Anda di halaman 1dari 9

UNGKAPAN DALAM BAHASA JEPANG YANG MENUNJUKKAN KERAMAHAN

KEAKRABAN

Untuk menunjukkan keramahan dan keakraban terhadap lawan bicara, dapat dilakukan
melalui :

1. Penggunaan Partikel

Dalam percakapan bahasa Jepang beberapa partikel digunakan untuk menunjukkan perasaan
dan sikap ramah pembicara kepada pendengar, seperti :

a)Ne

dalam percakapan ‘ne’ digunakan pembicara untuk meminta persetujuan dari pendengar.

Contoh (1)

Honto ni soo desu ne (benar-benar begitu ya..)

Contoh (2)

A: ii o tenki desu ne (cuaca yang bagus ya…)

B : ee, soo desu ne (iya ya…)

Contoh (3)

A : kore de juubun deshoo ne ( begini, cukup ya…)

B : Saa, chotto tarinai kamo shiremasen ( mmm, mungkin

kurang sedikit)

Namun terkadang dalam penggunaannya ‘ne’ diucapkan disela penggalan kalimat seperti :

Contoh (4)

Kinoo ne, kaisha e ittara ne, Yamada san ga saki ni kite ite ne, watashi no kao o miru to…

(kemarin saya pergi ke kantor. Yamada sudah berada di sana lebih dulu. Saat dia melihat
saya…)

Contoh (5)

Ima chottto ne, isogashii kara ne, sono hen de ne shibaraku matte te kursenai?

(Saat ini karena saya sedang sibuk, bisakah kamu menunggu disana sebentar?)
Penggunaan ‘ne” dalam contoh (4) dan (5) menunjukkan percakapan yang sangat akrab
Pengulangan ‘ne’ menunjukkan bahwa pembicara ingin pendengar untuk mendengar dan
setuju atas apa yang diucapkannya. Namun untuk membuat percakapan menjadi sopan cukup
dengan menambahkan ‘ne’ sekali saja diakhir kalimat,

Contoh (6)

Osamuku narimashita ne..(dingin ya…)

Sebenarnya contoh (6) merupakan sebuah kalimat yang sopan, namun penambahan ne
menunjukkan keakraban antara pembicara dan pendengarnya. ‘ne’ dapat juga digunakan
dengan partikel yang lain seperti yo, wa, no, dan ka.

Contoh (7)

Kore de juubun desu yone (ini cukup kan??)

Ara, kore, ii wa ne (oh, ini bagus kan?)

Kore de ii none ( ini benar kan?)

Chotto mazui n ja nai desu kane ( Bukankah ini sedikit tidak enak?)

b) Yo

Partikel yo menunjukkan bahwa pembicara ingin menegaskan pendapatnya kepada


pembicara. Dalam upaya untuk menjaga hubungan baik dengan pendengar, penggunaan yo
bukanlah bermaksud untuk memaksakan pendapat pembicara ataupun marah, namun terlebih
untuk membuat pendengar merasa nyaman.

Contoh (7)

A : Daijoobu deshoo ka (Tidak apa-apakah?)

B : Daijoobu desu yo (Tidak apa-apa!)

Contoh (8)

A: Doomo sumimasen (Maaf sekali)

B: Iie, kamaimasen yo (Tidak..Tidak..Tidak apa-apa!)

c) No
Penggunaan partikel no pada akhir percakapan memiliki dua fungsi yaitu,

1) Menunjukkan pertanyaan

Contoh (9)

Kyou wa doko e iku no (kamu mau pergi kemana?)

2) Menunjukkan penegasan/penekanan terhadap apa yang

dikatakan.

Contoh (10)

Kyoo wa massugu kaeru no (hari ini saya akan langsung pulang)

Dari segi penggunaan contoh (9) sama maknanya dengan no desu ka dan contoh (10) sama
dengan no desu. Kedua bentuk ini memang biasanya di gunakan dalam percakapan yang
akrab. Pria lebih sering menggunakan no saat berbicara dengan wanita dari pada kepada
sesame pria. Wanita melakukan hal yang sama saat berbicara dengan anak-anak. Dengan kata
lain penggunaan no menunjukkan perhatian kepada lawan bicara. Contoh (10) hanya
diucapkan oleh oleh wanita dan anak-anak, sedangkan pria hanya mengucapkannya saat
berbicara dengan anak-anak dan wanita saja.

Dari segi pengucapan no yang menunjukkan pertanyaan berbeda dengan no yang


menunjukkan penjelasan.

no?

Kore kara doko e iku (pertanyaan)

Kyoo wa massugu kaeru (penjelasan)

no

d) Ka

Sebagaimana diketahui, bahwa partikel ka yang diletakkan di akhir kalimat menunjukkan


bahwa kalimat tersebut adalah sebuah kalimat pertanyaan. Namun sesungguhnya kalimat
yang diakhiri dengan ka tidak selalu berarti sebuah pertanyaan. Dalam percakapan orang
Jepang selalu menggunakan partikel ka untuk menunjukkan bahwa bahwa seseoran mengerti
terhadap apa yang dibicarakan oleh orang lain. Ungkapan soo desu ka (begitu kah?) adalah
contoh yang paling umum. Penggunaan ka yang menunjukkan bawah pendengar mengerti
atas apa yang diucapkan pembicara adalah :

Contoh (11)

A : ichijikan kakarimasu yo (akan memerlukan waktu 1 jam lho! (untuk tiba sampai kesana))
B : ichijikan desu ka. Ja, moo dekakenakya. (1 jam kah? Kalo begitu saya harus berangkat
sekarang) atau kadang diucapkan dalam bentuk pengulangan yang lengkap, yaitu :

A: ichijikan kakarimasu yo

B : ichijikan kakarimasuka. Ja, moo dekakenakya.

Dalam konteks percakapan yang lebih akrab, bentuk kamus lazim juga digunakan, seperti :

Contoh (12)

A : Ichijikan kakaru yo.

B : Ichijikan ka. Ja, …

Ichijikan kakaru ka. Ja…

Ichijikan kakaru no ka. Ja,…

Orang Jepang akan melakukan hal semacam ini untuk menunjukkan bahwa mereka
mendengarkan secara serius dan memahami dengan baik apa yang dikatakan oleh pembicara.
Pengguna ka dalam hal ini termasuk aizuchi (ungkapan-ungkapan pendek yang digunakan
untuk menimpali perkataan seseorang), dimana fungsinya adalah untuk menunjukkan kesan
bahwa pendengar betul-betul memberikan perhatian dan sekaligus paham atas apa yang
dibicarakan oleh lawan bicaranya.

e) Wa

Partikel wa digunakan terutama oleh wanita untuk melembutkan penuturan.

Contoh (13)

Sonna kota wa arimasen wa(hal sepeti itu tidak benar – sopan)

Sonna koto nai wa (hal seperti itu tidak benar – akrab)

Partikel ne juga terkadang ditambahkan untuk menunjukkan perhatian lebih kepada


pendengar.

Contoh (14)

Omoshirokatta desu wa ne ( menarik ya?- sopan)

Omoshirokatta wa ne (menarik ya? – akrab)

Kyoo wa zuibun samui desu wa ne ( hari ini agak dingin ya? – sopan)

Penambahan yone dilakukan ketika pembicara ingin memberikan penekanan yang lebih.

Contoh (15)
Kore de daijoobu desu wa yo ne (ini/begini betul kan?-sopan)

Kore de daijoobu da wa yo ne (ini / begini betul kan?-akrab)

Meskipun wanita biasanya menggunakan wa baik dalam bentuk percakapan sopan


maupu akrab, namun frekuensi penggunaan wa lebih tinggi dalam percakapan akrab. Pria
terkadang menggunakan wa untuk memberikan penekanan kepada pendengar namun
umumnya hanya digunakan oleh orang-orang tua saja, terutama di distrik Kansai.

f) Na

Partikel na di gunakan untuk menunjukkan kesimpulan, atau sesuatu hal yang mengharapkan
persetujuan dari pendengar.

Contoh (16)

Samui na. dekakeru no, iya da na (dingin lho! Saya tidak mau pergi!)

Kyoo wa ii tenki desu na. dokoka e dekakemasen ka (Hari ini cuaca bagus lho! Kita bepergian
ke suatu tempat yuk!)

Sono mondai ni tsuite wa, soo omou na (mengenai masalah itu saya juga berpikir seperti itu)

Jika na gunakan kepada orang yang lebih muda atau kedudukannya lebih rendah
(bawahan di tempat kerja), akan menunjukkan makna perintah.

Contoh (17)

ii na. owattara sugu kaette kuru n da yo (setelah selesai segera kembali. OK?)

ii ka. Wakatta na (Ok? Mengerti?)

Namun penambahan ka memberikan kesan melembutkan.

Contoh (18)

ii ka. Wakatta ka na (Ok? Apakah kamu mengerti?)

Penggunaan na hanya sebatas pada percakapan akrab pria. Sedangkan wanita menggunakan
wane untuk situasi yang sama.

Contoh (19)

ii wane. Owattara sugu kaette kuru no yo.

ii? Wakatta wane.

g) Ya
Partikel ya kadang-kadang digunakan untuk memberikan penekanan ringan dalam
percakapan akrab, biasanya digunakan oleh pria.

Contoh (20)

Suami : nanika taberu mono nai? (apakah ada sesuatu untuk

dimakan?)

Istri : o mochi ga aru kedo (kita punya mochi)

Suami : mochi? Un, sore wa ii ya (mochi? Bagus !)

h) Ze dan Zo

Partikel ze pada akhir kalimat banyak digunakan oleh pria kepada lawan bicara yang
dianggap akrab (sederajat). Sedangkan wanita jarang menggunakannya sekalipun dalam
percakapan akrab. Tujuannya untuk meminta perhatian kepada lawan bicara atau meminta
tanggapan atau tindakan dari lawan bicaranya tersebut. Dalam percakapan yang benar-benar
akrab partikel ze dan zo digunakan dalam situasi yang sama seperti partikel yo.

Contoh (21)

Koocha o moo ippai tanomu ze (tolong minta air segelas lagi)

Dame da yo. Kyoo wa depaato wa yasumi da ze. (Percuma saja. Hari ini toserba libur)

Partikel ze digunakan pria untuk meminta perhatian pada lawan bicara dengan sedikit
ungkapan keras/mengejutkan.

Contoh (22)

Iku zo (Ayo pergi!)

Hayaku shinai to, gakko ni okureru zo (Kalau tidak segera dilakukan, (kamu) terlambat
sekolah lho!)

Nido to sonna koto o shite wa ikenai zo. (Tidak boleh mengulangi lagi hal seperti itu untuk
kedua kalinya ya!)

2. Penggunaan Istilah Anggota Keluarga

a) Istilah yang digunakan oleh anak-anak

Orang Jepang akan menggunakan istilah-istilah yang biasa digunakan untuk anggota keluarga
sendiri terhadap orang yang bukan anggota keluarganya untuk menunjukkan keakraban. Hal
ini terutama dilakukan oleh anak-anak. Mereka biasanya menggunakan istilah-istilah ini baik
berdiri sendiri ataupun digabungkan dengan nama pribadi yang bersangkutan. Untuk orang
dewasa, anak-anak umumnya menggunakan istilah ojisan (paman) dan obasan (bibi).
Contoh (20)

Otonari no ojisan wa Yamada to iimasu (Paman yang tinggal disebelah namanya Yamada)

Ano obasan wa ii hito desu (Bibi itu orang baik)

Henna ojisan ni hanashikakerareta.(Tadi saya diajak ngobrol oleh paman yang aneh)

Terkadang anak-anak juga menambahkan nama dari seseorang yang dimaksud dan partikel
no.

Contoh (21)

Kore wa Yamada san no obasan ni moratta no (Ini saya terima dari bibi Yamada)

Penggunaan istilah oniisan (kakak laki-laki) dan oneesan (kakak perempuan) untuk
menyebutkan anak muda yang lebih tua dari mereka juga dilakukan.

Contoh (22)

Otonari no oneesan ga daigaku ni haitta

Onii san, totte

b) Istilah yang digunakan oleh orang dewasa

Terkadang orang dewasa pun meniru penggunaan istilah-istilah seperti yang digunakan anak-
anak. Mereka akan menggunakan istilah oniisan dan oneesan juga kepada anak muda yang
mereka tidak kenal serta ojiisan (kakek) dan obaasan (nenek) kepada orang tua.

Contoh (33)

A, ojiisan, abunai desu yo (Awas kek, bahaya!)

Obaasan, kono densha desu yo (Nek, (naik) kereta yang ini)

3. Penggunaan pola kalimat te kuru

Secara literatur kalimat berpola te kuru berarti melakukan sesuatu dan datang. Pola ini
biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari untuk memberi penekanan bahwa pembicara
merasa akrab dengan lawan bicaranya. Selain memiliki makna yang menunjukkan perubahan,
seperti dalam kalimat Dandan samuku natte kimashita ne (cuaca menjadi semakin dingin ya),
pola kalimat te kuru juga menunjukkan makna :

a) melakukan dan datang

Kuru adalah verba yang memiliki arti pergi sama halnya dengan verba iku, dekakeru,
maupun deru. Dalam penggunaannya, contohnya saat seseorang pergi keluar rumah untuk
bekerja atau sekolah, ia akan mengatakan kepada keluarganya itte kimasu (lit. saya
pergi/berangkat dan akan kembali (lagi)). Ungkapan ini juga diucapkan oleh seseorang yang
meninggalkan rumah untuk sementara, misalnya pergi berbelanja atau jalan-jalan.

Contoh (34)

Chotto sanpo ni itte kimasu (saya akan pergi jalan-jalan sebentar)

Sanjuppun bakari dekakete kuru (saya akan keluar rumah sekitar 30 menit)

Isoide katte kimashoo (saya akan membelinya dan segera kembali)

Dan saat kembali kerumah, ia akan mengatakan :

Contoh (34)

Itte kimashita (saya kembali / lit. saya telah pergi dan kembali)

Katte kimashita yo (saya sudah membelinya/ lit/ saya sudah membelinya dan kembali)

Penggunaan pola kalimat te kuru seperti diatas biasanya digunakan oleh orang-orang yang
memiliki hubungan dekat seperti antar anggota keluarga ataupun orang-orang dalam sebuah
kelompok, misalnya orang-orang dalam lingkungan kerja. Dalam percakapan di lingkungan
kerja misalnya, perbedaan tingkat keakraban antar pegawai akan terlihat dari kalimat yang
diucapkan.

Contoh (35)

Shokuji ni ikimasu (saya pergi makan – sopan)

Contoh (36)

Shokuji ni itte kimasu (saya pergi makan – akrab)

b) Menunjukkan keinginan/hasrat untuk membagi pengalaman.

Saat menceritakan tentang pengalaman kepada seseorang, orang Jepang akan mengatakan
sebagai berikut :

Contoh (37)

Kono aida Fujisan ni nobotte kimashita (beberapa waktu lalu saya mendaki gunung Fuji)

atau

Contoh (38)

Kono aida Fujisan ni noborimashita (beberapa waktu lalu saya mendaki gunung Fuji)

Pada contoh (37) pembicara menunjukkan keseriusan/ keantusiasannya untuk membagi


pengalamannya kepada pendengar hal ini terlihat dari penggunaan pola te kuru. Sehingga
pendengar pun secara langsung pasti akan menanggapinya dengan ungkapan soo desu ka
(begitu kah).

Namun pada contoh (38) pembicara terkesan tidak serius untuk menceritakan
pengalamannya, sehingga pendengar pun hanya akan sekedar menanggapinya dengan sore
de…(lalu..kemudian../apa yang terjadi?).

Anda mungkin juga menyukai