Anda di halaman 1dari 7

Lalu Sukmawan Eka Wiguna

2264817004

AKSI NYATA

A. REFLEKSI DIRI
1) Pembelajaran Berdiferensiasi (developmentally appropriate practice)
a) Hal baru apa saja yang saya dapatkan
Dalam Pembelajaran berdiferensiasi saya mendapatkan banyak
pengetahuan baru, yakni berhubungan dengan pemetaan kebutuhan murid.
Selanjutnya saya berharap untuk dapat mengimplementasikan dan
mempraktikkannya dalam praktik sehari- hari.
b) Bagian menantang untuk diaplikasikan di lapangan
Bagian menantang untuk diaplikasikan menjembatani dilema diferensiasi vs
standarisasi, mengatur waktu, dan mengakses sumber- sumber belajar yang
ada
c) Hal-hal lain yang ingin saya pelajari lebih lanjut
Bagaimana cara membuat rancangan pembelajaran berdiferensiasi yang
efektif.
2) Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally responsive pedagogy)
a) Hal baru apa saja yang saya dapatkan

Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan


substansi tersendiri, namun dapat di kembangkan melalui bahan ajar atau
model pembelajaran dalam kurikulum yang paling memungkinkan
diterapkannya pendidikan multikultural ini.
b) Bagian menantang untuk diaplikasikan di lapangan
Memberikan alat-alat komunikasi antar budaya yang mengembangkan
keterampilan interpersonal memberikan teknik-teknik evaluasi membantu
klarifikasi nilai dan menjelaskan dinamika kultural.
c) Hal-hal lain yang ingin saya pelajari lebih lanjut adalah
Bagaimanana merancang dan melaksanakan Strategi serta manajemen
pendidikan multikultural yang efektif di berbagai level ataufase pendidikan
3) Pengajaran Sesuai Level (teaching at the right level)
a) Hal baru apa saja yang saya dapatkan
Teaching at right level (TaRL) merupakan pendekatan belajar yang tidak
mengacu pada tingkat kelas masing-masig peserta didik, melainkan
mengacu pada tingkat kemampuannya.
b) Bagian menantang untuk diaplikasikan di lapangan
Mengetahui kemampuan peseta didik dan mengajarkan sesuai dengan yang
mereka miliki.
c) Hal-hal lain yang ingin saya pelajari lebih lanjut adalah
Bagaimana melakukan asesmen terhadap kemampuan yang dimiliki peserta
didik, dan mengelompokkannya sesuai dengan tingkat capaian serta
kemampuan yang serupa, memberikan pengajaran dan beragam aktivitas
pembelajaran sesuai kemampuan belajarnya tersebut, bukan hanya melihat
dari usia dan kelasnya.

B. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DI KELAS

1. PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
Peserta didik terlahir dengan beragam karakteristik dan keunikannya
masing- masing. Kebutuhan belajar mereka tentu saja harus bisa terlayani
dengan sebaik- baiknya. Sebagai seorang guru, dalam menerapkan merdeka
belajar harus bisa menjadi fasilitator murid dalam belajar, menghamba padanya
sehingga potensinya dapat berkembang dengan optimal. Oleh karena itu, guru
harus bisa memastikan bahwa setiap murid mendapatkan kesempatan yang sama
untuk belajar dengan cara terbaik yang sesuai untuk mereka. Menurut
Tomlinson (2000) juga dikatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah
usaha menyesuaikan pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar
individu setiap murid. Jadi pembelajaran berdiferensiasi merupakan
pembelajaran yang berakar pada pemenuhan kebutuhan murid baik dari segi
kesiapan belajar, minat, atau profil belajarnya dan bagaimana guru merespon
kebutuhan belajar tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi dilakukan di kelas
dengan menggunakan tiga strategi yaitu diferensiasi konten, proses, dan
produk. Penjabarannya adalah sebagai berikut:
a) Diferensiasi konten : apa yang kita ajarkan kepada peserta didik sebagai
analisis dari kesiapan belajar murid, minat, atau profil belajarnya
(visual, auditori, kinestetik) serta ketiganya bisa di kombinasi.
b) Diferensiasi proses : Menyediakan kegiatan berjenjang yang akan di
pelajari bagi mandidi atau kelompok agar murid memaknai materi yang
dipelajari. Adanya pertanyaan tantangan, membuat agenda individual
murid, memvariasikan waktu, mengembangkan kegiatan bervariasi, dan
menggunakan pengelompokan yang fleksibel.
c) Diferensiasi produk : berupa tagihan yang kita harapkan dari murid
dengan memberikan tantangan atau keragaman variasi dan memilih
produk apa yang diminatinya.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran berdiferensiasi adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Memetakan kebutuhan belajar murid (kesiapan belajar, minat, profil
belajar)
3. Menentukan strategi dan alat penilaian yang akan digunakan
(tentukan bentuk penilaian akhir yang merupakan kombinasi
portofolio, proyek, dan tertulis kemudian buat rubrik penilaiannya
sehingga guru tahu posisi murid ada di mana dan kendala apa yang
dihadapinya)
4. Menentukan kegiatan pembelajaran (konten, proses, produk)

Pembelajaran berdiferensiasi ini bukan berarti mencapai tujuan akhir siswa


harus mencapai KKM yang diharapkan tetapi melalui pembelajaran ini
akan ada pergeseran penambahan nilai ke arah yang lebih baik. Misalkan
seorang murid kemampuannya di bawah rata-rata kelas, yaitu awalnya
mendapatkan nilai 40 setelah melalui proses pembelajaran berdiferensiasi
ini meningkat menjadi nilai 60, berarti ada kemajuan sehingga tidak bisa
seorang guru memaksakan murid mendapat KKM sesuai yang diharapkan.
Begitu juga dengan kemampuan murid di atas rata-rata kelas misalkan
mendapat nilai 80 setelah melalui pembelajaran berdiferensiasi
mendapatkan nilai 90 atau 100 berarti setelah mendapatkan kemajuan yang
pesat sehingga sukses dalam belajar.
Namun, ada tantangan yang dihadapi guru-guru ketika berjuang untuk
mewujudkan kelas berdiferensiasi, yaitu:
1. menjembatani dilema diferensiasi vs standarisasi,
2. mengatur waktu, dan
3. mengakses sumber-sumber yang ada

Oleh karena seorang guru harus menunjukkan sikap kreatif, percaya diri,
mau mencoba, dan berani mengambil risiko dalam menerapkan berbagai
ide strategi pembelajaran berdiferensiasi. Di samping itu, seorang guru juga
harus terus berkolaborasi dengan berbagai pihak baik dengan rekan guru
lain maupun pihak sekolah untuk terus mengembangkan pembelajaran
berdiferensiasi ini.
2. PEMBELAJARAN RESPONSIF KULTUR (CULTURALLY RESPONSIVE
PEDAGOGY)
Keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan
kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun secara negatif
orang merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal budaya orang lain.
Perubahan masyarakat yang cepat sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, menuntut lembaga pendidikan untuk bisa mengimbangi
percepatan perubahan yang ada di dalam masyarakat., dalam upaya membekali
siswa untuk dapat bermasyarakat dengan baik, perlu meng-up date bahan
pembelajarannya sesuai dengan perkembangandalam masyarakat.
Pilihan strategi yang digunakan dalam mengembangkan pembelajaran
berbasis multikultural, antara lain: strategi kegiatan belajar bersama-sama
(Cooperative Learning), yang dipadukan dengan strategi pencapaian konsep
(Concept Attainment) dan strategi analisis nilai (Value Analysis), strategi
analisis sosial (Social Investigation). Beberapa pilihan strategi ini dilaksanakan
secara simultan, dan harus tergambar dalam langkah-langkah model
pembelajaran berbasis multikultural. Namun demikian, masing-masing strategi
pembelajaran secara fungsional memiliki tekanan yang berbeda. Strategi
cooperative learning, digunakan untuk menandai adanya perkembangan
kemampuan siswa dalam belajar bersama-sama mensosialisasikan konsep dan
nilai budaya lokal dari daerahnya dalam komunitas belajar bersama teman.
Dalam tataran belajar dengan pendekatan multikultural, penggunaan strategi
cooperative learning, diharapkan mampu meningkatkan kadar partisipasi siswa
dalam melakukan rekomendasi nilai-nilai lokal serta membangun cara pandang
kebangsaan.
Dari kemampuan ini, siswa memiliki keterampilan mengembangkan
kecakapan hidup dalam menghormati budaya lain, toleransi terhadap
perbedaan, akomodatif, terbuka dan jujur dalam berinteraksi dengan teman
(orang lain) yang berbeda suku, agama etnis dan budayanya, memiliki empati
yang tinggi terhadap perbedaan budaya lain, dan mampu mengelola konflik
dengan tanpa kekerasan (conflict non violent). Selain itu, penggunaan strategi
cooperative learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas dan
efektivitas proses belajar siswa, suasana belajar yang kondusif, membangun
interaksi aktif antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa dalam
pembelajaran. Sedangkan strategi analisis nilai, difokuskan untuk melatih
kemampuan siswa berpikir secara induktif, dari setting ekspresi dan komitmen
nilai-nilai budaya lokal (carapandang lokal) menuju kerangka dan bangunan tata
pikir atau cara pandang yang lebih luas dalam lingkup nasional (cara pandang
kebangsaan).
Bertolak dari keempat strategi pembelajaran di atas, pola pembelajaran
berbasis multikultural dilakukan untuk meningkatkan kesadaran diri siswa
terhadap nilai-nilai keberbedaan dan keberagaman yang melekat pada
kehidupan siswa lokal sebagai faktor yang sangat potensial dalam membangun
cara pandang kebangsaan. Dengan kesadaran diri siswa terhadap nilai nilai
lokal, siswa di samping memiliki ketegaran dan ketangguhan secara pribadi,
juga mampu melakukan pilihan-pilihan rasional (rational choice) ketika
berhadapan dengan isu isu lokal, nasional dan global. Siswa mampu menatap
perspektif global sebagai suatu realitas yang tidak selalu dimaknai secara
emosional, akan tetapi juga rasional serta tetap sadar akan jati diri bangsa dan
negaranya. Kemampuan akademik tersebut, salah satu indikasinya ditampakkan
oleh siswa dalam perolehan hasil pembelajaran yang dialami.
Kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan kegiatan
belajar siswa adalah laporan kerja (makalah), unjuk kerja dan partisipasi yang
ditampilkan oleh siswa dalam pembelajaran dengan cara diskusi dan curah
pendapat, yang meliputi rasional berpendapat, toleransi dan empati terhadap
menatap nilai-nilai budaya daerah asal teman, serta perkembangan prestasi
belajar siswa setelah mengikuti tes di akhir pembelajaran. Selain itu, kriteria
lain yang dapat digunakan adalah unjuk kerja yang ditampilkan oleh guru di
dalam melaksanakan pendekatan multikultural dalam pembelajarannya. Guru
yang bersangkutan selalu terlibat dalam setiap fase kegiatan pembelajaran, baik
dalam kegiatan diskusi dan refleksi hasil temuan awal, penyusunan rencana
tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dalam pelaksanaan tindakan,
diskusi dan refleksi hasil pelaksanaan tindakan, dan penentuan/penyusunan
rencana tindakan selanjutnya dalam pencapain tujuan pembelajaran.
Solusi Guru Agar Mampu Menerapkan Pendidikan Multikultural Di
Indonesia sebagian besar belum menerapkan pendidikan multikultural
sebagaimana mestinya, oleh karena itu guru perlu memahami langkah-langkah
penting dalam penerapan pendidikan multikultural. Sebelum melangkah atau
menerapkan pembelajaran multikultural hendaknya guru memahami apa tujuan
pendidikan multikultural. Tujuan pendidikan multikultural dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) macam tujuan, yaitu: tujuan yang berkaitan dengan sikap,
pengetahuan, dan pembelajaran (Lawrence J. Saha, 1997: 349). Tujuan
pendidikan multikultural yang berkaitan dengan aspek pengetahuan (cognitive
goals) adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa dan budaya orang
lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan menerjemahkan perilaku kultural,
dan pengetahuan tentang kesadaran perspektif kultural. Sedangkan tujuan
pendidikan multikultural yang berkaitan dengan pembelajaran (instructional
goals) adalah untuk memperbaiki distorsi, stereotipe, dan kesalahpahaman
tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran; memberikan
berbagai strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan
alat-alat konseptual untuk komunikasi antar budaya; mengembangkan
keterampilan interpersonal; memberikan teknik-teknik evaluasi; membantu
klarifikasi nilai; dan menjelaskan dinamika kultural
3. IMPLEMENTASI PENGAJARAN SESUAI LEVEL (TEACHING AT THE
RIGHT LEVEL)
Teaching at the right level adalah proses intervensi yang harus dilakukan
guru dengan memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik
untuk menjembatani perbedaan yang ditemukan. Teaching at the Right Level
(TaRL) Merupakan sebuah pendekatan belajar yang mengacu pada tingkatan
capaian atau kemampuan peserta didik. Teaching at the Right Level (TaRL)
yang memungkinkan anak-anak memperoleh keterampilan dasar, seperti
membaca dan berhitung dengan cepat. Tanpa memandang usia atau kelas,
pengajaran dimulai pada tingkat anak. Inilah yang dimaksud dengan “Mengajar
pada Tingkat yang Benar”.
Langkah-langkah pembelajaran TARL

1) Guru melakukan asesmen terhadap level pembelajaran peserta didik,


mengelompokkannya sesuai dengan yang memiliki tingkat capaian dan
kemampuan yang serupa, dan memberikan intervensi pengajaran dan
beragam aktivitas pembelajaran sesuai dari level pembelajarannya
tersebut, bukan hanyamelihat dari usia dan kelasnya.
2) Mengajarkan kemampuan dasar yang perlu dimiliki peserta didik dan
menelusuri kemajuannya.
3) Jika anak berada di kelas 6 SD namun kemampuan dasar yang dimiliki
belum sampai ke level yang diharapkan pada level kelas tersebut, maka
guru perlu memberikan intervensi yang sesuai dengan kemampuan
peserta didik saat itu, menuntaskan kebutuhan belajarnya, dan tidak
memaksakan pengajaran yang ada di level kelas 6 .

Dalam menerapkan Teaching at the Right Level (TaRL) guru tersebut harus
terus mengembangkan kemampuan mendidiknya secara profesional dengan
mengikuti pelatihan serta seminar-seminar Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai