Anda di halaman 1dari 7

PERCOBAAN 4

ELEKTROGRAVIMETRI
PENENTUAN KADAR TEMBAGA

I.

TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kadar tembaga dalam sampel dengan metode elektrogravimetri dan
titrasi pengompleksan

II.

TEORI DASAR
Elektrogravimetri adalah suatu metode yang menggunakan arus listrik (secara
elektrolisis) untuk mengendapkan analit pada sebuah elektroda. Proses elektrolisis
yang dilakukan menggunakan dua buah elektroda (anoda dan katoda). Salah satu
dari elektroda tersebut berfungsi sebagai elektroda kerja yang fungsinya bergantung
pada reaksi pengendapan yang terjadi. Jika reaksi pengendapan yang terjadi adalah
reaksi reduksi maka elektroda kerja berfungsi sebagai katoda. Sedangkan jika reaksi
yang terjadi adalah reaksi oksidasi maka elektroda berfungsi sebagai anoda.
Pada percobaan ini yang dianalisis adalah ion Cu2+ yang diendapkan pada
elektroda menurut reaksi : Cu2+ + 2e- Cu. Elektron yang terlibat pada reaksi
tersebut berasal dari arus listrik. Arus listrik diberikan sampai seluruh ion Cu 2+ yang
terdapat dalam larutan mengendap secara kuantitatif sebagai logam tembaga pada
elektroda kerja. Selisih berat elektroda kerja yang konstan sebelum dan setelah
proses elektrolisis adalah berat tembaga yang terdapat dalam sampel. Potensial
elektroda kerja selama proses elektrolisis harus dijaga pada nilai tertentu untuk
mencegah senyawa elektroaktif lain dalam larutan ikut mengendap pada elektroda
kerja.
Ketelitian

hasil

analisis

secara

elektrogrvimetri

perlu

diuji

dengan

membandingkan hasilnya terhadap hasil analisis dengan titrasi pengkompleksan


menggunakan EDTA. Titrasi ini dilakukan dalam suasana basa (pH > 9) dan titik
akhir titrasi diamati dengan menggunakan indikator murexide.
III.

DATA PENGAMATAN
1. Elektrogravimetri
Berat elektroda sebelum elektrolisis

= 19,2419 gram

Berat elektroda setelah elektrolisis


Berat sampel tembaga

= 19,2589 gram
= 1,4505 gram

2. Titrasi pengkompleksan
Pembakuan EDTA
Massa MgSO4.7H2O = 0,2125 gram
Titrasi EDTA - MgSO4.7H2O
Titrasi keTitrasi I
Titrasi II
Volume rata-rata

Penentuan kadar tembaga


Massa sampel tembaga = 1,4505 gram
Titrasi Cu EDTA
Titrasi keTitrasi I
Titrasi II
Volume rata-rata

IV.

Volume EDTA (ml)


22,60
22,80
22,70

Volume EDTA (ml)


23,60
23,40
23,50

PENGOLAHAN DATA
1. Elektrogravimetri
Berat tembaga dalam sampel adalah selisih antara berat elektroda setelah
elektrolisis dan berat elektroda sebelum elektrolisis.
WCu sampel = WEa - WEo
= (19,2589 19,2419) gram
= 0,0170 gram
Kadar tembaga =

berat tembaga dalam sampel


berat sampel awal

Kadar tembaga =

0,0170 gram
1,4505 gram

100
25

x 100%

x 4 x 100%

Kadar tembaga = 4,69 %


2. Titrasi pengkompleksan
Pembakuan EDTA
mol EDTA = mol MgSO4.7H2O
massa MgS O4 .7 H 2 O
(M.V)EDTA =
Mr MgS O4 .7 H 2 O

x 100

massa MgS O4 .7 H 2 O
Mr MgS O4 .7 H 2 O

25
100

MEDTA

25

x V EDTA

0,2125 gram
g
246
mol

MEDTA

MEDTA

= 0,0095 M

25

x 100 x 22,7 x 103 L

Penentuan kadar tembaga


mol Cu = mol EDTA
25
10
mol Cu x 100 x 100 = (M x V)EDTA
mol Cu = (M x V)EDTA x

100
25

100
10

mol Cu = 0,0095 M x 23,5 x 10-3 L x

100
25

100
10

mol Cu = 8,93 x 10-3 mol


massa Cu = mol Cu x Ar Cu
= 8,93 x 10-3 mol x 63,5 g/mol
= 0,567 gram
Kadar tembaga =

massatembaga dalam sampel


massa sampel awal

Kadar tembaga =

0,567 gram
1,4505 gram

x 100%

x 100%

Kadar tembaga = 39,09%


MEDTA

0,2125 gram
246 g /mol

25
100

1
22,7 x 103 L

= 0,0095 M

V.

PEMBAHASAN
Metode elektrogravimetri menggunakan prinsip elektrolisis, yaitu reduksi ion
logam pada katoda sehingga terjadi pengendapan. Logam yang diendapkan pada
percobaan kali ini adalah Cu, dan reaksi oksidasi terjadi pada air, yaitu oksidasi air
menjadi gas oksigen. Pada proses elektrolisis, terjadi perubahan dari energi listrik
menjadi energi kimia. Energi kimia tersebut dipakai untuk melakukan reaksi
redoks.
Penyiapan katoda elektroda kasa tembaga dilakukan dengan mencuci katoda
tersebut dengan asam nitrat 1:1, lalu dilanjutkan pencucian dengan akua dm,
alkohol dan aseton. Proses pencucian dengan asam nitrat dilakukan untuk

menghilangkan endapan tembaga atau kotoran-kotoran lain yang mungkin masih


menempel pada kasa, sehingga kasa dapat digunakan untuk menentukan berat
tembaga yang mengendap secara tepat. Ketika dicuci dengan asam nitrat, Cu yang
mengendap dalam kasa tersebut akan membentuk senyawa dengan asam nitrat. Hal
ini dapat terlihat adanya larutan biru Cu(NO3)2 yang ikut turun bersama aliran
HNO3.

Cu(s) + NO3-(aq) + 2e Cu(NO3)2(aq) + H+(aq)


Kasa juga dicuci dengan aqua dm, aseton dan alkohol, bertujuan untuk

membersihkannya dari larutan Cu(NO3)2 yang mungkin masih tersisa dalam kasa
tembaga. Selain itu pencucian dengan alkohol dan aseton juga bertujuan agar tidak
ada zat organik yang tertinggal dalam kasa tembaga tersebut. Pencucian terakhir
dilakukan dengan aseton, karena selain tujuan pembersihan tadi, aseton juga
senyawa yang mudah menguap sehingga mudah untuk mengeringkan kasa
tersebut. Elektroda tersebut dikeringkan dan ditimbang hingga massanya konstan.
Penimbangan dilakukan sampai massa terbaca konstan karena saat massa terbaca
telah konstan, maka larutan-larutan pencuci yang tadi dipakai telah menguap
semua dan elektroda telah benar-benar kering.
Kemudian dilakukan proses elektrolisis. Elektroda kasa tembaga sebagai
katoda yang mengendapkan ion Cu2+ menjadi Cu, dan elektroda platina sebagai
anoda. Sebelum dilakukan elektrolisis, larutan tersebut ditambahkan asam sulfat
pekat, ureum dalam HNO3 dan aqua dm. Penambahan asam sulfat pekat bertujuan
untuk mengoksidasi logam Cu yang terdapat dalam sampel, sehingg dalam larutan
yang dielektrolisis nanti Cu dalam sampel telah berbentuk ion Cu2+ semua. Fungsi
penambahan zat ureum dalam HNO3 adalah sebagai pengusir gugus-gugus lain
yang dapat mengganggu pengendapan Cu2+. Reaksi yang terjadi pada kedua
elektroda :
Katoda : Cu2+(aq) + 2e- Cu(s)
Anoda : 2H2O(l) O2 (g) + 4H+ + 4e
Pada proses elektrolisis, potensial listrik yang dipakai diatur pada rentang 3-4
volt. Hal ini dilakukan karena potensial reduksi Cu2+ berlangsung pada rentang
potensial tersebut, sehingga proses reduksi Cu berlangsung secara optimal. Pada
anoda, elektroda platina, terbentuk gelembung-gelembung udara. Gelembung
tersebut merupakan gas oksigen yang terbentuk dari proses oksidasi air seperti
yang tertulis pada persamaan reaksi di atas. Elektrolisis dihentikan saat larutan
mulai berwarna bening, yang menandakan ion tembaga telah tereduksi semua.

Selain itu warna elektroda kasa juga menjadi merah bata. Sebelum ditimbang,
elektroda kembali dicuci dengan air alkohol dan aseton
Selain proses elektrogravimetri, pada percobaan ini dilakukan penentuan kadar
tembaga menggunakan metode titrasi pengompleksan menggunakan EDTA.
Sebelum dilakukan titrasi pengompleksan terhadap sampel Cu, larutan EDTA
dibakukan terlebih dahulu menggunakan MgSO4.7H2O. Larutan MgSO4.7H2O
ditambahkan indikator EBT dalam NaCl dan buffer pH 10. Fungsi penambahan
EBT adalah sebagai indikator yang spesifik terhadap Mg. Saat Mg habis, maka
larutan yang dititrasi akan berubah warnanya. Fungsi penambahan buffer pH 10
adalah untuk menjga EDTA agar memiliki spesi y4Mg2+ + Y4- MgY2Berikut adalah struktur EDTA.

Melalui perhitungan maka dapat ditentukan konsentrasi EDTA yang sudah


dibakukan.
Kemudian dilakukan titrasi pengompleksan terhadap sampel Cu menggunakan
EDTA yang sudah dibakukan. Sampel Cu dilarutkan, diencerkan dan ditambahkan
murexid dan amonia. Fungsi penambahan amonia dan murexid sebagai indikator
yang spesidik terhadap ion Cu, seperti EBT terhadap Mg. Buffer pH 10
ditambahkan untuk menjaga EDTA agar tetap dalam spesi Y4- Reaksi yang
terjadi:

Cu2+ + Y4 CuY2Kadar tembaga yang diperoleh melalui penentuan dengan metode ini lebih

besar dibanding dengan metode elektrogravimetri.Hal tersebut terjadi karena


banyak faktor-faktor kesalahan yang terjadi pada pengerjaan dengan proses
elektrogravimetri. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
- Saat pencucian elektroda kasa tembaga menggunakan asam nitrat.

Pada saat pencucian elektroda tersebut masih berwarna merah bata dan jika
dialirkan larutan asam nitrat masih sedikit berwarna biru, menunjukan bahwa
masih ada Cu yang mengendap sehingga menggangu proses elektrolisis Cu2+.
Saat proses elektrolisis
Elektroda kasa tembaga tidak tercelup sepenuhnya sehingga yang terbentuk

endapan hanya pada bagian bawahnya saja. Hal tersebut menyebabkan pada
saat Cu2+ sudah mengendap menjadi Cu pada bagian bawah elektroda, Cu2+
yang belum mengendap tidak bisa mengendap lagi karena pada bagian
tersebut endapan Cu sudah cukup banyak.
Pada saat penimbangan.
Massa elektroda, sebelum maupun setelah elektrolisis, yang ditimbang tidak

sampai konstan. Hal tersebut menyebabkan angka yang terbaca tidak akurat.
Jika massa yang dibaca sebelum elektrolisis belum konstan, artinya masih ada
zat pencuci yang belum menguap, sehingga massa elektroda yang seharusnya
lebih kecil dan begitu pula pada massa elektroda setelah elektrolisis.
Pencatatan massa yang belum konstan mengakibatkan kesalahan pada data,
yang mengakibatkan nilai yang didapat juga jauh dari hasil metode titrasi
pengompleksan.

VI.

KESIMPULAN
Kadar tembaga dalam sampel yang ditentukan dengan masing-masing metode
adalah sebagai berikut.
- Metode elektrogravimetri : 4,688%
- Titrasi pengkompleksan adalah 39,09%.

VII.

DAFTAR PUSTAKA
Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. The McGraw-Hill

Companies : USA. Halaman 465-485.


Day, R.A. Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi kelima.
Erlangga : Jakarta. Halaman 488.

Skogg, West, Holler. 1994. Analytical Chemistry : An Introduction, 6th ed.


Saunders College Publishing : Philadelphia. Halaman 328-356.LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK


KI-2221
ELEKTROGRAVIMETRI
(PENENTUAN KADAR TEMBAGA)
Nama

: Diar Luthfi hawari

NIM

: 10510027

Kelompok

:5

Tanggal Percobaan

: 16 April 2012

Tanggal Laporan

: 23 April 2012

Asisten

: Gita Madia (105080


Fandi Anugrah (10508063)

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2012

Anda mungkin juga menyukai