Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL

KESIAPAN RSIA PERDANA MEDICA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM PMKP BERDASARKAN SNARS EDISI 1.1

Oleh :

MEGA NANDA ISNENTI


NIM. 201612023

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

YAYASAN RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO

S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

SURABAYA

2020
HALAMAN PERSETUJUAN

KESIAPAN RSIA PERDANA MEDICA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM PMKP BERDASARKAN SNARS EDISI 1.1

Telah layak untuk diseminarkan

Sebagai persyaratan melakukan penelitian

Oleh:

MEGA NANDA ISNENTI


NIM 201612023

Disetujui pada tanggal : ........................

Dosen Pembimbing

Achmad Djunawan, SKM., M.PH.


HALAMAN PENGESAHAN

KESIAPAN RSIA PERDANA MEDICA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM PMKP BERDASARKAN SNARS EDISI 1.1

Telah diuji pada tanggal ........................

Dosen Penguji 1 , Dosen Pembimbing/Penguji 2 ,

Achmad Djunawan, SKM., M.PH.

Mengetahui,
Koordinator Skripsi

M.Risya Rizky , S.KM., M.Kes


DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan tingkat lanjutan diharapkan dapat

memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan paripurna tanpa

meninggalkan mutu layanan kesehatan yang diberikan. Upaya untuk menjaga dan

meingkatkan mutu pelayanan kesehatan dapat ditempuh salah satunya dengan

mengikuti akreditasi RS yang diadakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

(KARS) sebagai wujud standarilisasi mutu pelayanan dan administrasi rumah

sakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 tahun

2020, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Hal ini berimbas kepada rumah sakit,

baik negeri maupun swasta, tetapi yang paling berasa imbasnya adalah rumah

sakit swasta, oleh karena itu rumah sakit swasta dituntut untuk memberi

pelayanan yang bermutu.

Mutu merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang mempertemukan

kebutuhan dari pelanggan dan oleh karena itu memberikan kepuasan (J.M

Juran,1998). Total Quality Management (TQM) adalah suatu budaya kerja di

mana dalam budaya kerja ini ada komitmen total untuk mutu dan suatu perilaku

setiap orang yang terlibat dalam proses perbaikan berkelanjutan terhadap produk

dan pelayanan melalui metode ilmiah yang inovatif. Beberapa orang mengartikan
layanan kesehatan bermutu adalah layanan yang memuaskan pelanggan. Upaya

peningkatan mutu harus berfokus kepada pelanggan atau yang bisa disebut TQM.

Kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas ini merupakan bagian dari rencana bisnis

organisasi.

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin

keselamatan pasien, maka rumah sakit perlu mempunyai program peningkatan

mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau keseluruh unit kerja di

rumah sakit. Untuk melaksanakan program tersebut tidaklah mudah, karena

memerlukan koordinasi dan komunikasi yang baik diantara Kepala bidang/divisi

medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi dan lainnya termasuk Kepala

unit/departemen/instalasi pelayanan. Rumah sakit perlu menetapkan komite/tim

atau bentuk organisasi lainnya untuk mengelola program peningkatan mutu dan

keselamatan pasien, agar mekanisme koordinasi pelaksanaan program

peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat berjalan lebih baik.

Akreditasi RS merupakan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit

yang dilakukan dengan membangun sistem dan budaya mutu. Melalui akreditasi

RS diharapkan ada perbaikan sistem di RS yang meliputi input, process dan

product output (meliputi output dan outcome). Menurut Hukormas BUK

Kemenkes, indikator mutu pelayanan kesehatan adalah akreditasi. Akreditasi

diperlukan dengan tujuan agar pelayanan kesehatan memiliki mutu dan mampu

memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar. Mutu pelayanan kese-

hatan harus dilaksanakan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang

ditetapkan, sehingga menimbulkan kepuasan bagi setiap pasien.


RSIA Perdana Medica Surabaya merupakan rumah sakit umum kelas C

khusus. Ditinjau dari persyaratan fisik, bangunan, sarana prasarana serta peralatan

yang digunakan masih belum bisa dikatakan dapat memuaskan pasien. Demikian

juga dengan manajemen dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, untuk

itu diperlukan upaya perbaikan dari berbagai aspek agar tercapainya pelayanan

yang berkualitas.

Program peningkatan mutu harus di implementasikan secara rutin dan

periodik sejak awal perencanaan, saat pelaksanaan dan hasilnya. Dimaksudkan

agar mengetahui gambaran menyeluruh program yang dilaksanakan.

Berdasarkan pada pengamatan awal yang dilakukan pada bulan februari 2020

peneliti telah melakukan identifikasi program kerja PMKP di RSIA Perdana

Medica. Diketahui bahwa kelemahan yang dimiliki Komite PMKP adalah :

1. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) baru

berjalan tahun 2020.

2. SDM merangkap jabatan.

3. Program/kegiatan yang belum ada di program PMKP RSPM, tetapi

realitanya sudah ada perbaikan/sudah diadakan/sudah ditambahkan.

Berdasarkan kelemahan diatas, dampak nya adalah tidak lulus re-akreditasi

PMKP, maka penulis tertarik untuk meneliti kesiapan implementasi program

PMKP RSIA Perdana Medica Surabaya Tahun 2020.


1.2 Kajian/Identifikasi Masalah

Berdasarkan teori implementasi kebijakan Edward III disebutkan bahwa

untuk mencapai hasil implementasi kebijakan, terdapat empat variabel atau faktor-

faktor yang menentukan keberhasilan impelementasi kebijakan, yaitu :

Faktor Komunikasi
1. Transformasi (transmisi)
2. Kejelasan (clarity)
3. Konsistensi (consistency)

Faktor – faktor kesiapan


Faktor Disposisi Impelementasi Program
PMKP

Faktor Struktur Birokrasi


1. Mekanisme
2. Fragmentasi Birokrasi

Faktor Sumber Daya


1. Sumber Daya Manusia
2. Anggaran (Budgetary)
3. Fasilitas (Facility)

Gambar 1.1 Identifikasi / Kajian Masalah


Dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi

menurut teori George C. Edwards III yaitu :

1. Faktor Komunikasi

a. Transformasi (transimisi)

Penyampaian informasi dari pembuat kebijakan disampaikan kepada

pelaksana kebijakan, kelompok sasaran dan pihak yang terkait.

b. Kejelasan (clarity)

Petunjuk pelaksanaan tidak hanya diterima oleh pelaksana kebijakan namun

informasi yang disampaikan harus jelas dan mudah dipahami, untuk

menghidari kesalahan interprestasi.

c. Konsistensi (consistency)

Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif maka informasi

perintah-perintah yang disampaikan harus konsisten dan jelas. Serta perintah

tersebut tidak bertentangan dengan perintah kebijakan yang lainnya.

2. Faktor Sumber Daya

a. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya merupakan

unsur terpenting dalam implementasi kebijakan.

b. Anggaran (Budgetary)

Anggaran berkaitan dengan kecukupan dana atas perencanaan dan

pelaksanaan program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya

kebijakan.
c. Fasilitas (Facility)

Fasilitas berkaitan dengan kecukupan sarana dan prasarana dalam

mendukung implementasi kebijakan.

3. Disposisi

Watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen,

kejujuran, sifat demokratis.

Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka implementator

tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan

oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif

yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan

juga menjadi tidak efektif.

4. Struktur Birokrasi

a. Mekanisme

Prosedur – prosedur kerja ukuran – ukuran dasar yang sering disebut

sebagai standar operational procedure (SPO).

b. Fragmentasi Birokrasi

Penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa organisasi

yang berbeda sehingga memerlukan kejelasan wewenang dan koordinasi.

1.3 Batasan Masalah

Mengingat adanya keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga maka diperlukan

pemberian batasan masalah agar penelitian ini terarah dan terfokus pada

permasalahan yang akan diteliti.


Peneliti memfokuskan pada analisis faktor - faktor keberhasilan implementasi

program PMKP di RSIA Perdana Medica Surabaya tahun 2020 dengan aspek

Komunikasi dan Struktur Birokrasi.

1.4 Rumusan Masalah

Dari uraian berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah kesiapan implementasi

program pmkp berdasarkan program yang sudah ditetapkan RSIA Perdana

Medica pada Tahun 2020?

1.5 Tujuan

1.5.1 Tujuan Umum

Menganalisis faktor-faktor implementasi program PMKP (Peningkatan

Mutu dan Keselamatan Pasien) berdasarkan SNARS Edisi 1.1 di RSIA

Perdana Medica Surabaya Tahun 2020.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis faktor komunikasi yaitu Transformasi, Kejelasan, dan

Konsistensi.

2. Menganalisis faktor struktur birokrasi mencakup dua karakteristik yaitu

Mekanisme dan Fragmentasi Birokrasi.

3. Menganalisis faktor Sumber daya terdiri dari Sumber Daya Manusia,

Anggaran, dan Fasilitas.


1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Bagi Peneliti

1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran kesiapan

implementasi program PMKP di rumah sakit.

2. Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian serta pengembangan

kompetensi diri dan disiplin ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

1.6.2 Manfaat Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi

implementasi program kerja PMKP dengan memberikan rekomendasi solusi

yang diharapkan dapat diterapkan di RSIA Perdana Medica.

1.6.3 Manfaat Bagi Stikes Yayasan RS DR. Soetomo

Hasil penelitian ini bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi

bahan pembelajaran, sarana dan referensi bagi kalangan mahasiswa yang

akan melanjutkan penelitian deskriptif dengan topik yang berhubungan

dengan Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP).


BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat. Pelayanan

kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

2.1.1 Definisi Rumah Sakit Khusus

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020, pasal 12

Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ, jenis penyakit, dan kekhususan lainnya.

Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas :

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A

b. Rumah Sakit Khusus Kelas B

c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 Pasal 13,

Rumah Sakit Khusus meliputi:

a. ibu dan anak;

b. mata;

c. otak;

d. gigi dan mulut;

e. kanker;

f. jantung dan pembuluh darah;

g. jiwa;

h. infeksi;

i. paru;

j. telinga-hidung-tenggorokan;

k. bedah;

l. ketergantungan obat;

m. ginjal;

n. Orthopedi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 Pasal 14,

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit khusus paling

sedikit terdiri atas:

pelayanan, yang diselenggarakan meliputi:

1. pelayanan medik dan penunjang medik, terdiri atas :

pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis sesuai kekhususan,

pelayanan medik spesialis lain, dan pelayanan medik subspesialis lain.


2. pelayanan keperawatan dan atau kebidanan, meliputi :

asuhan keperawatan generalis, asuhan keperawatan spesialis, dan atau

asuhan kebidanan, sesuai kekhususannya.

3. pelayanan non medik, meliputi :

pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi,

pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan

komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 Pasal 15,

sumber daya manusia di Rumah Sakit Khusus berupa tenaga tetap meliputi :

1. tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan praktik

kedokteran di Rumah Sakit yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2. tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan

kefarmasian Rumah Sakit.

3. tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai

dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

4. tenaga kesehatan lain

5. Tenaga non kesehatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 Pasal 19,

Rumah Sakit Khusus Kelas C merupakan rumah sakit khusus yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh lima) buah.


2.2 Rumah Sakit Ibu dan Anak

Rumah sakit ibu dan anak berdasarkan klasifikasi tipe rumah sakit khusus tipe

C menyelenggarakan pelayanan kesehatan paling sedikit memiliki lima jenis

pelayanan, diantaranya: Pelayanan medik, Pelayanan kefarmasian, Pelayanan

keperawatan, Pelayanan penunjang klinik dan Pelayanan penunjang non klinik.

Di dalam Rumah Sakit Ibu dan Anak pelayanan dan fasilitas yang dimiliki

ditujukan supaya ibu dan anak merasa aman serta nyaman untuk berada di rumah

sakit.

Rumah sakit ibu dan anak berdasarkan klasifikasi tipe C pada RSIA Perdana

Medica menyelenggarakan beberapa pelayanan kesehatan diantaranya: pelayanan

kebidanan, pelayanan kandungan, pelayanan endokrin kandungan, pelayanan

kesehatan anak, pelayanan ante natal care dan pasca persalinan, pelayanan rumah

sakit di rumah (home visit), pelayanan gizi dan central penyuluhan dan edukasi.

Keberadaan Rumah Sakit Ibu dan Anak Perdana Medica adalah sarana khusus

yang menyediakan fasilitas untuk menunjang keperluan pemeriksaan dan

perawatan ibu hamil saat bersalin, nifas, laktasi serta wanita yang menderita atau

mempunyai penyakit kandungan dan lain – lain.

2.2.1 Tujuan dan Fungsi Rumah Sakit Ibu dan Anak

Rumah Sakit Ibu dan Anak merupakan suatu usaha jasa pelayanan

kesehatan yang khusus menangani kasus obstetric dan ginekologi. Rumah

sakit ibu dan anak memiliki tujuan yaitu menjamin agar setiap wanita hamil

dan menyusui mampu memelihara kesehatan baik dirinya sendiri maupun


bayinya pada masa kehamilan dengan sebaik mungkin agar dapat melahirkan

bayi sehat tanpa gangguan atau kelainan apapun dan kemudian dapat merawat

bayinya dengan baik juga dapat menjaga kesehatan anaknya hingga masa

anak – anak telah terlewati.

Fungsi Rumah Sakit Ibu dan Anak meliputi bidang pencegahan

(preventif) misalnya dengan adanya layanan konsultasi kesehatan,

pengobatan (kuratif), penyembuhan/pemulihan mental dan fisik (rehabilitasi)

terhadap pasien jika dirasa membutuhkan.

2.3 Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

Peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien adalah program yang

disusun secara objektif dan sistematik untuk memantau, menilai dan memecahkan

masalah-masalah yang terjadi dalam pemberian asuhan kepada pasien.

2.3.1 Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu menurut terminologi Bahasa Indonesua berarti (ukuran) baik

buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dan

sebagainya); kualitas. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia,2016) Mutu juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk

atau layanan memenuhi kebutuhan pelanggan.

Untuk organisasi yang bergerak dalam bidang jasa, beberapa pakar

mendefinisikan mutu sebagai perbedaan antara pelayanan yang diharapkan

(harapan pelanggan) dan pelayanan yang diberikan (persepsi pelanggan).


Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan

kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kebutuhan

klien/konsumen/pasar atau melebihi harapan.

2.3.2 Definisi Keselamatan Pasien

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat

asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan

pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar

dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

2.4 Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS)

Akreditasi rumah sakit ialah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah

pada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang disyaratkan. Akreditasi

rumah sakit merupakan salah satu cara pemantauan bagi pelaksanaan pengukuran

indikator kinerja rumah sakit.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 tahun

2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit :

Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah

dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar Akreditasi.


Standar Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus

dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan

pasien.

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Di dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit bagian

ketiga pasal 40 disebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan

Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun

sekali.

Program akreditasi rumah sakit di Indonesia dimulai pada tahun 1996

merupakan pelaksanaan dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pada SKN

dijelaskan bahwa akreditasi rumah sakit adalah penilaian terhadap mutu dan

jangkauan pelayanan rumah sakit secara berkala yang dapat digunakan untuk

penetapan kebijakan pengembangan atau peningkatan mutu.

2.4.1 Tujuan Akreditasi Rumah Sakit

Tujuan umum akreditasi adalah mendapat gambaran seberapa jauh

rumah sakit-rumah sakit di Indonesia telah memenuhi standar yang telah

ditetapkan sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggung

jawabkan.

Sedangkan tujuan khususnya meliputi:


1) memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah

mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan,

2) memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas,

tenaga dan lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat

mendukung upaya penyembuhan dan pengobatan pasien dengan sebaik-

baiknya,

3) memberikan jaminan dan kepuasan kepada customers dan masyarakat

bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit diselenggarakan

sebaik mungkin.

2.4.2 Manfaat Akreditasi

2.4.2.1 Manfaat Akreditasi Bagi Rumah Sakit

Manfaat akreditasi bagi rumah sakit ialah:

1) Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasi antara rumah

sakit dengan lembaga akreditasi yang akan memberikan saran

perbaikan untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit;

2) Melalui self evaluation, rumah sakit dapat mengetahui pelayanan

yang berada di bawah standar atau perlu ditingkatkan;

3) Penting untuk penerimaan tenaga;

4) Menjadi alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi

kesehatan;

5) Alat untuk memasarkan (marketing) pada masyarakat.


6) Suatu saat pemerintah akan mensyaratkan akreditasi sebagai

kriteria untuk memberi ijin rumah sakit yang menjadi tempat

pendidikan tenaga medis/ keperawatan;

7) Meningkatkan citra dan kepercayaan pada rumah sakit.

2.4.2.2 Manfaat Akreditasi Bagi Masyarakat

Manfaat akreditasi rumah sakit bagi masyarakat adalah:

1) Masyarakat dapat memilih rumah sakit yang baik pelayanannya;

2) Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan di rumah

sakit yang sudah diakreditasi.

2.4.2.3 Manfaat Akreditasi Bagi Pemilik

Manfaat akreditasi bagi pemilik rumah sakit ialah pemilik dapat

mengetahui rumah sakitnya dikelola secara efisien dan efektif.

2.4.2.4 Manfaat Akreditasi Bagi Karyawan di Rumah Sakit

Manfaat akreditasi bagi karyawan rumah sakit ialah:

1) Merasa aman karena sarana dan prasarana sesuai standar;

2) Self assessment menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan

standar dan peningkatan mutu.

2.5 Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan yang sangat penting sehingga harus

dilakukan secara benar oleh petugas yang profesional. Kekurangan dalam

perencanaan akan mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan program, tidak

tercapainya target kegiatan, serta hilangnya kepercayaan masyarakat. Sebaliknya


kelebihan dalam perencanaan akan mengakibatkan pemborosan keuangan negara.

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

2.5.1 Definisi Perencanaan

Menurut Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan bahwa perencanaan diartikan

sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,

melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

Perencanaan adalah proses untuk mengantisipasi peristiwa di masa

datang dan menentukan strategi (cara, tindakan adaptif) untuk mencapai

tujuan organisasi di masa mendatang (Supriyanto dan Nyoman, 2007).

Perencanaan di bidang kesehatan merupakan suatu proses untuk

merumuskan masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat,

menentukan kebutuhan dan sumber daya yang harus disediakan, menetapkan

tujuan yang paling penting dan menyusun langkah-langkah yang praktis

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan akan menjadi

efektif jika sebelumnya dilakukan perumusan masalah berdasarkan fakta

(Yuko, 2014).
2.5.2 Perencanaan Program

Perencanaan program adalah penjabaran dari renstra yang akan

dilaksanakan oleh organisasi berdasarkan program. Perencanaan program

sering dibedakan atas perencanaan sekali pakai (single use) dan

berkesinambungan atau diulang pada tahun-tahun berikutnya (standing use).

Dalam penyusunanan program standing use harus disusun dengan melibatkan

banyak aspek, sehingga nantinya bisa digunakan sebagai acuan atau panduan

atau standar program tahun berikutnya.

2.5.3 Definisi Proses Perencanaan

Menurut Muninjaya (2004), proses perencanaan yaitu terdiri dari

menganalisis situasi, mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah,

menentukan tujuan program, mengkaji hambatan dan kelemahan program,

menyusun rencana kerja operasional.

2.5.4 Kegagalan Perencanaan

Meskipun perencanaan dilakukan secara detail dan runut, tidak tertutup

kemungkinan perencanaan yang didesain tersebut mengalami kegagalan

dalam pelaksanaannya.

Dadang Solihin (dalam Cangara, 2013: 28), merumuskan empat

kemungkinan besar yang menyebabkan sebuah rencana yang telah disusun

dapat mengalami kegagalan :


1) kegagalan dalam penyusunan perencanaan yang meliputi, pengumpulan

informasi yang kurang, metodologi yang tidak dipahami, tidak realistis,

dan implementasi yang tidak sesuai.

2) kegagalan dalam pelaksanaan perencanaan yang meliputi, pelaksanaan

yang tidak sesuai dengan dokumen rencana, pelaku pelaksana

perencanaan yang tidak kompeten, serta tidak adanya dukungan dari

stakeholder.

3) kegagalan karena konsep perencanaan yang tidak sesuai dengan kondisi

dan perkembangannya.

4) kegagalan karena paradigma yang menganggap jika sesuatu telah

direncanakan, maka semuanya akan berhasil sehingga mengabaikan

pengembangan kapasitas maupun potensi yang ada.

2.5.5 Definisi Perencanaan Program Kerja

Perencanaan program kerja merupakan tindakan lanjut setelah

penentuan visi organisasi. Perencanaan sangat penting agar visi organisasi

dapat dicapai secara terencana dan tersistematis.

Perencanaan program kerja adalah sebuah tindakan perencanaan

pelaksanaan program yang dilakukan secara sistematis, dengan capaian tujuan

tertentu pada satu periodesasi kepemimpinan. Dengan demikian program

kerja yakni, program yang direncanakan untuk dilakukan secara sistematis

dan terukur, dengan capaian tujuan tertentu pada satu periodesasi

kepemimpinan dalam organisasi. Perencanaan program kerja dibuat pada


kurun waktu satu kepemimpinan, karena harus menjawab capaian yang

diharapkan saat sang pemimpin melaksanakan tugas memimpin organisasi. 

2.6 Program Kerja

Program kerja menjadi komponen penting bagi organisasi dalam mencapai

sebuah tujuan. Di dalam sebuah organisasi perusahaan atau lainnya, terdapat

program kerja yang dimana program ini telah di susun sedemikian rupa untuk

dilaksanakan. Yang sehingga dapat membantu organisasi untuk mencapai sebuah

tujuan utama. Dengan adanya program kerja maka setiap anggota atau tim yang

melakukan pekerjaan dapat bekerja secara lebih efektif dan terstruktur.

2.6.1 Definisi Program Kerja

program kerja adalah susunan rencana kegiatan kerja yang sudah

dirancang dan telah disepekati bersama untuk dilaksanakan dalam jangka

waktu tertentu. Program kerja harus dibuat secara tearah, sebab akan menjadi

pegangan organisasi dalam mencapai sebuah tujuan. Dan selain itu program

kerja sendiri juga dapat menjadi sebuah tolak ukur dalam pencapaian target

saat akan melakukan pekerjaan, dan hasilnya akan di evaluasi pada masa

akhir kepengurusan.
2.6.2 Tujuan Umum Program Kerja

Adapun tujuan umum program kerja yaitu:

1) Membantu Pencapaian Visi Dan Misi

Jika program kerja dilaksanakan secara baik maka organisasi akan

menjadi efektif dalam menjalankan kegiatannya sehingga dapat membantu

dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.

2) Membantu menjawab Kebutuhan Organisasi

Program kerja yang terencana dan tepat akan memberikan solusi bagi

semua persoalan yang akan dihadapi oleh organisasi, baik itu persoalan yang

datangnya dari dalam maupun dari luar organisasi. Sehingga organisasi dapat

membuat strategi yang tepat untuk memecahkan persoalan sehingga targetnya

dapat tercapai.

3) Membantu Organisasi Bekerja Secara Sistematis dan Terstruktur

Dengan program kerja yang baik maka dapat membantu setiap anggota

pada organisasi bekerja secara sistematis dan terstruktur, sehingga kinerja

organisasi dapat meningkat.


2.6.3 Manfaat Program Kerja

Adapun manfaat dari program kerja yaitu:

1) Memunculkan Rasa Kebersamaan Di Dalam Organisasi

Setiap anggota organisasi akan memiliki rasa kebersamaan dalam

melakukan kegiatannya, karena perencanaan program kerja telah di sepakati

bersama, yang sehingga tujuan organisasi menjadi tujuan bersama juga.

2) Memunculkan Rasa Tanggung Jawab Terhadap Tugas Masing-Masing

Dengan program kerja yang telah disepakati bersama maka setiap

anggota pada organisasi akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap

tugasnya masing-masing. Dengan setiap anggota memiliki rasa tanggung

jawab maka dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.

3) Citra Baik Organisasi Semakin Baik

Pihak yang berada di luar organisasi seperti masyarakat akan melihat

bahwa organisasi tersebut bekerja secara efektif, terstruktur dan berperilaku

baik dalam menjalankan tugasnya sehingga membuat citra organisasi tersebut

semakin baik.
2.6.4 Tahapan Penyusunan Program Kerja

Berikut ini tahapan dan hal-hal yang harus diperhatikan saat menyusun

suatu program kerja diantaranya:

1) Analisis

Melakukan analisa dan mendiskusikan bersama terhadap hal-hal yang

dianggap penting, sehingga perlu diutamakan dalam membuat program kerja

yang nantinya akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi.

2) Ide Dasar

Menentukan ide dasar untuk program kerja yang akan disusun, dalam

mendiskusikan maupun merumuskan ide untuk program kerja harus sesuai

dengan apa yang ditemukan dalam diskusi dan berhubungan dengan

persoalan yang ditemukan.

3) Tujuan

Merupakan tujuan yang akan di wujudkan melalui program kerja yang

di susun. Tujuan ini harus sesuai dengan ide dasar yang ditentukan dan harus

realistis sesuai dengan persoalan yang dihadapi dan harus dipecahkan.


4) Subyek Sasaran

Maksudnya menentukan subyek yang menjadi sasaran dari program

kerja yang dirancang. Dalam memilih subyek yang perlu diperhatikan yaitu

kemampuan yang dimilikinya supaya program kerja yang di susun dapat

terlaksana dengan baik dan efektif.

5) Ukuran Keberhasilan

Merupakan indikator yang nantinya menjadi penilaian apa program

kerja telah berhasil atau belum. Dalam membuatnya harus dicantumkan cara

memperoleh indikator tersebut, misalnya dengan cara kuesioner, pengamatan,

wawancara, dll.

6) Menentukan Model, Metode Dan Materi

Maksudnya menentukan jenis model, metode dan materi kegiatan-

kegiatan yang akan digunakan untuk melaksanakan program kerja yang telah

disusun.

7) Tempat Dan Waktu

Menentukan tempat dan waktu yang tepat dalam melaksanakan

program kerja tersebut, karena dengan menentukan tempat dan waktu yang

tepat maka dapat memberikan kelancaran dalam menjalankan program kerja.


8) Tim Pelaksana

Penting sekali menentukan tim pelaksanaan dalam menjalankan

program kerja, ketika menentukan tim pelaksanaan harus memperhitungkan

secara tepat tenaga anggota yang ada pada organisasi. Dengan menentukan

tim pelaksana maka organisasi akan terhindar dari penumpukan peran atau

tuga pada anggota tertentu dan setiap tim dapat fokus terhadap tugas dan

tanggung jawabnya masing-masing.

2.7 Definisi Implementasi

Menurut Oemar hamalik penulis buku yang berjudul Dasar-dasar

Pengembangan Kurikulum, bahwa “Implementasi merupakan suatu penerapan

ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam bentuk tindakan praktis sehingga

memberikan dampak, baik perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan

sikap”.

Dengan demikian implementasi adalah suatu kegiatan penerapan ide maupun

gagasan dalam bentuk tindakan ataupun kegiatan, sehingga memberikan

perubahan baik, dari segi afektif, kognitif dan psikomotorik bagi pelaksana

kegiatan tersebut.

Secara umum implementasi diartikan sebagai penerapan suatu kegiatan yang

berdampak baik bagi pelaksananya.


2.7.1 Teori tentang Model Implementasi dari George C. Edwards III

Model implementasi kebijakan yang bersfektif top down menurut

pandangan Edwards III (1980) implementasi kebijakan dipengaruhi empat

variabel yang saling berhubungan satu sama lain.

Teori Implementasi menurut Edward III (1980) dan Emerson, Grindle,

serta Mize menjelaskan bahwa terdapat empat variabel kritis dalam

implementasi kebijakan publik atau program diantaranya :

1) Komunikasi atau kejelasan informasi (communications)

berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada

organisasi dan atau publik, ketersediaan sumberdaya untuk melaksanakan

kebijakan, sikap dan tanggap dari para pelaku yang terlibat, dan bagaimana

struktur organisasi pelaksana kebijakan. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap

pelaksana kebijakan untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Bagi

suatu organisasi, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian

informasi, ide-ide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam

rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh 3 (tiga) indikator, yaitu

penyaluran komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi.

Faktor komunikasi dianggap penting, karena dalam proses kegiatan yang

melibatkan unsur manusia dan unsur sumber daya akan selalu berurusan

dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.


2) Ketersediaan sumber daya (recources)

berkenaan dengan sumber daya pendukung untuk melaksanakan

kebijakan yaitu :

a) Sumber daya manusia

merupakan aktor penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan dan

merupakan potensi manusiawi yang melekat keberadaannya pada

seseorang meliputi fisik maupun non fisik berupa kemampuan seorang

pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengalaman, keahlian,

keterampilan dan hubungan personal.

b) Informasi

merupakan sumberdaya kedua yang penting dalam implementasi

kebijakan. Informasi yang disampaikan atau diterima haruslah jelas

sehingga dapat mempermudah atau memperlancar pelaksanaan kebijakan

atau program.

c) Kewenangan

hak untuk mengambil keputusan, hak untuk mengarahkan

pekerjaan orang lain dan hak untuk memberi perintah.

d) Sarana dan prasarana

merupakan alat pendukung dan pelaksana suatu kegiatan. Sarana

dan prasarana dapat juga disebut dengan perlengkapan yang dimiliki oleh

organisasi dalam membantu para pekerja di dalam pelaksanaan kegiatan

mereka.
e) Pendanaan

membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut, informasi

yang relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara

mengimplementasikan suatu kebijakan, dan kerelaan atau kesanggupan dari

berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hal ini

dimaksud agar para implementator tidak melakukan kesalahan dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut.

3) Sikap dan komitment dari pelaksana program (disposition)

berhubungan dengan kesediaan dari para implementor untuk

menyelesaikan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi

tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Disposisi

menjaga konsistensi tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan

dan pelaksana kebijakan. Kunci keberhasilan program atau implementasi

kebijakan adalah sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas

kebijakan atau dukungan yang telah ditetapkan.

4) Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture)

berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi

penyelenggara implementasi kebijakan public. Struktur birokrasi menjelaskan

susunan tugas dan para pelaksana kebijakan, memecahkannya dalam rincian

tugas serta menetapkan prosedur standar operasi.


Dalam implementasi kebijakan struktur organisasi mempunyai

peranan yang penting. Salah satu dari aspek struktur organisasi adalah adanya

prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP).

Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red- tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit

dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak

fleksibel

Gambar 2.1 Model Implementasi George C. Edwards III

Sumber: http://mulyono.staff.uns.ac.id/files/2009/07/ge3.jpg
2.8 Definisi Program

Menurut Joan L. Herman sebagaimana dikutip oleh Farida Yusuf

Tayipnapis penulis buku yang berjudul Evaluasi Program, bahwa “Program ialah

segala sesuatu yang di coba lakukan seseorang dengan harapan akan

mendatangkan hasil atau pengaruh”.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, program didefinisikan sebagai

rancangan mengenai asas – asas serta usaha – usaha yang akan dijalankan.

Program adalah rangkaian dari tujuan, kebijakan, prosedur, pembagian

tugas, langkah-langkah yang harus diambil, sumber-sumber yang harus

dimanfaatkan, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk mencapai arah tindakan

yang ditentukan. Suatu program pokok juga dimungkinkan memiliki program-

program turunan.

2.8.1 Isi Program

Isi dari program pada umumnya memuat berbagai hal, diantaranya:

1) Nama program

2) Unit atau departemen yang terkait program

3) Penjelasan tentang maksud dan tujuan program

4) Sasaran-sasaran program

5) Pengorganisasian program

6) Prosedur-prosedurnya

7) Jadual kegiatan
8) Anggaran masing-masing kegiatan

9) Kewenangan pengecekan yaitu siapa yang ditunjuk untuk melakukan

pengecekan dan menandatangi berita acara.

2.9 Kesiapan

Menurut Arikunto (2004:54), “Kesiapan adalah suatu kompetensi sehingga

seseorang yang mempunyai kompetensi tersebut memiliki kesiapan yang cukup

untuk berbuat sesuatu”. Hal ini berarti kesiapan adalah suatu keadaan yang

dialami seseorang dan orang tersebut telah siap untuk melaksanakan sesuatu.

Kesiapan juga berarti suatu kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu

sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapi (Mulyasa,2008:53). Dalam hal ini

berarti kesiapan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan situasi kondisi yang ada. Kondisi yang dimiliki

seseorang sangat berpengaruh terhadap adanya kesiapan dan respon yang akan

diberikan oleh seseorang tersebut. Hal ini sama dengan apa yang di ungkapkan

Slameto (2010:13), “Kesiapan adalah keseluruhan kondisi yang membuatnya siap

untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi.

Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh pada kecenderungan untuk

memberi respon”. Singkatnya bahwa kesiapan merupakan suatu keadaan siap

untuk memberikan respon atau jawaban akan sesuatu dengan cara tertentu untuk

menjawab atau merespon tergantung oleh situasi yang dihadapinya. Hasil respon

atau jawaban tersebut dipengaruhi oleh keadaan yang sedang dialami seseorang

tersebut.
Dilihat dari pendapat-pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

kesiapan adalah suatu kondisi di mana seseorang bersedia, siap dan dapat

melaksanakan sesuatu untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Kondisi seseorang

tersebut juga mempengaruhi hasil dari tujuan yang diinginkan tersebut.

Apabila kesiapan dikaitkan dengan pelaksanaan program/kegiatan baru di

rumah sakit, maka kesiapan adalah suatu kondisi yang dimiliki sebuah rumah

sakit di mana rumah sakit tersebut beserta seluruh komponennya bersedia, siap

dan dapat melaksanakan program/kegiatan baru untuk mencapai tujuan dari

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) tersebut. Kondisi yang

dimiliki oleh rumah sakit tersebut mengenai program/kegiatan baru juga akan

mempengaruhi hasil dari tujuan Program/kegiatan Peningkatan Mutu dan

Keselamatan Pasien (PMKP) yang diinginkan rumah sakit tersebut.

Slameto (2010:15) mengungkapkan beberapa prinsip dari kesiapan

diantaranya yaitu:

1) Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh mempengaruhi).

2) Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari

pengalaman.

3) Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap kesiapan.

4) Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu selama

masa pembentukan dan masa perkembangan.


Lebih lanjut menurut Slameto (2010:14), terdapat tiga aspek yang

mempengaruhi kesiapan, aspek-aspek tersebut adalah:

a) Kondisi fisik, mental dan emosional.

b) Kebutuhan atau motif tujuan.

c) Keterampilan, pengetahuan, dan pengertian lain yang telah dipelajari.

Dapat disimpulkan bahwa kesiapan adalah suatu keadaan tertentu untuk

melakukan suatu kegiatan. Dalam kesiapan perlu adanya sebuah keterikatan antar

aspek-aspek yang saling mempengaruhi, kondisi fisik, mental dan emosional juga

dapat dijadikan indikator dalam pencapaian hasil kesiapan tersebut. Untuk

mendapatkan hasil yang baik dari sebuah kesiapan, maka keterampilan,

pengetahuan dan motif tujuan dari sesuatu tersebut harus selalu di perhatikan oleh

seseorang tersebut.
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual


Berdasarkan penjelasan berbagai teori George C. Edwards III yang telah

dijelaskan pada bab kajian pustaka, maka dapat dirumuskan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiapan RSIA Perdana Medica dalam Implementasi Program

PMKP adalah sebagai berikut:

Faktor Komunikasi
1. Transformasi (transmisi)
2. Kejelasan (clarity)
3. Konsistensi (consistency)

Faktor – faktor kesiapan


Faktor Disposisi Impelementasi Program
PMKP

Faktor Struktur Birokrasi


1. Mekanisme
2. Fragmentasi Birokrasi

Faktor Sumber Daya


1. Sumber Daya Manusia
2. Anggaran (Budgetary) Gambar 3.2 Kerangka Konseptual
3. Fasilitas (Facility)
Keterangan :

: Diteliti : Tidak Diteliti

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka konsep diatas peneliti akan meneliti tentang kesiapan

RSIA Perdana Medica dalam Implementasi program PMKP berdasarkan SNARS

Edisi 1.1. Program PMKP di RSIA Perdana Medica ada 10 Program diantaranya:

1. Penyusunan dan pelaksanaan Panduan Praktek Klinik (PPK)

2. Audit medis di masing-masing Kelompok Staf Medis (KSM)

3. Penetapan dan perbaikan pencapaian indikator prioritas

4. Penetapan dan perbaikan pencapaian indikator mutu unit

5. Penetapan dan pengukuran pencapaian indikator mutu nasional dan

sasaran keselamatan pasien

6. Perbaikan pencapaian standar pelayanan minimal (SPM)

7. Peningkatan pengetahuan SDM rumah sakit terhadap upaya peningkatan

mutu dan keselamatan pasien

8. Program tata kelola resiko rumah sakit dan unit

9. Program manajemen data yang baik dan akuntable

10. Program peningkatan budaya keselamatan pasien dan sasaran

keselamatan pasien
Menurut teori George C. Edwards III terdapat 4 (empat) faktor yang

mempengaruhi kesiapan implementasi program PMKP diantaranya dari faktor

komunikasi, disposisi, struktur birokrasi dan faktor sumber daya. Dimana dari

faktor komunikasi terdapat unsur yang dianggap dapat mempengaruhi kesiapan

implementasi program PMKP yaitu Transformasi (transmisi), Kejelasan (clarity)

dan Konsistensi (consistency). Sedangkan, faktor struktur birokrasi yang dianggap

dapat mempengaruhi kesiapan implementasi program PMKP yaitu Mekanisme

dan Fragmentasi Birokrasi. Selain itu, faktor sumber daya terdiri dari sumber daya

manusia, anggaran dan fasilitas.

Peneliti hanya meneliti faktor komunikasi, struktur birokrasi, dan sumber

daya. Sedangkan yang tidak diteliti adalah faktor disposisi karena berdasarkan

wawancara dengan Wakil direktur bahwa lingkup organisasi Rumah Sakit kecil

sehingga disposisi tidak terlalu banyak dilakukan.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu suatu penulisan yang

menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang objek yang diteliti, menurut

keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian langsung. Sugiyono (2011:21)

berpendapat bahwa penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan

untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Tipe penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitan deskriptif dimasudkan

untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai masalah-masalah yang di

teliti, mengidentifikasi dan menjelaskan data yang ada secara sistematis. Tipe

deskriptif didasarkan pada pristiwa-pristiwa yang terjadi pada saat peneliti

melakukan penelitian kemudian dan menganalisanya dan membandingkan dengan

kenyataan yang ada dengan teori, selanjutnya menarik kesimpulan. Bong dan

Taylor mendefensikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang

dan prilaku diamati secara langsung

McMillan & Schumacher dalam Soerjono (2012:32) berpendapat

pendekatan kualitatif adalah pendekatan investigasi karena biasanya peneliti


mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan

orang-orang di tempat penelitian.

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu melakukan wawancara

mendalam dan menggambarkan pelaksanaan program peningkatan mutu dan

keselamatan pasien (PMKP) di RSIA Perdana Medica Surabaya. Kemudian hasil

wawancara diolah dan akan diperoleh data-data dan fakta-fakta untuk mendukung

penelitian ini.

Pengumpulan data diperoleh dari data wawancara, observasi, dan telaah

dokumen. Penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mendukung

keberhasilan implementasi program PMKP di RSIA Perdana Medica Surabaya.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSIA Perdana Medica Surabaya

berlokasi di Jl. Kutisari No.6, Siwalankerto, Kec.Wonocolo, Kota Surabaya,

Jawa Timur, Indonesia.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan di Unit PMKP pada bulan April sampai

dengan Mei 2020 di RSIA Perdana Medica Surabaya.


4.3 Objek dan Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah kesiapan

implementasi program PMKP di RSIA Perdana Medica dengan melihat situasi

sosial atau gejala yang ada dalam penelitian yaitu kegiatan yang terdapat di

PMKP (Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien). Sedangkan dalam penelitian

ini, subjek penelitian yang dimaksud adalah Direktur PT, Direktur RS, Ketua

Komite PMKP, dan Penanggung Jawab(PIC) unit yang terlibat dalam

implementasi peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSIA Perdana Medica.

4.4 Informan Penelitian

Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui sesuatu persoalaan

atau atau permasalahan tertentu yang dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat,

dan terpecaya, keterangan, atau dapat membantu dalam memenuhi persoalan dan

permasalahan. Dalam proses penelitian, informan penelitian ini meliputi beberapa

macam (suryanto 2005:175) seperti:

Informan kunci yaitu: mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian yang menjadi informan kunci

dalam penelitian ini adalah Direktur RS, Ketua Komite PMKP, Penanggung

Jawab(PIC) unit.

Informan tambahan yaitu: mereka yang memberi informasi walaupun tidak

langsung terlibat dalam interaksi sosial yang di teliti. Yang menjadi informan

tambahan adalah Direktur PT Perdana Medica Surabaya. Sumber data dalam

penelitian ini adalah kata- kata dan tindakan para informan sebagai data primer

dan tulisan atau dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan informan.


4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.4.1 Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa variabel antara lain :

Variabel

1. Transformasi (transmisi)

2. Kejelasan (clarity)

3. Konsistensi (consistency)

4. Mekanisme

5. Fragmentasi Birokrasi

6. Sumber daya manusia

7. Anggaran

8. Fasilitas

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran


1. Transformasi program PMKP Wawancara
dikomunikasikan
kepada organisasi
2. Kejelasan Kejelasan informasi Wawancara
program PMKP yang
disampaikan harus
jelas dan mudah
dipahami/dimengerti

3. Konsistensi Penyampaian Wawancara


program pmkp harus
konsisten sesuai
dengan kebijakan
yang berlaku
4. Mekanisme Ketersediaan standar Wawancara dan telaah
procedure dokumen
operational (SPO) di
PMKP

5. Fragmentasi pembagian Wawancara, telaah


tanggungjawab unit- dokumen
Birokrasi unit organisasi

6. Sumber Daya Jumlah tenaga Wawancara dan telaah


pelaksana program
Manusia PMKP dokumen
7. Anggaran kecukupan dana atas Wawancara dan telaah
perencanaan dan
pelaksanaan program dokumen
PMKP untuk
menjamin
terlaksananya
kebijakan.
8. Fasilitas ketersediaan dan Wawancara dan
kecukupan sarana dan
prasarana untuk observasi
melaksanakan
persiapan
implementasi
program PMKP

4.5 Instrumen Penelitian

Suharsimi Arikunto (2002: 136), menyatakan bahwa instrumen penelitian

adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,

lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen penelitian ini

adalah peneliti sendiri dan didukung dengan panduan wawancara yang berisi
pertanyaan terbuka, kamera, alat perekam suara (recorder), buku catatan dan alat

tulis, serta telaah dokumen.

4.6 Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber data Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan

sumber data sekunder

4.6.1 Data Primer

Data yang dipakai adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari

wawancara langsung dengan pengurus yang bersangkutan. Data yang

diperoleh dari lokasi penelitian atau data yang bersumber atau berasal dari

informan yang berkaitan dengan variabel kesiapan implementasi program

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. Wawancara dilakukan terhadap

Direktur PT Perdana Medica Sejahtera, Direktur RS, Ketua Komite PMKP,

Penanggung Jawab(PIC) unit.

Teknik yang digunakan adalalah interview/wawancara bebas terpimpin,

yaitu penelitian mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan

kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas dan terbuka. Dalam

hal ini dilakukan peneliti untuk dapat menggali informasi dan data yang

akurat dari nara sumber yang berkaitan dengan program peningkatan mutu

dan keselamatan pasien di RSIA Perdana Medica Surabaya.


4.6.2 Data Sekunder

Data sekunder, data perlengkapan yang diperoleh dari laporan – laporan

, dokumen-dokumen, buku teks, yang berhubungan dengan penelitian yang

dibahas. Pada penelitian ini data sekunder yang diambil RSIA Perdana

Medica adalah :

1. Profil dan Sejarah RSIA Perdana Medica

2. Visi dan Misi

3. Struktur Organisasi

4. Program Kerja Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

4.7 Metode Penyajian dan Analisis Data

4.7.1 Metode Penyajian Data

Metode penyajian dan teknik analisis data dalam penelitian ini

dilakukan dengan langkah-langkah :

1. Wawancara

Wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilakukan

dengan tanya jawab secara lisan secara sepihak berhadapan muka, dan dengan

arah serta tujuan yang telah ditetapkan. Anas Sudijono (1996: 82) ada

beberapa kelebihan pengumpulan data melalui wawancara, diantaranya

pewawancara dapat melakukan kontak langsung dengan peserta yang akan

dinilai, data diperoleh secara mendalam, yang diinterview bisa


mengungkapkan isi hatinya secara lebih luas, pertanyaan yang tidak jelas bisa

diulang dan diarahkan yang lebih bermakna.

Wawancara dilakukan secara mendalam dan tidak terstruktur kepada

subjek penelitian dengan panduan wawancara yang telah di buat. Teknik

wawancara digunakan untuk mengungkapkan data tentang faktor yang

mempengaruhi impelementasi program Peningkatan Mutu dan Keselamatan

Pasien (PMKP).

2. Dokumentasi

Telaah dokumen yaitu mengkaji dokumen-dokumen baik berupa buku

referensi maupun peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian

ini guna melengkapi materi-materi yang berhubungan dengan penelitian yang

penulis lakukan.

3. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah pencatatan dengan sistematis

fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi merupakan salah satu teknik

pengumpulan data yang pada dasarnya mengamati gejala fisik dan sosial

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal yang diobservasi adalah aspek

tingkah laku manusia, mengenai gejala alam ataupun mengenai proses

perubahan sesuatu yang nampak.


4.7.2 Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat

uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh

akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif.

Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah “proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori

dan uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa

pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip

pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

Analisis data menggunakan model Analysis Interactive dari Miles dan

Huberman (1994: 12) yang membagi kegiatan analisis menjadi beberapa

bagian yaitu: pengumpulan data (data collection), reduksi data (data

reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan atau

verifikasi data (conclutions). Berikut ditampilkan gambar model “Analysis

Interactive”:

Gambar 1. Analysis Interactive Model dari Miles & Huberman (1994: 12)
1. Pengumpulan Data (data collection)

Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data hasil

wawancara, hasil observasi, dan berbagai dokumen berdasarkan kategorisasi

yang sesuai dengan masalah penelitian yang kemudian dikembangkan

penajaman data melalui pencarian data selanjutnya.

2. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga simpulan final

dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan Huberman, 2007: 16). Menurut

Mantja (dalam Harsono, 2008: 169), reduksi data berlangsung secara terus

menerus sepanjang penelitian belum diakhiri. Produk dari reduksi data adalah

berupa ringkasan dari catatan lapangan, baik dari catatan awal, perluasan,

maupun penambahan.

3. Penyajian Data (data display)

Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian

data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. (Miles dan Huberman, 1992 : 17).

Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang

memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Menurut Sutopo (dalam

Harsono, 2008: 169) menyatakan bahwa sajian data berupa narasi kalimat,

gambar/skema, jaringan kerja dan tabel sebagai narasinya.


4. Penarikan Kesimpulan (conclutions)

Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari sutu kegiatan

konfigurasi yang utuh (Miles dan Huberman, 2007: 18). Kesimpulan-

kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan

ditarik semenjak peneliti menyususn pencatatan, pola- pola, pernyataan-

pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi

(Harsono, 2008: 169).

Berdasarkan gambar diatas, secara umum analisis data dalam

penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;

1) mencatat semua temuan fenomena di lapangan baik melalui pengamatan,

wawancara dan dokumentasi;

2) menelaah kembali catatan hasil pengamatan, wawancara dan dokumentasi,

serta memisahkan data yang dianggap penting dan tidak penting, pekerjaan

ini diulang kembali untuk memeriksa kemungkinan kekeliruan klasifikasi;

3) mendeskripsikan data yang telah diklasifikasikan dengan memperhatikan

fokus dan tujuan penelitian;

4) membuat analisis akhir dalam bentuk laporan hasil penelitian.


4.8 Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu

keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui

keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai.

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan

triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007:330).

Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini dilakukan triangulasi dengan

sumber. Menurut Patton, triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2007:29).

Triangulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu

membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

Anda mungkin juga menyukai