Anda di halaman 1dari 20

Penugasan OSLER

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

Disusun Oleh :

Primia Agustin Sudarsono

09711058

Penguji :

dr. Agus Taufiqurahman, M.


Kes, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2015
1. Jelaskan mekanisme batuk dan bersin dapat menyebabkan nyeri pada HNP?
Nyeri radikuler menjalar secara tegas, terbatas pada dermatoma dan sifat nyerinya lebih
keras dan terasa pada permukaaan tubuh. Nyeri radikuler timbul karena perangsangan
terhadap radiks, baik yang bersifat penekanan, sentuhan, peregangan, tarikan atau jepitan.
Hal ini berarti proses patologik yang menimbulkan nyeri radikuler harus berada di sekitar
foramen intervertebralis. Batuk dan bersin menimbulkan nyeri radikuler jika ada
proses patologik yang menekan atau menyentuh atau meregang radiks dorsalis.
Fenomen ini disebabkan karena pada batuk dan bersin, tekanan ruang
subarakhnoidal melonjak sejenak dan memperhebat penekanan atau sentuhan atau
peregangan terhadap radiks dorsalis yang sedang terganggu. Lonjakan tekanan
didalam ruang subarakhnoidal dapat ditimbulkan juga dengan penekanan pada
kedua vena jugularis selama 1 sampai 2 menit. Berdasarkan pada tindakan ini maka
test dari Naffziger dianggap sebagai diagnostikum yang paling tepat untuk menentukan
adanya nyeri radikuler. Test tersebut dilakukan sebagai berikut. Pada penderita yang
menderita iskhialgia dilakukan penekanan pada kedua vena jugularis interna selama 1
sampai 2 menit. Pada akhir masa penekanan ia diminta untuk mengejan sejenak.
Bilamana nyeri radikuler timbul menjalar sesuai dengan perjalanan serabut radiks
dorsalis L5-S1 yang dinamakan nervus iskhiadikus, maka test Naffziger disebut positif.
Dalam hal ini harus ditarik kesimpulan bahwa iskhialgia bersifat diskogenik.
Jika nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus timbul pada waktu batuk
atau bersin, belumlah pasti bahwa iskhialgia bersifat diskogenik. Oleh karena pada batuk
atau bersin badan ikut bergerak, sehingga bila nervus iskhiadikus terlibat dalam proses
radang di sendi panggul atau sakroiliaka ia memperoleh perangsangan tambahan. Nyeri
yang menjalar karena terlibatnya nervus iskhiadikus di sendi sakroiliaka atau sendi
panggul pada waktu batuk atau bersin dinamakan nyeri pseudoradikuler.
(Sidharta, 2008)

2. Jelaskan Mengenai Penampang tulang belakang ?


Muscles of back and back proper

Anatomi kolumna vertebral servikal


(C
hou
R,
2009)

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Gaeslen Test?


Tes Gaeslen adalah satu dari 5 tes provokasi nyeri yang dapat digunakan untuk
mendeteksi abnormalitas muskuloskeletal dan inflamasi primer kronik dari vertebra
lumbar dan persendian sakroiliaka.
Cara pemeriksaan adalah dengan cara pasien diposisikan telentang dengan kaki yang
sakit berada di tepi meja terapi. Pemeriksa secara sagital memfleksikan pinggul yang
asimptomatik, sementara lutut juga difleksikan (hingga 900). Pasien memegang kaki
yang tidak sakit (asmiptomatik) dengan kedua tangan sementara terapis menstabilkan
pelvis dan memberikan tekanan pasif pada kaki yang akan dites (simptomatik) untuk
ditahan pada posisi hiperekstensi. Sebuah gaya ke bawah yang diterapkan pada kaki
bagian bawah (asimptomatik) memasukkannya ke dalam hiperekstensi di pinggul,
sementara kekuatan melawan berdasarkan fleksi diterapkan ke kaki tertekuk
mendorongnya ke arah cephalad menyebabkan torsi ke panggul.

Jika rasa sakit yang normal pasien dihasilkan, tes dianggap positif untuk lesi
persendian sakroiliaka, patologi pinggul , sintesis ketidakstabilan pubis, atau akar
saraf lesi L4. Sementara itu saraf femoralis juga ditekankan oleh tes ini.

Disarankan untuk menguji kedua sisi (kanan kiri) jika pasien mengeluh nyeri
bilateral.
(Sidharta, 2008)

Dermatomal
Gaeslen Test

Gaeslen Test

(Sidharta,2008)

4. Penatalaksanaan Low Back Pain secara farmakologi & non farmakologi?

Obat

1. Obat-obat analgesik

Obat-obat analgesik umumya dibagi menjadi dua golongan besar :


– Analgetik narkotik

Obat-obat golongan ini terutama bekerja pada susunan saraf digunakan untuk menghilangkan
rasa sakit yang berasal dari organ viseral. Obat golongan ini hampir tidak digunakan untuk
pengobatan LBP karena bahaya terjadinya adiksi pada penggunaan jangka panjang. Contohnya :
Morfin, heroin, dll.

– Analgetik antipiretik

Sangat bermanfat untuk menghilangkan rasa nyeri mempunyai khasiat anti piretik, dan beberapa
diantaranya juga berkhasiat antiinflamasi. Kelompok obat-obat ini dibagi menjadi 4 golongan :

a) Golongan salisilat

Merupakan analgesik yang paling tua, selain khasiat analgesik juga mempunyai khasiat
antipiretik, antiinflamasi, dan antitrombotik. Contohnya : Aspirin

Dosis Aspirin : Sebagai anlgesik 600 – 900 mg, diberikan 4 x sehari

Sebagai antiinflamasi 750 – 1500 mg, diberikan 4 x sehari

Kontraindikasi : Penderita tukak lambung

Resiko terjadinya pendarahan

Gangguan faal ginjal

Hipersensitifitas

Efek samping : Gangguan saluran cerna

Anemia defisiensi besi

Serangan asma bronkial

b) Golongan Paraaminofenol

Paracetamol dianggap sebagai analgesik-antipiretik yang paling aman untuk menghilangkan


rasa nyeri tanpa disertai inflamasi.

Dosis terapi : 600 – 900 mg, diberikan 4 x sehari


c) Golongan pirazolon

Dipiron mempunyai aceptabilitas yang sangat baik oleh penderita, lebih kuat dari pada
paracetamol, dan efek sampingnya sangat jarang.

Dosis terapi : 0,5 – 1 gram, diberikan 3 x sehari

d) Golongan asam organik yang lain

Derivat asam fenamat

Yang termasuk golongan ini misalnya asam mefenamt, asam flufenamat, dan Na-
meclofenamat.Golongan obat ini sering menimbulkan efek samping terutama diare.Dosis asam
mefenamat sehari yaitu 4×500 mg,sedangkan dosis Na-meclofenamat sehari adalah 3-4 kali 100
mg.

Derivat asam propionat

Golongan obat ini merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang relatif baru, yang juga
mempunyai khasiat anal getik dam anti piretik. Contoh obat golongan ini misalnya ibuprofen,
naproksen, ketoprofen, indoprofen dll.

Derifat asam asetat

Sebagai contoh golonagn obat ini ialah Na Diklofenak. Selain mempunyai efek anti inflamasi yang
kuat, juga mempunyai efek analgesik dan antipiretik. Dosis terapinya 100-150 mg 1 kali sehari.

Derifat Oksikam

Salah satu contohnya adalah Piroxicam, dosis terapi 20 mg 1 kali sehari.

Fisioterapi

a. Terapi Panas

Terapi menggunakan kantong dingin – kantong panas. Dengan menaruh sebuah kantong dingin
di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama 5-10 menit. Jika selama 2 hari
atau 48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan heating pad (kantong hangat).

b. Elektro Stimulus
– Acupunture

Menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan yang ringan tetapi cara ini tidak terlalu
efisien karena ditakutkan resiko komplikasi akibat ketidaksterilan jarum yang digunakan sehingga
menyebabkan infeksi.

– Ultra Sound

Untuk menghangatkan

– Radiofrequency Lesioning

Dengan menggunakan impuls listrik untuk merangsang saraf

– Spinal Endoscopy

Dengan memasukkan endoskopi pada kanalis spinalis untuk memindahkan atau menghilangkan
jaringan scar.

– Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)

– Elektro Thermal Disc Decompression

– Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation ( TENS )

Menggunakan alat dengan tegangan kecil.

c. Traction

Helaan atau tarikan pada badan ( punggung ) untuk kontraksi otot.

d. Pemijatan atau massage

Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merileksi otot belakang.

Latihan Low Back Pain dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Lying supine hamstring stretch

b. Knee to chest stretch


c. Pelvic Tilt

d. Sitting leg stretch

e. Hip and quadriceps stretch

e. Alat Bantu

1. Back corsets.

Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi Low Back Pain
yang dapat membungkus punggung dan perut.

2. Tongkat Jalan

Operasi

Tipe operasi yang dilakukan oleh dokter bedah tergantung pada tulang belakang/punggung
pasien. Biasanya prosedurnya menyangkut pada Laminectomy yang mana menghendaki bagian
yang dinagkat dari vertebral arch untuk memperoleh kepastian apa penyebab dari LBP pasien.
Jika disc menonjol atau bermasalah, para ahli bedah akan melakukan bagian laminectomy untuk
mencari tahu vertebral kanal, mengidentisir ruptered disc ( disc yang buruk ), dan mengambil
atau memindahkan bagian yang baik dari disc yang bergenerasi, khususnya kepingan atau
potongan yang menindih saraf.

Ahli bedah mungkin mempertimbangkan prosedur kedua yaitu spinal fusion ,jika si pasien
merasa membutuhkan keseimbangan di bagian spinenya. Spinal fusion merupakan operasi
dengan menggabungkan vertebral dengan bone grafts. Kadang graft tersebut dikombinasikan
dengan metal plate atau dengan alat yang lain.

Ada juga sebagian herniated disc ( disc yang menonjol ) yang dapat diobati dengan teknik
percutaneus discectomy, yang mana discnya diperbaiki menembus atau melewati kulit tanpa
membedah dengan menggunakan X-ray sebagai pemandu. Ada juga cara lain yaitu
chemoneuclolysis, cara ini menggunakan penyuntikan enzim-enzim ke dalam disc. Cara ini sudah
jarang digunakan.

Larangan

a. Berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti jongkok.


b. Membawa beban yang berat.

c. Duduk terlalu lama.

d. Memakai sepatu hak tinggi.

e. Menulis sambil membungkuk terlalu lama.

f. Tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau menggunakan kasur
yang terlalu empuk.

Anjuran

a. Posisikan kepala dititik tertinggi, bahu ditaruh sedikit kebelakang.

b. Duduk tegak 90 derajat.

c. Gunakanlah sepatu yang nyaman.

d. Jika ingin duduk dengan jangka wqktu yang lama, istirahatkan kaki di lantai atau apa
saja yang mnurut anda nyaman.

e. Jika mempunyai masalah dengan tidur, taruhlah bantal di bawah lutut atau jika
tidur menyamping, letakkanlah bantal diantara kedua lutut.

f. Hindari berat badan yang berlebihan.

g. Ketika memerlukan berdiri dalam waktu lama salah satu kaki diletakkan diatas supaya sudut
ferguson tidak terlalu besar ( sudut ferguson adalah sudut kemiringan sakrum dengan garis
horisontal )

.(Mardjono,2008)

5. Fisioterapi pada Low Back Pain?


Problematik Fisioterapi
Spondylosis lumbal umumnya menimbulkan nyeri dan kekakuan gerak pada regio
lumbal, khususnya muncul pada pagi hari. Nyeri dapat bersifat menjalar baik ke dorsal
paha maupun ke daerah kaki. Rasa nyeri dan kekakuan dapat menyebabkan spasme
pada otot erector spine sehingga membatasi gerakan pada lumbal. Dengan demikian,
kondisi ini dapat menimbulkan problematik fisioterapi, antara lain : nyeri menjalar,
spasme otot erector spine lumbal, keterbatasan gerak vertebra lumbal yang
menyebabkan gangguan fleksibilitas lumbal.
Tindakan Fisioterapi
a. Short Wave Diathermy (SWD)
Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi yang
terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan tubuh. Diathermy juga
dapat digunakan untuk menghasilkan efek-efek nonthermal. Diathermy yang digunakan
sebagai modalitas terapi terdiri atas short wave diathermy (yang akan dibahas) dan
microwave diathermy.
Short wave diathermy adalah modalitas terapi yang menghasilkan energi elektromagnetik
dengan arus bolak balik frekuensi tinggi. Federal Communications Commision (FCC)
telah menetapkan 3 frekuensi yang digunakan pada short wave diathermy, yaitu :
1) Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter
2) Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter
3) Frekuensi 40,68 MHz (jarang digunakan) dengan panjang gelombang 7,5 meter
Frekuensi yang sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan adalah frekuensi
27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter.
Short wave diathermy yang digunakan dalam pengobatan mempunyai 2 arus yaitu arus
Continuos SWD dan Pulsed SWD.
1) Sifat Pancaran energi elektromagnetik
Telah dijelaskan diatas bahwa arus SWD menghasilkan energi elektromagnetik, dimana
energi tersebut memancarkan medan listrik dan medan magnet. Arus tersebut tidak
menimbulkan aksi potensial pada serabut saraf motorik maupun sensorik, dengan kata
lain tidak merangsang saraf motorik untuk berkontraksi, karena arus frekuensi tinggi
mempunyai osilasi lebih dari 500.000 siklus/detik yang akan memberikan 1.000.000
impuls setiap detik, sehingga durasinya 0,001 ms tiap detik.
Kuatnya medan listrik dan medan magnet yang dihasilkan bergantung pada sumber
medan elektromagnetik. Pada medan elektromagnetik yang terputus-putus (pulsed) akan
terjadi pemutusan medan pada moment tertentu. Energi elektromagnetik yang dihasilkan
tergantung pada metode yang digunakan.
a) Metode medan kondensor
Pada prinsipnya, medan listrik dari energi elektromagnetik dihasilkan oleh plat metal
elektrode dan medan magnet dihasilkan oleh magnetode (kumparan kawat). Pada metode
ini, medan listrik lebih kuat dihasilkan daripada medan magnet karena menggunakan plat
metal elektrode.

b) Metode kumparan (kabel/spul/magnetode)


Pada metode kumparan, kumparan-kumparan kawat menghasilkan medan magnet yang
lebih kuat didalam dan disekitar kumparan dibandingkan dengan diluar kumparan.
Distribusi medan elektromagentik yang dihasilkan oleh kumparan paling besar terjadi di
jaringan superfisial apabila pemasangannya dililitkan.

2) Metode Aplikasi
Metode aplikasi SWD terdiri atas :

a) Metode Induktive
(1) Menggunakan sebuah kumparan metal yang kecil datar, tertutup dalam suatu plastic
drum (dengan suatu kapasitor yang paralel), kadang-kadang dinamakan dengan monode.
(2) Menggunakan pipa panjang dengan konduktor yang fleksibel, tertutup dalam karet
yang tebal, dinamakan dengan kabel atau kumparan. Kabel atau kumparan ini terbungkus
mengelilingi bagian yang diobati dalam pola spiral atau dalam bentuk flat spiral. Kabel
tersebut membentuk suatu inductance dan terpisah dari kulit oleh adanya handuk sebagai
perantara.

b) Metode Capacitive/Condensor
(1) Menggunakan metal plate yang kaku, tertutup dalam plastic, dinamakan dengan rigid
atau plate electrode atau space platedan diposisikan oleh lengan penyanggah.
(2) Menggunakan elektrode yang fleksibel atau lunak, terbungkus dalam karet yang tebal
dimana dapat diposisikan dibawah bagian yang diobati dengan perantara bahan yang
sesuai (seperti handuk).
Pada metode capacitive ini mempunyai 3 macam posisi elektrode, yaitu aplikasi
contraplanar/transversal, aplikasi coplanar dan aplikasi longitudinal (long methode).
Dalam penelitian ini, kami menggunakan aplikasi coplanar sehingga kami hanya
membahas aplikasi tersebut.

Aplikasi Coplanar
Pada aplikasi ini, lokasi kedua elektrode dalam bidang yang sama terhadap jaringan yang
diterapi. Karena energi thermal yang tinggi terjadi pada jaringan lemak dan tidak terjadi
aliran arus energi elektromagnetik secara transversal melewati seluruh lapisan jaringan
sehingga absorbsi energi akan rendah pada jaringan yang lebih dalam. Dengan demikian,
metode ini hanya bersifat superfisial. Jika metode ini menginginkan efek yang dalam,
maka dianjurkan untuk menerapkan jarak elektrode – kulit yang cukup jauh dan jarak
tersebut tetap dipertahankan pada jarak ½ kali dari diameterelektrode/condensator.
Hal-hal yang perlu dihindari dalam ketiga aplikasi ini adalah :
a)Penggunaan elektrode yang besar secara berlebihan dapat menyebabkan lokalisasi
energi yang rendah dan efek terapi yang optimum tidak tercapai.
b) Jarak elektrode – kulit yang sangat rapat dengan area jaringan yang menonjol dapat
menyebabkan konsentrasi energi elektromagnetik sehingga menghasilkan “point effek”.

3) Continous Short Wave Diathermy (CSWD)


Pada penerapan CSWD, energi thermal dominan terjadi dalam jaringan. Setiap jaringan
yang menerima panas memiliki tahanan yang berbeda-beda. Jaringan lemak cepat
menyerap panas daripada otot (1 : 10), sedangkan jaringan otot lebih cepat menyerap
panas daripada kulit. Secara fisiologis, jaringan otot tidak memiliki“thermosensor” tetapi
hanya pada jaringan kulit, sehingga dengan adanya rasa panas di kulit saat pemberian
CSWD maka sebenarnya sudah terjadi “overthermal” pada jaringan otot dibawahnya
karena jaringan otot lebih cepat menerima panas daripada kulit. Dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa jika panas yang diterima jaringan melebihi batas tertentu maka
jaringan akan menjadi rusak; menurut Thomas H (1963) ukuran subyektif sebagai batas
tertentu adalah jika penderita merasa hangat.
Menurut Hollander JS (1949) bahwa para peneliti menyatakan pemberian CSWD pada
kondisi artrose adalah kontraindikasi, dan bahkan sebagian besar penelitian melarang
pemberian CSWD pada arthritis. Hal ini disebabkan karena didalam sendi terdapat suatu
asam“Hyaluronik” yang suhu optimalnya adalah 36,7o, dan sangat sensitif terhadap
penambahan suhu. Dengan penambahan suhu 1o saja (terjadi pada pemberian CSWD)
maka suhunya menjadi 37,4o, sementara pada suhu 37o saja akan mengaktifkan
cairan/enzym hyaluronidase yang dapat merusak ujung-ujung tulang rawan sendi, dan
kita ketahui bahwa kerusakan tulang rawan sendi tidak akan pernah mengalami
regenerasi/reparasi.
Continous SWD utamanya menimbulkan efek thermal, sehingga menghasilkan efek
fisiologis berupa peningkatan sirkulasi darah dan proses metabolisme.

4) Pulsed Short Wave Diathermy (PSWD)


Sekitar tahun 1940, mulai digalakkan penelitian terhadap PSWD sebagai salah satu efek
terapi baru bagi SWD. Dalam penelitian tersebut dilakukan penerapan PSWD pada
hapusan susu, dan ternyata pada hapusan susu tersebut terlihat suatu bentuk “untaian
kalung”. Kemudian bentuk tersebut juga terjadi pada cairan darah, limpha dan eiwit.
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa PSWD sangat bermanfaat dalam menghasilkan
efek terapeutik, sedangkan efek fisiologisnya hanya timbul sedikit (pengaruh panas hanya
minimal). Pada Pulsed SWD, mempunyai energi/power output yang maksimum sampai
1000 W. Meskipun demikian, energi/power output rata-rata adalah jauh lebih rendah yaitu
antara 0,6 – 80 watt (tergantung pada pemilihan frekuensi pulse repetition) sehingga
memungkinkan aplikasi pengobatan subthermal dengan peningkatan efek-efek biologis.
Oleh karena itu, terapi Pulsed SWD sangat cocok untuk pengobatan terhadap gangguan-
gangguan akut dimana terapi panas merupakan kontraindikasi.
Jika kita menerapkan Pulsed SWD (PSWD), maka akan menghasilkan pulsasi rectangular
dengan durasi pulsasi 0,4 ms. Power maksimum dari pulsasi tersebut dapat diatur sampai
1000 W. Ketika menggunakan aplikasi kondensor maka energi power dapat diatur sampai
nilai maksimum. Interval pulsasi yang dihasilkan bergantung pada pemilihan frekuensi
pulsasi repetition (15 – 200 Hz), sedangkan ukuran produksi panas dalam Pulsed SWD
adalah mean power (watt).Mean power yang dihasilkan sangat bergantung pada
pemilihan intensitas arus dan frekuensi pulsasi repetition. Semakin rendah frekuensi
pulsasi repetition yang dipilih maka semakin rendah mean powernya. Dengan demikian,
penerapan Pulsed SWD dapat memungkinkan kita memilih intensitas arus yang tinggi
(power pulsasi) dengan pemilihan frekuensi pulsasi repetition yang selektif dan sesuai
dengan kondisi penyakit/gangguan.

Dengan demikian, indikasi Pulsed SWD adalah :


a) Kondisi-kondisi post traumatik dan post-operasi seperti arthropathy, kontusio,
distorsio, hematoma.
b) Gangguan-gangguan lain seperti ankylopoietik spondylosis, bursitis, coccygodinia,
myalgia, (akut) humeroscapular periarthritis, periostitis, neuralgia, (akut) sciatica,
tendovaginitis, akut dan kronik furuncle sinusitis, cervical lymphadenitis non-spesifik,
laryngitis dan peritonsilar abcess, adneksitis dan mamma abcess.

5) Efek Fisiologis
a) Perubahan panas/temperatur
(a) Reaksi lokal/jaringan
(1) Meningkatkan metabolisme sel-sel lokal sekitar + 13% setiap kenaikan temperatur 1 0
C.
(2) Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik lokal dan akhirnya
terjadi vasodilatasi lokal.
(b) Reaksi general
(1) Mengaktifkan sistem thermoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan kenaikan
temperatur darah untuk mempertahankan temperatur tubuh secara general.
(2) Penetrasi dan perubahan temperatur terjadi lebih dalam dan lebih luas.

b) Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat lebih baik seperti jaringan collagen kulit, tendon,
ligament dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas matriks jaringan; pemanasan ini
tidak akan menambah panjang matriks jaringan ikat sehingga pemberian SWD akan lebih
berhasil jika disertai dengan latihan peregangan.

c) Otot
(1) Meningkatkan elastisitas jaringan otot.
(2) Menurunkan tonus otot melalui normalisasi nocisensorik, kecuali hipertoni akibat
emosional dan kerusakan SSP.

d) Saraf
(1) Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf.
(2) Meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang rangsang (threshold).

6) Indikasi
Indikasi SWD baik continuos SWD maupun pulsed SWD adalah kondisi-kondisi subakut
dan kronik pada gangguan neuromuskuloskeletal (seperti sprain/strain, osteoarthritis,
cervical syndrome, NPB dan lain-lain).

7) Kontraindikasi
Kontraindikasi dari continuos SWD adalah pemasangan besi pada tulang, tumor atau
kanker, pacemaker pada jantung, tuberkulosis pada sendi, RA pada sendi, kondisi
menstruasi dan kehamilan, regio mata (kontak lens) dan testis. Kontraindikasi dari pulsed
SWD adalah tumor atau kanker, pacemaker pada jantung, regio mata dan testis, kondisi
menstruasi dan kehamilan. Pada gangguan akut neuromuskuloskeletal merupakan
kontraindikasi dari continuos SWD tetapi bagi pulsed SWD bisa diberikan dengan pulsasi
yang rendah.

b. William Flexion Exercise


1) Pengertian
William flexion exercise diperkenalkan oleh Dr. Paul Williams pada tahun 1937. Pada
tahun 1937, program latihan ini banyak ditujukan pada pasien-pasien kronik LBP dengan
kondisi degenerasi corpus vertebra sampai pada degenerasi diskus. Program latihan ini
telah berkembang dan banyak ditujukan pd laki2 dibawah usia 50-an & wanita dibawah
usia 40-an yang mengalami lordosis lumbal yang berlebihan, penurunan space diskus
antara segmen lumbal, & gejala-gejala kronik LBP.
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri atas 7 macam gerak yang
menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal). William flexion
exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang bawah selama beberapa
tahun untuk mengobati beragam problem nyeri pinggang bawah berdasarkan temuan
diagnosis. Dalam beberapa kasus, program latihan ini digunakan ketika penyebab
gangguan berasal dari facet joint (kapsul-ligamen), otot, serta degenerasi corpus dan
diskus. Tn. William menjelaskan bahwa posisi posterior pelvic tilting adalah penting
untuk memperoleh hasil terbaik.

2) Tujuan
Adapun tujuan dari william flexion exercise adalah untuk mengurangi nyeri, memberikan
stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus
maximus, dan hamstring, untuk menigkatkan fleksibilitas/elastisitas pada group otot
fleksor hip dan lower back (sacrospinalis), serta untuk mengembalikan/menyempurnakan
keseimbangan kerja antara group otot postural fleksor & ekstensor.

3) Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi dari William Flexion Exercise adalah spondylosis, spondyloarthrosis, dan
disfungsi sendi facet yang menyebabkan nyeri pinggang bawah. Kontraindikasi dari
William Flexion Exercise adalah gangguan pada diskus seperti disc. bulging, herniasi
diskus, atau protrusi diskus.

4) Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan William Flexion Exercise (Paul Hooper, 1999) adalah
sebagai berikut :

a) Latihan I (pelvic tilting)


Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki datar diatas bed/lantai.
Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa kedua tungkai mendorong ke bawah.
Kemudian pertahankan 5 – 10 detik.
b) Latihan II (single knee to chest)
Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua knee fleksi & kaki datar di atas bed/lantai.
Secara perlahan tarik knee kanan kearah shoulder & pertahankan 5 – 10 detik. Kemudian
diulangi untuk knee kiri dan pertahankan 5 - 10 detik.

c) Latihan III (double knee to chest)


Mulai dengan latihan sebelumnya (latihan II) dengan posisi pasien yang sama. Tarik knee
kanan ke dada kemudian knee kiri ke dada dan pertahankan kedua knee selama 5 – 10
detik. Dapat diikuti dengan fleksi kepala/leher (relatif) kemudian turunkan secara
perlahan-lahan salah satu tungkai kemudian diikuti dengan tungkai lainnya.

d) Latihan IV (partial sit-up)


Lakukan pelvic tilting seperti pada latihan I. Sementara mempertahankan posisi ini
angkat secara perlahan kepala dan shoulder dari bed/lantai, serta pertahankan selama 5
detik. Kemudian kembali secara perlahan ke posisi awal

e) Latihan V (hamstring stretch)


Mulai dengan posisi long sitting dan kedua knee ekstensi penuh. Secara perlahan
fleksikan trunk ke depan dengan menjaga kedua knee tetap ekstensi. Kemudian kedua
lengan menjangkau sejauh mungkin diatas kedua tungkai sampai mencapai jari-jari kaki.

f) Latihan VI (hip fleksor stretch)


Letakkan satu kaki didepan dengan fleksi knee dan satu kaki dibelakang dengan knee
dipertahankan lurus. Fleksikan trunk ke depan sampai knee kontak dengan lipatan axilla
(ketiak). Ulangi dengan kaki yang lain.

g) Latihan VII (squat)


Berdiri dengan posisi kedua kaki paralel dan kedua shoulder disamping badan. Usahakan
pertahankan trunk tetap tegak dengan kedua mata fokus ke depan & kedua kaki datar
diatas lantai. Kemudian secara perlahan turunkan badan sampai terjadi fleksi kedua knee.
(Chou R,2009)

DAFTAR PUSTAKA

 Chou R and Huffman L.H, 2009, Guideline for the Evaluational and Management of
Low Back Pain; Evidence Review, American Pain Society. Cohen S.P; Argoff C.E;
Carragee E.J, 2009, Management of Low Back Pain, BMJ Vol 338.

 Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. Jakarta: Dian
Rakyat.
 Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit.Ed: 6.
Jakarta: EGC.

 Sidharta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Cetakan ke-6.
Jakarta: Dian Rakyat.

 Sidharta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Cetakan ke-6.
Jakarta: Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai