Ekstraksi Tembaga secara Elektrolitik Menggunakan Campuran Padatan CuFeS2 dan CaCO3
(Chalcopyca) sebagai Anoda
ABSTRACT
Study on a new road of copper electroextraction to make use the solid mixture of CuFeS 2 and
CaCO3 as anode has been done. The aim of these research was to determine reaction kinetic and faradic
efficiency of anodic copper dissolution and catodic copper precipitation. A solid mixture of CuFeS 2 and
CaCO3 at weight ratio 9:1 was functioned as anode. Electrolysis was carried out at 1.5 mA by varying times
of 30,60,120, and 240 minutes in Na2SO4 0.5 M + H2SO4 0.01 M electrolyte. The quantity of copper at the
electrolyte and cathode was analyzed by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The result of these
research showed that copper was deposited in the cathode simultaneously with anodic dissolution. The
kinetic of copper dissolution follow zero order with rate constant of 5.10 -6 mg/second. The faradic efficiency
of copper dissolution and precipitation for those various time respectively were 17.31%; 14.00%; 11,16%;
62.31%; and 1.60%; 8.61%; 7.59%; 60.63%.
* Corresponding author.
Email address : akuncaka@ugm.ac.id
I (mA)
Sebelum CuFeS2 Standar Setelah
3
pencucian pencucian
I d I/I1 I 2
(intensitas) (intensitas (intensitas) 1
relatif)
22301 3,0356 100 33578 0
579 1,8556 30 11446 0 100 200 300
4233 1,8657 15 6988 t (menit)
5343 1,5895 14 7765 1,0 mA" 1,5 mA 2,0 mA 2,5 mA 3,0 mA
2554 1,5771 8 3571
Gambar 3 Kurva perubahan arus terhadap waktu
dengan lima variasi arus
Larutan boraks dibuat dengan melarutkan
setiap pelet. Pelet ini difungsikan sebagai anoda
melarutkan 27,78 g H3BO3 dalam 500 mL
dan katoda platina lembaran sebagai katoda.
akuabides. Hal ini berhubungan dengan kelarutan
boraks dalam akuabides sebesar 1:18 (b/v) pada
Penentuan Arus Elektrolisis
suhu kamar. Setelah dicuci dengan akuabides
Metode elektrolisis yang dipakai adalah arus
sampai filtrat jernih selanjutnya proses pengeringan
tetap atau arus terkontrol sebesar 1,5 mA. Kondisi
dilakukan. Hasil pencucian konsentrat tembaga
ini berdasarkan hasil optimasi kestabilan arus listrik
200 g menghasilkan kristal sebanyak 96,5364 g.
dalam lima variasi waktu elektrolisis. Variasi kuat
Untuk mengetahui karakteristik kristal hasil
arus yang digunakan dalam elekrolisis adalah 1,0
pemurnian tersebut dilakukan analisis difraksi sinar-
mA; 1,5 mA; 2,0 mA; 2,5 mA dan 3 mA. Alasan
X (XRD). Gambar 2 merupakan difraktogram
tidak digunakan arus yang lebih besar adalah
konsentrat tembaga setelah pencucian.
untuk menghindari kerontokan pada pelet anoda.
Difraktogram kristal sebelum pencucian
Gambar 3 menunjukkan perubahan arus elektrolisis
(konsentrat tembaga) dan kristal hasil setelah
selama 4 jam (240 menit) pada masing-masing
pencucian dibandingkan dengan difraktogram
variasi arus.
CuFeS2 standar. Tabel 1 menampilkan 5 serapan
Standar deviasi dari arus 1,0 mA hingga 3,0
terbesar difraktogram CuFeS2 standar dan
mA berturut-turut adalah 0,09696, 0,11747,
perubahan intensitas serapan dibandingkan di
0,21817, 0,28543, dan 0,81263. Semakin besar
antara kedua kristal tersebut.
arus yang digunakan, kestabilan arus makin
Berdasarkan hasil perbandingan intensitas
menurun yang ditandai dengan pembesaran harga
sinyal difraktogram sebelum dan setelah pencucian
standar deviasi. Harga standar deviasi pada arus 1
terhadap difraktogram CuFeS2 standar dalam Tabel
mA tidak jauh berbeda dengan arus 1,5 mA, atas
1 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
dasar inilah arus 1,5 mA digunakan dengan
intensitas yang relatif tinggi pada kristal hasil
harapan laju pelarutan anoda ChalcopyCa dapat
pencucian konsentrat tembaga. Intensitas
berjalan lebih cepat.
menunjukkan tingkat kemurnian suatu kristal,
sehingga dapat diasumsikan bahwa kemurnian
Penentuan Kinetika Reaksi Pelarutan Tembaga
CuFeS2 semakin besar setelah konsentrat tembaga
dari Anoda ChalcopyCa pada Elektrolisis
mengalami pencucian. Hasil analisis AAS
Arus Tetap 1,5 mA
menunjukkan kandungan tembaga dalam kristal
Dalam penelitian ini elektrolisis dilakukan
hasil pencucian adalah sebesar 33,84 %.
dengan 4 (empat) variasi waktu, yaitu 30, 60, 120,
Komposisi ini hampir mendekati kadar tembaga
dan 240 menit. ChalcopyCa berperan sebagai
dalam kalkopirit murni, yakni sebesar 34,50 %.
anoda, sedangkan katoda yang digunakan adalah
Tahap selanjutnya kristal hasil pencucian ini
lempeng platina. Elektrolisis dilakukan dalam
dibuat pelet dengan penambahan CaCO3 dalam
medium Na2SO4 0,5 M + H2SO4 0,01 M. Mekanisme
perbandingan berat 9 : 1 (CuFeS2 : CaCO3). Fungsi
reaksi yang terjadi selama elektrolisis dijelaskan
penambahan CaCO3 adalah sebagai perekat
pada pipiran berikut:
supaya saat dilakukan elektrolisis tidak mudah
mengalami kerontokan. Untuk tujuan yang sama,
Reaksi pada anoda
pembuatan pelet dilakukan pada tekanan sebesar
Mekanisme reaksi diawali dengan pelarutan
20 kN. Berat pelet ChalcopyCa yang diperoleh ± 3 g
permukaan anoda ChalcopyCa. Pelarutan anoda
secara elektrokimia menghasilkan ion Cu2+, Fe2+ tembaga yang terendapkan seiring dengan lama
yang terlarut dalam elektolit dan sulfur yang waktu elektrolisis. Hal ini berhubungan dengan
teradsorpsi pada permukaan anoda menurut reaksi harga Eº (potensial reduksi) ion tembaga sebesar +
berikut : 0,337 volt, sehingga sebagian besar tembaga yang
2+ 2+ 0 -
CuFeS2(s) Cu (aq) + Fe (aq)+ 2S (ads) + 4e (3) terlarut memiliki kecenderungan untuk direduksi
Proses adsorbsi sulfur dapat teramati dengan menjadi logamnya. Secara keseluruhan jumlah
pembentukan endapan kuning kehijauan pada tembaga yang terlarut (massa tembaga dalam
permukaan anoda. katoda dan larutan hasil elektrolisis), adalah
Keberadaan ion sulfat dalam larutan semakin naik dan terjadi peningkatan yang relatif
Na2SO4 + H2SO4 menyebabkan terjadinya oksidasi tinggi pada saat elektrolisis dilakukan selama 240
pelarut H2O. Dalam larutan asam konsentrasi OH- menit.
adalah sangat kecil sehingga pembentukan gas Dalam Gambar 4 ditampilkan grafik pelarutan
oksigen terbentuk terutama oleh adanya reaksi tembaga sebagai fungsi waktu yang menunjukkan
oksidasi H2O pada anoda. bahwa pada elektrolisis selama 30 hingga 120
+ -
2 H2O(l) O2(g) + 4 H (aq) + 4 e (4) menit reaksi berjalan lambat untuk kemudian
O2(g) O2(ads) (5) mengalami peningkatan kecepatan reaksi pada
Sulfur hasil oksidasi anoda dioksidasi lebih elektrolisis 240 menit. Keberadaan lapisan sulfur
lanjut secara kimia oleh oksigen di permukaan (S0) yang teradsorpsi pada permukaan anoda
anoda menjadi ion sulfat yang kemudian larut ke ChalcopyCa diperkirakan menghalangi proses
dalam larutan. pelarutan tembaga sehingga kecepatan pelarutan
2 S0 + 3O +2H O 2 SO 2- + 4H+ (6) menjadi lambat. Fenomena terbentuknya fasa
(ads) 2(ads) 2 4 (aq)
intermediet sulfida dalam bentuk lapisan sulfur
Reaksi pada katoda dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
Pada elektroda ini terjadi reduksi pelarut H2O pelambatan kinetika reaksi pelarutan kalkopirit. Hal
yang menghasilkan gas H2 menurut reaksi berikut : diungkapkan oleh Ammou-Chokroum dkk. [5]
2 H2O + 2 e- 2 OH ‾(aq) + H2(g) (7) bahwa S0 pada permukaan kalkopirit mendorong
Ion logam Cu dalam larutan akan bergerak ke proses pasivasi yang akan menyebabkan
katoda dan berinteraksi dengan 2 elektron penurunan reaktivitas anoda pada titik tertentu.
membentuk atom logam (terjadi reduksi pada ion Diungkapkan pula bahwa dalam larutan asam sisi
tembaga): elektroaktif kalkopirit akan diperoleh kembali
2+ -
Cu (aq) + 2 e Cu(s) (8) setelah rentang waktu tertentu. Terdapat
Pada elektroda ini juga terjadi reduksi ion H+ yang kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan
berasal dari medium asam menghasilkan gas hasil penelitian yang ditunjukkan dengan terjadinya
hidrogen : kenaikan massa tembaga yang terlarut pada
+ -
2 H (aq) + 2 e H2(g) (9) elektrolisis 240 menit. Sisi elektroaktif anoda
Penentuan kandungan tembaga yang terlarut ChalcopyCa diperkirakan telah diperoleh kembali
selama elekrolisis diketahui dengan pengukuran dengan teroksidasinya S0 menjadi SO 42- menurut
kandungan tembaga dalam larutan dan jumlah persamaan reaksi (6). Usaha untuk mengidentifikasi
tembaga yang terendapkan pada katoda. lapisan sulfur pada permukaan kalkopirit yang
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada pernah dilakukan mengalami kegagalan karena
elektrolisis 30 menit kandungan tembaga dalam lapisan pasivasinya adalah sangat tipis dan tidak
larutan adalah lebih besar daripada dalam katoda. stabil Tshilombo dkk.[6].
Dalam larutan massa tembaga memiliki
kecenderungan untuk tetap yaitu sekitar 0,1 mg,
sedangkan pada katoda terja di kenaikan massa
5
Tabel 2 Kandungan tembaga (mg) pada larutan 4
dan katoda terhadap variasi waktu elektrolisis
3
W Cu W Cu
W Cu
t W Cu total
larutan katoda 2
(menit) (mg) (mg) (mg)
1
30 0,1345 0,0138 0,1483
60 0,0998 0,1593 0,2591 0
120 0,1120 0,2384 0,3504 0 50 100 150 200 250 300
240 0,1069 3,8640 3,9709 t (menit)
Gambar 4 Grafik pelarutan tembaga terhadap
waktu elektrolisis
70
KESIMPULAN
60
50
1. Fungsionalisasi anoda ChalcopyCa dalam
medium Na2SO4 0,5 M. + H2SO4 0,01 M relatif
efektif dalam pelarutan sekaligus pengendapan
Rf (%)
40 Rf,A
tembaga.
30 Rf,K
2. Kinetika reaksi pelarutan tembaga dari anoda
20 ChalcopyCa mengikuti orde 0 (nol) dengan
konstanta laju reaksi sebesar 5.10-6 mmol/detik.
10
3. Overall reaksi pelarutan tembaga :
0 CuFeS2(s) + 4H2O
0 50 100 150 200 250 300 Cu (s) + Fe (s) + 2S0 + O2 + 2OH- + 2H+ + 2H2
4. Elektrolisis selama 30, 60, 120, dan 240 menit
t (menit)
diperoleh RF pelarutan tembaga berturut-turut
Gambar 7 Nilai Rf pelarutan dan pengendapan sebesar 17,31%; 14,00%; 11,16%; 62,31%; dan
tembaga terhadap waktu elektrolisis RF pengendapan sebesar 1,60%, 8,61%,
7,59%, 60,63%.
ChalcopyCa yang sifatnya tidak permanen (terjadi
pada rentang waktu tertentu). Pada awal UCAPAN TERIMA KASIH
elektrolisis (selama 30 menit) dengan harga
Penulis pada kesempatan ini mengucapkan
rendemen faradik relatif lebih besar menunjukkan
terima kasih pada proyek HB XII yang telah
bahwa efektivitas arus yang digunakan untuk
mendanai penelitian ini.
melarutkan tembaga masih relatif tinggi daripada
elektrolisis 60 dan 120 menit yang telah mengalami
DAFTAR PUSTAKA
pasivasi S0. Pasivasi ini menyebabkan penurunan
spesies elektroaktif pada permukaan anoda. Sisi 1. Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., dan Norman, H.,
elektroaktif yang terbentuk kembali pada waktu 240 1999, Principles of Modern Chemistry, edisi 4,
menit ditunjukkan dengan meningkatnya harga Harcourt Inc, New York.
rendemen faradik yang diperoleh. 2. Kuncaka, A., Rusdiarso B. dan Basuki K.T.,
Harga rendemen faradik pengendapan 1997, Kombinasi Elektro-ekstraksi Untuk
tembaga di katoda cenderung mengalami kenaikan Penyediaan Emas, Perak, dan Tembaga
seiring dengan lama waktu elektrolisis. Bahkan Kualitas Fungsi Tinggi dari Konsentrat
pada elektrolisis selama 240 menit mengalami Tembaga, Laporan RUT IV, Yogyakarta.
kenaikan yang relatif tinggi menjadi 60,629%. 3. Crundwell, F.K., 1998, J. Hidrometallurgy, 29,
Dalam Gambar 7 ditampilkan perubahan harga 417-460.
rendemen faradik pelarutan dan pengendapan 4. Kuncaka A, 2002, Prospek Pengambilan
tembaga selama elektrolisis. Tembaga Dari Konsentrat Tembaga Secara
Dari Gambar 7 terlihat bahwa nilai Rf Elektrometalurgi Sebagai Proses Pengolahan
pengendapan pada elektrolisis selama 30 menit Konsentrat Tembaga Bebas Emisi Gas SO2,
masih sangat kecil bila dibandingkan dengan Rf Prosiding Seminar Jaringan Kerjasama Kimia
pelarutan pada waktu yang sama. Hal ini Indonesia, Yogyakarta.
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari 5. Ammou-Chokroum, M., P.K., Sen, dan F.
tembaga yang telah terlarut mengalami Fouques, 1981, Electroxidation of Chalcopyrite
pengendapan di katoda. Dari perbandingan nilai Rf in Acid Chloride Medium : Kinetics,
pelarutan dan pengendapan tembaga dapat Stoichiometry and Reaction Mechanism. Dalam
diketahui bahwa semakin lama waktu elektrolisis, Lawskowski, J., Developments in Mineral
maka semakin efektif arus yang digunakan untuk Processing, vol. 2, edisi A, Polish Scientific
mengendapkan tembaga. Persamaan dari kedua Publisher, Warsawa.
proses tersebut adalah adanya kenaikan nilai Rf 6. Tshilombo, A.F., J. Petersen, dan D.G. Dixon,
yang relatif tinggi pada elektrolisis selama 240 2000, The Influence of Applied Potentials and
menit dengan selisih nilai yang sangat kecil. Temperature on The Electrochemical Response
Fenomena ini menunjukkan bahwa ion tembaga of Chalcopyrite During Bacterial Leaching,
(Cu2+) yang terlarut dalam medium Na2SO4 0,5 M University of Columbia, Toronto.
+ H2SO4 0,01 M secara simultan dapat diendapkan
di katoda.
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu elektrolisis, jarak antar elektroda dan
penggunaan membran terhadap pengendapan tembaga dengan metoda elektrolisis internal dan
aplikasinya pada limbah PCB (Printed Circuit Board). Dari penelitian diketahui bahwa waktu
elektrolisis jarak antar elektroda dan penggunaan membran berpengaruh terhadap pengendapan logam
tembaga dengan metoda elektrolisis internal. Pengaruh faktor-faktor tersebut adalah waktu berbanding
lurus dengan massa tembaga yang mengedap, jarak antar elektroda berbanding terbalik dengan massa
tembaga yang mengendap. Metoda elektrolisis internal mampu menurunkan kadar limbah PCB sampai
96,88 %.
Kata kunci: elektrolisis internal, tembaga
ABSTRACT
The research has been done to evaluate the effect of electrolysis time, electrode distance,
membrane application on copper deposition by internal electrolysis and its application in PCB (Printed
Circuit Board). The experimental results showed that electrolysis time, electrode distance and
membrane had effect on copper deposition by internal electrolysis method. The electrolysis time is
directly proportional to the mass of copper deposited, while electrode distance is indirectly proportional
to the mass of copper deposited. The method was to decrease the copper concentration in PCB waste
by 96,88 %.
Key words: internal electrolysis, copper
adalah lebih kecil dari nol (∆Greaksi < 0), reaksi Preparasi reagen
yang terjadi dalam elektrolisis internal adalah Pembuatan larutan CuSO4 0,05 M: kristal CuSO4
Cu2+ + Zn → Cu + Zn2+ 5H2O ditimbang seberat 12,475 gram dilarutkan
Menurut Nernst besarnya potensial sel adalah dalam 100 mL, kemudian ditambahkan akuades
sampai batas.
0,059 aCu. . aZn2 Pembuatan limbah tiruan: lembar PCB ukuran
a 2 . aZn
Esel E sel0 2 log
Cu 5x 5 cm dilarutkan dalam 100 mL FeCl3 dalam
Besarnya Esel dipengaruhi oleh aktivitas dari ion labu ukur 500 mL, ditambahkan akuades sampai
batas.
Zn2+ dan ion Cu2+. Pada keadaan standar
Esel Esel
0
ECu
0
EZn
0
1,1 volt yang Desain alat
2 2
/ Cu / Zn
Katoda plat platina ukuran 3,5x 2 cm
berarti dapat berlangsung secara spontan tanpa
dihubungkan dengan anoda plat seng 3,5 x 1 cm
mensuplai potensial dari luar. Pada elektrolisis
dengan kabel tembaga. Katoda dan anoda
internal pengendapan secara sempurna
dicelupkan dalam larutan kemudian
diperlukan waktu yang lama tetapi tidak
dihubungkan dengan multimeter.
memerlukan perhatian yang serius selama proses
berlangsung. Terjadinya polarisasi pada sel Percobaan
galvani akan memberikan potensial yang lebih Larutan CuSO4 sebanyak 50 ml dipanaskan
rendah terhadap potensial yang diramalkan sampai suhu 60-65oC permukaan katoda dan
sebelumnya.Faktor lain yang sangat anoda dibersihkan, keduanya disambungkan,
mempengaruhi metoda elektrolisis internal kemudian dimasukan dalam larutan. Suhu
adalah adanya contact precipitation pada anoda, larutan dijaga tetap, dan di biarkan elektroda di
hal ini dapat diatasi dengan melapisis anoda dalam larutan.Elektrolisis di lakukan dengan
yang digunakan dengan membran. Dalam variasi waktu 30; 60; 90; 120; 200; 270 dan 300
penelitian ini dipelajari pengaruh waktu menit dan variasi jarak antara elektroda 1; 2; 2,5;
elektrolisis, jarak antar elektroda dan 3 dan 3,5 cm. Elektrolisis internal menggunakan
penggunaan membran pada elektrolisis internal membran agar pada limbah tiruan dilakukan
terhadap peningkatan efisiensi pengendapan Cu selama 300 menit dan jarak antara elektroda 1cm
pada katoda dari limbah cair. Kelanjutan hasil Kuantitas tembaga yang mengendap pada katoda
penelitian ini dapat difungsikan pada dianalisis dengan AAS.
perancangan metoda elektrolisis internal pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
industri yang banyak membuang limbah logam
Pada proses elektrolisis dengan elektrolit CuSO4
berat yang tidak jarang terdapat dengan kadar
anoda seng akan teroksidasi dan kation Cu2+ dari
yang cukup tinggi dapat menyebabkan
elektrolit akan tereduksi dan mengendap pada
pencemaran lingkungan, padahal sangat
katoda. Pemanasan pada temperatur 60-65oC
potensial untuk ditambang kembali.
dimaksudkan untuk mempercepat migrasi
METODA PENELITIAN elektron dari anoda menuju katoda. Harga
Bahan yang digunakan: CuSO4.5H2O p.a, HNO3 potensial sel awal yang timbul adalah +1,0 volt
p.a, aseton, membran agar, HCl p.a dan mengalami penurunan arus selama
Alat yang gunakan: set elektrolisis, plat platina, elektrolisis berlangsung sejalan dengan
plat seng, hot plate multimeter, neraca analitik, menurunnya konsentrasi elektrolit dalam
AAS dan alat gelas. larutan.
arus (mA)
20
15 40
Arus awal
10 30
5 20 Arus akhir
0
10
0 100 200 300 400
0
waktu (menit)
0 1 2 3 4
Gambar 1. Pertautan waktu elektrolisis terhadap jarak antar elektroda (cm)
penurunan arus
Gambar 2. Pengaruh jarak antar elektroda
Terjadinya polarisasi pada sel elektrolisis terhadap arus elektrolisis
internal ini memberikan potensial yang lebih Dari gambar 2 dapat dijelaskan bahwa semakin
rendah bila dibandingkan dengan potensial yang panjang jarak elektroda maka semakin kecil arus
diramalkan sebelumnya yang disebabkan yang digunakan, mengakibatkan mobilitas ion di
komposisi elektrolit dan temperatur larutan. dalam larutan kecil sehingga tidak cukup untuk
Pengaruh waktu elektrolisis terhadap massa hasil mengangkut reaktan menuju atau dari
endapan dan perhitungan efisiensi pengendapan permukaan elektroda pada laju yang dibutuhkan
disajikan pada tabel berikut ini oleh arus secara kontinyu, akibatnya endapan
yang terbentuk semakin sedikit.
Tabel 1. Efisiensi pengendapan elektrolisis
pada variasi waktu Kelemahan utama dari metoda elektrolisis
Waktu Efisiensi internal dikenal dengan contact precipitation
M1 (mg) M2 (mg)
(menit) (%) yaitu penempelan logam pada anoda karena
30 7,73 16,14 47,88 adanya oksidasi yang semakin lama akan
60 8,58 27,41 31,30 terbentuk endapan yang menutupi plat seng
90 15,08 35,27 42,76
120 16,03 40,75 39,34 sehingga menghambat proses transfer elektron,
200 18,02 47,76 37,85 maka untuk mencegah hal tersebut anoda
270 18,69 51,31 36,42 dilapisi dengan membran. Membran yang
300 19,24 51,94 37,04 digunakan adalah membran agar. Dari penelitian
Keterangan diperoleh hasil bahwa massa tembaga yang
M1 : massa tembaga yang mengendap secara
praktek mngendap tanpa menggunakan membran lebih
M2 : massa tembaga yang mengendap secara besar yaitu 18,69 mg dari pada dengan
teori menggunakan membran sebesar 14,67 mg. Hasil
Dari hasil tersebut terlihat bahwa semakin lama penelitian menunjukkan bahwa dengan
waktu elektrolisis maka semakin menurun menggunakan membran, jumlah tenbaga yang
efisiensi pengendapan karena hambatan mengendap lebih sedikit disebabkan oleh dua
elektrolit semakin meningkat, dan arus yang kemungkinan, yang pertama yaitu membran agar
digunakan semakin kecil. ikut larut dalam larutan elektrolit sehingga anoda
tidak cukup terlindungi dari proses oksidasi
Elektrolisis dilakukan pada variasi jarak antar
lebih lanjut. Kedua adanya potensial membran
elektroda 1 cm sampai 3,5 cm. Grafik pertautan
yang menghalangi potensial sel yang disebut
arus yang terjadi dengan jarak antar elektroda
liquid junction membrane. Kelemahan lain dari
ditunjukkan pada gambar 2.
metoda elektrolisis internal adalah waktu yang
digunakan relatif lebih lama dibandingkan
dengan metoda elektrolisis.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada
kepala Laboratorium Kimia Analitik Universitas
Diponegoro yang telah memberikan sarana
dalam penelitian ini, juga kami sampaikna
kepada Bp. Didik S Widodo atas saran dan
koreksi yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Crow, D.R., 1998, Principles and Application of
Electrochemistry , Chapman and Hall Inc.:
London, pp: 200-202
Douglas, M., Considine, P.E., 1984,
Encyclopedia of Chemistry, 4th ed. New
York: Van Nonstrand Reinhold Company,
pp.: 287-292
Imam Khasani, S., dkk. 1995., Cara
Memperoleh Kembali Tembaga dan Amonia
dari Limbah Industri Pembuat PCB, Buletin
IPT, pp.: 25-28.
Kirk, R.E., Othmer, D.F., 1983, Encyclopedia of
Chemical Technology, vol.8; The
Interscience Encyclopedia Inc.: New York;
p.p: 147-176
Reger, Weiner, Gilkerson, 1993,
Experimentation and Analysis in Chemistry
Laboratory, Sounder College, pp.: 371-378
Abstract
Indonesia has ore reserves of copper (Cu) which is very large, most of the reserves with porphyry Cu content
in the ore vary between 0.1 - 2%. In addition to Cu, usually ore associated with other metals such as gold
(A), silver (Ag) and rare metals such as Palladium (Pd ), Selenium ( Se ) and others. Several types of Cu ore
there is Bornite (Cu5FeS4), Calcopyrite (CuFeS2), Covellite (CuS) with some impurities such as pyrite
(FeS2), Magnetite (Fe3O4), hematite (Fe2O3), or Quartz (SiO2). Caused most of the sulfide minerals in the
conventional treatment (physical - chemical ) would be more effective if the initial process is " concentrating
"using flotation and gravity if it is in many ores of gold (Au) in the form of Native. Furthermore,
conventional purification process using Pyro way Metallurgy, Metallurgy and Electro Hydro Metallurgy.
Biomining mineral extraction using bacteria. Definition biomining intact is the process of extracting valuable
minerals from ore or tailings from mining rest with the help of microorganisms , especially bacteria.
Biomining process copper ore by leaching microbial -based reaction that uses bacteria Acidithiobacillus
ferrooxidans biomining is an effective technology and environmentally friendly which can be used for
purification of ore and precious metals in concentrate.
Keywords : Processing Refining Copper Ore – Conventional – Biomining
Pendahuluan
Tembaga berwarna coklat keabu-abuan dan mempunyai struktur kristal FCC. Tembaga ini mempunyai sifat sifat
yang sangat baik yakni; sebagai penghantar listrik dan panas yang baik, mampu tempa, duktil dan mudah dibentuk
menjadi plat-plat atau kawat.
Bijih-bijih tembaga dapat diklasifikasikan atas tiga golongan yaitu Bijih Sulfida, Bijih Oksida, dan Bijih murni
(native).
Tabel 1. Mineral Tembaga Terpenting
Ditinjau dari sifat kimianya logam-logam mempunyai oksida-oksida pembentuk basa dan berdasarkan sifat-sifat
logam terhadap oksida ini logam-logam tersebut dapat digolongkan menjadi;
Logam Mulia, yaitu logam yang tidak dapat mengalami oksida, misalnya; Au, Pt, Ag dan Hg.
Logam setengah mulia, yaitu logam yang agak sukar teroksida, misalnya Cu.
Logam tidak Mulia, yaitu logam-logam yang dalam keadaan biasa dan pada perubahan temperatur mudah
teroksidasi, mis alnya K, Na, Mg, Ca, Al, Zn, Fe, Sn, Pb dll.
Terlihat bahwa logam Cu merupakan logam setengah mulia yang agak sukar teroksida, maka pada Tabel 1
mineral tembaga terpenting berada pada senyawa sulfide dan hidroksida.
Proses ekstraksi logam-logam secara kimia-fisik (konvensional) biasa dilakukan dengan metode Pyrometallurgy
atau Hydrometallurgy dan pemurnian logamnya menggunakan Electrometallurgy. Logam dalam mineral akan
mudah diekstrak dari suatu bijih menggunakan metode Pyrometallugy apabila mineralnya dalam senyawa oksida,
sedangkan logam pada mineral dengan senyawa hidroksida dan karbonat akan mudah diekstrak menggunakan
metode Hydrometallurgy. Oleh karena itu bijih tembaga senyawa sulfide untuk dapat diekstrak dengan
Pyrometallurgi, maka logam pengotor maupun logam utamanya harus diubah dulu menjadi senyawa oksida
dengan proses Pemanggangan (Roasting). Sedangkan bijih dengan senyawa hidroksida maupun karbonat dapat
Kajian Proses
Proses Fisik-Kimia (Konvensional)
Untuk mendapatkan metal Cu yang lebih murni biasanya dilakukan cara metalurgi ekstraksi (pengambilan
logam) terpadu, atau dengan kata lain baik secara pyrometallurgy, hydrometallurgy dan electrometallurgy.
Disamping mendapatkan metal / logam utama, juga akan didapatkan metal sampingan yang tidak kalah pentingnya
dengan metal utamanya. Seperti halnya dalam ekstraksi logam tembaga akan didapatkan emas dan perak dan gas
SO2 yang dijadikan produk samping.
Bijih tembaga pada umumnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : sulfide ore, oxide ore maupun
native ore. Ore / bijih yang sangat penting adalah sulfide ore, karena pada umumnya mempunyai kadar relatif tinggi.
Mineral penting pada bijih tembaga biasanya adalah: Chalcosite (Cu2S), Chalcopyrite (CuFeS2), Bornite
(Cu2CuSFeS), Covelite (CuS); disamping itu ada karbonat misalnya Malachite (CuCO 3 Cu(OH)) dan azurite (2
CuCO3 Cu(OH)2).
Bijih tembaga berbentuk sebagai vein / urat, yang tersebar di dalam batuan beku merupakan butiran-butiran
kecil. Biasanya berasosiasi dengan silica (50-60 %), besi (10-20 %), sulfur (10 %) dan sejumlah kecil alumina,
calcium, oksida, cobalt, selenium, tellurium, perak dan emas.
Konsentrasi (proses pemisahan mineral berharga dengan mineral pengotornya) tembaga biasanya dengan proses
meja goyang, sluice box atau flotasi tergantung pada ukuran butir mineralnya. Apabila ukuran butirannya kasar (>
200 mesh atau > 74 □m) digunakan proses meja goyang atau sluice box, bila ukuran butirannya halus (< 200 mesh
atau < 74 □m) maka menggunakan proses flotasi. Dengan proses konsentrasi ini diharapkan mineral tembaga akan
terpisah dari kotoran maupun mineral zinc, timbal dan non sulfida. Pada umumnya hasil dari proses konsentrasi
menghasilkan konsentrat (sekumpulan mineral berharga) berkadar 25-30%Cu.
Konsentrat hasil konsentrasi masih mengandung besi dalam jumlah yang banyak perhatikan komposisi
Chalcopyrite (CuFeS2) dan Bornite (Cu2CuSFeS). Disamping itu masih ada logam impurities (pengotor) lainnya.
Untuk dapat diambil metalnya maka dilakukan ekstraksi melalui 3 tahap, yaitu : Tahap I Smelting (peleburan) dalam
reverberatory furnace (tungku pantul), untuk mendapatkan matte (Cu 2S FeS); Tahap II Conversion / Bessemering :
merupakan proses dari matte untuk dijadikan Blister Copper (Crude Copper) dan Tahap III Refining (pemurnian)
untuk mendapatkan tembaga murni (kadar 98 % Cu). Untuk mendapatkan kadar 99,95 % Cu dilakukan elektrolisa
(lihat Gambar 1.).
Secara sederhana proses pengolahan untuk ekstraksi bijih tembaga-besi-sulfida menjadi tembaga terdiri dari
beberapa unit operasi dan unit proses sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.
Dari Gambar 1. dan 2. dapat dijelaskan bahwa pengolahan bijih tembaga konvensional melalui beberapa tahap,
yaitu: liberasi, pengapungan (flotasi), pemanggangan, peleburan, pengubahan dan elektrolisis.
Pabrik pengolahan (mill) menghasilkan konsentrat tembaga dari bijih yang ditambang melalui pemisahan
mineral berharga dari pengotornya (proses konsentrasi). Langkah-langkah utamanya adalah penghancuran
(crushing), penggerusan (grinding/milling), pengapungan (flotasi), dan pengeringan (drying). Penghancuran dan
penggerusan mengubah bongkah bijih menjadi berukuran halus. Penghalusan ukuran butir berfungsi untuk
membebaskan butiran (liberasi) yang mengandung tembaga dan emas, serta untuk proses pemisahan dan
menyiapkan ukuran yang sesuai dengan proses selanjutnya (konsentrasi dan ekstraksi).
Bijih yang sudah halus diolah selanjutnya melalui proses flotasi, yaitu untuk menghasilkan konsentrat tembaga.
Permukaan mineral yang bersifat hydrophobic atau aerophilic (menolak air) dipisahkan dengan yang bersifat
hydrophilic atau aerophobic (menerima air). Pada proses pengapungan (flotasi), bubur konsentrat (slurry) yang
terdiri dari bijih yang sudah halus (hasil gilingan) dicampur dengan reagen, kemudian dimasukkan ke dalam
rangkaian tangki pengaduk yang disebut sel flotasi, secara bersamaan dipompakan udara ke dalam slurry tersebut.
Reagen yang digunakan berupa kapur, pembuih (frother) dan kolektor. Kapur berfungsi untuk mengatur pH.
Pembuih membentuk gelembung stabil yang tidak mudah pecah. Gelembung-gelembung mengapung ke permukaan
sel flotasi sebagai buih. Reagen kolektor bereaksi dengan permukaan partikel mineral sulfida logam berharga,
sehingga menjadikan permukaan tersebut bersifat menolak air (hydrophobic). Butir mineral sulfida tersebut
menempel pada gelembung udara yang terangkat dari zona slurry ke dalam buih yang mengapung di permukaan.
Buih bermuatan mineral berharga tersebut yang menyerupai buih deterjen berkilap metalik akan meluap dari bibir
atas mesin flotasi dan masuk ke dalam palung (launders) sebagai tempat pengumpulan mineral berharga. Mineral
berharga yang terkumpul di dalam palung tersebut adalah konsentrat. Konsentrat (dalam bentuk slurry, 65% solid).
Selanjutnya konsentrat dikeringkan sampai kandungan airnya tinggal 9%.
Emas kasar dan bebas, tidak bereaksi dengan baik pada proses flotasi. Emas tersebut dipisahkan dan diambil
dengan menggunakan konsentrator (misalnya Knelson), yaitu sebuah sistem pengambilan yang juga berfungsi
sebagai pemisahan, dilakukan secara gravitasi dan menggunakan daya sentrifugal. Dengan demikian, perolehan
emas dari bijih akan mengalami peningkatan. Bahan yang tak bernilai ekonomi terkumpulkan di dasar sel flotasi,
sebagai limbah yang disebut tailing. Tailing ini disalurkan menuju areal pembuangan (tailing dump).
Pada umumnya konsentrat tembaga dari hasil proses flotasi mengandung beberapa unsur dengan kisaran kadar:
30% Cu, 30 ppm Au, 50 ppm Ag, 30% S, 25% Fe, 15% gangue minerals yang selanjutnya dilebur dan dimurnikan.
Konsentrat tembaga hasil proses flotasi dipanggang (roasting) untuk mengubah besi sulfide menjadi besi oksida,
sedangkan tembaga tetap sebagai sulfida melalui reaksi : 4CuFeS2 + 9O2 ------ > 2Cu2S + 2Fe2O3 + 6SO2.
Konsentrat bijih yang sudah melalui pemanggangan kemudian dilebur dalam Reverberatory Furnace hingga
mencair dan terpisah menjadi 2 (dua) lapisan. Lapisan bawah berupa copper matte, mengandung Cu2S dan besi cair,
sedangkan lapisan atas merupakan terak silikat yang mengandung FeSiO3. Copper matte dipisahkan dari terak
berdasarkan perbedaan gravitasi. Selanjutnya copper matte (68% Cu) dipindahkan ke dalam tungku Bassemer
Converter dan secara bersamaan ditiupkan udara sehingga terjadi reaksi redoks yang menghasilkan tembaga lepuh
(blister copper, 98,9% Cu). Blister Copper masih mengandung sejumlah unsur-unsur besi, belerang, seng, nikel,
arsen dsb. sehingga blister ini harus diproses ulang (refining) yang pelaksanaannya dapat dilakukan pada Bassemer
Converter (Gambar 3)
Selain itu pemurnian tembaga dapat juga dilakukan dengan cara elektrolisis (electrometallurgy). Blister Copper
digunakan sebagai anoda, sedangkan tembaga murni digunakan sebagai katodanya. Elektrolit yang digunakan
adalah larutan CuSO4. Selama proses elektrolisis, Cu dipindahkan dari anoda ke katoda, dengan menggunakan
potensial tertentu sehingga bahan pengotor dapat terpisah.
Unsur-unsur dan mineral ikutan dalam konsentrat yang diolah, menjadi bagian dari by product yang terdiri atas
gas buang SO2, lumpur anoda (anode slime), terak besi (slag) dan gipsum. Limbah gas SO 2 tersebut diproses lebih
lanjut menjadi asam sulfat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, sedangkan terak besi dan gipsum
digunakan sebagai bahan baku industri semen. Lumpur anoda mengandung emas berkadar ± 3,25% dan ± 6,25 %
perak.
Proses pengolahan bijih dengan tenaga listrik (electrometallurgy) mempunyai prinsip seperti pada eloktrolisa dan
electrothermis. Pada proses ini kecuali diperlukan arus listrik sebagai sumber energi juga diperlukan elektroda
(electrodes) dan cairan elektrolit (electrolyte).
Elektroda harus memiliki sifat-sifat :
1. Konduktor listrik yang baik.
2. Potensial yang terbentuk di sekitar elektroda harus rendah.
3. Tidak mudah bereaksi dengan metal yang lain dan tidak membentuk campuran yang dapat mengganggu proses
elektrolisa.
Bila elektroda itu padat, ada syarat tambahan agar proses elektrolisa berlangsung memuaskan, yaitu harus :
1. Mudah diperoleh atau disiapkan dengan murah.
2. Tahan korosi dalam zat larut.
3. Stabil, kuat dan tidak mudah terkikis (resistance to abrasion).
4. Harus murah harganya.
Elektrolit harus memiliki sifat-sifat :
1. Memiliki daya hantar ion yang tinggi.
2. Tidak mudah terurai atau bereaksi (high chemical stability).
3. Memiliki daya larut yang tinggi bagi metal yang diinginkan.
Penyimpanan
Pengecilan Ukuran
Manual (Palu, crusher)
< 1 cm
Penggerusan
(hammer mill, ball mill)
> 200 mesh
Air Konsentrasi
Reagen (meja goyang, palong, flotasi)
Limbah (0,1-0,2 % Cu)
Cu Konsentrat (20-30 % Cu)
Pemanggangan SO2
O2 Bak Penampung
Sebagian (<700oC)
(CuS, FeS, CuO, FeO)
Batugamping
Soda abu Peleburan dalam Terak (FeO, ZnO, PbO, 0,2 – 0,5 % Cu)
Boraks Tungku Pantul
Kokas (bubuk batubara) (1800oC) SO2 temperatur
1100-1300oC
Matte (Cu2S FeS) untuk pemanggangan
30 – 50 % Cu + SiO2 Gas ditangkap dg
Filter bag
Pemurnian tahap I dalam
Cylindrical Converter Terak (S, Cd, Zn, Mg, Al, Fe, Sn, Pb, As, Sb)
(tanpa bhn bakar)
Pada katoda, ion tembaga (II) diubah menjadi tembaga. Cu2+ + 2 e- → Cu (s)
Pada anoda, tembaga diubah menjadi larutan sebagai ion tembaga (II). Cu (s) → Cu2+ + 2 e-
Pengotor pada anoda akan terendapkan menjadi lumpur anoda (anode sludge). Sedangkan katoda akan habis
menjadi ion tembaga (II), yang selanjutnya akan diubah menjadi tembaga murni pada anoda.
Ekstrasi Tembaga Dengan Metode Hydrometallurgy
Metoda ini ini dilakukan dengan cara melarutkan (leaching) bijih-bijih tembaga ke dalam suatu larutan tertentu,
kemudian tembaga dipisahkan dari bahan ikutan lainnya (kotoran).
a. Untuk meleaching bijih tembaga yang bersifat oksida/karbonat, digunakan asam sulfat (H2SO4), seperti
ditunjukkan pada reaksi: CuCO3 . Cu (OH)2 + 2 H2SO4-----> 2 CuSO4 + CO2 + 3 H2O
b. Untuk meleaching bijih yang bersifat sulfida atau native digunakan ferri sulfat (Fe 2(SO4)3), seperti bijih
cholcocite: Cu2S + 2 Fe2 (SO4)3 -> Cu SO4 + 4 FeSO4 + S
Untuk bijih chalcopyrite dan bornite, reaksinya berjalan lambat dan tidak dapat larut seluruhnya. Setelah hasil
leaching dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak dapat larut, kemudian larutan ini diproses secara elektrolisa,
sehingga didapatkan tembaga murni. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
a. Mula-mula batuan tembaga dihancurkan hingga menjadi halus sampai mess tertentu.
b. Selanjutnya tempatkan pada suatu tabung yang terbuat dari bahan tahan asam ( plastik, fiber, dll) lalu ditambah
air dengan ukuran tertentu.
c. Kemudian tambahkan asam sulfat (H2SO4) pekat sambil diaduk agar terbentuk larutan tembaga sulfat
(CuSO4.5H2O) .
d. Setelah terbentuk larutan tembaga sulfat pindahkan pada suatu tabung elektrolisis yang bertujuan untuk
mengambil ion tembaga dari larutan tembaga sulfat yang terbentuk pada proses pengasaman.
e. Secara bertahap ambil tembaga yang menempel pada katoda, dan tembaga hasil dari katoda adalah tembaga
murni.
f. Selanjutnya tembaga hasil dari katoda siap untuk proses peleburan pada tungku peleburan tembaga yang mampu
menghasilkan suhu 1300° C.
Proses Biomining
Biomining yaitu ekstraksi bahan tambang menggunakan bakteri. Definisi Biomining secara utuh adalah proses
ekstraksi mineral berharga dari bijihnya ataupun dari sisa tailing pertambangan dengan menggunakan bantuan
mikroorganisme khususnya bakteri. Biomining ini merupakan teknologi yang efektif sekaligus ramah lingkungan
yang dapat digunakan untuk menambang logam dari bijihnya maupun mengekstrak logam dari mineral berharga.
Biomining pada Tembaga
Teknologi Biomining untuk memeroleh tembaga menggunakan prinsip dari proses bioleaching yang mengubah
bijih tembaga yang umumnya berbentuk tembaga sulfida tak larut menjadi bentuk tembaga sulfat yang lebih larut
dalam air. Proses ini bertujuan untuk menciptakan kondisi asam dari senyawa sulfur yang tereduksi sehingga dapat
menghasilkan logam terlarut tembaga yang diinginkan untuk diproses lebih lanjut dalam proses smelting. Mikroba
yang digunakan adalah bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans yang secara alami hidup dan terdapat di dalam bijih
mineral hasil tambang dan melalui biomining populasi bakteri tersebut ditingkatkan dan digunakan dalam reaksi
berbasis microbial leaching.
30oC, kemudian pada suhu yang lebih tinggi digantikan oleh Leptospirilum ferrooxidans dan Sulfobacillus, lalu pada
suhu 60-80oC proses oksidasi besi dilakukan oleh Arkea (Organisme yang hidup dalam lingkungan ekstrim dan
berbeda dengan bakteri) seperti Sulfolobus.
Diskusi
Indonesia mempunyai cadangan bijih tembaga (Cu) yang sangat besar, sebagian besar dalam cadangan porphyry
dengan kadar Cu dalam bijih beragam antara 0,1-2%. Di samping Cu, biasanya bijih berasosisasi dengan logam lain
seperti emas (Au), Perak (Ag) dan logam jarang seperti Palladium (Pd), Selenium (Se) dan lain-lain. Beberapa jenis
bijih Cu yang ada adalah Bornite (Cu5FeS4), Calcopyrite (CuFeS2), Covellite (CuS) dengan beberapa pengotor
seperti Pyrite (FeS2), Magnetite (Fe3O4), Hematite (Fe2O3), ataupun Quartz (SiO2). Disebabkan kebanyakan mineral
sulfida maka akan lebih efektif jika proses awal yang dilakukan adalah “Pengkonsentrasian” dengan menggunakan
proses flotasi serta Gravity jika memang dalam bijih banyak emas (Au) dalam bentuk Native.
Process flotasi secara umum tidak begitu sulit, flotasi CuS tidak jauh berbeda dengan PbS dan ZnS. Intinya
adalah sama-sama mineral sulfide, yang bisa diambil dengan reagent Xanthate. Reagent lain bisa digunakan untuk
mengambil bijih tembaga secara khusus, sebagai contoh Merkapto Benzo Tyazone (MBT) yang efektif untuk
mengambil Bornite dan Calcopyrite.
Konsentrat yang dihasilkan biasanya berkadar Cu 20 – 30 % tergantung dari bijih dan proses flotasinya
sedangkan ikutannya untuk Emas sekitar 10 – 30 gpt dan Perak sekitar 30 – 70 gpt tergantung kadar logam tersebut
dalam bijih. Namun yang bisa dipastikan untuk bijih dengan kadar bijih > 0,5 % maka recovery Cu bisa 85 – 90 %
sedangkan Emas dan Perak hanya mengikuti saja sekitar 75% dan 65%, semakin tinggi recovery Cu maka semakin
tinggi juga recovery Au dan Ag.
Bagi perusahaan yang mempunyai proses peleburan langsung maka konsentrat yang didapatkan bisa dilebur
langsung, namun bagi perusahaan yang tidak mempunyai fasilitas peleburan biasanya konsentrat dijual dengan
harga Internasional dan recovery (diskon) pasar (tergantung negosiasi juga). Ada beberapa proses yang ada di dunia
ini untuk teknologi peleburan secara continous, salah satunya adalah Mitsubishi Process yang ada di PT. Smelting
Gresik. Teknologi lain adalah Flash Smelter dan Flash Conventer dari Outotek (Outocumpu). Selain teknologi
tersebut untuk proses matte smelting dan converting masih banyak teknologi yang dapat diterapkan antara lain :
Ausmelt/Isasmelt matte smelting, Chuquicamata smelter, Teniete/Noranda matte smelting, Vanyukov Furnace,
Peirce-Smith Converter dll. Apapun teknologi yang digunakan, namun yang pasti adalah proses yang diambil adalah
proses oksidasi:
2CuS + 3O2 = 2CuO + 2SO2
CuO + Flux = Cu + Slag
SO2 + H2O + ½ O2 = H2SO4
Tentu saja bukan hanya itu reaksi yang terjadi, banyak mineral lain yang bereaksi namun intinya tetap sama. Jika
dilihat dari reaksi yang kemungkinan tejadi, maka sesungguhnya tidak ada yang terbuang dari proses peleburan
konsentrat tembaga ini. Gas yang dihasilkan bisa ditangkap untuk dijadikan asam sulfat (H 2SO4) untuk dijual ke
Pabrik Pupuk, Slag yang dihasilkan bisa dijadikan campuran semen dan dijual ke Pabrik Semen, Energi yang
dihasilkan dari reaksi exotherm ini digunakan untuk PLTU guna memenuhi kebutuhan proses lebih lanjut. Sungguh
tepat PT. Smelting didirikan di Gresik, dekat dengan PT. Petrokimia dan PT. Semen Gresik. Selain semua itu, masih
juga dihasilkan Anode Slime yang mempunyai kandungan Au, Ag dan logam jarang dengan kadar yang cukup
tinggi.
Copper Anode yang dihasilkan masih harus dilakukan electrorefining agar Tembaga yang dihasilkan menjadi
murni. Proses electrorefining mirip dengan electrolisa hanya saja menjadikan logam campuran sebagai Anoda dan
didapatkan logam murni di Katoda, sehingga setelah dilakukan electrorefining dan peleburan lanjut didapatkan
Copper Cathode. Sedangkan sisa yang ada di anoda disebut dengan “Anode Slime”.
Sampai saat ini belum ada pengolahan Anode Slime di Indonesia dengan Recovery > 99,2 % sehingga anode
slime yang dihasilkan oleh PT. Smelting pun saat ini masih dimurnikan (dijual) ke luar negeri. Namun seiring
dengan kemajuan teknologi, ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengambil Au, Ag dan logam jarang
yaitu jalur hydrometallurgy dan jalur paduan pyro-hydrometallurgy. Proses Phyrometallurgy sudah jarang
diterapkan untuk pengolahan tembaga, karena kemudian diketahui proses hydrometallurgy lebih ekonomis untuk
pengolahan tembaga. Hydrometallurgy dipakai karena keuntungan-keuntungannya antara lain :
o Biaya pengolahan yang rendah
o Recovery yang tinggi
o Proses pengolahan relatif mudah
o Investasi alat yang rendah sehingga memungkinkan percepatan BEP
o Proses pengolahan yang relatif lebih singkat
Proses biomining pada dasarnya adalah proses Hydrometallurgy namun reagen pelindi (leching)-nya tidak
menggunakan bahan kimia tetapi menggunakan bakteri, sehingga lebih ramah lingkungan.
Penggunaan teknologi Biomining ini menjadi sangat beralasan dan dapat menjadi sebuah alternatif karena saat
ini bijih mineral berharga yang berkualitas tinggi sudah berkurang secara drastis akibat tingginya permintaan dunia
terhadap logam dan mineral, khususnya tembaga dan emas. Hal ini menyebabkan hanya tersisa bijih kualitas rendah
yang untuk mengolahnya diperlukan energi tinggi dan bahan baku yang memakan biaya tinggi jika menggunakan
teknik tambang konvensional. Selain itu terdapat biaya lingkungan tambahan yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan tambang akibat tingginya polusi udara berupa emisi gas SO2 yang berbahaya akibat kegiatan
pertambangan (meskipun saat ini akan menjadi by product jika gas SO 2 ditangkap kembali). Ditambah pula dengan
semakin ketatnya standar lingkungan yang mengatur tentang tata kelola limbah berbahaya hasil kegiatan
pertambangan akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tambang terhadap perlindungan
lingkungan semakin tinggi.
Kelebihan Biomining dibanding teknik penambangan konvensional maupun tradisional yang biasa digunakan
yang paling utama adalah mampu menghasilkan mineral dari bijih mineral kualitas rendah maupun sisa tailing
penambangan sekalipun dengan hasil yang lebih banyak secara signifikan. Biomining yang diterapkan untuk
memeroleh mineral tembaga dan emas juga memberikan manfaat berupa cara pengoperasian yang mudah, hanya
membutuhkan sedikit bahan baku (low capital), minim biaya operasi, memerlukan waktu konstruksi infrastruktur
pertambangan yang lebih singkat, menghasilkan tailing yang jauh lebih tidak aktif secara kimiawi sehingga tidak
berbahaya terhadap lingkungan, mengurangsi emisi gas berbahaya yang dapat menyebabkan polusi dan hujan asam,
serta biaya yang jauh lebih murah dalam perawatan karena hanya berupa biaya pemberian nutrisi yang berguna
untuk pertumbuhan mikroba di dalam tangki bioreaktor ataupun dump/kolam leaching dibanding dengan biaya yang
dikeluarkan dari proses pyrometallurgy secara konvensional.
Secara ekonomis, industri tambang yang menerapkan teknologi Biomining ini akan mendapatkan keuntungan
berupa efisiensi biaya produksi karena hanya membutuhkan infrastruktur yang lebih sedikit serta membutuhkan
sedikit tenaga kerja dengan sedikit keluaran biaya lingkungan atau environmental cost karena hanya menghasilkan
emisi gas B3 yang lebih rendah dan tailing yang lebih bersih.
Pada akhirnya, tidak dapat diragukan lagi bahwa Biomining merupakan salah satu terobosan Green Technology
yang mampu menghasilkan dan mengekstraksi logam atau mineral berharga dengan meminimalkan efek buruk yang
dihasilkan terhadap lingkungan. Semakin menipisnya kandungan bijih mineral kualitas tinggi pada bumi,
memberikan konsekuensi bahwa cara paling ekonomis untuk tetap memeroleh mineral berharga yang penting adalah
dengan menggunakan bijih kualitas rendah yang jumlahnya masih cukup melimpah ataupun tailing sisa
pertambangan. Proses fisika-kimia atau yang biasa disebut pyrometallurgy dan teknologi tambang konvensional
haruslah diakui tidak lagi efektif akibat biaya yang mahal, energi yang diperlukan dan polusi yang dihasilkan
sedangkan Biomining adalah jawaban yang tepat untuk meningkatkan hasil tambang seperti emas maupun tembaga
hingga mencapai nilai dua kali lipat dari hasil pertambangan biasa dan sudah dapat diterapkan dalam berbagai
kegiatan industri pertambangan yang memerhatikan pengelolaan lingkungan di dalam sistemnya.
Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengolahan mineral tembaga untuk saat ini yang terbaik dan
termurah dari biaya produksi adalah proses hydrometallurgi yang dilanjutkan dengan proses elektrolisa kemudian
dilanjutkan dengan proses peleburan. Apalagi proses ekstraksinya menggunakan Biomining yang dapat
mengekstraksi bijih tembaga kadar rendah dan juga tailing sehingga ramah lingkungan.
Phyrometallurgy tetap digunakan tetapi dipakai pada pengolahan-pengolahan mineral lain seperti nikel,
manganese, chrom dll.
Mudah-mudahan ke depan Indonesia mempunyai dan bisa mengolah dari bijih hingga dihasilkan logam murni
baik Cu, Au, Ag, Pd, Se dll. serta by product logam assosiasi dan gas buangnya sehingga meningkatkan nilai tambah
suatu smelter plant, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang disempurnakan
dengan Permen ESDM No 11 tahun 2012 dan terakhir adalah Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 tentang
Perubahan kedua atas peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
melalui kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral, Permendag No 52/M-DAG/per/8/ 2012 tentang perubahan
atas Permendag No. 29/M-DAG/per/5 /20l2 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan dan Permenkeu No.
128/pmk.011/2013 tentang perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 75/pmk.011/2012 tentang penetapan
barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar.
Masalah yang ada bukanlah masalah teknologi karena banyak orang Indonesia yang pandai dan sudah
berpengalaman. Masalah terbesar adalah kekuatan pendanaan serta kekuatan kemauan dan politik.
Daftar Pustaka
Madigan, M.T., Martinko, J.M., Stahl, D.A., Clark, D.P. 2012. Brock Microbiology of Microorganism. San
Fransisco : Pearson Benjamin cummings. Hal : 710
Mahler, Armando .2008, Dari Grasberg sampai Amamapare. Gramedia
Robert D. Pehlke, 1975, Unit Processes of Extraktive Metallurgy, American Elsevier Publishing Company inc. New
York – London – Amsterdam
Sukandarrumidi, 2009.Geologi mineral logam. Gadjahmada University Press, Yogyakarta
Suprapto, Sabtanto Joko.,2008,. Pertambangan Tembaga di Indonesia : Raksasa Grasberg dan Batu Hijau, Warta
Geologi volume 3 no.3 September 2008 hal 6-13
http://kampungminers.blogspot.com/2013/03/mineralogi-endapan-bijih-tembaga-cu.html
http://purwaningsiheka44.blogspot.com/2012/11/tembaga.html
http://bloghimakiunila.blogspot.com/2013/01/1.html
http://ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/pengolahan-bijih-tembaga/
http://www.ilmukimia.org/2013/05/ekstraksi-tembaga.html
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/bahan-baku-dan-produk-industri/bijih-tembaga/
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2014/01/02/biomining-ekstraksi-bahan-tambang-menggunakan-bakteri-
624834.html
http://thisan04.blogspot.com/2013/11/genesa-tembaga.html
Judul jurnal
Ekstraksi Tembaga secara Elektrolitik Menggunakan Campuran Padatan CuFeS2 dan CaCO3
(Chalcopyca) sebagai Anoda
Analisis Jurnal
Penelitian ini mempunyai tujuan yakni mempelajari kinetika reaksi pelarutan tembaga dari anoda
CuFeS2 dan untuk menentukan tingkat efisiensi arus dari metode yang dilakukan. CuFeS2 diperoleh
dari hasil pemurnian konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia. Melalui penelitian inidiharapkan
peristiwa pelarutan sekaligus pengendapan tembaga dapat diperjelas. Mediaelektrolisis yang
digunakan merupakan hasil optimasi penelitian terdahulu yang dilakukan Kuncaka [4] yaitu larutan
0,01 M H2SO4 + 0,5 M Na2SO4.
Mekanisme reaksi diawlai dengan pelarutan anoda ChalcopyCa. Pelarutan anodasecara elektrokimia
menghasilkan ion Cu2+, Fe2+ yang terlarut dalam elektolit dan sulfur yang teradsorpsi pada
permukaan anoda menurut reaksi berikut :
CuFeS2(s) Cu2+(aq) + Fe2+(aq)+ 2S0(ads) + 4e- (3)
Proses adsorbsi sulfur dapat teramati dengan pembentukan endapan kuning kehijauan pada
permukaan anoda.Keberadaan ion sulfat dalam larutan Na2SO4 + H2SO4 menyebabkan terjadinya
oksidasi pelarut H2O. Dalam larutan asam konsentrasi OH-adalah sangat kecil sehingga pembentukan
gas oksigen terbentuk terutama oleh adanya reaksioksidasi H2O pada anoda.
Pada elektroda ini terjadi reduksi pelarut H2Oyang menghasilkan gas H2 menurut reaksi berikut :
2 H2O + 2 e- 2 OH ‾(aq)+ H2(g)(7)
Ion logam Cu dalam larutan akan bergerak kekatoda dan berinteraksi dengan 2 elektron
membentuk atom logam (terjadi reduksi pada ion tembaga):
Cu2+(aq) + 2 e- Cu(s) (8)
Pada elektroda ini juga terjadi reduksi ion H+ yangberasal dari medium asam menghasilkan gas
hidrogen :
2 H+(aq) + 2 e- H2(g) (9)
Penentuan kandungan tembaga yang terlarut selama elekrolisis diketahui dengan pengukuran
kandungan tembaga dalam larutan dan jumlah tembaga yang terendapkan pada katoda.
Pada pemisahan tembaga dari konsentrasi yang ekonomis sampai dewasa adalah pirometalurgi,
karena proses ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan energy yang tinggi akibat reaksi eksotermik
dan perubahan fase dari padat ke liquid tentu membutuhkan energi yang tinggi dan biaya yang tinggi
selain itu pencemaran udara sekitar dan gas buangan yang beracun tetapi mempunyai keuntungan
waktu proses yang cepat, cocok untuk mineral berkadar tinggi dan produksi dengan kapasitas besar.
Ada metode pemisahan tembaga yang ekonomis dan ramah lingkungan dengan metode
elektroekstraksi dengan kelebihan tingkat kemurnian dari tembaga yang tinggi,fleksibel dan
temperature relatif rendah pada pemurnian tetapi ada kekurangan dari proses ini, adanya material
khusus untuk menjadi elektroda dan butuh energy listrik yang besar.Pemurnian pada tembaga(Cu)
dengan cara elektrorefinning di PT. SMELTING bertempat di gresik.Elektroekstraksi ada dua yaitu
elektrowinning adalah proses elektrokimia yang digunakan untuk mereduksi kation logam ke
permukaan katoda dari larutan air yang berasal dari pencucian kimia dan Elektrorefinning(permukaan
elektrolitik) adalah proses elektrolitik yang dilakukan untuk pemurnian crude metal yang biasanya
telah mengalami pemurnian dengan cara lain (umumnya pemurnian pirometalurgi), dan diharapkan
dapat dicapai kemurnian yang setinggi-tingginya.