Anda di halaman 1dari 71

LEMBAR PENGESAHAN

PERATURAN KEPALA KLINIK PRATAMA


SUMBER SEHAT SERUT
NOMOR : 089.1/SK/KSSS/KK/VI/2023

TENTANG
PEDOMAN MUTU KLINIK

KEPALA KLINIK PRTAMA SUMBER SEHAT SERUT

Menimbang :
a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan yang efektif dan efisien;
b. bahwa dalam kegiatan mutu pelayanan harus sesuai dengan standar yang
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta
kebijakan dari Penanggung Jawab Klinik;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a
dan b di atas, maka perlu menetapkan Peraturan Penanggung Jawab
Klinik tentang Panduan Mutu Klinik;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2021
tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan
Kementerian Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022
tentang Rekam Medis;

II
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
BAB I Pendahuluan................................................................................................. 1
BAB II Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu ………...……………............... 3
BAB III Tata Laksana ………………..…………...................................................9
BAB IV Monitoring Dan Evaluas......................................................................... 66
BAB VII Penutup.................................................................................................. 67

IV
Lampiran: PERATURAN KEPALA KLINIK
PRATAMA SUMBER SEHAT SERUT
TENTANG PEDOMAN MUTU KLINIK
Nomor : 089.1./K/KSSS/KK/VI/2023
Tanggal : 07 Juni 2023

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
tujuan nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang
baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya
pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung
menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat akan mutu pelayanan klinik maka secara bertahap perlu
ditingkatkan dan di standarkan untuk meningkatkan kepuasan masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Klinik Pratama Sumber Sehat
Serut dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. Maka disusun pedoman sebagai
acuan dalam melaksanakan peningkatan mutu dan keselamatan pasien,
dalam panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu dengan
indicator mutu
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau
panduan bagi Klinik dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan

1
mutu pelayanan Klinik. Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Klinik secara efektif, efisien dan
berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring pelayanan Klinik
melalui indikator mutu pelayanan.

2
BAB II
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU KLINIK PRATAMA
SUMBER SEHAT SERUT

2.1 Mutu Pelayanan


1. Pengertian mutu adalah tingkat kesempurnaan penampilan dari sesuatu
yang diamati atau derajat kepatuhan terhadap standar yang ditentukan
terlebih dahulu Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
2. Definisi Mutu Pelayanan adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Klinik secara wajar,
efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai
dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang berkepentingan dengan mutu, Banyak pihak yang
berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi mutu pelayanan kesehatan di Indonesia disepakati mengacu pada
tujuh dimensi yang digunakan oleh WHO dan lembaga internasional lain,
yaitu sebagai berikut:
a. Efektif menyediakan pelayanan kesehatan yang berbasis bukti kepada
masyarakat.

3
b. Keselamatan meminimalkan terjadinya kerugian (harm), termasuk
cedera dan kesalahan medis yang dapat dicegah, pada pasien-
masyarakat yang menerima pelayanan.
c. Berorientasi pada pasien/ pengguna layanan (people-centred):
menyediakan pelayanan yang sesuai dengan preferensi, kebutuhan dan
nilai-nilai individu.
d. Tepat waktu mengurangi waktu tunggu dan keterlambatan pemberian
pelayanan kesehatan.
e. Efisien mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan
mencegah pemborosan termasuk alat kesehatan, obat, energi dan ide.
f. Adil menyediakan pelayanan yang seragam tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, etnik, tempat tinggal, agama, dan status sosial ekonomi.
g. Terintegrasi menyediakan pelayanan yang terkoordinasi lintas klinik
dan pemberi pelayanan, serta menyediakan pelayanan kesehatan pada
seluruh siklus kehidupan.
5. Mutu pelayanan klinik adalah produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek klinik
sebagai suatu sistem. Aspek - aspek tersebut terdiri dari struktur, proses,
dan outcome.
a. Struktur (input) adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabil yang
dimiliki oleh Klinik, meliputi antara lain perlengkapan, sumber daya
dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja.
b. Proses pada dasarnya adalah berbagai aktifitas/proses yang merupakan
interaksi antara klinik dengan penerima pelayanan kesehatan. Kegiatan
ini antara lain meliputi asesmen, diagnosis, perawatan, konseling,
pengobatan, tindakan, penatalaksanaan, dan follow up.
c. Keluaran (outcome) merujuk pada berbagai perubahan kondisi dan
status kesehatan yang didapatkan oleh penerima pelayanan (pasien)
setelah terakses dan menggunakan fasilitas Klinik. Komponen outcome
tersebut antara lain meliputi morbiditas, mortalitas dan tingkat kepuasan
pasien.

4
2.2 Siklus Mutu
Siklus mutu di Klinik Pratama Sumber Sehat Serut mengacu pada
siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-
Action” (P- D-S-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi).
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk
proses perbaikan kualitas (quality

Gambar siklus mutu dan proses peningkatan PDSA

improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke


keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi.
Pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-
sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada
fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas
dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat
emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan. Hal ini ditunjukkan dalam gambar siklus
PDSA.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan
perbaikan berdasarkan siklus P-D-S-A. Pengendalian kualitas berdasarkan
siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan
baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah.

5
Action

Plan
(1) Menentukan
Tujuan & insiden

(6) Mengambil
Tindakan
Yang tepat (2) Menetapkan
Metode untuk
mencapai tujuan

(3) Menyelenggarakan
(5) Memeriksa akibat Pendidikan & pelatihan
pelaksanaan

(4) Melaksanakan
pekerjaan
Do

Study

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 2.3 di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan dan insiden (Plan). Tujuan dan insiden yang akan
dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan. Penetapan insiden
tersebut ditentukan oleh penanggung jawab klinik. Penetapan insiden
didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Insiden ditetapkan
secara konkret dalam bentuk insiden, harus pula diungkapkan dengan
maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan
tujuan, semakin rinci informasi.
2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan (Plan). Penetapan tujuan dan
insiden dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa disertai
metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan
untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang
akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang
dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.

6
3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan (Do). Metode untuk mencapai
tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh
petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Melaksanakan pekerjaan (Do). Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu
terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak
dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar
untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Memeriksa akibat pelaksanaan (Study). Manajer atau atasan perlu
memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika
segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal
yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa
pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan
dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan,
metode standar kerja, dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik
oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan,
dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
6. Mengambil tindakan yang tepat (Action). Pemeriksaan melalui akibat yang
ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika
penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan
harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang
lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas
pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua
bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian

7
kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang
menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri
atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.
Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya insiden
yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
insiden tersebut. Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas
pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-
sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan
dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi
terhadap hasil setiap proses.
Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas
tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas
dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat
dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan
dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan
kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

8
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Konsep peningkatan mutu dan keselamatan pasien


Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan merupakan serangkaian upaya
fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar dan mengutamakan keselamatan pasien. Sehingga
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, setiap fasilitas
pelayanan kesehatan wajib melakukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan
baik secara internal maupun eksternal dan terus menerus serta
berkesinambungan
Kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien menjabarkan
pendekatan yang komprehensif untuk yang berdampak pada semua aspek
pelayanan. Pendekatan ini mencakup:
1. Setiap unit terlibat dalam program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
2. Klinik menetapkan tujuan, mengukur seberapa baik proses kerja
dilaksanakan dan validasi datanya.
3. Menggunakan data secara efektif dan fokus pada tolok ukur program; dan
4. Bagaimana menerapkan dan mempertahankan perubahan yang telah
menghasilkan perbaikan
Mutu dan keselamatan sejatinya berakar dari pekerjaan sehari-hari dari
seluruh staf di unit pelayanan, seperti staf klinis melakukan asesmen awal
pasien dan memberikan pelayanan. Standar PMKP akan membantu staf untuk
memahami bagaimana melakukan peningkatan nyata dalam memberikan
asuhan pasien dan menurunkan risiko
3.2 Pengelolaan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3.2.1 Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Klinik harus menyusun program pelatihan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien untuk semua staf yang terlibat dalam
pengumpulan, analisa dan validasi data mutu. Pelatihan staf perlu
direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan peran staf dalam
program PMKP. Klinik mengidentifikasi dan menyediakan pelatih

9
yang kompeten atau telah pernah mengikuti pelatihan/ workshop
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Pelatihan juga diperlukan
untuk manajemen dan semua staf terkait, karena perlu memahami
konsep dan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
sehingga dapat melaksanakan perbaikan sesuai bidang tugasnya
menjadi lebih baik.
3.2.2 Pemilhan dan penetapan prioritas mutu pelayanan klinik
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilakukan berdasarkan
tersedianya data. Karena adanya keterbatasan staf dan sumber daya,
tidak semua proses di klinik dapat diukur dan diperbaiki pada saat
yang bersamaan. Penanggung jawab klinik menetapkan prioritas
pengukuran dan perbaikan di klinik. Prioritas ini meliputi upaya
pengukuran dan perbaikan yang mempengaruhi atau mencerminkan
aktivitas yang terdapat di berbagai unit pelayanan.
Pengukuran mutu prioritas dilakukan dengan menggunakan indikator -
indikator mutu sebagai berikut :
1. Indikator mutu nasional area klinik (IMN) yaitu indikator mutu
yang bersumber dari kemenkes
2. Indikator mutu prioritas klinik dan unit layanan
Indiaktor mutu prioritas klinik dan unit layanan adalah indikator
yang mana profil indikator dibuat oleh Klinik, bertujuan untuk
mengukur kinerja pelayanan dan juga indikator mutu yan ada di
unit layanan.
3.2.3 Format profil indikator
Judul Indikator Judul singkat yang spesifik mengenai indikator
apa yang akan diukur
Dasar Pemikiran Dasar pemilihan indikator yang dapat berasal
dari:
1. Ketentuan/peraturan.
2. Data.
3. Literatur.
4. Analisis situasi.

10
Dimensi Mutu 1. Prinsip atau tujuan prioritas dalam
memberikan pelayanan meliputi efektif
(effective), keselamatan (safe), berorientasi
kepada pasien/pengguna layanan (people-
centred), tepat waktu (timely), efisien
(efficient), adil (equitable) dan terintegrasi
(integrated).
2. Setiap indikator mewakili 1 sampai 3 dimensi
mutu.
Tujuan Suatu hasil yang ingin dicapai dengan melakukan
pengukuran indikator.
Definisi Batasan pengertian yang dijadikan pedoman
Operasional dalam melakukan pengukuran indikator untuk
menghindari kerancuan.
Jenis Indikator Input : untuk menilai apakah Klinik memiliki
kemampuan sumber daya yang cukup untuk
memberikan pelayanan.
Proses : untuk menilai apa yang dikerjakan staf
fasilitas pelayanan kesehatan dan bagaimana
pelaksanaan pekerjaannya.
Output : untuk menilai hasil dari proses yang
dilaksanakan.
Outcome : untuk menilai dampak layanan yang
diberikan terhadap pengguna layanan.
Satuan Standar atau dasar ukuran yang digunakan Antara
Pengukuran lain: jumlah, persentase, dan satuan waktu.
Numerator Jumlah subjek atau kondisi yang ingin diukur
(pembilang) dalam populasi atau sampel yang memiliki
karakteristik tertentu.
Denominator Semua peluang yang ingin diukur dalam populasi
(penyebut) atau sampel.
Target Sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai.

11
Pencapaian
Kriteria Kriteria inklusi: karakteristik subjek yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan .
Kriteria eksklusi: batasan yang mengakibatkan
subjek
tidak dapat diikutkan dalam pengukuran
Formula Rumus untuk menghasilkan nilai indikator
Metode Retrospektif, observasi
Pengumpulan
Data
Sumber Data Asal data yang diukur. (contoh: rekam medis dan
formulir observasi).
Jenis Sumber Data:
1. Data Primer
(mengumpulkan langsung menggunakan lembar
pencatatan hasil observasi, kuesioner)
2. Data sekunder (rekam medis, buku catatan
komplain)
Instrumen Alat atau tools atau formulir yang digunakan
Pengambilan untuk mengumpulkan data.
Data
Besar Sampel Jumlah data yang harus dikumpulkan agar
mewakili
populasi. Besar sampel disesuaikan dengan
kaidahkaidah
statistik.
Cara Cara memilih sampel dari populasi untuk
Pengambilan mengumpulkan informasi/data yang
Sampel menggambarkan
sifat atau ciri yang dimiliki populasi.
Secara umum ada 2 cara:
1. Probability Sampling

12
2. Non Probability Sampling
Periode Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan
Pengumpulan pengumpulan data, contohnya setiap bulan
Data
Penyajian Data Cara menampilkan data, contoh tabel, run chart,
grafik
Periode Analisis Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan
dan Pelaporan analisis dan melaporkan data, contohnya setiap
Data bulan, setiap triwulan
Penanggung Petugas yang bertangggung jawab untuk
Jawab mengkoordinir upaya pencapaian target yang
ditetapkan

Indikator mutu yang sudah dipilih bila sudah tercapai terus menerus
selama setahun, tidak bermanfaat untuk melakukan perbaikan, karena
sudah tidak ada lagi yang perlu diperbaiki, maka diganti dengan
indikator mutu baru.
3.2.4 Pemilihan pengukuran indikator mutu
Pengukuran Indikator Mutu dilakukan melalui kegiatan pengumpulan
data, validasi data, analisis data, dan pelaporan dan komunikasi yang
dilakukan secara bertahap.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data Indikator Mutu adalah proses mengumpulkan
data dan atau menghimpun data berkaitan dengan indikator mutu
yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengumpulan data untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan dari pengukuran indikator. Pengumpulan data dilakukan
oleh unit kerja yang bertanggung jawab terhadap Indikator Mutu.
Tahapan pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi
sumber data, menetapkan sampling, frekuensi pengumpulan data,
mengembangkan instrumen pengumpulan data, serta elemen data
yang dibutuhkan sesuai profil indikator nasional mutu pelayanan.

13
2. Identifikasi sumber data
Sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan secara langsung antara lain dari survei harian dan hasil
observasi. Sedangkan data sekunder didapatkan secara tidak
langsung antara lain dari catatan pendaftaran, rekam, hasil survei
kepuasan, dan catatan komplain.
3. Sampling
Dalam pengumpulan data, idealnya data dikumpulkan dari seluruh
anggota populasi. Namun pada kondisi di mana anggota populasi
sangat banyak maka pengumpulan data dilakukan melalui sampling
yaitu mengambil sebagian dari anggota populasi yang dipilih
dengan teknik sampling agar dapat mewakili populasi. Apabila
jumlah anggota populasi tidak terlalu banyak maka digunakan
seluruh anggota populasi. Jika pengumpulan data dilakukan pada
sampel, maka perlu ditentukan dua aspek yaitu teknik sampling dan
besar sampel minimal.
a. Teknik sampling.
Berikut adalah beberapa contoh teknik sampling:
1) Sampling probabilitas (Probability sampling): Dalam teknik
sampling ini, setiap subjek dalam populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Beberapa teknik sampling probabilitas antara lain:
a) Sampel acak sederhana (simple random sampling):
Dalam teknik ini, subjek dipilih secara acak dari daftar
subjek dengan menggunakan undian atau menggunakan
tabel angka random. Apabila jumlah anggota populasi
dapat diketahui, maka tiap anggota populasi tersebut
diberi nomor urut dan dipilih sebagian dari mereka
sebagai sampel dengan menggunakan tabel angka
random. Contoh: memilih 200 sampel dalam 1000
anggota populasi.

14
b) Sampel acak sistematik (systematic random sampling):
Teknik ini memilih sampel dari populasi secara acak
dengan menggunakan interval yang sama.
c) Stratified Random Sampling: Stratified random
sampling digunakan apabila populasi bersifat heterogen,
yang terdiri atas beberapa subpopulasi yang bersifat
homogen. Dalam hal ini perbedaan adalah dalam
jumlah anggota subpopulasi. Besarnya subpopulasi
dinyatakan dalam persentase terhadap populasi total.
Pada masing-masing subpopulasi dilakukan
pengambilan sampel secara acak sejumlah persentase
dari total sampel yang diperlukan.
d) Multistage random sampling: Multistage random
sampling dipilih apabila populasi bersifat heterogen
dan dijumpai kluster/strata yang sifatnya heterogen
kemudian dilakukan pemilihan secara acak
kluster/strata yang akan digunakan sebagai sumber data.
Sampel yang terpilih merupakan representasi dari
masing-masing kluster/strata.
e) Cluster random sampling: Cluster random sampling
digunakan apabila populasi yang bersifat one stage dan
terdiri atas kluster-kluster yang bersifat heterogen.
Kluster akan dipilih secara acak, kluster yang terpilih
mewakili karakteristik populasi.
2) Sampling non probabilitas (Non-probability sampling):
Teknik ini lebih praktis dan lebih mudah dilakukan sehingga
lebih sering digunakan. Jenis sampling non probabilitas
antara lain:
a) Consecutive Sampling: Teknik ini memilih calon
subjek/sampel berdasarkan kedatangan di tempat
penelitian. Calon subjek/sampel yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi akan

15
digunakan sebagai sampel. Pengambilan sampel
dihentikan apabila jumlah sampel terpenuhi.
b) Sampling berdasarkan ketersediaan (Convenience
sampling): Dalam teknik ini, subjek diambil tanpa
sistimatika tertentu, pemilihan berdasarkan
ketersediaan yang ada pada saat dilakukan pengukuran.
Subjek diambil/terpilih sebagai sampel karena sampel
tersebut ada pada tempat dan waktu yang tepat. Teknik
ini paling mudah namun validitasnya rendah.
c) Sampling berdasarkan pertimbangan (Judgmental
sampling atau purposive sampling/Trigger sampling).
Teknik ini memilih sampel berdasarkan adanya
pertimbangan atau trigger tertentu yang telahditetapkan
sebelumnya.
d) Total sampling : Apabila anggota populasi jumlahnya
sedikit sesuai dengan kriteria yang digunakan maka
seluruh anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Misalnya jumlah anggota populasi ≤ 30 maka
seluruhnya digunakan sebagai sampel.
b. Besar sampel: untuk menentukan besar sampel minimal, faktor
yang harus dipertimbangkan adalah jumlah anggota populasi,
namun selain itu semakin banyak variasi dalam populasi, maka
semakin banyak besar sampel yang diperlukan.
1) Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus Slovin:
Rumus Slovin digunakan apabila anggota populasi > 30
sehingga perlu dihitung jumlah sampel minimal yang dapat
mewakili populasi.

16
Apabila dibulatkan maka besar sampel minimal dari 1.000
populasi pada margin of error 5% adalah sebesar 286.
2) Besar sampel untuk indikator kepuasan pasien dihitung
dengan menggunakan tabel Krejcie dan Morgan.

17
3.2.5 Analisis Data
Analisis data adalah suatu poses atau upaya untuk menggabungkan
dan mengubah data menjadi informasi yang dapat dipahami dan
berguna dalam membuat kesimpulan atau membuat keputusan. Unit
yang bertanggung jawab, dapat dibantu oleh komite/tim mutu untuk
melakukan analisis data tersebut. Data juga perlu disajikan dalam
bentuk yang mudah dibaca dan dimengerti, untuk memudahkan
interpretasi hasil pengukuran indikator mutu. Secara garis besar ada
tiga cara yang sering dipakai untuk penyajian data yaitu:
1. Narasi
Ciri dari penyajian secara tulisan adalah:
a. Dibuat dalam bentuk narasi mulai dari pengambilan data hingga
kesimpulan.
b. Kelemahan: kurang menggambarkan bentuk statistik bila terlalu
banyak datanya.
2. Tabel
Penyajian data dalam bentuk angka yang disusun dalam kolom dan
baris dengan tujuan untuk menunjukkan frekuensi kejadian dalam
kategori yang berbeda.
3. Diagram
Klinik dapat menggunakan beberapa jenis diagram untuk
membantu analisis. Ketepatan pemilihan alat tergantung pada sifat
data. Beberapa alat yang paling umum digunakan:

18
a. Diagram Run Chart: Diagram run chart digunakan untuk
mengevaluasi data dari waktu ke waktu. Diagram run chart
dapat menunjukkan:
1) Gambaran umum sebuah proses.
2) Garis yang menunjukkan nilai sepanjang waktu.
3) Trend naik dan turun.
Diagram run chart dapat mendeteksi:
1) Pergeseran atau Shifts adalah jika 8 titik atau lebih berturut-
turut jatuh pada satu sisi dari garis tengah. Titik pada garis
rata-rata tidak masuk hitungan.
2) Tren atau Trend adalah jika 6 titik atau lebih berturut-turut
bergerak ke arah yang sama. Titik garis datar tidak
termasuk dalam hitungan.
3) Zigzag adalah jika 14 titik atau lebih turun naik.
b. Diagram kontrol atau Control Chart: Diagram kontrol ini
digunakan untuk menilai stabilitas suatu proses melalui analisis
variasi kinerja dari waktu ke waktu. Diagram kontrol lebih
spesifik daripada diagram run chart karena dapat menilai
apakah proses berada dalam kontrol atau terkendali dengan
adanya garis kontrol atas (Upper control limit/ UCL) dan garis
kontrol bawah (Lower control limit /LCL).
c. Diagram batang atau Bar chart: Diagram batang sangat
membantu saat data terdiri dari kategori yang berbeda. Sumbu x
mendefinisikan suatu variabel dan sumbu y mendefinisikan
suatu karakteristik misalnya frekuensi atau persentase. Diagram
batang dimanfaatkan untuk membandingkan hasil pengukuran
dari dua sampel atau populasi yang berbeda.
d. Pie chart merupakan lingkaran yang dibagi-bagi berdasarkan
proporsi subpopulasi data yang diperoleh. Pie chart
menunjukkan proporsi subpopulasi dalam sebuah populasi.

19
Setelah disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami (narasi,
tabel dan grafik), informasi tersebut perlu dilakukan analisis.
Analisis dapat dilakukan dengan cara:
1) Pencapaian dibandingkan secara serial (dari waktu ke waktu)
Pencapaian indikator dibandingkan antara periode berjalan
dengan periode sebelumnya/berikutnya sehingga dapat
diketahui adanya kesenjangan/kenaikan maupun penurunan
capaian kinerja, analisis dilakukan dengan cara melihat
trend.
2) Pencapaian dibandingkan dengan target yang telah
ditetapkan.
3) Pencapaian dibandingkan dengan pencapaian Klinik sejenis
lainnya. Pencapaian indikator dibandingkan dengan
pencapaian Klinik sejenis lainnya sebagai bentuk
benchmark. Perbandingan dilakukan dengan cara
membandingkan pencapaian dengan trend pencapaian.
Trend pencapaian dikatakan bagus bila grafik menunjukkan
peningkatan yang lebih baik daripada trend peningkatan
lain.
4) Pencapaian dibandingkan dengan standar dan referensi yang
digolongkan sebagai best practice/better practice maupun
practice guidelines.
3.2.6 Validasi Data
Validasi data adalah penilaian keakuratan dan kebenaran data yang
dikumpulkan. Validasi data dilaksanakan oleh komite/tim/petugas
yang ditunjuk oleh Penanggung Jawab Klinik. Validasi data
dipersyaratkan pada kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Indikator baru diimplementasikan;
2. Data akan dipublikasikan;
3. Terdapat perubahan sistem pengumpulan data indikator, seperti
perubahan instrumen pengumpulan data, atau petugas yang
mengumpulkan data bertukar;

20
4. Capaian data berubah tanpa dapat dijelaskan penyebabnya;
5. Sumber data berubah, seperti ketika sebagian data diambil secara
manual kemudian diubah menjadi format elektronik;
6. Subjek pengumpulan data berubah, seperti perubahan rata-rata
umur pasien, komorbiditas, perubahan protokol penelitian,
implementasi panduan praktik terbaru, atau pengenalan teknologi
dan metodologi perawatan terbaru.
Salah satu jenis validasi yang rekomendasikan adalah metode
reproducibility yaitu diulangnya pengukuran oleh orang yang berbeda,
menggunakan formulir/checklist/alat yang sama dan dilakukan dalam
kondisi yang sama dan pada populasi/sampel yang sama. Berikut
adalah langkah-langkah uji validasi data dengan menggunakan metode
kesesuaian hasil pengukuran (Measure Result Agreement):

Hitung kesesuaian antara hasil petugas pengumpul data dan petugas


validasi data. Jumlah Kesesuaian Data dibagi Jumlah Sampel x 100%.

Kesesuaian hasil pengukuran dapat dipercaya atau valid jika mencapai


90%.
Hasil penghitungan validitas tersebut terdapat dua kemungkinan
antara lain:
1. Jika mencapai 90% maka hasil pengukuran dapat dipercaya atau
valid.
2. Jika hasilnya <90% dan terdapat perbedaan atau ketidak cocokan,
maka pengumpul data dan validator mencari penyebab perbedaan
data dan melakukan perbaikan. Setelah dilakukan perbaikan,
kemudian dilakukan pengumpulan data ulang menggunakan sampel
yang baru dengan langkah-langkah yang sama sejak awal.

21
Faktor-faktor penyebab data tidak valid adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman pengumpul data dan petugas validasi data belum
memadai.
2. Kamus indikator tidak jelas sehingga menimbulkan salah
interpretasi.
3. Perbedaan pemahaman tentang definisi operasional.
4. Keterbatasan waktu pengumpulan data.
5. Kesalahan dalam melakukan penginputan data.
6. Penggunaan sumber data yang berbeda.
7. Kelalaian.
8. Formulir pengumpulan data belum terdesain dengan baik.
3.2.7 Pelaporan dan komunikasi
Klinik wajib melaporkan dan mengkomunikasikan hasil capaian
Indikator Mutu secara berkala. Pelaporan dan komunikasi tersebut
diperlukan dalam perencanaan,
pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan untuk
peningkatan pelayanan kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Kegiatan ini harus
dilakukan dengan cermat dan teliti karena kesalahan dalam pelaporan
akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Penyampaian hasil pencapaian Indikator Mutu dikomunikasikan
kepada seluruh stake holder terkait. Penyampaian hasil dilakukan
secara berkala sesuai profil Indikator Mutu.
Mekanisme pelaporan dan komunikasi Indikator Mutu dilakukan
secara online dengan menggunakan aplikasi, namun dalam hal kondisi
tidak dapat mengakses aplikasi, mekanisme pelaporan dan komunikasi
dilakukan sebagai berikut:
1. Pelaporan Internal:
a. Bulanan:
Laporan dari unit pelayanan ke Tim Mutu.
Tim Mutu ke Penanggung Jawab Klinik.

22
b. Triwulan:
Laporan Penanggung Jawab Klinik ke Dewan Pengawas.
2. Pelaporan Eksternal
Klinik melaporkan hasil pengukuran indikator mutu kepada
Kementerian Kesehatan secara berkala sesuai dengan profil
indikator melalui website Kemenkes.
3.3 Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien adalah suatu sistem di mana klinik membuat asuhan
pasien lebih aman untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat menjalankan tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Keselamatan pasien untuk memastikan pasien bebas dari harm/
cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan
terjadi (penyakit, cedera fisik/ social / psikologis, cacat, kematian dll) terkait
dengan pelayanan kesehatan.
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah setiap kejadian atau situasi
yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm/ cedera yang
tidak seharusnya terjadi
3.3.1 Jenis Insiden
1. Kejadian Tidak Diharapkan (Adverse Event), selanjutnya disingkat
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien (umumnya cidera tidak serius),
karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (ommision), dan bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien. Faktor keberuntungan dapat terjadi.
Contoh : pasien terima suatu obat yang diketahui ada kontra indikasi
kemudian timbul reaksi ringan dari obat yang tidak diharapkan;
Tindakan katerisasi yang menimbulkan infeksi saluran kemih
(infeksi nosokomial).

23
2. Kejadian Nyaris Cedera (Near Mis) , selanjutnya disingkat KNC
adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Near Miss atauNyaris Cidera (NC) merupakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (ommision), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera
serius tidak terjadi, karena faktor keberuntungan (misalnya: pasien
terima suatu obat yang diketahuikonraindikasi tetapi tidak timbul
reaksi obat), pencegahan (suatu obatdengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum
obat diberikan), dan peringatan (suatu obat denganoverdosis lithal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
3. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden
yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
4. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi
yang sangat berpotensi (potential risk) untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi insiden.
5. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian
atau cidera yang serius, missal: kematian, bunuh diri, terjangkit
penyakit kronik,
3.3.2 Jenis Pelaporan
Pelaporan insiden keselamatan pasien terbagi menjadi 2 yaitu pelaporan
internal dan pelaporan eksternal.
1. Pelaporan Internal dilakukan pelaporan di klinik jika didapatkan
insiden keselamatan pasien. Pelaporan dilakukan dalam waktu 2x24
jam kepada tim mutu dan keselamatan pasien yang dilakukan oleh
orang yang menemukan pertama kali kejadian yang dapat berasal
dari petugas, dokter, dan keluarga pasien
2. Pelaporan Eksternal dilakukan kepada pemilik selama 3 bulan atau
2x24 jam jika ada kejadian sentinel.
3.3.3 Alur Pelaporan
1. Mekanisme Pelaporan

24
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di klinik, wajib segera
ditindak lanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi
dampak/akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindak lanjuti, segera buat laporan insidennya dengan
mengisi formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift
kepada atasan langsung (paling lambat 2x24 jam); jangan
menunda laporan.
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan
langsung pelapor (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan
Manajemen /Kepala Klinik/ Tim Mutu,/ Unit Layanan jaga.
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading
resiko terhadap insiden yang dilaporkan. Hasil grading akan
menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
sebagai berikut:
Investigasi sederhana oleh atasan langsung,
Grade biru :
waktu maksimal 1 minggu.
Investigasi sederhana oleh atasan langsung,
Grade hijau :
waktu maksimal 2 minggu
Investigasi komprehensif/ analisis akar
Grade kuning :
masalah/ RCA oleh tim KP klinik dalam waktu
45 hari.
Investigasi komprehensif/ analisis akar
Grade merah :
masalah/ RCA oleh tim KP klinik dalam waktu
45 hari.
e. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke tim KP di Klinik
f. Tim KP di Klinik akan menganalisa kembali hasil investigasi dan
laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan
investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan Regrading.
g. Untuk Grade Kuning/ Merah, Tim KP di Klinik akan melakukan
Analisis Akar Masalah/Root Cause Analysis (RCA).
h. Setelah melakukan RCA, Tim KP di Klinik akan membuat
laporan dan rekomendasi untuk perbaikan serta “Pembelajaran”

25
berupa: Petunjuk/Safety alert untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali.
i. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada
kepala klinik.
j. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan
umpan balik kepada unit kerja terkait.
k. Unit Kerja membuat analisis dan trend kejadian di satuan
kerjanya masing-masing.
l. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Tim KP di Klinik.
2. Mekanisme Pelaporan
Penilaian Matrix resiko adalah suatu metoda analisis kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan
probabilitasnya.
a. Dampak/ konsekuensi
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat
akibat yang dialami pasien dari mulai tidak ada cidera sampai
meninggal (tabel 1)
b. Probabilitas/ frekwensi
Penilaian tingkat Probabilitas /Frekuensi resiko adalah seberapa
seringnya insiden tersebut terjadi (table 2)
Table 1
Tingkat Deskripsi Dampak
resiko
1 Tidak signikan Tidak ada cidera
2 Minor Cidera ringan, misal : luka lecet
Dapat diatasi dengan pertolongan pertama
3 Moderat Cedera sedang, misal : Luka robek
Berkurangnya fungsi motorik/ sensorik/
psikologis atau intelektual (reversibel), tidak
berhubungan dengan penyakit
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Mayor Cedera luas, misal : cacad lumpuh
Kehilangan fungsi motorik/ sensorik/ psikologis

26
atau intelektual (irreversibel),
tidak berhubungan dengan penyakit
5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit

Table 2
T
Tingkat resiko Deskripsi
a
1 Sangat jarang / Rare ( > 5 tahun/kali)
b
2 Jarang / Unlikely (>2-5 tahun/kali)
l
3 Mungkin / Possible (1-2 tahun/kali)
e
4 Sering / Likely (Beberapa kali / tahun)

S 5 Sangat Sering / Almost Certain (tiap minggu / bulan)

etelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan


dalam Tabel Matriks Grading Resiko untuk menghitung skor
resiko dan mencari warna band resiko
3. Skor resiko

Skor resiko = Dampak x Probability

Cara menghitung skor resiko :


Untuk menentukan skor resiko digunakan matriks granding resiko
(tabel 3)
a. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
b. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
c. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antar frekuensi
dan dampak
Skor resiko akan menentukan prioritas resiko. Jika pada asesmen
resiko ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya
sama, maka untuk memilih prioritasnya, dapat menggunakan warna
bands risiko.
Skala bands resiko adalah :
a. Bands Biru : Rendah / Low

27
b. Bands Hijau : Sedang / Moderat
c. Bands Kuning : Tinggi / High
d. Bands Merah : Sangat Tinggi / Ekstrim

4. Band Resiko
Bands Resiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat
warna yaitu:
Biru, Hijau, Kuning, dan Merah. Warna “Bands” akan
menentukan investigasi yang dilakukan:
a. Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
b. Bands KUNING dan MERAH : Investigasi
Komprehensif / RCA

Warna band: hasil pertemuan antara nilai dampak yang di urut


kebawah dan nilai probabilitas yang diurut ke samping kanan

Table 3 Matrix
Probabilitas Tidak Minor Moderat Mayor Katastropik
signifikan
(1) (2) (3) (4) (5)

Sangat sering terjadi


(tiap minggu / bulan) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(5)
Sering terjadi
(beberapa kali / thn) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(4)

Mungkin terjadi
(1 - < 2 thn / kali) Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(3)

Jarang terjadi
(>2 - <5 thn / kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim

28
(2)
Sangat jarang terjadi
(>5 thn / kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
(1)

Skoring warna Bands akan menentukan ranking prioritas resiko dan


cara investigasi lebih lanjut, yaitu :
a. Bands Biru dan Hijau : Investigasi sederhana.
b. Bands Kuning dan Merah : Analisis akar Masalah / RCA.

Table 4. Tindakan sesuai Tingkat dan Band Resiko


Level / Bands Tindakan
Ekstrim / sangat Tinggi Risiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45
hari, membutuhkan tindakan segera, perhatian
sampai ke Direktur

High / Tinggi Resiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45


hari, kaji dengan detail & perlu tindakan segera
serta membutuhkan perhatian Top Manajemen
(Direksi)
Moderate / Sedang Resiko sedang, dilakukan investigasi sederhana,
paling lama 2 minggu, manajer / pimpinan klinis
sebaiknya menilai dampak terhadap biaya dan
kelola resiko
Instruksi Kerja :

1. Siapkan Tabel 1. Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Saverity


2. Dari laporan Rincian KTD, lihat dampak yang terjadi

29
3. 1. Deskripsikan dan beri scoring tingkat resiko menggunakan Tabel 1
2. Bila dampak tidak ada cedera, deskripsikan tidak signifikan score 1
(warna biru)
3. Bila dampak cedera ringan dan dapat diatasi dengan pertolongan
pertama, deskripsikan minor = score 2 (warna hijau) ;
4. Bila dampak cedera sedang, berkurang fungsi
motorik/sensorik/psikologis atau intelektual, tidak berhubungan
dengan penyakit; deskripsikan moderat = score 3 (warna kuning);
5. Bila dampak cedera luas, kehilangan fungsi
motorik/sensorik/psikologisa atau intelektual (irreversible); deskripsi
Mayor = 4 (warna merah) ;
6. Bila dampak kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit : dekripsi katastropik = score 5 (warna merah).
4. Hasil analisis ini adalah Score Tingkat Resiko.

3.3.4 Kelola Resiko Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka
tahap selanjutnya adalah pengelolaan risiko atau insiden dengan target
menghilangkan atau menekan risiko hingga ke level terendah ( risiko
sisa ) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari
insiden yang sudah terjadi

30
Investigasi Sederhana dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk
dalam kategori biru atau hijau, maka tindak lanjut evaluasi dan
penyelesaiannya dilakukan investigasi sederhana, melalui tahapan :
1. Identifikasi insiden dan grading
2. Mengumpulkan data dan informasi : observasi, telaah dokumen dan
wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisa dan evaluasi sederhana, meliputi:
a. Penyebab langsung : individu, peralatan, lingkungan tempat kerja
atau prosedur kerja
b. Penyebab tidak langsung : individu, tempat kerja

5. Rekomendasi : jangka pendek, menengah atau panjang

31
3.4 Manajemen Resiko
Manajemen risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu meliputi
identifikasi, analsis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,
pemantauan dan pelaporan risiko, termasuk berbagai strategi yang dijalankan
untuk mengelola risiko dan potensinya. Risiko adalah kemungkinan
terjadinya suatu peristiwa yang berdampak negatif terhadap pencapaian
sasaran organisasi. Unit pemilik risiko adalah satuan kerja yang bertanggung
jawab melaksankan manajemen risiko. Proses Manajemen Risiko adalah
suatu proses yang bersifat berkesinambungan, sistematis, logis, dan terukur
yang digunakan untuk mengelola risiko di Klinik.
3.4.1 Tujuan manajemen risiko dalam pelayanan kesehatan:
1. Meminimalkan kemungkinan kejadian yang memiliki konsekuensi
negatif bagi konsumen / pasien, dan staf
2. Meminimalkan risiko kematian, cedera dan/ atau penyakit bagi
konsumen/ pasien, karyawan dan orang lain sebagai akibat dari
pelayanan yang diberikan
3. Mengelola sumber daya secara efektif
Manajemen risiko di klinik meliputi beberapa hal. Langkah manajemen
risiko seperti yang digambarkan pada gambar 3.1
1. Identifikasi risiko
2. Daftar risiko
3. Mitigasi risiko
4. Evaluasi risiko
5. Pelaporan risiko
Hal ini sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini:

32
Gambar 3.1 Proses Manjamen Risiko
3.4.2 Kerangka Kerja Manajemen Resiko
Keberhasilan manajemen risiko tergantung pada efektivitas kerangka
manajemen yang menyediakan landasan yang akan ditanamkan pada
klinik. Kerangka kerja membantu dalam mengelola risiko secara efektif
melalui penerapan proses manajemen risiko pada berbagai tingkat dan
dalam konteks tertentu klinik. Tujuan dari kerangka kerja manajemen
risiko adalah memastikan bahwa informasi tentang risiko yang berasal
dari proses manajemen risiko secara memadai dilaporkan dan
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan Pemenuhan
akuntabilitas di semua tingkat klinik yang relevan. Kerangka kerja
manajemen risiko sebagaimana gambar di bawah ini.

33
Gambar 3.2 Kerangka Kerja Manjamen Risiko
Penjelasan lebih lanjut :
1. Mandat dan Komitmen:
Bagian awal dari manajemen risiko adalah memastikan adanya
mandat dan komitmen yang kuat dan berkelanjutan oleh seluruh
struktur manajemen risiko dan seluruh pemangku kepentingan terkait
serta perencanaan strategis untuk mencapai komitmen disemua
tingkatan.
Untuk mencapai komitmen di semua tingkatan, seluruh struktur
manajemen risiko dan seluruh pemangku kepentingan terkait harus:
a. Mendefinisikan dan mendukung kebijakan manajemen risiko;
b. Memastikan bahwa budaya dan kebijakan manajemen risiko
Klinik selaras;
c. Menentukan indikator kinerja manajemen risiko yang sejalan
dengan indikator kinerja Klinik
d. Menyelaraskan tujuan manajemen risiko dengan tujuan dan
strategi Klinik
e. Memastikan kepatuhan hukum dan peraturan
f. Menetapkan akuntabilitas dan tanggung jawab pada tingkat yang
sesuai dalam Klinik

34
g. Memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan dialokasikan
untuk manajemen risiko
h. Menyampaikan manfaat manajemen risiko kepada semua
stakeholder; dan
i. Memastikan bahwa kerangka kerja untuk mengelola risiko tetap
sesuai.
2. Rancangan Kerangka Kerja untuk Pengelolaan Risiko meliputi:
a. Pemahaman tentang Klinik dan konteksnya
b. Menetapkan kebijakan manajemen risiko
c. Akuntabilitas
d. Integrasi ke dalam proses klinik
e. Sumber daya
f. membangun komunikasi internal dan mekanisme pelaporan;
3. Implementasi Manajemen Risiko
Dalam mengimplementasikan manajemen risiko dilaksanakan
dengan:
a. Menerapkan kerangka kerja untuk mengelola risiko.
Dalam melaksanakan kerangka kerja klinik untuk mengelola
risiko, klinik harus:
1) Menentukan waktu yang tepat dan strategi untuk menerapkan
kerangka kerja
2) Menerapkan kebijakan dan proses manajemen risiko ke
proses klinik
3) Mematuhi persyaratan hukum dan peraturan
4) Memastikan bahwa pengambilan keputusan, termasuk
pengembangan dan penetapan tujuan, sejalan dengan hasil
dari proses manajemen risiko
5) Berkomunikasi dan berkonsultasi dengan para pihak terkait
untuk memastikan bahwa kerangka kerja manajemen risiko
tetap sesuai.
b. Menerapkan proses manajemen risiko

35
Manajemen risiko harus dilaksanakan dengan memastikan bahwa
proses manajemen risiko diterapkan melalui rencana manajemen
risiko di semua tingkat dan fungsi organisasi yang relevan sebagai
bagian dari praktis dan proses.
4. Monitoring dan Reviu Kerangka Kerja Manajemen Risiko
Dalam rangka memastikan bahwa manajemen risiko secara efektif
dan berkelanjutan dalam mendukung kinerja klinik harus:
a. Mengukur kinerja manajemen risiko melalui indikator, yang
secara berkala direviu
b. Mengukur secara berkala kemajuan dan penyimpangan dari
rencana manajemen risiko
c. Meninjau secara berkala apakah kerangka kerja manajemen
risiko, kebijakan dan rencana masih sesuai, mengingat konteks
eksternal dan internal klinik laporan risiko, kemajuan terhadap
rencana
d. Manajemen risiko dan seberapa baik kebijakan manajemen risiko
dilaksanakan; dan
e. Melihat efektivitas kerangka kerja manajemen risiko.
5. Perbaikan Berkelanjutan terhadap Kerangka Kerja Manajemen
Risiko. Berdasarkan hasil monitoring dan melihat keputusan harus
dibuat bagaimana kerangka manajemen risiko, kebijakan dan
rencana dapat diperbaiki. Keputusan ini harus mengarah pada
perbaikan dalam manajemen risiko klinik dan budaya manajemen
risiko.
3.4.3 Proses Manajemen Resiko
Proses manajemen risiko hendaknya merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari manajemen umum dan harus masuk menjadi bagian
dari budaya organisasi, praktek terbaik organisasi dan proses bisnis
organisasi. Proses manajemen risiko meliputi 5 (lima) kegiatan yaitu:
1. Komunikasi dan konsultasi
Komunikasi risiko secara umum dapat diartikan sebagai proses
interaktif dalam hal tukar menukar informasi dan pendapat yang

36
mencakup multi pesan mengenai risiko dan pengelolaannya. Proses
ini berjalan secara internal dalam organisasi, bagian, unit atau
ekternal yang ditujukan kepada stakeholder eksternal. Konsultasi
dapat dijelaskan sebagai suatu proses komunikasi antara organisasi
dengan pemangku kepentingan, mengenai isu tertentu, terkait dengan
pengambilan keputusan termasuk penerapan manajemen risiko.
Bentuk komunikasi dan konsultasi dapat berupa:
a. Rapat berkala
b. Rapat insidental
c. Seminar/sosialisasi/workshop
d. Forum pengelola risiko.
Selain bentuk diatas komunikasi dan konsultasi dapat melalui media
elektronik. Pelaksanaan komunikasi dan konsultasi merupakan
tanggung jawab pemilik risiko.
2. Penetapan Konteks
Penetapan konteks merupakan artikulasi tujuan dan mendefinisikan
parameter eksternal dan internal untuk diperhitungkan ketika
mengelola risiko, kemudian menetapkan ruang lingkup dan kriteria
risiko untuk prosedur selanjutnya. Dalam menentukan konteks perlu
diperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:
a. Konteks Eksternal:
Konteks eksternal merupakan situasi dari luar yang dapat
mempengaruhi cara klinik dalam mengelola risiko. Konteks
eksternal dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
1) Hukum, sosial, budaya, politik, regulasi, keuangan,
teknologi, lingkungan ekonomi, alam dan persaingan dengan
klinik lain dalam lingkup nasional.
2) Hubungan, persepsi dan nilai-nilai pemangku kepentingan
eksternal.
b. Konteks Internal:

37
Konteks internal merupakan segala sesuatu dari dalam organisasi
yang dapat mempengaruhi cara klinik dalam mengelola risiko.
Hal ini dapat meliputi, namun tidak terbatas pada:
1) Tata kelola, struktur, peran dan akuntabilitas organisasi
2) Kebijakan, sasaran, dan strategi
3) Kemampuan dan pemahaman tentang sumber daya (modal,
waktu, orang, prosedur, sistem dan teknologi)
4) Hubungan, persepsi dan nilai-nilai pemangku kepentingan
internal dan budaya organisasi
5) Sistem informasi, arus informasi dan prosedur
pengambilankeputusan
6) Standar, pedoman dan model yang diterapkan oleh Klinik;
dan
Dalam menetapkan konteks dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Melakukan analisis secara umum tentang situasi internal dan
eksternal terkait dengan perkiraan skenario keterjadian
pernyataan risiko.
2) Memanfaatkan informasi dari berbagai sumber untuk
melakukan analisis situasi internal dan eksternal.
3) Memahami tujuan satuan kerja melalui Rencana Strategis dan
Rencana Kinerja/ Penetapan Kinerja yang telahdisusun.
4) Memahami jumlah dan jenis risiko yang siap ditangani atau
diterima organisasi dan kesiapan Klinik untuk menanggung
risiko setelah perlakukan risiko dalam upaya mencapai
sasaran.
c. Kriteria Risiko
Satuan kerja harus menetapkan kriteria yang akan digunakan
untuk mengevaluasi signifikansi risiko. Kriteria harus dapat
mencerminkan nilai- nilai organisasi, tujuan dan sumber daya.
Beberapa kriteria yang dapat dikenakan oleh, atau berasal dari,
persyaratan hukum, peraturan dan persyaratan lainnya yang
diterapkan oleh Klinik. Kriteria risiko harus konsisten dengan

38
kebijakan manajemen risiko Klinik, yang didefinisikan pada awal
setiap prosedur manajemen risiko dan akan terus ditinjau. faktor
yang harus dipertimbangkan dalam mendefinisikan kriteria risiko
sebagai berikut:
1) Sifat dan jenis sebab dan akibat yang dapat terjadi dan
bagaimana akan diukur
2) Bagaimana kemungkinan akan didefinisikan
3) Jangka waktu dari kemungkinan dan/atau konsekuensi
4) Bagaimana tingkat risiko ditentukan
5) Pandangan dari pemangku kepentingan
6) Tingkatan atau bobot risiko yang dapat diterima atau
ditoleransi
7) Apakah kombinasi dari beberapa risiko harus diperhitungkan,
apabila demikian, bagaimana dan kombinasi apa yang harus
dipertimbangkan.
3. Penilaian Risiko
a. Identifikasi Risiko
Setiap pemilik risiko harus mengidentifikasi sumber risiko, area
dampak, peristiwa (termasuk perubahan keadaan), penyebabnya
dan konsekuensi potensi risiko. Tujuan dari langkah ini adalah
untuk menghasilkan daftar lengkap risiko berdasarkan peristiwa
yang mungkin mendukung, meningkatkan, mencegah,
menurunkan, mempercepat atau menunda pencapaian tujuan.
Metode identifikasi risiko dilakukan dengan metode Risk
Breakdown Structure (RBS), Control Risk Self Assesment
(CRSA), Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) atau metode
lainnya. Untuk melaksanakan identifikasi risiko di lingkungan
kerja masing-masing, dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Memahami dan mengidentifikasi kegiatan utama unit kerja.
2) Mengidentifikasi tujuan dari masing-masing kegiatan
tersebut.

39
3) Mengumpulkan data dan informasi tentang risiko yang
mungin terjadi atas kegiatan tersebut, baik risiko yang pernah
terjadi maupun yang belum pernah terjadi.
4) Mencari penyebab dari risiko-risiko yang telah diidentifikasi
untuk mendapatkan penyebab utamanya.
5) Mengidentifikasi apakah penyebab tersebut sifatnya dapat
dikendalikan (controllable) atau tidak dapat dikendalikan
(uncontrollable) bagi unit kerja.
6) Mengidentifikasi dampak jika risiko tersebut terjadi.
7) Mengisi hasil butir (a) - (f) dalam formulir identifikasi risiko
dan memperbaharui setiap saat terjadi pernyataan risiko.
ldentifikasi pernyataan risiko dapat dilakukan dengan
mendasarkan pada hasil penilaian risiko sebelumnya dengan
penyelarasan terhadap perkembangan situasi lingkungan
internal dan eksternal yang terjadi.
b. Analisis Risiko
Analisis risiko melibatkan pengembangan akan pemahaman
risiko. Analisis risiko memberikan masukan mengambil risiko
untuk dilakukan evaluasi dan keputusan apakah risiko perlu
ditangani, dan pada strategi risiko dan metode penanganan yang
paling tepat. Analisis risiko juga dapat memberikan masukan
dalam membuat keputusan dan pilihan yang melibatkan berbagai
jenis dan tingkat risiko. Analisis risiko melibatkan pertimbangan
penyebab dan sumber risiko, konsekuensi positif dan negatif, dan
kemungkinan bahwa mereka konsekuensi dapat terjadi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi konsekuensi dan kemungkinan harus
diidentifikasi. Risiko dianalisis dengan menentukan konsekuensi
dan kemungkinan potensi dan atribut lain dari risiko. Suatu
peristiwa bisa menimbulkan konsekuensi ganda dan dapat
mempengaruhi berbagai tujuan. Pengendalian yang ada,
efektivitas dan efisiensi juga harus diperhitungkan. Cara
menyajikan konsekuensi dan kemungkinan dan cara

40
menggabungkan untuk menentukan tingkat risiko harus
mencerminkan jenis risiko, informasi yang tersedia, tujuan dan
hasil penilaian risiko untuk digunakan dan harus konsisten dengan
kriteria risiko. Hal ini juga penting untuk mempertimbangkan
saling ketergantungan risiko yang berbeda dan sumber yang ada.
Kepercayaan dalam penentuan tingkat risiko dan kepekaan
terhadap prasyarat dan asumsi harus dipertimbangkan dalam
analisis, dan dikomunikasikan secara efektif kepada para pembuat
keputusan dan, pemangku kepentingan lainnya jika diperlukan.
Analisis risiko dapat dilakukan dengan berbagai tingkat secara
rinci, tergantung pada risiko, tujuan analisis, dan informasi, data
dan sumber daya yang tersedia. Analisis dapat bersifat kualitatif,
semi kuantitatif atau kuantitatif, atau kombinasi dari, tergantung
pada keadaan. Konsekuensi dan kemungkinan potensi risiko dapat
ditentukan dengan memodelkan hasil dari suatu peristiwa atau
serangkaian peristiwa, dari studi eksperimental atau dari data
yang tersedia. Konsekuensi dapat dinyatakan dalam dampak
berwujud dan tidak berwujud. Dalam beberapa kasus, lebih dari
satu nilai numerik atau deskripsi yang diperlukan untuk
menentukan konsekuensi dan kemungkinan potensi risiko untuk
waktu, tempat, kelompok atau situasi yang berbeda.
Untuk melaksanakan analisis risiko di lingkungan kerja masing -
masing, dengan urutan langkah sebagai berikut:
1) Dapatkan data hasil identifikasi risiko.
2) Lakukan evaluasi atas kecukupan disain dan penyelenggaraan
sistem pengendalian intern yang sudahada.
3) Ukur tingkat probabilitas terjadinya risiko.
4) Ukur tingkat besaran dampak jika risiko terjadi.
5) Hitung tingkat/level risiko, yaitu perkalian probabilitas
dengan dampak.

41
6) Buat peringkat risiko untuk menentukan apakah risiko
tersebut termasuk risiko sangat rendah, rendah, sedang, tinggi
atau sangat tinggi.
7) Isikan hasil langkah (1) s.d. (6) ke dalam formulir analisis
risiko
8) Dari risiko-risiko tersebut di atas, selanjutnya dibuat peta
risiko.
Perangkat yang dibutuhkan dalam melakukan analisis risiko
adalah sebagai berikut:
1) Tabel Kemungkinan (Probabilitas) terdiri atas:
LEVEL KRITERIA KEMUNGKINAN
KEMUNGKINAN (PROBABILITAS)
(PROBABILITAS)
Hampir Tidak Terjadi Peristiwa hanya akan timbul pada
kondisi yang luar biasa
Pensentase 0-10%
Jarang Terjadi Peristiwa diharapkan tidak terjadi
Pensentase > 10-30%
Kadang Terjadi Peristiwa kadang-kadang bisa terjadi
Pensentase > 30-50%
Sering Terjadi Peristiwa sangat mungkin terjadi
pada sebagian kondisi

Pensentase > 50-90%kegiatan dalam


1 periode
Hampir Pasti Terjadi Peristiwa selalu terjadi hampir pada
setiap kondisi
Pensentase > 90% dalam 1 periode

2) Tabel Dampak (Konsekuensi) terdiri dari:


LEVEL DAMPAK AREA DAMPAK
Sangat Rendah Tidak berdampak pada pencapaian

42
LEVEL DAMPAK AREA DAMPAK
tujuan
intansi/kegiatan secara umum
Agak mengganggu pelayanan
Dampaknya dapat ditangani pada
tahap
kegiatan rutin.
Kerugian kurang material dan tidak
mempengaruhi stakeholders
Rendah Mengganggu pencapaian tujuan
intansi/kegiatan meskipun tidak
signifikan
Cukup menggangu jalannya pelayanan
Mengancam efisiensi dan efektivitas
beberapa aspek program.
Kerugian kurang material dan sedikit
mempengaruhi stakeholders
Sedang Mengganggu pencapaian tujuan
intansi/kegiatan secara signifikan
Mengganggu kegiatan pelayanan
secara
signifikan
Mengganggu administrasi program.
Kerugian keuangan cukup besar
Tinggi Sebagian tujuan intansi/kegiatan gagal
dilaksanakan
Terganggunya pelayanan lebih dari 2
hari
tetapi kurang dari 1 minggu
Mengancam fungsi program yang
efektif dan
Klinik.

43
LEVEL DAMPAK AREA DAMPAK
Kerugian besar bagi klinik dari segi
keuangan maupun non keuangan.
Sangat Tinggi Sebagian besar tujuan intansi/kegiatan
gagal dilaksanakan
Terganggunya pelayanan lebih dari 1
minggu
Mengancam program dan organisasi
serta
stakeholders.
Kerugian sangat besar bagi Klinik dari
segi keuangan maupun
non keuangan

3) Kebijakan Skala Risiko:


Level Risiko ditentukan berdasarkan atas 2 (dua) elemen atau
dimensi, yaitu level kemungkinan terjadinya risiko dan level
dampak (konsekuensi) risiko. Kedua dimensi tersebut harus
dikombinasikan dan diperhitungkan secara bersamaan dalam
penentuan level Risiko. Level kemungkinan terjadinya risiko,
level dampak, dan level risiko masing-masing menggunakan
5 (lima) skala tingkatan (level). Penentuan level risiko beserta
dengan urutan prioritasnya menggunakan Matriks analisis

44
4) Kategori Risiko
Kategori Risiko sangat penting dalam menjamin identifikasi
Risiko yang komprehensif dan pengikhtisaran atau pelaporan
Risiko. Kategori Risiko disusun sesuai dengan kondisi
lingkungan Klinik. Kategori Risiko minimal di Kementerian
Kesehatan adalah sebagaimana tabel berikut:
KATEGORI RISIKO DEFINISI
Risiko Keuangan Risiko yang disebabkan oleh segala
sesuatu yang menimbulkan tekanan
terhadap pendapatan dan belanja
Klinik
Risiko Kepatuhan Risiko yang disebabkan oleh
organisasi atau pihak eksternal tidak
mematuhi dan atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan lain yang
berlaku
Risiko Legal Risiko yang disesbabkan oleh adanya
tuntutan hukum kepada Klinik
Risiko Fraud Risiko yang disebabkan oleh
kecurangan yang disengaja oleh
pihak internal yang merugikan
keuangan klinik

45
KATEGORI RISIKO DEFINISI
Risiko Reputasi Risiko yang disebabkan oleh
menurunnya kepercayaan publik/
masyarakat yang bersumber dari
persepsi negatif klinik
Risiko operasional Risiko yang disebabkan oleh ketidak
cukupan dam atau tidak berfungsinya
proses internal kesalahan manusia
dan kegagalan sistem, dan adanya
kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional klinik

c. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa
risiko dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko
dapat diterima atau ditoleransi. Tujuan evaluasi risiko adalah
untuk membantu dalam membuat keputusan, berdasarkan hasil
analisis risiko, berkaitan dengan risiko yang memerlukan prioritas
penanganannya. Evaluasi risiko menggunakan perbandingan
tingkat risiko yang ditemukan selama prosedur analisis dengan
kriteria risiko yang dibuat ketika konteksnya ditetapkan.
Berdasarkan perbandingan ini, penanganan perlu
dipertimbangkan. Keputusan harus mempertimbangkan konteks
yang lebih luas dari risiko dan mencakup pertimbangan toleransi
risiko yang ditanggung oleh pihak lain selain manfat risiko bagi
Klinik. Keputusan harus dibuat sesuai dengan persyaratan hukum,
peraturan dan lainnya. Dalam beberapa situasi, evaluasi risiko
dapatmenyebabkan keputusan untuk melakukan analisa lebih
lanjut. Evaluasi risiko juga dapat menyebabkan keputusan untuk
tidak memperlakukan risiko dengan cara lain selain
mernpertahankan pengendalian yang ada. Keputusan ini akan

46
dipengaruhi oleh karakteristik risiko organisasi dan kriteria risiko
yang telahditetapkan.
4. Penanganan Risiko
Penanganan risiko menggunakan pemilihan satu atau lebih pilihan
untuk memodifikasi risiko, dan melaksanakan pilihan tersebut.
Setelah diimplementasikan, penanganannya atau modifikasi proses
pengendalian risiko. Penanganan risiko terdiri atas siklus prosedur
sebagai berikut:
a. Menilai penanganan risiko
b. Memutuskan apakah tingkat risiko residual yang ada
c. Jika tidak ditoleransi, menghasilkan penanganan risiko baru
d. Menilai efektivitas penanganan itu.
Pemilihan penanganan risiko tidak harus saling tertutup atau tepat
dalam segala situasi. Pilihan yang dapat dilakukan mencakup hal
berikut:
a. Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai
atau melanjutkan dengan kegiatan yang menimbulkan risiko
b. Mengambil atau meningkatkan risiko untuk memanfaatkan
peluang
c. Menghilangkan sumber risiko
d. Mengubah kemungkinan
e. Mengubah konsekuensi
f. Berbagi risiko ke pihak lain atau pihak tertentu (termasuk kontrak
dan pembiayaan risiko)
g. Mempertahankan risiko dengan keputusan.
Kegiatan pengendalian adalah langkah lanjutan dari hasil penilaian
risiko. Setelah risiko diidentifikasi dalam register risiko, maka perlu
diidentifikasi pula pengendalian yang telah ada serta pengendalian
yang perlu dirancang dalam rangka mengelola risiko sesuai dengan
risk appetite pemilik Risiko. ldentifikasi pengendalian yang sudah
ada dimaksudkan untuk menilai apakah pengendalian tersebut
sudahefektif atau belum untuk mengatasi risiko yang mungkin

47
terjadi. Jika tidak efektif atau kurang efektif, maka perlu
dibangun/dirancang pengendalian yang baru. Alat/sarana
pengendalian dapat berupa kebijakan-kebijakan dan prosedur-
prosedur yang diharapkan dapat meminimalkan terjadinya risiko
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Langkah-langkah dalam merancang kegiatan pengendalian adalah
sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil penilaian risiko, pemilik risiko
mengidentifikasi apakah kegiatan pengendalian yang ada telah
efektif untuk meminimalisasi risiko.
b. Kegiatan pengendalian yang telah ada tersebut perlu dinilai
efektivitasnya dalam rangka mengurangi probablitas terjadinya
risiko (abatisasi) maupun mengurangi dampak risiko (mitigasi).
c. Selain itu, juga perlu diperhatikan ada/tidaknya pengendalian
alternatif (compensating control) yang dapat mengurangi
terjadinya risiko
d. Terhadap risiko yang belum ada kegiatan pengendaliannya
maupun yang telah ada, namun dinilai kurang atau tidak efektif,
perlu dirancang kegiatan pengendalian yang baru/merevisi
kegiatan pengendalian yang sudah ada.
e. Menerapkan kegiatan pengendalian yang telah dirancang dalam
mengelola risiko.
ldentifikasi kecukupan dan efektivitas pengendalian yang sudah ada
dan rencana kegiatan pengendalian yang baru/revisi
didokumentasikan dalam formulir Analisis Kecukupan dan Rencana
Kegiatan Pengendalian.
5. Monitoring
Monitoring dan Reviu adalah bagian dari proses manajemen risiko
yang memastikan bahwa seluruh tahapan proses dan fungsi
manajemen risiko memang berjalan dengan baik. Monitoring adalah
pemantauan rutin terhadap kineja aktual proses manajemen risiko
dibandingkan dengan rencana yang akan dihasilkan. Pelaksanaan

48
monitoring dilaksanakan dengan dua pendekatan yaitu pemantauan
berkelanjutan (on going monitoring) dilakukan oleh pelaksana
pekerjaan dan pemantauan terpisah (separate monitoring) dilakukan
oleh pengawas internal. Sasaran dari monitoring adalah untuk
memberikan jaminan terhadap pencapaian sasaran penerapan system
manajemen risiko secara keseluruhan. Oleh karenanya, laporan
monitoring lebih merupakan pelaporan terhadap kelemahan yang
masih ada, tanpa meninggalkan hal-hal positif yang telah dicapai.
6. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan Pelaporan risiko setiap 6 (enam) bulan sekali,
dilaporkan kepada Penanggung Jawab Klinik dan Pemilik Klinik /
Dewan Pengawas.
3.5 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
A. Program PPI adalah singkatan dari program pencegahan dan
pengendalian infeksi. Program ini biasanya dilaksanakan di klinik dan
fasilitas layanan kesehatan. Program ini berperan dalam mencegah dan
mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit infeksi pada pasien,
petugas kesehatan, pengunjung, dan masyarakat di sekitar fasilitas
kesehatan. Penerapannya ditujukan untuk mengurangi resiko penyebaran
mikroorganisme dari sumber infeksi baik yang diketahui atau tidak,
dalam sistem pelayanan kesehatan seperti: pasien, benda yang tercemar,
jarum atau spuit bekas pakai. Penggunaan pelindung (barrier) fisik,
mekanik atau kimia antara mikroorganisme dengan individu baik untuk
pasien rawat jalan, rawat inap atau petugas kesehatan adalah cara yang
sangat efektif untuk mencegah penyebaran infeksi denga cara:
3.5.1 Komponen Kewaspadaan Isolasi
1. Cuci Tangan menggunakan sabun dengan air mengalir atau
handrub berbasis alkohol.
2. Cuci Tangan 5 moment
3. Penggunaan APD
a. Sarung tangan

49
1) Bila akan kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta,
eksreta dan barang-barang yang tercemar.
2) Bila akan kontak dengan membran mukosa / selaput
lendir dan kulit yang tidak utuh.
3) Sebelum melakukan tindakan invasif.
b. Masker untuk melindungi membran mukosa mata, hidung
dan mulut terhadap kemungkinan percikan dari darah atau
cairan tubuh.
c. Kacamata melindungi membran mukosa mata, hidung dan
mulut terhadap kemungkinan percikan dari darah atau
cairan tubuh
d. Gaun
1) Melindungi kulit dari kemungkinan kena percikan
ketika kontak dengan darah atau cairan tubuh.
2) Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan
tindakan yang melibatkan kontak dengan darah atau
cairan tubuh
e. Apron:
1) Melindungi kulit dari kemungkinan kena percikan
ketika kontak dengan darah atau cairan tubuh.
2) Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan
tindakan yang melibatkan kontak dengan darah atau
cairan tubuh
f. Topi melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh
yang terpercik atau menyemprot.
g. Pelindung kaki melindung kaki dari cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak
sengaja ke atas kaki
3.5.2 Pengendalian lingkungan
1. Bersihkan, rawat dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan
dalam ruang perawatan pasien secara rutin setiap hari dan
bilamana perlu.

50
2. Pisahkan sampah medis/infeksius non tajam ke tong sampah
medis, sedangkan untuk sampah medis benda tajam masukkan
ke safety box.
3. Untuk limbah cair medis masukkan ke spoel hoek.
4. Isolasi pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta
lingkungan dan dapat mencemari lingkungan, dalam ruangan
terpisah / khusus (isolasi).
3.5.3 Peralatan perawatan pasien
1. Tangani peralatan yang tercemar dengan benar untuk mencegah
kontak langsung dengan kulit atau membran mukosa / selaput
lendir
2. Cegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan
3. Dekontaminasi , pembersihan dan disinfeksi atau sterilisasi
peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
3.5.4 Pemrosesan Peralatan dengan tujuan:
1. Membantu unit masing- masing yang membutuhkan peralatan
kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi
2. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap
produk yang dihasilkan.
Penatalaksanann pelayanan penyediaan barang steril meliputi:
1. Pencucian Alat-alat/ instrument setelah dipakai direndam
dengan menggunakan larutan chlorhexidine glucc.sol. 7,5% dan
cetrimide 15% sebanyak 5 ml yang dilarutkan dengan air
sampai 1 liter selama 30 menit. Setelah direndam bersihkan alat
dengan sikat yang disediakan lalu bilas dengan air mengalir.
Setelah proses perendaman kemudian alat di bilas dengan air
mengalir hingga bersih.
2. Pengemasan dan Pemberian Label/ Tanda, pengemasan yang
dimaksud di sini termasuk material yang tersedia untuk fasilitas
kesehatan yang didesain untuk membungkus, mengemas dan
menampung alat-alat yang pakai ulang untuk sterilisasi,
penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan adalah untuk

51
berperan terhadap keamanan dan efektivitas perawatan pasien
yang merupakan tanggung jawab petugas sterilisasi unit.
Pengemasan alat atau instrumen dilakukan dengan
menambahkan indikator steril ( internal) kedalam alat yang akan
disterilkan dengan menuliskan nama alat, tanggal alat disterilkan
dan nama ruangan. Setelah alat/instrument dikemas kemudian
direkatkan indikator panas dan diberi tanggal dan nama ruangan.
3. Proses Sterilisasi
a. Sterilisasi panas kering
Setelah alat dicuci dan dikemas kemudian dimasukkan
kedalam sterilisator yaitu dengan menggunakan suhu 125º ±
20% C selama 30 menit.
b. Sterilisasi panas uap
Instrumen yang sudah dikemas dimasukkan kedalam mesin
uap panas dengan menggunakan suhu maximal 126 º C
kurang lebih 1 jam. Mesin uap panas akan mengeluarkan uap
dan masuk proses steril. instrumen menjadi steril dengan
ditandai indikator panas berubah warna menjadi hitam dan
indikator steril berubah warna menjadi hitam
4. Penyimpanan dan distribusi Alat/bahan yang sudah disterilkan
oleh petugas sterilisasi alat kemudian disimpan di lemari
penyimpanan alat steril.
5. Pemcatatan dan pelaporan
6. Control kualitas
a. Pemberian nomor lot pada setiap kemasan.
b. Data mesin sterilisasi.
c. Waktu Kadaluarsa.
3.5.5 Kesehatan karyawan dan pencegahan kejadian pajanan
Upaya yang harus dilakukan petugas kesehatan untuk menurunkan
risiko terpajan patogen melalui darah dapat melalui
1. Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD yang
sesuai

52
2. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah
yang tepat
3. Memberikan edukasi petugas tentang praktek aman
menggunakan jarum, benda tajam.
Tindakan pertama yang harus dilakukan petugas bila terkena
pajanan bahan kimia atau cairan tubuh yaitu dengan
1. Pada mata : Bilas dengan air mengalir – 15 menit.
2. Pada kulit : Bilas dengan air mengalir – 1 menit.
3. Pada mulut : Segera kumur- kumur – 1 menit.
Setelah penanganan pertama dilakukan petugas yang terkena
pajanan harus mengisi formulir laporan pajanan dan melaporkan
kejadian pajanan kepada tim PPIRS dan K3RS. Selanjutnya dokter
yang memeriksa petugas terpajan mengajukan permintaan untuk
dilakukan pemeriksaan penunjang jika dari hasil pemeriksaan
dokter diperkirakan petugas mengalami infeksi dari pajanan.
3.5.6 Penempatan pasien Penempatan pasien sudah disesuaikan dengan
poli yang ada dan terdapat ruang tunggu untuk pasien yang cukup
luas sehingga bisa terhindar dari transmisi penularan penyakit.
3.5.7 Etika batuk Edukasi tentang etika batuk diberikan kepada petugas
kesehatan melalui sosialisasi prosedur tentang etika batuk.
Demikian juga bagi pasien dan pengunjung perlu diberikan edukasi
tentang etika batuk melalui penyuluhan yang diberikan oleh
petugas kesehatan, maupun melalui sarana informasi di Klinik.
1. Menutup hidung atau mulut saat batuk atau bersin
2. Segera buang tisu yang sudah dipakai
3. Segera lakukan kebersihan tangan.
Bila petugas di unit pelayanan kesehatan sedang batuk sebaiknya
menggunakan masker bedah. Etika batuk dan kebersihan
pernapasan harus diterapkan di semua bagian Klinik Sumber Sehat
Serut.
3.5.8 Menyuntik yang aman
Praktek menyuntik yang aman dilakukan dengan:

53
1. Memakai jarum suntik yang steril, sekali pakai pada setiap
penyuntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi
dan terapi.
2. Bila memungkinkan memakai sekali pakai vial multidose. Jarum
atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial
multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
3.5.9. Pengendalian lingkungan disebuah pelayanan kesehatan sangatlah
penting. Maksud dari pengendalian tersebut tentunya dalam hal
pencegahan dan pengendalian infeksi. Dalam hal renovasi maupun
rekontruksi bangunan juga sangat penting diterapkannya
pencegahan dan pengendalian infeksi selama proyek berlangsung.
Dalam setiap kegiatan rekontruksi mauapun renovasi di Klinik
Sumber Sehat Serut Tim Pencegahan Dan Pengendalian wajib
melakukan ICRA sehingga tidak terjadi infeksi yang diakibatkan
selama kegiatan atau proyek berjalan.
B. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Kewaspadaan berdasar transmisi dilaksanakan ketika kewaspadaan
standar tidak cukup untuk mencegah transmisi infeksi. Kewaspadaan
transmisi dilakukan kepada pasien yang diketahui atau dicurigai
terinfeksi atau memiliki kolonisasi kuman pathogen yang dapat
ditransmisikan melalui udara, droplet atau kontak.
1. Kewaspadaan transmisi kontak
Merupakan cara transmisi yang terpenting dan tersering
menimbulkan HAIs. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk
menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi
ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak
langsung meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang
rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal
perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien
bergerak, dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang

54
rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di
lingkungan, instrumen yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan
terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak
diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui
mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang
ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan
pasien. Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung,
mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun
tanpa sarung tangan.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
Transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mucus
membrane hidung ,mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar
mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier
dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien < 1m .
Karena droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan
penanganan khusus udara atau ventilasi.Transmisi droplet ke kontak,
yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan
ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membrane. Transmisi jenis
ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung. Dapat
terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara.
3. Kewaspadaan transmisi melalui udara
Kewaspadaan transmisi melalui udara (Airborne Precautions)
terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba
yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur
udara. Kewaspadaan transmisi melalui udara (Airborne Precautions)
ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba
penyebab infeksi baik yang ditransmsikan berupa droplet nuklei (sisa
partikel kecil < 5µm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di
udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab
infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara > 2m dari
sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama

55
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor
lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting
dalam pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuclei atau sisik
kulit luka terkontaminasi (S. Aureus
kontak Droplet Udara/ air borne
Batasi gerak, transport Batasi gerak dan Batasi gerakan dan
pasien hanya kalau transportasi untuk transport pasien hanya
perlu saja. Bila batasi droplet dari kalau diperlukan saja.
diperlukan pasien pasien dengan Bila perlu untuk
Transport keluar ruangan perlu m e n g e n a k a n pemeriksaan pasien
Pasien kewaspadaan agar masker pada pasien dapat diberi masker
risiko minimal dan menerapkan bedah untuk cegah
transmisi ke pasien hygiene respirasi dan menyebarnya droplet
lain atau lingkungan. etikabatuk. nuklei

APD  Sarung tangan  Masker  Perlindungan


petugas dan cuci tangan pakailah bila bekerja saluran nafas
memakai sarung dalam radius 1 m - kenakan masker
tangan bersih non terhadap pasien, saat respirator (N95%/
steril, lateks saat kontak erat. masker kategori N pada
masuk ke ruang seyogyanya efisiensi 95% ) saat
pasien, ganti melindungi hidung masuk ruang
sarung tangan dan mulut, dipakai pasien atau suspek
setelah kontak saat memasuki TB paru. Orang
dengan bahan ruang. yang rentan
infeksius (feses, seharusnya tidak
cairan drain), boleh masuk ruang
lepaskan sarung pasien yang
tangan sebelum diketahui atau
keluar dari kamar suspek campak,
pasien dan cacar air kecuali
cuci tangan dengan petugas yang telah

56
antiseptic. imunisasi. Bila
 Gaun terpaksa harus
pakai gaun bersih, masuk maka harus
tidak steril saat mengenakan
masuk ruang masker respirator
pasien untuk untuk pencegahan.
melindungi baju Orang yang telah
dari kontak dengan pernah sakit
pasien, permukaan campak atau cacar
lingkungan, barang air tidak perlu
diruang pasien, memakai masker.
cairan diare pasien, - Minimal
ileostomy, menggunakan
colostomy, luka Masker bedah,
terbuka. Lepaskan Sarung tangan,
gaun sebelum gaun/ apron, bila
keluar ruangan. melakukan
Jaga agar tidak ada tindakan dengan
kontaminasi silang kemungkinan
ke lingkungan dan timbul aerosol.
pasien lain.
 Apron
Bila gaun
permeable, untuk
mengurangi
penetrasi cairan,
tidak dipakai
sendiri

Peralatan Bila memungkinkan Tidak perlu Transmisi pada TB


untuk peralatan nonkritikal penanganan udara sesuai pedoman TB
perawatan dipakai untuk 1 pasien secara khusus karena CDC ”Guideline for

57
pasien atau pasien dengan mikroba tidak Preventing of
infeksi mikroba yang bergerak jarak jauh. Tuberculosis in
sama. Bersihkan dan Healthcare Facilities
disinfeksi sebelum ”
dipakai untuk pasien
lain.

C. Tata Laksana Surveilans


Surveilans infeksi nosokomial adalah suatu proses yang dinamis,
sistematis, terus menerus dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan
interpretasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi
spesifik, untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang
didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Tujuan dari surveilan meliputi:
1. Memperoleh data dasar infeksi di klinik
2. Untuk kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa
3. Menilai standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis
4. Sebagai sarana mengidentifikasi terjadinya malpraktek
5. Menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial
6. Meyakinkan para klinisi tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan
7. Sebagai tolok ukur akreditasi
D. Tata Laksana Pengelolaan Limbah
Limbah Klinik adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Klinik
dalam bentuk padat , cair.
1. Tujuan Pengelolaan limbah:
a. Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan
b. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
c. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
d. Membuang bahan-bahan berbahaya (toksik dan radioaktif) dengan
aman.

58
2. Jenis limbah yang dihasilkan di Klinik antara lain:
a. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi
b. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di Klinik di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya
c. Lirnbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan Klinik yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif serta darah
yang berbahaya bagi Kesehatan
d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh pasien ekskresi, sekresi yang dapat menularkan
kepada orang lain.
e. Limbah kimia farmasi adalah limbah yang berasal dari kegiatan
farmasi yang mengandung bahan kimia obat- obatan.
3. Pengelolaan limbah di Klinik mulai dari sebagai berikut :
a. Identifikasi limbah yang dihasilkan Tiap unit harus
mengidentifikasi jenis limbah yang dihasilkan.
b. Pemisahan limbah sesuai jenis, Petugas di tiap- tiap unit harus
melakukan kepatuhan dalam pembuangan sampah dengan
memisahkan limbah sesuai jenisnya.
c. Labeling
1) Pembuangan limbah padat infeksius pada kantong plastic
warna kuning
2) Limbah padat non infeksius pada kantong plastic warna hitam.
3) Limbah benda tajam pada wadah tahan tusuk dan air.
4) Pembuangan limbah cair dibuang ke tempat pembuangan air
d. Packing
1) Tempat sampah yang digunakan harus tempat sampah tertutup

59
2) Tutup tempat sampah mudah dibuka (dengan menggunakan
kaki)
3) Tempat sampah dalam keadaan bersih.
4) Tempat sampah yang digunakan terbuat dari bahan yang kuat,
ringan dan tidak berkarat
5) Menempatkan tempat sampah setiap jarak 10-20 meter.
6) Mengikat kantong plastic tempat sampah jika sudah terisi ¾
penuh.
7) Tempat sampah harus dicuci setiap hari.
e. Pengangkutan
1) Petugas kebersihan mengangkut limbah harus menggunakan
container besar dorong khusus
2) Kontainer besar dorong khusus harus kuat, mudah dibersihkan
dan tertutup
3) Saat pengangkutan sampah tidak boleh ada yang tercecer
4) Petugas kebersihan harus menggunakan alat pelindung diri
ketika menangani limbah.
f. Penyimpanan
1) Sampah dari tiap-tiap instalasi dibuang pada tempat
penampungan sampah sementara khusus
2) Setiap 2 hari limbah diangkat dari tempat penampungan
sementara
3) Petugas kebersihan harus menggunakan alat pelindung diri
ketika menangani limbah.
4) Tempat penampungan limbah sementara harus dalam keadaan
terkunci.
g. Treatment
1) Pembuangan limbah medis padat MOU dengan pihak ketiga.
2) Pembuangan limbah non infeksius dibawa ketempat
pembuangan limbah umum
3) Limbah radiologi di kelola oleh pihak ketiga yaitu PT
Transwete.

60
E. Tata Laksana Pengelolaan Linen
Linen adalah bahan atau alat yang terbuat dari kain, tenun. Pelayanan
linen pada hakikatnya adalah penunjang medik yang dilaksanakan
dengan sebaik- baiknya dan bertanggung jawab untuk membantu Klinik
yang membutuhkan linen yang siap pakai. Pengelolaan linen Klinik
Sumber Sehat Serut melakukan kerjasama dengan Klinik Pratama
Sumber Sehat Serut. Pengelolaan linen kotor Klinik Sumber Sehat Serut
dilakukan di Klinik Pratama Sumber Sehat Serut antar lain:
1. Pengumpulan linen kotor
Pengumpulan linen kotor diawali dengan pemilahan linen kotor
infeksius dan linen kotor non infeksius. Linen kotor non infeksius
dimasukkan kedalam kantong plastik warna hitam dan linen kotor
infeksius di masukkan kedalam kantong plastik warna kuning yang
ditempatkan di wadah tertutup. Linen yang kotor sekali atau terkena
bahan padat seperti feces harus dibersihkan terlebih dahulu di kamar
mandi pasien sebelum dimasukkan kantong plastik. Semua linen yang
sudah dimasukkan kantong plastik diberi label yang bertuliskan Klinik
Sumber Sehat Serut.
2. Pengangkutan linen kotor
Pengangkutan linen kotor dilakukan dengan menggunakan troly
tertutup khusus pengangkut linen kotor.
3. Penimbangan linen kotor
Penimbangan linen kotor dilakukan sebelum proses pencucian. L
4. Pencucian linen kotor
Tahap I:
Sebelum proses pencucian dengan melakukan pembilasan dengan
disikat terlebih dahulu pada linen yang terkena noda seperti darah,
feses, kemudian membuang air bekas pembilasan.
Tahap II :

61
Dilakukan pencucian dengan menggunakan detergen dan air panas
dengan suhu 70°C selama 25 menit.
Tahap III :
Membuang air bekas pencucian linen kotor.
Tahap IV:
Dilakukan desinfeksi pada linen yang dicuci dengan menggunakan
chlorine 1% selama 10 menit.
Tahap V:
Dilakukan pembilasan pertama dengan air pada suhu normal selama 5
menit.
Tahap VI:
Buang air bekas bilasan pertama.
Tahap VII:
Dilakukan pembilasan kedua dengan air pada suhu normal selama 5
menit.
Tahap VIII:
Buang air bekas bilasan kedua.
Tahap IX :
Dilakukan pemerasan pada linen yang sudah bersih selama 5 menit.
5. Pengeringan linen basah bersih
Pengeringan linen basah bersih dilakukan dengan menggunakan mesin
blower. Linen basah bersih dimasukkan kedalam mesin blower sesuai
dengan kapasitas mesin blower.
6. Penyetrikaan linen bersih
7. Penyimpanan linen bersih
8. Penyimpanan linen bersih dilakukan di lemari khusus penyimpanan
linen bersih di gudang linen.
9. Pendistribusian Linen Bersih
Linen yang telah bersih selanjutnya diberikan ke Klinik Sumber Sehat
Serut untuk siap digunakan

62
F. Tata Laksana Penggunaan Antibiotik Yang Rasional
Penggunaan antibiotika rasional dalam pelayanan pemberian terapi pada
pasien dengan menggunakan Panduan praktek klinis dan clinical
pathway. Penggunaan anti mikroba rasional berdasarkan panduan praktek
klinis adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum
diketahui jenis bakteri penyebabnya. Tujuan pemberian antibiotik untuk
terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri
yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil
pemeriksaan mikrobiologi. Indikasi pemberian yaitu ditemukan sindrom
klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang paling
sering menjadi penyebab infeksi. Penggunaan anti mikroba rasional
berdasarkan klinikal pathway adalah pemberian antibiotik yang
disesuaikan pada diagnosa penyakit secara klinis
G. Tata Laksana Penggunaan Antiseptik Dan Desinfektan
Antiseptik adalah desinfektan yang digunakan untuk kulit dan tubuh
bagian luar lainnya. Sedangkan desinfektan sendiri digunakan untuk
peralatan, perabotan, lingkungan, dan sebagainya. Desinfektan adalah
senyawa kimia yang dapat mematikan / menghancurkan pertumbuhan
mikroorganisme. Sedangkan desinfeksi merupakan proses mematikan /
menghancurkan mikroorganisme, namun tidak termasuk spora. Proses ini
tidak mematikan semua mikroorganisme, namun mampu menurunkannya
sampai tingkat yang tidak membahayakan kesehatan. Perbedaan
desinfeksi dengan sterilisasi adalah proses sterilisasi mampu mematikan
semua mikroorganisme termasuk spora.
1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan desinfektan
a. Telah diketahui bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai
tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap zat kimia tertentu. Lebih
mudah mematikan bakteri gram positif daripada gram negatif,
disebabkan perbedaan pembentukan dinding sel. Kuman TBC lebih
resisten terhadap desinfektan, dan spora jauh lebih resisten lagi
terhadap berbagai desinfektan.

63
b. Tingkat sensitivitas terhadap desinfektan tergantung dari tingkat
keasaman, jadi susunan bahan pada dinding sel kuman yang asam
akan lebih peka daripada yang tidak asam.
c. Bahan kimia yang dipakai biasanya tidak bersifat stabil dalam
waktu lama, sehingga harus selalu diganti dan dibuat yang baru
sesuai dengan spesifikasi masing-masing jenis desinfektan.
d. Beberapa jenis desinfektan dapat menimbulkan karat / korosif,
sehingga harus dilakukan pembilasan untuk melindungi pemakai
dan proses berkarat.
2. Jenis antiseptik dan desinfektan di Klinik Sumber Sehat Serut
No Jenis Isi Kegunaan
- Disinfeksi instrument non
kritis
1. Alkohol Ethanol 70% - Disinfeksi peralatan non
medis
- Antiseptik kulit
- Disinfeksi area perawatan
pasien dan tumpahan cairan
infeskius (0,25%)
Soklin Kalsium - Disinfeksi linen (1%)
2.
pemutih Hipoklorit - Disinfeksi peralatan makan
pasien (0,05%)
- Disinfeksi ambulance
(0,5%)
- chlorhexidine
3. Odex glucc.sol. 7,5% Disinfeksi instrumen
- cetrimide 15%
Klorheksidine
4. Onescrub Antiseptik kulit
glukonat

64
H. Tata laksana Kesehatan Karyawan dan Penatalaksanaan Pasca
Pajanan
1. Program Kesehatan Karyawan Klinik Sumber Sehat Serut
Kesehatan karyawan merupakan hal yang penting untuk
memungkinkan Klinik menyelenggarakan fungsinya secara optimal.
Program yang berkaitan dengan kesehatan karyawan. Karyawan
Klinik berhak mendapatkan jaminan kesehatan BPJS setalah
mengikuti masa training dan yang tidak memiliki kartu BPJS atau
asuransi kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
gratis di Klinik. Selain itu karyawan Klinik Pratama Sumber Sehat
Serut berhak mendapatkan periksaan medical check.
2. Perlindungan terhadap Petugas Kesehatan
a. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus
mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran
penyakit, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang
sesuai dengan protokol jika terpajan.
b. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan
penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
c. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara harus menjaga fungsi saluran pernapasan (tidak
merokok, tidak minum dingin) dengan baik dan menjaga
kebersihan tangan setiap saat.
3. Tata Laksana Pajanan
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk
jarum suntik bekas pasien, atau terpercik bahan infeksius, maka perlu
pengelolaan yang cermat, tepat serta efektif untuk mencegah
semaksimal mungkin terjadinya infeksi nosokomial yang tidak
diinginkan. Yang paling penting adalah segera mencucinya dengan air
mengalir dan sabun antiseptik, dan usahakan meminimalkan kuman
yang masuk ke dalam aliran darah dengan menekan luka sehingga
darah keluar. Bila darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur
dengan air beberapa kali, bila mengenai mata, cucilah mata dengan air

65
mengalir (irigasi) atau garam fisiologis, bila percikan mengenai
hidung, hembuskan keluar hidung, dan bersihkan dengan air. Upaya
yang harus dilakukan petugas kesehatan untuk menurunkan risiko
terpajan patogen melalui darah dapat melalui:
a. Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD yang
sesuai
b. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah
yang tepat
c. Memberikan edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan
jarum, benda tajam.
Tindakan pertama yang harus dilakukan petugas bila terkena pajanan
bahan kimia atau cairan tubuh yaitu dengan:
a. Pada mata : Bilas dengan air mengalir – 15 menit.
b. Pada kulit : Bilas dengan air mengalir – 1 menit.
c. Pada mulut : Segera kumur-kumur – 1 menit.
Setelah penanganan pertama dilakukan petugas yang terkena pajanan
harus melapor kepada atasan langsung dan mengisi formulir laporan
pajanan dan melaporkan kejadian pajanan kepada tim PPIRS dan
K3RS. Selanjutnya doker yang memeriksa petugas terpajan
mengajukan permintaan untuk dilakukan pemeriksaan penujang jika
dari hasil pemeriksaan dokter diperkirakan petugas mengalami infeksi
dari pajanan. Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska
pajanan dapat dilihat dari:
a. Tusukan yang dalam
b. Tampak darah pada alat penimbul pajanan
c. Tusukan masuk ke pembuluh darah
d. Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
e. Jarum berlubang ditengah.

66
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran staf karyawan klinik pratama sumber sehat serut secara
berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien
yang dilaksanakan oleh Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Klinik Pratama
Sumber Sehat Serut.
2. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Klinik Pratama Sumber Sehat Serut
secara berkala (paling lama 3 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan
dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di Klinik Pratama
Sumber Sehat Serut.
3. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Klinik Pratama Sumber Sehat Serut
melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Tim Mutu melakukan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik
Pratama Sumber Sehat Serut

67

Anda mungkin juga menyukai