Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA I

OLEH:

KELOMPOK 4
I KETUT ANTONO (17.321.2669)
LUH PUTU NANIK WIDIANTARI (17.321.2679)
LUH PUTU SUKMAYANTI (17.321.2681)
NI KADEK KRISTIANI (17.321.2684)
NI LUH DITA CANDRA ARISTYA DEWI (17.321.2689)
NI MADE SEPTYARI (17.321.2696)
NI PUTU LINDA KUSUMA WARDANI (17.321.2701)
NI PUTU YUNITA DIYANTARI (17.321.2703)
NI WAYAN NOVI ULIANDARI (17.321.2704)
PUTU EKA WULANDARI (17.321.2707)
SHATNA NADILA BELLA (17.321.2709)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

TAHUN AJARAN 2018/2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan
diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan
fungsi mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi, sehingga
individu tersebut merasa puas dan mampu. Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan
berubah setiap saat serta dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi fisik
(somatogenik), kondisi perkembangan mental-emosional (psikogenik) dan kondisi
dilingkungan sosial (sosiogenik). Ketidakseimbangan pada salah satu dari ketiga faktor
tersebut dapat mengakibatkan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. WHO
memperkirakan saat ini di seluruh dunia terdapat 450 juta orang mengalami gangguan
jiwa, di Indonesia sendiri pada tahun 2006 diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa dengan ratio populasi 1:4 penduduk. Departemen Kesehatan
RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa.
Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana keadaan sebelum
sakit, beberapa pasien meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan
berkomunikasi dan mengenai realitas, serta prilaku kekanak-kanakan yang berdampak
pada penuruna produktifitas hidup. Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi
penurunan produktifitas maka pasien yang dirawat inap dilakukan upaya rehabilitasi
sebelum klien dipulangkan dari rumah sakit. Tujuannya untuk mencapai perbaikan fisik
dan mental sebesar-besarnya, penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal
dan penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan sosial sehingga bisa berfungsi
sebagai anggota masyarakat yang mandiri dan berguna.
Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh multi profesi yang terdiri dari dokter,
perawat, psikolog, sosial worker serta okupasi terapis yang memiliki peran dan fungsi
masing-masing. Dokter memberikan terapi somatik, psikolog melakukan pemilahan klien
berdasarkan hasil psikotest, kemampuan serta minat klien, sosial worker menjadi
penghubung antara klien dengan keluarga dan lingkungan serta okupasi terapis
memberikan terapi kerja bagi pasien. Perawat sendiri mempunyai peran yang sangat

1
penting dalam pelaksanaan rehabilitasi baik dalam tahap persiapan, pelaksanaan, maupun
pengawasan. Sebagai sebuah tim, perawat memberi peran yang sangat penting dalam
mengkoordinasikan berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota tim sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai anatara klien dan tim kesehatan sehingga rehabilitasi
berjalan sesuai tujuan yang diharapkan menurut para perawat sistem dan budaya kerja
yang ada tidak memungkinkan untuk melaksanakan peran tersebut, sehingga perawat
mengerjakan tugas multi profesi sekaligus dari mulai dokter, psikolog, sosial worker,
tenaga gizi sampai tenaga pertanian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja peran dan fungsi perawat jiwa dalam keperawatan jiwa?
2. Bagaimana standart praktek keperawatan jiwa?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran dan Fungsi Perawat Jiwa


Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan
yang menerapkan teori prilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri
secara terapeutik sebagai kaitannya atau instrumennya. Keperawatan jiwa merupakan
sebagian dari penerapan ilmu tentang prilaku manusia, psikososial, bio-psiko dan teori-
teori kepribadian, dimana penggunaan diri perawat itu sendiri secara terapeutik sebagai
alat atau instrument yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan (Erlinafsiah,
2010).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada
ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
respon psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial,
dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa individu, keluarga dan masyarakat (SujonodanTeguh, 2009).
A. Peran Perawat Jiwa
Perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik
(Dalami, 2010). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi, peran
perawat jiwa diantaranya :
1. Sebagai pelaksana asuhan keperawatan
Perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada individu,
keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya perawat menggunakan
konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa
serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu,
keluarga dan komunitas. Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara
komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian,
penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan
melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.
2. Sebagai pelaksana pendidikan keperawatan
Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan
komunitas agar mampu melakukan perawatan terhadap diri sendiri, anggota

3
keluarga dan anggota masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota
masyarakat bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa.
3. Sebagai pengelola keperawatan
Perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam
mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam melaksanakan perannya ini perawat
diminta menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan, menggunakan berbagai
strategi perubahan yang diperlukan, berperan serta dalam aktivitas pengelolaan
kasus dan mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas keperawatan.
4. Sebagai pelaksana penelitian
Perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan
menggunakan hasil penelitian serta perkembangan ilmu dan teknologi untuk
meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa.

B. Fungsi Perawat Jiwa


Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung
dan asuhan keperawatan secara tidak langsung (Erlina Fiash, 2010). Fungsi tersebut
dapat dicapai melalui aktifitas perawat jiwa, yaitu :
1. Memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian rupa
sehingga dapat membantu penyembuhan pasien.
2. Bekerja untuk mengatasi masalah klien “here and now” yaitu dalam membantu
mengatasi segera dan tidak ditunda sehingga tidak terjadi penumpukkan masalah.
3. Sebagai model peran yaitu perawat dalam memberikan bantuan kepada pasien
menggunakan diri sendiri sebagai alat melalui contoh perilaku yang ditampilkan
oleh perawat.
4. Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien merupakan hal yang
sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu memasukkan pengkajian biologis
secara menyeluruh dalam evaluasi pasien jiwa untuk mengidentifikasi adanya
penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.
5. Memberikan pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada pasien, keluarga dan
komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa, gangguan jiwa, ciri-ciri
sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri-ciri gangguan jiwa, fungsi dan tugas
keluarga, dan upaya perawatan pasien gangguan jiwa.
6. Sebagai perantara social yaitu perawat dapat menjadi perantara dari pihak pasien,
keluarga dan masyarakat dalam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.
4
7. Kolaborasi dengan tim lain adalah perawat membantu pasien mengadakan
kolaborasi dengan petugas kesehatan lain yaitu dokter jiwa, perawat kesehatan
masyarakat (perawat komunitas), pekerja sosial, psikolog, dll.
8. Memimpin dan membantu tenaga perawat adalah pelaksanaan pemberian asuhan
keperawatan jiwa didasarkan pada manajemen keperawatan kesehatan jiwa.
9. Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan mental. Hal
ini penting diketahui oleh perawat bahwa sumber-sumber yang ada dimasyarakat
perlu diidentifikasi untuk digunakan sebagai faktor pendukung dalam mengatasi
sumber-sumber yang ada dimasyarakat.

2.2 Standart Praktek Keperawatan Jiwa


Standar untuk praktek sangat penting sebagai petunjuk yang obyektif untuk
perawat memberikan perawatandan sebagai kriteria untuk melakukan evaluasi asuhan
ketika standar telah didefinisikan secara jelas, klien dapat diyakinkan bahwa mereka
mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi, perawat mengetahui secara
pasti apakah yang penting dalam pemberian askep dan staf administrasi dapat
menentukan apakah asuhan yang diberikan memenuhi standar yang berlaku. Secara
umum standar praktek keperawatan ditetapkan untuk meningkatkan asuhan atau
pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau proses pada usaha
pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan. Penyusunan standar
praktek keperawatan berguna bagi perawat, rumah sakit/institusi, klien, profesi
keperawatan dan tenaga kesehatan lain. Dengan diberlakukannya standar praktek
keperawatan, maka institusi memberikan kesempatan pada klien untuk mengontrol
asuhan keperawatan yang diberikan perawat pada klien. Apabila klien tidak mendapat
pelayanan yang memuaskan atau klien dirugikan karena kelalaian perawat maka klien dan
keluarga mempunyai hak untuk bertanya dan menuntut. Beberapa standar praktik
keperawatan jiwa adalah :
A. Standar 1 : Pengkajian
Perawat kesehatan jiwa mengumpulkan data kesehatan pasien
1. Rasional
Pengkajian dengan wawancara membutuhkan keterampilan komunikasi yang
efektif secara budaya dan linguistik, wawancara, observasi perilaku, pencatatan
dan pengkajian pasien yang komprehensif dan sistem yang relevan memampukan
5
perawat kesehatan jiwa untuk dapat bersuara dalam penilaian keadaan klinis dan
merencanakan intervensi untuk pasien.
2. Kriteria Struktur
 Ada kebijakan pemberlakuan/SAK dan SOP
 Adanya petunjuk teknis
 Tersediannya format pengkajian
3. Kriteria Proses
 Melakukan kontrak dengan pasien/keluarga/masyarakat
 Mengkaji keluhan utama pasien dan data penunjang lain dengan berbagai
metode pengkajian dan dari berbagai sumber
 Mengelompokkan data yang diperoleh secara sistematis
 Memvalidasi data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai metode
validasi
 Mendokumentasi seluruh data yang diperoleh dalam format pengkajian
4. Kriteria Hasil
 Diperolehnya keluhan utama dan data dasar pasien yang dikelompokkan dan
didokumentasikan pada format pengkajian yang telah ditetapkan
 Pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengumpulan data
5. Kondisi Keperawatan
 Kesadaran diri
 Observasi akurat
 Komunikasi terapeutik
 Dimensi asuhan yang responsive
 Perilaku Keperawatan
 Membuat kontrak keperawatan
 Mengumpulkan informasi dari pasien dan keluarga
 Validasi data kepada pasien
 Mengorganisasi data
6. Elemen Kunci
Identifikasi alasan pasien mencari pertolongan.
Kaji factor risiko berhubungan dengan keamanan pasien yang meliputi potensi
terjadinya:
 Bunuh diri atau membahayakan diri

6
 Perilaku kekerasan
 Gejala putus zat
 Reaksi alergi atau reaksi efek samping obat
 Kejang
 Jatuh atau kecelaksaan
 Kabur dari rumah sakit
 Instabilitas fisiologis
Pengkajian yang menyeluruh kondisi biopsikososial terhadap kebutuhan pasien
berhubungan dengan penanganan yang diberikan meliputi:
 Penilaian kondisi sehat sakit pasien dan keluarganya
 Perawatan jiwa sebelumnya pada diri pasien maupun keluarganya
 Pengobatan saat ini
 Responkoping fisiologis
 Status respons koping mental
 Sumber-sumber koping, meliputi motivasi terhadap perawatan dan hubungan
yang mendukung
 Mekanisme koping yang adaptif maupun yang maladaptive
 Masalah-masalah psikososial dan lingkungan
 Penilaian fungsi global
 Pengetahuan, kekuatan, dan deficit

B. Standar II : Diagnosis
Perawat kesehatan jiwa menganalisa data hasil pengkajian untuk menentukan
diagnosis.
1. Rasional
Dasar pemberian asuhan keperawatan jiwa adalah mengakui dan identifikasi pola
respons penyakit jiwa dan masalah mental baik actual maupun potensial
2. Kriteria Struktur
 Adanya daftar diagnosa keperawatan
 Kebijakan SAK
3. Kriteria Proses
 Menganalisa kondisi pasien
 Mengidentifikasi masalah keperawatan pasien

7
 Mendokumentasikan masalah keperawatan pasien
4. Kriteria Hasil
Diperoleh serangkaian masalah keperawatan yang actual maupun resiko sesuai
dengan kondisi pasien
5. Kondisi Keperawatan
 Pembuatan keputusan yang logis
 Pengetahuan tentang parameter normal
 Berpikir induktif atau deduktif
 Peka terhadap budaya
6. Perilaku Keperawatan
 Identifikasi pola-pola dalam data
 Membandingkan data dengan kondisi normal
 Menganalisa dan sintesa data
 Identifikasi masalah dan kekuatan
 Validasi masalah dengan pasien
 Memformulasikan diagnosis keperawatan
 Membuat prioritas masalah
7. Elemen Kunci
 Diagnosis harus mencerminkan responkoping adaptif dan maladaptive
didasarkan pada kerangka kerja keperawatan semisal NANDA
 Diagnosis harus berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan atau keadaan
penyakit seperti yang tertulis dalam DSM atau ICD (Indonesia: PPDGJ)
 Diagnosis seharusnya berfokus pada fenomena dari perawat kesehatan jiwa

C. Standar III : Identifikasi Hasil


Perawat kesehatan jiwa mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual
terhadap pasien.
1. Rasional
Dalam konteks memberikan asuhan keperawatan, tujuan akhirnya adalah
mempengaruhi outcome kesehatan dan meningkatkan status kesehatannya.
2. Kondisi Keperawatan
 Keterampilan berpikir kritis
 Bekerja sama dengan pasien dan keluarga

8
 Perilaku Keperawatan
 Merumuskan hipotesis
 Menspesifikasi hasil yang diharapkan
 Memvalidasi tujuan dengan pasien
3. Elemen Kunci
 Hasil (outcome) seharusnya diidentifikasi bersama-sama dengan pasien
 Hasil seharusnya diidentifikasi sejelas dan seobyektif mungkin
 Hasil yang dituliskan dengan jelas membantu para perawat untuk menentukan
efektifitas dan efisiensi intervensi mereka.
 Sebelum merumuskan hasil yang diharapkan perawat harus menyadari bahwa
pasien mencari bantuan seringkali mempunyai tujuan mereka sendiri
4. Kualitas Kriteria Hasil
 Spesifik dari pada (general) umum
 Measurable (dapat diukur/obyektif) dari pada subyektif
 Attainable (dapat dicapai) dari pada unrealistic
 Current (sekarang) dari pada outdate
 Addequate jumlahnya dari pada terlalu banyak atau terlalu sedikit
 Muttual dari pada satu sisi

D. Standar IV: Perencanaan


Perawat kesehatan jiwa mengembangkan rencana asuhan dalam bentuk tindakan
tertulis untuk mencapai hasil yang diharapkan
1. Rasional
Rencana asuhan digunakan untuk memandu intervensi terapeutik secara
sistematis, dengan proses dokumen, dan mencapai hasil yang diharapkan oleh
pasien.
2. Kondisi Keperawatan
 Aplikasi teori
 Identifikasi aktivitas keperawatan
 Validasi rencana dengan pasien
3. Elemen Kunci
 Rencana asuhan keperawatan harus bersifat individual (khas) untuk pasien

9
 Intervensi yang direncanakan seharusnya didasarkan pada pengetahuan terbaru
dalam area praktek keperawatan kesehatan jiwa
 Perencanaan dilakukan dalam kolaborasi dengan pasien, keluarga, dan tim
kesehatan.
 Dokumentasi rencana asuhan adalah aktivitas keperawatan yang penting.

E. Standar V: Implementasi
Perawat kesehatan jiwa menerapkan intervensi yang teridentifikasi dalam rencana
asuhan
1. Rasional
Perawat kesehatan jiwa menyeleksi intervensi sesuai dengan level praktek mereka.
Pada level dasar, perawat mungkin memilih konseling, terapi lingkungan,
meningkatkan kemampuan perawatan diri, skrining intake dan evaluasi, intervensi
psikobiologikal, pendidikan kesehatan, manajemen kasus, mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan, intervensi krisis, asuhan berbasis komunitas, perawatan
kesehatan jiwa di rumah, telehealth, dan pendekatan-pendekatan yang lain untuk
memenuhi kebutuhan pasien. Sebagai tambahan pilihan intervensi untuk perawat
kesehatan jiwa tingkat dasar, pada tingkat lanjut perawat jiwa (APRN PMH) dapat
memberikan konsultasi, melaksanakan psikoterapi, dan memberikan obat
farmakologi di mana diizinkan oleh undang-undang.
2. Kondisi Keperawatan
 Pengalaman klinis sebelumnya
 Pengetahuan tentang penelitian
 Dimensi responsive dan tindakan dari asuhan
3. Perilaku Keperawatan
 Mempertimbangkan sumber yang tersedia
 Mengimplementasikan aktivitas keperawatan
 Menghasilkan alternatif-alternatif
 Berkoordinasi dengan anggota tim lainnya
4. Elemen Kunci
 Intervensi keperawatan seharusnya merefleksikan pendekatan
holisticbiopsikososial dalam merawat pasien

10
 Intervensi keperawatan diimplementasikan dengan cara yang aman, efisien,
dan penuh kasih saying (caring)
 Tingkat fungsi perawat dan intervensi yang diimplementasikan tergantung
pada undang-undang praktek perawat, kualifikasi perawat (meliputi
pendidikan, pengalaman dan sertifikasi), tempat pembnerian asuhan, dan
inisiatif perawat.

F. Standar VI : Evaluasi
Perawat kesehatan jiwa mengevaluasi proses pasien dalam mencapai hasil yang
diharapkan.
1. Rasional
Asuhan keperawatan adalah proses yang dinamis meliputi perubahan pada status
kesehatan pasien sepanjang waktu, memberikan tambahan data, diagnosa berbeda,
dan modifikasi dalam rencana asuhan. Karenanya evaluasi adalah proses
berkesinambungan dalam menilai efek keperawatan dan regiment asuhan terhadap
status kesehatan pasien dan hasil yang diharapkan.
2. Kondisi Keperawatan
 Supervisi
 Analisa diri
 Peerreview
 Partisipasi pasien dan keluarga
3. Perilaku Keperawatan
 Membandingkan respons pasien dan criteria hasil yang diharapkan
 Review proses keperawatan
 Memodifikasi proses keperawatan sesuai kebutuhan
 Berpartisipasi dalam aktivitas peningkatan mutu
4. Elemen Kunci
 Evaluasi adalah proses terus menerus (ongoingprocess)
 Partisipasi pasien dan keluarga adalah penting
 Pencapaian tujuan seharusnya didokumentasikan dan revisi rencana asuhan
seharusnya diimplementasikan dengan sesuai

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan
yang menerapkan teori prilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri
secara terapeutik sebagai kaitannya atau instrumennya. Perawat jiwa memiliki peran
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, pelaksana pendidikan keperawatan, pengelola
keperawatan dan sebagai pelaksana peneliti. Perawat jiwa juga memiliki fungsi, yaitu
memberikan lingkungan terapeutik, mengatasi masalah klien, sebagai model peran,
memperhatikan aspek fisik dari permasalahn klien, memberi pendidikan kesehatan,
sebagai perantara sosial, berkolaborasi dengan tim lain, memimpin dan membantu tenaga
perawat serta menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan mental.
Secara umum standar praktek keperawatan ditetapkan untuk meningkatkan asuhan
atau pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau proses pada usaha
pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan. Beberapa standar praktik
keperawatan jiwa adalah standar I yaitu pengkajian, standar II yaitu diagnosis, standar III
yaitu identifikasi hasil, standar IV yaitu perencanaan, standar V yaitu implementasi dn
yang terakhir standar VI yaitu evaluasi.

3.2 Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan paper ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis
berharap paper ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang peran dan fungsi
perawat jiwa dalam keperawatan kesehatan jiwa serta standar dalam keperawatan jiwa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus. 2009. KeperawatanJiwa. Bandung : Redika Aditama


Perdani, Feby. 2013. Standar Praktek Keperawatn Jiwa. Diakses melalui
https://id.scribd.com/doc/192716155/Standat-Praktek-Keperawatan-Jiwa pada tanggal 28
Maret 2019

13

Anda mungkin juga menyukai