Anda di halaman 1dari 4

ternak yang sehat begerak yang aktif, memiliki sikap yang sigap dan tanggap terhadap perubahan situasi

sekitar yang mencurigakan. ternak yang sehat akan memiliki nafsu makan yang tinggi. struktur kaki yang
lurus dan simestris akan lebih kuat menopang berat badan ternak, karena beban berat tubuh akan
ditahan dengan seimbang oleh kaki-kakinya. (Santosa 2010)

Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi secara Profesional. Penebar Swadaya, Jakarta.

Penyakit Ayam Petelur Penyakit yang menyerang ayam petelur dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan
parasit. Newcastle disease (ND) Newcastle disease disebabkan oleh Paramxyo virus. Virus tersebut
menyerang saluran pernafasan dan sistem syaraf pusat. Newcastle disease memiliki nama lain yaitu
tetelo atau Avian pneumoencephalitis. Penyakit ini ditandai dengan kesulitas bernafas, batuk, bersin, dan
inkoordinasi otot dan paralisis, khususnya otot kepala dan otot leher. Gejala ayam yang terkena
Newcastle disease adalah pembengkakan di bagian kepala dan leher, produksi telur menurun, dan ayam
mati mendadak (Fadilah dan Polana, 2005). Masa inkubasi Newcastle disease sekitar 2-15 hari.
Pencegahan penyakit Newcastle disease dapat dilakukan dengan vaksinasi, memperbaiki manajemen
pemeliharaan, dan memberikan antibiotik untuk meminimalisir penyakit ikutan (secondary infection)
(Suprijatna dkk., 2008).

Infectious bronchitis (IB) Infectious bronchitis (IB) ditemukan pertama pada tahun 1930 pada anak ayam.
Penyakit ini menyerang sistem pernafasan dan saluran reproduksi, serta memiliki sifat penularan yang
tinggi. Infectious bronchitis disebabkan oleh virus dari family Coronaviridae dan genus Coronavirus. Masa
inkubasi penyakit Infectious bronchitis selama 18-36 jam. Infectious bronchitis menyerang ayam dari
segala umur. Anak ayam yang terserang akan mengalami batuk, nafas terengah-engah, bersin, lemas,
mata berair, depresi dan bergerombol pada pemanas (Fadilah dan Polana, 2005). Ayam produksi yang
terkena Infectious bronchitis memiliki gejala batuk, bersin, ngorok, hidung terdapat cairan berlendir,
serta didaerah trakea dan bronkus berwarna merah dan berlendir. Belum ada pengobatan untuk
mengatasi Infectious bronchitis, sehingga perlakuan pertama yang harus dilakukan saat mengetahui
ayam terkena Infectious bronchitis adalah mengkarantina atau memusnahkan ayam tersebut.
Pencegahan penyakit Infectious bronchitis dapat dilakukan dengan vaksinasi. Penyakit Infectious
bronchitis menyebabkan kematian dan produksi telur yang rendah (Blakely dan Bade, 1998). 2.5.3. Avian
influenza (AI) Avian influenza lebih dikenal dengan istilah flu burung. Avian influenza disebabkan oleh
virus yang dimasukkan dalam klasifikasi Orthomyxoviruses dan memiliki 3 tipe yaitu tipe A, B, dan C.
Virus Avian influenza menyerang saluran

9 pernafasan maupun sistem saraf. Virus Avian influenza dapat ditularkan melalui kelenjar ludah dan
kotoran ayam. Virus Avian influenza dapat hidup pada suhu 0 o C, dan mati pada suhu 80 o C (Fadilah
dan Polana, 2005). Gejala ayam terkena penyakit Avian influenza adalah batuk, bersin, mata berair,
badan lemah, produksi telur menurun drasrtis, edema di kepala, panik dan diare. Penularan Avian
influenza dapat melalui kontak langsung dengan ayam yang terserang Avian influenza, selain itu juga
dapat melaui pakan, air minum, pekerja kandang, peralatan kandang, dan alat transportasi yang
tercemar virus Avian influenza (Suprijatna dkk., 2008). Pencegahan penyakit Avian influenza dapat
dilakukan dengan vaksinasi, memberikian pakan yang berkualitas, melakukan manajemen pemeliharaan
dengan baik. Peternakan yang sudah terserang Avian influenza harus diisolasi, memusnahkan semua
ayam yang terinfeksi, melarang kendaraan, peralatan, dan orang untuk keluar masuk peternakan,
melakukan biosecurity secara ketat dan mengistirahatkan peternakan dari segala kegiatan.

Coryza Coryza merupakan penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif Hemophilus paragallinarum. Coryza dapat menyerang secara cepat dengan tingkat
penularan yang tinggi. Tanda penyakit coryza dilihat dari keluarnya cairan dari lubang hidung dan mata.
Penyebaran penyakit ini melalui kontak langsung antara ayam yang sakit dan ayam yang sehat.
Pencegahan penyakit coryza dapat dilakukan dengan memisahkan ayam yang terserang penyakit 10
dengan yang sehat dan menjaga kandang dan lingkungan kandang agar tetap bersih (Blakely dan Bade,
1998). Pengobatan penyakit Coryza dapat dilakukan dengan menggunakan sulfonamides dan antibiotic
(Fadilah dan Polana, 2005).

Chronical respiratory disease (CRD) Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycroplasma gallisepticum yang
dapat menyerang segala umur. Biasanya diderita bersamaan dengan penyakit Infectious bronchitis dan
Newcastle disease (Suprijatna dkk., 2008). Gejala CRD dapat dilihat dari ayam susah bernafas, ngorok,
bersin, nafsu makan dan produksi telur menurun (Fadilah dan Polana, 2005). Pencegahan penyakit ini
dapat dilakukan dengan sanitasi kandang dan peralatan kandang dnegan teratur, memelihara ayam
dengan umur yang sama dalam satu kandang, mengawasi lalu lintas manusia dikandang, dan
memberikan antistres pada ayam (Blakeky dan Bade, 1998). Pengobatan dapat dilakukan dengan
memberikan antibiotik dan sulfa melalui air minum dan suntikan.

Eggs drop syndrome (EDS) Penyakit ini disebabkan oleh Hemaggluinating adenovirus. Gejala penyakit ini
tidak terlalu nampak sebab ayam terlihat sehat namun produksi telur menurun. Telur yang dihasilkan
memiliki kualitas kerabang yang buruk, bahkan tanpa kerabang, warna kerabang pucat atau tidak
berwarna, dan kemampuan penetasan telur cenderung menurun (Sainsbury, 1992). Penyebaran virus
dapat dilakukan dengan kontak langsung dengan unggas langsung, selain itu juga dapat melalui jarum
suntik 11 yang terkontaminasi virus. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan vaksinasi pada umur
sekitar 14-16 minggu dan melakukan sanitasi dengan ketat (Fadilah dan Polana, 2005).

Kartasudjana dan Suprijatna, 2010

Setyono dkk., 2013

Suharno dan Setiawan, 2012

Kasnodiharjo dan Friskarini, 2013

Widyantara dkk., 2013

Suharno dan Setiawan, 2012 Hyline Internasional, 2014 Prayitno dan Sugiharto, 2016

Vaksin yng dipakai merupakan vaksin inaktif yang dengannya subtipe yng percis kepada unggas sehat.
Ayam broiler diberikan vaksin pada umur 4 hari yang dengannya suntikan subkutan (Irawan, 1996). Cara
pemberian vaksin bisa di lakukan yang dengannya lewat tetes indra penglihat, tetes hidung,
injeksi/suntikan, ataupun yang dengannya metode spray (penyemprotan halus). Cara tetes indra
penglihat serta hidung selayaknya metode yng gampang di lakukan, demikian juga terhadap vaksin
Gumboro ( Jahja serta Retno, 2010.

Cara pemberian vaksin yaitu melalui tetes, suntik/injeksi, melalui air minum, wing-web dan semprot.
Melalui tetes yaitu dengan tetes mata, hidung, atau mulut. Melalui injeksi yaitu subcutan/dibawah kulit
dan intra muscular/dalam daging atau otot. Melalui air minum adalah dengan mencampur vaksin
dengan air minum, agar efektif ternak dipuasakan dahulu selama 2 jam sehingga air mengandung vaksin
dapat segera dikonsumsi. Injeksi subcutan dilakukan dengan memberikan vaksin di daerah leher dengan
jarum tidak masuk ke daging melainkan berada diantara daging dan kulit. Dan cara terakhir adalah
semprot, cara ini harus dilakukan ketika tidak ada angin sedang berhembus ke kandang, sehingga virus
dalam vaksin akan terbang keluar, tidak dihirup oleh ayam. Menurut penelitian terakhir cara inilah yang
terbaik (Rasyaf, 2003).

Vaksin merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan virulensinya atau dimatikan dan
apabila diberikan pada ternak tidak menimbulkan penyakit melainkan dapat merangsang pembentukan
zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Program vaksinasi yang dilakukan merupakan modifikasi
untuk mempermudah mengingat dan proses vaksinasi itu sendiri tanpa mengabaikan keadaan
lingkungan. Penyakit hewan menular tidak selalu dapat diobati, tetapi dapat dikebalkan yaitu melalui
vaksinasi, sehingga pada kondisi terburuk ernak tidak terserang oleh penyakit tertentu. Aplikasi vaksinasi
pada anak ayam biasanya dengan cara tetes mata atau tetes hidung, dan kadang-kadang pemberiannya
melalui suntikan bila yang jenis vaksinnya inaktif. Vaksinasi melalui air minum tidak bisa dilakukan,
karena anak ayam umur 1-4 hari minumnya masih sedikit dan tidak teratur.

Mata yang sehat terlihat bening dan cerah serta bentuknya bulat dan pandangan tajam (Bambang Krista
dan Bagus Harianto, 2010), pada pengamatan yang dilakukan mata ayam terlihat tidak bersinar,pucat
dan terlihat mengantuk . Kondisi hidung pada ayam yang sakit terlihat basah terdapat lendir pada bagian
rongga hidunnya, namun pada pengamatan yang dilakukan hidung ayam tampak bersih dan kering. Bulu
ayam yang baik adalah cerah, tidak kusam dan tidak rontok (Roni fadilah dan Agustin polana, 2004), pada
pengamatan bulu ayam terlihat kusam, tidak bercahaya dan banyak yang rontok. Kaki ayam sehat
tampak berdiri tegak dan kokoh, tidak pincang, tidak bengkong, kaki basah dan berminyak (Roni fadilah
dan Agustin polana, 2004), namun pada pengamatan yang di lihat kaki sedikit lumpuh, tidak berdiri
tegak. Ayam yang sehat selalu bergerak lincah, pada pengamatan yang dilakukan ayam tidak banyak
bergerak dan sering duduk. Muka ayam yang sehat selalu segar, dan cerah, namun pada pengamatan
terlihat muka pada ayam tamak pucat, lemas, dan terlihat mengantuk. Dubur pada ayam yang sehat
tampak bersih dan tidak ada kotoran yang menempel, pada pengamatan telihat bahwa dubur ayam
tampak kotor karena adanya ekskreta yang encer.

Menangani penanganan / memegang Hewan (berusahaakan ternak tidak stres)

- Cara penanganan Ayam: pegang sayap dan kaki dengan satu tangan, minta bantuan orang lain
Homogen, hindarkan dari sinar matahari

Cara Penyuntikan:

IM: (Raba otot dada) posisi otot dada tepat di pinggir tulang dada. Bagian infeksi yang akan
disuntik dengan alkohol. Suntikkan vaksin (0,5 ml untuk vaksin AI) pada otot dada dengan jarum tinggi ¼
jarum panjang, jarum posisi sejajar tulang dada (posisi jarum tidak boleh lurus dan terlalu tergantung
pada kekhawatiran mengenai organ dalam rongga dada)

SC: (tarik kulit di bagian leher dengan jari telunjuk dan jempol, desinfeksi bagian yang akan disuntik
dengan alkohol, suntikkan spuit dengan kedalaman ¼ jarum panjang ke kulit ayam yang disambungkan
dengan jari kita yang menarik kulit ini, suntikkan vaksin.

Desinfeksi peralatan setelah vaksinasi dan bakar / kubur peralatan habis pakai (sarung tangan, spuit
disposible, masker)

Jahja dan Retno, 2010

Jahja dan Retno. 2010. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Medion. Banndung.

Quinn, P. J., Markey, B. K., Leonard, F. C., FitzPatrick, E. S., Fanning, S. and Hartigan, P. J. (2011) Veterinary
Microbiology and Microbial Disease, Second Edition. Blackwell Science, Iowa. Hal. 884-901.

Anda mungkin juga menyukai