dan pasif untuk mempertahankan
dirawat di ruang: GPS Lt 1 RSUP kekuatan otot
Fatmawati, Diagnosa medis: fraktur - Memfasilitasi penggunaan obat
ankle webber dekstra. - Mengkaji nyeri, penyebab dan hal-hal yang
mengurangi nyeri
Pengkajian
- Elevasi kaki saat istirahat
Mode Fisiologis (sensori, proteksi,
- Manajemen nyeri
aktifitas): nyeri pada tungkai bawah
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
kanan daerah ankle, telapak kaki tidak
untuk distraksi nyeri
dapat digerakkan, skala nyeri 2, aktifitas
- Mengidentifikasi faktor risiko jatuh
sehari-hari di rumah sakit dilakukan
- Memantau cara berjalan dan keseimbangan
sendiri dengan dibantu keluarga, leukosit
- Merendahkan tempat tidur
12.3 ribu/ul
Stimulus fokal: peningkatan leukosit, Evaluasi
nyeri fraktur, gerakan terbatas, gaya jalan Tn. DD masih mengeluhkan nyeri pada tungkai
tidak seimbang, aktifitas sebagian besar bawah kanan, telapak kaki tidak dapat digerakkan,
dikerjakan sendiri skala nyeri 2, belum mendapatkan penjelasan cara
Stimulus kontekstual: fraktur yang berjalan yang benar dengan alat bantu, mengetahui
terjadi karena kecelakaan, pada saat rencana operasi tetapi belum mendapatkan
kejadian sempat pingsan, tidak penjelasan aktivitas setelah operasi. Ambulasi
mengalami amnesia dengan dibantu crutch, Hb normal, mampu
berjalan seimbang
Stimulus residual: -
Diagnosa
1. Hambatan mobilitas fisik b.d.
kerusakan integritas struktur tulang
2. Nyeri b.d. agen injuri fisik
3. Risiko jatuh

91 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan

4 RM: 012542xx, nama: Tn. SA, usia: 38 Intervensi Keperawatan


tahun 11 bulan, pekerjaan: sopir, agama: - Memfasilitasi penggunaan obat
Islam, pendidikan: lulus SMA, status - Mengkaji nyeri, mengidentifikasi saat dan
perkawinan: kawin, pembayaran: penyebab timbulnya nyeri dan hal-hal yang
Jamkesda Bogor, dirawat di ruang: GPS mengurangi nyeri
Lt 1 RSUP Fatmawati, Diagnosa medis : - Manajemen nyeri
post OREF fraktur terbuka kominutif - Menjelaskan penyebab, berapa lama nyeri dan
radius ulna sinistra antisipasi nyeri akibat prosedur
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
Pengkajian
untuk distraksi
Mode fisiologis (sensori, proteksi): Luka
- Memantau status imun
dibalut kasa dan elastic band, telapak
- Monitor karakteristik luka
tangan agak bengkak, pengisian kapiler
- Merawat luka dengan teknik steril
kurang dari 2 detik, Hb, Ht, leukosit,
- Menjaga kebersihan lingkungan (menjaga
trombosit, eritrosit dalam batas normal.
kebersihan pakaian, mengganti linen)
Hitung jenis sel, fungsi hati, fungsi ginjal
- Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
dan elektrolit dalam batas normal. Nyeri
tangan dengan teknik yang benar
dengan skala 4 bertambah ketika tangan
- Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
digerakkan.
dengan pasien
Stimulus fokal: kerusakan jaringan - Mengajarkan keluarga bagaimana membuang
akibat trauma, edema jaringan balutan luka yang kotor dan sampah biologis
Stimulus kontekstual: kurang lainnya
pengetahuan mengenai nyeri dan cara
mengatasinya; luka, penyembuhan luka Evaluasi
dan perawatannya Tn. SA mengatakan nyeri hampir sepanjang waktu
dan bertambah berat saat digerakkan, ekspresi
Stimulus residual: - wajah menunjukkan nyeri, suhu tubuh 37.20 C,
leukosit dalam rentang normal, tidak terdapat
Diagnosa Keperawatan drainase purulen, luka tidak bau, linen bersih.
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik
2. Risiko infeksi

5 RM : 011808xx, nama: Tn. DU, usia: 33 Intervensi


tahun 8 bulan, pekerjaan: buruh, agama: - Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
Islam, pendidikan: lulus SMP, status bantu mobilitas
perkawinan: kawin, pembayaran: - Mengajarkan dan bantu pasien untuk
Diagnosa medis : post debridement dan berpindah
implant AB beads, kontraktur fleksi genu - Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
sinistra aktif dan pasif untuk mempertahankan
kekuatan otot
Pengkajian
- Kaji konsep diri positif
Mode fisiologis (aktifitas): lutut
- Membantu klien mengantisipasi
mengalami kontraktur fleksi genu
perkembangan situasional yang meningkatkan
sinistra,
harga diri
Mode konsep diri: optimis terlihat lebih - Memberikan penguatan atas kekuatan pribadi
normal meskipun fungsi tidak banyak yang diidentifikasi pasien
berubah - Menggali pencapaian sebelumnya
Stimulus fokal: kontraktur genu - Mendiskusikan peningkatan kemampuan yang
menghambat aktifitas akan didapatkan

92 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
Stimulus kontekstual: Telah dilakukan Evaluasi
ORIF pada lengan atas kanan dan paha Tn. DU mengatakan tidak ada masalah dengan
kaki kiri 5 tahun yang lalu karena fraktur menggunakan alat bantu crutch meskipun
dan dislokasi genu. Setelah dipulangkan pergerakannya tetap terbatas, mengatakan siap
dari rumah sakit tidak pernah berobat menjalani operasi, meyakini penampilannya akan
jalan hingga mencuatnya plat sekrup dari lebih baik dan kemampuannya akan lebih
kulit dan akhirnya terinfeksi baikkarena sebelumnya pun dia mampu
melakukan banyak pekerjaan. Mobilisasi dan
Stimulus residual: kurang pengetahuan
ambulasi mandiri, semua aktivitas sehari-hari
dan kepedulian kesehatan, keyakinan
dilakukan sendiri
keadaan akan membaik
Diagnosa
1. Hambatan mobilitas fisik: tingkat 1
b.d. gangguan muskuloskeletal
2. Kesiapan untuk meningkatkan
konsep diri

6 RM: 012603xx, nama: Tn. AH, usia: 43 Intervensi keperawatan


tahun 8 bulan, pekerjaan: swasta, agama: - Memfasilitasi penggunaan obat
Islam, pendidikan: lulus SMP, status - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
perkawinan: kawin, Diagnosa medis: hal-hal yang mengurangi nyeri
fraktur terbuka suprakondiler femur - Manajemen nyeri
kanan, post ORIF K-wire dislokasi - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
terbuka MCPJ jempol kanan distraksi nyeri
- Mengatur posisi traksi yang sesuai
Pengkajian
- Mengajarkan relaksasi
Mode fisiologis (sensori, proteksi,
- Memberi waktu kepada pasien untuk
aktiritas): nyeri pada tungkai kanan skala
mengajukan pertanyaan.
nyeri 3 dan nyeri luka operasi di jempol
- Melibatkan keluarga atau orang terdekat
tangan kanan.
dalam melakukan intervensi
Stimulus fokal: fraktur, dislokasi dan - Memberi penyuluhan kesehatan kepada klien
luka post operasi, skeletal traksi kaki dan keluarga tentang : persiapan pra bedah,
kanan e.c. fraktur femur suprakondiler dan prosedur tindakan pembedahan, diet,
dengan beban 7 kg konsumsi obat sesuai resep, dan perawatan
Stimulus kontekstual: mengalami luka post operasi selanjutnya di rumah.
kecelakaan dan fraktur terbuka femur - Memantau status imun
kanan dan dislokasi jari jempol, kurang - Memastikan intake kalori dan protein yang
pengetahuan mengenai tindakan cukup
penanganan - Monitor karakteristik luka
- Merawat luka dengan teknik aseptik
Stimulus residual: - - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
Diagnosa kebutuhan
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik - Menjaga kebersihan lingkungan
2. Kurang pengetahuan tentang - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
program pengobatan dan perawatan tangan dengan teknik yang benar
b.d. kurangnya informasi - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
3. Risiko infeksi dengan pasien

Evaluasi
Tn. AH mengeluhkan rasa nyeri dengan skala 3
pada area fraktur femur dan lebih berat kalau

93 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
dipakai bergerak, nyeri pada luka post operasi
tangan. Mobilisasi di tempat tidur dibatasi, Hb 5.8
g/dl, trombosit 117 ribu/ul. Terdapat luka operasi
akibat dislokasi pada tangan dan balutan luka pada
area fraktur femur, terpasang traksi skelet dengan
beban 7 kg, pasien imobilisasi dengan posisi
telentang.

7 No. RM: 012621xx, nama: Tn. SA, usia: Intervensi keperawatan


30 tahun 7 bulan, pekerjaan: swasta, - Memfasilitasi penggunaan obat
agama: Islam, pendidikan: lulus SMA, - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
status perkawinan: kawin, Diagnosa hal-hal yang mengurangi nyeri
medis: fraktur femur tertutup kanan. - Manajemen nyeri: memberikan informasi
mengenai penyebab, berapa lama nyeri dan
Pengkajian
antisipasi nyeri akibat prosedur
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): nyeri - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
pada paha kanan skala nyeri 4-5 saat untuk memberikan distraksi nyeri dan
bergerak, nyeri berkurang saat diam menyarankan untuk melakukannya
tidak digerakkan, deformitas pada femur - Mengatur posisi traksi yang sesuai
kanan, kulit tegang, bengkak, nyeri saat - Mengajarkan relaksasi
ditekan, aktifitas sehari-hari dengan - Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
bantuan, Skin traksi dengan beban 5 kg belajar
Stimulus fokal: fraktur dan inflamasi, - Memberi waktu kepada pasien untuk
imobilisasi dan terpasang traksi akibat mengajukan beberapa pertanyaan dan
fraktur mendiskusikan permasalahannya.
- Melibatkan keluarga atau orang terdekat
Stimulus kontekstual: mengalami dalam melakukan intervensi keperawatan, bila
kecelakaan menabrak mobil yang perlu.
berhenti tiba-tiba, sempat pingsan dan - Memberi penyuluhan kesehatan kepada klien
mengalami frakur tertutup paha kanan dan keluarga tentang : persiapan pra bedah,
Stimulus residual: kurang pengetahuan dan prosedur tindakan pembedahan, diet,
mengenai tindakan dan persiapan konsumsi obat sesuai resep, dan perawatan
luka post operasi selanjutnya di rumah.
Diagnosa
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik Evaluasi
2. Kurang pengetahuan tentang Tn. SA mengeluhkan rasa nyeri dengan skala 4-5
program pengobatan dan perawatan pada area fraktur saat bergerak, diet habis, tidak
b.d. kurangnya informasi ada masalah BAK, belum BAB sejak sehari
sebelumnya. Mobilisasi di tempat tidur dibatasi,
tekanan darah 120/80 mmHg, terpasang skin traksi
dengan beban 5 kg, pasien imobilisasi dengan
posisi telentang, aktivitas dibantu oleh keluarga,
tidak ada perdarahan, paha bengkak, kulit terlihat
tegang.

8 Tn. YG, usia: 21 tahun, pekerjaan: Intervensi Keperawatan


mahasiswa, agama: Islam, pendidikan: - Memfasilitasi penggunaan obat
lulus SMA, status perkawinan: belum - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
kawin, pembayaran: tunai, dirawat di hal-hal yang mengurangi nyeri
ruang: GPS Lt 1 RSUP Fatmawati, - Mengobservasi ekspresi nyeri
Diagnosa medis: post OREF open - Manajemen nyeri

94 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
fracture dengan bone expose shaft femur - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
sinistra distraksi nyeri
- Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
Pengkajian
bantu mobilitas
Mode fisiologis (sensori, proteksi,
- Mengajarkan dan bantu pasien untuk
aktifitas): mengatakan nyeri dengan
perubahan posisi
skala 7 pada luka, post operasi
- Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
debridement tulang dan jaringan otot,
aktif dan pasif untuk mempertahankan
luka luas pada paha kiri, terbuka sampai
kekuatan otot
tulang, tidak ada perdarahan, luka berbau
- Memantau status imun
Stimulus fokal: kerusakan jaringan - Monitor karakteristik luka
lunak, luka terbuka - Merawat luka dengan teknik aseptik
Stimulus kontekstual: pasien kecelakaan - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
lalu lintas dengan fraktur terbuka kebutuhan
kominutis, telah dilakukan OREF, - Menjaga kebersihan lingkungan
terdapat luka terbuka, skin loss. - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
tangan dengan teknik yang benar
Stimulus residual: - - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
Diagnosa dengan pasien
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik - Memantau pemberian antibiotik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d.
kerusakan integritas struktur tulang Evaluasi
3. Risiko infeksi Tn. YG mengatakan nyeri dengan skala 8 pada
luka operasi, luka luas pada paha kiri, berbau,
struktur otot tidak beraturan. Hambatan mobilitas
fisik, nyeri dan risiko infeksi. Perlu dikaji konsep
diri pasien dan interdependensi

9 RM : 012630xx, nama: Tn. HA, usia: 22 Intervensi Keperawatan


tahun 7 bulan, pekerjaan: pelajar, agama: - Memfasilitasi penggunaan obat
Islam, pendidikan: lulus SMA, status - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
perkawinan: belum kawin, Diagnosa hal-hal yang mengurangi nyeri
medis: fraktur skapula dekstra fraktur - Mengobservasi ekspresi nyeri
costae III, IV, V, VII, VIII, IX dekstra, - Manajemen nyeri
contusio paru - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Pengkajian
menyarankan untuk melakukannya
Mode fisiologis (sensori, oksigenasi,
- Merawat luka tidak terburu-buru
proteksi): nyeri pada bahu/punggung
- Mengkaji faktor risiko yang dapat
kanan dengan skala 8. Terdapat nyeri
menimbulkan cedera/memperngaruhi
tekan pada bahu dan dada, nyeri saat
keamanan
mengambil napas maksimal, Melaporkan
- Mengidentifikasi faktor lingkungan yang
gerakan tangan tidak bagus dan nyeri
meningkatkan risiko cedera
saat diangkat, Tidak merasakan sesak
- Membantu ambulasi jika diperlukan
napas, luka lecet di bahu, lengan dan
- Menempatkan bel pada posisi yang mudah
dahi
dijangkau tangan yang sehat
Stimulus fokal: fraktur skapula dekstra - Meletakkan barang yang sering dipakai di
fraktur costae III, IV, V, VII, VIII, IX tempat yang mudah dijangkau
dekstra, nyeri saat tarik nafas
Stimulus kontekstual: fraktur costae Evaluasi
Klien mengatakan nyerinya hilang timbul tetapi

95 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
berisiko melukai paru-paru tidak pernah benar-benar hilang hanya lebih
ringan skala nyeri 7 saat berat dan 3-4 saat ringan,
Stimulus residual: -
terasa nyeri saat mengangkat tangan dan menarik
Diagnosa napas maksimal. Luka-luka lecet di bahu, lengan
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik dan dahi, memar di dada, nampak pelan-pelan saat
2. Risiko cedera bernapas, ekspresi muka menahan nyeri bila
mengangkat tangan kanan

10 RM : 012641xx, nama: Tn. ZN, usia: 47 Intervensi Keperawatan


tahun 7 bulan, pekerjaan: swasta, agama: - Mengkaji nyeri sebelum melakukan latihan
Islam, pendidikan: lulus akademi, status fisik
perkawinan: kawin, Diagnosa medis: - Menjelaskan tujuan latihan sendi
post ORIF fraktur femur bilateral, fraktur - Menjelaskan tujuan perubahan posisi di
radius dextra, fraktur kalkaneus dextra, tempat tidur
fraktur maxilla-mandibula - Menyarankan pasien berperan aktif saat
perubahan posisi
Pengkajian
- Mencegah trauma saat latihan
Mode fisiologis (sensori, aktifitas,
- Membantu kegiatan sehari-hari
proteksi): nyeri dengan skala 2 pada luka
- Memfasilitasi penggunaan obat
operasi, gerakan pergelangan tangan
-
terbatas oleh nyeri, mobilisasi di tempat
- Mengidentifikasi faktor risiko jatuh
tidur dengan bantuan, mukosa bibir agak
- Monitor kemampuan mobilisasi di tempat
kering
tidur
Stimulus fokal: luka post operasi, - Merendahkan tempat tidur
mukosa bibir kering, fraktur maxilla- - Memasang siderail
mandibula - Meletakkan barang-barang mudah dijangkau
Stimulus kontekstual: mengalami sendiri oleh klien
kecelakaan mobil dan fraktur multipel,
telah dilakukan operasi Evaluasi
Merasa mampu melakukan latihan dan mobilisasi
Stimulus residual: tingkat pendidikan di tempat tidur sendiri, berharap tulang-tulang
dan pengetahuan mendukung kesiapan yang fraktur dapat sembuh sempurna. Keadaan
meningkatkan konsep diri dan peran umum baik, tingkat kesadaran kompos mentis
Diagnosa dengan nilai GCS 15 (E4M5V6). TD 120/80
1. Hambatan mobilitas di tempat tidur mmHg, RR 20 x/menit, nadi 84 x/menit, suhu
b.d. kerusakan integritas struktur 37°C, mobilisasi di tempat tidur dengan bantuan,
tulang memar di supraorbital, muka tidak simetris, mulut
2. Risiko jatuh membuka tidak maksimal, mukosa bibir agak
kering, kekuatan otot ekstremitas baik.

11 No. RM : 012645xx, nama: Tn. KS, usia: Intervensi Keperawatan


47 tahun 2 bulan, pekerjaan: buruh, - Memfasilitasi penggunaan obat
agama: Islam, pendidikan: lulus SMP, - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
status perkawinan: kawin, Diagnosa hal-hal yang mengurangi nyeri
medis: post ORIF fraktur terbuka - Mengobservasi ekspresi nyeri
midshaft tibia dextra, fraktur fibula - Manajemen nyeri
dextra. - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
distraksi nyeri
Pengkajian
- Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
Mode fisiologis (sensori, proteksi):
bantu mobilitas
telapak kaki tidak bisa merasakan &
- Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
tidak bisa digerakkan, mobilisasi di

96 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
tempat tidur mandiri, area dorsopedis aktif dan pasif untuk mempertahankan
sampai anterior tungkai bawah kanan kekuatan otot
kulit tegang dan nampak menghitam - Memantau status imun
- Monitor karakteristik luka
Stimulus fokal: fraktur, kerusakan
- Merawat luka dengan teknik aseptik
vaskularisasi, luka
- Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
Stimulus kontekstual: riwayat fraktur kebutuhan
terbuka, jaringan tubuh terpapar - Menjaga kebersihan lingkungan (menjaga
lingkungan eksternal kebersihan pakaian, mengganti linen)
Stimulus residual: - - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
tangan dengan teknik yang benar
Diagnosa - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik dengan pasien
2. Hambatan mobilitas fisik b.d. - Memantau pemberian antibiotik
kerusakan integritas struktur tulang
3. Risiko infeksi Evaluasi
Tn. KS mengatakan nyeri dengan skala 2 pada
luka operasi, Telapak kaki tidak bisa merasakan,
Telapak kaki tidak bisa digerakkan. Keadaan
umum baik, tingkat kesadaran kompos mentis
dengan. TD 120/80 mmHg, RR 20 x/menit, nadi
84 x/menit, suhu 37°C, mobilisasi di tempat tidur
mandiri, Area dorsopedis sampai anterior tungkai
bawah kanan kulit tegang dan nampak menghitam

12 RM : 012619xx, nama: Tn. US, usia: 77 Intervensi Keperawatan


tahun 5 bulan, pekerjaan: tidak bekerja, - Memfasilitasi penggunaan obat
agama: Islam, status perkawinan: kawin, - Mengkaji nyeri, mengidentifikasi saat dan
Diagnosa medis: fraktur tertutup penyebab timbulnya nyeri dan hal-hal yang
intertrochanter femur dextra, fraktur mengurangi nyeri
basis cranii, fraktur sinus maxillaris - Mengobservasi ekspresi nyeri
dextra, hiperglikemia - Manajemen nyeri
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
Pengkajian
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Mode fisiologis (sensori, aktifitas, fungsi
menyarankan untuk melakukannya
endokrin): nyeri, terpasang skin traksi,
- Mengidentifikasi faktor risiko jatuh
kelemahan otot pada ekstremitas bawah
- Memantau kesadaran dan mobilisasi di tempat
kanan, hiperglikemia
tidur
Stimulus fokal: fraktur, terpasang traksi - Merendahkan tempat tidur
Stimulus kontekstual: multiple fraktur, - Memasang siderail
riwayat cedera kepala
Evaluasi
Stimulus residual: pasien menderita Tn. US mengatakan nyeri, skala tidak dapat
diabetes mellitus, usia tua diukur, keadaan sedang, komposmentis, terpasang
Diagnosa Keperawatan skin traksi, mampu mobilisasi tempat tidur,
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik gerakan kadang tidak terkontrol
2. Risiko jatuh

13 No. RM: 012594xx, nama: Tn. AY, usia: Intervensi Keperawatan


28 tahun 9 bulan, pekerjaan: pekerja - Memfasilitasi penggunaan obat
lepas, agama: Islam, pendidikan: lulus - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan

97 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
SMA, status perkawinan: belum kawin, hal-hal yang mengurangi nyeri
Diagnosa medis: post ORIF ec fraktur - Mengobservasi ekspresi nyeri
terbuka shaft tibia kiri dan fraktur - Manajemen nyeri
tertutup shaft fibula kiri, cedera kepala - Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
ringan. bantu mobilitas
- Mengajarkan dan bantu pasien untuk
Pengkajian
berpindah
Mode fisiologis (sensori, , proteksi,
- Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
neurologis): mengeluhkan rasa nyeri
aktif dan pasif untuk mempertahankan
pada tungkai bawah kiri skala nyeri 4-5
kekuatan otot
semakin berat saat bergerak dan
- Memantau status imun
berkurang saat aktivitas dikurangi,
- Memastikan intake kalori dan protein yang
terdapat luka lecet pada dahi pipi kanan
cukup
dagu dan kedua tangan
- Monitor diet dan pantangan pasien
Mode konsep diri: berharap setelah - Monitor karakteristik luka
menjalani operasi cepat pulih dan dapat - Merawat luka dengan teknik asepik
menjalankan aktivitasnya lagi. - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
Stimulus fokal: fraktur, inflamasi kebutuhan
- Menjaga kebersihan lingkungan
Stimulus kontekstual: riwayat trauma - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
dan cedera kepala tangan dengan teknik yang benar
Stimulus residual: - - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
dengan pasien
Diagnosa - Memantau pemberian antibiotik
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d. Evaluasi
kerusakan integritas struktur tulang Tn. AY mengeluhkan rasa nyeri dengan skala 4
3. Risiko infeksi pada tungkai bawah kiri pada area luka operasi
dan lebih berat kalau dipakai mobilisasi, nyeri
pada luka-luka lecet di wajah dan tangan.
Mobilisasi di tempat tidur mandiri, mobilisasi fisik
dan ambulasi belum dilakukan, Hb 12.7 g/dl,
leukosit 16.6 ribu/ul. Terdapat luka operasi akibat
fraktur terbuka dan kerusakan jaringan kulit
berupa lecet di muka dan tangan.

14 No. RM: 012494xx, nama: Nn. ES, usia: Intervensi keperawatan


24 tahun 4 bulan, pekerjaan: swasta, - Memfasilitasi penggunaan obat
agama: Islam, pendidikan: lulus SD, - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
status perkawinan: belum kawin, hal-hal yang mengurangi nyeri
Diagnosa medis: post ORIF ec fraktur - Manajemen nyeri
terbuka distal radius-ulna kiri dan fraktur - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
tertutup distal humerus kanan, skin loss distraksi nyeri
post skin graft. - Merawat luka tidak terburu-buru
- Memantau status imun
Pengkajian
- Monitor karakteristik luka
Mode fisiologis (sensori, proteksi): - Merawat luka dengan teknik aseptik
mengeluhkan rasa nyeri pada persendian - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
skala nyeri 2-3 gatal pada area donor kebutuhan
kulit, balutan tidak rembes, tidak ada - Menjaga kebersihan lingkungan
perdarahan - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci

98 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
Stimulus fokal: fraktur, inflamasi, tangan dengan teknik yang benar
kerusakan kulit karena trauma dan donor - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
skin graft dengan pasien
- Memantau pemberian antibiotik
Stimulus kontekstual: riwayat fraktur
- Mendiskusikan kecemasan
terbuka dan kehilangan kulit, terpapar
lingkungan eksternal
Evaluasi
Stimulus residual: - Mobilisasi tidak ada hambatan, nyeri masih
Diagnosa muncul dengan intensitas ringan, luka donor terasa
gatal, HB 10,6 gr/dl, pengetahuan tentang
1. Nyeri akut b.d. agen injury fisik prosedur perlu dilakukan penguatan.
2. Risiko infeksi
3. Cemas
15 No. RM: 012613xx, nama: Tn. RO, usia: Intervensi Keperawatan
48 tahun 4 bulan, pekerjaan: swasta, - Memfasilitasi penggunaan obat
agama: Islam, pendidikan: lulus SLTA, - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
status perkawinan: kawin, Diagnosa hal-hal yang mengurangi nyeri
medis: post debridement dan ORIF K- - Manajemen nyeri
wire metatarsal 2, 3, 4 pedis dextra. - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Pengkajian
menyarankan untuk melakukannya
Mode fisiologis (sensori, proteksi): rasa - Memantau status imun
nyeri dengan skala nyeri 2-3, balutan - Monitor karakteristik luka
tidak rembes, tidak ada perdarahan, - Merawat luka dengan teknik aseptik
terpasang kateter urin, leukosit 13,4 - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
ribu/ul. kebutuhan
Stimulus fokal: fraktur, inflamasi, - Menjaga kebersihan lingkungan
kerusakan kulit karena trauma, ruptur - Memantau pemberian antibiotik
tendon - Mengkaji kecemasan yang dialami
- Memberikan edukasi mengenai prosedur yang
Stimulus kontekstual: riwayat fraktur telah dikerjakan
terbuka terpapar lingkungan eksternal - Edukasi rehabilitasi post operasi
Stimulus residual: -
Evaluasi
Diagnosa Tn. RO mengeluhkan rasa nyeri dengan skala 3
1. Nyeri akut b.d. agen injury fisik pada tungkai bawah pada area luka operasi,
2. Risiko infeksi imobilisasi digiti post reparasi tendon. Mobilisasi
3. Cemas b.d. krisis situasional di tempat tidur mandiri, mobilisasi fisik dan
ambulasi dibantu alat, Hb dalam batas normal,
leukosit 13,4 ribu/ul. Terdapat luka operasi akibat
fraktur terbuka.

16 No. RM: 012526xx, nama: Tn. FE, usia: Intervensi keperawatan


22 tahun 5 bulan, agama: Islam, - Memfasilitasi penggunaan obat
pendidikan: lulus SLTA, status - Mengkaji nyeri
perkawinan: belum kawin, Diagnosa - Manajemen nyeri
medis: post OREF fraktur terbuka - Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
kominutif tibia dextra dan fraktur bantu mobilitas
tertutup fibula dextra. - Mengajarkan dan bantu pasien untuk
berpindah
Pengkajian
- Mengajarkan dan mendukung latihan ROM

99 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
Mode fisiologis (sensori, proteksi, aktif dan pasif untuk mempertahankan
aktifitas): rasa nyeri dengan skala nyeri kekuatan otot
2-3, balutan tidak rembes, tidak ada - Memantau status imun
perdarahan, mampu berdiri dan jalan - Monitor karakteristik luka
dengan bantuan, Hb 6,1 gr/dl, Hmt 18% - Merawat luka dengan teknik aseptik
- Menjaga kebersihan lingkungan
Stimulus fokal: fraktur, inflamasi,
- Memantau pemberian antibiotik
kerusakan kulit karena trauma, imunitas
- Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
menurun
- Memantau cara berjalan, keseimbangan dan
Stimulus kontekstual: riwayat fraktur keletihan saat ambulasi
terbuka terpapar lingkungan eksternal, - Latihan cara berjalan dengan alat bantu crutch
kemampuan berjalan menurun - Mengorientasikan letak bel untuk meminta
Stimulus residual: - bantuan perawat saat tidak ada yang
membantu ambulasi
Diagnosa - Merendahkan tempat tidur
1. Nyeri b.d. agen injury fisik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d. Evaluasi
kerusakan integritas struktur tulang Tn. FE mengeluhkan rasa nyeri dengan skala 3
3. Risiko infeksi pada tungkai bawah, bengkak pada ekstremitas
4. Risiko jatuh berkurang bila diposisikan elevasi. Mobilisasi di
tempat tidur mandiri, mobilisasi fisik dan ambulasi
dengan bantuan. Terdapat luka operasi akibat
fraktur terbuka dan kerusakan jaringan kulit.

17 No. RM: 012824xx, nama: Tn. MA, usia: Intervensi keperawatan


47 tahun 3 bulan, agama: Islam, - Memfasilitasi penggunaan obat
pendidikan: lulus SLTA, status - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
perkawinan: kawin, Diagnosa medis: hal-hal yang mengurangi nyeri
post OREF fraktur 1/3 distal cruris - Mengobservasi ekspresi nyeri
sinistra dan osteomyelitis. - Manajemen nyeri
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
Pengkajian
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Mode fisiologis (sensori, proteksi,
menyarankan untuk melakukannya
aktifitas): rasa nyeri dengan skala nyeri
- Merawat luka tidak terburu-buru
3-4, luka post operasi
- Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
Stimulus fokal: fraktur, imunitas - Memantau cara berjalan, keseimbangan dan
menurun keletihan saat ambulasi
Stimulus kontekstual: riwayat ORIF dan - Latihan cara berjalan dengan alat bantu crutch
osteomyelitis - Mengorientasikan letak bel untuk meminta
bantuan perawat saat tidak ada yang
Stimulus residual: kurang pengetahuan membantu ambulasi
Diagnosa - Merendahkan tempat tidur

1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik Evaluasi:


2. Risiko jatuh Rasa nyeri dengan skala 3 pada tungkai bawah
kiri, mobilisasi mandiri dengan bantuan alat, luka
post operasi kering, tidak terjadi perdarahan,
mobilisasi di tempat tidur mandiri, aktivfitas
sehari-hari dengan bantuan minimal

18 No. RM: 012798xx, nama: Tn. MM, Intervensi keperawatan

100 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
usia: 34 tahun, agama: Islam, - Memantau status imun
pendidikan: lulus SLTA, pekerjaan: - Monitor karakteristik luka
pegawai swassta, status perkawinan: - Merawat luka dengan teknik aseptik
duda, Diagnosa medis: non-union femur - Menjaga kebersihan lingkungan
dextra, mal-union tibia sinistra. terpasang - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
traksi dengan rencana tindakan ORIF tangan dengan teknik yang benar
- Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
Pengkajian
dengan pasien
Mode fisiologis (proteksi, aktifitas): - Memantau pemberian antibiotik
terpasang traksi skeletal, mobilisasi fisik - Mengkaji faktor resiko yang dapat
dibatasi, mobilisasi di tempat tidur menimbulkan cedera/memperngaruhi
dengan bantuan keamanan
Stimulus fokal: insersi traksi skeletal, - Menempatkan bel pada posisi yang mudah
terdapat pseudoartrosis dijangkau tangan yang sehat
- Meletakkan barang yang sering dipakai di
Stimulus kontekstual: fraktur sejak 18 tempat yang mudah dijangkau
bulan sebelumnya diobati di dukun patah - Mobilisasi dengan menjaga tungkai dalam
tulang terjadi non-union pada femur sumbu normal
kanan dan mal-union tibia sinistra
Stimulus residual: - Evaluasi
Tidak terdapat tanda infeksi, terdapat
Diagnosa pseudoarthrosis, klien belum mengetahui risiko
1. Risiko infeksi komplikasi penanganan fraktur yang salah, tidak
2. Risiko cedera terdapat keluhan nyeri, klien menanyakan tentang
prosedur traksi yang dilakukan

19 No. RM: 012702xx, nama: Tn. DS, usia: Intervensi keperawatan


50 tahun, agama: Islam, pendidikan: - Memfasilitasi penggunaan obat
lulus SLTA, pekerjaan: pegawai swassta, - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
status perkawinan: kawin, Diagnosa hal-hal yang mengurangi nyeri
medis: post stabilisasi sspondilolitesis L- - Manajemen nyeri
3-L4 - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Pengkajian
menyarankan untuk melakukannya
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): - Membantu mobilisasi sendi
keluhan nyeri punggung dengan skala 4, - Menjelaskan tujuan latihan sendi
Hb 11,8 gr/dl, leukosit 14,1 ribu/ul, - Menjelaskan tujuan perubahan posisi di tempat
mobilisasi di tempat tidur dengan tidur
bantuan, aktifitas sehari-hari dibantu - Melatih mobilisasi duduk jika sudah
keluarga memungkinkan sesuai kemampuan, kekuatan
Stimulus fokal: imobilisasi dan post dan tersedianya alat bantu
operasi - Membantu kegiatan sehari-hari
- Mengkaji faktor resiko yang dapat menimbulkan
Stimulus kontekstual: keluhan nyeri cedera
punggung terjadi sejak 4 tahun yang lalu - Membantu perubahan posisi dengan log roll
Stimulus residual: kurang pengetahuan - Menempatkan bel pada posisi yang mudah
kesehatan dijangkau
- Meletakkan barang yang sering dipakai di
Diagnosa tempat yang mudah dijangkau
1. Nyeri kronik b.d. ketidak mampuan
fisik kronik Evaluasi

101 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
2. Hambatan mobilitas di tempat tidur kesadaran compos mentis, skla norton 15, nyeri
b.d. gangguan neuromuskuler pada pinggang dengan skala 3, nampak kesakitan
3. Risiko cedera saat dibantu perubahan posisi di tempat tidur,
4. Cemas b.d. krisis situasional tidak ada tanda cedera lebih lanjut, tidak terjadi
dekubitus, tidak ada tanda infeksi

20 No. RM: 012248xx, nama: Tn. MS, usia: Intervensi keperawatan


43 tahun 7 bulan, agama: Islam, - Memfasilitasi penggunaan obat
pendidikan: lulus akademi, pekerjaan: - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
wiraswasta, status perkawinan: kawin, hal-hal yang mengurangi nyeri
Diagnosa medis: post ORIF fraktur - Mengobservasi ekspresi nyeri
tertutup distal femur e.c. fraktur delayed - Manajemen nyeri
union distal femur - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Pengkajian
menyarankan untuk melakukannya
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): - Merawat luka tidak terburu-buru
keluhan nyeri area fraktur dengan skala - Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
2, aktifitas sehari-hari dibantu keluarga bantu mobilitas
Stimulus fokal: post operasi fraktur - Mengajarkan dan bantu pasien untuk
berpindah
Stimulus kontekstual: riwayat fraktur di - Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
lokasi sama 1 tahun sebelumnya dibawa aktif dan pasif untuk mempertahankan
ke dukun kemudian dioperasi 2013, kekuatan otot
sebelum masuk rumah sakit jatuh dan - Edukasi fraktur, penyembuhan dan
patah lagi komplikasinya
Stimulus residual: kurang pengetahuan
kesehatan Evaluasi
Nyeri yang dirasakan dengan skala ringan dan
Diagnosa dapat diatasi, mobilitas di tempat tidur mandiri,
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik direncanakan mobilitas fisik dengan alat bantu,
2. Hambatan mobilitas fisik b.d. pengetahuan tentang fraktur meningkat, merasa
kerusakan integritas struktur tulang cemas karena penyembuhan sebelumnya tidak
3. Kurang pengetahuan mengenai berjalan dengan baik
penyakit dan penatalaksanaan b.d.
kurangnya informasi

21 No. RM: 012649xx, nama: Tn. EW, usia: Intervensi keperawatan


21 tahun, agama: Islam, pendidikan: - Memfasilitasi penggunaan obat
lulus SLTA, pekerjaan: mahasiswa, - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
status perkawinan: belum kawin, hal-hal yang mengurangi nyeri
Diagnosa medis: post OREF cruris - Manajemen nyeri
dextra pro STSG - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
distraksi nyeri
Pengkajian
- Memantau status imun
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): - Monitor karakteristik luka
keluhan nyeri area fraktur dengan skala - Merawat luka dengan teknik aseptik
2, mobilisasi dengan alat bantu - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
Stimulus fokal: fraktur, skin loss di kebutuhan
permukaan fraktur, rencana STSG - Menjaga kebersihan lingkungan
- Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
Stimulus kontekstual: fraktur terjadi 3 tangan dengan teknik yang benar
102 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
bulan sebelumnya dan telah dilakukan - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
OREF untuk stabilisasi dan saat ini akan dengan pasien
menjalani operasi lagi untuk menutup - Memantau pemberian antibiotik
bagian kulit yang hilang - Mendiskusikan rencana tindakan
- Memberikan kesempatan mengungkapkan
Stimulus residual: -
kecemasan
Diagnosa
1. Nyeri akut b.d.agen cedera fisik Evaluasi
2. Risiko infeksi Nyeri yang dirasakan dengan skala ringan dan
3. Kurang pengetahuan dapat diatasi, mobilitas di tempat tidur mandiri,
mobilitas fisik dengan alat bantu dilakukan
mandiri, sudah mengetahui rencana tindakan yang
akan dilakukan, siap menjalani operasi
22 No. RM: 012649xx, nama: Tn. IN, usia: Intervensi keperawatan
22 tahun, agama: Islam, pendidikan: - Memfasilitasi penggunaan obat
lulus SLTA, pekerjaan: buruh, status - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
perkawinan: kawin, Diagnosa medis: hal-hal yang mengurangi nyeri
post stabilisasi posterior burst fracture - Mengobservasi ekspresi nyeri
lumbal 1 - Manajemen nyeri
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
Pengkajian
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): menyarankan untuk melakukannya
keluhan nyeri pinggang belakang, tidak - Mengkaji nyeri sebelum melakukan latihan
mampu mobilisasi fisik, mobilisasi fisik
tempat tidur dengan bantuan dan - Membantu mobilisasi sendi
pengawasan - Menjelaskan tujuan latihan sendi
Stimulus fokal: fraktur, luka post operasi, - Menjelaskan tujuan perubahan posisi di
cemas karena kehilangan kemampuan tempat tidur
- Menyarankan pasien berperan aktif saat
Stimulus kontekstual: riwayat jatuh perubahan posisi
terduduk dan terjadi fraktur pada lumbal - Melatih mobilisasi duduk jika sudah
1 memungkinkan sesuai kemampuan, kekuatan
Stimulus residual: - dan tersedianya alat bantu
- Mencegah trauma saat latihan
Membantu kegiatan sehari-hari
Diagnosa
Evaluasi
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik Terpasang DC dan infus, tidak terdapat tanda
2. Hambatan mobilitas di tempat tidur infeksi, luka operasi kering, nyeri yang dirasakan
b.d. kerusakan integritas struktur dengan skala ringan dan dapat diatasi, mobilitas di
tulang tempat tidur dengan bantuan, rencanakan latihan
3. Cemas b.d. krisis situasional duduk bila alat bantu yang diperlukan ada.

23 No. RM: 012878xx, nama: Tn. MH, usia: Intervensi Keperawatan


20 tahun 10 bulan, agama: Islam, - Memfasilitasi penggunaan obat
pendidikan: lulus SLTA, pekerjaan: - Mengkaji nyeri, mengidentifikasi saat dan
mahasiswa, status perkawinan: belum penyebab timbulnya nyeri dan hal-hal yang
kawin, Diagnosa medis: post mengurangi nyeri
debridement dan skeletal traksi fraktur - Mengobservasi ekspresi nyeri
terbuka 1/3 distal femur kanan, fraktur - Manajemen nyeri
tertutup radius kanan, fraktur tertutup - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas

103 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
klavikula kanan, cedera kepala ringan untuk memberikan distraksi nyeri dan
menyarankan untuk melakukannya
Pengkajian
- Mengidentifikasi faktor risiko jatuh
Mode fisiologis (sensori, aktifitas, fungsi
- Memantau kesadaran dan mobilisasi di tempat
endokrin): nyeri, terpasang skeletal
tidur
traksi, kelemahan otot pada ekstremitas
- Merendahkan tempat tidur
bawah kanan, hiperglikemia
- Memasang siderail
Stimulus fokal: fraktur, terpasang traksi
Stimulus kontekstual: multiple fraktur, Evaluasi
riwayat cedera kepala Tn. MH mengatakan nyeri, skala 3, keadaan
sedang, komposmentis, terpasang skeletal traksi,
Stimulus residual: pasien menderita mampu mobilisasi tempat tidur dengan bantuan,
diabetes mellitus, usia tua terpasang backslap lengan kanan, luka post
Diagnosa Keperawatan debridement tidak perdarahan.
1. Nyeri b.d. agen injuri fisik
2. Risiko jatuh

24 No. RM: 011659xx, nama: Tn. DH, usia: Intervensi keperawatan


53 tahun, agama: Islam, pendidikan: - Mengkaji faktor resiko yang dapat
tamat SLTP, pekerjaan: swasta, status menimbulkan cedera/memperngaruhi
perkawinan: kawin, Diagnosa medis: keamanan
cedera kepala ringan, fraktur klavikula - Mengidentifikasi faktor lingkungan yang
dextra, fraktur scapula dextra menungkatkan resiko cedera
- Menempatkan bel pada posisi yang mudah
Pengkajian
dijangkau tangan yang sehat
Mode fisiologis (sensori, proteksi): nyeri - Meletakkan barang yang sering dipakai di
pada fraktur skala 2, lekosit 14,8 ribu/ul tempat yang mudah dijangkau
Stimulus fokal: fraktur, - Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
- Memantau cara berjalan, keseimbangan dan
Stimulus kontekstual: riwayat kecelakaan keletihan saat ambulasi
dan sempat tidak sadar - Merendahkan tempat tidur
Stimulus residual: - - Memfasilitasi penggunaan obat
- Manajemen nyeri
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
Diagnosa distraksi nyeri dan menyarankan untuk
melakukannya
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik
2. Risiko jatuh Evaluasi
Skala nyeri ringan, nafas spontan, frekuensi nafas
dalam batas normal keterbatasan gerak ekstremitas
kanan, mobilisasi fisik mandiri.
25 No. RM: 012891xx, nama: Tn. HR, usia: Intervensi keperawatan
14 tahun 3 bulan, agama: Islam, - Memfasilitasi penggunaan obat
pendidikan: SMP, pekerjaan: -, status - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
perkawinan: belum kawin, Diagnosa hal-hal yang mengurangi nyeri
medis: fraktur tertutup intertrochanter - Mengobservasi ekspresi nyeri
femur dextra, fraktur tertutup shaft femur - Manajemen nyeri
sinistra - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Pengkajian
menyarankan untuk melakukannya
Mode fisiologis (sensori, aktifitas, - Merawat luka tidak terburu-buru

104 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
proteksi): nyeri pada kedua paha, luka- - Mengkaji faktor resiko yang dapat
luka lecet pada muka, tangan, tungkai menimbulkan cedera/memperngaruhi
dan punggung kaki, Hb 9,9 g/dl, lekosit keamanan
21 ribu/ul. - Mengidentifikasi faktor lingkungan yang
menungkatkan resiko cedera
Stimulus fokal: fraktur, deformitas,
- Membantu ambulasi jika diperlukan
kerusakan integritas kulit, imobilisasi
- Menempatkan bel pada posisi yang mudah
Stimulus kontekstual: - dijangkau tangan yang sehat
Stimulus residual: - - Meletakkan barang yang sering dipakai di
tempat yang mudah dijangkau

Diagnosa
Terpasang traksi kedua kaki, tidak terdapat tanda
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik infeksi, Hb 9,9 g/dl, lekosit 21 ribu/ul, nyeri yang
2. Risiko cedera dirasakan skala 4, mobilitas di tempat tidur dengan
bantuan, manipulasi pada kaki meningkatkan
nyeri, luka-luka superficial mulai sembuh

26 No. RM: 012933xx, nama: Ny. AN, usia: Intervensi keperawatan


32 tahun 7 bulan, agama: Islam,
- Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
pendidikan: tamat SLTA, pekerjaan: -,
bantu mobilitas
status perkawinan: kawin, Diagnosa
- Mengajarkan dan bantu pasien untuk
medis: tumor intradural extra medular
berpindah
torakal XII post eksisi dan stabilisasi
- Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
Pengkajian aktif dan pasif untuk mempertahankan
kekuatan otot
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): nyeri
- Memfasilitasi penggunaan obat
pada kedua kaki skala 3-4 dan dan nyeri
- Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
luka post operasi dengan skala 2,
hal-hal yang mengurangi nyeri
aktifitas masih dibantu, mobilitas tempat
- Mengobservasi ekspresi nyeri
tidur mandiri
- Manajemen nyeri
Stimulus fokal: luka operasi, gejala sisa - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
kompresi tumor, ketakutan latihan duduk untuk memberikan distraksi nyeri dan
Stimulus kontekstual: kompresi tumor menyarankan untuk melakukannya
menimbulkan nyeri punggung dan - Merawat luka tidak terburu-buru
tungkai
Evaluasi
Stimulus residual: merasa kurang Klien bersedia latihan duduk dengan alat bantu
diperhatikan suami dan bantuan dari keluarga/perawat, skala nyeri 3-
Diagnosa 4, luka operasi kering tidak terjadi perdarahan,
nilai lab dalam batas normal.
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik b.d.
kerusakan neuromuskuler
27 No. RM: 012891xx, nama: Tn. NU, usia: Intervensi keperawatan
30 tahun, agama: Islam, pendidikan:
- Memfasilitasi penggunaan obat
tamat SLTA, pekerjaan: buruh, status
- Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
perkawinan: kawin, Diagnosa medis:
hal-hal yang mengurangi nyeri
crush injury post amputasi femur kanan
- Mengobservasi ekspresi nyeri
dan amputasi below knee kiri, rencana
- Manajemen nyeri

105 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
skin graft untuk menutup area amputasi. - Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Pengkajian
menyarankan untuk melakukannya
Mode fisiologis (sensori, aktifitas, - Merawat luka tidak terburu-buru
proteksi): nyeri pada kedua kaki terutama - Memantau status imun
saat dilakukan rawat luka dengan skala - Monitor karakteristik luka
4-5, Hb 9,8 g/dl, lekosit 13,1 ribu/ul, - Merawat luka dengan teknik aseptik
luka luka dengan skin loss pada amputasi - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
femur kanan kebutuhan
Stimulus fokal: luka post amputasi, - Menjaga kebersihan lingkungan
kerusakan integritas kulit - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
tangan dengan teknik yang benar
Stimulus kontekstual: riwayat fraktur - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
terkontaminasi lingkungan eksternal dengan pasien
Stimulus residual: - - Memantau pemberian antibiotik

Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik HB 11,3 g/dl, lekosit 12,5 ribu/ul, luka post
2. Risiko infeksi amputasi dengan granulasi baik, luka luas dan
dibalut kassa. luka amputasi curis kiri kering, tidak
terdapat perdarahan dan tidak rembes, mobilisasi
di tempat tidur mandiri, aktifitas sehari-hari
dibantu.

28 No. RM: 012933xx, nama: Ny. AP, usia: Intervensi keperawatan


27 tahun, agama: Islam, pendidikan:
- Mengkaji nyeri sebelum melakukan latihan
tamat akademi, pekerjaan: -, status
fisik
perkawinan: kawin, Diagnosa medis:
- Membantu mobilisasi sendi
fraktur patologis collum femur bilateral.
- Menjelaskan tujuan latihan sendi
Pengkajian - Menjelaskan tujuan perubahan posisi di
tempat tidur
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): nyeri
- Menyarankan pasien berperan aktif saat
pada kedua kaki skala 4-5 dan bertambah
perubahan posisi
saat digerakkan,
- Melatih mobilisasi duduk jika sudah
Stimulus fokal: fraktur, friksi fragmen memungkinkan sesuai kemampuan, kekuatan
tulang dan tersedianya alat bantu
Stimulus kontekstual: fraktur pertama - Mencegah trauma saat latihan
dialami tiga bulan sebelumnya, - Membantu kegiatan sehari-hari
kemudian femur kiri terjadi 2 minggu - Memfasilitasi penggunaan obat
sebelum masuk rumah sakit - Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
hal-hal yang mengurangi nyeri
Stimulus residual: keyakinan keluarga - Mengobservasi ekspresi nyeri
tentang pengobatan ke dukun tulang - Manajemen nyeri
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
untuk memberikan distraksi nyeri dan
Diagnosa menyarankan untuk melakukannya
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik - Merawat luka tidak terburu-buru
2. Gangguan mobilitas di tempat tidur
b.d. kerusakan integritas jaringan Evaluasi
tulang Setelah dilakukan manajemen nyeri dan edukasi

106 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
toleransi terhadap nyeri meningkat, mobilisasi di
tempat tidur dibantu, aktifitas sehari-hari dibantu
Hb 7,1 g/dl, Hmt 20%.

29 No. RM: 012959xx, nama: Tn. AK, usia: Intervensi keperawatan


30 tahun 6 bulan, agama: Islam,
- Mengajarkan dan pantau penggunaan alat
pendidikan: tamat SLTP, pekerjaan:
bantu mobilitas
swasta, status perkawinan: kawin,
- Mengajarkan dan bantu pasien untuk
Diagnosa medis: cedera kepala ringan,
berpindah
fraktur klavikula dextra, fraktur amputasi
- Mengajarkan dan mendukung latihan ROM
digiti III, IV, V pedis dextra, degloving
aktif dan pasif untuk mempertahankan
femur dextra, luka laserasi supraorbital
kekuatan otot
Pengkajian - Memfasilitasi penggunaan obat
- Mengkaji nyeri, penyebab timbulnya nyeri dan
Mode fisiologis (sensori, aktifitas): nyeri
hal-hal yang mengurangi nyeri
pada fraktur, nyeri degloving femur skala
- Mengobservasi ekspresi nyeri
3, aktifitas masih dibantu, mobilitas
- Manajemen nyeri
tempat tidur mandiri, mobilitas fisik
- Bantu mengidentifikasi tindakan atau aktivitas
belum dapat mandiri, Hb 13,1 g/dl,
untuk memberikan distraksi nyeri dan
lekosit 20,3 ribu/ul.
menyarankan untuk melakukannya
Stimulus fokal: luka trauma, stump - Merawat luka tidak terburu-buru
fraktur amputasi - Memantau status imun
Stimulus kontekstual: - - Monitor karakteristik luka
- Merawat luka dengan teknik aseptik
Stimulus residual: - - Mengganti balutan secara teratur atau sesuai
Diagnosa kebutuhan
- Menjaga kebersihan lingkungan
1. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik - Menganjurkan pasien dan keluarga mencuci
2. Risiko infeksi tangan dengan teknik yang benar
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. - Mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
kerusakan neuromuskuler dengan pasien
- Memantau pemberian antibiotik

Evaluasi
Pertumbuhan jaringan luka baik, belum menutup,
fraktur amputasi telah didebridement, tidak terjadi
perdarahan, aktifitas sehari-hari dengan bantuan,
mobilitas di tempat tidur tidak ada hambatan, HB
10,3 g/gl, lekosit 16,1 ribu/ul, klien diijinkan rawat
jalan.

30 No. RM: 012903xx, nama: Tn. PT, usia: Intervensi keperawatan


32 tahun, agama: Islam, pendidikan:
- Mengkaji nyeri sebelum melakukan latihan
tamat SLTA, pekerjaan: swasta, status
fisik
perkawinan: kawin, Diagnosa medis:
- Membantu mobilisasi sendi
fraktur kompresi e.c. spondilitis TB
- Menjelaskan tujuan latihan sendi
Pengkajian - Menjelaskan tujuan perubahan posisi di
tempat tidur
Mode fisiologis (sensori): paraparese,
- Menyarankan pasien berperan aktif saat
kaki tidak bisa digerakkan sudah 2

107 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014


No Kasus Asuhan Keperawatan
minggu perubahan posisi
- Melatih mobilisasi duduk jika sudah
Stimulus fokal: fraktur, kompresi saraf
memungkinkan sesuai kemampuan, kekuatan
spinal
dan tersedianya alat bantu
Stimulus kontekstual: riwayat - Mencegah trauma saat latihan
pengobatan TB - Membantu kegiatan sehari-hari
Stimulus residual: - - Memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan kecemasan
Diagnosa - Mendiskusikan faktor pendukung yang
1. Gangguan mobilitas di tempat tidur dimiliki
b.d. kerusakan neuromuskuler - Mendiskusikan gangguan kesehatan yang
2. Cemas dialami dan tanda-gejala serta aktifitas yang
3. Harga Diri Rendah Situasional b.d. akan dilakukan
gangguan fungsional
Evaluasi
Mobilitas di tempat tidur belum mampu mandiri,
klien telah memahami kondisi penyakit dan tanda-
gejala yang muncul, belum mampu menerima
sepenuhnya kelemahan yang dialami.

108 Universitas Indonesia

Laporan praktik ..., Sapto Haryatmo, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai