Anda di halaman 1dari 25

Indo. J. Chem.

, 2005, 5 (3), 295 - 301 295


Jurnal Utama

EXTRACTION OF COPPER ELECTROLYTICALLY BY USING SOLID MIXTURE OF


CuFeS2 AND CaCO3 (CHALCOPYCA) AS ANODE

Ekstraksi Tembaga secara Elektrolitik Menggunakan Campuran Padatan CuFeS2 dan CaCO3
(Chalcopyca) sebagai Anoda

Agus Kuncaka *, Eko Sugiharto and Yasinta Endah Nastiti


Chemistry Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Gadjah Mada University, Yogyakarta 55281

Received 12 October 2005; Accepted 8 November 2005

ABSTRACT

Study on a new road of copper electroextraction to make use the solid mixture of CuFeS 2 and
CaCO3 as anode has been done. The aim of these research was to determine reaction kinetic and faradic
efficiency of anodic copper dissolution and catodic copper precipitation. A solid mixture of CuFeS 2 and
CaCO3 at weight ratio 9:1 was functioned as anode. Electrolysis was carried out at 1.5 mA by varying times
of 30,60,120, and 240 minutes in Na2SO4 0.5 M + H2SO4 0.01 M electrolyte. The quantity of copper at the
electrolyte and cathode was analyzed by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The result of these
research showed that copper was deposited in the cathode simultaneously with anodic dissolution. The
kinetic of copper dissolution follow zero order with rate constant of 5.10 -6 mg/second. The faradic efficiency
of copper dissolution and precipitation for those various time respectively were 17.31%; 14.00%; 11,16%;
62.31%; and 1.60%; 8.61%; 7.59%; 60.63%.

Keywords: electroextraction, faradic efficiency, copper dissolution.

PENDAHULUAN konsentrat tidak akan membentuk gas SO 2


melainkan akan terlarut membentuk ion sulfat.
Tembaga di alam banyak ditemukan dalam Namun efisiensi arus yang digunakan selama
bentuk senyawa sulfida, seperti kalkopirit elektrolisis masih belum maksimal. Pengendapan
(CuFeS2), kalkosit (Cu2S), dan bornit (Cu5FeS4) [1]. tembaga diperoleh harga rendemen faradik yang
Teknologi untuk memisahkan tembaga dari relatif kecil. Berdasarkan pada sifat konduktivitas
konsentratnya yang paling dianggap ekonomis yang dimiliki CuFeS2 [3], maka senyawa ini diduga
sampai dewasa ini adalah pirometalurgi. Proses ini dapat difungsikan sebagai penghantar elektronik.
memiliki kelemahan yaitu membutuhkan energi Penelitian ini mempunyai tujuan yakni
yang besar dan menghasilkan hasil samping mempelajari kinetika reaksi pelarutan tembaga dari
berupa gas SO2 yang merupakan polutan bagi anoda CuFeS2 dan untuk menentukan tingkat
rantai kehidupan. efisiensi arus dari metode yang dilakukan. CuFeS2
Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu diperoleh dari hasil pemurnian konsentrat tembaga
metode pemisahan tembaga yang ekonomis dan PT Freeport Indonesia. Melalui penelitian ini
ramah lingkungan. Salah satu metode yang sedang diharapkan peristiwa pelarutan sekaligus
dikembangkan adalah metode elektroekstraksi yang pengendapan tembaga dapat diperjelas. Media
dapat menghasilkan logam Cu dari konsentrat elektrolisis yang digunakan merupakan hasil
tembaga dengan tingkat kemurnian yang tinggi. optimasi penelitian terdahulu yang dilakukan
Kuncaka [2] telah mengawali ekstraksi tembaga Kuncaka [4] yaitu larutan 0,01 M H2SO4 + 0,5 M
dengan memfungsikan konsentrat tembaga Na2SO4.
sebagai anoda dalam medium NaCl maupun
Na2SO4. Hasil penelitian tersebut menunjukkan METODE PENELITIAN
bahwa dengan memfungsikan konsentrat tembaga
sebagai anoda dalam suatu medium asam dapat Preparasi Anoda ChalcopyCa
menyebabkan pelarutan tembaga yang secara Konsentrat tembaga sebanyak 200 g digerus
simultan akan terjadi proses pengendapan tembaga dengan mortar agat kemudian diayak dengan
pada katoda. Sulfur yang terkandung dalam ayakan ukuran 250 mesh. Setelah itu dilakukan

* Corresponding author.
Email address : akuncaka@ugm.ac.id

Agus Kuncaka, et al.


296 Indo. J. Chem., 2005, 5 (3), 295 - 301

pencucian menggunakan larutan HF 1:1 sebanyak


500 mL dalam botol polietilen. Dari hasil Untuk mengetahui kinetika reaksi pelarutan
penyaringan diperoleh residu yang kemudian tembaga, analisis dilakukan pada kandungan
dinetralkan dengan 500 mL larutan boraks. Larutan tembaga pada anoda ChalcopyCa sebelum
boraks dibuat dengan melarutkan 27,78 g H3BO3 dielektrolisis dan banyaknya tembaga yang terlarut
dalam 500 mL akuabides. Setelah dicuci dengan selama elektrolisis (dengan variasi waktu).
akuabides sampai filtrat jernih selanjutnya dilakukan Kandungan tembaga pada anoda ChalcopyCa
pengeringan dalam oven pada suhu 100 ºC. ditentukan dengan melarutkan 0,1 g anoda
Konsentrat tembaga hasil purifikasi dan ChalcopyCa ke dalam 10 mL larutan HNO3 1:1 dan
CaCO3 dicampur dengan perbandingan berat 9 : 1 dipanaskan. Setelah didinginkan, larutan tersebut
menggunakan mortar agat. Untuk pembuatan diencerkan menjadi 50 mL untuk selanjutnya
setiap pelet, campuran tersebut ditimbang masing- dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom.
masing 3 g kemudian ditekan dengan tekanan 20 Jumlah tembaga yang terlarut selama elektrolisis
kN. merupakan jumlah kadar tembaga pada katoda dan
larutan hasil elektrolisis. Penentuan kandungan
Preparasi Larutan Elektrolit tembaga pada katoda dilakukan dengan melarutkan
Larutan elektrolit 0,01 M H2SO4 + 0,5 M katoda dalam 25 mL HNO3 8 M. Larutan tersebut
Na2SO4 sebanyak 1000 mL dibuat melalui dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom
penambahan 20 mL larutan H2SO4 0,5 M dan 71 g (dapat dilakukan pengenceran bila diperlukan).
Na2SO4 anhidrous ke dalam labu ukur hingga Penentuan kadar tembaga dalam larutan dapat
volume mencapai 1000 mL. Untuk setiap proses langsung dilakukan dengan pengambilan elektrolit
elektrolisis digunakan larutan elektrolit sebanyak 50 untuk dianalisis dengan spektrofotometer serapan
mL. atom.
Penentuan Arus Elektrolisis HASIL DAN PEMBAHASAN
Katoda platina dibersihkan dengan HNO3 8 M
kemudian dicelupkan dalam aseton dan dikeringkan Preparasi Anoda ChalcopyCa
dengan oven pada suhu 100 ºC. Anoda ChalopyCa Konsentrat tembaga yang digunakan dalam
dipasang pada kutub positif (+) dan katoda platina penelitian mengandung komponen utama yaitu
pada kutub negatif (-). Kedua elektroda dicelupkan tembaga 31,52%, besi 22,60%, sulfur 29,40%, dan
dalam 50 mL larutan elektrolit 0,01 M H2SO4 + 0,5 SiO2 sebesar 7,85% [2]. Gambar 1 merupakan
M Na2SO4. Dalam penentuan kuat arus yang akan difraktogram konsentrat tembaga.
dipakai, dilakukan elektrolisis dengan variasi arus Oleh karena itu dilakukan pencucian
1,0 mA; 1,5 mA; 2,0 mA; 2,5 mA; dan 3,0 mA menggunakan larutan HF 1:1 untuk melarutkan
selama 4 jam. Pengukuran arus dilakukan setiap SiO2. Berikut reaksi pelarutan silika :
10 menit. SiO2 + 6 HF 2H+ + [SiF6]2- + 2H2O (1)
Penentuan Kinetika Reaksi Pelarutan Tembaga Selanjutnya HF yang tersisa direaksikan dengan
dari Anoda ChalcopyCa larutan asam boraks (H3BO3). Asam boraks yang
Elektrolisis dilakukan pada arus dengan terlarut pada HF menghasilkan asam
variasi waktu 30 menit, 60 menit, 120 menit, dan tetrafluoroboraks menurut reaksi berikut :
240 menit (masing-masing 3 kali pengulangan). H3BO3 + 4HF H+ + BF -4+ 3H2O (2)
Potensial dan arus selama elektrolisis diukur setiap
10 menit.

Gambar 2 Difraktogram konsentrat tembaga


Gambar 1 Difraktogram konsentrat tembaga
setelah pencucian

Agus Kuncaka, et al.


Indo. J. Chem., 2005, 5 (3), 295 - 301 297
7
6
Tabel 1 Data difraktogram konsentrat tembaga
sebelum pencucian, CuFeS2 standar, dan setelah 5
pencucian 4

I (mA)
Sebelum CuFeS2 Standar Setelah
3
pencucian pencucian
I d I/I1 I 2
(intensitas) (intensitas (intensitas) 1
relatif)
22301 3,0356 100 33578 0
579 1,8556 30 11446 0 100 200 300
4233 1,8657 15 6988 t (menit)
5343 1,5895 14 7765 1,0 mA" 1,5 mA 2,0 mA 2,5 mA 3,0 mA
2554 1,5771 8 3571
Gambar 3 Kurva perubahan arus terhadap waktu
dengan lima variasi arus
Larutan boraks dibuat dengan melarutkan
setiap pelet. Pelet ini difungsikan sebagai anoda
melarutkan 27,78 g H3BO3 dalam 500 mL
dan katoda platina lembaran sebagai katoda.
akuabides. Hal ini berhubungan dengan kelarutan
boraks dalam akuabides sebesar 1:18 (b/v) pada
Penentuan Arus Elektrolisis
suhu kamar. Setelah dicuci dengan akuabides
Metode elektrolisis yang dipakai adalah arus
sampai filtrat jernih selanjutnya proses pengeringan
tetap atau arus terkontrol sebesar 1,5 mA. Kondisi
dilakukan. Hasil pencucian konsentrat tembaga
ini berdasarkan hasil optimasi kestabilan arus listrik
200 g menghasilkan kristal sebanyak 96,5364 g.
dalam lima variasi waktu elektrolisis. Variasi kuat
Untuk mengetahui karakteristik kristal hasil
arus yang digunakan dalam elekrolisis adalah 1,0
pemurnian tersebut dilakukan analisis difraksi sinar-
mA; 1,5 mA; 2,0 mA; 2,5 mA dan 3 mA. Alasan
X (XRD). Gambar 2 merupakan difraktogram
tidak digunakan arus yang lebih besar adalah
konsentrat tembaga setelah pencucian.
untuk menghindari kerontokan pada pelet anoda.
Difraktogram kristal sebelum pencucian
Gambar 3 menunjukkan perubahan arus elektrolisis
(konsentrat tembaga) dan kristal hasil setelah
selama 4 jam (240 menit) pada masing-masing
pencucian dibandingkan dengan difraktogram
variasi arus.
CuFeS2 standar. Tabel 1 menampilkan 5 serapan
Standar deviasi dari arus 1,0 mA hingga 3,0
terbesar difraktogram CuFeS2 standar dan
mA berturut-turut adalah 0,09696, 0,11747,
perubahan intensitas serapan dibandingkan di
0,21817, 0,28543, dan 0,81263. Semakin besar
antara kedua kristal tersebut.
arus yang digunakan, kestabilan arus makin
Berdasarkan hasil perbandingan intensitas
menurun yang ditandai dengan pembesaran harga
sinyal difraktogram sebelum dan setelah pencucian
standar deviasi. Harga standar deviasi pada arus 1
terhadap difraktogram CuFeS2 standar dalam Tabel
mA tidak jauh berbeda dengan arus 1,5 mA, atas
1 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
dasar inilah arus 1,5 mA digunakan dengan
intensitas yang relatif tinggi pada kristal hasil
harapan laju pelarutan anoda ChalcopyCa dapat
pencucian konsentrat tembaga. Intensitas
berjalan lebih cepat.
menunjukkan tingkat kemurnian suatu kristal,
sehingga dapat diasumsikan bahwa kemurnian
Penentuan Kinetika Reaksi Pelarutan Tembaga
CuFeS2 semakin besar setelah konsentrat tembaga
dari Anoda ChalcopyCa pada Elektrolisis
mengalami pencucian. Hasil analisis AAS
Arus Tetap 1,5 mA
menunjukkan kandungan tembaga dalam kristal
Dalam penelitian ini elektrolisis dilakukan
hasil pencucian adalah sebesar 33,84 %.
dengan 4 (empat) variasi waktu, yaitu 30, 60, 120,
Komposisi ini hampir mendekati kadar tembaga
dan 240 menit. ChalcopyCa berperan sebagai
dalam kalkopirit murni, yakni sebesar 34,50 %.
anoda, sedangkan katoda yang digunakan adalah
Tahap selanjutnya kristal hasil pencucian ini
lempeng platina. Elektrolisis dilakukan dalam
dibuat pelet dengan penambahan CaCO3 dalam
medium Na2SO4 0,5 M + H2SO4 0,01 M. Mekanisme
perbandingan berat 9 : 1 (CuFeS2 : CaCO3). Fungsi
reaksi yang terjadi selama elektrolisis dijelaskan
penambahan CaCO3 adalah sebagai perekat
pada pipiran berikut:
supaya saat dilakukan elektrolisis tidak mudah
mengalami kerontokan. Untuk tujuan yang sama,
Reaksi pada anoda
pembuatan pelet dilakukan pada tekanan sebesar
Mekanisme reaksi diawali dengan pelarutan
20 kN. Berat pelet ChalcopyCa yang diperoleh ± 3 g
permukaan anoda ChalcopyCa. Pelarutan anoda

Agus Kuncaka, et al.


298 Indo. J. Chem., 2005, 5 (3), 295 - 301

secara elektrokimia menghasilkan ion Cu2+, Fe2+ tembaga yang terendapkan seiring dengan lama
yang terlarut dalam elektolit dan sulfur yang waktu elektrolisis. Hal ini berhubungan dengan
teradsorpsi pada permukaan anoda menurut reaksi harga Eº (potensial reduksi) ion tembaga sebesar +
berikut : 0,337 volt, sehingga sebagian besar tembaga yang
2+ 2+ 0 -
CuFeS2(s) Cu (aq) + Fe (aq)+ 2S (ads) + 4e (3) terlarut memiliki kecenderungan untuk direduksi
Proses adsorbsi sulfur dapat teramati dengan menjadi logamnya. Secara keseluruhan jumlah
pembentukan endapan kuning kehijauan pada tembaga yang terlarut (massa tembaga dalam
permukaan anoda. katoda dan larutan hasil elektrolisis), adalah
Keberadaan ion sulfat dalam larutan semakin naik dan terjadi peningkatan yang relatif
Na2SO4 + H2SO4 menyebabkan terjadinya oksidasi tinggi pada saat elektrolisis dilakukan selama 240
pelarut H2O. Dalam larutan asam konsentrasi OH- menit.
adalah sangat kecil sehingga pembentukan gas Dalam Gambar 4 ditampilkan grafik pelarutan
oksigen terbentuk terutama oleh adanya reaksi tembaga sebagai fungsi waktu yang menunjukkan
oksidasi H2O pada anoda. bahwa pada elektrolisis selama 30 hingga 120
+ -
2 H2O(l) O2(g) + 4 H (aq) + 4 e (4) menit reaksi berjalan lambat untuk kemudian
O2(g) O2(ads) (5) mengalami peningkatan kecepatan reaksi pada
Sulfur hasil oksidasi anoda dioksidasi lebih elektrolisis 240 menit. Keberadaan lapisan sulfur
lanjut secara kimia oleh oksigen di permukaan (S0) yang teradsorpsi pada permukaan anoda
anoda menjadi ion sulfat yang kemudian larut ke ChalcopyCa diperkirakan menghalangi proses
dalam larutan. pelarutan tembaga sehingga kecepatan pelarutan
2 S0 + 3O +2H O 2 SO 2- + 4H+ (6) menjadi lambat. Fenomena terbentuknya fasa
(ads) 2(ads) 2 4 (aq)
intermediet sulfida dalam bentuk lapisan sulfur
Reaksi pada katoda dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
Pada elektroda ini terjadi reduksi pelarut H2O pelambatan kinetika reaksi pelarutan kalkopirit. Hal
yang menghasilkan gas H2 menurut reaksi berikut : diungkapkan oleh Ammou-Chokroum dkk. [5]
2 H2O + 2 e- 2 OH ‾(aq) + H2(g) (7) bahwa S0 pada permukaan kalkopirit mendorong
Ion logam Cu dalam larutan akan bergerak ke proses pasivasi yang akan menyebabkan
katoda dan berinteraksi dengan 2 elektron penurunan reaktivitas anoda pada titik tertentu.
membentuk atom logam (terjadi reduksi pada ion Diungkapkan pula bahwa dalam larutan asam sisi
tembaga): elektroaktif kalkopirit akan diperoleh kembali
2+ -
Cu (aq) + 2 e Cu(s) (8) setelah rentang waktu tertentu. Terdapat
Pada elektroda ini juga terjadi reduksi ion H+ yang kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan
berasal dari medium asam menghasilkan gas hasil penelitian yang ditunjukkan dengan terjadinya
hidrogen : kenaikan massa tembaga yang terlarut pada
+ -
2 H (aq) + 2 e H2(g) (9) elektrolisis 240 menit. Sisi elektroaktif anoda
Penentuan kandungan tembaga yang terlarut ChalcopyCa diperkirakan telah diperoleh kembali
selama elekrolisis diketahui dengan pengukuran dengan teroksidasinya S0 menjadi SO 42- menurut
kandungan tembaga dalam larutan dan jumlah persamaan reaksi (6). Usaha untuk mengidentifikasi
tembaga yang terendapkan pada katoda. lapisan sulfur pada permukaan kalkopirit yang
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada pernah dilakukan mengalami kegagalan karena
elektrolisis 30 menit kandungan tembaga dalam lapisan pasivasinya adalah sangat tipis dan tidak
larutan adalah lebih besar daripada dalam katoda. stabil Tshilombo dkk.[6].
Dalam larutan massa tembaga memiliki
kecenderungan untuk tetap yaitu sekitar 0,1 mg,
sedangkan pada katoda terja di kenaikan massa
5
Tabel 2 Kandungan tembaga (mg) pada larutan 4
dan katoda terhadap variasi waktu elektrolisis
3
W Cu W Cu
W Cu

t W Cu total
larutan katoda 2
(menit) (mg) (mg) (mg)
1
30 0,1345 0,0138 0,1483
60 0,0998 0,1593 0,2591 0
120 0,1120 0,2384 0,3504 0 50 100 150 200 250 300
240 0,1069 3,8640 3,9709 t (menit)
Gambar 4 Grafik pelarutan tembaga terhadap
waktu elektrolisis

Agus Kuncaka, et al.


Indo. J. Chem., 2005, 5 (3), 295 - 301 299

Persamaan diferensial (11) bila diintegrasikan pada


orde 0, 1, dan 2 berturut-turut diperoleh kurva
hubungan [Cu]t vs t , Ln[Cu]t vs t , dan 1/[Cu]t vs t,
dimana dalam penelitian ini berturut turut
dikonversikan menjadi nCu sisa (jumlah mol tembaga
sisa yakni jumlah mol tembaga awal dikurangi mol
tembaga yang terlarut) vs t, ln(nCu sisa) vs t dan
1/(nCu sisa) vs t seperti ditampilkan pada Tabel 3.
Jumlah tembaga yang terlarut dari anoda
merupakan jumlah dari tembaga yang terdapat
pada katoda dan larutan. Selain itu ditampilkan
Gambar 5 Mekanisme pelarutan tembaga variabel yang digunakan dalam penentuan orde
reaksi.
Secara garis besar proses pelarutan tembaga Penentuan orde reaksi pelarutan tembaga
hingga pengendapan tembaga dapat disajikan pada didasarkan pada harga koefisien korelasi (R). Kurva
Gambar 5. dengan linieritas terbaik, yaitu harga R mendekati 1
Pelarutan permukaan anoda ChalcopyCa menunjukkan orde reaksi pelarutan tembaga. Grafik
menghasilkan ion-ion tembaga dan besi yang pelarutan tembaga dalam orde 0,1,dan 2
perlahan berdifusi ke elektrolit. Sebagian dari sulfur ditampilkan pada Gambar 5 (a), (b), dan (c).
yang terbentuk mengalami oksidasi menjadi SO 42- Gambar 6 (a) menunjukkan bahwa pada orde
yang akan terlarut dalam elektrolit. Dari reaksi 0 diperoleh persamaan garis y = -3.10-4 x +
oksidasi ini 4 elektron dilepaskan dan akan 14,4220 sedangkan pada orde 1 yang ditampilkan
mengalir melalui rangkaian luar menuju katoda. dalam gambar 5(b) didapatkan persamaan y = -
Kemudian ion-ion tembaga dan besi dalam 2.10-5 x + 2,5969. Regresi linier pada orde 2 yang
elektrolit akan menuju katoda, bereaksi dengan disajikan dalam gambar 5 (c) diperoleh persamaan
elektron di katoda membentuk logamnya. Proses = 1.10-6 x + 0,0745. Dari ketiga data tersebut
pelarutan dan pengendapan ini memiliki laju reaksi diperoleh harga koefisien korelasi yang hampir
yang berbeda. Dengan membandingkan kandungan sama, berturut-turut dari orde 0,1, dan 2 sebesar R0
tembaga dalam larutan dan katoda (Tabel 2), laju = 0,91586; R1 = 0,91498; dan R2 = 0,91291. Dengan
pengendapan tembaga pada katoda lebih cepat demikian tidak dapat ditentukan reaksi pelarutan
daripada laju pelarutan tembaga. Oleh karena itu, tembaga mengikuti orde 0, 1, atau 2. Dari hasil
dapat dikatakan bahwa penentu laju reaksi penelusuran pustaka dinyatakan bahwa konsentrasi
elektrolisis adalah tahap pelarutan tembaga. reaktan dianggap mendekati konstan jika berada
Bentuk persamaan laju reaksi pelarutan pada kondisi berlebih. Dalam pengertian bahwa
tembaga dari anoda ChalcopyCa : jumlah reaktan yang bereaksi hanya sebagian kecil.
d[CuFeS 2] Dari Tabel 2 diketahui bahwa jumlah tembaga yang
  k [CuFeS ]
n
(10) terlarut maksimum selama elektrolisis, adalah
2
dt hanya 3,97093 mg waktu elektrolisis 240 menit.
Harga k merupakan konstanta laju reaksi dan n Berat tersebut relatif sangat sedikit, bila
menunjukkan orde reaksi. Persamaan (10) dapat dibandingkan dengan kadar tembaga mula-mula
diubah menjadi : yaitu sebesar 851,79595 mg. Oleh karena itu
d[CuFeS 2] konsentrasi tembaga pada anoda dianggap
  k.dt (11)
[CuFeS2]
n konstan, sehingga dapat dikatakan bahwa reaksi
pelarutan tembaga dari anoda ChalcopyCa
mengikuti orde 0 (nol). Didasarkan pada

Tabel 3 Pelarutan tembaga dari ChalcopyCa terhadap waktu elektrolisis


t nCu awal nCu terlarut nCu sisa Ln nCu sisa 1/ nCu sisa
(menit) (mmol) (mmol) (mmol)
0 13,41411 0 13,41411 2,59630 0,07454
30 13,41411 0,00234 13,41178 2,59613 0,07456
60 13,41411 0,00408 13,41003 2,59600 0,07457
120 13,41411 0,00552 13,40859 2,59590 0,07457
240 13,41411 0,06250 13,35161 2,59164 0,07489
Kandungan Cu dalam anoda sebesar 30,456 % dan berat anoda rata-rata 2796,80833 mg.

Agus Kuncaka, et al.


300 Indo. J. Chem., 2005, 5 (3), 295 - 301

dipakai dalam pelarutan dan pengendapan


tembaga, yaitu perbandingan antara muatan yang
digunakan untuk melarutkan maupun
mengendapkan tembaga (Qefektif) dengan muatan
yang dialirkan (Qaplikasi). Dari hasil pengamatan arus
yang muncul selama elektrolisis dapat ditentukan
Qaplikasi , yaitu jumlah listrik yang digunakan dengan
menghitung luas area dibawah kurva i vs t.
Sedangkan berat tembaga yang terlarut dan
terendapkan pada katoda menunjukkan besarnya
muatan efektif (Qefektif) yang terpakai.
Besarnya Qefektif anoda (Qef,A) mengikuti
persamaan berikut :
W 2F
Qef ,A  Cu (13)
ArCu
Persamaan tersebut didasarkan pada reaksi
pelarutan tembaga dari ChalcopyCa seperti dalam
persamaan (3). Pembentukan 1 mol ion tembaga
dan besi masing-masing melibatkan pelepasan 2
elektron sehingga 1 mol ion tembaga yang terlarut
setara dengan 2 Faraday.
Demikian pula reaksi pengendapan tembaga
pada katoda, setiap 1 mol tembaga melibatkan 2
elektron sesuai dengan persamaan (8). Persamaan
muatan efektif katoda (Qef,K), menjadi sebagai
berikut :
W 2F
Q (14)
Gambar 6 Grafik reaksi pelarutan tembaga pada  Cu
ef , K

orde 0,1, dan 2 ArCu


Dari hasil perbandingan Qefektif dan Qaplikasi diperoleh
persamaan (10), persamaan laju reaksi pelarutan harga rendemen faradik sesuai persamaan berikut
tembaga: Q
d[CuFeS2 ] R f ,i  efektif ,i x100% (15)
  k [CuFeS ]
o
(12) Q
2 aplikasi
dt
Hasil pengukuran rendemen faradik pelarutan dan
d[CuFeS ]
2  k (13) pengendapan tembaga ditunjukkan dalam Tabel 4.
dt Fenomena menarik terjadi pada nilai rendemen
Dari persamaan (11) dapat diketahui bahwa harga faradik pada setiap variasi waktu elektrolisis yang
konstanta laju reaksi tersebut merupakan nilai ditunjukkan dalam Tabel 4. Pada proses pelarutan
slope pada regresi linier orde nol, sehingga tembaga harga rendemen faradik mengalami
diperoleh k sebesar 3.10-4 mg/menit atau 5.10-6 penurunan dari elektrolisis 30 menit hingga 120
mg/detik. menit untuk selanjutnya mengalami kenaikan yang
relatif tinggi menjadi 62,31 % pada saat elektrolisis
Penentuan Rendemen Faradik 240 menit. Fakta ini semakin menguatkan dugaan
Efisiensi arus yang biasa disebut sebagai ada proses pasivasi S0 pada permukaan anoda
rendemen faradik menunjukkan fraksi arus yang
Tabel 4 Rendemen faradik terhadap variasi waktu elektrolisis
Q ef,K
T (menit) Q ef,A Qap Rf, A (%) Rf, K(%)
30 450,68 41,79 2603,50 17,31 1,60
60 787,35 484,14 5625,50 14,00 8,61
120 1064,96 724,46 9541,50 11,16 7,60
240 12069,13 11744,16 19370,33 62,31 60,63

Agus Kuncaka, et al.


Indo. J. Chem., 2005, 5 (3), 295 - 301 301

70
KESIMPULAN
60

50
1. Fungsionalisasi anoda ChalcopyCa dalam
medium Na2SO4 0,5 M. + H2SO4 0,01 M relatif
efektif dalam pelarutan sekaligus pengendapan
Rf (%)

40 Rf,A
tembaga.
30 Rf,K
2. Kinetika reaksi pelarutan tembaga dari anoda
20 ChalcopyCa mengikuti orde 0 (nol) dengan
konstanta laju reaksi sebesar 5.10-6 mmol/detik.
10
3. Overall reaksi pelarutan tembaga :
0 CuFeS2(s) + 4H2O
0 50 100 150 200 250 300 Cu (s) + Fe (s) + 2S0 + O2 + 2OH- + 2H+ + 2H2
4. Elektrolisis selama 30, 60, 120, dan 240 menit
t (menit)
diperoleh RF pelarutan tembaga berturut-turut
Gambar 7 Nilai Rf pelarutan dan pengendapan sebesar 17,31%; 14,00%; 11,16%; 62,31%; dan
tembaga terhadap waktu elektrolisis RF pengendapan sebesar 1,60%, 8,61%,
7,59%, 60,63%.
ChalcopyCa yang sifatnya tidak permanen (terjadi
pada rentang waktu tertentu). Pada awal UCAPAN TERIMA KASIH
elektrolisis (selama 30 menit) dengan harga
Penulis pada kesempatan ini mengucapkan
rendemen faradik relatif lebih besar menunjukkan
terima kasih pada proyek HB XII yang telah
bahwa efektivitas arus yang digunakan untuk
mendanai penelitian ini.
melarutkan tembaga masih relatif tinggi daripada
elektrolisis 60 dan 120 menit yang telah mengalami
DAFTAR PUSTAKA
pasivasi S0. Pasivasi ini menyebabkan penurunan
spesies elektroaktif pada permukaan anoda. Sisi 1. Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., dan Norman, H.,
elektroaktif yang terbentuk kembali pada waktu 240 1999, Principles of Modern Chemistry, edisi 4,
menit ditunjukkan dengan meningkatnya harga Harcourt Inc, New York.
rendemen faradik yang diperoleh. 2. Kuncaka, A., Rusdiarso B. dan Basuki K.T.,
Harga rendemen faradik pengendapan 1997, Kombinasi Elektro-ekstraksi Untuk
tembaga di katoda cenderung mengalami kenaikan Penyediaan Emas, Perak, dan Tembaga
seiring dengan lama waktu elektrolisis. Bahkan Kualitas Fungsi Tinggi dari Konsentrat
pada elektrolisis selama 240 menit mengalami Tembaga, Laporan RUT IV, Yogyakarta.
kenaikan yang relatif tinggi menjadi 60,629%. 3. Crundwell, F.K., 1998, J. Hidrometallurgy, 29,
Dalam Gambar 7 ditampilkan perubahan harga 417-460.
rendemen faradik pelarutan dan pengendapan 4. Kuncaka A, 2002, Prospek Pengambilan
tembaga selama elektrolisis. Tembaga Dari Konsentrat Tembaga Secara
Dari Gambar 7 terlihat bahwa nilai Rf Elektrometalurgi Sebagai Proses Pengolahan
pengendapan pada elektrolisis selama 30 menit Konsentrat Tembaga Bebas Emisi Gas SO2,
masih sangat kecil bila dibandingkan dengan Rf Prosiding Seminar Jaringan Kerjasama Kimia
pelarutan pada waktu yang sama. Hal ini Indonesia, Yogyakarta.
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari 5. Ammou-Chokroum, M., P.K., Sen, dan F.
tembaga yang telah terlarut mengalami Fouques, 1981, Electroxidation of Chalcopyrite
pengendapan di katoda. Dari perbandingan nilai Rf in Acid Chloride Medium : Kinetics,
pelarutan dan pengendapan tembaga dapat Stoichiometry and Reaction Mechanism. Dalam
diketahui bahwa semakin lama waktu elektrolisis, Lawskowski, J., Developments in Mineral
maka semakin efektif arus yang digunakan untuk Processing, vol. 2, edisi A, Polish Scientific
mengendapkan tembaga. Persamaan dari kedua Publisher, Warsawa.
proses tersebut adalah adanya kenaikan nilai Rf 6. Tshilombo, A.F., J. Petersen, dan D.G. Dixon,
yang relatif tinggi pada elektrolisis selama 240 2000, The Influence of Applied Potentials and
menit dengan selisih nilai yang sangat kecil. Temperature on The Electrochemical Response
Fenomena ini menunjukkan bahwa ion tembaga of Chalcopyrite During Bacterial Leaching,
(Cu2+) yang terlarut dalam medium Na2SO4 0,5 M University of Columbia, Toronto.
+ H2SO4 0,01 M secara simultan dapat diendapkan
di katoda.

Agus Kuncaka, et al.


Abdul Haris dkk: Pengendapan Logam Tembaga Dengan Metoda Elektrolisis Internal

PENGENDAPAN LOGAM TEMBAGA DENGAN METODA ELEKTROLISIS


INTERNAL

Abdul Haris, Ani Dwi Riyanti, Gunawan


Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia
F MIPA Universitas Diponegoro, Semarang 50275

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu elektrolisis, jarak antar elektroda dan
penggunaan membran terhadap pengendapan tembaga dengan metoda elektrolisis internal dan
aplikasinya pada limbah PCB (Printed Circuit Board). Dari penelitian diketahui bahwa waktu
elektrolisis jarak antar elektroda dan penggunaan membran berpengaruh terhadap pengendapan logam
tembaga dengan metoda elektrolisis internal. Pengaruh faktor-faktor tersebut adalah waktu berbanding
lurus dengan massa tembaga yang mengedap, jarak antar elektroda berbanding terbalik dengan massa
tembaga yang mengendap. Metoda elektrolisis internal mampu menurunkan kadar limbah PCB sampai
96,88 %.
Kata kunci: elektrolisis internal, tembaga

ABSTRACT
The research has been done to evaluate the effect of electrolysis time, electrode distance,
membrane application on copper deposition by internal electrolysis and its application in PCB (Printed
Circuit Board). The experimental results showed that electrolysis time, electrode distance and
membrane had effect on copper deposition by internal electrolysis method. The electrolysis time is
directly proportional to the mass of copper deposited, while electrode distance is indirectly proportional
to the mass of copper deposited. The method was to decrease the copper concentration in PCB waste
by 96,88 %.
Key words: internal electrolysis, copper

PENDAHULUAN operasional. Metode elektrolisis internal dapat


diterapkan untuk memisahkan dan mengambil
Salah satu jenis pencemaran lingkungan yang
tembaga dari larutannya dengan arus yang
dihadapi sat ini adalah disebabkan oleh logam-
dihasilkannya sendiri, sehingga perlu upaya
logam berat di antaranya adalah logam berat
untuk memperoleh kondisi optimal dalam
tembaga yang terdapat pada limbah cair.
peningkatan efisiensi pengendapan.
Sumber-sumber penyumbang pencemaran
logam berat tembaga dapat berasal dari industri Elektrolisis internal adalah metode elektrolisis
elektronika, penggunaan fungisida dan yang memungkinkan untuk melakukan
insektisida yang berlebihan. Jumlah logam elektrolisis tanpa menggunakan potensial dari
tembaga yang diperbolehkan terakumulasi luar, dengan katoda dan anoda tercelup dalam
dalam air adalah 1,3 ppm dan bila lebih akan larutan elektrolit yang sama atau nasing-masing
bersifat toksik dan dapat menyebabkan elektroda tercelup pada larutan elektrolit yang
gangguan tertentu pada mahluk hidup, sehingga terpisah dengan dihubungkan oleh jembatan
diperlukan langkah-langkah pencegahan berupa garam. Sistem yang diperoleh adalah sel galvani
pengambilan atau pemisahan logam berat dengan logam Zn sebagai anoda akan mentrasfer
tembaga tersebut. elektron dan masuk ke dalam larutan dalam
bentuk ion-ion Zn2+. Elektron yang dihasilkan
Salah satu cara pengambilan logam tembaga
bergerak melalui kawat tembaga menuju
pada limbah cair dengan metode elektrolisis
elektroda platina dan ditransfer ke ion-ion Cu2+
telah dilakukan oleh Nurindah (2004) meberikan
dan mengendap dikatoda. Reaksi spontan dapat
hasil yang kurang memuaskan dan memiliki
terjadi apabila perubahan energi bebas reaksinya
keterbatasan tentang tingginya beaya
J. Kim. Sains & Apl. Vol. VIII. No. 2 Agustus 2005 33
Abdul Haris dkk: Pengendapan Logam Tembaga Dengan Metoda Elektrolisis Internal

adalah lebih kecil dari nol (∆Greaksi < 0), reaksi Preparasi reagen
yang terjadi dalam elektrolisis internal adalah Pembuatan larutan CuSO4 0,05 M: kristal CuSO4
Cu2+ + Zn → Cu + Zn2+ 5H2O ditimbang seberat 12,475 gram dilarutkan
Menurut Nernst besarnya potensial sel adalah dalam 100 mL, kemudian ditambahkan akuades
sampai batas.
0,059  aCu. . aZn2  Pembuatan limbah tiruan: lembar PCB ukuran
 a 2 . aZn 
Esel  E sel0  2 log
 Cu  5x 5 cm dilarutkan dalam 100 mL FeCl3 dalam
Besarnya Esel dipengaruhi oleh aktivitas dari ion labu ukur 500 mL, ditambahkan akuades sampai
batas.
Zn2+ dan ion Cu2+. Pada keadaan standar
Esel Esel
0
 ECu
0
 EZn
0
1,1 volt yang Desain alat
2 2
/ Cu / Zn
Katoda plat platina ukuran 3,5x 2 cm
berarti dapat berlangsung secara spontan tanpa
dihubungkan dengan anoda plat seng 3,5 x 1 cm
mensuplai potensial dari luar. Pada elektrolisis
dengan kabel tembaga. Katoda dan anoda
internal pengendapan secara sempurna
dicelupkan dalam larutan kemudian
diperlukan waktu yang lama tetapi tidak
dihubungkan dengan multimeter.
memerlukan perhatian yang serius selama proses
berlangsung. Terjadinya polarisasi pada sel Percobaan
galvani akan memberikan potensial yang lebih Larutan CuSO4 sebanyak 50 ml dipanaskan
rendah terhadap potensial yang diramalkan sampai suhu 60-65oC permukaan katoda dan
sebelumnya.Faktor lain yang sangat anoda dibersihkan, keduanya disambungkan,
mempengaruhi metoda elektrolisis internal kemudian dimasukan dalam larutan. Suhu
adalah adanya contact precipitation pada anoda, larutan dijaga tetap, dan di biarkan elektroda di
hal ini dapat diatasi dengan melapisis anoda dalam larutan.Elektrolisis di lakukan dengan
yang digunakan dengan membran. Dalam variasi waktu 30; 60; 90; 120; 200; 270 dan 300
penelitian ini dipelajari pengaruh waktu menit dan variasi jarak antara elektroda 1; 2; 2,5;
elektrolisis, jarak antar elektroda dan 3 dan 3,5 cm. Elektrolisis internal menggunakan
penggunaan membran pada elektrolisis internal membran agar pada limbah tiruan dilakukan
terhadap peningkatan efisiensi pengendapan Cu selama 300 menit dan jarak antara elektroda 1cm
pada katoda dari limbah cair. Kelanjutan hasil Kuantitas tembaga yang mengendap pada katoda
penelitian ini dapat difungsikan pada dianalisis dengan AAS.
perancangan metoda elektrolisis internal pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
industri yang banyak membuang limbah logam
Pada proses elektrolisis dengan elektrolit CuSO4
berat yang tidak jarang terdapat dengan kadar
anoda seng akan teroksidasi dan kation Cu2+ dari
yang cukup tinggi dapat menyebabkan
elektrolit akan tereduksi dan mengendap pada
pencemaran lingkungan, padahal sangat
katoda. Pemanasan pada temperatur 60-65oC
potensial untuk ditambang kembali.
dimaksudkan untuk mempercepat migrasi
METODA PENELITIAN elektron dari anoda menuju katoda. Harga
Bahan yang digunakan: CuSO4.5H2O p.a, HNO3 potensial sel awal yang timbul adalah +1,0 volt
p.a, aseton, membran agar, HCl p.a dan mengalami penurunan arus selama
Alat yang gunakan: set elektrolisis, plat platina, elektrolisis berlangsung sejalan dengan
plat seng, hot plate multimeter, neraca analitik, menurunnya konsentrasi elektrolit dalam
AAS dan alat gelas. larutan.

J. Kim. Sains & Apl. Vol. VIII. No. 2 Agustus 2005 36


Abdul Haris dkk: Pengendapan Logam Tembaga Dengan Metoda Elektrolisis Internal
30 60
25
50
arus (mA)

arus (mA)
20
15 40
Arus awal
10 30
5 20 Arus akhir
0
10
0 100 200 300 400
0
waktu (menit)
0 1 2 3 4
Gambar 1. Pertautan waktu elektrolisis terhadap jarak antar elektroda (cm)
penurunan arus
Gambar 2. Pengaruh jarak antar elektroda
Terjadinya polarisasi pada sel elektrolisis terhadap arus elektrolisis
internal ini memberikan potensial yang lebih Dari gambar 2 dapat dijelaskan bahwa semakin
rendah bila dibandingkan dengan potensial yang panjang jarak elektroda maka semakin kecil arus
diramalkan sebelumnya yang disebabkan yang digunakan, mengakibatkan mobilitas ion di
komposisi elektrolit dan temperatur larutan. dalam larutan kecil sehingga tidak cukup untuk
Pengaruh waktu elektrolisis terhadap massa hasil mengangkut reaktan menuju atau dari
endapan dan perhitungan efisiensi pengendapan permukaan elektroda pada laju yang dibutuhkan
disajikan pada tabel berikut ini oleh arus secara kontinyu, akibatnya endapan
yang terbentuk semakin sedikit.
Tabel 1. Efisiensi pengendapan elektrolisis
pada variasi waktu Kelemahan utama dari metoda elektrolisis
Waktu Efisiensi internal dikenal dengan contact precipitation
M1 (mg) M2 (mg)
(menit) (%) yaitu penempelan logam pada anoda karena
30 7,73 16,14 47,88 adanya oksidasi yang semakin lama akan
60 8,58 27,41 31,30 terbentuk endapan yang menutupi plat seng
90 15,08 35,27 42,76
120 16,03 40,75 39,34 sehingga menghambat proses transfer elektron,
200 18,02 47,76 37,85 maka untuk mencegah hal tersebut anoda
270 18,69 51,31 36,42 dilapisi dengan membran. Membran yang
300 19,24 51,94 37,04 digunakan adalah membran agar. Dari penelitian
Keterangan diperoleh hasil bahwa massa tembaga yang
M1 : massa tembaga yang mengendap secara
praktek mngendap tanpa menggunakan membran lebih
M2 : massa tembaga yang mengendap secara besar yaitu 18,69 mg dari pada dengan
teori menggunakan membran sebesar 14,67 mg. Hasil
Dari hasil tersebut terlihat bahwa semakin lama penelitian menunjukkan bahwa dengan
waktu elektrolisis maka semakin menurun menggunakan membran, jumlah tenbaga yang
efisiensi pengendapan karena hambatan mengendap lebih sedikit disebabkan oleh dua
elektrolit semakin meningkat, dan arus yang kemungkinan, yang pertama yaitu membran agar
digunakan semakin kecil. ikut larut dalam larutan elektrolit sehingga anoda
tidak cukup terlindungi dari proses oksidasi
Elektrolisis dilakukan pada variasi jarak antar
lebih lanjut. Kedua adanya potensial membran
elektroda 1 cm sampai 3,5 cm. Grafik pertautan
yang menghalangi potensial sel yang disebut
arus yang terjadi dengan jarak antar elektroda
liquid junction membrane. Kelemahan lain dari
ditunjukkan pada gambar 2.
metoda elektrolisis internal adalah waktu yang
digunakan relatif lebih lama dibandingkan
dengan metoda elektrolisis.

J. Kim. Sains & Apl. Vol. VIII. No. 2 Agustus 2005 37


Abdul Haris dkk: Pengendapan Logam Tembaga Dengan Metoda Elektrolisis Internal

KESIMPULAN Skoog, D.A., West, D.M., 1971, Principles of


Instrumental Analysis, Philadelphia:
Metoda elektrolisis internal dapat digunakan
Stanford University Sounders College
untuk mengedapkan tembaga dalam larutan, Publishing, pp.:532-534.
dengan meningkatnya waktu maka endapan
tembaga yang terbentuk semakin banyak dengan
efisiensi pengendapan semakin kecil. Semakin
panjang jarak antar elektroda mengakibatkan
massa endapan yang terendapkan semakin
sedikit. Membran agar tidak mampu
meningkatkan tembaga yang mengendap,
sehingga perlu dilakukan nasing-masing
elektroda tercelup pada larutan elektrolit yang
terpisah dengan dihubungkan oleh jembatan
garam yang terdispersi dalam agar-agar.
Aplikasi elektrolisis internal pada limbah tiruan
hanya mampu menurunkan kadar tembaga dari
konsentrasi 179,7 ppm menjadi 5,6 ppm
sedangkan logam tembaga yang diperbolehkan
terakumulasi dalam air adalah 1,3 ppm.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada
kepala Laboratorium Kimia Analitik Universitas
Diponegoro yang telah memberikan sarana
dalam penelitian ini, juga kami sampaikna
kepada Bp. Didik S Widodo atas saran dan
koreksi yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Crow, D.R., 1998, Principles and Application of
Electrochemistry , Chapman and Hall Inc.:
London, pp: 200-202
Douglas, M., Considine, P.E., 1984,
Encyclopedia of Chemistry, 4th ed. New
York: Van Nonstrand Reinhold Company,
pp.: 287-292
Imam Khasani, S., dkk. 1995., Cara
Memperoleh Kembali Tembaga dan Amonia
dari Limbah Industri Pembuat PCB, Buletin
IPT, pp.: 25-28.
Kirk, R.E., Othmer, D.F., 1983, Encyclopedia of
Chemical Technology, vol.8; The
Interscience Encyclopedia Inc.: New York;
p.p: 147-176
Reger, Weiner, Gilkerson, 1993,
Experimentation and Analysis in Chemistry
Laboratory, Sounder College, pp.: 371-378

J. Kim. Sains & Apl. Vol. VIII. No. 2 Agustus 2005 38


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Proses Pengolahan dan Pemurnian Bijih Tembaga


dengan Cara Konvensional dan Biomining

Untung Sukamto, Dyah Probowati, Anton Sudiyanto


Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
E-mail : cak_oen2000@yahoo.com, dprobowati@gmail.com, anton_sudiyanto@yahoo.co.id

Abstract
Indonesia has ore reserves of copper (Cu) which is very large, most of the reserves with porphyry Cu content
in the ore vary between 0.1 - 2%. In addition to Cu, usually ore associated with other metals such as gold
(A), silver (Ag) and rare metals such as Palladium (Pd ), Selenium ( Se ) and others. Several types of Cu ore
there is Bornite (Cu5FeS4), Calcopyrite (CuFeS2), Covellite (CuS) with some impurities such as pyrite
(FeS2), Magnetite (Fe3O4), hematite (Fe2O3), or Quartz (SiO2). Caused most of the sulfide minerals in the
conventional treatment (physical - chemical ) would be more effective if the initial process is " concentrating
"using flotation and gravity if it is in many ores of gold (Au) in the form of Native. Furthermore,
conventional purification process using Pyro way Metallurgy, Metallurgy and Electro Hydro Metallurgy.
Biomining mineral extraction using bacteria. Definition biomining intact is the process of extracting valuable
minerals from ore or tailings from mining rest with the help of microorganisms , especially bacteria.
Biomining process copper ore by leaching microbial -based reaction that uses bacteria Acidithiobacillus
ferrooxidans biomining is an effective technology and environmentally friendly which can be used for
purification of ore and precious metals in concentrate.
Keywords : Processing Refining Copper Ore – Conventional – Biomining

Pendahuluan
Tembaga berwarna coklat keabu-abuan dan mempunyai struktur kristal FCC. Tembaga ini mempunyai sifat sifat
yang sangat baik yakni; sebagai penghantar listrik dan panas yang baik, mampu tempa, duktil dan mudah dibentuk
menjadi plat-plat atau kawat.
Bijih-bijih tembaga dapat diklasifikasikan atas tiga golongan yaitu Bijih Sulfida, Bijih Oksida, dan Bijih murni
(native).
Tabel 1. Mineral Tembaga Terpenting

Ditinjau dari sifat kimianya logam-logam mempunyai oksida-oksida pembentuk basa dan berdasarkan sifat-sifat
logam terhadap oksida ini logam-logam tersebut dapat digolongkan menjadi;
 Logam Mulia, yaitu logam yang tidak dapat mengalami oksida, misalnya; Au, Pt, Ag dan Hg.
 Logam setengah mulia, yaitu logam yang agak sukar teroksida, misalnya Cu.
 Logam tidak Mulia, yaitu logam-logam yang dalam keadaan biasa dan pada perubahan temperatur mudah
teroksidasi, mis alnya K, Na, Mg, Ca, Al, Zn, Fe, Sn, Pb dll.
Terlihat bahwa logam Cu merupakan logam setengah mulia yang agak sukar teroksida, maka pada Tabel 1
mineral tembaga terpenting berada pada senyawa sulfide dan hidroksida.
Proses ekstraksi logam-logam secara kimia-fisik (konvensional) biasa dilakukan dengan metode Pyrometallurgy
atau Hydrometallurgy dan pemurnian logamnya menggunakan Electrometallurgy. Logam dalam mineral akan
mudah diekstrak dari suatu bijih menggunakan metode Pyrometallugy apabila mineralnya dalam senyawa oksida,
sedangkan logam pada mineral dengan senyawa hidroksida dan karbonat akan mudah diekstrak menggunakan
metode Hydrometallurgy. Oleh karena itu bijih tembaga senyawa sulfide untuk dapat diekstrak dengan
Pyrometallurgi, maka logam pengotor maupun logam utamanya harus diubah dulu menjadi senyawa oksida
dengan proses Pemanggangan (Roasting). Sedangkan bijih dengan senyawa hidroksida maupun karbonat dapat

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 1


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

diekstraksi dengan Hydrometallurgy.


Berbeda dengan konsep kimia-fisik yang berprinsip konvensional, teknologi Biomining untuk memeroleh
tembaga menggunakan prinsip dari proses bioleaching yang mengubah bijih tembaga memperoleh tembaga yang
umumnya berbentuk tembaga sulfida tak larut menjadi bentuk tembaga sulfat yang lebih larut dalam air
menggunakan prinsip dari proses bioleaching. Proses ini bertujuan untuk menciptakan kondisi asam dari senyawa
sulfur yang tereduksi sehingga dapat menghasilkan logam terlarut tembaga yang diinginkan untuk diproses lebih
lanjut dalam proses smelting. Proses biomining pada dasarnya adalah proses Hydrometallurgy namun reagen
pelindi (leching)-nya tidak menggunakan bahan kimia tetapi menggunakan bakteri, sehingga lebih ramah
lingkungan.

Kajian Proses
Proses Fisik-Kimia (Konvensional)
Untuk mendapatkan metal Cu yang lebih murni biasanya dilakukan cara metalurgi ekstraksi (pengambilan
logam) terpadu, atau dengan kata lain baik secara pyrometallurgy, hydrometallurgy dan electrometallurgy.
Disamping mendapatkan metal / logam utama, juga akan didapatkan metal sampingan yang tidak kalah pentingnya
dengan metal utamanya. Seperti halnya dalam ekstraksi logam tembaga akan didapatkan emas dan perak dan gas
SO2 yang dijadikan produk samping.
Bijih tembaga pada umumnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : sulfide ore, oxide ore maupun
native ore. Ore / bijih yang sangat penting adalah sulfide ore, karena pada umumnya mempunyai kadar relatif tinggi.
Mineral penting pada bijih tembaga biasanya adalah: Chalcosite (Cu2S), Chalcopyrite (CuFeS2), Bornite
(Cu2CuSFeS), Covelite (CuS); disamping itu ada karbonat misalnya Malachite (CuCO 3 Cu(OH)) dan azurite (2
CuCO3 Cu(OH)2).
Bijih tembaga berbentuk sebagai vein / urat, yang tersebar di dalam batuan beku merupakan butiran-butiran
kecil. Biasanya berasosiasi dengan silica (50-60 %), besi (10-20 %), sulfur (10 %) dan sejumlah kecil alumina,
calcium, oksida, cobalt, selenium, tellurium, perak dan emas.
Konsentrasi (proses pemisahan mineral berharga dengan mineral pengotornya) tembaga biasanya dengan proses
meja goyang, sluice box atau flotasi tergantung pada ukuran butir mineralnya. Apabila ukuran butirannya kasar (>
200 mesh atau > 74 □m) digunakan proses meja goyang atau sluice box, bila ukuran butirannya halus (< 200 mesh
atau < 74 □m) maka menggunakan proses flotasi. Dengan proses konsentrasi ini diharapkan mineral tembaga akan
terpisah dari kotoran maupun mineral zinc, timbal dan non sulfida. Pada umumnya hasil dari proses konsentrasi
menghasilkan konsentrat (sekumpulan mineral berharga) berkadar 25-30%Cu.
Konsentrat hasil konsentrasi masih mengandung besi dalam jumlah yang banyak perhatikan komposisi
Chalcopyrite (CuFeS2) dan Bornite (Cu2CuSFeS). Disamping itu masih ada logam impurities (pengotor) lainnya.
Untuk dapat diambil metalnya maka dilakukan ekstraksi melalui 3 tahap, yaitu : Tahap I Smelting (peleburan) dalam
reverberatory furnace (tungku pantul), untuk mendapatkan matte (Cu 2S FeS); Tahap II Conversion / Bessemering :
merupakan proses dari matte untuk dijadikan Blister Copper (Crude Copper) dan Tahap III Refining (pemurnian)
untuk mendapatkan tembaga murni (kadar 98 % Cu). Untuk mendapatkan kadar 99,95 % Cu dilakukan elektrolisa
(lihat Gambar 1.).
Secara sederhana proses pengolahan untuk ekstraksi bijih tembaga-besi-sulfida menjadi tembaga terdiri dari
beberapa unit operasi dan unit proses sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.
Dari Gambar 1. dan 2. dapat dijelaskan bahwa pengolahan bijih tembaga konvensional melalui beberapa tahap,
yaitu: liberasi, pengapungan (flotasi), pemanggangan, peleburan, pengubahan dan elektrolisis.
Pabrik pengolahan (mill) menghasilkan konsentrat tembaga dari bijih yang ditambang melalui pemisahan
mineral berharga dari pengotornya (proses konsentrasi). Langkah-langkah utamanya adalah penghancuran
(crushing), penggerusan (grinding/milling), pengapungan (flotasi), dan pengeringan (drying). Penghancuran dan
penggerusan mengubah bongkah bijih menjadi berukuran halus. Penghalusan ukuran butir berfungsi untuk
membebaskan butiran (liberasi) yang mengandung tembaga dan emas, serta untuk proses pemisahan dan
menyiapkan ukuran yang sesuai dengan proses selanjutnya (konsentrasi dan ekstraksi).
Bijih yang sudah halus diolah selanjutnya melalui proses flotasi, yaitu untuk menghasilkan konsentrat tembaga.
Permukaan mineral yang bersifat hydrophobic atau aerophilic (menolak air) dipisahkan dengan yang bersifat
hydrophilic atau aerophobic (menerima air). Pada proses pengapungan (flotasi), bubur konsentrat (slurry) yang
terdiri dari bijih yang sudah halus (hasil gilingan) dicampur dengan reagen, kemudian dimasukkan ke dalam
rangkaian tangki pengaduk yang disebut sel flotasi, secara bersamaan dipompakan udara ke dalam slurry tersebut.
Reagen yang digunakan berupa kapur, pembuih (frother) dan kolektor. Kapur berfungsi untuk mengatur pH.
Pembuih membentuk gelembung stabil yang tidak mudah pecah. Gelembung-gelembung mengapung ke permukaan
sel flotasi sebagai buih. Reagen kolektor bereaksi dengan permukaan partikel mineral sulfida logam berharga,
sehingga menjadikan permukaan tersebut bersifat menolak air (hydrophobic). Butir mineral sulfida tersebut

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 2


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

menempel pada gelembung udara yang terangkat dari zona slurry ke dalam buih yang mengapung di permukaan.
Buih bermuatan mineral berharga tersebut yang menyerupai buih deterjen berkilap metalik akan meluap dari bibir
atas mesin flotasi dan masuk ke dalam palung (launders) sebagai tempat pengumpulan mineral berharga. Mineral
berharga yang terkumpul di dalam palung tersebut adalah konsentrat. Konsentrat (dalam bentuk slurry, 65% solid).
Selanjutnya konsentrat dikeringkan sampai kandungan airnya tinggal 9%.
Emas kasar dan bebas, tidak bereaksi dengan baik pada proses flotasi. Emas tersebut dipisahkan dan diambil
dengan menggunakan konsentrator (misalnya Knelson), yaitu sebuah sistem pengambilan yang juga berfungsi
sebagai pemisahan, dilakukan secara gravitasi dan menggunakan daya sentrifugal. Dengan demikian, perolehan
emas dari bijih akan mengalami peningkatan. Bahan yang tak bernilai ekonomi terkumpulkan di dasar sel flotasi,
sebagai limbah yang disebut tailing. Tailing ini disalurkan menuju areal pembuangan (tailing dump).
Pada umumnya konsentrat tembaga dari hasil proses flotasi mengandung beberapa unsur dengan kisaran kadar:
30% Cu, 30 ppm Au, 50 ppm Ag, 30% S, 25% Fe, 15% gangue minerals yang selanjutnya dilebur dan dimurnikan.
Konsentrat tembaga hasil proses flotasi dipanggang (roasting) untuk mengubah besi sulfide menjadi besi oksida,
sedangkan tembaga tetap sebagai sulfida melalui reaksi : 4CuFeS2 + 9O2 ------ > 2Cu2S + 2Fe2O3 + 6SO2.
Konsentrat bijih yang sudah melalui pemanggangan kemudian dilebur dalam Reverberatory Furnace hingga
mencair dan terpisah menjadi 2 (dua) lapisan. Lapisan bawah berupa copper matte, mengandung Cu2S dan besi cair,
sedangkan lapisan atas merupakan terak silikat yang mengandung FeSiO3. Copper matte dipisahkan dari terak
berdasarkan perbedaan gravitasi. Selanjutnya copper matte (68% Cu) dipindahkan ke dalam tungku Bassemer
Converter dan secara bersamaan ditiupkan udara sehingga terjadi reaksi redoks yang menghasilkan tembaga lepuh
(blister copper, 98,9% Cu). Blister Copper masih mengandung sejumlah unsur-unsur besi, belerang, seng, nikel,
arsen dsb. sehingga blister ini harus diproses ulang (refining) yang pelaksanaannya dapat dilakukan pada Bassemer
Converter (Gambar 3)
Selain itu pemurnian tembaga dapat juga dilakukan dengan cara elektrolisis (electrometallurgy). Blister Copper
digunakan sebagai anoda, sedangkan tembaga murni digunakan sebagai katodanya. Elektrolit yang digunakan
adalah larutan CuSO4. Selama proses elektrolisis, Cu dipindahkan dari anoda ke katoda, dengan menggunakan
potensial tertentu sehingga bahan pengotor dapat terpisah.
Unsur-unsur dan mineral ikutan dalam konsentrat yang diolah, menjadi bagian dari by product yang terdiri atas
gas buang SO2, lumpur anoda (anode slime), terak besi (slag) dan gipsum. Limbah gas SO 2 tersebut diproses lebih
lanjut menjadi asam sulfat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, sedangkan terak besi dan gipsum
digunakan sebagai bahan baku industri semen. Lumpur anoda mengandung emas berkadar ± 3,25% dan ± 6,25 %
perak.
Proses pengolahan bijih dengan tenaga listrik (electrometallurgy) mempunyai prinsip seperti pada eloktrolisa dan
electrothermis. Pada proses ini kecuali diperlukan arus listrik sebagai sumber energi juga diperlukan elektroda
(electrodes) dan cairan elektrolit (electrolyte).
Elektroda harus memiliki sifat-sifat :
1. Konduktor listrik yang baik.
2. Potensial yang terbentuk di sekitar elektroda harus rendah.
3. Tidak mudah bereaksi dengan metal yang lain dan tidak membentuk campuran yang dapat mengganggu proses
elektrolisa.
Bila elektroda itu padat, ada syarat tambahan agar proses elektrolisa berlangsung memuaskan, yaitu harus :
1. Mudah diperoleh atau disiapkan dengan murah.
2. Tahan korosi dalam zat larut.
3. Stabil, kuat dan tidak mudah terkikis (resistance to abrasion).
4. Harus murah harganya.
Elektrolit harus memiliki sifat-sifat :
1. Memiliki daya hantar ion yang tinggi.
2. Tidak mudah terurai atau bereaksi (high chemical stability).
3. Memiliki daya larut yang tinggi bagi metal yang diinginkan.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 3


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Bijih Tembaga Primer


(Hasil Penambangan)
CuFeS2

Penyimpanan

Pengecilan Ukuran
Manual (Palu, crusher)
< 1 cm

Penggerusan
(hammer mill, ball mill)
> 200 mesh

Air Konsentrasi
Reagen (meja goyang, palong, flotasi)
Limbah (0,1-0,2 % Cu)
Cu Konsentrat (20-30 % Cu)

Pemanggangan SO2
O2 Bak Penampung
Sebagian (<700oC)
(CuS, FeS, CuO, FeO)
Batugamping
Soda abu Peleburan dalam Terak (FeO, ZnO, PbO, 0,2 – 0,5 % Cu)
Boraks Tungku Pantul
Kokas (bubuk batubara) (1800oC) SO2 temperatur
1100-1300oC
Matte (Cu2S FeS) untuk pemanggangan
30 – 50 % Cu + SiO2 Gas ditangkap dg
Filter bag
Pemurnian tahap I dalam
Cylindrical Converter Terak (S, Cd, Zn, Mg, Al, Fe, Sn, Pb, As, Sb)
(tanpa bhn bakar)

Crude Copper Cu (dalam tungku berada dibagian bawah)

Pemurnian tahap II dalam


O2 Cylindrical Converter SO2
(tanpa bhn bakar)

Blister Copper 98 % Cu dicetak jadi anoda

Pemanasan 50 – 60oC Elektrolisis Elektrolit masih mengandung Bi dan Ni

99,95 % Cu pada Katoda


Au dan Ag pada dasar sel

Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan-Pemurnian Bijih Tembaga Konvensional

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 4


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Gambar 2. Diagram Alur Proses Pengolahan Bijih Tembaga

Keterangan : 1-lining; 2-nose or mouth; 3-tuyere; 4-roller stand


Gambar 3. Bassemer Converter untuk Bijih Tembaga
Peralatan yang biasa dipakai electric arc furnace.
Proses Electrometallurgy digunakan untuk memurnikan blister copper (98 % Cu) menjadi 99,95 % Cu dan
memisahkan tembaga dengan emas dan perak. Shell terbuat dari beton dilapisis dengan timbal. Anoda terbuat dari
tembaga yang akan dimurnikan, disusun dalam shell / tangki berselang seling dengan katoda yang terbuat dari
lembaran tipis tembaga murni masing-masing seberat 10 lbs. Elektrolit terbuat dari campuran 4 % tembaga dengan
16 % asam sulfat dengan pemanasan 140 oF. Anoda dialiri arus positif sedangkan katoda dialiri arus negatif. Arus
listrik yang digunakan adalah arus DC, sehingga diperlukan alat DC Regulated Power Supply dengan pengatur
Voltage dan Amper. Pada umumnya voltage yang dibutuhkan ialah 0,30 – 0,35 V, sedangkan current densitynya
antara 15 – 20 ampere / ft2. Pada saat proses berlangsung shell dipanaskan antara 50-60oC agar arus listrik tidak
terhambat. Diagram singkat elektrolisis tembaga adalah sebagai berikut :

Pada katoda, ion tembaga (II) diubah menjadi tembaga. Cu2+ + 2 e- → Cu (s)
Pada anoda, tembaga diubah menjadi larutan sebagai ion tembaga (II). Cu (s) → Cu2+ + 2 e-
Pengotor pada anoda akan terendapkan menjadi lumpur anoda (anode sludge). Sedangkan katoda akan habis
menjadi ion tembaga (II), yang selanjutnya akan diubah menjadi tembaga murni pada anoda.
Ekstrasi Tembaga Dengan Metode Hydrometallurgy
Metoda ini ini dilakukan dengan cara melarutkan (leaching) bijih-bijih tembaga ke dalam suatu larutan tertentu,
kemudian tembaga dipisahkan dari bahan ikutan lainnya (kotoran).
a. Untuk meleaching bijih tembaga yang bersifat oksida/karbonat, digunakan asam sulfat (H2SO4), seperti
ditunjukkan pada reaksi: CuCO3 . Cu (OH)2 + 2 H2SO4-----> 2 CuSO4 + CO2 + 3 H2O
b. Untuk meleaching bijih yang bersifat sulfida atau native digunakan ferri sulfat (Fe 2(SO4)3), seperti bijih
cholcocite: Cu2S + 2 Fe2 (SO4)3 -> Cu SO4 + 4 FeSO4 + S
Untuk bijih chalcopyrite dan bornite, reaksinya berjalan lambat dan tidak dapat larut seluruhnya. Setelah hasil
leaching dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak dapat larut, kemudian larutan ini diproses secara elektrolisa,
sehingga didapatkan tembaga murni. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
a. Mula-mula batuan tembaga dihancurkan hingga menjadi halus sampai mess tertentu.
b. Selanjutnya tempatkan pada suatu tabung yang terbuat dari bahan tahan asam ( plastik, fiber, dll) lalu ditambah
air dengan ukuran tertentu.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 5


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

c. Kemudian tambahkan asam sulfat (H2SO4) pekat sambil diaduk agar terbentuk larutan tembaga sulfat
(CuSO4.5H2O) .
d. Setelah terbentuk larutan tembaga sulfat pindahkan pada suatu tabung elektrolisis yang bertujuan untuk
mengambil ion tembaga dari larutan tembaga sulfat yang terbentuk pada proses pengasaman.
e. Secara bertahap ambil tembaga yang menempel pada katoda, dan tembaga hasil dari katoda adalah tembaga
murni.
f. Selanjutnya tembaga hasil dari katoda siap untuk proses peleburan pada tungku peleburan tembaga yang mampu
menghasilkan suhu 1300° C.
Proses Biomining
Biomining yaitu ekstraksi bahan tambang menggunakan bakteri. Definisi Biomining secara utuh adalah proses
ekstraksi mineral berharga dari bijihnya ataupun dari sisa tailing pertambangan dengan menggunakan bantuan
mikroorganisme khususnya bakteri. Biomining ini merupakan teknologi yang efektif sekaligus ramah lingkungan
yang dapat digunakan untuk menambang logam dari bijihnya maupun mengekstrak logam dari mineral berharga.
Biomining pada Tembaga
Teknologi Biomining untuk memeroleh tembaga menggunakan prinsip dari proses bioleaching yang mengubah
bijih tembaga yang umumnya berbentuk tembaga sulfida tak larut menjadi bentuk tembaga sulfat yang lebih larut
dalam air. Proses ini bertujuan untuk menciptakan kondisi asam dari senyawa sulfur yang tereduksi sehingga dapat
menghasilkan logam terlarut tembaga yang diinginkan untuk diproses lebih lanjut dalam proses smelting. Mikroba
yang digunakan adalah bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans yang secara alami hidup dan terdapat di dalam bijih
mineral hasil tambang dan melalui biomining populasi bakteri tersebut ditingkatkan dan digunakan dalam reaksi
berbasis microbial leaching.

Sumber: Madigan, dkk, 2012


Gambar 4. Susunan dari reaksi serta mekanisme dalam microbial leaching mineral tembaga sulfida untuk
menghasilkan logam tembaga
Proses reaksi utama pada bioleaching pada tembaga dimulai ketika terjadi oksidasi spontan dari sulfida oleh ion
Fe (III) yang dihasilkan dari proses oksidasi ion Fe (II) oleh bakteri A. ferrooxidans. Fe (II) yang dioksidasi oleh
bakteri ini terkandung secara alami dalam bijih tembaga. Reaksi oksidasi spontan CuS dengan ion Fe (III)
berlangsung dalam kondsi anaerob (tidak ada O2) sehingga dihasilkan ion Cu (II) serta ion Fe (II) pada akhir
reaksinya. Efisiensi dari proses leaching ini dapat dilakukan dengan menggunakan tempat pembuangan seperti
kolam besar yang dalam untuk menciptakan kondisi anoksigenik.
Proses berikutnya adalah tahapan yang disebut “Metal Recovery” dari Ion Cu (II) yang terbentuk dari reaksi
awal. Potongan besi atau besi rongsok (scrap steel ion) atau (Fe0) ditambahkan ke dalam kolam pengendapan untuk
memperoleh kembali tembaga dari cairan leaching melalui proses reaksi kimia sebagaimana yang ditunjukkan
dalam Gambar 4 sehingga dihasilkan mineral tembaga yang lebih murni (Cu0). Selain itu reaksi ini menghasilkan
larutan kaya ion Fe(II) yang selanjutnya akan dipompa kembali menuju kolam oksidasi yang tidak terlalu dalam
untuk selanjutnya dioksidasi kembali menjadi ion Fe (III) oleh bakteri pengoksidasi besi. Larutan asam yang
mengandung ion Fe (III) ini lalu dipompa kembali kebagian atas pengumpulan untuk selanjutnya ion Fe (III) ini
digunakan mengoksidasi kembali CuS untuk menghasilkan logam tembaga yang lebih larut dalam air.
Kolam leaching yang digunakan dalam proses bimining tembaga ini juga diatur sedemikian rupa mengalami
kenaikan temperatur pada tiap prosesnya yang juga memengaruhi jenis populasi mikroba yang berperan untuk
mengoksidasi besi (ion Fe (II)). Dimulai dari A. ferrooxidans yang aktif mengoksidasi dan hidup pada kisaran suhu

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 6


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

30oC, kemudian pada suhu yang lebih tinggi digantikan oleh Leptospirilum ferrooxidans dan Sulfobacillus, lalu pada
suhu 60-80oC proses oksidasi besi dilakukan oleh Arkea (Organisme yang hidup dalam lingkungan ekstrim dan
berbeda dengan bakteri) seperti Sulfolobus.
Diskusi
Indonesia mempunyai cadangan bijih tembaga (Cu) yang sangat besar, sebagian besar dalam cadangan porphyry
dengan kadar Cu dalam bijih beragam antara 0,1-2%. Di samping Cu, biasanya bijih berasosisasi dengan logam lain
seperti emas (Au), Perak (Ag) dan logam jarang seperti Palladium (Pd), Selenium (Se) dan lain-lain. Beberapa jenis
bijih Cu yang ada adalah Bornite (Cu5FeS4), Calcopyrite (CuFeS2), Covellite (CuS) dengan beberapa pengotor
seperti Pyrite (FeS2), Magnetite (Fe3O4), Hematite (Fe2O3), ataupun Quartz (SiO2). Disebabkan kebanyakan mineral
sulfida maka akan lebih efektif jika proses awal yang dilakukan adalah “Pengkonsentrasian” dengan menggunakan
proses flotasi serta Gravity jika memang dalam bijih banyak emas (Au) dalam bentuk Native.
Process flotasi secara umum tidak begitu sulit, flotasi CuS tidak jauh berbeda dengan PbS dan ZnS. Intinya
adalah sama-sama mineral sulfide, yang bisa diambil dengan reagent Xanthate. Reagent lain bisa digunakan untuk
mengambil bijih tembaga secara khusus, sebagai contoh Merkapto Benzo Tyazone (MBT) yang efektif untuk
mengambil Bornite dan Calcopyrite.
Konsentrat yang dihasilkan biasanya berkadar Cu 20 – 30 % tergantung dari bijih dan proses flotasinya
sedangkan ikutannya untuk Emas sekitar 10 – 30 gpt dan Perak sekitar 30 – 70 gpt tergantung kadar logam tersebut
dalam bijih. Namun yang bisa dipastikan untuk bijih dengan kadar bijih > 0,5 % maka recovery Cu bisa 85 – 90 %
sedangkan Emas dan Perak hanya mengikuti saja sekitar 75% dan 65%, semakin tinggi recovery Cu maka semakin
tinggi juga recovery Au dan Ag.
Bagi perusahaan yang mempunyai proses peleburan langsung maka konsentrat yang didapatkan bisa dilebur
langsung, namun bagi perusahaan yang tidak mempunyai fasilitas peleburan biasanya konsentrat dijual dengan
harga Internasional dan recovery (diskon) pasar (tergantung negosiasi juga). Ada beberapa proses yang ada di dunia
ini untuk teknologi peleburan secara continous, salah satunya adalah Mitsubishi Process yang ada di PT. Smelting
Gresik. Teknologi lain adalah Flash Smelter dan Flash Conventer dari Outotek (Outocumpu). Selain teknologi
tersebut untuk proses matte smelting dan converting masih banyak teknologi yang dapat diterapkan antara lain :
Ausmelt/Isasmelt matte smelting, Chuquicamata smelter, Teniete/Noranda matte smelting, Vanyukov Furnace,
Peirce-Smith Converter dll. Apapun teknologi yang digunakan, namun yang pasti adalah proses yang diambil adalah
proses oksidasi:
2CuS + 3O2 = 2CuO + 2SO2
CuO + Flux = Cu + Slag
SO2 + H2O + ½ O2 = H2SO4
Tentu saja bukan hanya itu reaksi yang terjadi, banyak mineral lain yang bereaksi namun intinya tetap sama. Jika
dilihat dari reaksi yang kemungkinan tejadi, maka sesungguhnya tidak ada yang terbuang dari proses peleburan
konsentrat tembaga ini. Gas yang dihasilkan bisa ditangkap untuk dijadikan asam sulfat (H 2SO4) untuk dijual ke
Pabrik Pupuk, Slag yang dihasilkan bisa dijadikan campuran semen dan dijual ke Pabrik Semen, Energi yang
dihasilkan dari reaksi exotherm ini digunakan untuk PLTU guna memenuhi kebutuhan proses lebih lanjut. Sungguh
tepat PT. Smelting didirikan di Gresik, dekat dengan PT. Petrokimia dan PT. Semen Gresik. Selain semua itu, masih
juga dihasilkan Anode Slime yang mempunyai kandungan Au, Ag dan logam jarang dengan kadar yang cukup
tinggi.
Copper Anode yang dihasilkan masih harus dilakukan electrorefining agar Tembaga yang dihasilkan menjadi
murni. Proses electrorefining mirip dengan electrolisa hanya saja menjadikan logam campuran sebagai Anoda dan
didapatkan logam murni di Katoda, sehingga setelah dilakukan electrorefining dan peleburan lanjut didapatkan
Copper Cathode. Sedangkan sisa yang ada di anoda disebut dengan “Anode Slime”.
Sampai saat ini belum ada pengolahan Anode Slime di Indonesia dengan Recovery > 99,2 % sehingga anode
slime yang dihasilkan oleh PT. Smelting pun saat ini masih dimurnikan (dijual) ke luar negeri. Namun seiring
dengan kemajuan teknologi, ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengambil Au, Ag dan logam jarang
yaitu jalur hydrometallurgy dan jalur paduan pyro-hydrometallurgy. Proses Phyrometallurgy sudah jarang
diterapkan untuk pengolahan tembaga, karena kemudian diketahui proses hydrometallurgy lebih ekonomis untuk
pengolahan tembaga. Hydrometallurgy dipakai karena keuntungan-keuntungannya antara lain :
o Biaya pengolahan yang rendah
o Recovery yang tinggi
o Proses pengolahan relatif mudah
o Investasi alat yang rendah sehingga memungkinkan percepatan BEP
o Proses pengolahan yang relatif lebih singkat

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 7


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Proses biomining pada dasarnya adalah proses Hydrometallurgy namun reagen pelindi (leching)-nya tidak
menggunakan bahan kimia tetapi menggunakan bakteri, sehingga lebih ramah lingkungan.
Penggunaan teknologi Biomining ini menjadi sangat beralasan dan dapat menjadi sebuah alternatif karena saat
ini bijih mineral berharga yang berkualitas tinggi sudah berkurang secara drastis akibat tingginya permintaan dunia
terhadap logam dan mineral, khususnya tembaga dan emas. Hal ini menyebabkan hanya tersisa bijih kualitas rendah
yang untuk mengolahnya diperlukan energi tinggi dan bahan baku yang memakan biaya tinggi jika menggunakan
teknik tambang konvensional. Selain itu terdapat biaya lingkungan tambahan yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan tambang akibat tingginya polusi udara berupa emisi gas SO2 yang berbahaya akibat kegiatan
pertambangan (meskipun saat ini akan menjadi by product jika gas SO 2 ditangkap kembali). Ditambah pula dengan
semakin ketatnya standar lingkungan yang mengatur tentang tata kelola limbah berbahaya hasil kegiatan
pertambangan akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tambang terhadap perlindungan
lingkungan semakin tinggi.
Kelebihan Biomining dibanding teknik penambangan konvensional maupun tradisional yang biasa digunakan
yang paling utama adalah mampu menghasilkan mineral dari bijih mineral kualitas rendah maupun sisa tailing
penambangan sekalipun dengan hasil yang lebih banyak secara signifikan. Biomining yang diterapkan untuk
memeroleh mineral tembaga dan emas juga memberikan manfaat berupa cara pengoperasian yang mudah, hanya
membutuhkan sedikit bahan baku (low capital), minim biaya operasi, memerlukan waktu konstruksi infrastruktur
pertambangan yang lebih singkat, menghasilkan tailing yang jauh lebih tidak aktif secara kimiawi sehingga tidak
berbahaya terhadap lingkungan, mengurangsi emisi gas berbahaya yang dapat menyebabkan polusi dan hujan asam,
serta biaya yang jauh lebih murah dalam perawatan karena hanya berupa biaya pemberian nutrisi yang berguna
untuk pertumbuhan mikroba di dalam tangki bioreaktor ataupun dump/kolam leaching dibanding dengan biaya yang
dikeluarkan dari proses pyrometallurgy secara konvensional.
Secara ekonomis, industri tambang yang menerapkan teknologi Biomining ini akan mendapatkan keuntungan
berupa efisiensi biaya produksi karena hanya membutuhkan infrastruktur yang lebih sedikit serta membutuhkan
sedikit tenaga kerja dengan sedikit keluaran biaya lingkungan atau environmental cost karena hanya menghasilkan
emisi gas B3 yang lebih rendah dan tailing yang lebih bersih.
Pada akhirnya, tidak dapat diragukan lagi bahwa Biomining merupakan salah satu terobosan Green Technology
yang mampu menghasilkan dan mengekstraksi logam atau mineral berharga dengan meminimalkan efek buruk yang
dihasilkan terhadap lingkungan. Semakin menipisnya kandungan bijih mineral kualitas tinggi pada bumi,
memberikan konsekuensi bahwa cara paling ekonomis untuk tetap memeroleh mineral berharga yang penting adalah
dengan menggunakan bijih kualitas rendah yang jumlahnya masih cukup melimpah ataupun tailing sisa
pertambangan. Proses fisika-kimia atau yang biasa disebut pyrometallurgy dan teknologi tambang konvensional
haruslah diakui tidak lagi efektif akibat biaya yang mahal, energi yang diperlukan dan polusi yang dihasilkan
sedangkan Biomining adalah jawaban yang tepat untuk meningkatkan hasil tambang seperti emas maupun tembaga
hingga mencapai nilai dua kali lipat dari hasil pertambangan biasa dan sudah dapat diterapkan dalam berbagai
kegiatan industri pertambangan yang memerhatikan pengelolaan lingkungan di dalam sistemnya.
Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengolahan mineral tembaga untuk saat ini yang terbaik dan
termurah dari biaya produksi adalah proses hydrometallurgi yang dilanjutkan dengan proses elektrolisa kemudian
dilanjutkan dengan proses peleburan. Apalagi proses ekstraksinya menggunakan Biomining yang dapat
mengekstraksi bijih tembaga kadar rendah dan juga tailing sehingga ramah lingkungan.
Phyrometallurgy tetap digunakan tetapi dipakai pada pengolahan-pengolahan mineral lain seperti nikel,
manganese, chrom dll.
Mudah-mudahan ke depan Indonesia mempunyai dan bisa mengolah dari bijih hingga dihasilkan logam murni
baik Cu, Au, Ag, Pd, Se dll. serta by product logam assosiasi dan gas buangnya sehingga meningkatkan nilai tambah
suatu smelter plant, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 yang disempurnakan
dengan Permen ESDM No 11 tahun 2012 dan terakhir adalah Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 tentang
Perubahan kedua atas peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
melalui kegiatan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral, Permendag No 52/M-DAG/per/8/ 2012 tentang perubahan
atas Permendag No. 29/M-DAG/per/5 /20l2 tentang ketentuan ekspor produk pertambangan dan Permenkeu No.
128/pmk.011/2013 tentang perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 75/pmk.011/2012 tentang penetapan
barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar.
Masalah yang ada bukanlah masalah teknologi karena banyak orang Indonesia yang pandai dan sudah
berpengalaman. Masalah terbesar adalah kekuatan pendanaan serta kekuatan kemauan dan politik.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 8


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Daftar Pustaka

Madigan, M.T., Martinko, J.M., Stahl, D.A., Clark, D.P. 2012. Brock Microbiology of Microorganism. San
Fransisco : Pearson Benjamin cummings. Hal : 710
Mahler, Armando .2008, Dari Grasberg sampai Amamapare. Gramedia
Robert D. Pehlke, 1975, Unit Processes of Extraktive Metallurgy, American Elsevier Publishing Company inc. New
York – London – Amsterdam
Sukandarrumidi, 2009.Geologi mineral logam. Gadjahmada University Press, Yogyakarta
Suprapto, Sabtanto Joko.,2008,. Pertambangan Tembaga di Indonesia : Raksasa Grasberg dan Batu Hijau, Warta
Geologi volume 3 no.3 September 2008 hal 6-13
http://kampungminers.blogspot.com/2013/03/mineralogi-endapan-bijih-tembaga-cu.html
http://purwaningsiheka44.blogspot.com/2012/11/tembaga.html
http://bloghimakiunila.blogspot.com/2013/01/1.html
http://ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/pengolahan-bijih-tembaga/
http://www.ilmukimia.org/2013/05/ekstraksi-tembaga.html
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/bahan-baku-dan-produk-industri/bijih-tembaga/
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2014/01/02/biomining-ekstraksi-bahan-tambang-menggunakan-bakteri-
624834.html
http://thisan04.blogspot.com/2013/11/genesa-tembaga.html

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 9


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Lembar Tanya Jawab


Moderator : Eny Kusrini (Universitas Indonesia)
Notulen : Sri Wahyuni SR (UPN “Veteran” Yogyakarta)

1. Penanya : Titik Mahargiani (UPN “Veteran” Yogyakarta)


Pertanyaan : Ekstraksi yang dilakukan untuk padatan, metoda apa saja yang digunakan dan apa
keunggulannya? Ukurannya bagaimana, tertentu tidak?
Jawaban : Ekstraksi metoda yang dilakukan untuk Material bijih standar. Yang penting adalah : reagen,
fluks dan reduktor.
Hasil proses pyrometalurgi adalah bijih, yang terdiri dari metal, slag (kerak) dan gas.
Gas merupakan by- product, untuk oksida dari lyching
Keunggulan hydrometalurgi:
Hasil: gas Sulfida (lebih baik dari proses pyrometalurgi) maksudnya: pemisahan gas dan
sulfidanya.
Jika mengandung sulfida harus di”roasting” (bakar) dulu agar berubah menjadi senyawa
oksida. Hasilnya gas SO2 (pengotor), dipisahkan. Bisa juga diambil sebagai H2SO4, ini
disalurkan ke pabrik pupuk (pupuk Gresik). Pabrik pupuk Gresik menggunakan smelter dari
Freeport (Papua), yaitu dengan menghilangkan unsur Phospor (P 2O5). Slag yang mengandung
besi, juga sebagai smelt Gresik.
2. Penanya : Angelia Salim (Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Pertanyaan : Metode bioleaching merupakan proses yang tidak ekonomis, apa yang menjadi keunggulan
proses bioleaching?
Jawaban : Dari beberapa penelitian bioleaching 1/3 – ½ biaya smelting, dan keunggulannya adalah:
ekonomis, efisien, dan ramah lingkungan.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 10


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Nur Kholis yurenza


03021281924028
Muhammad Dandy Anugrah
03021381924082

Judul jurnal
Ekstraksi Tembaga secara Elektrolitik Menggunakan Campuran Padatan CuFeS2 dan CaCO3
(Chalcopyca) sebagai Anoda

Analisis Jurnal

Tembaga di alam banyak ditemukan dalambentuk senyawa sulfida, seperti kalkopirit


(CuFeS2), kalkosit (Cu2S), dan bornit (Cu5FeS4) [1]. Teknologi untuk memisahkan tembaga dari
konsentratnya yang paling dianggap ekonomis sampai dewasa ini adalah pirometalurgi. Proses ini
memiliki kelemahan yaitu membutuhkan energi yang besar dan menghasilkan hasil samping berupa
gas SO2 yang merupakan polutan bagi rantai kehidupan.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu metode pemisahan tembaga yang ekonomis dan
ramah lingkungan. Salah satu metode yang sedang dikembangkan adalah metode elektroekstraksi yang
dapat menghasilkan logam Cu dari konsentrat tembaga dengan tingkat kemurnian yang tinggi.Oleh
karena itu, perlu dikembangkan suatu metode pemisahan tembaga yang ekonomis dan ramah
lingkungan. Salah satu metode yang sedang dikembangkan adalah metode elektroekstraksi yang dapat
menghasilkan logam Cu dari konsentrat tembaga dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Kuncaka [2]
telah mengawali ekstraksi tembagadengan memfungsikan konsentrat tembagasebagai anoda dalam
medium NaClmaupunNa2SO 4. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan memfungsikan
konsentrat tembaga sebagai anoda dalam suatu medium asam dapat menyebabkan pelarutan tembaga
yang secara simultan akan terjadi proses pengendapan tembaga pada katoda. Sulfur yang terkandung
dalamkonsentrat tidak akan membentuk gas SO2 melainkan akan terlarut membentuk ion sulfat.
Namun efisiensi arus yang digunakan selama elektrolisis masih belum maksimal. Pengendapan
tembaga diperoleh harga rendemen faradik yang relatif kecil. Berdasarkan pada sifat konduktivitas
yang dimiliki CuFeS2 [3], maka senyawa ini diduga dapat difungsikan sebagai penghantar elektronik.

Penelitian ini mempunyai tujuan yakni mempelajari kinetika reaksi pelarutan tembaga dari anoda
CuFeS2 dan untuk menentukan tingkat efisiensi arus dari metode yang dilakukan. CuFeS2 diperoleh
dari hasil pemurnian konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia. Melalui penelitian inidiharapkan
peristiwa pelarutan sekaligus pengendapan tembaga dapat diperjelas. Mediaelektrolisis yang
digunakan merupakan hasil optimasi penelitian terdahulu yang dilakukan Kuncaka [4] yaitu larutan
0,01 M H2SO4 + 0,5 M Na2SO4.

Mekanisme Reaksi yang terjadi dijelaskan sebagai berikut :

Reaksi pada Anoda

Mekanisme reaksi diawlai dengan pelarutan anoda ChalcopyCa. Pelarutan anodasecara elektrokimia
menghasilkan ion Cu2+, Fe2+ yang terlarut dalam elektolit dan sulfur yang teradsorpsi pada
permukaan anoda menurut reaksi berikut :
CuFeS2(s) Cu2+(aq) + Fe2+(aq)+ 2S0(ads) + 4e- (3)
Proses adsorbsi sulfur dapat teramati dengan pembentukan endapan kuning kehijauan pada
permukaan anoda.Keberadaan ion sulfat dalam larutan Na2SO4 + H2SO4 menyebabkan terjadinya
oksidasi pelarut H2O. Dalam larutan asam konsentrasi OH-adalah sangat kecil sehingga pembentukan

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 -


11
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

gas oksigen terbentuk terutama oleh adanya reaksioksidasi H2O pada anoda.

2 H2O(l) O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e- (4)


O2(g) O2(ads) (5)
Sulfur hasil oksidasi anoda dioksidasi lebih lanjut secara kimia oleh oksigen di permukaan
anoda menjadi ion sulfat yang kemudian larut ke dalam larutan.
S0(ads) + 3O2(ads) +2H2O 2 SO42-(aq) + 4H+ (6)

Reaksi pada katoda

Pada elektroda ini terjadi reduksi pelarut H2Oyang menghasilkan gas H2 menurut reaksi berikut :
2 H2O + 2 e- 2 OH ‾(aq)+ H2(g)(7)
Ion logam Cu dalam larutan akan bergerak kekatoda dan berinteraksi dengan 2 elektron
membentuk atom logam (terjadi reduksi pada ion tembaga):
Cu2+(aq) + 2 e- Cu(s) (8)
Pada elektroda ini juga terjadi reduksi ion H+ yangberasal dari medium asam menghasilkan gas
hidrogen :
2 H+(aq) + 2 e- H2(g) (9)
Penentuan kandungan tembaga yang terlarut selama elekrolisis diketahui dengan pengukuran
kandungan tembaga dalam larutan dan jumlah tembaga yang terendapkan pada katoda.

Pada pemisahan tembaga dari konsentrasi yang ekonomis sampai dewasa adalah pirometalurgi,
karena proses ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan energy yang tinggi akibat reaksi eksotermik
dan perubahan fase dari padat ke liquid tentu membutuhkan energi yang tinggi dan biaya yang tinggi
selain itu pencemaran udara sekitar dan gas buangan yang beracun tetapi mempunyai keuntungan
waktu proses yang cepat, cocok untuk mineral berkadar tinggi dan produksi dengan kapasitas besar.
Ada metode pemisahan tembaga yang ekonomis dan ramah lingkungan dengan metode
elektroekstraksi dengan kelebihan tingkat kemurnian dari tembaga yang tinggi,fleksibel dan
temperature relatif rendah pada pemurnian tetapi ada kekurangan dari proses ini, adanya material
khusus untuk menjadi elektroda dan butuh energy listrik yang besar.Pemurnian pada tembaga(Cu)
dengan cara elektrorefinning di PT. SMELTING bertempat di gresik.Elektroekstraksi ada dua yaitu
elektrowinning adalah proses elektrokimia yang digunakan untuk mereduksi kation logam ke
permukaan katoda dari larutan air yang berasal dari pencucian kimia dan Elektrorefinning(permukaan
elektrolitik) adalah proses elektrolitik yang dilakukan untuk pemurnian crude metal yang biasanya
telah mengalami pemurnian dengan cara lain (umumnya pemurnian pirometalurgi), dan diharapkan
dapat dicapai kemurnian yang setinggi-tingginya.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 - 12


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 18 Maret 2015

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta G2 -


13

Anda mungkin juga menyukai