Anda di halaman 1dari 6

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA : JKKI

VOLUME 07 No. 01 Maret • 2018 Halaman 18-23

Artikel Penelitian

PELAKSANAAN KEBIJAKAN AKREDITASI PUSKESMAS DI


KABUPATEN KUBU RAYA

IMPLEMENTATION OF PUBLIC HEALTH CENTER ACCREDITATION POLICY


IN KUBU RAYA DISTRICT
Molyadi1, Laksono Trisnantoro2
Dinas Kesehatan Kubu Raya, Kalimantan Barat
1

2
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT upaya untuk menerapkan kebijakan akreditasi telah dilakukan


Background: Public health care accreditation is one of termasuk di empat Puskesmas Kabupaten Kubu Raya,
Ministry of Health’s strategic plans in 2015-2019 to improve banyak variasi dan hambatan yang dirasakan oleh setiap
equity of access and service quality in public health center. Puskesmas dalam proses pelaksanaannya. Penelitian ini
Although many efforts have been done in order to implement bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penting yang
accreditation policy including in 4 PHCs of Kubu Raya District, mempengaruhi efektivitas pelaksanaan kebijakan akreditasi
many constraints and variation are found in the process. di empat Puskesmas Kabupaten Kubu Raya dan mengetahui
The purpose of this study is to identify important factors that hasil pelaksanaannya. Metode: Penelitian ini merupakan
influencing the effectiveness of policy implementation in the 4 penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus tunggal
PHCs and observing its results. Methods: This research is a terjalin (embeded). Subyek penelitian sebanyak tiga puluh
qualitative research with single embedded case study design. enam orang terdiri dari pengelola program akreditasi di Dinas
Subjects of the study are 36 respondents including accreditation Kesehatan Kabupaten dan tim akreditasi di empat Puskesmas
program manager of District’s Health Office and accreditation diwawancarai tentang pengalaman mereka mempersiapkan
team from 4 PHCs interviewed about their experience in akreditasi. Kerangka Konsolidasi Riset Implementasi (CFIR)
preparing for accreditation. Consolidated framework for di gunakan untuk memandu pengumpulan dan analisis
implementation research (CFIR) used to guide data collection data kualitatif. Konstruksi yang paling kuat mempengaruhi
and qualitative analysis process. Construction with greatest efektivitas pelaksanaan akreditasi Puskesmas diidentifikasi
effect towards accreditation effectively identified with cross melalui perbandingan lintas kasus dan diberi peringkat. Hasil:
case study and ranked accordingly. Results: Among 25 CFIR Dari dua puluh lima konstruksi CFIR yang dinilai, hasil analisis
constructions, data analysis result shows that accreditation data menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pelaksanaan
effectiveness in PHC A, B, C, and D are influenced factors kebijakan akreditasi di Puskesmas A, B, C, dan D di pengaruhi
such as network and communication, aims and feedback, oleh jaringan dan komunikasi, tujuan dan umpan balik,
involvement of leader and resources availability (strongly keterlibatan kepemimpinan dan sumberdaya yang tersedia
differentiate), also organization culture and planning (weakly (kuat sangat membedakan) serta budaya organisasi dan
differentiate). While still facing challenges, all respondents perencanaan (lemah membedakan). Meskipun menghadapi
report positive acceptance of accreditation policy because of beberapa tantangan, seluruh responden melaporkan
the benefits it give and standard accreditation structure fit to penerimaan secara positif adanya kebijakan akreditasi karena
be guidance for work performance especially to develop quality banyak memberikan manfaat dan keuntungan serta isi struktur
control system and improving quality control in public health standar akreditasi cocok dijadikan pedoman kerja terutama
center. Conclusion: Public health center accreditation policy in untuk pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya
Kubu Raya District generally are well implemented, especially perbaikan kinerja pelayanan di Puskesmas. Kesimpulan:
in PHC A and C, on the contrary are still weak in PHC B and Pelaksanaan kebijakan akreditasi Puskesmas di Kabupaten
D. Therefore, improvement on the performance is needed. Kubu Raya berjalan cukup baik pada Puskesmas A dan
C dan sebaliknya pada Puskesmas B dan D perlu upaya
Keywords: Public health center accreditation, Consolidated perbaikan kinerja pelaksanaannya di masa mendatang.
Framework for Implementation Research (CFIR), Implementa-
tion outcome Kata Kunci: Akreditasi Puskesmas, Consolidated Framework
for Implementation Research (CFIR), Outcome implementasi
ABSTRAK
Latar Belakang: Akreditasi Puskesmas merupakan salah LATAR BELAKANG
satu strategi kebijakan Kementerian Kesehatan pada tahun Dalam era Sistem Jaminan Sosial Nasional
2015-2019 yang bertujuan meningkatkan pemerataan akses (SJSN) khususnya di bidang kesehatan saat
dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas. Berbagai ini, Puskesmas sebagai sebagai ujung tombak

18 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 07, No. 01 Maret 2018
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

pelayanan kesehatan dan gate keeper pada terbatasnya sumberdaya manusia tertentu,
pelayanan kesehatan formal dan penapisan kurangnya pemahaman tentang konsep akreditasi
rujukan, harus dapat memberikan pelayanan dan cara penerapan standar akreditasi ke dalam
bermutu sesuai dengan standar pelayanan organisasi, kurangnya tindaklanjut dari pihak
maupun standar kompetensi. Untuk mendukung berwenang, kurangnya perencanaan, budaya
hal tersebut, salah satu arah kebijakan dan strategi dan perilaku penyedia pelayanan kesehatan serta
Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019 inefisiensi waktu.
guna meningkatkan pemerataan akses dan mutu Oleh karena itu maka penting untuk memahami
pelayanan kesehatan khususnya di Puskesmas, proses pelaksanaannya tidak hanya mengenai
yaitu dengan pelaksanaan akreditasi (1). apa yang berhasil dan tidak berhasil, tetapi juga
Beberapa peraturan yang melandasi kebijakan memahami bagaimana dan mengapa implementasi
akreditasi Puskesmas seperti Peraturan Menteri berjalan dengan benar atau salah, dan menguji
Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang pendekatan-pendekatan untuk memperbaikinya
Puskesmas (pasal 39) menyebutkan bahwa (3)
. Kerangka Konsolidasi Riset Implementasi
Puskesmas wajib akreditasi dan dilaksanakan (CFIR) digunakan untuk memandu penilaian
secara berkala paling sedikit tiga tahun sekali, sistematis terhadap konteks implementasi pada
demikian juga Peraturan Menteri Kesehatan multi level untuk mengidentifikasi faktor-faktor
Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional efektifitas sebuah intervensi. Jika digunakan
(pasal 6) menyebutkan bahwa akreditasi untuk mengevaluasi tahap awal pelaksaaan
merupakan salah satu persyaratan kredensialing sebuah intervensi, hasil temuan dapat membantu
bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menginformasikan kepada para pemangku
akan bekerjasama dengan BPJS. kepentingan mengenai area perbaikan intervensi
Sebagai salah satu mekanismes regulasi dalam dan implementasinya (4).
pelayanan kesehatan, Akreditasi Puskesmas
adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga BAHAN DAN CARA PENELITIAN
independen penyelenggara akreditasi yang Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah dengan rancangan studi kasus tunggal terjalin
memenuhi standar akreditasi yang bertujuan untuk (embeded). Subyek penelitian sebanyak tiga
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan puluh enam orang terdiri dari pengelola program
pasien, meningkatkan perlindungan bagi sumber akreditasi di Dinas Kesehatan dan tim akreditasi
daya manusia kesehatan, masyarakat dan empat Puskesmas di Kabupaten Kubu Raya
lingkungan, serta Puskesmas sebagai sebuah diwawancarai tentang pengalaman mereka
institusi, serta meningkatkan kinerja Puskesmas mempersiapkan akreditasi. Kerangka Konsolidasi
dalam pelayanan kesehatan perseorangan dan/ Riset Implementasi (CFIR) meliputi empat domain
atau kesehatan masyarakat (2). utama di gunakan untuk memandu pengumpulan
Di Kabupaten Kubu Raya, berdasar roadmap dan analisis data kualitatif (4). Konstruksi
akreditasi Puskesmas yang disusun oleh yang paling kuat mempengaruhi efektivitas
Dinas Kesehatan, 4 Puskesmas terpilih dari 20 pelaksanaan kebijakan akreditasi Puskesmas
Puskesmas yang ada yaitu Puskesmas Sungai diidentifikasi melalui perbandingan lintas kasus
Kakap, Sungai Durian, Sungai Raya Dalam, dan dan dilakukan pemeringkatan menggunakan
Lingga telah ditunjuk untuk mengikuti persiapan metode kriteria penilaian CFIR seperti yang
akreditasi sejak april tahun 2015. Namun demikian, direkomendasikan oleh Damschroder dan Lowery
upaya untuk menerapkan kebijakan akreditasi (2013) (5). Variabel penelitian terdiri dari variabel
memiliki hambatan yang bervariasi di empat independen meliputi domain pengaturan luar,
Puskesmas tersebut seperti kurangnya komitmen pengaturan dalam, karakteristik individu dan
dan dukungan dari para pemangku kepentingan proses. Sedangkan variabel dependen adalah
dalam organisasi, terbatasnya sumberdaya hasil implementasi berdasarkan penerimaan,
keuangan untuk memenuhi standar akreditasi, adopsi, dan kesesuaian(6).

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 07, No. 01 Maret 2018 • 19
Molyadi, Laksono Trisnantoro: Pelaksanaan Kebijakan Akreditasi Puskesmas

Penilaian Kriteria

-2 Konstruksi memiliki pengaruh negatif dalam organisasi, pengaruh menghambat dalam proses kerja, dan/atau pengaruh menghambat dalam upaya
implementasi
Mayoritas responden yang diwawancarai (minimal 2) menjelaskan contoh secara konkret bagaimana konstruksi tersebut mewujudkan dirinya dalam
cara yang negatif

-1 Konstruksi memiliki pengaruh negatif dalam organisasi, pengaruh menghambat dalam proses kerja, dan/atau pengaruh menghambat dalam upaya
implementasi
Diwawancarai membuat pernyataan umum tentang konstruksi yang mewujudkan dirinya dengan cara yang negatif tetapi tanpa contoh konkret

0 Sebuah konstruksi memiliki pengaruh netral jika:


Tampaknya memiliki efek netral (murni deskriptif) atau hanya disebutkan secara umum tanpa dasar
Tidak ada bukti pengaruh positif atau negatif
Hasil wawancara bertentangan satu sama lain
Ada pengaruh positif dan negatif pada tingkat yang berbeda dalam organisasi yang menyeimbangkan satu sama lain; dan/atau aspek yang berbeda dari
konstruksi memiliki pengaruh positif sementara yang lain memiliki pengaruh negatif

+1 Konstruksi memiliki pengaruh positif dalam organisasi, pengaruh memfasilitasi dalam proses kerja, dan/atau pengaruh memfasilitasi dalam upaya
implementasi
Diwawancarai membuat pernyataan umum tentang konstruksi yang mewujudkan dirinya dengan cara yang positif tetapi tanpa contoh konkret

+2 Konstruksi memiliki pengaruh positif dalam organisasi, pengaruh memfasilitasi dalam proses kerja, dan/atau pengaruh memfasilitasi dalam upaya
implementasi
Mayoritas responden yang diwawancarai (minimal 2) menjelaskan contoh secara konkret bagaimana konstruksi tersebut mewujudkan dirinya dalam
cara yang positif

Tabel 1. Kriteria Penilaian Konstruksi CFIR


Sumber: Damschroder dan Lowery (2013)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN memfasilitasi dalam proses kerja dan/


Identifikasi faktor-faktor penting yang mem- atau upaya implementasi pada kedua unit
pengaruhi efektivitas pelaksanaan kebijakan pelaksana tinggi namun masih lemah
akreditasi di empat Puskesmas Kabupaten dan konstruksi tersebut bersifat negatif,
Kubu Raya menggunakan CFIR menghambat dalam proses kerja dan/
Dari dua puluh lima konstruksi CFIR yang atau upaya implementasi pada kedua unit
dilakukan pemeringkatan dengan menggunakan pelaksana rendah, dan perlu upaya perbaikan
metode kriteria penilaian CFIR, hasil analisis data kinerja pelaksanaannya serta peningkatan
menunjukkan: pada seluruh unit pelaksana.
a. 4 (empat) konstruksi kuat sangat c. 17 (tujuh belas) konstruksi tidak
membedakan efektivitas pelaksanaan membedakan efektivitas pelaksanaan
kebijakan akreditasi antara unit pelaksana kebijakan akreditasi antara unit pelaksana
tinggi (A dan C) dan rendah (B dan D) terdiri tinggi dan rendah yang menggambarkan
dari: jaringan dan komunikasi, tujuan dan bahwa konstruksi tersebut bersifat netral
umpan balik, keterlibatan kepemimpinan, dan sebagian besar memberi pengaruh
dan sumberdaya yang tersedia yang positif dalam proses kerja dan/atau upaya
menggambarkan bahwa konstruksi tersebut implementasi.
bersifat positif, memfasilitasi dalam proses d. 2 (dua) konstruksi berikutnya belum memiliki
kerja dan/atau upaya implementasi pada bukti atau data yang cukup kuat untuk dinilai
kedua unit pelaksana tinggi dan sebaliknya pengaruhnya dalam proses kerja dan/atau
konstruksi tersebut bersifat negatif, upaya implementasi karena di masing-
menghambat dalam proses kerja dan/ masing Puskesmas masih terus melakukan
atau upaya implementasi pada kedua unit proses penyusunan, perbaikan dokumen dan
pelaksana rendah dan perlu upaya perbaikan pemenuhan standar akreditasi Puskesmas
kinerja pelaksanaannya. sebagaimana yang dipersyaratkan
b. 2 (dua) konstruksi lemah membedakan sehingga sulit untuk menilai kualitas dari
efektivitas pelaksanaan kebijakan akreditasi pelaksanaannya.
antara unit pelaksana tinggi (A dan C) Berikut hasil penilaian dan deskripsi temuan
dan rendah (B dan D) terdiri dari: budaya, konstruksi CFIR yang mempengaruhi tingkat
dan perencanaan yang menggambarkan efektivitas pelaksanaan kebijakan akreditasi di
bahwa konstruksi tersebut bersifat positif, masing-masing Puskesmas.

20 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 07, No. 01 Maret 2018
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

No Domain Rendah Tinggi Konstruksi


dan Konstruksi B D C A Pembeda

I. Pengaturan Luar

1. Kebutuhan dan sumberdaya pelanggan +1 +1 +1 +1

2. Jaringan eksternal organisasi 0 0 0 0

3. Kompetitor dari luar +1 +1 +1 +1

4. Kebijakan eksternal dan insentif +1 +1 +1 +1

II. Pengaturan Dalam

5. Karakteristik struktur Tim Akreditasi 0 0

6. Jaringan dan komunikasi -1 -1

7. Budaya organisasi -1 0

Iklim implementasi

8. Ketegangan untuk melakukan perubahan 0 +1

9. Kesesuaian +1 +1 +1 +1

10. Prioritas relatif program 0 0 +1 +1

11. Insentif dan penghargaan dari organisasi 0 0 0 +1

12. Tujuan dan umpan balik -1 -1 +1 +2 **

13. Iklim pembelajaran +1 +1 +1 +2

Kesiapan untuk pelaksanaan

14. Keterlibatan kepemimpinan -1 -1 +1 +2 **

15. Sumber daya yang tersedia 0 -2 +1 +1 **

16. Akses informasi dan pengetahuan 0 0 0 0

III. Karakteristik Individu

17. Pengetahuan dan keyakinan tentang program akreditasi 0 0 +1 +1

18. Keyakinan diri 0 0 +1 +1

19. Tingkat perubahan individu +1 +1 +1 +1

IV. Proses

20. Perencanaan -1 -1 +1 +1 *

Keterlibatan

21. Pemimpin pelaksanaan internal 0 0 +1 +1

22. 0 0 +1 +1

23. +1 +1 +1 +1

24. N/A N/A N/A N/A

25. N/A N/A N/A N/A

** : Konstruksi kuat sangat membedakan efektivitas pelaksanaan antara unit pelaksana tinggi dan rendah
* : Konsruksi lemah membedakan efektivitas pelaksanaan antara unit pelaksana tinggi dan rendah

Tabel 2. Hasil penilaian konstruksi CFIR

Jaringan dan komunikasi berdampak pada terbatasnya sumber informasi,


Salah satu temuan penting dalam penelitian tingkat keterlibatan dan tindak lanjut anggota tim
ini adalah jaringan dan komunikasi merupakan yang lain terhadap tugas dan perannya masing-
konstruksi kuat sangat membedakan efektivitas masing.
pelaksanaan antara unit tinggi dan rendah. Pada Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya
kedua unit pelaksana tinggi agenda pertemuan menyebutkan bahwa komunikasi awal dan sering
membahas program akreditasi rutin dilakukan baik dengan semua pemangku kepentingan (individu
secara formal maupun informal dalam organisasi di fasilitas, Pemerintah, dan lembaga terkait)
dan koordinasi antara pokja yang kuat tampaknya juga merupakan salah satu element utama yang
menjadi salah satu faktor yang mendorong mendorong keberhasilan pelaksanaan dalam
efektivitas dalam pelaksanaan. Sementara di proses akreditasi (7). Selain itu komunikasi yang
kedua unit pelaksana rendah, pertemuan lebih baik dan keterlibatan multidisiplin tim dapat
banyak bersifat informal sesama anggota pokja memfasilitasi keberhasilan dalam peningkatan
karena di rasakan lebih efektif, namun hal tersebut mutu berkesinambungan (8).

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 07, No. 01 Maret 2018 • 21
Molyadi, Laksono Trisnantoro: Pelaksanaan Kebijakan Akreditasi Puskesmas

Budaya organisasi kurangnya umpan balik dari tim audit internal.


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Meskipun demikian mayoritas responden di
budaya organisasi merupakan konstruksi lemah seluruh Puskesmas mengungkapkan masih
membedakan efektivitas pelaksanaan antara banyak hal-hal yang belum mereka pahami
unit tinggi dan rendah. Dengan adanya kebijakan terutama bagaimana melakukan pengumpulan
akreditasi seluruh Puskesmas membahas dan analisa data yang ada, menyusun indikator
pentingnya melakukan perubahan yang serta menyelaraskan struktur standar akreditasi
bertujuan untuk mendorong peningkatan mutu dengan tujuan organisasi.
dan kinerja pelayanan. Di kedua unit pelaksana Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa
tinggi, berbagai upaya mendukung perubahan salah satu faktor paling penting penyumbang
ditunjukkan dengan sikap seperti ikut terlibat keberhasilan pelaksanaan peningkatan mutu
dalam proses penyusunan dokumen maupun berkelanjutan (CQI) dalam organisasi dipengaruhi
mencoba untuk menerapkan standar yang telah oleh penggunaan keterampilan ilmiah dalam
ditetapkan. Selain itu selama proses akreditasi pengambilan keputusan dan penerapan sistem
berlangsung banyak ide-ide inovatif yang muncul informasi yang berkualitas sehingga mampu
dan dirasakan sangat positif memacu semangat menghasilkan informasi yang tepat dan valid
untuk melakukan perubahan dalam organisasi (12)
. Audit dan umpan balik sangat penting dalam
kearah yang lebih baik lagi. Sedangkan di kedua strategi peningkatan kualitas karena secara
unit pelaksana rendah meskipun secara umum umum berpotensi mengarah ke arah perbaikan
mendapat dukungan dan respon yang cukup baik dalam praktik profesional, namun efektivitasnya
dari anggota tim yang lain, namun demikian masih tergantung cara intervensi tersebut dirancang dan
ada beberapa individu yang belum sepenuhnya disampaikan. Umpan balik juga akan lebih efektif
ikut terlibat dan mendukung proses pelaksanaan jika disertai dengan tujuan secara nyata dan
dengan beberapa alasan menurut responden rencana aksi (13).
seperti senioritas, butuh waktu untuk penyesuaian
diri serta merubah pola kebiasaan yang sudah Keterlibatan Kepempimpinan
turun temurun itu perlu proses. Salah satu temuan penting dalam penelitian
Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya ini keterlibatan kepemimpinan merupakan
mengidentifikasi bahwa salah satu tantangan di konstruksi kuat sangat membedakan efektivitas
dalam menerapkan standar akreditasi dipengaruhi pelaksanaan antara unit tinggi dan rendah.
oleh budaya organisasi termasuk perilaku dari Pada kedua unit pelaksana tinggi pimpinan
penyedia pelayanan itu sendiri oleh karena tidak mengalokasikan banyak waktu untuk staf,
memiliki budaya kualitas dan keamanan yang memecahkan masalah, memperoleh sumber
mendukung akreditasi. Selain itu kolaborasi daya yang dibutuhkan, dan terus mengupaya
antara tim yang kurang dan tim dalam bekerja agar program terlihat. Sebaliknya pada kedua
tidak memiliki dedikasi untuk mengatasi masalah unit pelaksana rendah kurangnya kebijakan
kualitas (9). Budaya organisasi secara signifikan dan ketegasan pimpinan dalam pengambilan
sangat berhubungan dengan keberhasilan keputusan berdampak pada terbatasnya sumber
perbaikan kualitas pelayanan (10) dan selama daya yang diperlukan oleh tim dalam bekerja.
tidak semua anggota staf telah mengintegrasikan Temuan ini konsisten dengan sejumlah
dasar akreditasi dan hasilnya, proses akreditasi penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa
tampaknya tetap menjadi alat kontrol eksternal kepemimpinan, komitmen dan dukungan untuk
dan birokrasi (11). akreditasi diidentifikasi sebagai prediktor yang
dapat meningkatkan kualitas hasil selama dan
Tujuan dan umpan balik setelah proses akreditasi dan dianggap sebagai
Salah satu temuan penting dalam penelitian komponen utama untuk keberhasilan pelaksanaan
ini tujuan dan umpan balik merupakan konstruksi akreditasi (14) dan lebih dari 90% responden sangat
kuat sangat membedakan efektivitas setuju bahwa kepemimpinan adalah kekuatan
pelaksanaan antara unit tinggi dan rendah. Pada pendorong di balik peningkatan kualitas (9). Selain
kedua unit pelaksana tinggi tim akreditasi maupun itu keberhasilan dalam pelaksanaan program
tim audit internal rutin melakukan perbaikan inovasi sebagian besar di fasilitasi dukungan dari
dokumen dan memberi umpan balik kepada manajemen serta dimediasi melalui kebijakan
rekan-rekan kerja serta melaporkan kemajuan khusus dalam pelaksanaan maupun praktik oleh
proses tersebut kepada pimpinan Puskesmas. organisasi yang akhirnya terwujud secara positif
Sebaliknya di kedua unit pelaksana rendah tim pada prioritas relatif program tersebut (15).
akreditasi mengalami banyak hambatan dalam
menindaklanjuti perbaikan dokumen karena

22 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 07, No. 01 Maret 2018
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

Sumber daya yang tersedia sebelumnya yang mengatakan bahwa inisiatif


Salah satu temuan penting dalam penelitian ini model perbaikan untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya yang tersedia merupakan konstruksi pelayanan dengan menggunakan tahap
kuat sangat membedakan efektivitas pelaksanaan perencanaan dan pemilihan intervensi yang tepat
antara unit tinggi dan rendah. Pimpinan maupun serta menguji perubahan dengan menggunakan
tim akreditasi di seluruh unit pelaksana umumnya siklus PDSA merupakan tantangan dan sebagian
membahas pentingnya memiliki sumberdaya yang besar tidak dipahami oleh penyedia pelayanan
cukup baik anggaran, SDM, sarana prasarana kesehatan. Hal tersebut karena dipengaruhi
dan waktu yang didedikasikan untuk mendukung oleh faktor seperti tingkat keterlibatan penyedia
pelaksanaan kegiatan program akreditasi. pelayanan, multi unit pelaksana dan multi
Mayoritas Puskesmas memiliki sumber daya baik profesional, banyaknya kasus, kurangnya
keuangan maupun SDM yang cukup terkecuali sumberdaya serta insentif (17).
di salah satu unit pelaksana rendah. Selain itu di
kedua unit pelaksana rendah dedikasi staf dalam Outcome Implementasi
hal sumber daya waktu untuk terlibat dalam proses Penerimaan
akreditasi juga masih sangat kurang sehingga tim Penerimaan adalah persepsi antara pemangku
akreditasi merasa bekerja sendiri kepentingan pelaksana bahwa intervensi yang
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian diberikan, pelayanan, praktik, atau inovasi adalah
sebelumnya yang menemukan bahwa terbatasnya hal yang menyenangkan, enak atau memuaskan.
sumber daya keuangan guna memenuhi standar Kurangnya penerimaan telah lama tercatat
akreditasi, terbatasnya sumber daya manusia sebagai tantangan dalam pelaksanaan (6).
tertentu, dan ifisiensi waktu merupakan beberapa Hasil penelitian menunjukkan, meskipun ada
tantangan di awal penerapan standar akreditasi keraguan dan menghadapi beberapa tantangan
Puskesmas (9) dan tantangan dalam penerapan perubahan internal di masing-masing Puskesmas
sistem akreditasi di kategorikan dalam dua selama proses pelaksanaan, namun secara
kelompok baik secara program maupun organisasi keseluruhan para pimpinan dan tim akreditasi
internal itu sendiri yang meliputi empat aspek termasuk pelaksana program di Dinas Kesehatan
yaitu manajemen dan organisasi, sumber daya Kabupaten melaporkan penerimaan secara positif
manusia, sumber daya keuangan dan infrastruktur, adanya kebijakan akreditasi karena dirasakan
serta peningkatan kualitas (16). Tingkat sumber banyak memberikan manfaat dan keuntungan
daya organisasi baik itu keuangan, SDM, sarana terutama dalam hal pengembangan sistem
prasarana dan waktu yang didedikasikan untuk manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja
kelancaran operasional pelaksanaan yang sedang pelayanan di Puskesmas.
berlangsung secara positif ada keterkaitan dengan Berikut ini tingkat penerimaan responden
pelaksanaan, namun belum tentu menjamin terhadap adanya kebijakan akreditasi Puskesmas.
keberhasilan dalam pelaksanaan (4).

Perencanaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 7

perencanaan merupakan konstruksi lemah 6

membedakan efektivitas pelaksanaan antara unit 5

tinggi dan rendah. Di awal pelaksanaan kegiatan 4 Diperlukan (N:13)

seluruh Puskesmas tidak memiliki perencanaan 3 Sangat diperlukan (N:23)

yang terorganisasir dengan baik, namun di 2


kedua unit pelaksana tinggi, pimpinan maupun 1
tim akreditasi mampu mengembangkan rencana 0
kerja secara formal dengan baik mulai dari Dinas A C D B

jadwal penyusunan, perbaikan hingga penerapan


dokumen secara terus menerus dalam kegiatan Gambar 1. Tingkat penerimaan kebijakan akreditasi Puskesmas
sehari-hari di Puskesmas. Sebaliknya di kedua
unit pelaksana rendah rencana kerja sulit untuk Adopsi
dikembangkan karena banyaknya program lain di Adopsi merupakan niat, keputusan awal,
Puskesmas yang juga harus dikerjakan sehingga tindakan untuk mencoba atau menggunakan
berdampak pada rendahnya tingkat keterlibatan inovasi atau praktik berbasis bukti yang diukur dari
anggota tim yang lain dalam proses menyusun perspektif penyedia atau organisasi (6).
perencanaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di awal-
Hasil penelitian ini mendukung penelitian awal pendampingan mayoritas responden

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 07, No. 01 Maret 2018 • 23

Anda mungkin juga menyukai