KONJO DI BULUKUMBA
F022182008
HASANUDDIN UNIVERSITY
2019
A. LATAR BELAKANG
Dialog di atas merupakan dialog antara pembeli dan penjual di pasar yang
baru bertemu. Meskipun demikian, kedua penutur dari dialog tersebut
menggunakan strategi kesantunan positif yakni kasual dikarenakan kedua penutur
menginginkan adanya keakraban yang menguntungkan kedua belah pihak.
Penutur A menggunakan kata-kata kasual seperti -nu “mu” dan urang “teman”
dikarenakan adanya keinginan dianggap sebagai pelanggan bagi Penutur B
meskipun baru saja bertemu sehingga memberinya harga murah, dan benar saja
Penutur B menggunakan kata langganan untuk merespon tutur dari Penutur A
karena merasa akrab. Di sisi lain, hal ini dapat pula mengguntungkan Penutur B
dimana Penutur A merasa senang dan membeli jualannya.
b. Dialog antara penutur yang tidak saling mengenal tetapi beda usia
A. Bo, ngurako e? (Loh, kamu kenapa itu)
B. Iye? (Iya?)
A. Ngurako? (Kamu kenapa?)
B. Dappoa ri motoroa (Saya jatuh dari motor)
A. Te’ko dabbung? (Kamu jatuh dimana?)
B. Rate to’ji ri kampongku iye ri Lembang.(Di sana, di kampungku di
Lembang)
A. Te’ kampongnu do? (Dimana kampungmu)
B. Ri Campaga (Di Campaga)
A. Anakna Puang Juji inni do? (Ini anaknya Puang Juji?)
c. Dialog antara penutur yang tidak saling mengenal dimana para penutur
merupakan tokoh masyarakat yang sangat dihormati dan masyarakat.
A. Tere pakuamo? (Jadi, bagaimana menurutmu?)
B. Punna jodoh injo Puang, siuppa to’ja. Nakke injo ji a’rakku Puang.
Rappakang ballaku inni tala maingpi. Akkekei pole pondasi daengku
inni. (Kalau begitu takdirku, Puang. Saya ikhlas. Itu saja keinginanku.
Lantai rumahku (rumah panggung) saja belum selesai, kakakku juga
lagi mengali pondasi)
A. Kau to’ji rurung kakangnu di? (Kamu berdua saja dengan kakakmu?)
B. Iye Puang. (Iya,Puang)
C. PEMBAHASAN
Berdasarkan penjelasan dari data analisis tersebut, pola kesantunan yang
digunakan peserta tutur Konjo di Bulukumba lebih dipengaruhi oleh konsep hidup
penutur Konjo itu sendiri dimana lebih mengedepankan rasa kekeluargaan dan
keramahtamahan selain sikap saling menghormati satu sama lain. Ini dapat dilihat
pada sistem hormat tidak berkerabat, dari ketiga dialog tersebut menunjukkan
beberapa penutur lebih cenderung menggunakan pola kesantunan yang lebih
kasual meskipun tidak mengenal satu sama lain. Hal ini disebabkan karena adanya
prinsip keramah tamahan terhadap siapa saja agar tidak terciptanya jarak di antara
kedua penutur, seperti pada dialog 1(a) yang menggunakan bahasa kasual agar
terciptanya keakraban satu sama lain yang dapat menguntungkan kedua belah
pihak. Meskipun demikian, masih ada beberapa peserta tutur yang menggunakan
kesantunan lazim karena adanya rasa menghormati dan unsur senioritas, seperti
pada dialog 1(b) dan 1(c).
Pada peserta yang memiliki hubungan hormat berkerabat lebih
mengedepankan unsur senioritas sehingga peserta tutur yang lebih muda
cenderung menggunakan pola kesantunan negatif dibanding dengan peserta tutur
yang lebih tua yang menggunakan kasualitas dalam bertutur dikarenakan adanya
tekanan dengan ajaran sejak kecil untuk menghormati orang lebih tua. Hal ini pula
berlaku pada sistem hubungan akrab tidak berkerabat dan berkerabat yang
dipengaruhi oleh unsur senioritas meskipun peserta tutur yang berteman akrab
maupun kakak-adik, selain itu juga ada beberapa peserta tutur yang menggunakan
pola kesantunan campuran karena dipengaruhi oleh rasa hormat (dialog 4b)
meskipun si penutur lebih tua dan educated seperti pada dialog 3(c) dimana
peserta tutur menggunakan campuran meskipun sahabat. Beberapa data tersebut
menunjukkan adanya fenomema tidak lazim (marked).
Pada hubungan hirarki tidak berkerabat pun tidak luput dari unsur
senioritas meskipun penutur merupakan superior tetap menggunakan kesantunan
hormat terhadap inferior dikarenakan adanya perbedaan usia dimana superior
lebih muda dibandingkan inferior (dialog 5a). Sebaliknya, pada hirarki berkerabat
penutur superior cenderung menggunakan kesantunan kasual terhadap inferior,
begitupun penutur inferior yang menggunakan pola kesantunan negatif terhadap
superior. Namun, pada hubungan hirarki berkerabat fenomenal tidak lazim
kembali terjadi dimana beberapa penutur menggunakan pola kesantunan
campuran khususnya pada pihak superior terhadap inferior. Hal ini dipengaruhi
karena adanya kriteria tertentu seperti inferior belum dewasa dan atau belum
menikah (dialog 6b) dan adanya saling menghormati sama lain (dialog 6c) dengan
tujuan sebagai model dalam memberikan ajaran kepada inferior agar inferior
dapat mengamalkan tutur bahasa yang baik kepada siapa saja dan dimana saja.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori
kesantunan Yassi juga berlaku pada peserta tutur Konjo di Bulukumba yakni
aspek kekerabatan dan perbedaan usia sangat berperan penting dalam budaya
Konjo di Bulukumba.
REFERENSI:
Yassi, Abdul Hakim. 2017. Ancangan Model Kerangka Teori Kesantunan yang
Efektif Mengkaji Budaya Bahasa-Bahasa Warisan di Asia: Review
terhadap Keuniversalan Kerangka Teori Kesantunan Brown & Levinson.
Linguistik Indonesia, Februari 2017, 159-186
https://blog.ub.ac.id/widusa/2012/06/18/makalah-kesantunan-berbahasa/ diakses
pada tanggal 26 Oktober 2019, pukul 21.55