Anda di halaman 1dari 7

Ind. J. Chem. Res.

, 2016, 3(2), 319-325

EFFECT OF VINEGAR TO HISTAMINE CONTENT


IN BULLET TUNA (Auxis rochei)

Pengaruh Asam Cuka Terhadap Kandungan Histamin


Dalam Daging Ikan Komu (Auxis rochei)

Nikmans Hattu1,*, Eirene G. Fransina1, Cecilia A. Seumahu2, and Josina M. Sopacua1


1
Chemistry Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
2
Biology Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Pattimura University, Kampus Poka, Jl. Ir. M. Putuhena, Ambon 97134

*E-mail: nickhattu@fmipa.unpatti.ac.id

Received: October 2015 Published: January 2016

ABSTRACT

The research on the effect of vinegar to histamine content in bullet tuna (Auxis rochei) has been done.
Histamine content of quant itatively determined using a standard curve regression equation (y = 0.005 x - 0.046)
with a price coefficient of determination (R2 = 0.926) is close to unit y. The results showed levels of
histamine in bullet tuna marinated in vinegar with variation concentrations of 5%, 10%, 15%, 20%, and 25%
within 10 minutes, are 25.9099; 20.0408; 18.9671; 18.7108 and 18.6336 mg/100g respectively. While the
levels of histamine in bullet tuna marinated in 25% of vinegar with variation of 10 minutes, 20 minutes, and
30 minutes, are 18.6336; 16.0550; and 15.5246 mg/100g respectively.

Keywords : Bullet tuna, histamine, spectrophotometry, vinegar

PENDAHULUAN ditangkap pada saat gelombang dan angin


Potensi lestari perikanan laut Indonesia sedang. Ikan komu ini hidup di daerah pantai,
diperkirakan 6,4 juta ton per tahun yang tersebar lepas pantai perairan Indonesia yang daerah
di seluruh wilayah perairan Indonesia dan ZEE penyebarannya hampir sama dengan ikan cakalang
(Zona Ekonomi Eksklusif) dengan jumlah yaitu perairan barat Sumatera, selatan Jawa,
tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta utara Sulawesi, laut Banda dan utara Irian Jaya
ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi (Wudianto, dkk., 2007).
lestari. Produksi perikanan tangkap dari Ikan merupakan bahan pangan yang mudah
penangkapan ikan di laut dan di perairan umum mengalami kerusakan biologis oleh enzim atau
pada tahun 2006 masing-masing sekitar mikroorganisme pembusuk, sehingga
4.468.010 ton dan 301.150 ton (Ditjen memerlukan penanganan yang khusus untuk
Perikanan Tangkap 2007). Salah satu produk mempertahankan mutunya. Proses kerusakan
perikanan tangkap unggulan Indonesia adalah ikan berlangsung lebih cepat di daerah tropis
ikan komu. Ikan komu merupakan salah satu karena suhu dan kelembaban harian yang
komoditas perikanan Indonesia yang potensial, tinggi. Proses kemunduran mutu tersebut makin
terbesar kedua setelah udang (DKP, 2005). dipercepat dengan cara penanganan atau
Ikan komu tersebar di perairan penangkapan yang kurang baik, fasilitas sanitasi
Kalimantan, Sumatera, pantai India, Filipina yang tidak memadai serta terbatasnya sarana
dan sebelah selatan Australia, sebelah barat distribusi dan pemasaran.
Afrika Barat, Jepang, sebelah barat Hawai dan Pada ikan yang sudah tidak segar lagi dan
perairan pantai Pasifik-Amerika. Ikan komu menuju proses pembusukan, biasanya akan
berkelompok besar bersifat karnivora, jenis terbentuk histamin. Histamin merupakan salah
makanannya adalah stomapoda, decapoda, satu bahan kimia yang bersifat toksik jika
cepapoda, ikan kecil, selain itu ikan komu ditemukan banyak dalam tubuh. Senyawa ini
merupakan ikan perenang cepat serta akan juga merupakan suatu amina biogenik yang

319
Nikmans Hattu, dkk / Ind. J. Chem. Res., 2016, 3(2), 319-325

diproduksi melalui proses dekarboksilase daging ikan komu yang telah direndam dengan
bakterial dari asam amino histidin, dan asam cuka dalam variasi konsentrasi dan waktu
kebanyakan ditemukan dalam jumlah besar perendaman. Penelitian ini bermanfaat karena
pada ikan-ikan dari famili scombridae. dapat dijadikan data ilmiah mengenai kandungan
Keracunan histamin biasanya terjadi setelah histamin pada ikan komu akibat pengaruh asam
mengkonsumsi ikan yang mengandung histamin cuka dan sebagai rujukan data serta informasi
tinggi. Gejala keracunan sangat bervariasi dan dalam pengembangan produk pangan berbahan
merupakan gejala alergis, meliputi gatal-gatal, baku ikan.
diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah
turun (Borade, dkk., 2007 ; Shalaby, 1996; METODOLOGI
Suryanti, 2006 ; & Taylor, 1986). Bahan
Histamin merupakan salah satu anima Bahan-bahan yang digunakan dalam
biogenik yang diproduksi pada jaringan ikan penelitian ini adalah sampel ikan komu, asam
oleh bakteri dari famili Enterobacteriaceae, sulfanilat (p.a. Merck), asam klorida (p.a.
seperti Morganella, Klebsiella, dan Hafnia yang Merck), natrium nitrit (p.a. Merck), natrium
menghasilkan enzim histidin decarboxylase. klorida (p.a. Merck), natrium sulfat anhidrous
Bakteri yang secara alami terdapat pada insang (p.a. Merck), natrium fosfat monohidrat (p.a.
dan usus ikan akan menyebar ke seluruh bagian Merck), natrium karbonat (p.a. Merck), n-
tubuh selama proses penanganan (Sumner dkk., butanol (p.a. Merck), histamin dihidroklorida
2004). (p.a. Merck), akuades, kertas saring whatman no.
Kandungan histamin dapat dijadikan 42, asam cuka komersial merek Dixi.
indikasi mutu ikan komu dan histamin juga
merupakan indikator standar keamanan pangan Alat
produk ikan. Hal ini disebabkan kandungan Peralatan dan instrumen yang akan
histamin dapat menyebabkan efek keracunan. digunakan dalam penelitian ini adalah :
Keracunan histamin terjadi di seluruh dunia seperangkat alat gelas (Pyrex), neraca analitik,
dan kemungkinan pada umumnya disebabkan blender, pemanas listrik (Cimarec 2), refrigerator
oleh racun yang dihasilkan pada ikan. (LG), sentrifuge (Labofuge 200-Heraeus),
Jepang, Amerika Serikat (USA), dan Inggris spektrofotometer UV-Vis (UV-1700 Pharmaspec
Raya (United Kingdom, UK) merupakan negara - Shimadzu).
dengan jumlah penduduk tertinggi yang
menderita keracunan histamin (Sumner dkk., Prosedur Kerja
2004). Persiapan sampel
Sebagai akibat dari banyaknya prevalensi Ikan komu yang telah diambil dari tempat
keracunan histamin dan tingkat komsumsi penjualan ikan dicuci bersih. Daging ikan bagian
produk hewani khususnya ikan yang tinggi, dorsal (tanpa kulit) diambil dari bagian tubuh
maka pengawasan kualitas pada pangan ikan komu selanjutnya diiris dan ditimbang
diantaranya kandungan histamin perlu sebanyak 5 g setelah itu daging ikan komu
mendapat perhatian serius bahwa perlunya tersebut direndam pada larutan asam cuka 5%,
upaya untuk menghambat dan menurunkan 10%, 15%, 20%, dan 25% dengan volume 30
kandungan senyawa ini dalam produk bahan mL selama 10 menit kemudian dicuci kembali
pangan. Beberapa upaya telah dilakukan di dengan akuades sebanyak 30 mL. Setelah
antaranya ikan direbus terlebih dahulu, ikan diperoleh konsentrasi histamin terendah,
diasapi, ikan direbus dengan penambahan konsentrasi tersebut dipakai untuk
garam. menvariasikan waktu perendaman selama 20
Kandungan histamin dalam ikan juga bisa menit dan 30 menit.
ditentukan berdasarkan pemberian asam cuka.
Pada konsentrasi asam asetat yang rendah dalam Pembuatan pereaksi p-fenildiazonium
waktu penyimpanan 5 jam kandungan histamin sulfonat
dalam ikan cenderung lebih tinggi dibandingkan Campuran 1,5 mL asam sulfanilat 0,9%
pada konsentrasi asam cuka yang tinggi (b/v) dalam HCl pekat dan 1,5 mL NaNO2 5%
(Seumahu dkk., 2010). Dalam penelitian ini (b/v) didinginkan dengan direndam dalam air es
dilakukan penentuan kandungan histamin dalam selama 5 menit. 6 mL dari larutan NaNO2 5 %

320
Nikmans Hattu, dkk / Ind. J. Chem. Res., 2016, 3(2), 319-325

ditambahkan dan didiamkan selama 5 menit. 497,8 nm menggunakan akuades sebagai


Kemudian, pereaksi disimpan dalam rendaman blanko. Konsentrasi histamin dalam sampel
es selama 15 menit. Selanjutnya didiamkan diperoleh dari kurva standar untuk pengukuran
selama 12 jam dan siap digunakan. absorbansi pada 497,8 nm dengan analisis
regresi.
Pembuatan larutan standar histamin
Histamin dihidroklorida (165,5 mg, BM = Pembuatan kurva standar
184 g/mol) dilarutkan dalam100 mL akuades Sebanyak 1 mL larutan standar histamin (5,
sampai mencapai konsentrasi 1000 ppm 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm) direaksikan
histamin bebas. Larutan histamin standar 1000 dengan pereaksi p-fenildiazonium sulfonat dan
ppm kemudian diencerkan dengan akuades diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
untuk memperoleh konsentrasi 5, 10, 20, 40, 60, UV-Vis pada panjang gelombang 497,8 nm.
80, dan 100 ppm. Selanjutnya dibuat kurva absorbansi versus
konsentrasi histamin.
Ekstraksi histamin
Irisan tipis daging ikan komu ditimbang HASIL DAN PEMBAHASAN
sebanyak kurang lebih 5 g. Sampel Analisis Kualitatif Histamin
dihomogenkan dengan 20 mL larutan NaCl Analisis kualitatif kandungan histamin
0,85% (b/v) selama 2 menit menggunakan ditentukan menggunakan pereaksi
blender. Selanjutnya dimasukkan ke dalam p-fenildiazonium sulfonat pada metode ini.
tabung sentrifuge75 mL dan disentrifuge pada Warna yang ditimbulkan yang mengindikasikan
5300 rpm selama 1 jam pada 4°C. Supernatan adanya histamin, yakni timbulnya warna kuning
yang terbentuk dibuat menjadi 25 mL dengan muda hingga orange yang merata dalam
larutan NaCl 0,85%. Ekstrak digunakan untuk larutan. Konsentrasi histamin yang semakin
analisis selanjutnya. tinggi pada sampel akan memperlihatkan
Dalam tabung reaksi, 1 mL ekstrak intensitas warna yang lebih nyata (Gambar 1).
diencerkan menjadi 2 mL dengan larutan NaCl Intensitas warna yang dihasilkan reaksi
0,85 % dan 0,5 g campuran garam (berisi 6,25 antara larutan standar histamin dengn pereaksi
g Na2SO4 anhidrat yang ditambahkan 1 g p-fenildiazonium sulfonat dicatat pada 6
Na3PO4.H2O). Tabung dikocok agar tercampur konsentrasi berbeda. Skala warna referensi dari
secara merata. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan standar ini dengan konsentrasi berkisar
n-butanol dan dikocok sekuat mungkin selama antara 5-80 mg/L dapat digunakan untuk
1 menit dan didiamkan selama 2 menit. pemeriksaan secara visual terhadap sampel. Hal
Selanjutnya dikocok sedikit agar terjadi ini memungkinkan analisis lebih cepat dan
kerusakan pada gel protein. Tabung kemudian dapat diterima, serta memungkinkan ada atau
dikocok lagi beberapa menit dan disentrifuge tidaknya penggunaan spektrofotometer.
pada 3100 rpm untuk 10 menit. Butanol yang Intensitas warna yang dihasilkan pada tiap
terletak di bagian atas (sekitar 1 mL) konsentrasi histamin dalam sampel berbanding
dipindahkan ke dalam tabung bersih dan lurus dengan skala warna referensi dan
kering. Selanjutnya diuapkan menjadi benar- absorbansi dari histamin standar yang diukur
benar kering. Residu dilarutkan di dalam 1 mL pada panjang gelombang 497,8 nm pada
akuades dan kemudian direaksikan dengan konsentrasi yang sama.
pereaksi p-fenildiazonium sulfonat.
Analisis Kuantitatif Histamin
Analisis secara spektrofotometri Analisis kuantitatif kandungan histamin
Di dalam tabung reaksi yang bersih berisi dalam ikan komu (Auxis rochei) dilakukan
5 mL larutan Na2CO3 1,1% ditambahkan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi.
perlahan-lahan 2 mL pereaksi p-fenildiazonium Kurva kalibrasi pada penentuan histamin dalam
sulfonat dan dicampur. Kemudian ditambahkan percobaan ini dibuat dengan cara mengukur
1 mL larutan residu yang diperoleh dari proses absorbans sederetan larutan standar yang yang
ekstraksi ke dalam tabung. Absorbansi dari diketahui konsentrasinya. Dari kurva kalibrasi
warna yang dihasilkan diukur secepatnya diperoleh persamaan regresi kurva standar
setelah 5 menit pada panjang gelombang

321
Nikmans Hattu, dkk / Ind. J. Chem. Res., 2016, 3(2), 319-325

yakni, y = 0,005x-0,046 dengan koefisien ditemukan pada sampel ikan komu dengan
determinasi R2=0,926. konsentrasi asam cuka 5%. Sementara itu,
konsentrasi terendah ditemukan pada sampel
ikan komu konsentrasi asam cuka 25%.

Tabel 1. Analisis kandungan histamin ikan


komu dalam waktu 10 menit
Konsentrasi asam cuka Konsentrasi Histamin
(%) (mg/100g)
0 28,0344
5 25,9099
10 20,0408
15 18,9671
20 18,7108
25 18,6336
Gambar 1. Sederetan larutan standar komplex
histamin dengan konsentrasi dari kiri ke kanan Hasil analisis data pengukuran histamin
80, 60, 40, 20, 10 dan 5 ppm secara statistika (Tabel 2) menunjukkan bahwa
kandungan histamin dalam daging ikan komu
Hasil analisis kandungan histamin rata- yang telah direndam selama 10 menit dalam
rata dalam daging ikan komu (Auxis rochei) larutan asam cuka 5%, 10%, 15%, 20%, dan
berdasarkan variasi konsentrasi asam cuka 25% tidak berpengaruh nyata (p>0,05) dalam
dengan metode spektrofotometri UV-Vis penghambatan histamin terhadap daging ikan
dirangkum pada Tabel 1. komu mentah (kontrol).
Berdasarkan hasil penelitian dengan Setelah didapat konsentrasi histamin
perlakuan lamanya waktu sampel 10 menit dan terendah pada asam cuka 25%, selanjutnya
variasi konsentrasi asam cuka (pH 5), maka dilakukan penelitian dengan konsentrasi tersebut
konsentrasi histamin dalam ikan komu yang tetapi menggunakan variasi waktu 10 menit,
ditemukan berkisar antara 18,6336-25,9099
mg/100g sampel. Konsentrasi tertinggi

Tabel 2. Hasil analisis statistika kandungan histamin ikan komu dalam waktu 10 menit
Tingkat signifikan
Perbandingan
(p)
Komu Kontrol Vs Komu, Asam Cuka 5% 0,981
Komu, Asam Cuka 10% 0,181
Komu, Asam Cuka 15% 0,105
Komu, Asam Cuka 20% 0,092
Komu, Asam Cuka 25% 0,088
Komu, Asam Cuka 5% Vs Komu, Asam Cuka 10% 0,454
Komu, Asam Cuka 15% 0,292
Komu, Asam Cuka 20% 0,260
Komu, Asam Cuka 25% 0,251
Komu, Asam Cuka 10% Vs Komu, Asam Cuka 15% 0,999
Komu, Asam Cuka 20% 0,998
Komu, Asam Cuka 25% 0,997
Komu, Asam Cuka 15% Vs Komu, Asam Cuka 20% 1,00
Komu, Asam Cuka 25% 1,00
Komu, Asam Cuka 20% Vs Komu, Asam Cuka 25% 1,00

20 menit, dan 30 menit. Hasil analisis Berdasarkan hasil penelitian dengan


kandungan histamin rata-rata dalam daging ikan konsentrasi asam cuka 25% dengan variasi
komu (Auxis rochei) berdasarkan variasi waktu waktu, maka konsentrasi histamin ikan komu
dengan metode spektrofotometri UV-Vis ditemukan berkisar antara 15,5246-18,6336
dirangkum pada Tabel 3. mg/100g sampel. Konsentrasi tertinggi

322
Nikmans Hattu, dkk / Ind. J. Chem. Res., 2016, 3(2), 319-325

ditemukan pada sampel ikan komu dengan cuka. Pemberian asam cuka dilakukan
waktu rendaman 10 menit, sedangkan berdasarkan pertimbangan bahwa asam cuka
konsentrasi terendah ditemukan pada sampel yang meresap ke dalam daging ikan komu
ikan komu dengan waktu rendaman 30 menit. diduga dapat menghambat reaksi pembentukan
histamin oleh enzim melalui proses
Tabel 3. Analisis kandungan histamin ikan dekarboksilase. Selain itu, penambahan asam
komu dalam larutan asam cuka 25% cuka pada ikan juga akan menurunkan pH.
Waktu Konsentrasi Histamin Semakin lama proses perendaman,
(Menit) (mg/100g) semakin meningkat pula penetrasi asam cuka
10 18,6336 ke dalam daging ikan yang direndam. Akibatnya
20 16,0550 rasa daging ikan yang dihasilkan terasa getir
30 15,5246 asam cukanya dengan bau yang sangat tajam.
Daya hambat larutan asam cuka terhadap
Hasil analisis data pengukuran histamin bakteri dan enzim semakin meningkat
secara statistika (Tabel 4) menunjukkan bahwa dengan semakin tingginya konsentrasi larutan
kandungan histamin dalam daging ikan komu tersebut, namun rasanya semakin tidak disukai.
25% dengan variasi waktu perendaman 20 Fungsi asam cuka memberikan pengawet
menit dan 30 menit tidak berpengaruh nyata dengan menurunkan pH sehingga semua
(p>0,05) dalam penghambatan histamin terhadap bakteri pembusuk terhambat atau terhenti.
daging ikan komu dengan waktu perendaman 10 Namun semakin rendah pH, maka semakin
menit. asam pula bau dan rasa daging ikan komu yang
dihasilkan.
Tabel 4. Hasil analisis statistika kandungan
histamin ikan komu dalam larutan KESIMPULAN
asam cuka 25% Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
Tingkat maka dapat disimpulkan bahwa kandungan
Perbandingan histamin yang terdapat dalam daging ikan komu
Signifikansi (p)
Perendaman vs Perendaman 0,220 (Auxis rochei) dengan variasi konsentrasi asam
10 menit 20 menit cuka 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dengan
Perendaman 0,134 waktu perendaman 10 menit adalah 25,9099;
30 menit 20,0408; 18,9671; 18,7108 dan 18,6336
Perendaman vs Perendaman 0,921 mg/100g sampel ikan komu. Kandungan
20 menit 30 menit histamin yang terdapat dalam daging ikan komu
dengan variasi waktu 10, 20, dan 30 menit pada
Proses pembentukan histamin pada ikan konsentrasi asam cuka 25% berturut-turut adalah
sangat ditentukan oleh aktivitas enzim histidin 18,6336; 16,0550; dan 15,5246 mg/100g sampel
dekarboksilase yang dihasilkan oleh bakteri ikan komu. Semakin tinggi konsentrasi asam
pembentuk histamin. Suhu optimum bagi cuka dan semakin lama perendaman,
perkembangan bakteri tersebut adalah menghasilkan kadar histamin ikan komu yang
20-30 °C. Penyebab utama pembusukan oleh semakin rendah, walaupun secara statistik tidak
bakteri bersumber dari insang. Sejalan dengan terdapat perbedaan yang signifikan.
hal tersebut, Seumahu dkk (2009) juga
melaporkan kandungan histamin dalam daging DAFTAR PUSTAKA
ikan berdasarkan pemberian asam asetat dengan Alfred, A. 1998. The Effect of Delayed Icing
konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% and Gutting on The Quality of Freshwater
menurun dari 51,10 mg/100g menjadi 42,29 Arctic Charr (Salvelinus alpinus L.).
mg/100g sampel selama 5 jam. Iceland: United Nation University-Fisheries
Semakin tinggi konsentrasi asam cuka dan Training Programe.
semakin lama perendaman, maka kadar histamin Aninomous, 2007. Kecil, Persentase Ekspor
ikan komu semakin rendah. Hal ini disebabkan Perikanan Lokal ke Cina.
karena kandungan histamin dalam daging ikan http://www.bisnisbali.com/2007/08/10/news/
komu ditentukan berdasarkan pemberian asam

323
Nikmans Hattu, dkk / Ind. J. Chem. Res., 2016, 3(2), 319-325

agrohobi/bi.html. Diakses tanggal 14 Paper. 348.Rome. M-47 ISBN 92-5-103507-


Oktober 2010. 5.
Aninomous, 2008, Ikan, Gizi Super Komplit, Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta
http://id.shvoong.com/medicine-and- : Penebar Swadaya.
health/1826681-ikan-gizi-super-komplit/. Keer, M., Paul, L. dan Sylvia, A. 2002. Effect of
Diakses tanggal 12 Oktober 2010. Storage Condition on Histamine Formation
Aninomous, 2011. Auxis rochei rochei in Fresh and Canned Tuna. Commision by
(Risso,1810), http://fishbase.org.cn. Food Safety Unit. Dalam
Diakses tanggal 8 Oktober 2011. www.foodsafety.vic.gov.au. ( 5 Oktober
Bateman, R. C., Eldrige, D. B., Wade, S., 2011 )
McCoy-Messer, J., Jester, E. L. E., dan Kose, S. dan Hall, G. 2000. Modification
Mowdy, D. E. 1994. Copper Chelation of A Colorimetric Method For Histamine
Assay for Histamine in tuna. J. Food Sci., Analysis in Fish Meal, Food Res. Int., 33,
59(3):517-543. 839-845.
Borade, P. S., Ballary, C. C., dan Lee, D. K. C. Krızek, M., Vacha, F., Vorlova, L.,
2007. A Fishy Cause Of SuddenNear Fatal Lukasova, J. dan Cupakova, S. B. 2004.
Hypotension; Resuscitation, 72:158-160. Biogenic Amines In Vacuum-Packed and
Day, R. A., Jr, dan Underwood, A. L., 1980, Non-Vacuum-Packed Flesh of Carp
Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat, (Cyprinus carpio) Stored At Different
penerjemah Pudjaatmaka, A. H., Penerbit Temperatures; Food Chem., 88, 185-191.
Erlangga : Jakarta. Lakshmanan, R., Shakila, R. J. dan Jeyasekaran,
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. G. 2002. Survival of Amine- Forming
Revitalisasi Perikanan. Jakarta: Departemen Bacteria During The Ice Storage of Fish and
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Shrimp, Food Microbiology, 19, 617-625.
Ditjen Perikanan Tangkap. 2007. Statistik Martin RE, Flick GJ, Hebard CE dan Ward DR.
Perikanan Tangkap Indonesia 2006.Jakarta: 1982. Chemistry and Biochemistry of Marine
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Food Products. United States: AVI
Departemen Kelautan dan Perikanan. publishing company, Inc.
Doerge, R. F., Wilson, C. O., dan Gisvold, O. Mulja, H. M. dan Suharman. 1995. Analisis
1977. Textbook of Organic Medicinal and Instrumental. Airlangga University Press :
Pharmaceutical Chemistry. 7th edition. Surabaya.
Philadelphia : Lippincott. Nelson, J. S. 2006. The Fishes of The World.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Jhon Wiley and Sons Inc : New York.
Terbitan kedua. Diterjemahkan oleh K. Patange, S.B., Mukundan, M.K. dan Kumar, K.
Padmawinata & I. Soediro, ITB. Bandung. Ashok. 2005. A Simple and Rapid Method
Haryanti, M. 2010. Pengaruh Konsentrasi for Colorimetric Determination of Histamine
Larutan Tawas (Al2(SO4)3.14H2O) in Fish Flesh, Food Control, 16(5), 465-472.
Terhadap Kandungan Protein, Nitrogen Peristiwady, T. 2006. Ikan-Ikan Laut
Terlarut dan Nitrogen Non Protein pada Ikan Ekonomis Penting di Indonesia. Petunjuk
Tongkol. Dalam http://digilib.unimus.ac.id. Identifikasi. Penerbit LIPI Press. Jakarta.
(1 November 2011) Setiyono, I.K. 2006. Factors Affecting
Henrik HH, Dilson M, dan Derrick S. 2004. A Histamine Level in Indonesian Canned
Guide Seafood Hygiene Management. Albacore Tuna (Thunnus alalunga). Tesis.
Eurofish: the Norwegian Ministry of Fishers Departemen of Marine Biotechnology.
and Coastae Affair and the Swiss Import University of Tromse. Norway.
Promotion Programme. Seumahu, C.A., Hattu, N. dan Fransina, E.G.
Huss, H. H. 1994. Assurance of Sea Food 2009. Analisis Kandungan Histamin
Quality. FAO Fisheries Technical Paper. sebagai Bioindikator Kualitas dan
334.Rome. M-40 ISBN 92-5-103446-X, 169 Keamanan Pangan Produk Perikanan
pp. pada Ikan Jenis Scombridae
Huss, H. H. 1995. Quality and Changes in Berdasarkan Modifikasi Metode
Fresh Fish. FAO Fisheries Technical
Spektrofotometri, Laporan Penelitian

324
Nikmans Hattu, dkk / Ind. J. Chem. Res., 2016, 3(2), 319-325

Hibah Bersaing 2010, Universitas Tsai, Y.H., Kung, H.F., Lee, T.M., Chen,
Pattimura. H.C., Chou, S.S., Wei, C.I. dan Hwang,
Shalaby, A. R. 1996. Significance of D.F. 2005. Determination of Histamine
Biogenic Amines to Food Safety and in Canned Mackerel Implicated in a
Human Health. Food Res.Int., 29(7): Food Borne Poisoning, Food Control,
675-690. 16(7): 579-585.
Suharna, C. 2006. Kajian Sistem Wicaksono, Dhias. 2009. Asesmen Risiko
Manajemen Mutu pada Pengolahan Histamin Selama Proses Pengolahan
“Ikan Jambal Roti” di Pangandaran – pada Industri Tuna Loin. Skripsi.
Kabupaten Ciamis. Tesis, Program Studi Program Studi Teknologi Hasil
Manajemen Sumberdaya Pantai, Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Program Pascasarjana Universitas Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Diponegoro. Semarang. Winarno, F. G. 1983. Enzim Pangan.
Sumner J, Ross T, Ababouch L. 2004. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Application of Risk Assessment in the Wudianto, M., Agustinus., dan P. Anung.
Fish Industry. Roma: FAO. 2007. Memancing di Perairan Tawar
Suryanti, Wikanta, T. dan Indriati, N. 2006. dan di Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kandungan Histamin pada Beberapa 125 hlm.
Produk Hasil Perikanan, Pusat Riset Yeh, C.Y., Lin, S.J. dan Hwang, D.F.
Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi 2006. Biogenic Amines, Histamine and
Departemen Kelautan dan Perikanan. Label of Dressed Fried Fish Meat
Taylor, S. L. 1986. Histamine Food Products in Taiwan, Food Control, 17:
Poisoning : Toxicology and Clinical 423–428.
Aspects. Critical Review in Toxicology.
17: 91-128.

325

Anda mungkin juga menyukai