Anda di halaman 1dari 19

1

INSTRUMEN PEMBELAJARAN BERBASIS PBL-CBL-WBL


MATA KULIAH PKN UNTUK PERGURUAN TINGGI (3)
FAKULTAS KEPERAWATAN (SEMESTER III/KLS A1, A2, A3, A4, A5)

Dra. Debby Ch. Rende,M.Si

Sekilas tentang model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)/PBL,


pembelajaran berbasis kontekstual (contextual based learning)/CBL dan pembelajaran
berbasis internet (website based learning)/WBL

D alam situasi masyarakat yang


selalu
pendidikan
berubah,
tidak
idealnya
hanya
berorientasi pada masa lalu dan masa kini,
tetapi sudah seharusnya merupakan
Terkait hal itu, para ahli pendidikan
modern telah menganjurkan bahwa suatu
pembelajaran (learning) tidak sekedar
mengenai proses pengalihan pengetahuan
(transfer of knowledge) namun merupakan
proses yang mengantisipasi dan proses pembelajaran untuk belajar
membicarakan masa depan. Pendidikan (learning to learn), atau juga sebagai
hendaknya melihat jauh kedepan dan proses pengalihan norma nilai budaya dan
memikirkan apa yang akan dihadapi norma sosial (transfer culture value and
peserta didik di masa yang akan datang. social norm).
Pendidikan yang baik adalah pendidikan Disamping itu, dunia perguruan
yang tidak hanya mempersiapkan para tinggi juga diperhadapkan pada
peserta didik (learner) untuk menempati kecenderungan (trend) dewasa ini bahwa
suatu profesi tertentu, tetapi untuk telah terjadi pergeseran paradigma dalam
menyelesaikan masalah (Buchori 2001; sistem pendidikan formal dari pengajaran
Khabibah 2006; Trianto 2007). (teaching) menuju ke pembelajaran
Hasil penelitian menunjukan bahwa (learning), dari pendekatan yang semula
ditemukannya beberapa hal terkait dengan lebih bersifat tekstual berubah menjadi
permasalahan-permasalahan mendasar bersifat kontekstual, dari metode yang
dalam pembelajaran pada jenjang semula berpusat pada pengajar (lecture
pendidikan formal termasuk perguruan centered) menjadi metode yang berpusat
tinggi diantaranya adalah kemampuan pada peserta didik (student centered), dari
peserta didik dalam memahami sekedar menghafal teori menjadi mampu
pengetahuan (teori/konsep) dalam bahan menganalisis dan memecahkan masalah,
ajar serta kemampuan peserta didik dalam (Hasan 2007; Ikeda 1994; Suriamihardja
menghubungkan antara pengetahuan yang 2008; Trianto 2007).
mereka pelajari dengan bagaimana Untuk dapat menemukan solusi
pengetahuan tersebut akan diterapkan terhadap permasalahan yang telah
pada masalah yang dihadapi. diuraikan diatas, maka diperlukan
penerapan model pembelajaran yang
2

inovatif di perguruan tinggi yang dari latar yang heterogen; 3) menelusuri


menekankan pada pembelajaran student informasi/data dan pengetahuan melalui
centered learning. Model pembelajaran ini situs-situs internet yang berkaitan dengan
lebih memberikan peluang kepada peserta masalah kontekstual pada instrumen
didik untuk mengkonstruksi pengetahuan pembelajaran (web enhanced course); 4)
mereka secara mandiri (self directed) dan menyelidiki, menganalisis dan mencari
dimediasi oleh sesama peserta didik (peer pemecahan solusi terhadap masalah
mediated instruction). (problem solving); 5) mensistesis
Ada pun pendekatan yang akan informasi/data dari berbagai sumber dan
diterapkan dalam model pembelajaran pandangan atau pemikiran; 6) memproses
student centered ini adalah perpaduan informasi/data yang sudah ada dalam
atau kombinasi antara problem based pikiran dan menyusun pengetahuan
learning, contextual based learning dan sendiri; 6) menekankan pada berpikir
web based learning. tingkat lebih tinggi dan transfer
Problem based learning dipahami pengetahuan lintas disiplin/interdisipliner;
sebagai pembelajaran yang berkaitan 7) mengembangkan masyarakat belajar
penggunaan inteligensi peserta didik untuk (learning community); dan 8)
memecahkan masalah. Sedangkan mengembangkan sikap jujur, kritis, adil,
contextual based learning lebih berarti peduli, percaya diri, mandiri dan
sebagai pembelajaran yang holistik dan berintegritas; (Arendts 1997; Ibrahim
bertujuan membantu peserta didik untuk 2000; Sudjana 2001; Trianto 2007;
memahami makna materi ajar maupun Nurdyansyah & Eni Fariyatul Fahyuni
instrumen pembelajaran dengan 2016).
mengaitkannya terhadap konteks masalah Evaluasi pembelajaran yang
kehidupan mereka sehari-hari (sosial, digunakan dibagi dalam dua kategori yakni
ekonomi, budaya, hukum, politik, HAM, penilaian melalui tes tulis dan non tes tulis.
terorisme dll), sehingga peserta didik Penilaian melalui tes tulis dilakukan
memiliki pengetahuan serta ketrampilan melalui penilaian konvensional dalam
yang dinamis dan fleksibel untuk bentuk essay. Penilaian ini bertujuan untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif menilai kemampuan peserta didik dalam
pemahamannya. Ada pun web based memahami, mengorganisasi, mensintesis
learning merupakan pembelajaran yang dan merumuskan jawaban dengan
menggunakan media teknologi komunikasi menggunakan kata-kata sendiri serta
dan informasi khususnya internet (Hmelo- mengukur kecakapan berfikir tingkat lebih
Silver 2004; Serafino & Ciccheilli, 2005; tinggi peserta didik dalam
Bandono 2008; Surya 2008 ). mengidentifikasi, membahas, mencari
Berbagai pendekatan pembelajaran solusi masalah serta menarik kesimpulan.
tersebut yang telah disebutkan diatas Selanjutnya, adalah penilaian non
memiliki prinsip-prinsip yang meliputi: 1) tes tulis yang diterapkan melalui penilaian
memusatkan obyek perhatian pada otentik. Maksud dari penilaian ini yaitu
masalah; 2) mendiskusikan masalah dalam untuk menilai kinerja peserta didik dalam
kelompok kecil (small group) peserta didik menyelesaikan tugas otentik (authentic
3

task) yang kompleks dan kontekstual Masing-masing penilaian dalam


seperti membahas artikel, memberikan evaluasi pembelajaran menggunakan skala
analisis terhadap peristiwa, menyusun rentang (rating scale) dan daftar cek
bahan kajian. Selain itu, untuk mengukur (check-list).
kemampuan peserta didik dalam bertanya, Dalam pembelajaran ini pengajar
berargumentasi, berdebat serta memiliki peran sebagai: 1) motivator, yaitu
berkolaborasi secara tim atau kelompok pemberi dorongan agar peserta didik aktif
melalui diskusi (Mueller 2006; Wiggins dan bergairah berpikir serta menyatakan
1994). Disamping itu juga dilaksanakan pendapat; 2) fasilitator, yaitu pemimpin
penilaian diri (self assessment) Dalam dan pengelola tahapan proses
penilaian ini, peserta didik diminta untuk pembelajaran serta pengoreksi kekeliruan
menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, teori dan permasalahan yang belum jelas
status, proses dan tingkat pencapaian atau masih menjadi perdebatan dari
tujuan pembelajaran yang dipelajarinya peserta didik; 4) evaluator, yaitu penilai
dalam mata kuliah. Kemudian, penilaian hasil diskusi dari peserta didik (Trianto,
juga dilakukan dengan menerapkan rubrik 2007).
skala persepsi.

I. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan adalah student centered learning (SCL)
dengan pendekatan problem based learning, contextual based learning dan web based
learning. Metode ini dimulai dengan membagi mahasiswa dalam kelompok kecil (small
group) oleh dosen. Selanjutnya, mahasiswa dari tiap kelompok secara partisipatif
berdiskusi untuk mempresentasikan, bertanya dan berdebat mengenai substansi
permasalahan yang tertuang dalam notulensi diskusi (hasil diskusi). Kemudian, diakhir
diskusi, dosen akan mengulas hasil diskusi tersebut secara keseluruhan.

II. Tujuan Pembelajaran


1. Untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri (self directed);
2. Untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam membahas artikel serta
menganalisis peristiwa atau permasalahan;
3. Untuk mengembangkan kemampuan peserta dalam berpikir secara kritis, analitis,
induktif, deduktif dan reflektif sehingga dapat menerapkan penalaran tingkat
tinggi (high order thinking);
4. Untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam bertanya,
berargumentasi, berdebat dan berkolaborasi secara tim;
5. Untuk mendorong peserta didik dalam memanfaatkan data dan informasi (big
data) di dunia digital untuk mengekslorasi bahan kajian dalam rangka menghadapi
era Revolusi Industri 4.0;
6. Untuk mengembangkan kemampuan peserta dalam menyusun bahan kajian
dalam bentuk notulensi diskusi berdasarkan kaidah penulisan ilmiah;
2

7. Untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan


permasalahan;
8. Untuk mengembangkan sikap peserta didik yang jujur, adil, peduli, percaya diri,
mandiri dan berintegritas.

III. Langkah-Langkah Pembelajaran


1. Dosen membentuk kelompok kecil (small group).
2. Salah satu mahasiswa mewakili kelompok peserta diskusi membacakan artikel.
3. Setiap kelompok diberikan waktu ± 15 menit mengisi notulensi diskusi, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi masalah, membahas solusi masalah dan
menetapkan kesimpulan. Hal itu dilakukan dengan mengaitkan permasalahan
dengan teori, hasil penelitian, norma dasar, norma hukum, sudut pandang
individu/organisasi yang bersumber dari media massa online internet, buku, karya
ilmiah (jurnal, prosiding, makalah, skripsi, tesis, disertasi dll).
4. Tiap kelompok secara bergiliran mempresentasikan notulensi diskusi.
5. Tiap kelompok saling memberi pertanyaan dan sanggahan.
6. Pada akhir diskusi, dosen akan mengulas hasil diskusi dari tiap kelompok.
7. Tiap kelompok wajib memasukan fotocopy notulensi diskusi.

IV. Koridor Pembelajaran


1. Setiap proses kegiatan pembelajaran wajib diawali dan diakhir dengan doa atas
inisiatif mahasiswa.
2. Tiap kelompok proaktif dan bertanggungjawab dalam kehadiran diskusi, mengisi
informasi/ data dalam notulensi diskusi dan mempresentasikannya.
3. Tiap kelompok wajib menggunakan akses internet sebagai pusat rujukan
informasi/data serta pengetahuan dalam menyusun notulensi diskusi.
4. Tiap kelompok wajib menggunakan teori sebagai pusat rujukan informasi/data
serta pengetahuan dalam menyusun notulensi diskusi.
5. Tiap kelompok wajib menggunakan buku/modul/diktat/bahan ajar kuliah sebagai
pusat rujukan informasi/data serta pengetahuan dalam menyusun notulensi
diskusi.
6. Tiap kelompok wajib menggunakan hasil penelitian (jurnal, prosiding, skripsi, tesis,
disertasi dll) sebagai pusat rujukan informasi/data serta pengetahuan dalam
menyusun notulensi diskusi
7. Tiap kelompok wajib menggunakan norma dasar (norma moral, agama, adat, dll)
serta norma hukum (Pancasila, UUD 1945, peraturan pemerintah, keputusan
presiden, peraturan presiden, keputusan menteri, peraturan menteri, peraturan
daerah, keputusan kepala daerah, kebijakan, program, dll) sebagai pusat rujukan
informasi/data serta pengetahuan dalam menyusun notulensi diskusi.
8. Tiap kelompok wajib menggunakan sudut pandang, opini, gagasan, pemikiran dari
individu maupun organsasi dari media masa (cetak, elektronik, online) sebagai
3

pusat rujukan informasi/data serta pengetahuan dalam menyusun notulensi


diskusi.
9. Tiap kelompok wajib menggunakan kaidah penulisan dalam menyusun notulensi
diskusi.
10. Tiap kelompok dapat menggunakan alat bantu dan bahan tayang (LCD, proyektor,
foto, audieo, video, animasi, dll) dalam mempresentasikan hasil diskusi.
11. Tiap kelompok wajib mengedepankan nilai-nilai religius, akademis dan demokratis
dalam diskusi serta menjunjung etika dan moral dalam diskusi baik terhadap
dosen maupun terhadap sesama kelompok atau sesama antar kelompok.
12. Tiap kelompok diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan berpikir dan
berkomunikasi secara mandiri maupun melalui arahan/bimbingan dosen dalam
diskusi.
13. Tiap kelompok wajib memasukan fotocopy notulensi diskusi kepada dosen.

V. Kaidah Penulisan
1. Paragraf harus berfungsi sebagai alat menelusuri, memahami dan mengembangkan
jalan pikiran secara sistematis.
2. Paragraf harus menggunakan kata depan yang mengawali suatu kalimat yaitu kata
pada, untuk, tentang, bagi, dengan, dari, berikut ini, daripada.
3. Paragraf harus menggunakan kata penghubung yang berfungsi menghubungkan
bagian-bagian kalimat atau menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang
lain (antar kalimat) yaitu kata dan, atau, tetapi, ketika, jika, asalkan, agar, jadi,
supaya, meskipun, sebagai, sebab, karena, bahwa, (oleh) karena itu, namun,
kemudian, setelah itu, bahkan, selain itu, disamping itu, selanjutnya, sementara itu,
walaupun demikian, sehubungan dengan itu, dengan demikian.
4. Paragraf harus memenuhi krieria kesatuan (kohesi) yaitu keeratan hubungan makna
antar gagasan dalam sebuah paragraf. Sebagai satu kesatuan gagasan, sebuah
paragraf hendaknya hanya mengandung satu gagasan utama diikuti oleh beberapa
gagasan pengembang atau penjelas.
5. Paragraf harus memenuhi kepaduan atau koherensi yaitu kepaduan hubungan
antarkalimat yang terjalin didalam paragraf. Kepaduan paragraf tersebut dapat
diketahui dari susunan kalimat yang sistematis, logis, dan mudah dipahami.
6. Paragraf harus memenuhi kriteria kekompakan yaitu pengaturan hubungan
antarkalimat yang diwujudkan oleh adanya bentuk-bentuk kalimat atau bagian
kalimat yang cocok dalam paragraf. Kekompakan paragraf dapat dilihat dari srtruktur
kalimat yang serasi (struktural) dan ditandai oleh kata-kata dalam paragraf untuk
menandai hubungan antar kalimat atau bagian paragraf (leksikal).
7. Paragraf harus memenuhi kriteria keefektifan kalimat yaitu keseimbangan
(keseimbangan antara pikiran/gagasan dan struktur bahasa), kesejajaran (bentuk
atau konstruksi bahasa yang sama), kecermatan (kalimat tidak menimbulkan tafsiran
ganda, tepat dalam memilih kata), kehematan (hemat menggunakan kata, frasa atau
4

bentuk lain yang tidak perlu), kevariasian (jenis, bentuk, pola kata dan kalimat yang
bervariasi) dan kelogisan (ide kalimat diterima logika, penulisan sesuai EYD).
8. Pengembangan paragraf harus menggunakan kalimat topik dan kalimat penjelas.
Kalimat topik adalah kalimat yang berisi ide pokok paragraf sedangkan kalimat
penjelas adalah kalimat yang berfungsi menjelaskan ide pokok paragraf.
Ciri-ciri kalimat topik:
1) Merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri;
2) Mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan diuraikan lebih
lanjut;
3) Mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan kalimat
lain;
4) Dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung dan frasa transisi.
Ciri-ciri kalimat penjelas:
1) Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri (dari segi arti);
2) Arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat
lain dalam satu alinea;
3) Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung dan frasa transisi;
4) Isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data/informasi tambahan lain
yang bersifat mendukung kalimat topik.
9. Struktur Pengembangan Paragraf :
1) 1 Transisi (berupa kalimat), 2 kalimat topik, 3 kalimat penjelas, dan 4 kalimat
penegas.
Contoh :
1 Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja
pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. 2 Baik kinerja pegawai maupun
kinerja organisasi memiliki maknanya masing-masing. 3 Kinerja pegawai adalah
hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. 3 Sedangkan kinerja
organisasi adalah totalitas hasil kinerja yang dicapai suatu organisasi. 4 Oleh
karena itu, kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan yang
sangat erat.
2) 1 Transisi (berupa kata), 2 kalimat topik, 3 kalimat penjelas, dan 4 kalimat
penegas.
Contoh :
1 Dalam pemilihan umum, 2 sosialisasi bertujuan meningkatkan kualitas
pemilih. 3 Pembentukan sikap tidaklah bersifat begitu saja terjadi, melainkan
proses sosialisasi yang berkembang menjadi ikatan psikologis yang kuat antara
seseorang dengan partai politik atau kandidat tertentu. 3 Makin dekat
seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan
seseorang terlibat dalam pemilihan. 4 Kedekatan inilah yang menentukan
seseorang ikut memilih atau tidak.
5

3) 1 Kalimat topik, 2 kalimat penjelas, dan 3 kalimat penegas.


Contoh :
1 Ada faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi
pilihan politik seseorang dalam pemilu. 2 Faktor-faktor situasional, seperti
ketidakpercayaan dengan pemilihan yang bisa membawa perubahan lebih
baik. 2 Atau seperti ketidakpercayaan masalah akan bisa diselesaikan jika
pemimpin baru terpilih, dan sebagainya. 3 Pemilih yang tidak percaya dengan
pemilihan akan menciptakan keadaan cenderung untuk tidak ikut memilih.
4) 1 Transisi (berupa kata), 2 kalimat topik, 3 kalimat penjelas.
Contoh :
1 Walaupun demikian, 2 sejak awal pelaksanaan pilkada langsung memang
diperkirakan akan memunculkan permasalahan. 3 Di satu sisi Pilkada
dipandang sebagai bagian dari otonomi daerah, di sisi yang lain, pilkada juga
menggunakan instrumen rezim pemilu. 3 Meskipun Departemen Dalam Negeri
berusaha mengantisipasi dengan membentuk desk pilkada, dengan tujuan
untuk membantu KPUD dalam pelaksanaan pilkada, kenyataanya lembaga ini
tidak berjalan dengan baik. 3 Selain itu, munculnya konflik politik dan
kekerasan disejumlah daerah, memunculkan analisis bahwa budaya politik di
dalam masyarakat masih belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan pilkada
langsung.
5) 1 Transisi (berupa kalimat), 2 kalimat topik, 3 kalimat penjelas.
Contoh :
1 Berdasarkan ukuran-ukuran demokrasi, 2 pemilukada langsung
menawarkan sejumlah manfaat dan sekaligus harapan bagi pertumbuhan,
pendalaman dan perluasan demokrasi lokal. 3 Pertama, sistem demokrasi
langsung melalui pemilukada langsung akan membuka ruang partisipasi yang
lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan menentukan kepemimpinan
politik di tingkat lokal dibandingkan sistem demokrasi perwakilan yang lebih
banyak meletakkan kuasa untuk menentukan rekruitmen politik di tangan
segelintir orang di DPRD (oligarkis). 3 Kedua, dari sisi kompetensi politik.
Pemilukada langsung memungkinkan munculnya secara lebih lebar preferensi
kandidat-kandidat berkompetensi dalam ruang yang lebih terbuka
dibandingkan ketertutupan yang sering terjadi dalam demokrasi perwakilan.
Pemilukada langsung bisa memberikan sejumlah harapan pada upaya
pembalikan “syndrome” dalam demokrasi perwakilan yang ditandai dengan
model kompetensi yang tidak fair, seperti; praktik politik uang (money politics).
3 Ketiga, sistem pemilihan langsung akan memberi peluang bagi warga
untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus
direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik seperti yang kasat mata
muncul dalam sistem demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui konsep
6

demokrasi langsung, warga di aras lokal akan mendapatkan kesempatan untuk


memperoleh semacam pendidikan politik, training kepemimpinan politik dan
sekaligus mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam pengambilan
keputusan politik. 3 Keempat, pemilukada langsung memperbesar harapan
untuk mendapatkan figur pemimpin yang aspiratif, kompeten dan legitimate.
Karena, melalui pemilukada langsung, kepala daerah yang terpilih akan lebih
berorientasi pada warga dibandingkan pada segelintir elit di DPRD.
10. Pola Pengembangan Paragraf :
1) Paragraf Deduktif
Paragraf deduktif adalah paragraf yang menjelaskan pokok permasalahan
terlebih dahulu yang terdapat dalam kalimat topik pada diawal paragraf,
kemudian diikuti dengan rincian pokok permasalahan dengan menggunakan
rangkaian kalimat penjelas.
Contoh :
Sejak masa Orba, sejumlah selebritas ikut terlibat dalam arena politik,
khususnya menjelang laga pemilu. Ada beragam peran yang mereka mainkan,
mulai sekadar penghibur, endorser dan vote getter, hingga caleg. Tren itu juga
terus berlangsung hingga pascareformasi. Hanya saja, posisi dan peran
selebritas sedikit agak beda. Sejak Pemilu 1999, mereka tidak sekadar menjadi
pelengkap dalam kegiatan kampanye dan aktivitas politik. Lebih dari itu,
banyak di antara mereka yang kemudian dipinang partai untuk dicalonkan
sebagai calon kepala daerah, wakil kepala daerah, atau caleg. Selama beberapa
periode pemilu legislatif pascareformasi, ada kecenderungan jumlah selebritas
yang menjadi caleg terus meningkat. Total mereka yang terpilih sebagai
anggota legislatif juga terus meningkat. Persentase dari keseluruhan caleg
selebritas mendapatkan kursi di Senayan pada Pileg 2004 ialah 18%. Jumlah itu
meningkat menjadi 31% pada Pileg 2009 dan 29% pada Pileg 2014.
2) Paragraf Induktif
Paragraf Induktif adalah paragraf yang menjelaskan rincian pokok
permasalahan dalam rangkaian kalimat penjelas terlebih dahulu diawal
paragraf, setelah itu diikuti dengan pokok permasalahan yang terdapat dalam
kalimat topik diakhir paragraf.
Contoh :
Dalam kehidupan di era modern, keberadaan birokrasi menempati posisi
yang sangat penting dan sekaligus menjadi institusi yang paling dibutuhkan (the
most important and dominant institution) dalam masyarakat. Hampir dapat
dikatakan tidak mungkin proses kehidupan masyarakat modern berlangsung
tanpa adanya intervensi peran birokrasi. Selanjutnya, keberadaan atau
eksistensi dari birokrasi memegang peran yang amat sangat penting bagi suatu
negara, sehingga dapat dikatakan eksistensi birokrasi sebagai konsekuensi logis
7

dari tugas utama negara (pemerintah) untuk menyejahterakan masyarakat


(social welfare). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberadaan
birokrasi dalam suatu negara/masyarakat sebagai institusi yang paling
dibutuhkan (the most important and dominant institution) serta berperan
dalam menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat (social welfare).
3) Paragraf Defenisi
Paragraf defenisi adalah paragraf yang kalimat topiknya berupa defenisi atau
pengertian, yang memberikan penjelasan secara terperinci terhadap konsep
atau istilah tertentu yang terdapat pada masalah yang sedang dibahas. Alat
untuk memerinci penjelasan defenisi atau pengertian adalah serangkaian
kalimat penjelas. Ungkapan yang umumnya dipakai dalam paragraf ini seperti
adalah, ialah, yaitu dll.
Contoh :
Istilah birokrasi berasal dari kata "bureau" yang berarti biro atau meja tulis
di mana para pejabat (saat itu) bekerja di belakangnya dan kata krateoo
(bahasa Yunani) yang berarti mengatur (to rule). Kemudian, istilah “bureau” ini
berkembang dalam varian bahasa lainnya seperti bureucratie (Perancis),
burocratie (German), burocrazia (Italia) dan bureaucracy (Inggris).
Dalam pengertiannya yang lebih luas, birokrasi adalah suatu tipe
organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif
dengan cara mengkoordinasi secara sistematis pekerjaan dari banyak anggota
organisasi. Orang-orang yang bekerja dalam birokrasi pemerintahan bekerja
secara profesional. Mereka diangkat dan diupah untuk menduduki jabatan di
lembaga pemerintahan yang telah ditetapkan tugasnya dari atasan. Dasar
pemilihan personel birokrasi ini biasanya dilandaskan pada keterampilan dan
kepandaian yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan tugas tertentu.
4) Paragraf Perbandingan
Paragaraf perbandingan adalah paragraf yang kalimat topiknya berisi
perbandingan dua hal atau lebih. Perbandingan tersebut, misalnya, antara yang
bersifat abstrak dengan bersifat konkret. Kalimat topik tersebut dikembangkan
dengan memerinci perbandingan tersebut dalam bentuk yang konkret.
Pengembangan paragraf dengan cara perbandingan biasanya menggunakan
ungkapan seperti: serupa dengan, seperti halnya, demikian juga, sama dengan,
sementara itu, sejalan dengan, seperti berbeda dengan, berbanding dengan,
sedangkan, akan tetapi, lain halnya dengan, bertolak belakang dengan, dsb.
Contoh :
Menurut Almond, bentuk-bentuk partisipasi politik terbagi dalam dua
bentuk yaitu partisipasi politik konvensional dan partisipasi non konvensional.
Sementara itu, Milbrath dan Goel membedakan partisipasi politik menjadi
beberapa kategori yaitu apatis, spektaktor, gladiator dan pengkritik.
8

5) Paragraf Sebab-Akibat
Paragraf sebab-akibat adalah paragraf yang kalimat topiknya dikembangkan
oleh kalimat sebab-akibat atau akibat-sebab (kausalitas). Paragraf ini yang
bertujuan untuk menerangkan suatu kejadian, baik dari segi penyebab maupun
dari segi akibat. Dalam menyusun paragraf ini harus memerhatikan sebabnya
terlebih dahulu baru kemudian akan mengetahui akibatnya atau sebaliknya.
Ungkapan yang digunakan yaitu padahal, akibatnya, oleh karena itu, karena.
Contoh :
Akar konflik yang menindas etnis Rohingya begitu rumit dan kompleks.
Pemerintah Myanmar mengklaim bahwa etnis Rohingya merupakan imigran
yang berasal dari Bangladesh, saat Myanmar dan Bangladesh berada di bawah
kolonialisasi Inggris. Pascaperang Inggris-Burma berakhir pada 1826, Inggris
menjalankan kebijakan imigrasi yang sangat terbuka di wilayah yang sekarang
dikenal dengan Rakhine itu. Etnis Rohingya merupakan orang-orang Muslim
Arakan yang menempati wilayah Rohang, yang sekarang dikenal dengan
Rakhine. Wilayah Rohang sebelumnya merupakan wilayah kerajaan Arakan,
sebelum ditaklukan oleh kerajaan Burma. Artinya, orang-orang Rohingya
merupakan etnis asli wilayah Rohang atau yang saat ini dikenal dengan
Rakhine. Namun Hukum Kependudukan Burma 1982, menyatakan bahwa
orang-orang Rohingya bukanlah suku-bangsa asli Myanmar dan secara tegas
menyatakan bahwa Rohingya bukan bagian dari warga negara Myanmar. Oleh
karena itu, hal ini merupakan salah satu pemicu penindasan terhadap etnis
Rohingya oleh orang-orang Burma karena mereka menganggap bahwa
Rohingya tidak memiliki hak untuk menempati tanah Burma atau Myanmar.
6) Paragraf Klasifikasi
Paragraf klasifikasi adalah paragraf yang mengelompokkan suatu masalah yang
sedang dibahas. Ungkapan yang digunaka yaitu dikelompokan, dibagi,
diklasifikasi, dsb.
Contoh :
Bentuk partisipasi politik warga negara dapat dikelompokan berdasarkan
intensitasnya. Intensitas terendah adalah sebagai pengamat, intesitas
menengah yaitu sebagai partisipan, dan intensitas partisipasi tertinggi sebagai
aktivis. Bila dijenjangkan, intensitas kegiatan politik warga negara tersebut
membentuk segitiga serupa dengan warga Negara. Karena seperti piramida,
bagian mayoritas partisipasi politik warga negara terletak di bawah. Ini berarti
intensitas partisipasi politik warga negara kebanyakan berada pada jenjang
pengamat. Mereka yang tergolong dalam kelompok ini biasanya melakukan
kegiatan politik seperti: menghadiri rapat umum, menjadi anggota
partai/kelompok kepentingan, membicarakan masalah politik mengikuti
perkembangan politik melalui media massa, danmemberikan suara dalam
9

pemilu. Setingkat lebih maju dari kelompok pengamat yang terletak ditengah-
tengah piramida partisipasi politik ialah kelompok partisipan. Pada jenjang
partisipasi ini aktivitas partisipasi poltik yang sering dilakukan adalah menjadi
petugas kampanye, menjadi anggota aktif dari partai/kelompok kepentingan,
dan aktif dalam proyek-proyek sosial.
Kelompok terakhir yang terletak di bagian paling atas dari piramida
partisipasi politik adalah kelompok aktivis. Warga yang termasuk dalam
kategori aktivis sedikit jumlahnya. Kegiatan politik pada jenjang aktivis ini
adalah seperti,menjadi pejabat partasi sepenuh waktu, pemimpin
partai/kelompok kepentingan. Di samping itu, ada juga warga yang tidak
termasuk kedalam piramida ini, mereka adalah kelompok warga yang sama
sekali tidak terlibat dan tidak melakukan kegiatan politik.
7) Paragraf Proses
Paragraf proses adalah paragraf yang menjelaskan urutan atau tahapan dari
suatu masalah, perisitiwa, kegiatan, aktivitas dll.
Contoh :
Kegiatan pilkada langsung dilaksanakan dalam dua tahap, yakni masa
persiapan dan tahap pelaksanaan. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam
masa persiapan, yakni:
a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai
berakhirnya masa jabatan;
b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa
jabatan kepala daerah;
c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan
jadwal tabapan pelaksanaan pemilihan kepala deerah;
d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;
e. Pembentukan dan pendaftaran pemantau.
Sementara itu, tahap pelaksanaan terdiri dari enam kegiatan, yang masing-
masing merupakan rangkaian yang saling terkait meliputi:
a. Penetapan daftar pemilih;
b. Pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/wakil kepala
daerah;
c. Kampanye;
d. Pemungutan suara
e. Penghitunga suara; dan
f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah
terpilih, pengesahan, dan pelantikan.
10

VI. Evaluasi Pembelajaran

Nama Komposisi Penilaian (MID) Total Nilai


Mahasiswa Identifikasi Pembahasan Kesimpulan Nilai Huruf
masalah masalah
20 % 50 % 30 %
…..

Nama Komposisi Penilaian (UAS) Total Nilai


Mahasiswa Kehadiran Tugas MID UAS Nilai Huruf
10 % 20 30 % 40 %
…..

No Aspek yang dinilai saat presentasi Skor Skala Rentang


1 Kesesuaian bahan kajian/notulensi 80 – 100 = A (sangat baik)
diskusi kelompok dengan kaidah 70 – 79 = B (baik)
penulisan ilmiah 60 – 69 = C (cukup)
2 Penguasaan materi 0 – 59 = D (kurang)
3 Kemampuan komunikasi
4 Kemampuan menghadapi/menjawab
pertanyaan maupun sanggahan
5 Gaya berbicara yang bersemangat dan
penuh antusiasme
Total Skor Rata – rata =

Daftar Ceck  (Ya); X (Tidak)

1) ……... apakah anda merasa bosan ketika berada dalam kelompok diskusi?
2) ……… apakah anda sering membaca artikel opini dimedia massa?
3) ….…. apakah anda sering berada diluar kelas pada saat teman dan dosen
berada didalam kelas?
4) ….…. apakah sering merasa kantuk pada saat diskusi berlangsung?
5) ……… apakah anda sering memberikan saran dalam diskusi?
6) ……… apakah anda memahami cara mensintesis teori dalam penyusunan
notulensi diskusi?
7) apakah anda memahami cara mensintesis sudut pandang individu atau
lembaga dalam penyusunan notulensi diskusi?
8) ……… apakah anda memahami cara mensintesis data hasil penelitian
(artikel, paper/makalah, skripsi, prosiding, tesis dll) dalam penyusunan
notulensi diskusi?
11

9) ……... apakah kelompok anda menjunjung etika dan nilai demokrasi dalam
berdiskusi?
10) ……… apakah kelompok anda dapat mengklarifikasi sanggahan terhadap
jawaban atas pertanyaan yang diajukan kelompok lain?
11) …….. apakah anda tertarik dalam menganalisis masalah-masalah
kontekstual?
12) …….. apakah anda memahami kaidah penulisan dalam penyusunan
notulensi diskusi?
13) ……… apakah anda tertarik dalam membaca/menyimak berita di media
masa cetak, elektronik online?
14) ……… apakah anda memiliki minat untuk memberikan pertanyaan?
15) ……… apakah anda diberi tugas oleh rekan kelompok anda untuk menulis
notulensi diskusi?
16) ……… apakah anda merasa cakap berdebat dalam diskusi?
17) ……… apakah pertanyaan yang anda ajukan kepada kelompok lain adalah
pertanyaan yang berkualitas?
18) ……. menurut anda, apakah dengan mengikuti model pembelajaran ini
anda telah memperoleh sebagian kecil dari nilai-nilai sikap yang jujur,
kritis, adil, peduli, percaya diri, mandiri, demokratis, dan berintegritas.

VII. Ringkasan Teori

Politik Identitas dan Masyarakat Sipil

Politik identitas adalah proses penyatuan dari pelbagai identitas kedalam self-
concept atau self-image seseorang. Hal ini merupakan identifikasi bagi identitas seseorang
ataupun kolektif dengan memahami identitas diri yang mengalir dari nilai-nilai, cara-cara,
karakteristik-karakteristik, latarbelakang religi, dan lain sebagainya sebagai sesuatu yang
beraneka ragam dan memperkaya khazanah kolektif bangsa. Politik identitas pun adalah
sebuah identitas yang dibangun dari dalam, sebagai pengganti dari sebuah gambaran yang
disebabkan oleh stereotype lingkungan. Bagaimanapun, adalah hal yang penting untuk
menyatakan bahwa stereotype yang ditempati oleh masyarakat luas pada kelompok etnis
dapat menjadi kontribusi yang besar bagi perasaan bangga atau malu seseorang akan
etnisitas mereka sendiri, dan hal itu bisa menjadi sumber yang besar akan konflik. Karena
itu, politik identitas yang dilihat secara arif dan bijaksana semestinya menempatkan
perbedaan sebagai kekayaan bukan sebagai lawan identitasnya. Politik identitas adalah,"
rasa memiliki dari seseorang kepada sebuah kelompok tertentu, dan bagian dari
pemikiran, persepsi, perasaan dan sikap seseorang yang merupakan kewajiban bagi
keanggotaan kelompok etnis".
Identitas adalah sesuatu yang terbeli sekaligus sesuatu yang terkonstruksi. Kita tidak
dapat memilih dilahirkan untuk menjadi identitas tertentu dalam masyarakat yang
mayoritas memiliki identitas tersebut; kita pun tidak bisa memilih identitas suatu religi
12

ketika masyoritas agama yang dianut adalah agama yng bukan kita miliki; tetapi yang
dapat kita lakukan adalah mengonstruksi apa yang tidak ada di dalam diri kita untuk
menjadi bagian dari yang mayoritas. Amin Maloouf (2004) menggambarkan dengan sangat
baik bagaimana identitas dapat menjadi belati bermata dua bagi pemiliknya. Ia dapat
menjadi senjata beladiri ketika dibutuhkan, tetapi di sisi lain, ia dapat menjadi bumerang
yang dapat menyerang balik pemilik identitas ketika ia tidak dapat mengelola dengan baik.
Musti diingat di sini, bahwa pengelolaan atas identitas memang bukan kewajiban mutlak
individu, ia merupakan kewajiban yang harus dibentuk oleh negara dan masyarakat sipil.
Karena itu, yang perlu dikelola secara seksama dan hati-hati dalam politik identitas
adalah bagaimana menyeimbangkan (mencari equilibritas) pemahaman akan the ours
(kekitaan) dan the others (kemerekaan). Ketika dua hal tersebut dikelola secara baik, maka
akan menghasilkan hal-hal yarng bermanfaat pula. Identitas yang dipolitisasi dengan
maksud untuk membangun perbedaan, dan perbedaan-perbedaan tersebut dibaca
dengan cara yang teratur dan baik justru dapat membentuk dasar saling pengertian di
antara pemeluk identitas lainnya. Maka bukan hanya kesempatan untuk hidup dengan
baik yang tercipta tapi juga dasar-dasar bagi keberlangsungan untuk dapat melanjutkan
kehidupan yang dilandasi atas political rights dan civil liberties yang mapan dapat
terwujud. Namun sebaliknya, apabila identitas dipolitisasi dengan maksud untuk
membangun perbedaan yang negatif, maka bukan tidak mungkin konflik destruktif
menjadi ceritera mengerikan dalam berita dan realita. Politisasi perbedaan identitas,
entah itu kultur/budaya, ras, etnis, adat, agama, merupakan ancaman bagi kepolitikan dan
merupakan tantangan yang mesti dicarikan solusinya. Logika the ours (kekitaan) dan the
others (kemerekaan) merupakan akar dari persoalan politik identitas negatif.

VIII. Artikel
Keniscayaan Politik Identitas dalam Pemilukada,

Kontestasi pemilukada langsung yang digulirkan di Indonesia sejak 2005, dalam


realitanya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh politik identitas. Isu-isu seputar latar
belakang etnis, agama, perbedaan gender hingga asal-usul daerah dari masing-masing
bakal calon makin kencang berembus menjelang dimulainya perhelatan pemilukada.
Pada prinsipnya, pemunculan politik identitas dalam pemilukada bukan hal tabu
untuk dilakukan. Perbedaan latar belakang dan identitas dari kontestan merupakan hal
yang lumrah dan memang perlu untuk disampaikan. Hanya saja yang patut lebih
diperhatikan jangan sampai perbedaan identitas justru dipolitisasi untuk menjatuhkan
atau bahkan menganggap calon lain tidak layak untuk dipilih. Apalagi secara sengaja
menggiring opini masyarakat untuk menolak calon dengan identitas tertentu.
Secara sederhana, untuk memahami politik identitas dapat mengacu pada
Chandrakirana (Haboddin, 2012), politik identitas biasanya digunakan oleh para pemimpin
sebagai retorika politik dengan sebutan kami bagi “orang asli” yang menghendaki
kekuasaan dan mereka bagi “orang pendatang” yang harus melepaskan kekuasaan. Jadi,
13

singkatnya politik identitas sekadar untuk dijadikan alat memanipulasi/alat untuk


menggalang kekuatan politik guna memenuhi kepentingan ekonomi dan politiknya.
Politik Identitas dalam Pemilukada, Apakah Keniscayaan?. Apakah politik identitas
akan terus ada dalam tiap pemilukada? Ada beberapa alasan yang bisa dijadikan premis
dasar untuk menjawab hal ini.
Pertama, perbedaan identitas seperti asal-usul daerah, klan, suku agama dan etnisitas
tidak saja sangat mendasar, tapi juga sangat nyata di tengah masyarakat. Negara ini sudah
ditakdirkan untuk menjadi nation-state yang majemuk. Ada lebih dari 300 suku besar di
Indonesia, ada sekitar 200 bahasa daerah serta lima agama besar yang belum termasuk
sekte-sekte yang ada di dalamnya. Karenanya, perbedaan identitas menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kedua, merujuk pada tesis Huntington (1996) dalam karyanya yang fenomenal The
Clash of Civilizations and The Remaking of World Order, ia menekankan bahwa agama
sebagai roh peradaban. Huntington sangat meyakini perbedaan agama lah yang dijadikan
‘mesiu’ dari munculnya benturan antarperadaban dunia masa depan.
Ketiga, isu-isu tentang perbedaan identitas dari kandidat-kandidat yang bertarung
dalam pemilukada memiliki daya pikat yang menjanjikan untuk terus di-blow up oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Kesamaan identitas antara kandidat dengan pemilih,
seperti latar belakang etnis dan agama, masih menjadi preferensi penting dari sebagian
kelompok pemilih untuk menentukan pilihannya, khususnya pemilih tradisional.
Keempat, masyarakat Indonesia masih berada di bawah bayang-bayang
primordialisme yang kental. Mereka memandang unsur-unsur identitas merupakan faktor
determinan dalam mempengaruhi sikap mereka dalam interaksi sosial. Begitu pula jika hal
tersebut ditarik ke ranah kontestasi pemilukada. Tidak sedikit masyarakat yang masih
percaya bahwa kesamaan latar belakang kepala daerah yang terpilih, akan lebih
memperhatikan kelompok mereka kelak.
Kelima, mengacu pada analisis David Brown (dalam Klinken, 2007) yang menyebut
menguatnya identitas-identitas komunal memang didasari dari makin derasnya ide-ide
demokratis, adanya politik patrimonial, serta hilangnya kepercayaan dan janji-janji
keadilan yang disampaikan oleh elite negara.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa politik identitas justru menguat
seiring berkembangnya demokrasi. Makin keran demokrasi itu terbuka, maka peluang
menguatnya identitas-identitas komunal makin tinggi. Makin banyak pemilukada yang
dilaksanakan, maka makin banyak pula potensi kemunculan politik identitas.
Politik identitas merupakan sebuah keniscayaan dalam pemilukada. Kita tidak bisa
menghindari menguatnya sentimen identitas menjelang pelaksanaan pemilukada, tapi
kita masih punya pilihan untuk membangun peradaban yang lebih bermartabat tanpa
harus melakukan politisasi identitas untuk mencapai tujuan
14

IX. Notulensi Diskusi

Hari/Tanggal
Nama kelompok
Topik yang dibahas
Hasil diskusi 1. Identifikasi dan Penetapan Masalah.
Identifikasi dan penetapan masalah adalah upaya menemukan
dan menguraikan masalah yang terdapat dalam artikel agar
dapat diketahui dengan jelas. Ada pun yang dimaksud dengan
masalah adalah kelemahan, pertentangan, kebingungan serta
kesenjangan antara keadaan yang diharapkan (das sollen)
dengan kenyataan (das sein). Masalah dapat ditemukan
pokok-pokok masalah dalam peristiwa atau fenomena dalam
artikel di media massa online yang mengangkat isu-isu aktual
yang menjadi perbincangan publik/ masyarakat.

Temukan dan uraikanlah masalah.

2. Pembahasan Masalah.
Pembahasan masalah adalah uraian penjelasan pokok-pokok
masalah. Uraian dan faktor tersebut merupakan upaya
penjabaran secara terperinci, analitis, logis dan sistematis
mengenai pokok-pokok masalah yang ada dalam identifikasi
dan penetapan masalah. Penjabaran tersebut dapat dilakukan
dengan cara mensintesis atau menggabungkan atau
memadukan pokok-pokok masalah yang sama, yang bersumber
dari media massa online internet dan sumber lain. Pokok-
pokok masalah yang bersumber dari internet ini meliputi
hubungan antara pokok-pokok masalah dengan sudut pandang
individu/organisasi, norma dasar (norma moral, agama, adat,
dll) serta norma hukum (kebijakan, program, peraturan
perundang-undangan (Pancasila, UUD 1945, peraturan
pemerintah, kepres, perpres, kepmen, peraturan menteri,
15

peraturan daerah, keputusan kepala daerah dll). Disamping itu,


cara mensistesis juga bisa melalui teori atau hasil penelitian
yang bersumber dari buku, jurnal, makalah, prosiding, skripsi,
tesis, disertasi serta referensi lainnya.

Jelaskan pembahasan solusi masalah..


16
17

3. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan bagian terakhir yang diperoleh dari
pembahasan masalah yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan ditulis secara tegas dan lugas.

Tetapkanlah kesimpulan..

Anda mungkin juga menyukai